Garis Aksi, Sifat Organisasi Dan Arah Politik SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) Gilang Perdana C 0506024
Abstract SOBSI was one of the biggest trade union movement that ever existed in Indonesia which embrace communism ideology. Since SOBSI established, many of those who cornered SOBSI saying that there is a relationship between SOBSI with Communist Party of Indonesia, (PKI). Related to the allegations, this research tries to explain briefly about SOBSI action line, because the labor organization can not be separated by whose name the action. Worker’s actions are a continuation of the nature and direction of political SOBSI highly related, non-party, but his ideology was communist the nature of SOBSI organization that refers to their internal discussion. This research also tries to explain how exactly the relationship between SOBSI and PKI as the practical political agent and explain how the political direction of SOBSI as a politicized labor movement during the reign of President Soekarno Keyword: SOBSI, communism, labor
Pendahuluan Karl Marx dan Vladimir Ilych Lenin, adalah dua nama yang tidak bisa dipisahkan dari komunisme. Karl Marx hidup dalam masyarakat kapitalisme awal yang ditandai dengan bangkitnya teknologi dimana pabrik memproduksi barang secara massal. Di tengah kemajuan tersebut, kondisi kaum buruh justru semakin tertindas oleh sistem kapital. Marx ingin mengubah kondisi kaum buruh yang
1
2
teralienasi, terperosok dalam kemelaratan, dan tidak bisa ikut menikmati hasil dari barang-barang yang dibuat sendiri.1 Ketidakadilan tersebut menjadi suatu hal yang sangat fundamental. Marx merumuskan bahwa keadilan ialah suatu keadaan di mana penghisapan atas manusia oleh manusia tiada lagi dan jalan bagaimana mencapai keadilan itu adalah melakukan revolusi sosial dengan mendirikan masyarakat yang tidak berkelas.2 Pemikiran Marx yang dikenal dengan Marxisme ini kemudian dikembangkan oleh Vladimir Ilych Lenin. Jika Marxisme percaya pada dinamika perkembangan masyarakat terjadi lewat kemajuan ekonomi yang menimbulkan pertentangan kelas, dalam pandangan Lenin hal itu tidak cukup. Sebuah revolusi tidak akan muncul dengan sendirinya, tapi harus digerakkan oleh elit revolusioner, yaitu partai komunis yang memegang monopoli kekuasaan. Sebagai ideologi, pemikiran-pemikiran Marx dan Lenin disederhanakan, direduksi dan menurut Engles, istilah komunisme sebenarnya dipakai untuk memaknai pemikiran mereka tentang bagaimana membebaskan kaum tertindas dan untuk membedakan dari jenis sosialisme lainnya. Tapi komunisme yang dikenal kemudian adalah ajaran yang sepenuhnya bersifat ideologis, berfungsi sebagai “alat perang” untuk mencapai kemenangan. Semakin lama ideologi makin 1
Marx mencita-citakan masyarakat komunis yang merupakan masyarakat di mana tidak ada kelas sosial (classless society), di mana manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada milik pribadi di mana tidak ada ekspoloitasi, penindasan dan paksaan. Akan tetapi yang merupakan hal yang aneh ialah bahwa untuk mencapai masyarakat yang bebas dari paksaan itu, perlu melalui jalan paksaan serta kekerasan, yaitu dengan perebutan kekuasaan oleh kaum buruh dari tangan kaum kapitalis. Lihat Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1977), hlm. 82. 2 Njoto, Marxisme: Ilmu Dan Amalnya (paparan populer) (Jakarta: Harian Rakjat, 1962), hlm. 2.
3
mengeras dan sulit dikoreksi, penganutnya semakin buta, menyederhanakan realitas dan lama-kelamaan kehilangan akal pikirannya sendiri.3 Di Indonesia pada tahun 1948 terdapat keinginan di kalangan partai-partai kiri untuk bersatu dan menjadikan PKI sebagai pelopor gerakan kelas buruh. PKI baru yang dipimpin oleh Moeso kemudian mengadakan proklamasi di Madiun yang
berakibat
terjadinya
pembantaian
terhadap
anggota
partai
ini.
Kepemimpinan PKI kemudian dilanjutkan oleh D.N Aidit. Gerakan buruh yang menjadi tulang punggung Partai Komunis di tahun 1940-an, GASBI (Gabungan Serikat Buruh Indonesia) setelah bergabung dengan gerakan buruh lain berubah menjadi SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). Atas usulan Alimin dan Harjono, pada tanggal 29 November 1946 terdapat kata sepakat antara GASBI (Gabungan Serikat Buruh Indonesia) dan GSVB (Gabungan Serikat Buruh Vertikal) untuk sama-sama meleburkan diri dalam satu wadah. 4 Pada awalnya organisasi SOBSI bersifat non-partai, pembentukannya pada tanggal 29 November 1946 di Yogyakarta dan disahkan pada Kongres Nasionalnya yang pertama pada tanggal 18 Mei 1947 di Malang.5 Pusat Organisasi SOBSI ini berkedudukan di tempat Sekretariat Dewan Nasional. Dalam Kongresnya tersebut Njono diangkat sebagai ketua, Nardjoko sebagai wakil ketua dan D.S. Atma sebagai Sekretaris Jenderal.6
3
Ibid., hlm. 49. SK. Trimurti, Hubungan Pergerakan Buruh Indonesia dengan Pergerakan Kemerdekaan Nasional (Jakarta: Yayasan Indayu, 1980), hlm. 19. 5 Petunjuk No. 001/E/1965 tentang Pelaksanaan Konstitusi, Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, RA. 22 No. 151, DN SOBSI: Berkas tanggal 9 Juni 1964-14 Januari 1965 tentang konstitusi SOBSI. 6 Ibid. 4
4
Pengaruh sosialisme atas serikat-serikat buruh Indonesia membawa perluasan konsep kaum buruh sebagai sebuah kelas dan agitasi berdasarkan teori perjuangan kelas. Sosialisme yang dipropagandakan di Indonesia sejak tahuntahun 1910-an selalu adalah yang didasarkan pada ajaran-ajaran Marx dan Engles yang ditafsirkan dengan ketentuan-ketentuan dari Lenin. SOBSI dan serikatserikat buruh yang berafiliasi dengannya mendasarkan pandangan mereka sepenuhnya pada azas-azas Marxis dan Leninis termasuk doktrin mengenai perjuangan kelas. Ajaran tentang Marxisme adalah bahwa keadilan ialah suatu keadaan dimana penghisapan atas manusia oleh manusia tiada lagi. Marxisme juga menunjukkan jalan bagaimana mencapai keadilan itu, yaitu melalui revolusi sosial mendirikan masyarakat yang tidak berkelas.7 Sedangkan konsep MarxismeLenininsme dijelaskan Njoto, dalam bukunya, Marxisme ilmu dan amalnya menjelaskan
bahwa
Marxisme-Lenininsme
adalah
ilmu
tentang
hukum
perkembangan dan masyarakat, tentang kemenangan Sosialisme, tentang pembangunan masyarakat komunis.8 SOBSI tidak menyebutkan azas-azas ini di dalam konstitusi mereka karena SOBSI dan afiliasinya berhati-hati menjaga ketentuan untuk menghindari setiap penggunaan terminologi Marxis dan Leninis dalam konstitusi mereka. Tetapi di dalam kongres-kongres, konferensi-konferensi, laporan-laporan dan diskusi-
7
Njoto, Marxisme: Ilmu Dan Amalnya (paparan populer) (Jakarta: Harian Rakjat, 1962), hlm. 2. 8 Ibid., hlm. 16.
5
diskusi mereka memuat parafrase-parafrase Marxis-Leninis dengan banyak kutipan kata-kata sesungguhnya dari Marx, Engles, Lenin maupun Stalin.9
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah terdiri dari empat tahap yang saling berkaitan satu sama lain. Tahap yang pertama adalah heuristik, yaitu suatu proses pengumpulan bahan atau sumber-sumber sejarah. Tahap kedua adalah kritik sumber, yang bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh melalui kritik intern dan ekstern.10 Kritik atau verifikasi yang dilakukan dalam penelitian dini adalah deskriptis analisis artinya menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya yang terdapat dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta yang tersedia. Tahap ketiga adalah tahap interpretasi, yaitu penafsiran keterangan yang saling berhubungan dengan fakta-fakta yang diperoleh. Proses ini memegang peranan penting bagi terjadinya fakta-fakta sejarah. Tahap terakhir adalah historiografi yang merupakan hasil dari penelitian. Data-data yang telah diseleksi dan diuji kebenarannya adalah fakta-fakta yang
9
Iskandar Tedjakusuma, Watak Politik Gerakan Serikat Buruh Indonesia (alih bahasa oleh Oey Hay Djoen) (New York: Department of Far Eastern Studies, Cornell University. 1958), hlm. 72-73. 10 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 58.
6
akan diuraikan dan dihubungkan sehingga menjadi kesatuan yang harmonis, berupa kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.11
Pembahasan Organisasi buruh sangat identik dengan aksi-aksi, baik itu berupa pemogokan-pemogokan, demonstrasi dan tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepada badan usaha atau pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi buruh. SOBSI sebagai organisasi massa buruh terbesar yang pernah ada di Indonesia juga tidak bisa lepas dari hal-hal semacam itu. Dalam hal aksi misalnya, SOBSI memiliki persepsi sendiri mengenai hal tersebut. Bagi SOBSI yang dinamakan aksi bukan hanya tindakan yang berupa pemogokan saja. SOBSI menganggap semua tindakan Serikat Buruh mulai dari mengorganisasi rapat-rapat, membuat siaran-siaran, mengirim delegasi sampai kepada melakukan demonstrasi dan pemogokan-pemogokan serta tindakantindakan yang ditujukan untuk memenangkan tuntutan kaum buruh bisa disebut sebagai aksi dan dalam setiap aksi tersebut tidak boleh mengorbankan kepentingan kaum buruh. Bagi SOBSI setiap aksi harus memiliki tiga sifat, yaitu: a. Menguntungkan kaum buruh, b. Dipandang adil oleh rakyat, dan c. Tidak berlarut-larut, dimulai dan diakhiri tepat pada waktunya.12
11
Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Jakarta: Yayasan Indayu), hlm. 36.
7
Tiga sifat aksi yang dijadikan pedoman oleh SOBSI melahirkan dan mengembangkan sebuah garis tuntutan yang dinamakan “ketjil hasil” yang menegaskan bahwa garis tuntutan yang tepat adalah tuntutan yang adil, layak dan tahu batas. Aksi-aksi tersebut juga harus diperhitungkan sehingga berakhir dengan kemenangan dan membawa keuntungan dalam memperjuangkan tuntutan-tuntutan kaum buruh. Disamping itu aksi-aksi juga bisa memberikan pendidikan politik bagi massa buruh. Semboyan yang dipegang SOBSI ketika melakukan aksi-aksi adalah “Hati panas, kepala dingin” dengan memperhatikan segala yang menjadi “ekornya aksi.”13 Prinsip-prinsip mengenai aksi tersebut kemudian berkembang menjadi apa yang dinamakan Garis “seribu satu macam aksi” yang merupakan garis aksi SOBSI yang disimpulkan oleh Sidang Dewan Nasional ke-IV SOBSI pada bulan Desember 1958 yang kemudian diperkuat oleh Kongres Nasional ke-III SOBSI pada bulan Agustus 1960 di Solo. Garis “seribu satu macam aksi” mengandung beberapa prinsip pokok, yaitu: a. Pertama b. Kedua c. Ketiga 12
: prinsip massal,14 : prinsip kombinasi,15 dan : prinsip mencegah salah sasaran.16
Pengantar Diskusi Tentang Aksi, Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, RA. 22 No. 233, DN SOBSI: Berkas Tanggal 13 Maret – 1 Januari 1965 tentang aksi kaum buruh Indonesia. 13 Ibid. 14 Prinsip massal menegaskan apa yang mutlak dan apa yang tidak mutlak dalam melakukan aksi-aksi. Hal yang mutlak adalah sifat suatu aksi yang harus massal, sehingga merupakan aksi-aksi massa. SOBSI berkeyakinan bahwa kemenangan atas tuntutan-tututan buruh dipengaruhi oleh aksi-aksi yang bersifat massal. 15 Prinsip kombinasi menegaskan macam-macam pekerjaan yang harus dikoordinasikan supaya mendapat dukungan dari massa buruh dan berbagai golongan rakyat
8
Di sisi lain, sifat organisasi SOBSI yang dinyatakan dalam garis perjuangan Konstitusi SOBSI sebagai adalah berikut, “SOBSI adalah vaksentral yang berdiri sendiri dan bersifat non-partai.” Berdiri sendiri yang dimaksud di sini adalah bahwa SOBSI merupakan organisasi yang souverein, dan memiliki garisgaris perjuangan dan ketentuan-ketentuan organisasinya sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan non-partai adalah bahwa SOBSI bukan merupakan underbouw dari salah satu partai politik.17 Dalam Ketentuan-Ketentuan Organisasi penjelasan mengenai sifat SOBSI sendiri sudah cukup jelas seperti di atas. Penjelasan khusus dan lanjutan mengenai sifat organisasi buruh ini diperlukan karena berhubungan dengan arah politik yang nantinya akan diikuti oleh SOBSI, yaitu komunis. Bahkan pada awal pembentukannya SOBSI juga telah menunjukkan ideologi komunisnya, tetapi tetap tidak menunjukkan perubahan sifat yaitu non-partai. Pemikiran-pemikiran Lenin dan Stalin merupakan salah satu bahan acuan mengenai sifat organisasi dan arah politik SOBSI yang dibahas dalam Kongres ke-II SOBSI. Kutipan Lenin dalam Komunisme Sayap Kiri: Suatu Penyakit Kanak-Kanak, halaman 45 adalah sebagai berikut:
16
Prinsip mencegah salah sasaran menegaskan adanya perbedaan sifat yang harus berbeda-beda dalam menghadapi macam-macam aksi, yaitu pihak bertanggungjawab dan yang dituntut, membedakan kaum modal besar asing dengan kaum modal nasional, antara kaum kapitais-birokrat dan kaum kapitalispartikelir nasional dan antara pejabat pemerintah yang reaksioner, yang birokratis dan yang demokratis. 17 Tentang Sifat Organisasi SOBSI, Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, RA. 22 No. 39, DN SOBSI: Catatan tanpa tanggal tentang sifat-sifat organisasi SOBSI.
9
Dalam pekerjaannya, Partai bersandar pada Serikat-Serikat Buruh yang pada dewasa ini, menurut bahan-bahan dari pada Kongres yang lalu (April 1920) mempunyai anggota 4.000.000 orang lebih, dan yang formil adalah non petani. Sesungguhnya semua badan Pimpinan dari pada jumlah yang terbanyak sekali dari serikat-serikat dan terutama sekali, sudah tentu, dari pusat atau biro umum Serikat buruh-buruh se-Rusia (Dewan Pusat Serikat Buruh se-Rusia), terdiri dari kaum komunis dan menjalankan semua petunjuk partai. Dengan demikian dalam keseluruhannya, kita mempunyai alat proletar yang formil, non-Komunis, yang supel dan relatif luas dan sangat kuat sekali, dengan perantaraan mana Partai dihubungkan rapat dengan klas dan dengan massa, dengan mana, dibawah pimpinan Partai, maka dijalankan diktator klas sonder hubungan yang rapat dengan Serikat Buruh-Buruh, sonder bantuan mereka yang sepenuh hati dan pekerjaan mereka yang mengorbankan kepentingan diri sendiri, tidak hanya dalam soal ekonomi tapi juga dalam soal-soal militer, sudah tentu tidak akan mungkinlah bagi kita untuk memerintah negeri dan mempertahankan diktator selama dua bulan, apalagi dua tahun...18 Dalam tulisan Lenin berikutnya, “Apa yang harus dikerjakan?” halaman 147, Lenin menjelaskan sebagai berikut: Organisasi-organisasi kaum buruh untuk perjuangan ekonomi haruslah organisasi-organisasi serikat buruh. Setiap buruh Sosialis-Demokratis harus sedapat mungkin membantu dan bekerja aktif dalam organisasi-organisasi ini. Ini benar. Tetapi sekali-sekali bukanlah kepentingan kita untuk menuntut supaya hanya kaum Sosialis-Demokratislah yang boleh dipilih menjadi anggota-anggota Serikat-serikat “sekerja”. Ini hanya akan mempersempit pengaruh kita atas massa. Biarlah setiap buruh yang mengerti akan perlunya bersatu untuk perjuangan menentang kaum majikan dan pemerintah masuk ke dalam serikat buruh-buruh. Tujuan serikat buruh-buruh itu sendiri tak akan tercapai jika tidak bisa mempersatukan semua orang yang sekurangkurangnya telah mencapai tingkat pengertian yang elementer ini, dan jika tidak merupakan organisasi-oraganisasi yang sangat luas. Dan semakin luas organisasi-organisasi ini, maka akan semakin luas pulalah pengaruh kita atas organisasi-organisasi tersebut suatu pengaruh yang tidak saja karena perkembangan “spontan” perjuangan ekonomi tetapi juga karena usaha secara langsung dan sadar dari anggota-anggota sosialis serikat buruh untuk mempengaruhi kawan-kawan mereka.19
18
Hubungan Serikat Buruh dengan Partai, Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, RA. 22 No. 347, DN SOBSI: Pidato tanpa tahun tentang hubungan Serikat Buruh SOBSI dengan Partai PKI. 19 Ibid.
10
Menanggapi keterangan Lenin di atas SOBSI beranggapan bahwa Serikat Buruh haruslah organisasi yang tersendiri dan bersifat non-partai yang telah sesuai dengan Konstitusi SOBSI selama ini. Tapi berdasarkan tulisan Lenin tersebut serikat-serikat buruh harus bisa menjadi sandaran partai, dengan perantaraan serikat buruh, partai dapat terhubung dengan massa dan untuk itu maka pimpinan serikat-serikat buruh haruslah orang-orang komunis.20 Sedangkan Stalin dalam bukunya, Anarkisme atau Sosialisme di halaman 67-68 memberikan keterangan sebagai berikut: Bagaimana seharusnya hubungan-hubungan antara Partai disatu pihak dan perkumpulan-perkumpulan koperasi serta serikat-serikat buruh di lain pihak? Apakah perkumpulan-perkumpulan koperasi dan serikat-serikat buruh itu harus Partai atau non-Partai? Jawaban atas pertanyaan ini tergantung pada tempat dimana dan dalam keadaan-keadaan bagaimana proletariat harus berjuang. Bagaimanapun juga tak dapat disangsikan lagi bahwa semakin bersahabat hubungan serikat buruh-buruh dan perkumpulan-perkumpulan koperasi dengan Partai Sosialis dari Proletariat, maka akan semakin berkembanglah kedua-duanya dengan sepenuhnnya. Dan ini adalah karena kedua organisasi ekonomi itu, jika mereka tidak berhubungan rapat dengan Partai Sosialis yang kuat, seringkali menjadi tidak berarti, membiarkan kepentingan-kepentingan ke jurusan yang sempit, membikin kurang kepentingan klas yang umum dan dengan demikian menimbulkan kerugian besar dari pada proletariat. Karena itu, bagaimanapun juga perlulah menjamin supaya serikat buruh-buruh dan perkumpulan–perkumpulan koperasi berada dibawah pengaruh ideologi dan politik partai. Hanya jika itu dijalankan maka organisasi-organisasi tesebut akan diubah menjadi sekolah sosialis yang akan mengorganisasi proletariat pada waktu sekarang ini tepatnya dalam grup-grup yang terpisah menjadi suatu klas yang sadar.21 Dari keterangan Stalin ini dapat disimpulkan bahwa serikat buruh harus berada di bawah pengaruh suatu ideologi dan politik partai. Dari kutipan tulisantulisan Lenin dan Stalin di atas, Kongres ke-II SOBSI menyimpulkan bahwa sifat organisasi serikat buruh ini adalah sebagai organisasi yang berdiri sendiri; bersifat 20 21
Ibid. Ibid.
11
non-partai; harus menjadi sandaran partai dan dibawah pengaruh ideologi dan politik partai.22 Kaum komunis telah mengambil prakarsa dalam pembentukan SOBSI pada tahun 1946 dan dalam pembangunan lebih lanjut federasi raksasa ini.23 Dalam perjalanan bertahun-tahun pengaruh komunis bertumbuh hingga ia menjadi berdominasi dan ekslusif. Reorganisasi SOBSI pada tahun 1952 ketika Konferensi Nasional pertama diselenggarakan dan pada tahun 1955 (Kongres II SOBSI) sepenuhnya merupakan pekerjaan para pemimpin serikat buruh yang berorientasi komunis. Sejak itu nada dasar SOBSI adalah kumunisme.24 Ideologi SOBSI adalah komunis. Ideologi komunis tentunya tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan Partai Komunis terbesar saat itu, yaitu Partai Komunis Indonesia. Mengenai hubungan antara SOBSI dan PKI, keduanya tidak mempunyai sesuatu hubungan organisasi apa pun. Dalam pengertian secara organisasi, SOBSI merupakan suatu organisasi yang sepenuhnya berdiri sendiri. Hubungan SOBSI dengan PKI disini ada di dalam identitas azas-azas ideologi dan pandangan politik dan dalam kesamaan strategi dan taktik-taktik, yang dilaksanakan oleh operasi sel-sel komunis di dalam federasi dan serikat-serikat buruh yang berafiliasi dengannya.25
22
Ibid. Kongres I SOBSI di Malang pada Mei 1947 memutuskan bahwa SOBSI akan bergabung dengan World Federation of Trade Union (WFTU) di Praha. SOBSI mengirimkan utusannya, Oei Gee Hwat yang menjelaskan persoalanpersoalan Indonesia dari visi komunis. Lihat Soe Hok Gie, Orang-Orang Di Persimpangan Kiri Jalan (Yogyakarta: Bentang, 2005), hlm. 118. 24 Iskandar Tedjakusuma, op.cit., hlm. 118. 25 Ibid., hlm. 120. 23
12
Argumen-argumen pernyataan SOBSI terkait penyangkalan hubungannya dengan PKI adalah sebagai berikut: 1) Konstitusi SOBSI dan konstitusi-konstitusi serikat-serikat buruh yang berafiliasi dengannya menjamin bahwa SOBSI dan yang berafiliasi dengannya itu bebas, adalah non-partai (non partisan). 2) SOBSI mempunyai sebuah organisasi yang sepenuhnya berdiri sendiri. 3) Banyak pimpinan dan anggota SOBSI bukan komunis; sebagian besar dari barisan anggota biasa tidak termasuk pada sesuatu partai politik; beberapa dari mereka adalah komunis, tetapi di antara barisan anggota biasa juga terdapat anggota-anggota dari partai-partai lain selain partai komunis; sekurang-kurangnya seorang anggota dari Dewan Nasional SOBSI termasuk pada satu partai politik yang lain dari partai komunis.26 Argumen pernyataan SOBSI dan PKI ini memiliki kelemahan. Di dalam pernyataan-pernyataan mereka, yang menekankan watak berdiri sendiri dari SOBSI, juru bicara SOBSI maupun dari Partai Komunis mengakui kehadiran begitu banyak komunis di dalam SOBSI dan mereka menegaskan bahwa kehadiran mereka hanya suatu kebetulan saja dan sudah mejadi tradisi dalam berbagai pertemuan-pertemuan SOBSI bahwa wakil PKI secara resmi ikut berbicara, dan menurut pengalaman, persatuan dalam tubuh SOBSI tidak terganggu.27 Sangat sulit menyatakan bahwa SOBSI tidak ada hubungan dengan PKI, walaupun bila dilihat kedudukannya dari konstitusi SOBSI yang menyebutkan 26 27
Ibid., hlm. 119. Tentang Sifat Organisasi SOBSI, op.cit.
13
bahwa SOBSI adalah organisasi yang berdiri sendiri dan bersifat non-partai. Njono, Sekjen SOBSI sempat mengirimkan surat kepada D.N. Aidit selaku ketua Partai Komunis Indonesia untuk mengajukan permintaan akan keanggotaan PKI. Sedangkan Aidit juga pernah menyerukan kepada kader-kader partainya yang berada dalam gerakan serikat-serikat buruh supaya mereka menjadi “tradeunionist,” supaya pemimpin serikat buruh tidak hanya menguasai soal politik, tapi juga harus menguasai soal perburuhan seperti masalah UU Perburuhan, masalah upah, jaminan sosial dan keselamatan kerja.28 Anggota Partai Komunis Indonesia yang memegang kedudukan di dalam SOBSI adalah kaum komunis kelas satu. Dari sembilan orang yang dipilih pada tahun 1956 dalam Biro Sentral SOBSI, enam diantaranya adalah anggota terkemuka pemegang kartu anggota PKI dan kesemuanya duduk di kursi parlemen sebagai angota dari fraksi Komunis. Keenam orang ini adalah: Njono (Sekjen SOBSI), Tjugito (Sekretaris DN SOBSI), Djokosudjono, Suhaemi Rahman, Sudoyo dan Singgih Tirtosudiro (Anggota DN SOBSI).29 `
Kunci dari kedekatan antara SOBSI dan PKI ada pada Aidit, dimana
sejumlah orang komunis yang disebutnya sebagai “trade-unionis” tersebut diantaranya dipekerjakan dalam kepemimpinan puncak dari SOBSI dan di dalam kepemimpinan Serikat-Serikat Buruh yang berafiliasi dengan SOBSI, yang berarti menghadirkan sebuah konsepsi bahwa hubungan Partai Komunis dengan Serikat Buruh ialah bahwa para anggota partai harus aktif di berbagai pos dalam Serikat Buruh. 28 29
Hubungan Serikat Buruh dengan Partai, op.cit., Iskandar Tedjakusuma, op.cit., hlm. 124.
14
Njono yang berada di pimpinan SOBSI membuat kaum komunis dan para simpatisan komunis di dalam SOBSI dan di dalam serikat-serikat buruh yang berafiliasi dengannya telah mengubah SOBSI dari sebuah gerakan serikat-serikat buruh menjadi sebuah organisasi yang terorganisasi baik dan berada di bawah bimbingan kaum komunis.30 Disisi lain penegasan yang menyatakan bahwa tidak adanya ikatan organisasi secara langsung antara SOBSI dengan PKI juga telah disampaikan oleh Mohammad Munir, seorang tokoh PKI yang juga pimpinan Dewan Nasional SOBSI dalam pledoinya dalam persidangan ditujukan untuk dirinya, 7 tahun setelah peristiwa G 30 S. Pernyataan Munir adalah sebagai berikut: Sebelum baju Konstitusionil itu dipakaikan pada Supersemar, pada tgl. 12 Maret '66 telah dikeluarkan Keputusan No.1/1/1966 tentang pembubaran PKI dan organisasi2 massa termasuk SOBSI yang dianggap beraffiliasi dengan PKI. Organisasi2 massa itu termasuk SOBSI sebenarnya tidak beraffiliasi dengan PKI. Menurut Konstitusinya SOBSI adalah gabungan organisasi Serikatburuh yang berdiri sendiri, bebas dan bersifat non-Partai, serta menjadi anggota Gabungan Serikat buruh Sedunia. Yang diterima menjadi anggota SOBSI yalah semua kaum buruh warga negara Indonesia yang menyetujui maksud dan tujuan SOBSI dengan tidak pandang kedudukan sosialnya, keyakinan politik dan kepercayaan agamanya masing-masing. Sebagai organisasi massa maksud dan tujuan SOBSI telah diletakkan dalam Konstitusi SOBSI sejak th 1952 sbb: "SOBSI berjuang untuk perbaikan upah dan jaminan sosial, untuk hak2 kebebasan serikat buruh, untuk kemerdekaan nasional yang penuh, demokrasi dan perdamaian." Sejak lahirnya MANIPOL, maka dalam Konstitusi SOBSI sesuai dengan putusan Kongresnya yang ke IV th 1959 ditambah dengan: "menerima dan mendukung MANIPOL dan Pantjasila sebagai dasar negara serta menuju pembangunan masjarakat sosialis Indonesia." Semua serikat buruh anggota SOBSI yang telah dibubarkan bersama dengan pembubaran PKI, samasekali tidak ada yang beraffiliasi dengan PKI. Kalau dalam pimpinan SOBSI dan SB2 terdapat orang-orang Komunis, tidaklah berarti sebagai organisasi SOBSI dan SB2 itu otomatis menjadi onderbouw PKI. Lebih-lebih tidak masuk akal lagi pembubaran SB2
30
Ibid., hlm. 125.
15
dan SOBSI, karena organisasi-organisasi tersebut tidak mempunyai sangkut paut dengan Gerakan 30 September.31
Kesimpulan Aksi-aksi yang dilakukan oleh SOBSI pada intinya adalah bahwa tiap aksi harus merupakan aksi massa dan kena pada sasarannya, sedangkan garis “seribu satu macam aksi” tersebut merupakan realisasi dari prinsip umum mengenai aksi. Sedangkan mengenai sifat dan arah politiknya, argumen-argumen penyangkalan baik SOBSI maupun PKI terbantahkan dengan sikap condong ke arah komunis yang dilakukan oleh Njono dengan meminta keanggotaan PKI kepada DN. Aidit. Pengaruh pemikiran Lenin dan Stalin yang merupakan bahasan intern organisasi mengenai sifat dan arah politiknya menyatakan politik SOBSI sama dengan PKI, yaitu komunis tapi antara SOBSI dan PKI tetap membatasi hubungan mereka dengan pernyataan yang terkandung dalam konstitusi SOBSI yaitu SOBSI bukan underbouw suatu partai politik seperti yang telah dijelaskan oleh Mohammad Munir dalam pledoinya. Hubungan SOBSI dengan PKI sangat berbeda dengan hubungan antara PKI dengan Pemuda Rakjat, BTI dan Gerwani misalnya, organisasi-organisasi tersebut berkedudukan langsung dibawah PKI, sedangkan SOBSI sepenuhnya berdiri sendiri. SOBSI secara organisasi adalah sebuah organisasi yang sepenuhnya berdiri sendiri, namun sering dianggap bahwa SOBSI adalah 31
Pledoi Mohammad Munir, diakses dari http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1995/09/23/0003.html pada 3 November 2011
16
underbouw dari PKI sepeti ketiga organisasi yang tersebut di atas. Terhadap tuduhan-tuduhan bahwa organisasi SOBSI dikontrol atau didominiasi oleh Partai Komunis (PKI), para pimpinan SOBSI berulang kali mengulangi pernyataan bahwa organsiasi mereka berdiri sendiri, adalah non-partisan, dan sama sekali tidak didominasi atau berasosiasi dengan suatu partai politik manapun. Di pihak PKI, penyangkalan yang sama juga berulang kali diberikan. Kesamaan keyakinan dari PKI dan SOBSI adalah bahwa kapitalisme, kolonialisme dan imperialisme asing harus lenyap sama seperti sikap yang ditunjukan golongan komunis yang sangat anti kapitalis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara SOBSI dan PKI adalah hubungan dua organisasi yang memiliki ideologi yang sama, yaitu komunis, tetapi tidak ada hubungan langsung secara organisasi, hubugan keduanya hanya sebatas afiliasi.
17
Daftar Pustaka A. Arsip Hubungan Serikat Buruh dengan Partai, Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, RA. 22 No. 347, DN SOBSI: Pidato tanpa tahun tentang hubunngan Serikat Buruh SOBSI dengan Partai PKI. Pengantar Diskusi Tentang Aksi, Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, RA. 22 No. 233, DN SOBSI: Berkas Tanggal 13 Maret – 1 Januari 1965 tentang aksi kaum buruh Indonesia. Petunjuk No. 001/E/1965 tentang Pelaksanaan Konstitusi, Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, RA. 22 No. 151, DN SOBSI: Berkas tanggal 9 Juni 1964-14 Januari 1965 tentang konstitusi SOBSI. Tentang Sifat Organisasi SOBSI, Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, RA. 22 No. 39, DN SOBSI: Catatan tanpa tanggal tentang sifat-sifat organisasi SOBSI.
B. Buku : Antonius Sumarwan. 2007. Menyebrangi Sungai Air Mata: kisah tragis tapol ’65 dan upaya rekonsoliasi. Yogyakarta: Kanisius. Edi Cahyono. 2003. Gerakan Serikat Buruh Dari Jaman Kolonial Hingga Orde Baru. Jakarta: Hasta Mitra. Iskandar Tedjakusuma. 1958. Watak Politik Gerakan Serikat Buruh Indonesia (edisi terjemahan oleh Oey Hay Djoen). New York: Department of Far Eastern Studies, Cornell University. Miriam Budiardjo. 1977. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Njoto. 1962. Marxisme, Ilmu Dan Amalnya. Jakarta: Harian Rakjat. Soe Hok Gie. 2005. Orang-orang Dipersimpangan Kiri Jalan. Yogyakarta: Bentang. SK. Trimurti. 1980. Hubungan Pergerakan Buruh Indonesia dengan Pergerakan Kemerdekaan Nasional. Jakarta: Yayasan Indayu.
C. Sumber Internet
18
Pledoi
Mohammad Munir, diakses http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1995/09/23/0003.html November 2011
dari pada 3