BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tugas-tugas dan prioritas Manajemen Sumber Daya Manusia berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena diperlukannya penyesuaian kondisi yang ada dengan arah strategis organisasi. Arah strategis organisasi merupakan rencana jangka panjang organisasi untuk menyeimbangkan kekuatan dan kelemahan internal dengan kesempatan dan ancaman eksternal dalam mempertahankan keunggulan kompetitif (Dessler, 2003). Tren globalisasi dan meningkatnya persaingan juga telah menempatkan Manajer Sumber Daya Manusia pada garda depan dan posisi kunci dalam usaha perencanaan strategis (Dessler, 2003). Salah satu tugas manajemen Sumber Daya Manusia untuk membuat organisasi lebih kompetitif adalah dengan meningkatkan employee engagement yang dipandang lebih dapat digunakan sebagai prediktor kinerja organisasi dibandingkan prediktor lainnya, seperti kepuasan kerja ataupun komitmen organisasional yang selama ini telah banyak penelitiannya pada bidang Manajemen Sumber Daya Manusia (Nuswanto, 2010). Employee engagement merupakan konsep unik yang diperkenalkan pada tahun 1990, yang berfokus pada kepemimpinan untuk meningkatkan kinerja organisasional melalui kolaborasinya dengan intelektual dan emosional pegawai di tempat kerja (Lockwood, 2008). Konsep employee engagement banyak berkembang pada organisasi karena dapat menilai opini dan perilaku
1
pegawai serta memberikan wawasan mengenai motivasi pegawai yang dapat membantu organisasi dalam mencapai harapannya (Taylor, 2012). Strother (2009) menyatakan bahwa ketika pegawai dibekali dengan engagement, pegawai dapat menyelesaikan masalah yang rumit, mengembalikan kepercayaan dan membuat organisasi dapat berkompetisi pada tingkat yg lebih tinggi. Markos dan Sridevi (2010) juga memaparkan bahwa employee engagement merupakan hubungan antara pegawai dan pemimpin yang memiliki manfaat pada indikator kinerja organisasional seperti: profitabilitas, kepuasan pelanggan, pertumbuhan organisasi, produktivitas, retensi pegawai, dan keamanan kerja. Employee engagement juga dapat memberikan manfaat bagi keseluruhan stakeholder organisasi melalui peningkatan profitabilitas, retensi dan komitmen pegawai, serta kepuasan dan pelayanan pelanggan (Lockwood, 2008). Dalam perkembangannya, belum ada satu definisi employee engagement yang disepakati secara universal (Stroud, 2009). Kahn (1990) (dalam Hansen, 2009) mendefinisikan employee engagement sebagai kehadiran dan energi personal untuk pekerjaan. Markos dan Sridevi (2010) memaknai employee engagement sebagai keterikatan emosional pegawai terhadap organisasi serta keikutsertaan yang tinggi dalam pekerjaan dengan antusiasme yang tinggi untuk mencapai kesuksesan organisasi dan bertindak melebihi kesepakatan kontraktual. Taylor (2012) menyatakan bahwa employee engagement adalah perasaan keikutsertaan aspek kognitif, emosional dan fisik pegawai dalam aktivitas pekerjaan, kinerja dan keluaran organisasional.
2
Penelitian-penelitian mengenai employee engagement yang telah ada mengemukakan berbagai faktor dalam meningkatkan employee engagement, seperti: tingkat komitmen emosional dan rasional pegawai terhadap pemimpinnya (Reed, 2011), self-efficacy (Salanova et al., 2012), komunikasi dua arah antara pemimpin dan pegawai, perhatian pemimpin terhadap kesejahteraan dan perkembangan pegawai (Markos & Sridevi, 2010), kemampuan pegawai untuk melihat hubungan pekerjaannya dengan strategi organisasional, integritas, kolaborasi serta teaming dari pemimpin (Stroud, 2009), sikap pegawai yang dapat mengelola beragam tugas (Johnson, 2012), kerja tim (Strother, 2009), gaya komunikasi pemimpin dan budaya organisasi (Greenidge, 2010), psychological empowerment dan kejelasan peran pegawai (Villiers & Stander, 2011), kepercayaan pegawai terhadap kompetensi dan kemampuan pemimpinnya, dan authentic leadership (Hassan & Ahmed, 2011). Salah satu faktor yang paling banyak dibahas dalam mendorong terciptanya employee engagement adalah kepemimpinan. Markos dan Sridevi (2010) menyatakan bahwa employee engagement terbentuk melalui komitmen peran pemimpinnya pada penyampaian dari misi, visi dan nilai organisasi yang jelas serta wewenang pemimpin untuk memberikan kebebasan kepada pegawai dalam mengambil keputusan. Taylor (2012) juga menyebutkan bahwa pemimpin memiliki peran yang penting dalam membentuk employee engagement serta pendapat ini serupa dengan yang disebutkan oleh penelitipeneliti lainnya seperti Lockwood (2008), Strother (2009), Greenidge (2010),
3
Marquard (2010), Villiers dan Stander (2011), Johnson (2012), Moody (2012), dan Woodcock (2012). Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Seperti yang dituliskan Kotter, 2001 (dalam Ebert & Griffin, 2007) mengenai empat dimensi aktivitas kepemimpinan yaitu: 1. Dalam menciptakan sebuah agenda, pemimpin memiliki peran untuk menetapkan arah tujuan, yaitu dengan mengembangkan visi masa depan, seringkali visi jangka panjang, dan strategi untuk menciptakan perubahan yang dibutuhkan untuk mencapai visi tersebut, 2. Dalam mengembangkan jaringan Sumber Daya Manusia untuk mencapai agenda, pemimpin berperan untuk bekerja sama dengan orang-orang, yaitu dengan mengkomunikasikan arah dengan kata-kata dan perilaku pada seluruh individu dalam organisasi untuk mempengaruhi penciptaan tim dan koalisi yang memahami visi dan strategi serta menerima validitasnya, 3. Dalam pelaksanaan rencana, pemimpin memiliki peran untuk memotivasi dan menginspirasi dengan memberikan semangat untuk menanggulangi hambatan politik, birokratis dan sumber daya dalam perubahan dengan memberikan kepuasan pada kebutuhan dasar Sumber Daya Manusia yang terkadang tidak dapat terpenuhi, dan 4. Dalam dimensi hasil, pemimpin berperan untuk menciptakan perubahan, seringkali pada tingkat yang dramatis, dan memiliki potensi untuk menciptakan perubahan yang berguna secara ekstrim.
4
Bass (1990) (dalam Tondok & Andarika, 2004) menyatakan bahwa salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional. Tondok dan Andarika (2004) juga menyatakan bahwa gagasan mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional ini pada
awalnya
dikembangkan
oleh
James
MacFregor
Burns
yang
menerapkannya dalam konteks politik yang selanjutnya disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass. Burn
(1978)
(dalam
Emery dan
Barker,
2007)
mendefinisikan
kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan otoritas birokratis dan legitimasi pada organisasi, mengedepankan standar kerja dan tugas, berorientasi tugas, fokus pada penyelesaian tugas pegawai, serta sangat menggunakan penghargaan dan hukuman organisasional untuk mempengaruhi kinerja pegawai. Bass (1990) (dalam Lockwood, 2008) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen dan manajemen eksepsi, dengan manajemen eksepsi dibagi menjadi dua yaitu manajemen eksepsi aktif dan manajemen eksepsi pasif. Bass dan Avolio (1987) (dalam Emery & Barker, 2007) mendefinisikan kepemimpinan transformasional dengan bentuk kepemimpinan yang dapat memotivasi pegawai dengan memunculkan suatu ideal dan nilai moral yang lebih tinggi, bisa mendefinisikan dan mengartikulasikan visi organisasi, membuat pegawai dapat menerima kredibilitas pemimpin, bisa memotivasi dan menginspirasi pegawai untuk memberikan kinerja di atas harapan dan
5
mampu mentransformasi individu dan organisasi. Kemudian, Bass dan Avolio (1987) (dalam Emery & Barker, 2007) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah proses perilaku dari empat faktor, yaitu karisma, motivasi inspirasional, stimulasi intelektual dan perhatian individual. Dalam konteks suatu negara ataupun daerah, kepemimpinan dan pemimpin diyakini sebagai faktor keberhasilan paling utama dalam suatu negara ataupun daerah. Sebagaimana Ebert dan Griffin (2007) juga menyatakan bahwa yang merupakan pendekatan awal untuk mengkarakteristik seorang pemimpin adalah bahwa pemimpin selalu memainkan peran yang penting dalam masyarakat. Pemerintah sebagai suatu organisasi yang bekerja untuk melayani masyarakat, seyogyanya juga memiliki kepemimpinan yang baik agar para pegawai dapat menjalankan tugasnya dengan sikap positif terhadap organisasi sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat secara keseluruhan. Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia telah diramaikan dengan pemimpin barunya, yaitu Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2012-2017 yang memiliki karakteristik kepemimpinan yang khas dan seringkali melakukan terobosan-terobosan ke arah yang lebih baik yang terbukti dengan kepemimpinannya terdahulu di Kota Solo. Kinerja kepemimpinan beliau banyak disoroti karena dinilai banyak memiliki dampak positif langsung terhadap masyarakat.
6
B. Rumusan Masalah Masalah yang akan dibahas pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kepemimpinan transaksional berpengaruh positif pada employee engagement di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta? 2. Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada employee engagement di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan dalam rumusan penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji dan menganalisa pengaruh positif kepemimpinan transaksional pada employee engagement di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2. Menguji
dan
menganalisa
pengaruh
positif
kepemimpinan
transformasional pada employee engagement di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
D. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain: 1. Bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi ataupun mengapresiasi peran kepemimpinan terhadap employee engagement. 2. Bagi para akademisi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk bahan ajar yang mendukung aktivitas pembelajaran, khususnya di
7
bidang Manajemen Sumber Daya Manusia. Bagi para peneliti yang akan datang, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan yang dapat mendukung formulasi hipotesis ataupun landasan teori. 3. Bagi masyarakat umum menjadi sumber informasi bagi penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
E. Batasan penelitian 1. Responden dalam penelitian ini adalah pegawai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2. Penelitian ini menggunakan data cross section karena dilakukan pada beberapa objek dalam satu waktu.
F. Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun dengan urutan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan yang terdiri atas pembahasan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, batasan penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Bab ini menguraikan tentang tinjauan pustaka yang digunakan untuk mendukung penelitian dan pengembangan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini.
8
Bab III Bagian ini menjelaskan tentang tipologi penelitian yang terdiri atas penjelasan tentang desain penelitian, populasi dan sampel, jenis data, variabel penelitian, model penelitian dan metode analisis data. Bab IV Bab ini membahas tentang analisis hasil penelitian yaitu deskripsi objek penelitian, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian. Bab V Bab lima merupakan bagian penutup yang meliputi kesimpulan, keterbatasan penelitian, implikasi manajerial dan saran untuk penelitian mendatang.
9