BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan tim yang komposisinya heterogen saat ini menjadi satu keadaan yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang justru sengaja dilakukan dengan harapan agar kinerja tim dalam organisasi menjadi lebih optimal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hoffman dan Maier (1961). Menurut penelitian tersebut, grup yang heterogen mampu menghasilkan solusi dengan kualitas yang lebih baik apabila dibandingkan dengan solusi yang dihasilkan oleh grup homogen ketika keduanya dihadapkan pada permasalahan yang sama kompleksnya. Dalam penelitian ini, keanekaragaman mencakup jenis kelamin dan personality measures. Disebutkan bahwa mencampur anggota dengan jenis kelamin serta kepribadian yang berbeda dapat memberikan kesempatan bagi mereka untuk menemukan solusi dengan menggunakan kerangka berpikir yang lebih bebas dan terbuka. Hasil yang positif pada penelitian tersebut merujuk pada munculnya konflik dalam tim yang memaksa anggotanya untuk menghasilkan ide-ide baru, baik yang berupa modifikasi ataupun benar-benar baru. Konflik dalam tim juga rupanya mendorong anggota tim untuk secara aktif melakukan critical thinking, sehingga produk dari tim heterogen dinilai memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini terkait pula dengan hilangnya fenomena groupthink yang kerap muncul pada tim dengan
1
komposisi yang cenderung homogen. Selain itu, menurut Mannix dan Neale (2005), dengan pembentukan tim yang memiliki komposisi anggota heterogen, maka kemungkinan untuk terjadinya sharing ilmu pengetahuan antaranggota dalam tim semakin tinggi. Hal inilah yang kemudian mendukung terjadinya peningkatan kualitas kinerja tim dan kreativitas di dalam tim. Allard (2002) menjelaskan bahwa terdapat beberapa keuntungan yang diharapkan
dapat
diperoleh
oleh
organisasi
yang
menerapkan
rekayasa
keanekaragaman (diversity engineering) di dalamnya. Hasil yang diharapkan tersebut termasuk pada hal-hal yang tidak tampak (intangible), seperti fresh outlooks, moral yang lebih tinggi, peningkatan fleksibilitas, perspektif yang beragam, peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah, peningkatan kreativitas, pengurangan ketegangan (tension) dalam tim, serta munculnya peluang pasar yang lebih baik. Namun, Allard juga mengemukakan bahwa terdapat beberapa kerugian yang berpotensi muncul dalam kelompok dengan komposisi anggota yang beragam. Kesulitan tersebut antara lain adalah sulitnya mencapai kesepakatan dalam tim, munculnya miscommunication, kebingungan, ambiguitas, ketakutan, pertentangan yang menimbulkan reaksi balasan dari kelompok mayoritas dalam tim, ekspektasi yang tidak realistis, tingginya cost ketika muncul perkara hukum, serta kesulitan dalam proses rekruitmen. Meski demikian, ada pula pandangan lain terkait tim heterogen. Menurut perspektif yang cenderung pesimistik (Mannix dan Neale, 2005), tim yang heterogen justru tidak akan mampu bekerja secara efektif karena keanekaragaman yang muncul 2
mengurangi kekohesifan dan integrasi sosial antaranggotanya. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam tim justru akan menimbulkan konflik pribadi antaranggota, sehingga sebagai akibatnya, kinerja tim menjadi tidak maksimal. Pandangan pesimistik terhadap tim yang heterogen ini didukung oleh Social-Identity Theory (Tajfel dan Turner, 1979) yang mengungkapkan bahwa individu akan lebih tertarik pada individu lain yang memiliki kesamaan, serta cenderung mengalami peningkatan kekohesifan dan integrasi sosial pada kelompok yang komposisinya homogen. Menurut Pfeffer (1983) dalam Organizational Demography, komposisi demografi dalam organisasi nantinya dapat menentukan berbagai proses dalam aktivitas operasional organisasi, termasuk proses absensi, turn over, komunikasi, dan kinerja organisasi. Beberapa penelitian terkait komposisi anggota dalam suatu grup telah dilakukan sebelumnya. Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian sebelumnya adalah similaritas tim diasosiasikan positif terhadap keefektifan tim dan ketertarikan interpersonal (Hambrick dan Mason, 1984; Tsui et al., 1992). Selain itu, tim yang homogen disebut memiliki anggota dengan tingkat afinitas terhadap tim yang lebih tinggi daripada tim dengan komposisi yang heterogen (Ibarra, 1992). Perbedaan persepsian (perceived dissimilarity) merupakan ukuran subjektif dari perbedaan atau ketidaksamaan, yaitu saat individu menilai seberapa berbeda mereka dari anggota tim lainnya, dalam berbagai hal, termasuk karakteristik. Menurut penelitian yang
menggunakan ukuran objektif, diasumsikan bahwa perbedaan-
perbedaan yang muncul sudah disadari oleh anggota tim dan hal ini berpengaruh terhadap proses yang terjadi dalam tim (Harrison et al., 2000). Studi-studi 3
sebelumnya yang telah dilakukan cenderung lebih berfokus pada diversity dalam lingkup kelompok, sehingga studi terkait perbedaan di level individu dan pengaruhnya terhadap konflik dalam tim masih jarang ditemui. Penelitian terkait dissimilarity dan konflik dalam tim, dikatakan oleh Riordan dan Shore (1997), sebagai satu penelitian yang masih berada dalam tahap awal dan berkembang. Pada konteks kelompok, istilah keanekaragaman kelompok (group diversity) merujuk pada jumlah heterogenitas dalam kelompok atau unit yang terkait pada karakteristik tertentu, misalnya perbedaan informasional (informational diversity) yang meliputi perbedaan latar belakang profesional dan pendidikan, perbedaan yang tampak secara fisik (visible diversity) yang meliputi usia, jenis kelamin, ras, atau etnis, serta perbedaan terkait nilai yang dianut (value diversity), misalnya terkait motivasi kerja. Sedangkan pada konteks individu, istilah perbedaan individu (individual dissimilarity) merujuk pada jumlah perbedaan relatif antara individu dengan anggota tim yang lain, tetapi dengan karakteristik yang berbeda (Jackson, May, dan Whitney, 1995 dalam Hobman et al., 2003). Sehingga, perbedaan individu bisa dikatakan hampir sama dengan keanekaragaman kelompok karena meneliti perbedaan yang ada pada karakteristik yang sama. Akan tetapi, di sisi lain, perbedaan individu berbeda dengan keanekaragaman kelompok karena lebih berfokus untuk mengukur jarak individu dengan anggota yang lain daripada mengukur jumlah keanekaragaman dalam kelompok (Hobman et al., 2003).
4
Perbedaan dalam lingkup antarindividu (dissimilarity), menurut Jackson et al., (1992), merujuk pada sejauh mana beberapa individu berbagi atribut umum, atau sejauh mana atribut individu dibagi dengan anggota tim yang lain. Terdapat tiga jenis perbedaan individu, yaitu informational, visible, dan value dissimilarity (Jehn et al., 1999 dalam Hobman et al., 2003). Menurut Jehn et al., (1999), informational dissimilarity merupakan perbedaan yang bersumber dari latar belakang fungsional, profesional, atau pendidikan. Sedangkan visible dissimilarity merupakan perbedaan latar belakang demografis, baik jenis kelamin, usia, suku, dan etnisitas. Jenis perbedaan yang ketiga, yaitu value dissimilarity, merupakan perbedaan terkait nilai yang dianut oleh masing-masing individu dalam kelompok. Ketiga jenis perbedaan individu ini merupakan pemicu timbulnya konflik yang ada di dalam kelompok. Konflik dalam kelompok merupakan kondisi ketika seseorang merasa kepentingannya di dalam kelompok terancam oleh kepentingan orang lain. Dalam beberapa
penelitian,
disebutkan
bahwa
konflik
dalam
kelompok
dapat
dikategorisasikan menjadi konflik yang bermanfaat bagi kinerja kelompok (functional conflict) dan konflik yang merusak kinerja kelompok (dysfunctional conflict). Jehn (1997) membedakan konflik dalam kelompok menjadi tiga jenis, yaitu relationship conflict, task conflict, serta process conflict. Relationship conflict merupakan perselisihan yang muncul karena ada permasalahan pribadi antarindividu dalam kelompok. Sementara itu, task conflict timbul terkait dengan tugas yang sedang dihadapi oleh kelompok. Sedangkan jenis konflik yang ketiga, yaitu process conflict, 5
merupakan perselisihan yang timbul karena adanya perbedaan pandangan tentang bagaimana tugas kelompok akan diselesaikan. Perbedaan antarindividu yang ada dalam kelompok heterogen diperkirakan dapat memicu timbulnya intragroup conflict. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jehn et al., (1999) masing-masing jenis perbedaan individu akan memicu munculnya jenis konflik yang berbeda pula dalam kelompok. Misalnya saja informational dissimilarity yang akan meningkatkan intensitas task conflict dalam kelompok, value dissimilarity yang berkorelasi positif dengan munculnya task dan relationship conflict, serta visible dissimilarity yang diduga dapat menimbulkan relationship conflict. Seiring
dengan
berkembangnya
teknologi
dan
informasi,
perusahaan/organisasi kemudian memilih satu pengembangan dari kelompok heterogen, yaitu dengan membentuk kelompok virtual. Kelompok virtual merupakan kelompok yang berkolaborasi tanpa bertatap muka secara langsung. Ekspansi organisasi secara global terkait dengan target pasar, merger dan akuisisi, serta semakin tingginya tuntutan untuk melakukan pengembangan produksi, menyebabkan organisasi kini berlomba-lomba mempersiapkan tim yang anggotanya berasal dari berbagai lokasi, baik jauh, maupun dekat dengan pusat organisasi (Hinds dan Bailey, 2003). Dengan perkembangan teknologi dan informasi, organisasi berharap memperoleh bibit-bibit unggul baru yang dapat menunjang kinerja organisasi (Bergiel,et al, 2008). Dalam kelompok virtual, keberadaan alat komunikasi virtual menjadi begitu penting untuk menunjang kinerja kelompok. 6
Pilihan organisasi untuk membentuk kelompok virtual dengan komposisi anggota yang heterogen akan menyebabkan konflik dalam kelompok lebih mudah muncul. Selain karena keberadaan perbedaan antaranggota, tidak adanya komunikasi secara langsung dengan tatap muka (face to face) juga mendorong semakin mudahnya konflik dalam kelompok terjadi. Tingginya konflik antaranggota dikhawatirkan justru akan berdampak negatif terhadap kinerja dan produktivitas kelompok, sehingga tujuan utama perusahaan meningkatkan efisiensi dan keefektifan tidak tercapai. Buruknya lagi, apabila pengelolaan kelompok tersebut lemah, perusahaan malah akan mengalami kerugian.
B. Pertanyaan Penelitian Masalah utama yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu hubungan antara perbedaan-perbedaan yang muncul dalam kelompok terhadap konflik intra-grup apabila dipengaruhi oleh keterbukaan terhadap perbedaan (openness to dissimilarity). Sehingga permasalahan utamanya dari penelitian ini dirumuskan menjadi 1. Apakah perceived visible dissimilarity berkorelasi positif dengan relationship conflict? 2. Apakah perceived informational dissimilarity berkorelasi positif dengan task conflict?
7
3. Apakah perceived value dissimilarity berkorelasi positif dengan relationship conflict? 4. Apakah perceived value dissimilarity berkorelasi positif dengan task conflict? 5. a. Apakah keterbukaan terhadap perbedaan persepsian (perceived openness to dissimilarity) memengaruhi hubungan antara perceived visible dissimilarity dengan relationship conflict? b. Apakah keterbukaan terhadap perbedaan persepsian (perceived openness to dissimilarity) memengaruhi hubungan antara perceived informational dissimilarity dengan task conflict? c. Apakah keterbukaan terhadap perbedaan persepsian (perceived openness to dissimilarity) memengaruhi hubungan antara perceived value dissimilarity dengan relationship conflict? d. Apakah keterbukaan terhadap perbedaan persepsian (perceived openness to dissimilarity) memengaruhi hubungan antara perceived value dissimilarity dengan task conflict? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah 1. Untuk menguji apakah
perceived visible dissimilarity berkorelasi positif
dengan relationship conflict.
8
2. Untuk menguji apakah
perceived informational dissimilarity berkorelasi
positif dengan task conflict. 3. Untuk menguji apakah
perceived value dissimilarity berkorelasi positif
dengan relationship conflict. 4. Untuk menguji apakah
perceived value dissimilarity berkorelasi positif
dengan task conflict. 5. a. Untuk menguji apakah keterbukaan terhadap perbedaan persepsian (perceived openness to dissimilarity) memengaruhi hubungan antara perceived visible dissimilarity dengan relationship conflict. b. Untuk menguji apakah keterbukaan terhadap perbedaan persepsian (perceived openness to dissimilarity) memengaruhi hubungan antara perceived informational dissimilarity dengan task conflict. c. Untuk menguji apakah keterbukaan terhadap perbedaan persepsian (perceived openness to dissimilarity) memengaruhi hubungan antara perceived value dissimilarity dengan relationship conflict. d. Untuk menguji apakah keterbukaan terhadap perbedaan persepsian (perceived openness to dissimilarity) memengaruhi hubungan antara perceived value dissimilarity dengan task conflict.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut 1. Manfaat bagi organisasi atau perusahaan: 9
Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan bagi proses pengelolaan tim virtual yang komposisi anggotanya heterogen, terutama komposisi latar belakang demografisnya. Hal ini ditujukan agar konflik yang merugikan tim dapat ditekan dan konflik yang menguntungkan dapat ditingkatkan, sehingga kinerja tim dapat dioptimalkan dengan baik. 2. Manfaat bagi fakultas atau perguruan tinggi: Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi tambahan referensi, serta menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya pemahaman dan teori yang berkaitan dengan keanekaragaman dalam kelompok kerja serta keterkaitannya dengan kemunculan konflik di dalam kelompok.
E. Sistematika Penulisan Bab I. PENDAHULUAN Pada bab ini, dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, serta batasan penelitian. Bab II. LANDASAN TEORI Pada bab ini, dijelaskan telaah teoretis terkait variabel-variabel dependen dan independen dalam penelitian ini. Variabel dependen adalah intragroup-conflict yang terdiri dari task conflict dan relationship conflict. Sementara itu, variabel
10
independen dalam penelitian ini adalah individual dissimilarity yang terdiri dari visible dissimilarity, informational dissimilarity, dan value dissimilarity. Selain itu, pada bab ini disampaikan pula hipotesis penelitian yang diajukan oleh peneliti. Bab III. METODE PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan, terdiri dari desain penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik pengujian instrumen. Bab IV. ANALISIS DATA Pada bab ini, dijelaskan mengenai analisis data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner dan uji hipotesis dengan disertai pembahasan hasil pengolahan dan analisis data. Bab V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Pada bab ini disampaikan mengenai simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian disertai keterbatasan dan saran bagi penelitian selanjutnya maupun bagi pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini.
11