Gangguan Penyesuaian (Adjustment Disorder)
Definisi Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan reaksi maladaptif jangka pendek terhadap stressor yang dapat diidentifikasi, yang muncul selama tiga bulan dari munculnya stressor tersebut. Gangguan ini merupakan respon patologis terhadap apa yang oleh orang awam disebut sebagai kekurang beruntungan, atau yang menurut para psikiater disebut sebagai stressor psikososial. Gangguan ini bukan merupakan kondisi lebih buruk dari gangguan psikiatrik yang sudah ada. (Kaplan & Sadock, 1991). Halgin & Whitbourne (1994) mengungkapkan bahwa gangguan penyesuaian diri adalah reaksi terhadap satu atau beberapa perubahan (stressor) dalam kehidupan seseorang yang lebih ekstrem dibandingkan dengan reaksi normal orang pada umumnya, terhadap perubahan (stressor) yang sama. Reaksi maladaptif terlihat dari adanya hendaya yang bermakna (signifikan) dalam fungsi sosial, pekerjaan, akademis, atau adanya kondisi distress emosional yang melebihi batas normal. Hendaya tersebut muncul dalam 3 bulan setelah adanya stressor. Reaksi maladaptif dalam bentuk gangguan penyesuaian ini, mungkin teratasi bila stressor dipindahkan atau individu belajar mengatasi stressor. Bila reaksi maladaptif ini berlangsung lebih dari enam bulan setelah stressor (konsekuensinya) dialihkan, diagnosis gangguan penyesuaian perlu diubah (Rathus & Nevid, 1991). ICD-10 dan DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaan sementara yang ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi seseorang akibat tekanan pada emosi dan psikis, yang muncul sebagai bagian adaptasi terhadap perubahan hidup yang signifikan, kejadian hidup yang penuh tekanan, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan adanya penyakit yang serius. Stresor bisa hanya melibatkan individual, atau bahkan mempengaruhi komunitas yang lebih luas. Predisposisi dan vulnerabilitas individu memiliki peran yang lebih penting dalam risiko munculnya manifestasi dari gangguan penyesuaian dibandingkan dengan reaksi terhadap kejadian penuh tekanan lainnya, seperti post-traumatic stress disorder. Gangguan Penyesuaian diasumsikan sebagai suatu keadaan yang tidak akan terjadi tanpa adanya stressor. ICD-10 mendefinisikan stressor di sini sebagai stressor yang “tidak termasuk tipe yang tidak biasa atau katastropik”
Menggolongkan “gangguan penyesuaian” sebagai sebuah
gangguan mental
memunculkan beberapa kesulitan karena tidak mudah mendefinisikan apa yang normal dan tidak normal dalam konsep gangguan penyesuaian. Bila sesuatu yang buruk terjadi pada hidup kita, maka wajar bila kita merasa sedih. Bila ada krisis dalam pekerjaan, saat dituduh melakukan kejahatan, mengalami kebanjiran, bisa dimengerti bila kita mengalami kecemasan atau depresi. Sebaliknya justru apabila kita tidak bereaksi “maladaptif”, paling tidak secara temporar, karena terjadinya peristiwa- peristiwa tersebut, dapat menunjukkan ada yang tidak wajar pada diri kita. Namun, bila reaksi emosional kita berlebihan, atau kemampuan kita untuk berfungsi mengalami penurunan atau hendaya, maka kondisi ini bisa didiagnosis sebagai gangguan penyesuaian. Jadi, bila kita sulit berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas kuliah karena putus cinta dan nilai akademis menurun, maka ada kemungkinan kita mengalami gangguan penyesuaian (Rathus & Nevid, 1991). Gangguan penyesuaian terkadang dikritik sebagai “memedikalisasi masalah dalam kehidupan”, karena perbedaan yang ditimbulkan antara kondisi ini dengan reaksi normal terhadap stres. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, gangguan penyesuaian biasanya mengganggu fungsi sosial dan penampilan, dan muncul sebagai adaptasi terhadap perubahan hidup yang signifikan. Stresor dapat mempengaruhi integritas kehidupan sosial seseorang (melalui kehilangan atau perpisahan), atau bahkan yang melibatkan sistem yang lebih luas (migrasi atau pengungsian).
Epidemiologi Berdasarkan DSM-IV TR prevalensi dari gangguan penyesuaian diantara 2 sampai 8 persen dari total populasi. Wanita didiagnosa dua kali lebih sering dibanding dengan pria, dan wanita single secara umum memiliki resiko yang paling tinggi. Pada anak-anak dan remaja, tidak ada perbedaan kecenderungan gangguan penyesuaian antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pada remaja, baik laki-laki maupun perempuan, stressor yang umum menyebabkan gangguan penyesuaian diantaranya masalah sekolah, penolakan dari orang tua, perceraian orang tua, dan tindak kekerasan yg diterima. Sedangkan pada orang dewasa, sumber stressor yang umum diantaranya, masalah keluarga, perceraian, berpindah ke lingkungan yang baru, dan masalah finansial (Kaplan & Sadock, 2007). Gangguan penyesuaian merupakan salah satu gangguan yang paling banyak ditemukan pada pasien yang dirawat di rumah sakit, baik yang dirawat karena penyakit fisik, maupun juga pasien yang hendak mengalami operasi. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa 5 persen dari semua pasien yang dirawat pada suatu rumah sakit selama masa 3 tahun
didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian. Kemudian juga ditemukan bahwa 50 persen dari orang-orang yang memiliki riwayat penyakit medis, didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian (Kaplan & Sadock, 2007).
Etiologi Berdasarkan definisi yang diungkapkan, gangguan penyesuaian selalu didahului oleh satu atau lebih stressor. Kadar kekuatan dari stressor tersebut tidak selalu sebanding dengan kadar kekuatan gangguan yang dihasilkan. Kadar dari stressor tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks, seperti derajat stressor, kuantitas, durasi, lingkungan maupun konteks pribadi yang menerima stressor tersebut. Misalnya, reaksi dari anak berusia 10 tahun dan 40 tahun tentu sangat berbeda terhadap peristiwa meninggalnya orang tua. Faktor kepribadian, norma kelompok, serta budaya setempat juga sangat berpengaruh terhadap cara seseorang menanggapi sebuah stressor (Kaplan & Sadock, 2007). Diagnosis gangguan penyesuaian membutuhkan identifikasi dari kejadian yang penuh tekanan. Masih terjadi perdebatan apakah pasien dengan gangguan penyesuaian memiliki vulnerabilitas yang tinggi terhadap stressor yang umum atau vulnerabilitas yang umum terhadapp stressor yang besar. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan penyesuaian pada seseorang.
Peran stress Seseorang harus mengalami kejadian yang penuh tekanan untuk dianggap mengalami
gangguan
penyesuaian.
Stressor
yang
menyebabkan
gangguan
penyesuaian bisa jadi berbeda tipe dan bobot. Paykel et al mengklasifikasikan kejadian hidup menjadi desirable/undesirable (seperti kemajuan karir.penyakit), penerimaan/kehilangan (seperti pernikahan/kematian seseorang yang dicintai). Stressor bisa single/tunggal bisa multiple/banyak, single misalnya, kehilangan orang yang dicintai, sedangkan yang multiple misalnya selain kehilangan orang yang dicintai, juga di PHK, dan mengidap suatu penyakit. Selain itu stressor juga dapat berupa sesuatu yang berulang, misalnya kesulitan bisnis di masa sulit, serta dapat berupa sesuatu yang terus menerus, misalnya kemiskinan dan penyakit kronis. Perselisihan dalam keluarga dapat menyebabkan gangguan penyesuaian yang berpengaruh terhadap semua anggota keluarga, namun dapat juga gangguan hanya terbatas pada satu anggota keluarga yang mungkin menjadi korban, atau secara fisik, menderita penyakit. Terkadang, gangguan penyesuaian juga dapat muncul pada
konteks kelompok atau komunitas, dimana sumber stresnya mempengaruhi beberapa orang sekaligus, seperti yang terjadi pada komunitas yang mengalami bencana alam. Selain itu tahap perkembangan tertentu seperti, mulai masuk sekolah, meninggalkan rumah untuk merantau, menikah, menjadi ayah/ibu, gagal dalam meraih cita-cita, maupun ditinggal oleh anak untuk merantau, sering diasosiasikan dengan gangguan penyesuaian (Kaplan & Sadock, 2007).
Vulnerabilitas individu Masing-masing individu memiliki vulnerabilitas yang berbeda terhadap gangguan penyesuaian, tergantung dari karakteristik kepribadian dan latar belakang masingmasing. Tidak semua orang yang mengalami stress akan memiliki gangguan penyesuaian. Berikut adalah hal-hal yang mempengaruhi vulnerabilitas seseorang terhadap stress: -
Variabilitas individu: usia, jenis kelamin, tingkat kesehatan atau komorbiditas kejiwaan.
-
Faktor hubungan, seperti tingkat instruksi; etik, politik, kepercayaan.
-
Lingkungan keluarga: keberadaan dukungan, kekuatan hubungan, dan status ekonomi.
-
Kejadian di masa kecil: seorang ibu yang mengontrol anaknya atau seorang ayah yang suka meng-abuse anaknya, berhubungan dengan peningkatan risiko gangguan penyesuaian. Faktor personal dari tingginya neurotisme dan rendahnya ekstraversi mungkin berhubungan dengan gangguan penyesuaian.
-
Level pendidikan: Level pendidikan yang tinggi dapat melindungi diri dari distress psikologis.
-
Status pernikahan: Pernikahan dianggap sebagai faktor yang dapat melindungi diri dari gangguan penyesuaian.
-
Hubungan antara kelainan kepribadian dan gangguan penyesuaian masih tidak jelas.
Meskipun
gangguan
kepribadian
dapat
meningkatkan
risiko
berkembangnya gangguan penyesuaian, pasien dengan gangguan penyesuaian lebih jarang untuk memiliki kelainan kepribadian dibandingkan dengan pasien depresi.
Manifestasi Klinis Gangguan penyesuaian didiagnosis saat seseorang memiliki gejala kejiwaan saat menyesuaikan diri terhadap keadaan baru. Gejala-gejala yang muncul bervariasi, misalnya depresi, kecemasan, atau campuran di antara keduanya. Gejala campuran ini yang paling sering ditemukan pada orang dewasa. Berikut adalah gabungan dari beberapa gejala gangguan penyesuaian:
Gejala psikologis. Meliputi depresi, cemas, khawatir, kurang konsentrasi, dan mudah tersinggung.
Gejala fisik. Meliputi berdebar-debar, nafas cepat, diare, dan tremor.
Gejala perilaku. Meliputi agresif, ingin menyakiti diri sendiri, alcohol abuse, penggunaan obat-obatan yang tidak tepat, kesulitan sosial, dan masalah pekerjaan.
Gejala-gejala tersebut muncul bertahap setelah adanya kejadian yang penuh tekanan, dan biasanya berlangsung dalam waktu sebulan (ICD-10) atau 3 bulan (DSM IV). Gangguan ini jarang terjadi lebih dari 6 bulan. Contoh kejadian yang penuh tekanan antara lain putusnya hubungan, pemutusan hubungan kerja, perselisihan dalam pekerjaan, kehilangan, sakit dan perubahan besar. Seseorang yang menderita gangguan penyesuaian akan memiliki kesulitan dalam fungsi sosial dan pekerjaan; kerja dan hubungan antara sesama akan terganggu akibat stress yang berlangsung atau kurangnya konsentrasi. Bagaimanapun juga kesulitan yang terjadi tidak akan mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang sampai level yang signifikan. Gejala tidak selalu menghilang segera setelah stressor menghilang dan jika stressor berlanjut, gangguan mungkin akan menjadi kronik.
Kriteria diagnosis Gangguan Penyesuaian DSM-IV-TR A. Perkembangan gejala emosi maupun perilaku yang muncul sebagai respon terhadap stresor yang dapat diidentifikasi, terjadi dalam/tidak lebih dari 3 bulan setelah onset dari stresor tersebut. B. Gejala atau perilaku tersebut secara klinis bermakna sebagaimana ditunjukkan berikut ini: a. Penderitaan yang nyata melebihi apa yang diperkirakan, saat mendapatkan paparan stressor.
b. Gangguan yang bermakna pada fungsi sosial atau pekerjaan, termasuk dalam bidang akademik. C. Gangguan yang berhubungan dengan stres tidak memenuhi kriteria untuk kelainan Axis I secara spesifik dan bukan merupakan eksaserbasi dari kelainan Axis I atau II yang ada sebelumnya. D. Gejalanya yang muncul tidak mencerminkan kehilangan (Bereavement) E. Jika stressor (atau sequence-nya) telah berhenti, gejala tidak muncul lagi untuk tambahan 6 bulan ke depan. Tentukan jika: Akut: Jika gangguan terjadi selama kurang dari 6 bulan Kronik: Jika gangguan terjadi selama 6 bulan atau lebih lama adjusment disorder dikode berdasarkan pada sub tipenya, yang dipilih berdasarkan gejala yang predominan. Stresor yang spesifik dapat ditentukan dalam axis IV
309.0 With Depressed Mood 309.24 With Anxiety 309.28 With Mixed Anxiety and Depressed Mood 309.3 With Disturbance of Conduct 309.4 With Mixed Disturbance of Emotions and Conduct 309.9 Unspecified
ICD-10 Gangguan penyesuaian dikode ke dalam F43.2, golongan Reaction to severe stress, and adjustment disorders (F43). Menurut ICD 10, terdapat bermacam-macam manifestasi klinis dari gangguan penyesuaian, termasuk mood depresi, cemas, khawatir (atau gabungan antara ketiganya), perasaan tidak mampu untuk mengatasi perasaan, merencanakan masa depan, atau melanjutkan kondisi saat ini, dan beberapa tingkatan atas ketidakmampuan dalam penampilan sehari-hari. Mungkin saja akan terjadi gangguan perilaku (seperti agresivitas dan disosial), terutama pada orang dewasa. Tidak ada gejala yang predominan untuk masuk ke dalam diangosis spesifik lainnya. Pada anak-anak biasanya terdapat fenomena regresif, seperti mengompol, berbicara seperti bayi, atau menghisap jempol. Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan sejak terjadinya kejadian yang penuh dengan tekanan atau mengubah kehidupan, dan biasanya durasi dari gejala tersebut tidak melebihi 6 bulan, kecuali masuk ke dalam kasus reaksi depresi berkepanjangan (F 43.21). Jika gejala
yang muncul berlangsung lama, maka diagnosis sebaiknya diubah sesuai dengan gambaran klinis yang muncul. Jika penyebabnya adalah kehilangan, maka harus dipertimbangkan juga sebagai reaksi normal dari kehilangan (bereavement), yang sesuai dengan budaya seseorang dan biasanya tidak lebih dari 6 bulan. Untuk diagnosis tersebut biasanya dikode dengan Z63.4 (menghilangnya atau meninggalnya anggota keluarga). Reaksi kehilangan dalam berbagai waktu, yang dianggap tidak normal karena bentuk atau isinya, harus dikode sebagai F43.22, F43.23, F43.24, atau F43.25, dan yang mana masih selalu muncul dan bertahan hingga 6 bulan dapat dikode sebagai F43.21 (reaksi depresi berkepanjangan) Pedoman Diagnosis a. Diagnosis tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara:
Bentuk, isi, dan beratnya gejala;
Riwayat dan corak kepribadian sebelumnya; dan
Kejadian , situasi yang penuh tekanan, atau krisis kehidupan.
b. Keberadaan ketiga faktor ini harus jelas dan mempunyai bukti yang kuat bahwa gangguan tersebut tidak akan terjadi bila tidak mengalami hal tersebut. c. Jika stressornya dianggap minimal, atau jika merupakan sebuah hubungan sementara (kurang dari 3 bulan), kelainan tersebut harus diklasifikasikan di tempat lain, sesuai dengan gejala yang muncul.
Includes: -
Culture shock
-
Grief reaction
-
Hospitalism in children
Excludes: Gangguan cemas terpisah pada anak (F93.0)
Jika kriteria untuk gangguan penyesuaian sudah tepat, bentuk klinis atau fitur-fitur yang dominan dapat dispesifikan ke dalam 5 karakter:
F43.20 Brief depressive reaction Suatu keadaan depresi yang ringan dan sementara dengan durasi tidak melebihi 1 bulan.
F43.21 Prolonged depressive reaction Suatu keadaan depresi ringan yang terjadi sebagai respon dari pajanan situasi penuh tekanan yang berkepanjangan, namun durasi tidak melebihi 2 tahun.
F43.22 Mixed anxiety and depressive reaction Baik gejala depresi maupun cemas cukup banyak, namun pada level yang tidak lebih tinggi dari mixed anxiety and depressive disorder (F41,2) atau gangguan cemas campuran lainnya (F41.3).
F43.23 With predominant disturbance of other emotions Gejalanya biasanya berupa emosi yang parah, seperti cemas, khawatir, tegang, dan marah. Kategori ini juga dapat digunakan pada anak-anak yang memiliki perilaku regresif, seperti mengompol atau menghisap ibu jari.
F43.24 With predominant disturbance of conduct Gangguan paling utama adalah yang meliputi perilaku, seperti reaksi kehilangan orang dewasa yang mengakibatkan terjadinya perilaku agresif atau disosial.
F43.25 With mixed disturbance of emotions and conduct Baik gejala emosional maupun gangguan perilaku, keduanya muncul dalam bentuk yang prominent.
F43.28 With other specified predominant symptoms
PPDGJ-III: a. Diagnosis tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara:
bentuk, isi, dan beratnya gejala
riwayat sebelumnya atau corak kepribadian
kejadian, situasi yang penuh stres, atau krisis kehidupan
b. Adanya ketiga faktor di atas harus jelas dan mempunyai bukti yang kuat bahwa gangguan tersebut tidak akan terjadi bila tidak mengalami hal tersebut. c. Manifestasi gangguan bervariasi dan mencakup afek depresi, anxietas, campuran depresi dan anxietas, gangguan tingkah laku disertai adanya disabilitas dalam kegiatan rutin sehari-hari. d. Biasanya mulai terjadi dalam satu bulan setelah terjadinya kejadian yang penuh stres, dan gejala-gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan kecuali dalam hal reaksi depresi berkepanjangan.
Intervensi Halgin & Whitbourne (1994) mengungkapkan bahwa para klinisi biasanya membantu klien yang mengalami gangguan penyesuaian secara langsung dengan memberikan dorongan selama periode krisis dan mencoba untuk mendukung kemampuan koping klien terhadap stress yang dihadapinya. Selain itu sangat dianjurkan untuk memberikan intervensi sedini mungkin, karena hal ini mengurangi kemungkinan masalah berkembang menjadi kronis. Beberapa opini menyatakan bahwa psikoterapi masih menjadi pilihan terapi untuk ganggunan penyesuaian dan hanya sedikit penelitian farmakoterapi yang dilakukan untuk mendukung pengobatan gangguan penyesuaian dengan antidepresi. Ragam intervensi yang dapat dilakukan misalnya konseling, psikoterapi, intervensi krisis, terapi keluarga, dan terapi kelompok. Terapi kelompok sendiri biasanya dilakukan untuk mendorong klien mengungkapkan ketakutan, kecemasan, kemarahan, ketidakberdayaan, maupun keputusasaan secara verbal. Secara umum, tujuan dari yang dilakukan adalah untuk mendorong klien mengungkapkan isi hatinya secara verbal dibandingkan dengan mengekspresikannya dengan perilaku yang merusak. Salah satu pilihan intervensi yang dapat dilakukan adalah Brief therapy. Misalnya seorang klien yang mengalami gangguan penyesuaian, diberi kunjungan sekali dalam satu minggu selama lebih kurang 12 minggu, dengan fokus intervensi pada masalah terkini atau stress yang dialami. (Horowitz, 1986 dalam Halgin & Whitbourne, 1994) Dalam sebuah penelitian yang ditujukan untuk membedakan respon terapi antidepresi pada Depresi Major dengan gangguan penyesuaian dengan mood depresi, ditemukan hasil bahwa tidak ada perbedaan respon klinis antara keduanya terhadap antidepresi. Namun kecepatan respon terapinya lebih cepat 2 kali pada gangguan penyesuaian dibandingkan pasien depresi biasa.
Tidak ada terapi antidepresi yang lebih efektif, baik terapi tunggal maupun terapi kombinasi, dalam pengobatan gangguan penyesuaian. Pengobatan dengan trazodone maupun clorazepate pada pasien gangguan penyesuaian dengan HIV menunjukan hasil yang sama dalam penyembuhan penyakit. Pengobatan dengan etifoxine (obat anxiolitic non benzodiazepine) dan lorazepam juga menunjukkan adanya kemanjuran dalam mengobati gejala, namun pada pasien yang menggunakan etifoxine ditemukan bahwa pasiennya membaik secara nyata dan menunjukan efek yang baik tanpa efek samping.
Prognosis Gangguan penyesuaian biasanya membaik setelah beberapa bulan, jarang yang menjadi berkepanjangan. Belum ada penelitian yang menginvestigasi efektivitas dari pengobatan. Gangguan penyesuaian tidak separah dibandingkan kondisi kejiwaan lainnya dalam hal durasi sakit yang lebih pendek, lebih mudah kembali untuk keefektifan kerja dan sedikit yang harus masuk ke rumah sakit, atau jika masuk ke rumah sakit, membutuhkan waktu yang lebih pendek dalam perawatan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap personel Sri Lankan Air Force, 45 pasien dengan gangguan penyesuaian kembali bekerja dalam 6 bulan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di US, 5 tahun setelah didiagnosis gangguan penyesuaian, 79 % pasien dewasa kembali baik, meskipun 8% dari mereka mengalami gejala yang relaps. Dua puluh satu persen dari yang tidak membaik, kebanyakan dari mereka mengalami depresi atau masalah alkohol. Dari penelitiah ditemukan bahwa kurang dari 18% individu yang mengalami gangguan penyesuaian jangka panjang. Berhubungan dengan risiko bunuh diri, beberapa penelitian juga menunjukkan 2% dari pasien dengan gangguan penyesuaian melakukan bunuh diri dalam waktu 5 tahun. Meskipun angka tersebut lebih tinggi dari risiko bunuh diri pada populasi umum, angka ini masih lebih rendah dibandingkan bentuk lainan gangguan psikiatrik. Beberapa penelitian menyarankan jika stressornya berlanjut (contoh, sakit yang berkepanjangan, atau tekanan finansial), gangguan penyesuaian dapat berkepanjangan. Gangguan penyesuaian dapat sembuh tanpa intervensi medis. Penanganannya biasanya suportif, membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya dan menyelesaikan masalah mereka. Adakalanya, pengobatan antidepressant atau anti cemas bisa digunakan
Daftar Pustaka
World Health Organization. The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders: Clinical Description and diagnostic guidelines. Geneva: World Health Organization; 1992. Carta, M.G et al. Adjustment Disorder: epidemiology, diagnosis and treatment. Clinical Practice and Epidemiology in Mental Health 2009, 5:15. Wilson, S. Synopsis of Causation: Adjustment Disorder. The Ministry of Defence; 2008. http://dc356.4shared.com/doc/ticqsxyR/preview.html http://behavenet.com/adjustment-disorder