Gambar Sampul Mobil RIG CBM LEMIGAS
ISSN : 2089-3396
Volume 48, No. 1, April 2014 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah media untuk penyebarluasan informasi kegiatan penelitian, pengembangan, perekayasaan teknologi dan pengkajian di bidang minyak dan gas bumi.
Penanggung Jawab
: Dra. Yanni Kussuryani, M.Si. (Kimia, LEMIGAS)
Pemimpin Redaksi
: Prof. (R) Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia, Scienti¿c Board - LEMIGAS)
Wakil Pemimpin Redaksi
: Ir. Daru Siswanto (Teknik Kimia, LEMIGAS)
Redaktur Pelaksana
: Drs. Heribertus Joko Kristadi, M.Si. (Geo¿sika, LEMIGAS)
Dewan Redaksi
: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dr. Mudjito (Geologi Minyak, Scienti¿c Board - LEMIGAS) Prof. (R) M. Udiharto (Biologi, Scienti¿c Board - LEMIGAS) Prof. (R) Dr. E. Suhardono (Kimia Industri, Scienti¿c Board - LEMIGAS) Dr. Ir. Bambang Widarsono, M.Sc. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS) Dr. Adiwar (Proses Separasi, Scienti¿c Board - LEMIGAS) Dr. Oberlin Sidjabat (Kimia dan Katalis, LEMIGAS)
Redaksi Ahli
: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Dr. Ir. Usman, M.Eng. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS) Ir. Sugeng Riyono, M.Phil. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS) Dr. Ir. Eko Budi Lelono (Ahli Palinologi, LEMIGAS) Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan, LEMIGAS) Drs. Chairil Anwar, M.Si. (Kimia Industri, LEMIGAS) Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia, LEMIGAS) Ratu Ul¿ati, S.Si., M.Eng. (Teknik Kimia, LEMIGAS)
Mitra Bestari
: 1. 2. 3. 4.
Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan, ITB) Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi, ITB) Prof. Dr. Wahjudi W. Wisaksono (Energi dan Lingkungan, USAKTI) Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan, USAKTI/IPB)
Editor Bahasa
: Ferry Imanuddin Sadikin, S.T., M.E. (Teknik Elektro, LIPI)
Sekretaris
: Urusan Publikasi LEMIGAS
Penerbit
: Bidang A¿liasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Pencetak
: Gra¿ka LEMIGAS.
Alamat Redaksi : Sub Bidang Informasi, Bidang A¿liasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230. Tromol Pos: 6022/KBYB-Jakarta 12120, INDONESIA, STT: No. 119/SK/DITJEN PPG/STT/1976, Telepon: 7394422 - ext. 1222, 1223, 1274, Faks: 62 - 21 - 7246150, e-mail:
[email protected] Majalah Lembaran Publikasi LEMIGAS (LPL) diterbitkan sejak tahun 1970 yang telah berganti nama menjadi Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi (LPMGB), terbit 3 kali setahun pada bulan April, Agustus dan Desember. Redaksi menerima Karya Tulis Ilmiah tentang hasil-hasil Penelitian, yang erat hubungannya dengan Penelitian Minyak dan Gas Bumi. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Penanggung Jawab: Dra. Yanni Kussuryani, M.Si., Redaktur: Ir. Daru Siswanto.
i
ISSN : 2089-3396
Volume 48, No. 1, April 2014
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
ii
PENGANTAR
iii
LEMBAR ABSTRAK
iv
SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK OPTIMASI EKSPLORASI DAN PENGEMBANGAN WILAYAH MIGAS Djoko Sunarjanto, Suliantara, Utomo P. Iskandar dan Milton T.P. Nainggolan
1-12
POLLEN PRA-TERSIER DAERAH KEPALA BURUNG Christina Ani Setyaningsih
13-22
KORELASI PENYEBARAN EMISI SO2 INDUSTRI PENGILANGAN MIGAS DENGAN KUALITAS LINGKUNGAN UDARA DISEKITARNYA Agustini, Haryoto Kusnoputranto dan Djoko M. Hartono
23-32
OPTIMALISASI KINERJA PILOT PLANT ADSORBER MERKURI UNTUK GAS BUMI Lisna Rosmayati, Yayun Adriani Nofrizal dan Nata P
33-42
ANALISA COST BENEFIT PENGEMBANGAN CADANGAN STRATEGIS Fiqi Giffari dan Ika Kai¿ah
REDUKSI GAS CO2 OLEH MIKRO SCENDESMUS SP. PADA FOTO BIOREAKTOR TERTUTUP DENGAN VARIASI KONSENTRASI GAS CO2 Rino Nirwawan, Yanni Kussuryani dan Dhiti Adiya Hanupurti
ii
43-53
55-62
PENGANTAR Pembaca yang Budiman, Dalam pemahaman masalah minyak dan gas (migas) perlu penelitian dan kajian dalam bidang pengetahuan yang saling berkaitan mulai dari sektor hulu sampai hilir dan juga berkaitan dengan masalah lingkungan serta fasilitas-fasilitas pendukungnya. Dalam edisi ini diulas tentang pemahaman stratigra¿ sedimen pra-tersier di daerah tertentu dengan berdasarkan pollen-pollen (debu atau serbuk) yang mempunyai kemiripan yang terkait dengan geologi perminyakan. Juga meliputi tentang optimasi eksplorasi dan pengembangan wilayah migas saat ini sangat diperlukan dengan inovasi-inovasi baru, melalui aplikasi teknologi informasi yaitu Sistem Informasi Geogra¿ (SIG). Penelitian tentang korelasi penyebaran emisi SO2 yang dihasilkan dari industri migas terhadap lingkungannya diulas untuk mengetahui kondisi kualitas udara sekitarnya. Selain itu yang terkait dengan lingkungan adalah permasalahan logam merkuri (air raksa) yang terkandung dalam gas alam yang perlu dihilangkan dengan proses penyerapan (adsorpsi) dengan menggunakan karbon aktif. Penelitian lain adalah tentang gas CO2, merupakan gas rumah kaca, dapat direduksi dengan menggunakan mikroalga dalam pertumbuhannya. Terkait dengan kondisi bahan baku kilang minyak di Indonesia yang tidak menentu perlu penetapan cadangan strategis melalui penelitian dengan metoda Cost Bene¿t Analysis sebagai bahan masukan ke pemerintah. Dewan redaksi dan dewan penerbit, serta penanggung jawab majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan tulisannya, penelaah dan penyunting yang telah bekerja keras hingga terbitnya majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi edisi ini. Semoga terbitan ini bermanfaat bagi para pembaca dan juga bagi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jakarta, April 2014
Dewan Redaksi
iii
LEMBAR ABSTRAK ISSN : 2089-3396
Terbit : April 2014
Kata Kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembaran Abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya. UDC No.: 004.62+622.1:502 Djoko Sunarjanto, Suliantara, Utomo P.Iskandar, dan Milton T.P. Nainggolan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS") Sistem Informasi Geografi untuk Optimasi Ekplorasi dan Pengembangan Wilayah Migas Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 1, April 2014 hal. 1 - 12 ABSTRAK Teknologi informasi pada eksplorasi dan pengembangan wilayah migas merupakan teknologi yang penting. Salah satu aplikasi Sistem Informasi Geogra¿ sebagai alat pada pengembangan wilayah migas yang secara menerus memerlukan inovasi. Makalah ini bertujuan menyampaikan aplikasi teknologi informasi khususnya Sistem Informasi Geogra¿ (SIG) guna mendukung inovasi dalam pengembangan wilayah migas berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam pengelolaan data geologi, geo¿sika, dan reservoir. Analisis tumpang susun (overlay) dilakukan untuk memilih wilayah migas di Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Hasil analisis tumpang susun terhadap data geologi bawah permukaan diseleksi pada wilayah awal kajian seluas 59.350 kilometer persegi. Dari pemilihan blok migas berdasarkan data kedalaman batuan dasar hasil olah magnetik, data seismik dan sumuran, direkomendasikan blok migas baru. Hasil perhitungan sebagai data baru wilayah blok migas untuk usulan pengembangan Cekungan Kutai seluas 5.425 kilometer persegi. Sedangkan wilayah penyimpanan CO2 di cekungan sedimen lepas pantai Indonesia seluas 453,970 kilometer persegi. Operator atau perusahaan migas selama ini sudah memanfaatkan SIG pada lapangan yang memiliki ratusan bahkan ribuan sumur di daerah
iv
yang sulit dijangkau (remote area). Disimpulkan, SIG mampu mengorganisasi dan mengintegrasikan banyak data untuk penyiapan wilayah migas, evaluasi, meningkatkan akurasi dan kecepatan dalam perhitungan luas wilayah dan sumberdaya migas, pemilihan lokasi penyimpanan CO2, hingga dapat mempercepat pengembangan wilayah migas berwawasan lingkungan. Kata Kunci: Sistem informasi geogra¿, Optimasi, Eksplorasi, Pengembangan wilayah, Migas ABSTRACT Information technology on the exploration and development of oil and gas area is an important technology. One of the applications of Geographic Information Systems (GIS) in the area of oil and gas development requires constant innovation. This paper aims to convey the application of information technology, especially Geographic Information System (GIS) to support innovation in the sustainable development of oil and gas area. The methods used is the application of GIS in the management of geological, geophysical, and reservoir data. Overlaying analysis for the selection a potential area of oil and gas in the Kutai Basin, East Kalimantan. Overlying analyses was conducted over initial coverage of 59,350 square kilometers. The potential areas are de¿ned considered to basement depth from magnetic, seismic and well data, was recomended new block. The result as new data of the calculation of oil and gas area as proposed to be the development of Kutai basin is 5.425 square kilometers. While the deposit area of CO2 in the Indonesian sedimentary basin offshore as wide as 453,970 square kilometers. Oil and gas companies so far have been utilizing GIS in the ¿eld who have hundreds or even thousands of wells in remote area. In conclusions the SIG can organizing and integrate a lot of data for the preparation of oil and gas area, evaluation, is
able to improve the accuracy and speed in the calculation of area and resources of oil and gas, CO 2 storage site selection, to be able to accelerate the development of environmentally sound oil and gas area. Author Keywords: GIS, optimization, exploration, oil and gas, area development UDC No.: 622.1:552.5 Christina Ani Setyaningsih (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS") Pollen Pra-Tersier Daerah Kepala Burung, Papua Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 1, April 2014 hal. 13 - 22 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk merekam semua pollen pra-Tersier untuk meningkatkan pemahaman tentang stratigra¿ sedimen pra-Tersier yang ada di daerah Kepala Burung, Papua. Pollen pra-tersier di daerah ini diyakini memiliki kekerabatan dengan pollen-pollen berumur pra-Tersier yang umum dijumpai di cekungan-cekungan berumur Mesozoikum di Australia dan Papua New Guinea. Berdasarkan kehadiran spora indeks yang tersingkap sepanjang jalur Sungai Ainim menunjukkan bahwa zonasi palinologi daerah penelitian terdapat pada zona Tricolporites apoxyexinus (Kapur Akhir) dan zona Protohaploxypinus microcorpus (Perm Akhir) yang menempati kisaran umur dari Eosen tengah (G-1), Kapur Akhir (G-4 sampai G-7) hingga Perm Akhir (T-1A sampai T-3D). Permo-Trias sedimen terendapkan pada lingkungan darat (non marine) pada umur sedangkan pada umur Kapur Akhir, sedimentasi umumnya berlangsung di lingkungan transisi/littoral-neritik pinggir. Kata Kunci: Palinomorf pra-tersier, Kepala Burung ABSTRACT This study is aimed to record all pre-Tertiary pollen to improve the understanding of stratigraphy of the pre-Tertiary sediment that exists in the area of the Bird’s Head, Papua. Pre-Tertiary palinomorf in this
area is believed to have af¿nity with pre-Tertiary palinomorf which are common in the Mesozoic age in Australia and Papua New Guinea. Based on the index spores which are found along the Ainim river, it is interpreted that the studied sediment belongs to Tricolporites apoxyexinus zone (Late Cretaceous) and Protohaploxypinus microcorpus zone (Late Perm) which are ranging from middle Eocene (G-1), Late Cretaceous (G 4 to G-7) to Late-Perm (T-1A toT-3D). The Sediment was deposited in the terrestrial environment (nonmarine) during Permo-Triassic age, which then shifted to the transitional environment (littoralinner neritic) during Late Cretaceous. Author Keywords: Pre-tertiary palynomorph, Bird’s Head UDC No.: 504 + 622.7 Agustini1), Haryoto Kusnoputranto2) dan Djoko M. Hartono3) (1)Program Studi Ilmu Lingkungan, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, 2) Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Program Studi Ilmu Linkungan, Fakultas Pascasarjana, Universitas Indonesia, 3)Departemen Teknologi Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia) Korelasi Penyebaran Emisi SO 2 Industri Pengilangan Migas dengan Kualitas Lingkungan Udara di Sekitarnya Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1 April 2014 hal. 23 - 32 ABSTRAK Keberadaan industri pengilangan minyak bumi berperan penting dalam penyediaan bahan bakar minyak (BBM) nasional. Aktivitas yang berlangsung dalam proses pengolahan minyak bumi menjadi BBM membutuhkan bahan bakar fosil yang pada akhirnya akan mengemisikan pencemar udara ke udara ambien, salah satunya yaitu SO2. Saat ini semua kegiatan kilang migas telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan guna menjaga keberlangsungan fungsi lingkungan, termasuk lingkungan udara, namun pada kenyataannya masyarakat masih merasakan dampak dari keberadaan polutan di udara ambien. Mengingat konsentrasi SO2 ambien di suatu tempat tergantung
v
dari penyebaran emisi SO2 dari sumbernya, maka perlu diketahui korelasi penyebaran emisi SO2 dari industri pengilangan migas dengan kualitas lingkungan udara di sekitarnya. Tujuan studi ini adalah mengetahui korelasi penyebaran emisi SO2 dari industri pengilangan migas dengan kualitas lingkungan udara di sekitarnya, khususnya konsentrasi SO2 udara ambien. Lokasi studi ini adalah wilayah sekitar RU VI Balongan, Kabupaten Indramayu. Metode yang digunakan adalah metode potong lintang (cross sectional study). Interpretasi hasil perhitungan korelasi memberikan nilai ”r” sebesar satu. Hal ini bermakna adanya korelasi yang sangat kuat. Pernyataan ini konsisten dengan nilai p sebesar 0,021 yang berarti korelasi di antara dua variabel tersebut bermakna dengan arah korelasi positif yang menunjukkan nilainya searah. Kata kunci: korelasi, penyebaran emisi SO2, kilang migas. ABSTRACT The existence of petroleum refining industry plays an important role in the supply of fuel oil nationwide. Activities that take place in the processing of petroleum into fuel require fossil fuels that will eventually emit air pollutants into the ambient air, one of which is SO2. Currently all of the activities of oil and gas re¿neries have been making efforts in order to safeguard environmental management environmental functions, including air environment, but in reality people are still feeling the effects of the presence of pollutants in ambient air. Given the ambient SO2 concentration at a point depends on the spread of SO2 emissions from the source, it is necessary to know the correlation spread of SO2 emissions from oil re¿ning industry with the quality of the air in the surrounding environment. The objective of this study was to determine the correlation spread of SO2 emissions from oil re¿ning industry with the quality of the air in the surrounding environment, particularly the ambient air concentrations of SO2. The study area is the area around RU VI Balongan, Indramayu district. The method used is the method of crosssectional. Interpretation of the results of the correlation calculations gives a value of “r” for one. This means that a very strong correlation. This statement is consistent with the p value of 0.021, which means the correlation between the two
vi
variables signi¿cantly positive correlation with the direction that shows its value in the same direction. Author Keywords: correlation, the spread of SO2 emissions, oil and gas re¿neries. UDC No.: 662.7 + 662.8 Lisna Rosmayati, Yayun Andriani, Nofrizal dan Nata P (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”) Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Merkuri untuk Gas Bumi Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 1, April 2014 hal. 33 - 42 ABSTRAK Pengujian optimalisasi kinerja adsorber mercury removal bertujuan untuk menghitung seberapa besar penurunan tekanan dalam sistem (pressure drop), menghitung besarnya e¿siensi penyerapan dari adsorben dan menghitung masa pakai (life time) adsorben. E¿siensi penyerapan tergantung pada jenis adsorben (karbon aktif) dan akan mempengaruhi waktu tinggal merkuri serta besarnya penurunan tekanan sistem (pressure drop). Impregnant (ZnCl2) berpengaruh pada masa pakai (life time) dan waktu tinggal. Kapasitas penyerapan adsorben karbon aktif tempurung kelapa adalah 0,124 Kg-Hg/KgCarbon. Jadi untuk 1 kg adsorben karbon aktif tempurung kelapa yang telah diaktifasi, mampu menyerap merkuri dalam gas bumi sebesar 0,124 kg Hg. Untuk e¿siensi penyerapan, diperoleh rata-rata e¿siensi penyerapan karbon aktif tempurung kelapa terhadap merkuri dalam gas bumi di titik inlet dan outlet adsorber adalah 95,74%. Hasil kegiatan penelitian optimalisasi kinerja adsorber pilot plant merkuri removal gas bumi diperoleh karakteristik adsorben merkuri yang meliputi bilangan iodin ratarata 889 mg/gram, luas permukaan adsorben setelah aktifasi ¿sika 1052 m2/g, setelah aktifasi kimia 724 m2/g, impregnasi klor 4,39% dan parameter uji yang mewakili spesi¿kasi adsorber meliputi pressure drop 1,7526 psig/ft, kapasitas penyerapan 0,124 kgHg/kg-carbon, adsorben dan masa pakai (lifetime) adsorbennya adalah 28 tahun. Kata Kunci: Optimalisasi, Pilot Plant, Mercury
ABSTRACT Optimalization testing of Mercury removal Pilot Adsorber has purpose to calculate the pressure drop of the system, to calculate the ef¿ciency of adsorbent adsorption and to calculate the life time of adsorbent. Adsorption ef¿ciency depent on the type of adsorbent and will inÀuence the life time of mercury in the adsorbent and the pressure drop of the system. While the impregnant of ZnCl2 inÀuence on the life time. Adsorption capacity of carcoal carbon active adsorbent is 0,124 Kg-Hg/ Kg-Carbon. So, for 1 kg carcoal carbon active adsorbent which has activated, the adsorbent capable to adsorp the mercury in natural gas are 0,124 kg Hg. The active carbon adsorbent, average of the ef¿ciency adsorbent for mercury in the natural gas at adsorber inlet and adsorber outlet are 95,74%. The result of research activities of pilot plant adsorber optimalization of mercury removal comprise average of iodin number is 889 mg/gram, surface area of adsorbent after physical activation is 1052 m2/g, after chemical activation is 724 m2/g, chlor impregnation is 4,39% and testing variable of pressure drop 1,7526 psig/ft, adsorption capacity is 0,124 kg-Hg/kg-carbon, and lifetime of adsorbent is 28 years. Author Keywords: Optimalization, Pilot Plant, Mercury. UDC No.: 665.7:338 Fiqi Giffari dan Ika Kai¿ah (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS") Analisisi Cost Bene¿t Pengembangan Cadangan Strategis Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 1, April 2014 hal. 43 - 53 ABSTRAK Penetapan cadangan strategis perlu dirumuskan mengingat ketersediaan bahan baku kilang minyak mentah untuk keperluan Re¿nery Unit (RU) di beberapa kilang di Indonesia sering tidak menentu. Oleh karenanya diperlukan fasilitas penyimpanan sumber bahan baku untuk kilang minyak tersebut,
agar kilang minyak yang ada di Indonesia dapat berfungsi dengan optimal dan menghasilkan produk keluaran dengan harga yang lebih ekonomis. Untuk itu dilakukan penelitian ini sebagai bahan masukan pemerintah dalam menetapkan besaran, lokasi dan pengembangan infrastruktur yang dapat mendukung penerapan cadangan strategis. Pada penelitian ini dilakukan analisis cost (biaya) yang dikeluarkan dalam mengembangkan cadangan strategis, dan bene¿t (manfaat) yang terdiri dari direct bene¿t dan indirect bene¿t. Analisis secara keseluruhan menggunakan Benefit Cost Rasio (BCR) untuk mengetahui besaran keuntungan/ kerugian serta kelayakan pengembangan/cadangan strategis. Berdasarkan hasil analisis dihasilkan bahwa prioritas pengembangan cadangan strategis yang paling siap/layak dikembangkan adalah RU VII Kasim dengan nilai BCR indirect sampai 2.02, selanjutnya RU 3 Plaju, RU 5 Balikpapan, RU 6 Balongan, RU 2 Dumai, dan RU 4 Cilacap. Kata kunci: cadangan strategis, biaya, manfaat ABSTRACT Establishment of strategic reserves should be formulated considering the availability of crude oil some oil re¿neries in Indonesia usually uncertain. Therefore crude storage facilities are neededfor the re¿nery feedstock, so the existing oil re¿neries in Indonesia can function optimally and produce output at a more economical price. For this study was conducted as an input in determining the amount of government, the location and development of infrastructure to support the implementation of strategic reserves. This study analyzed the costs incurred in developing the strategic reserves, and the bene¿ts which consistdirect bene¿ts and indirect bene¿ts. Overall analysis using the bene¿t cost ratio (BCR) to determine the amount of gain/loss as well as the feasibility ofdevelopment/strategic reaserves. Generated based on the analysis of the priority development of the strategic reserve ready/ feasible is RU Kasim with BCR indirect value to 2.02, further RU 3 Plaju, RU 5 Balikpapan, RU 6 Balongan, RU 2 Dumai, and RU 4 Cilacap. Author Keywords: strategic reserve, cost, bene¿t
vii
UDC No.: 504+579.6 Rino Nirwawan, Yanni Kussuryani dan Dhiti Adiya Hanupurti (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”) Reduksi Gas CO2 oleh Mikroalga Scenedesmus sp. pada Fotobioreaktor Tertutup dengan Variasi Konsentrasi Gas CO2 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 1, April 2014 hal. 55 - 62 ABSTRAK Salah satu metode potensial yang dapat digunakan untuk reduksi CO2 adalah memanfaatkan aktivitas mikroalga melalui proses fotosintesis. Mikroalga adalah bioagen yang mampu menangkap CO2 dan mengubahnya menjadi karbohidrat untuk menambah pertumbuhan populasinya. Banyaknya CO 2 yang digunakan dapat mencapai hampir dua kali lipat dari berat kering biomassa yang dihasilkan. Tujuan kegiatan ini adalah mengkaji kemampuan mikroalga Scenedesmus sp dalam mereduksi gas CO2 pada suatu fotobioreaktor skala pilot dengan memvariasikan konsentrasi gas CO2 yang diinjeksikan ke dalam sistem. Penelitian dilakukan di Lapangan Gas Subang selama tujuh hari. Komposisi gas CO2 yang digunakan adalah ±98%. Sistem operasi adalah sistem batch dan media pertumbuhan yang digunakan adalah media “Sederhana 2”. Pada penelitian ini digunakan empat rangkaian fotobioreaktor dengan volume operasi masing-masing adalah 60 Liter. Masing-masing fotobioreaktor divariasikan perbandingan jumlah gas CO2 dan udara yang diinjeksikan, yaitu 0:100% (fotobioreaktor 1) yang berfungsi sebagai kontrol, 10:90% (fotobioreaktor 2), 30:70% (fotobioreaktor 3) dan 50:50% (fotobioreaktor 4). Kepadatan sel, optical density (OD), pH, dan berat kering digunakan sebagai parameter pengujian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi gas CO2 tertinggi terdapat pada fotobioreaktor 2 yang terjadi pada hari ke-3 operasi, yaitu sebesar 8,09x10-5 gram dengan nilai kepadatan sel 23,87 x 106 sel/mL. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan 10% gas CO2 ke dalam fotobioreaktor dapat meningkatkan pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp. Kata kunci: fotobioreaktor, mikroalga, gas CO2, Scenedesmus sp.
viii
ABSTRACT One potential method that can be used for the reduction of CO2 is utilizing the microalgae activity through the process of photosynthesis. Microalgae is a bioagen that is able to capture the CO2 and convert it into carbohydrates for the growth of the population. The number of CO2 used can achieve almost double of the dry weight biomass produced. The purpose of this study is to assess the ability of Scenedesmus sp. microalgae in the reduction of CO2 gas at a pilot scale photobioreactor by varying the concentration of CO2 to be injected into the system. The research was done in Subang gas ¿eld for seven days. The composition of the CO2 gas was ±98%. The operating system was a batch system and used ”Sederhana 2”as a growth media. In this study we were using four sets of photobioreactor with their respective operating volume of 60 liters. Each photobioreactor has a different ratio of CO2 gas and air to be injected, that is 0: 100% (1st photobioreactor) that serves as the control, 10:90% (2nd photobioreactor), 30:70% (3rd photobioreactor) and 50:50% (4th photobioreactor). Cell density, optical density (OD), pH, and dry weight were used as test parameters. The result showed that the reduction of the highest CO2 gas contained on 2nd photobioreactor which occurs on the 3rd day of the operation, i.e. by 8.09x10-5 gram with cell density of 23.87 x 106 cell/ mL . From these results it can be concluded that the addition of CO2 into the photobioreactor can increase the growth of microalgae Scenedesmus sp. Author Keywords: photobioreaktor, microalgae, CO2 gas, Scenedesmus sp.
Sistem Informasi Geogra¿ untuk Optimasi Eksplorasi dan Pengembangan Wilayah Migas (Djoko Sunarjanto, Suliantara, Utomo P. Iskandar, dan Milton T.P. Nainggolan)
Sistem Informasi Geogra¿ untuk Optimasi Eksplorasi dan Pengembangan Wilayah Migas Geographic Information System for Optimization Exploration Oil and Gas Area Development Djoko Sunarjanto, Suliantara, Utomo P.Iskandar, dan Milton T.P. Nainggolan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected] Teregistrasi I tanggal 24 Januari 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal 28 Januari 2014 Disetujui terbit tanggal: 30 April 2014
ABSTRAK Teknologi informasi pada eksplorasi dan pengembangan wilayah migas merupakan teknologi yang penting. Salah satu aplikasi Sistem Informasi Geogra¿ sebagai alat pada pengembangan wilayah migas yang secara menerus memerlukan inovasi. Makalah ini bertujuan menyampaikan aplikasi teknologi informasi khususnya Sistem Informasi Geogra¿ (SIG) guna mendukung inovasi dalam pengembangan wilayah migas berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah aplikasi Sistem Informasi Geogra¿ (SIG) dalam pengelolaan data geologi, geo¿sika, dan reservoir. Analisis tumpang susun (overlay) dilakukan untuk memilih wilayah migas di Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Hasil analisis tumpang susun terhadap data geologi bawah permukaan diseleksi pada wilayah awal kajian seluas 59.350 kilometer persegi. Dari pemilihan blok migas berdasarkan data kedalaman batuan dasar hasil olah magnetik, data seismik dan sumuran, direkomendasikan blok migas baru. Hasil perhitungan sebagai data baru wilayah blok migas untuk usulan pengembangan Cekungan Kutai seluas 5.425 kilometer persegi. Sedangkan wilayah penyimpanan CO2 di cekungan sedimen lepas pantai Indonesia seluas 453,970 kilometer persegi. Operator atau perusahaan migas selama ini sudah memanfaatkan SIG pada lapangan yang memiliki ratusan bahkan ribuan sumur di daerah yang sulit dijangkau (remote area). Disimpulkan, SIG mampu mengorganisasi dan mengintegrasikan banyak data untuk penyiapan wilayah migas, evaluasi, meningkatkan akurasi dan kecepatan dalam perhitungan luas wilayah dan sumberdaya migas, pemilihan lokasi penyimpanan CO2, hingga dapat mempercepat pengembangan wilayah migas berwawasan lingkungan. Kata kunci: sistem informasi geogra¿, optimasi, eksplorasi, pengembangan wilayah, migas. ABSTRACT Information technology on the exploration and development of oil and gas area is an important technology. One of the applications of Geographic Information Systems (GIS) in the area of oil and gas development requires constant innovation. This paper aims to convey the application of information technology, especially Geographic Information System (GIS) to support innovation in the sustainable development of oil and gas area. The methods used is the application of GIS in the management of geological, geophysical, and reservoir data. Overlaying analysis for the selection a potential area of oil and gas in the Kutai Basin, East Kalimantan. Overlying analyses was conducted over initial coverage of 59,350 square kilometers. The potential areas are de¿ned considered to basement depth from magnetic,
1
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 1 - 11 seismic and well data, was recomended new block. The result as new data of the calculation of oil and gas area as proposed to be the development of Kutai basin is 5.425 square kilometers. While the deposit area of CO2 in the Indonesian sedimentary basin offshore as wide as 453,970 square kilometers. Oil and gas companies so far have been utilizing GIS in the ¿eld who have hundreds or even thousands of wells in remote area. In conclusions the SIG can organizing and integrate a lot of data for the preparation of oil and gas area, evaluation, is able to improve the accuracy and speed in the calculation of area and resources of oil and gas, CO2 storage site selection, to be able to accelerate the development of environmentally sound oil and gas area. Keywords: GIS, optimization, exploration, oil and gas, area development.
I. PENDAHULUAN Sudah banyak diketahui, bahwa sifat industri migas merupakan investasi yang membutuhkan kemampuan teknologi, padat modal, berjangka panjang, dan beresiko tinggi. Untuk itu aplikasi teknologi mampu berperan menyajikan alternatif solusi modal yang dibutuhkan, merekam waktu yang panjang menjadi tahapan-tahapan jangka menengah secara berkelanjutan, sekaligus mengendalikan resiko. Berawal dari perkembangan pesat data geosains yang awalnya disusun untuk kebutuhan geologi dan berkembang untuk berbagai kebutuhan, telah dilahirkan berbagai variasi data dan banyak peta berupa peta dasar hingga peta tematik. Dalam perkembangannya, teknologi informasi mampu menyajikan peta berbentuk softcopy, dapat disimpan, dibuka, dan diolah dalam komputer hingga muncul teknologi Sistem Informasi Geogra¿ (SIG). Maksud dan tujuan penulisan makalah ini untuk mengaplikasikan teknologi informasi guna mendukung studi eksplorasi dan pengembangan wilayah migas yang terintegrasi secara berkelanjutan. Teknologi SIG membantu inovasi pengembangan wilayah migas berwawasan lingkungan. Bagi investor sistem ini berguna untuk memperoleh kepastian cadangan migas, serta bagi regulator migas bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan. Sistem ini dapat diusulkan sebagai model dalam proses pemilihan dan pengembangan wilayah migas. Dalam makalah ini diuraikan SIG untuk optimasi eksplorasi dan pengembangan wilayah migas, yang meliputi kajian bawah permukaan (sub-surface) pada studi terintegrasi geologi, geo¿sika, dan reservoir. Hasil kajian dapat mengetahui potensi cekungan sedimen ataupun blok migas sekaligus menghitung luas wilayah blok migas. Integrasi data mempercepat 2
eksplorasi dan pengembangan lapangan marginal, brown field, maupun lapangan frontier. Dalam perkembangannya data eksplorasi migas bermanfaat sebagai data penelitian lainnya, antara lain eksplorasi migas non-konvensional seperti Coal Bed Methane (CBM), shale gas, dan tight sand gas. Selama ini belum ada data luasan wilayah penyimpanan CO2. Oleh karena itu dalam penyusunan makalah ini dilakukan overlay data untuk mengkuantifikasi luas wilayah penyimpanan CO2 di lepas pantai sebagai data baru, dan pemanfaatan lainnya selaras peningkatan kebutuhan manusia, lingkungan, dan perkembangan teknologi. II. METODOLOGI A. Sistem Informasi Geogra¿ Selama ini sudah banyak pihak menyusun model aplikasi teknologi SIG untuk berbagai tujuan. Dalam kenyataannya beberapa diantaranya baru pada tahapan komputerisasi dan digitalisasi data, belum memanfaatkan teknologi SIG secara optimal. Menurut Mulyanto Darmawan (2011) sesungguhnya tidak ada model yang superior untuk menggambarkan hubungan satu obyek dengan manusia. Model terbaik tergantung pada dua hal yaitu pertama jenis informasi yang akan dibuat: apakah peta atau statistik. Kedua adalah tujuan konteks problem yang akan dijawab. SIG juga memungkinkan integrasi sistem informasi geospasial dengan sistem lain dalam sebuah sistem. Aplikasi teknologi informasi telah dilakukan untuk mendukung pengolahan data eksplorasi migas. Dalam mempresentasikan data berawal dari titik dan garis disusun menjadi peta (dua dimensi), diolah menjadi tiga dimensi untuk memvisualisasikan seperti kenyataan lapangan atau kondisi di alam. Teknologi tiga dimensi membantu optimasi analisis data. Model elevasi tiga dimensi (Three Dimensional Elevation Models) memiliki keunggulan dalam
Sistem Informasi Geogra¿ untuk Optimasi Eksplorasi dan Pengembangan Wilayah Migas (Djoko Sunarjanto, Suliantara, Utomo P. Iskandar, dan Milton T.P. Nainggolan)
banyak fasilitas guna mendukung pengambilan keputusan, seperti; kenampakan tiga dimensi, penampang topogra¿ dan stratigra¿, penghitungan volume, dan untuk merencanakan konstruksi secara otomatis (Douglas, 1995). Prinsip utama pengaturan data yang diterapkan dalam SIG berupa representasi model dunia nyata dilakukan dalam tiga notasi, yaitu; titik (point), garis (line atau polyline), dan poligon (region/area). Layer data spasial adalah representasi data berupa kumpulan obyek yang memiliki karakteristik yang sama. Diatur sedemikian rupa sehingga elemen yang mirip ditempatkan dalam satu layer data (Harmon & Anderson 2003 dalam Hadi dkk. 2013). Optimasi eksplorasi dengan teknologi informasi melalui kompilasi data survei lapangan dan groundcheck survey, sehingga dapat secara selektif diaplikasikan pada bagian tertentu saja. Seperti halnya Jepang tidak pernah mengikuti sistem Barat secara keseluruhan, sebaliknya dia hanya memasukkan ke dalam sistemnya, elemen-elemen yang menguntungkan proses modernisasinya. Proses yang bijaksana dan selektif ini disebut sebagai wakon yosai (Partowidagdo 2009). B. Metode Studi ini dibatasi pada beberapa tahapan aplikasi SIG, dalam pengelolaan data geologi, geo¿sika, dan reservoir. Tahapan kegiatan: - Identifikasi data geosains untuk mendukung eksplorasi dan pengembangan wilayah migas. - Penyaringan data geosains pada suatu cekungan sedimen. - Pengelompokan data geologi dan geo¿sika. - Analisis data terpilih berdasarkan parameter geologi dan geo¿sika. 1. Metode Tumpang Susun (overlay) peta - Metode ini mengetahui kondisi data geosains suatu lokasi secara cepat. - Analisis pemilihan dan perhitungan luas wilayah kerja migas Cekungan Kutai (sekala blok migas). - Analisis pemilihan dan perhitungan luas wilayah penyimpanan CO2 di cekungan sedimen pada skala nasional (Indonesia). Sebagai studi yang selama ini belum dilakukan. Akan dihasilkan data baru kuanti¿kasi wilayah penyimpanan CO2
2. Aplikasi Data SIG Aplikasi data SIG Wilayah Kerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas, menggunakan data sekunder sebagai contoh optimasi pemanfaatan rekaman data. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengelompokan Data Geosains Melalui optimasi teknologi informasi dalam proses kaji ulang wilayah migas, dihasilkan wilayah migas yang dapat ditawarkan kembali. Berdasarkan kaji ulang data geosains wilayah kerja migas Tahun 2011, wilayah yang pernah ditawarkan ada yang masih berpotensi untuk ditawarkan kembali. Meskipun demikian diperlukan kajian lebih dalam lagi untuk membuktikan potensinya. Sebagai contoh pemodelan cekungan, pemetaan paleogeogra¿ dan fasies, serta pemetaan prospect dan lead (Lelono dkk. 2011). Identifikasi data geosains untuk mendukung eksplorasi dan pengembangan wilayah migas, diawali inventarisasi hasil pengukuran dan pemetaan pada wilayah berdasarkan cekungan migas, blok migas, dan lapangan migas. Dari informasi yang dikandungnya, data geologi dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu dinamika atau proses, material, dan waktu (Yuwono 2012). - Data proses geologi terdiri dari: peta geologi regional, stratigra¿, dan tektonik. - Material berkaitan dengan mineralogi-petrologi, dalam kelompok ini adalah batuan perangkap migas, meliputi; batuan induk, reservoir dan batuan tudung. - Waktu berkaitan dengan sedimentasi dan paleontologi, termasuk kombinasi antara material dan proses. Kelompok terakhir ini, meliputi paleogeora¿, waktu migrasi, perangkap, play dan jebakan, prospect dan lead. Pada Gambar 1 menunjukkan bagan alir pengelompokan data geologi dan geo¿sika untuk kegiatan eksplorasi migas. Kolom paling kanan pembagian data sesuai kelompok utama dalam studi geologi. Keunggulan pengelompokan data dalam pengembangan wilayah migas, antara lain: - Memiliki akurasi tinggi, menggunakan sistem proyeksi peta baku. 3
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 1 - 11
OIL AND GAS UPSTREAM DATABASE BASIN
STRATIGRAPHY
Stratigraphy Column & Description
BLOCK
TECTONIC SETTING
Present Geological Map & Cross Section & Description
REGIONAL CROSS SECTION
Picture & Description
SOURCE ROCK
Map & Cross Section; Lithology Type; Geochemical Properties
RESERVOIR ROCK
Map & Cross Section; Lithology Type; Petrophysical Properties
SEAL ROCK
Map & Lithology Type, Description
PALEOGEOGRAPHY
Paleogeography Map & Description
TIMMING & MIGRATION
Map & Cross Section, Description
PLAYS & TRAPS
Geological Map; Seismic Section; Subsurface Map; Description
FIELD
PETROLEUM SYSTEM SUMMARY PROSPECT & LEAD
Chart & Description
Map & Table; Description; Tables
Gambar 1 Pengelompokan data geologi dan geo¿sika eksplorasi migas
-
Mengelompokkan dan memilah data berdasarkan jenis dan sifat data. - Mendukung analisis data secara komprehensif. - Mendukung dalam proses penghitungan volume sumberdaya dan cadangan migas. - Merekam data yang berubah secara dinamis terkait proses, material, dan waktu. - Memudahkan evaluasi dan monitoring kegiatan eksplorasi migas. - Berbasis geogra¿s lengkap dengan koordinat, bermanfaat dalam penentuan lokasi, penentuan batas wilayah kerja migas dan penentuan lokasi penting seperti penentuan titik pemboran. Proses selanjutnya dilakukan pemilahan dan pemilihan data berdasarkan jenis dan sifatnya. Memasukkan ke dalam sistem database, peta atau elemen-elemen data terseleksi yang bermanfaat untuk analisis. Dilakukan proses scanning terhadap peta cetakan sehingga diperoleh peta digital yang berupa raster. Berikutnya proses registrasi peta raster ke proyeksi geogra¿, diikuti tahapan digitasi terhadap unsur informasi peta. Untuk data yang berupa tabulasi dilakukan proses pemasukan data hingga diperoleh tabel digital yang sesuai dengan standar database. 4
Peta yang sudah berbentuk vektor, selanjutnya dilakukan penyamaan sistem proyeksinya. B. Pemilihan dan Perhitungan Luas Wilayah Kerja Migas di Cekungan Kutai Empat kemampuan aplikasi Penginderaan jauh dan SIG, yaitu; pengukuran (measurement), pemetaan (mapping), pemantauan (monitoring) dan pembuatan model atau modelling (Estes 1990 dalam Hadi dkk, 2013). Pengukuran, pemetaan dan pengelompokan data sudah dikenal sebelum lahirnya SIG. Namun dengan teknologi SIG untuk kegiatan eksplorasi migas, semua data diikat pada lokasi geogra¿nya. Dengan demikian proses analisis overlying bisa dilakukan menjadi lebih mudah dan akurat. Hal ini mempercepat pemanfaatan data sesuai kebutuhan guna meyakinkan pemangku kebijakan, pemangku kepentingan (stake holder) maupun para pemegang saham (share holder). Sebagai contoh studi/kajian tahapan pemilihan wilayah kerja migas, yaitu analisis data geologi, geofisika, dan reservoir di Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Secara geografis Cekungan Kutai terletak pada koordinat 114035’14.0964” - 1170 12’43.3728” BT dan -04042’36.0108” -
Sistem Informasi Geogra¿ untuk Optimasi Eksplorasi dan Pengembangan Wilayah Migas (Djoko Sunarjanto, Suliantara, Utomo P. Iskandar, dan Milton T.P. Nainggolan)
Gambar 2 Peta geologi permukaan cekungan Kutai (Sumber: Pusat survei geologi dalam Sofyan dkk., 2011)
-01007’47.6112”LS (Sunarjanto dkk., 2008). Luas Cekungan Kutai kurang lebih 149,000 kilometer persegi. Diperlukan banyak peta dalam proses analisis, sehingga dibutuhkan kemampuan overlay (tumpang susun) peta untuk pemilihan wilayah prospek. Dari tujuh lembar peta, dipilih tiga peta hasil peneliti terdahulu untuk analisis pemilihan wilayah kerja migas. Dalam makalah ini ditampilkan peta geologi, peta kedalaman batuan dasar, dan peta sebaran data seismik dan sumuran (Gambar 2, 3, dan 4). Adapun peta lain untuk mendukung penyaringan (screening) dan tumpang susun, yaitu; peta blok migas, peta geologi terinci, dan peta gaya berat. Berdasarkan hasil analisis proses tumpang susun peta geosains, ditentukan wilayah kerja migas yang diusulkan, seperti pada Gambar 5. Hasil analisis tumpang susun data geologi bawah permukaan Cekungan Kutai, diseleksi wilayah awal kajian seluas 59.350 kilometer persegi. Hasil studi pemilihan blok migas, direkomendasikan blok seluas 5.425 kilometer persegi. Guna survei lapangan untuk memperoleh data primer dan keberadaan reservoir, ditentukan rencana lintasan survei gayaberat dan seismo-radionuklida pada daerah prioritas seluas
1.151 kilometer persegi. Gambar 6 menunjukkan aplikasi SIG dalam peningkatan kecepatan dan akurasi perhitungan luas wilayah migas . Analisis tumpang susun dilandasi pemahaman elemen petroleum system, memberi kepastian lokasi prospek atau wilayah migas yang berpotensi dikembangkan. Bermanfaat juga dalam evaluasi lahan dan proses farm in - farm out blok migas. Bagi kegiatan investasi dapat memberikan informasi yang akurat sehingga mempercepat penentuan wilayah kerja migas dan menurunkan resiko ketidakpastian. C. Pemilihan dan Perhitungan Luas Wilayah Penyimpanan CO2 Indonesia Memanfaatkan data yang dikelompokkan dalam database sesuai pengelompokan pada Gambar 1, SIG diaplikasikan guna mempercepat tahapan penelitian CO2. Berdasarkan rekaman data terdahulu dilakukan pemilihan cekungan yang sesuai (basin suitability). Kompilasi dan analisis data reservoir migas dapat mengetahui wilayah yang sesuai sebagai penyimpanan CO2 (CO2 storage) dan kapasitas simpan yang tersedia. Hasil akhir tumpang susun dan analisis pemilihan lokasi penyimpanan CO2, dihasilkan klasi¿kasi cekungan sedimen Indonesia yang memiliki kesesuaian yang tinggi (Gambar 7). 5
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 1 - 11
Gambar 3 Peta kontur bawah permukaan (kedalaman batuan dasar) (Sumber: Pusat Survei Geologi dalam Sofyan dkk., 2011)
Gambar 4 Peta Lintasan Seismik dan Sumur Daerah Kutai Atas (Sumber: Patra Nusa Data, 2011).
6
Sistem Informasi Geogra¿ untuk Optimasi Eksplorasi dan Pengembangan Wilayah Migas (Djoko Sunarjanto, Suliantara, Utomo P. Iskandar, dan Milton T.P. Nainggolan)
Gambar 5 Peta wilayah kerja migas (Rencana lintasan survei geologi - Gayaberat, dan Radon)
Gambar 6 Pemilihan lokasi dan perhitungan luas Blok Migas (Luas Blok Migas = 1.151 kilometer persegi)
7
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 1 - 11
Terdapat 10 (sepuluh) cekungan sedimen Tersier, 9 (sembilan) cekungan diantaranya terletak di wilayah bagian barat Indonesia, dimana rekaman data dan sejarah eksplorasi-produksi migas pada cekungan tersebut telah berproduksi sejak beberapa dekade yang lalu. Hasil aplikasi SIG dan scoring yang dilakukan Pasarai dkk. (2010), menunjukkan cekungan sedimen di wilayah Indonesia bagian barat, memiliki ¿nal score yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh : - Umumnya reservoir pada daerah yang terkarakterisasi dengan baik, - Secara geologi cukup stabil, - Telah berdirinya infrastruktur, - Kepadatan penduduk rendah. Guna memperkuat data cekungan sedimen sebagai CO 2 storage dalam studi/penyusunan makalah ini, ditambahkan hasil perhitungan luas wilayah sebagai data baru;
-
-
-
Cekungan Kutai adalah salah satu cekungan di Indonesia yang banyak mengandung lapisan batubara (coal seam), hal ini memungkinkan sebagai media CO2 storage. Permukaan cekungan sedimen sebagian besar berada pada wilayah lepas pantai. Hasil analisis terdapat wilayah lepas pantai seluas 453,970 (Empat ratus lima puluh tiga ribu sembilan ratus tujuh puluh) kilometer persegi (Gambar 8 dan Tabel 1). Lokasi cekungan relatif dekat atau berada pada kawasan industri yang berpotensi menimbulkan emisi CO 2 , keberadaan CO 2 storage akan dimanfaatkan untuk menyimpan gas yang diduga mengganggu kualitas lingkungan kawasan atau wilayah industri dan sekitarnya.
Pada Gambar 8 juga menunjukkan perhitungan luas wilayah cekungan sedimen di Cekungan Tarakan, Kutai, dan Cekungan Barito, Kalimantan (wilayah
Gambar 7 Peta Lokasi Cekungan Sedimen Terpilih untuk Penyimpanan CO2 (Iskandar dkk., 2011).
8
Sistem Informasi Geogra¿ untuk Optimasi Eksplorasi dan Pengembangan Wilayah Migas (Djoko Sunarjanto, Suliantara, Utomo P. Iskandar, dan Milton T.P. Nainggolan)
Gambar 8 Peta Luas Wilayah Cekungan Sedimen Daerah Kalimantan (Lepas Pantai).
lepas pantai). Hasil perhitungan luas pada masingmasing cekungan sedimen Tersier di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Selanjutnya dikembangkan penelitian ramah lingkungan guna pemilihan wilayah penyimpanan CO2 pada formasi batuan yang mengandung lapisan batubara (coal seam). Selama ini penggunaan batubara dikaitkan dengan energi tidak ramah lingkungan karena sebagai sumber emisi CO2. Dalam perkembangan penelitian, lapisan batubara (coal seam) merupakan media yang sangat baik untuk menyimpan CO2 sekaligus dapat dilakukan secara simultan dalam wilayah pengembangan Coal Bed Methane (CBM). D. Pengembangan Lanjut Sistem Informasi Geogra¿ Manajemen data berbasis SIG dan rekaman data sejak awal persiapan eksplorasi mendukung kegiatan pengembangan dan produksi migas, sekaligus dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan hilir migas. Bahkan dapat mendukung data sosialisasi kegiatan migas, pelestarian lingkungan, pelaksanaan program community development ataupun corporate social responsibility. Operator migas sudah memanfaatkan teknologi informasi pada lapangannya, yang memiliki ribuan sumur migas di daerah yang sulit (remote area). Sebagai contoh Total E&P Indonesie dalam mengembangkan lapangan migas (giant mature gas ¿eld) berwawasan lingkungan di Blok Mahakam, Kalimantan Timur mengandalkan inovasi teknologi informasi. Sudah dimanfaatkan keberadaan teknologi informasi untuk mengelola Lapangan gas Tunu, yang memiliki paling sedikit 700 sumur produksi (Total E&P Indonesie, 2012). Adanya perubahan sesuai dinamika terkait waktu dan proses, aplikasi teknologi SIG sangat membantu pengelolaan sumur. Efisiensi dan efektifitas rekaman perkembangan 9
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 1 - 11
Tabel 1 Cekungan sedimen dan luas wilayah lepas pantai berpotensi sebagai penyimpanan CO2
No.
Cekungan Sedimen Tersier
Luas Wilayah Lepas Pantai (kilometer persegi)
1
Sumatra Utara
82,450
2
Sumatra Tengah
28,880
3
Sumatra Selatan
0
4
Natuna
91,940
5
Jawa Barat Utara
52,190
6
Jawa Timur Utara
35,890
7
Barito
16,580
8
Kutai
68,060
9
Tarakan
66,420
10
Salawati
11,560 Jumlah
453,970
sumur lapangan migas secara jelas dan mudah dipahami semua pihak (Gambar 9), memungkinkan pengelolaan secara terintegrasi lapangan migas di remote area. Kejelasan dan akurasi data tersebut bermanfaat sebagai alat monitoring dan evaluasi.
dasar hasil olah magnetik, seismik, dan sumuran, direkomendasikan blok seluas 5.425 kilometer persegi sebagai wilayah kerja baru. Dihasilkan peta rencana wilayah survei gayaberat dan seismoradionuklida seluas 1.151 kilometer persegi.
Berdasarkan sejarah perkembangan wilayah migas secara runtun seperti ditunjukkan gambar di atas, dapat diproyeksikan dalam tiga dimensi sehingga mudah menggambarkan kondisi saat pasca produksi. Perencanaan dan pengembangan wilayah migas waktu yang akan datang, disusun proyeksi secara periodik, untuk menunjukkan keadaan wilayah migas dalam jangka pendek (tahunan), jangka menengah, dan jangka panjang.
Analisis tumpang susun peta geologi, geo¿sika, dan reservoir, menghasilkan 10 (sepuluh) cekungan sedimen Tersier yang memiliki kesesuaian tinggi sebagai lokasi penyimpanan CO2 (CO2 storage). Sebagian besar wilayah lepas pantai dan 9 (sembilan) cekungan terletak di wilayah bagian barat Indonesia, yang memiliki rekaman sejarah eksplorasi-produksi migas sejak beberapa dekade yang lalu. Perhitungan wilayah lepas pantai dalam makalah ini sebagai data baru, seluas 453,970 (Empat ratus lima puluh tiga ribu sembilan ratus tujuh puluh) kilometer persegi.
IV. KESIMPULAN Hasil analisis pemilihan blok wilayah kerja migas Cekungan Kutai, berdasarkan data kedalaman batuan
10
SIG meningkatkan akurasi dan kecepatan pemilihan wilayah, evaluasi, perhitungan luas
Sistem Informasi Geogra¿ untuk Optimasi Eksplorasi dan Pengembangan Wilayah Migas (Djoko Sunarjanto, Suliantara, Utomo P. Iskandar, dan Milton T.P. Nainggolan)
PETA PERKEMBANGAN LAPANGAN TUNU (BLOCK MAHAKAM) KALIMANTAN TIMUR
0
100
200
Kilometer
Keterangan : : Batas Propinsi
: Cekungan Sedimen
1974
1984
1994
1999
>2004
: Block Migas
: Lapangan Migas
Eksplorasi - LEMIGAS Indeks Peta
Gambar 9 Rekaman perkembangan Lapangan Tunu, Delta Mahakam Kalimantan Timur (Total E&P Indonesie, 2012).
wilayah kerja migas, perhitungan luas wilayah daerah potensial penyimpanan CO2, hingga bermanfaat dalam pengembangan wilayah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas berwawasan lingkungan. Disarankan operator migas mengaplikasikan SIG dalam penyusunan proyeksi pengembangan wilayah migas berwawasan lingkungan. Sehingga dapat membangun suatu sistem evaluasi dan monitoring perkembangan wilayah kerja migas berkelanjutan, sejak awal operasi eksplorasi-produksi hingga pasca operasi produksi migas.
11
KEPUSTAKAAN Darmawan, M., Dr., 2011, Sistem informasi Geogra¿ (SIG) dan Standarisasi Pemetaan Tematik, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), Kajian Standarisasi Pemetaan Tematik Pertanahan, Jakarta 1-3 November 2011. Douglas W.J. Prof., 1995, Environmental GIS Applications to Industrial Facilities (Mapping sciences series), Lewis Publishers CRC Press, USA, ISBN 0-87371991-3. Hadi, Firman, dkk., 2013, Pengantar Sistem Informasi Geogra¿s, Workshop Remote Sensing and GIS, KPPP Teknologi Eksplorasi “LEMIGAS” - Center for Remote Sensing ITB - PT. Integrasia Utama, Jakarta, 16 Desember 2013. Iskandar, U. P., Sudarman Sofyan & Usman, 2011, Ranking of Indonesia Sedimentary Basin and Storage Capacity Estimates for CO2 Geological Storage, LEMIGAS Scientific Contributions to Petroleum Science & Technology, Volume 34, Number 2, September 2011. ISSN: 0126 – 3501. Lelono, E.B., dkk., 2011, Kaji Ulang Data Geoscience untuk Peningkatan Kualitas Informasi Wilayah Kerja Baru Migas, Balitbang ESDM, Puslitbang Teknologi Migas “LEMIGAS”, Laporan Penelitian, Jakarta 2011 (tidak dipublikasikan).
12
Partowidagdo, W., 2010, Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan, Program Pascasarjana Studi Pembangunan ITB, 2010, ISBN 979-95746-0-9, 687 hlm. Pasarai, Usman., dkk., 2010, Potensi Penyimpanan CO 2 di Formasi Geologi, Kementerian ESDM, Badan Litbang ESDM, Puslitbang Teknologi Migas “LEMIGAS”, Laporan Penelitian, Jakarta 2010 (tidak dipublikasikan). Patra Nusa Data, PT., 2011, Indonesia Petroleum Contract Area Map, 2011.Scale 1 : 6,000,000. Sofyan, S., dkk., 2011, Peran Penting Database Eksplorasi untuk Penyiapan Lahan Migas, Prosiding Konferensi Teknologi Minyak dan Gas Bumi, Jakarta 14-15 September 2011, ISBN: 978-979-8218-20-0. Sunarjanto, D. dkk, 2008, Updating of Indonesia Tertiary Sedimentary Basins, Proceedings Thirty-Second Annual Conv.and Exhibition, Indonesian Petroleum Association, 27-19 May 2008. ISBN 978-979-160676-9. Total E & P Indonesie, 2012, Mahakam Area Managing Giant Mature Gas Field with Innovative Technologies: Tunu Case, Puslitbang Teknologi Migas “LEMIGAS”, Jakarta, 26 September 2012. Yuwono, Y.S., 2012, Basic Concept, Priciples, and Petrologic Assessments, Short Course on the Basement Reservoir, Yogyakarta, 14-16 June 2012.
Pollen Pra-Tersier Daerah Kepala Burung, Papua (Christina Ani Setyaningsih)
Pollen Pra-Tersier Daerah Kepala Burung, Papua Pre-Tertiary Pollen of Bird’s Head, Papua Region Christina Ani Setyaningsih Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail:
[email protected] Teregistrasi I tanggal 20 Januari 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 10 April 2014 Disetujui terbit tanggal: 30 April 2014
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk merekam semua pollen pra-Tersier untuk meningkatkan pemahaman tentang stratigra¿ sedimen pra-Tersier yang ada di daerah Kepala Burung, Papua. Pollen pra-tersier di daerah ini diyakini memiliki kekerabatan dengan pollen-pollen berumur pra-Tersier yang umum dijumpai di cekungan-cekungan berumur Mesozoikum di Australia dan Papua New Guinea. Berdasarkan kehadiran spora indeks yang tersingkap sepanjang jalur Sungai Ainim menunjukkan bahwa zonasi palinologi daerah penelitian terdapat pada zona Tricolporites apoxyexinus (Kapur Akhir) dan zona Protohaploxypinus microcorpus (Perm Akhir) yang menempati kisaran umur dari Eosen tengah (G-1), Kapur Akhir (G-4 sampai G-7) hingga Perm Akhir (T-1A sampai T-3D). Permo-Trias sedimen terendapkan pada lingkungan darat (non marine) pada umur sedangkan pada umur Kapur Akhir, sedimentasi umumnya berlangsung di lingkungan transisi/littoral-neritik pinggir. Kata Kunci: Palinomorf pra-tersier, Kepala Burung ABSTRACT This study is aimed to record all pre-Tertiary pollen to improve the understanding of stratigraphy of the pre-Tertiary sediment that exists in the area of the Bird's Head, Papua. Pre-Tertiary palinomorf in this area is believed to have af¿nity with pre-Tertiary palinomorf which are common in the Mesozoic age in Australia and Papua New Guinea. Based on the index spores which are found along the Ainim river, it is interpreted that the studied sediment belongs to Tricolporites apoxyexinus zone (Late Cretaceous) and Protohaploxypinus microcorpus zone (Late Perm) which are ranging from middle Eocene (G-1), Late Cretaceous (G 4 to G-7) to Late-Perm (T-1A toT-3D). The Sediment was deposited in the terrestrial environment (non-marine) during Permo-Triassic age, which then shifted to the transitional environment (littoral-inner neritic) during Late Cretaceous. Keywords: Pre-tertiary palynomorph, Bird’s Head
I. PENDAHULUAN Salah satu aspek penting untuk mengevaluasi hidrokarbon di suatu daerah adalah dengan memahami stratigra¿nya. Selain itu pengenalan paleogeogra¿ tidak kalah penting untuk memberikan panduan bagi
ahli eksplorasi kearah mana eksplorasi seyogyanya dilakukan karena lingkungan pengendapan pada dasarnya merupakan lateral succession of homo-chronological fenced space yang akan menggambarkan terjadinya perubahan fasies secara lateral. 13
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 13 - 22
Salah satu pendekatan yang bisa digunakan untuk memahami stratigrafi adalah melalui microÀora dan fauna. Dalam studi ini, diterapkan pendekatan palinologi untuk mempelajari mikroÀora (palinomorf) yang berasal dari vegetasi di masa lampau. Sebagaimana diketahui bahwa endapan hidrokarbon di wilayah Indonesia bagian timur umumnya merupakan endapan pra-Tersier. Penelitian palinologi di daerah Kepala Burung, Papua dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang stratigra¿ sedimen pra-Tersier serta merekam semua pollen pra-Tersier yang ada di daerah ini. Pollen pra-Tersier di daerah ini diyakini memiliki
af¿nity dengan pollen-pollen berumur pra-tersier yang berasal dari Australia. Secara geogra¿s lokasi daerah penelitian terletak di bagian paling barat Papua yang dikenal sebagai daerah Kepala Burung pada Cekungan Bintuni. Cekungan Bintuni dibatasi oleh Sorong Fault Zone di bagian utara, Sesar Taera Aiduna di bagian selatan, Lengguru Foldbelt dibagian timur, dan Seram Trough di bagian barat (Pilgram dkk. 1982). Studi ini menunjukkan kelimpahan dan keragaman mikrofauna dan flora yang tinggi dalam endapan pra-Tersier yang dapat dipakai untuk menentukan umur batuan dan lingkungan
Gambar 1 Lokasi daerah penelitian (
14
)
Pollen Pra-Tersier Daerah Kepala Burung, Papua (Christina Ani Setyaningsih)
pengendapannya. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, analisis palinologi dilakukan bersama dengan analisis mikropaleontologi lainnya seperti analisis foraminifera dan nannoplangton gampingan. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perconto batuan permukaan (surface sample) yang tersingkap di lintasan Sungai Ainim, Desa Ayata, Kabupaten Meibrat, Propinsi Papua Barat. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian paleogeografi di daerah Kepala Burung, Papua, dalam rangka mengevaluasi potensi hidrokarbon di daerah tersebut. Penelitian dilakukan oleh KP3 Eksplorasi LEMIGAS pada tahun 2009 dan didanai oleh pemerintah melalui proyek DIPA. II. METODOLOGI A. Stratigra¿ Episode tektonik dan struktur geologi yang berkembang di daerah Kepala Burung Papua Barat
tidak bisa dipisahkan dari tektonik skala besar yang terjadi di kawasan Timur Indonesia serta Australia. Episode tektonik ini memberikan implikasi kompleksitas pada tatanan struktur di Papua bagian barat terutama di daerah Lengguru dan Babo pada bagian Leher Kepala Burung (Dow dkk. 1988). Formasi yang berumur Pra-Tersier di daerah penelitian dari tua ke muda adalah sebagai berikut (Gambar 3): Formasi Kemum, Formasi Aisasjur, Formasi Aimau, Formasi Batulumpur Aifat, Formasi Ainim dan Formasi Tipuma. Formasi batuan Pra-Tersier tertua yang tersingkap di lintasan Sungai Ainim ini adalah Formasi Kemum yang menjemari dengan Formasi Aisasjur yang keduanya berumur Silur sampai Devon. Selama umur Devon Akhir sampai Karbon Akhir terjadi perlipatan, pemalihan, pengangkatan dan erosi pada Formasi kemum dan Formasi Aisasjur yang kemudian pada umur Karbon Akhir sampai Permian Awal diendapkan secara tidak selaras Formasi Aimau.
Gambar 2 Elemen tektonik kepala burung (dimodi¿kasi dari Pigram dkk., 1982)
15
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 13 - 22
Selanjutnya secara selaras diendapkan Batulumpur Aifat di atas Formasi Aimau pada Permian Awal sampai menjelang Permian Akhir. Kemudian diendapakan secara selaras Formasi Ainim di atas Batulumpur Aifat pada Permian Akhir. Berikutnya diendapkan secara selaras Formasi Tipuma di atas Batulumpur Aifat pada umur Trias sampai Jura Awal. Selama umur Jura Awal sampai Kapur Tengah terjadi pengangkatan yang menyebabkan erosi pada Formasi Tipuma dan tidak terjadi pengendapan di atasnya. Setelah fase penurunan pada Kapur Tengah, terjadi pengendapan Formasi Jass sehingga Formasi Jass diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Tipuma (Pilgram dan Sukanta 1981, Pieters dkk. 1983).
pada setiap sedimen dengan litologi yang berbeda. Sampling sebaiknya tidak dilakukan pada limestone (batuan kapur) dan satuan batuan berbutir kasar seperti breksi, konglomerat dan coarse sandstone (batu pasir berbutir kasar) karena tidak memberikan hasil yang bagus untuk analisa palinologi (Cross 1962). Sampling sebaiknya dilakukan pada batuan dengan kandungan organik tinggi yang ditunjukkan oleh warnanya yang gelap, termasuk batuan berwarna cokelat atau hitam serpih, lignit dan batubara.
B. Survey Lapangan
Pada dasarnya, preparasi sampel mengadopsi teknik preparasi untuk sedimen Paleogene (dimodi¿kasi oleh Lelono 2001). Sekitar 5gr sampel dibersihkan untuk menghindari adanya kontaminasi dan kemudian ditumbuk. Teknik preparasi meliputi perendaman perconto dalam HCl, HF dan HNO3 untuk memisahkan palinomorf dari sedimen sehingga didapat jumlah yang memadai untuk analisis yang bersifat kuantitatif. Perendaman dalam HNO3 yang dikenal sebagai proses oksidasi dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan KOH dengan konsentrasi 10%. Proses perendaman dalam KOH disebut dengan proses alkali yang bertujuan untuk membersihkan residu perconto akibat proses oksidasi. Tahap selanjutnya adalah menyaring residu dengan saringan berukuran 5 mikron untuk memisahkan palinomorf dari material lain berukuran debris (berukuran lebih kecil dari 5 mikron) sehingga mampu meningkatkan jumlahnya dalam residu. Tahapan yang terakhir adalah meneteskan residu ke gelas preparat untuk pembuatan slide dengan menggunakan polyvinyl alcohol dan balsam Canada (Canada balsam). Setelah tahapan ini residu telah siap dianalisis dibawah mikroskop. Identifikasi fosil polen dan spora dilakukan dengan menggunakan mikroskop transmisi binocular untuk pemberian nama dan penghitungan jumlah. Hasil pengujian ini dicatat dalam lembar identi¿kasi hasil yang akan digunakan dalam analisis. Selain itu, setiap palinomorf yang muncul dalam sampel yang diteliti difoto untuk melengkapi koleksi polen praTersier yang sudah ada.
Dalam penelitian ini dilakukan 3 jenis analisis biostratigra¿ yaitu analisis foraminifera, nannoplangton gampingan dan analisis palinologi. Penelitian dilakukan melalui 2 (dua) kegiatan utama. Yang pertama adalah kegiatan survey lapangan atau fieldwork untuk mendapatkan data primer seperti data struktur geologi, stratigra¿, sedimen dan pengambilan perconto batuan (surface sample) dan yang kedua adalah analisis laboratorium berupa preparasi dan analisis perconto batuan dari survey lapangan dan sumur. Penelitian geologi permukaan dilaksanakan di desa Ayata, Mupas dan Aifat, Distrik Maybrat (distrik pemekaran baru). Penelitian dilakukan pada 2 lintasan yakni Lintasan I dan lintasan 2 (Gambar 4). Pada lintasan I Sungai Ainim, pengambilan sampel dilakukan pada Formasi Batugamping Faumai (Tef), Formasi Jas (KJ) dan Formasi Tipuma (TRJt). Kegiatan survei lapangan ini dititik beratkan pada pengamatan runtunan sedimen pra-Tersier yang terdiri dari Formasi Tipuma (TRJt) danFormasi Ainim (Pua) berumur Perm serta Formasi Aimau (CPa) berumur Carbon-Perm yang merupakan bagian dari kelompok Aifam (Grup Aifam). Pengambilan perconto batuan dilakukan untuk analisis umur dan lingkungan pengendapan, kelayakan sebagai batuan induk hidrokarbon dan reservoir. Untuk analisis palinologi, pengambilan sampel sampling difokuskan pada sedimen dengan butiran halus. Idealnya, pengambilan sampel dilakukan 16
Tujuan dari pekerjaan laboratorium (dalam hal ini berupa preparasi sampel) adalah untuk melepaskan palinomorf dari mineral atau sedimen yang menempel sehingga pollen akan lebih mudah terlihat dalam pengamatan mikroskopis dan untuk fotogra¿.
Pollen Pra-Tersier Daerah Kepala Burung, Papua (Christina Ani Setyaningsih)
Gambar 3 Diagram stratigra¿ daerah Kepala Burung Papua Barat (modi¿kasi Perkins & Livsey, 1993)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran dan pengamatan lapangan terhadap batuan sedimen yang tersingkap sepanjang
jalur Sungai Ainim menunjukkan adanya 4 (empat) satuan litostratigra¿, berturut-turut dari tua ke muda adalah Formasi Ainim (Pua), Formasi Tipuma (TRjt),
17
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 13 - 22
Gambar 4 Lintasan Pengamatan dan lokasi pengambilan perconto sungai Ainin yang dibagi menjadi Lintasan I dan Lintasan II
Formasi Jass (Kj) dan Formasi Batugamping Faumai (Tef). Ketebalan lapisan batuan yang diketemukan mencapai ± 3.500 meter. Dari perconto batuan permukaan penampang stratigrafi terukur Sungai Ainim, dimulai dari perconto batuan G-1 hingga T-3F yang telah dilakukan pengamatan mikroskopis dan identi¿kasi, diketemukan sebanyak 35 spesies foraminifera, 32 spesies nannoplankton gampingan, dan 16 mikroÀora palinomorf. A. Umur Sedimen Berdasarkan analisis foraminifera, nannoplankton gampingan dan palinomorf terhadap 15 perconto batuan permukaan menunjukan bahwa sekuen sedimen pada penampang stratigra¿ terukur lintasan Sungai Ainim ini mempunyai kisaran umur dari Eosen tengah hingga Perm Akhir. Analisis foraminifera menunjukan kandungan foraminifera plangtonik Pseudohastigerina wilcoxensis, Acarinina pentacamerata, Globorotaliodes carcoselensis dan Globigerina hagni yang merupakan penciri umur Eosen Tengah
18
(Zone P11-Zone P12) pada perconto G-1 dan G-2, dan didukung dengan keberadaan palinomorf Florschuetzia trilobata yang mempunyai kisaran umur Eosen Tengah-Miosen Awal. Perconto G-3 menunjukkan adanya spesies indek Globotruncana linneiana, Margionotruncana sinuosa, Hedbergella Àandini, Dicarinella asymetrica yang merupakan penciri umur Santonian (Kapur Akhir). Hal ini didukung dengan keberadaan mikrofosil nannoplankton gampingan yang mempunyai kisaran umur hingga Kapur Akhir, seperti: Microrhabdulus belgicus, M. decoratus, Eiffelithus eximius, E. turriseifelii, dan Eprolithus rarus. Perconto G-3 sampai G-7 diperkirakan berumur Coniacian sampai Campanian (Kapur Akhir). Berdasarkan kumpulan mikrofosil nannoplankton gampingan Micula staurophora, M. decussata, Lithastrinusgrillii, Tranolithus orionatus, Cribrosphaerella ehrenbergii, dan Prediscosphaera cretácea. Interpretasi umur ini didukung oleh kehadiran palinomorf Tricolporites apoxyexinus (sampel G-4) dan Proteacidites spp., Spiniferites ramosus-furcatus (sampel G-5), serta Amosopollis
Pollen Pra-Tersier Daerah Kepala Burung, Papua (Christina Ani Setyaningsih)
Gambar 5 Ringkasan palinostratigra¿ lintasan S. Ainim dan S. Aifat, Papua Barat (tidak berskala)
cruciformis dan Manumiella coronata (sampel G-7) (Helby et al. 1987). Pada bagian bawah lintasan, perconto T-1A sampai T-3D hanya diketemukan kumpulan foraminifera bentonik dari kelompok Ammodiscus
dan Ammobaculites yang mempunyai kisaran umur berawal dari Perm. Hal ini didukung hasil analisis palinologi yang menunjukkan bahwa seluruh palinomorf yang diketemukan dikelompokkan dalam zone Protohaploxypinus microcorpus (Perm Akhir),
19
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 13 - 22
seperti spesies Cycadophytes cymbatus, Falcisporites australis, Protohaploxynus limpidus, Lunatisporites noviaulensis, Alisporites spp., Protohaploxypinus microcorpus, Dictyophylidites mortonii, Aratisporites scabratus, dan Protohaploxynus amplus. B. Zonasi Pollen Kumpulan palinomorf yang ditemukan pada sampel yang diteliti menunjukkan jenis palinomorf yang mempunyai af¿nity dengan palinomorf yang berasal dari Australia (Figure 6) (Helby et al., 1987). Sebagian besar palinomorf berupa spora dan dinoÀagellates. Sayangnya, banyak dari mereka belum dapat diidenti¿kasi karena keterbatasan referensi polen pra-Tersier. Hal ini sebenarnya merupakan tantangan bagi ahli palinologi di Indonesia untuk mengembangkan palinologi pra-Tersier terutama untuk Kawasan Timur Indonesia. Identifikasi palinomorf yang diketemukan dalam perconto mengacu pada palinomorf Mesozoikum Australia yang diterbitkan oleh Asosiasi Palaeontologist Australia pada tahun 1987. Berdasarkan kehadiran spora indeks dapat ditentukan 3 (tiga) zona mikroÀora yaitu (dari muda ke tua) zona Florschuetzia trilobata (Tersier), zona Tricolporites apoxyexinus (Kapur Akhir) dan zona Protohaploxypinus microcorpus (Perm Akhir) (Figure 6). Disisi lain, dinoÀagelata diwakili oleh Manumiella coronate dan Spiniferites ramosus-furcatus yang termasuk dalam zona Tricolporites apoxyexinus dan berumur Coniacian sampai Campanian (Kapur Akhir). C. Lingkungan Pengendapan Kandungan foraminifera bentonik pada perconto batuan yang diteliti memperlihatkan kelimpahan dan keragaman rendah. Rendahnya kelimpahan dan keragaman dinoÀagelata laut menunjukkan bahwa polen dan spora di sepanjang lintasan yang diteliti kemungkinan berasal dari lingkungan darat 20
Gambar 6 Lingkungan pengendapan lintasan S. Ainim dan S. Aifat, Papua Barat (tidak berskala)
Pollen Pra-Tersier Daerah Kepala Burung, Papua (Christina Ani Setyaningsih)
dan transisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa sepanjang lintasan daerah penelitian diendapkan pada lingkungan transisi/ littoral sampai ke neritik pinggir. Perconto kode T tidak mengandung foraminifera plangtonik yang dapat dipakai sebagai fosil indeks, sedangkan foraminifera bentonik gampingan yang ditemukan hanya diwakili oleh Nodosaria sp. Pada perconto ini hampir sebagian besar foraminifera bentonik didominasi oleh foraminifera bentonik pasiran, yaitu Ammodiscus spp., Ammobaculites spp., Trochammina spp., dan Bigenerina sp., dan sedikit kandungan foraminifera bentonik porselinan yang diwakili oleh Spiroloculina sp. Didukung oleh kehadiran microÀora Cycadophytes cymbatus, Falcisporites australis, Protohaploxypinus limpidus, Lunatisporites noviaulensis, Alisporites spp. Protohaploxypinus microcarpus, Gambar 7 Dictyophylidites mortonii, Aratisporites Beberapa spora yang ditemukan di area penelitian yang memiliki kekerabatan dengan spora polen Australia scabratus Protohaploxypinus amplus pada perconto T-1A sampai T-3D menunjukkan IV. KESIMPULAN perconto sedimen ini diendapkan di lingkungan transisi/litoral. Penelitian ini membuktikan kehadiran palinomorf Selanjutnya lingkungan bergeser ke litoralpra-Tersier di daerah Kepala Burung, Papua. neritik pinggir/inner neritic yang ditandai dengan Sebagian besar palinomorf yang diketemukan kemunculan foraminifera bentonik Elphidium mempunyai kekerabatan dengan palinomorf yang crispum, Elphidium craticulatum, Elphidium spp., berasal dari Australia. Kumpulan palinomorf yang Nonion scapum, Bolivina macella, Rectoglandulina, terdapat di daerah Kepala Burung, Papua terdiri dari Reusella simpleks Ammonia sp., Hanzawaia spora, polen dan dinoÀagellata, yang merupakan niponica, Rosalina vilardeboana, Fursenkonia biomarker untuk penentuan umur dan lingkungan schreibersiana dan Spiroflectamina thanetona pengendapan di daerah penelitian. (bentonik pasiran) pada perconto G-3 dan didukung Penelitian terhadap batuan sedimen yang kehadiran dinoflagellata Spiniferites ramosustersingkap sepanjang jalur Sungai Ainim furcatus dan Manumiella coronata dengan mikroÀora menghasilkan 2 (dua) zona palinologi, yaitu zona Proteacidites spp., Amosopollis cruciformis dan Tricolporites apoxyexinus (Kapur Akhir) dan zona Tricolporites apoxyexinus pada perconto G4-G7. Protohaploxypinus microcorpus (Perm Akhir) yang Akhirnya sedimen diendapkan pada Foraminifera menempati kisaran umur dari Eosen Tengah (G-1), bentonik gampingan pada lingkungan neritik pinggir Kapur Akhir (G-4 sampai G-7) hingga Perm Akhir yang ditandai oleh kehadiran foraminifera bentonik (T-1A sampai T-3D). Pada umur Permo-Trias, Elphidium crispum, Elphidium craticulatum, sedimentasi terjadi di lingkungan darat/non marine Elphidium spp., Nonion scapum, Bolivina macella, (T-1A sampai T-3D) sedangkan pada umur Kapur Rectoglandulina, Reusella simpleks, Ammonia sp., Akhir, sedimen terbentuk di lingkungan transisi/ dan Hanzawaia niponbica pada perconto G-2. littoral-neritik pinggir (G-4 sampai G-7). 21
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 13 - 22 KEPUSTAKAAN Biantoro, E. & A. Luthfi. 1999. The pre-collision basin con¿guration in Bintuni area, Irian Jaya: an alternative idea of hydrocarbon potential in PreTertiary sediments. Proc. 28th Ann. Conv. Indon. Assoc. Geol. (IAGI), Jakarta, 1, p. 17-32 Cross, A. T., 1964. Plant Microfossils and Geology: An Introduction. In: Cross, A.T (ed.), Palynology in Oil Exploration. A Symposium, Society of Economic Paleontologists and Minerologists, Special Publication 11, pp. 3 – 13. Dow, D. B., Robinson G.P., Hartono, U., & Ratman, N., 1988. Geology of Irian Jaya: Irian Jaya Geological Mapping Project. Geological Research and Development Center, Indonesia, in cooperation with the Bureau of Mineral Resources, Australia, on behalf of the Department of Mines and Energy, Indonesia and the Australian Development Assistance Bureau, 298 pp. Hamilton, W.R. 1979. Tectonics of the Indonesian Region. US Geological Survey Professional Paper 1078, 345 pp. Helby, R., Morgan, R. & Partridge, A. D., 1987. A Palynological Zonation of the Australian Mesozoic. In: Jell, P. A. (eds.), Studies in Australia Mesozoic Palynology, Association of Australian Palaeontologists, pp. 1–85.
22
Henage, L. 1993. Mesozoic and Tertiary tectonics of Irian Jaya: evidence for non rotation of Kepala Burung. Proc. 22nd Ann. Conv. Indon. Petrol. Assoc., p. 763792. Lelono, E. B., 2001. Obtaining the Suitable Techniques for Palynological Preparation. Lemigas Scienti¿c Contribution, no. 2/ 2001, pp. 2-6. Perkins, W.T & Livsey, R.A., 1993. Geology of the Jurassic Discoveries in Bintuni bay, Western Irian Jaya. Proceedings Twenty Second Annual, Indonesia Petroleum Association, v.1, p.793-830 Pieters, P.E., C.J. Pigram, D.S. Trail, D.B. Dow, N. Ratman & R. Sukamto. 1983. The stratigraphy of western Irian Jaya. Proc. 12th. Ann.Conv. Indon. Petrol. Assoc., p. 229-261 Pigram, C.J., & Sukanta, U. 1981. Report on the geology of the Tamina buan sheet area. Indonesian Geological Research and Development Centre, Open File Report. Pigram, C.J., Robinson, G.P., & Tobring, S.L. 1982. Late Cainozic Origin for the Bintuni Basin and Adjacent Lengguru Fold Belt, Irian Jaya. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 11th Annual Convention, p. 109-126
Korelasi Penyebaran Emisi SO2 Industri Pengilangan Migas dengan Kualitas Lingkungan Udara di Sekitarnya (Agustini, Haryoto Kusnoputranto, dan Djoko M. Hartono)
Korelasi Penyebaran Emisi SO2 Industri Pengilangan Migas dengan Kualitas Lingkungan Udara di Sekitarnya Correlation between Dispersion of SO2 Emissions from The Oil and Gas Re¿nery with The Surrounding Air Quality Agustini1, Haryoto Kusnoputranto2 dan Djoko M. Hartono3 Program Studi Ilmu Lingkungan, Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia; 2)Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Program Studi Ilmu Lingkungan, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia; 3)Departemen Teknologi Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Indonesia E-mail:
[email protected] 1)
Teregistrasi I tanggal 06 Januari 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 26 Februari 2014 Disetujui terbit tanggal: 30 April 2014
ABSTRAK Keberadaan industri pengilangan minyak bumi berperan penting dalam penyediaan bahan bakar minyak (BBM) nasional. Aktivitas yang berlangsung dalam proses pengolahan minyak bumi menjadi BBM membutuhkan bahan bakar fosil yang pada akhirnya akan mengemisikan pencemar udara ke udara ambien, salah satunya yaitu SO2. Saat ini semua kegiatan kilang migas telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan guna menjaga keberlangsungan fungsi lingkungan, termasuk lingkungan udara, namun pada kenyataannya masyarakat masih merasakan dampak dari keberadaan polutan di udara ambien. Mengingat konsentrasi SO2 ambien di suatu tempat tergantung dari penyebaran emisi SO2 dari sumbernya, maka perlu diketahui korelasi penyebaran emisi SO2 dari industri pengilangan migas dengan kualitas lingkungan udara di sekitarnya. Tujuan studi ini adalah mengetahui korelasi penyebaran emisi SO2 dari industri pengilangan migas dengan kualitas lingkungan udara di sekitarnya, khususnya konsentrasi SO2 udara ambien. Lokasi studi ini adalah wilayah sekitar RU VI Balongan, Kabupaten Indramayu. Metode yang digunakan adalah metode potong lintang (cross sectional study). Interpretasi hasil perhitungan korelasi memberikan nilai ”r” sebesar satu. Hal ini bermakna adanya korelasi yang sangat kuat. Pernyataan ini konsisten dengan nilai p sebesar 0,021 yang berarti korelasi di antara dua variabel tersebut bermakna dengan arah korelasi positif yang menunjukkan nilainya searah. Kata kunci: korelasi, penyebaran emisi SO2, kilang migas. ABSTRACT The existence of petroleum re¿ning industry plays an important role in the supply of fuel oil nationwide. Activities that take place in the processing of petroleum into fuel require fossil fuels that will eventually emit air pollutants into the ambient air, one of which is SO2. Currently all of the activities of oil and gas re¿neries have been making efforts in order to safeguard environmental management environmental functions, including air environment, but in reality people are still feeling the effects of the presence of pollutants in ambient air. Given the ambient SO2 concentration at a point depends on the spread of SO2 emissions from the source, it is necessary to know the correlation spread of SO2 emissions from oil re¿ning industry with the quality of the air in the surrounding environment. The objective of this study
23
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 23 - 32 was to determine the correlation spread of SO2 emissions from oil re¿ning industry with the quality of the air in the surrounding environment, particularly the ambient air concentrations of SO2. The study area is the area around RU VI Balongan, Indramayu district. The method used is the method of crosssectional. Interpretation of the results of the correlation calculations gives a value of “r" for one. This means that a very strong correlation. This statement is consistent with the p value of 0.021, which means the correlation between the two variables signi¿cantly positive correlation with the direction that shows its value in the same direction. Keywords: correlation, the spread of SO2 emissions, oil and gas re¿neries.
I. PENDAHULUAN Keberadaan industri pengilangan minyak bumi berperan penting dalam penyediaan bahan bakar minyak (BBM) nasional. Aktivitas yang berlangsung dalam proses pengolahan minyak bumi menjadi BBM membutuhkan bahan bakar fosil yang pada akhirnya akan mengemisikan pencemar udara ke udara ambien. Udara ambien yang mengandung pencemar udara dapat berdampak negatif pada kesehatan manusia yang menghirupnya, misalnya iritasi mata, infeksi saluran pernafasan akut, dan kanker. Dampak ini akan semakin besar mengingat target pemenuhan ketersediaan BBM Nasional yang terus meningkat yang berarti meningkat pula kegiatan pengolahan migas berikut emisinya. Berdasarkan hasil laporan pemantauan kegiatan industri migas yang dilakukan Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2003, menunjukkan bahwa emisi yang dikeluarkan dari kegiatan industri migas melebihi baku mutu hingga empat kali lipat (KLH 2004). Hasil pendataan beban emisi dari beberapa sektor industri tahun 2010, khususnya industri migas dan pembangkit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 memperlihatkan proporsi emisi dari masing-masing kegiatan tersebut. Industri pengilangan memiliki beban emisi lebih besar dibandingkan eksplorasi migas (KLH 2011). Hal ini mengindikasikan kegiatan industri migas berpotensi menyebabkan penurunan kualitas udara ambien.
Industri pengilangan migas sebagai salah satu sumber emisi pencemar udara memiliki kontribusi pada kualitas udara di sekitarnya. Penurunan kualitas lingkungan udara masih dirasakan masyarakat sekitar industri pengilangan migas, meskipun industri pengilangan migas telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan udara sesuai dengan dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Melihat hal tersebut maka perlu diketahuinya korelasi penyebaran emisi SO2 dari kegiatan industri pengilangan migas dengan kualitas lingkungan udara di sekitarnya, sehingga diperoleh gambaran tentang penyebaran emisi dan pengelolaan lingkungan udara yang tepat. II. METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross sectional study) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari dinamika hubungan atau korelasi antara variabel bebas dan terikat, dengan cara observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Data yang diperoleh akan diolah dengan menyusun data secara time series. Data diolah dengan menggunakan komputer dengan perangkat pengolah data yang sesuai. Program yang digunakan untuk mengolah data statistik adalah program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16. Hasil
Tabel 1 Proporsi beberapa kegiatan Energi dan Migas terhadap emisi gas rumah kaca dan pencemar udara Bidang Usaha
CH4(CO2e)
CO2
N2O (CO2e)
Total CO2e
NOx
SOx
VOC
PM
Eksplorasi Migas
24.788,38
571.330,60
573,91
594.562,27
1.901,38
11,05
1.696,09
41,1
Pengilangan
22.283,26
44.315,80
35.753.233,07
6.695.659,365
14.755,55
5.148,76
79.868,53
1.166,09
11.279.620,74
169.041,99
245.759,95
PLTU Sumber : KLH, 2011
24
Emisi tahun 2010 (Ton/Tahun)
11279,621
174.112,93
Korelasi Penyebaran Emisi SO2 Industri Pengilangan Migas dengan Kualitas Lingkungan Udara di Sekitarnya (Agustini, Haryoto Kusnoputranto, dan Djoko M. Hartono)
pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel, gra¿k dan narasi. Data meteorologi berupa arah dan kecepatan angin digunakan sebagai input untuk membuat wind rose. Program yang digunakan untuk mengolah data angin dalam penelitian ini adalah WRPlot View yang output-nya menunjukkan kekuatan, arah, dan frekuensi angin selama periode yang diamati. Arah angin yang ditampikan dalam diagram wind rose menjadi petunjuk arah penyebaran konsentrasi polutan di udara ambien. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji korelasi yang bertujuan untuk menguji kemaknaan hubungan antara penyebaran konsentrasi emisi SO2 dengan konsentrasi SO2 di udara ambien. Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada kekuatan korelasi (r), nilai p, dan arah korelasi (Dahlan 2004). Interpretasi dari nilai masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 2. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pola Emisi SO2 dari Kilang Untuk mengetahui bagaimana pola emisi gas SO2 di RU VI Balongan dilakukan pengamatan terhadap dua belas sumber emisi sebagaimana tercantum dalam Tabel 3. Hasil tujuh kali pemantauan pada kedua belas titik emisi selama kurun waktu tahun 2006 sampai dengan 2013 dapat dilihat pada Gambar 1, 2, dan 3. Gambar 1 memperlihatkan semua titik pantau emisi yang bersumber dari proses heater dan boiler.
Pemantauan 1 adalah pemantauan pada semester I tahun 2006. Pemantauan 2 adalah pemantauan pada semester II tahun 2006. Pemantauan 3 adalah pemantauan pada semester II tahun 2007. Pemantauan 4 adalah pemantauan pada semester I tahun 2009. Pemantauan 5 adalah pemantauan pada semester II tahun 2010. Pemantauan 6 adalah pemantauan pada semester II tahun 2012. Pemantauan 7 adalah pemantauan pada semester I tahun 2013. Secara umum terlihat konsentrasi emisi tertinggi terjadi pada pemantauan ke-4, yaitu semester I tahun 2009 di sumber emisi UE 9, yaitu boiler F sebesar 340 mg/Nm3, diikuti UE 3, Unit 12/14 (GO/LCO) sebesar 332 mg/Nm3. Konsentrasi emisi semakin menurun pada pemantauan-pemantauan berikutnya. Gambar 2 memperlihatkan hasil pemantauan emisi SO2 dari kegiatan Catalytic Cracking Unit dan Sulfur Plant pada RU VI Balongan dalam kurun waktu tahun 2006 sampai dengan 2013. Konsentrasi tertingi terjadi pada pemantauan kedua, semester II tahun 2006, yaitu emisi dari sulfur plant sebesar 3452 mg/Nm3. Seperti pada boiler, setelah tahun 2009, emisi mengalami penurunan dan dipertahankan untuk tidak melebihi baku mutu. Gambar 3 memperlihatkan emisi SO2 rerata dari RU VI Balongan selama tahun 2006 sampai dengan 2013. Konsentrasi rerata tertinggi terjadi pada pemantauan kedua, semester II tahun 2006. Konsentrasi emisi sebelum tahun 2009 tampak naik turun dan mengalami penurunan setelah tahun 2009. Secara keseluruhan konsentrasi emisi RU VI memiliki kecenderungan menurun.
Tabel 2 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis No. 1.
2.
3.
Parameter Kekuatan korelasi (r)
Nilai p
Arah korelasi
Dahlan, 2004 sumber:: Pertamina, 2004
Nilai
Interpretasi
0,00 – 0,199
tingkat hubungan sangat lemah
0,20 – 0,399
tingkat hubungan lemah
0,40 – 0,599
tingkat hubungan sedang
0,60 – 0,799
tingkat hubungan kuat
0,80 – 1,000
tingkat hubungan sangat kuat
p < 0,05
Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji
p > 0,05
Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji
+ (positif)
Searah. Semakin besar nilai satu variabel, semakin besar pula nilai variabel lainnya.
- (negatif)
Berlawanan arah. Semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.
10
25
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 23 - 32
Baku mutu emisi SO2 untuk kegiatan yang bersumber dari heater dan boiler menurut PerMenLH No. 13 tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak Dan Gas Bumi adalah sebesar 1200mg/Nm3. Terlihat dari keseluruhan titik pantau emisi dari kegiatan heater dan boiler pada RU VI Balongan mengeluarkan gas SO2 dengan konsentrasi di bawah baku mutu selama kurun waktu pemantauan dari tahun 2006 sampai dengan 2013. Baku mutu emisi SO 2 dari kegiatan Catalytic Cracking Unit dan Sulfur Plant menurut PerMenLH No. 13 tahun 2009 adalah sebesar 1500 mg/Nm3. Terlihat emisi SO2 dari unit RCU (UE 4) selama pemantauan tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan. Emisi SO2 dari sulfur plant (UE 10) pada awal kurun waktu pemantauan memiliki konsentrasi yang melebihi baku mutu. Seiring waktu pada pemantauan berikutnya tampak ada perbaikan kualitas emisi dari sulfur plant dengan adanya penurunan konsentrasi emisi, namun masih memiliki pola naik turun. Dua pemantauan terakhir, yaitu tahun 2012 dan 2013 memperlihatkan emisi yang cenderung mendekati nilai baku mutu yang ditetapkan. Gambar 1, 2 dan 3 memperlihatkan pola yang hampir serupa. Konsentrasi emisi sebelum tahun 2009 tampak naik turun bahkan ada yang melebihi baku mutu. Hal ini dinyatakan juga dalam laporan pemantauan kegiatan industri migas yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2003, bahwa emisi yang dikeluarkan dari kegiatan industri migas melebihi baku mutu hingga empat kali lipat (KLH, 2004). Emisi mengalami penurunan setelah tahun 2009, yang mana pada tahun tersebut Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PerMenLH No. 13 tahun 2009 diterbitkan oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah dalam menginternalkan komponen lingkungan ke dalam mekanisme pasar melalui pendekatan pengaturan langsung (command and control regulatory approach). Pendekatan ini 26
Tabel 3 Lokasi sumber emisi SO2 RU VI Balongan No.
Kode
Lokasi
Baku Mutu SO2(mg/Nm3)
1
UE 1
Unit 11 (DTU)
1200
2
UE 2
Unit 12/13 (AHU)
1200
3
UE 3
Unit 14/21 (GO/LCO)
1200
4
UE 4
Unit 15 (RCU)
1500
5
UE 5
Unit 22 (HTU)
1200
6
UE 6
Boiler A/B
1200
7
UE 7
Boiler C/D
1200
8
UE 8
Boiler E
1200
9
UE 9
Boiler F
1200
10
UE 10
Unit 25 (Sulfur Plant)
1500
11
UE 11
Unit 31 (NHT)
1200
12
UE 12
Unit 32 (Platforming)
1200
Sumber: Pertamina 20104
Gambar 1 Emisi SO2 dari proses Heater dan Boiler selama 2006-2013
Gambar 2 Emisi SO2 dari RCU dan sulfur plant selama 2006-2013
Korelasi Penyebaran Emisi SO2 Industri Pengilangan Migas dengan Kualitas Lingkungan Udara di Sekitarnya (Agustini, Haryoto Kusnoputranto, dan Djoko M. Hartono)
melibatkan sistem baku mutu lingkungan yang dipaksakan melalui peraturan perundangundangan (Suparmoko & Ratnaningsih 2011). Pada industri pengilangan migas ini, terlihat berfungsi menekan laju emisi yang dikeluarkan industri, sampai di bawah baku mutu yang ditetapkan. Terlihat secara keseluruhan pada Gambar 3, emisi SO2 dari RU VI Balongan memiliki kecenderungan turun. Hal ini menunjukkan adanya upaya perbaikan kualitas emisi SO2 dari pihak pengelola RU VI Balongan. Upaya tersebut salah satunya adalah pengoperasian unit Amine Treater dengan kapasitas 18.522 Nm3/H yang berfungsi untuk menyerap sulfur di off gas (Pertamina 2010). B. Penyebaran Emisi RU VI Balongan merupakan salah satu bentuk sumber emisi tidak bergerak sehingga faktor meteorologi, khususnya arah dan kecepatan angin memiliki peran dalam menyebarkan emisinya. Gambar 4 sampai dengan 10 memperlihatkan sebaran arah angin utama (downwind) per tahun mulai dari tahun 2007 sampai dengan 2013. Gambar 11 memperlihatkan sebaran arah angin selama kurun waktu tahun 2007 sampai dengan 2013. Diagram windrose pada Gambar 4-11 menunjukkan distribusi arah angin utama dalam delapan arah mata angin. Arah angin yang ditunjukkan merupakan arah sumber angin bertiup. Arah angin dominan pada tahun 2007 bertiup dari selatan menuju utara, di mana di utara kilang terdapat Desa Balongan. Tahun 2008-2012 distribusi arah angin utama bertiup dari timur ke barat, di mana di barat kilang terdapat Desa Sukaurip. Pada tahun 2013, tepatnya bulan JanuariOktober 2013 arah angin utama berhembus dari utara ke selatan, di mana di selatan kilang terdapat Desa Majakerta. Selama kurun waktu tahun 2007-2013, arah angin utama berhembus dari timur ke barat (Gambar 11). Arah angin utama yang digambarkan dalam gambar 4-11, menunjukkan ada tiga arah angin dengan tiga desa tujuan yaitu selatan ke utara (Desa Balongan), timur ke
Gambar 3 Emisi SO2 rerata dari RU VI Balongan selama 2006-2013 Tabel 4 Distribusi arah angin utama tahun 2007-2013 Tahun Pengamatan
Lokasi Arah Angin Dominan
2007
Ds. Balongan
Selatan – Utara
2008
Ds. Sukaurip
Timur – Barat
2009
Ds. Sukaurip
Timur – Barat
2010
Ds. Sukaurip
Timur – Barat
2011
Ds. Sukaurip
Timur – Barat
2012
Ds. Sukaurip
Timur – Barat
2013
Ds. Majakerta
Utara – Selatan
Gambar 4 Arah angin utama tahun 2007 (Sumber: BMKG, data diolah, 2007)
27
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 23 - 32
barat (Desa Sukaurip), dan utara ke selatan (Desa Majakerta). Arah angin utama tersebut disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 dan Gambar 11 memperlihatkan arah angin utama selama kurun waktu tahun 2007 sampai dengan Oktober 2013 bertiup dari timur ke barat. Letak daerah penelitian yang berada di daerah pesisir, di mana berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah timur menunjukkan angin utama yang terjadi dipengaruhi oleh angin laut. Pada skala mikro dengan orde jangkauan sampai dengan satuan kilometer atau sering pula disebut skala lokal, faktor meteorologis lokal sangat besar pengaruhnya seperti angin darat dan angin laut di daerah pantai (Soedomo 2001). Arah persebaran SO2 tergantung arah angin utama pada saat tersebut (Bakar 2006). Arah angin utama yang berasal dari timur menjadikan Desa Sukaurip yang berada di sebelah barat kilang menjadi tujuan utama dari persebaran emisi SO2 dari kilang.
Gambar 5 Arah angin utama tahun 2008 (Sumber: BMKG, data diolah, 2008)
C. Penyebaran Konsentrasi SO2 Udara Ambien RU VI Balongan melakukan pemantauan kualitas udara ambien per enam bulan sekali atau per semester. Titik pemantauan kualitas udara ambien terdiri dari tujuh titik yaitu Desa Majakerta, Pantai Majakerta, Desa Sukareja, Desa Sukaurip, Desa Balongan, Tegal Sembrada dan Tapak Proyek. Untuk mengetahui pola konsentrasi SO 2 udara ambien digunakan data pemantauan tahun 2006 sampai dengan 2013, diperoleh delapan data pemantauan sebagaimana disajikan dalam Tabel 5. Gambar 12 memperlihatkan semua titik pantau udara ambien untuk parameter SO 2. Pemantauan 1 adalah pemantauan pada semester I tahun 2006. Pemantauan 2 adalah pemantauan pada semester II tahun 2006. Pemantauan 3 adalah pemantauan pada semester I tahun 2007. Pemantauan 4 adalah pemantauan pada semester II tahun 2007. Pemantauan 5 adalah pemantauan pada semester I tahun 2009. Pemantauan 6 adalah pemantauan pada semester II tahun 2010. Pemantauan 7 adalah pemantauan pada 28
Gambar 6 Arah angin utama tahun 2009 (Sumber: BMKG, data diolah, 2009)
semester II tahun 2012. Pemantauan 8 adalah pemantauan pada semester I tahun 2013.
Korelasi Penyebaran Emisi SO2 Industri Pengilangan Migas dengan Kualitas Lingkungan Udara di Sekitarnya (Agustini, Haryoto Kusnoputranto, dan Djoko M. Hartono)
Tabel 5 Konsentrasi SO2 udara ambien (Pg/m3) hasil pemantauan tahun 2006-2013 2006
2007
2009
2010
2012
2013
SMT I
SMT II
SMT II
SMT I
Lokasi Pemantauan SMT I Desa Majakerta
SMT II
SMT I
SMT II
10.35
13.03
3.00
40.00
70.00
5.00
29.40
30.83
Pantai Majakerta
5.40
14.53
2.00
41.00
69.00
70.10
26.00
48.31
Ds. Sukareja
5.34
9.70
1.00
33.00
58.00
5.00
26.00
28.04
Ds. Sukaurip
-
2.91
2.00
50.00
80.00
5.00
57.40
27.38
Ds. Balongan
6.62
11.94
1.00
34.00
60.00
5.00
26.00
26.00
-
5.87
2.00
41.00
72.00
5.00
50.30
26.00
10.86
20.13
4.00
33.00
-
5.00
29.10
31.15
Ds. Tegal Sembrada Tapak Proyek
Sumber: Laporan RKL-RPL RU VI Balongan
Hasil pemantauan dalam kurun waktu tahun 2006-semester I tahun 2013 sebagaimana tergambar dalam Gambar 12 menunjukkan konsentrasi SO2 ambien memiliki kecenderungan naik di semua titik pantau. Nilai konsentrasi tertinggi secara umum, terpantau pada pemantauan 5, yaitu pemantauan pada semester I tahun 2009. Baku mutu udara ambien mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Nilai ambang batas untuk parameter SO2 adalah sebesar 900 g/m 3 untuk pengukuran selama satu jam atau 365 g/m 3 untuk pengukuran selama dua puluh empat jam. Gambar 12 memperlihatkan konsentrasi SO2 di tiap titik pemantauan selama periode pemantauan. Terlihat secara umum konsentrasi SO2 pada keseluruhan titik pantau memiliki nilai di bawah baku mutu yang berlaku, namun memiliki kecenderungan naik. Untuk mengetahui korelasi penyebaran emisi SO2 dengan konsentrasi SO2 udara ambien, penelitian ini menggunakan data pemantauan di tiga titik dari tujuh titik yang dipantau yaitu Desa Majakerta, Desa Sukaurip, dan Desa Balongan. Pemilihan ketiga lokasi pemantauan ini didasarkan pada distribusi arah angin utama. Lokasi titik pemantauan dengan konsentrasi SO2 rerata tertinggi dapat dilihat pada Tabel 6.
Gambar 7 Arah angin utama tahun 2010 (Sumber: BMKG, data diolah, 2010)
D. Korelasi Penyebaran Emisi SO2 dengan Konsentrasi SO2 Udara Ambien Perhitungan korelasi penyebaran emisi SO2 dengan konsentrasi SO2 udara ambien dilakukan untuk menjawab atau menentukan kebenaran hipotesis penelitian yaitu ada korelasi antara penyebaran emisi SO2 dengan konsentrasi SO2 di udara ambien. Semakin dominan penyebaran emisi SO2 ke suatu tempat, maka semakin tingggi konsentrasi SO2 di udara ambien pada tempat tersebut. 29
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 23 - 32
Tabel 6 Konsentrasi SO2 udara ambien (Pg/m3) di lokasi penelitian tahun 2007-2013 2007 Lokasi Majakerta
Arah S
Smt
2009 Re-rata
I
II
3
40
21.5 *)
17.5
Sukaurip
B
2
50
Balongan
U
1
34
26.0
Smt
2010 Smt
Re-rata
I
II
70
107
88.5
80
196
*)
60
203.8
131.9
138.0
Re-rata
I
II
0.17
5
2.59
0.29
5
*)
0.17
5
2.65
2012
2013
Smt II
Smt I
29.4
30.8*)
57.4
2.59
*)
27.4
26.0
26.0
Keterangan: *) Konsentrasi tertinggi; S=Selatan; B=Barat; U=Utara
Tabel 7 memperlihatkan lokasi titik pemantauan dengan konsentrasi SO2 rerata tertinggi dan lokasi arah angin utama pada tahun pemantauan. Berdasarkan data ini, dihitung nilai korelasinya dengan menggunakan metode Lambda. Hasil perhitungan korelasi lokasi arah angin utama dan lokasi titik pemantauan dengan konsentrasi SO2 rerata tertinggi yang ditunjukkan pada tabel 4.9 memberikan nilai r sebesar 1 (satu). Hal ini bermakna adanya korelasi yang sangat kuat. Pernyataan ini konsisten dengan nilai p sebesar 0,021 yang berarti korelasi di antara dua variabel tersebut bermakna dengan arah korelasi positif yang menunjukkan nilainya searah. Ini berarti, semakin dominan arah angin ke suatu lokasi, semakin tinggi konsentrasi SO2 udara ambien di lokasi tersebut. Baku mutu udara ambien mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Nilai ambang batas untuk parameter SO2 adalah sebesar 900 g/m3 untuk pengukuran selama satu jam atau 365 g/m3 untuk pengukuran selama dua puluh empat jam. Terlihat secara umum konsentrasi SO2 pada keseluruhan titik pantau memiliki nilai di bawah baku mutu yang berlaku, namun memiliki kecenderungan naik. Berbeda dengan konsentrasi emisi yang memiliki kecenderungan turun. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya siklus biogeokimia yang memungkinkan terjadinya akumulasi dari suatu zat dalam lingkungan. Sebagai nutrisi yang bergerak melalui siklus biogeokimia, emisi SO2 akan masuk ke udara ambien dan siklus selanjutnya. Ada kemungkinan senyawa ini menumpuk di 30
Tabel 7 Lokasi konsentrasi SO2 rerata tertinggi dan lokasi arah angin utama tahun 2007-2013 Tahun Pengamatan
Lokasi Arah Angin Utama
SO2 Udara Ambien Tertinggi
2007
Ds. Balongan
Utara
Ds. Sukaurip
Barat
2009
Ds. Sukaurip
Barat
Ds. Sukaurip
Barat
2010
Ds. Sukaurip
Barat
Ds. Sukaurip
Barat
2012
Ds. Sukaurip
Barat
Ds. Sukaurip
Barat
2013
Ds. Majakerta
Selatan
Ds. Majakerta
Selatan
Tabel 8 Hasil perhitungan korelasi lokasi arah angin utama dan konsentrasi SO2 tertinggi No.
Parameter
1
Kekuatan korelasi (r)
2
Nilai p
3
Arah korelasi
Hasil Batasan Nilai Perhitungan 1
Interpretasi
0,80 – 1,000 tingkat hubungan sangat kuat
0,021
p < 0,05
Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji
+
+ (positif)
Searah. Semakin besar nilai satu variabel, semakin besar pula nilai variabel lainnya.
Gambar 8 Arah angin utama tahun 2011 (Sumber: BMKG, data diolah, 2011)
Korelasi Penyebaran Emisi SO2 Industri Pengilangan Migas dengan Kualitas Lingkungan Udara di Sekitarnya (Agustini, Haryoto Kusnoputranto, dan Djoko M. Hartono)
Gambar 9 Arah angin utama tahun 2012 (Sumber: BMKG, data diolah, 2012)
Gambar 10 Arah angin utama tahun 2013 (Sumber: BMKG, data diolah, 2013)
satu bagian dari siklus dan tetap di sana selama periode waktu yang berbeda (Miller & Spoolman 2010). Begitu pula keberadaan faktor meteorologi yang menyebabkan adanya dinamika dispersi dan perpindahan dari zat di dalam udara. Polusi udara yang serius di suatu tempat tidak dapat semata-mata disebabkan oleh meningkatnya emisi tapi kondisi meteorologi harus dipertimbangkan. Parameter meteorologi yang mempengaruhi peningkatan polutan adalah temperatur, kelembaban, dan angin (Ramadan dkk. 2008).
Gambar 11 Arah angin utama tahun 2007-2013 (Sumber: BMKG, data diolah, 2007 - 2013)
Gambar 12 Trend konsentrasi SO2 udara ambien hasil pemantauan tahun 2006-2013
Memperhatikan keberadaan siklus biogeokimia dan dinamika dispersi dan transport suatu zat di lingkungan udara, para pengemisi polutan ke udara perlu melakukan upaya yang bijak guna menghindari dampak yang lebih besar di masa yang akan datang. Meskipun kondisi lingkungan memungkinkan polutan gas untuk ditambah melalui peningkatan volume udara dan akibatnya mungkin efektif dalam menurunkan konsentrasi polutan permukaan tanah, namun hal ini tidak mengurangi jumlah polutan yang dilepaskan. Kondisi lingkungan tidak dapat mempengaruhi kekuatan sumber atau jumlah polutan 31
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 23 - 32
yang dipancarkan tetapi hanya dapat mengurangi dampak dari polutan. Sebagai penghasil polutan, industri tidak dapat lagi mendapatkan kembali kontrol dari dispersi, sekali diemisikan, dispersi polutan harus dianggap sebagai upaya terakhir dalam strategi pengurangannya (Wahab 2003). IV. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan ada korelasi antara penyebaran emisi SO2 dengan konsentrasi SO2 di udara ambien. Semakin dominan penyebaran emisi SO2 ke suatu tempat, maka semakin tingggi konsentrasi SO 2 di udara ambien pada tempat tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai r sebesar 1 (satu) dan p sebesar 0,021 yang bermakna adanya korelasi yang sangat kuat dengan arah korelasi positif. Semakin tinggi konsentrasi SO2 di udara ambien akan semakin memperburuk kualitas udara, namun mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, secara umum konsentrasi SO2 di udara ambien sekitar lokasi penelitian masih dibawah baku mutu. KEPUSTAKAAN Bakar, 2006, Persebaran kualitas udara pada daerah industri migas. Skripsi. Departemen Geogra¿ FMIPA. Universitas Indonesia. Jakarta
32
Dahlan, M., 2004, Statistika untuk kedokteran dan kesehatan : uji hipotesis dengan menggunakan SPSS program 12 jam. PT. Arkans. Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), 2004, Laporan akhir penilaian kinerja kegiatan pengolahan dan UPPDN migas. KLH. Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), 2011, Status lingkungan hidup Indonesia tahun 2010. KLH. Jakarta. Miller, G.T., & Spoolman, S.E., 2010, Environment science. 13th Edition. Brooks/Cole Cengage Learning. Belmont. USA. Pertamina, 2010, Laporan RKL-RPL RU VI Balongan, semester II tahun 2010. Pertamina RU VI Balongan. Indramayu. Ramadan, A.A., Al-Sudairawi, M., Alhajraf, S. & Khan, A.R., 2008, Total SO2 Emissions from Power Stations and Evaluation of their Impact in Kuwait Using a Gaussian Plume Dispersion Model. American Journal of Environmental Sciences 4 (1): 1-12. Soedomo M., 2001, Pencemaran udara. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. Suparmoko, M., & Ratnaningsih, M., 2011, Ekonomika lingkungan. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. Wahab, S. A. A., 2003, SO2 Dispersion and Monthly Evaluation of the Industrial Source Complex ShortTerm (ISCST32) Model at Mina Al-Fahal Re¿nery, Sultanate of Oman. Environmental Management Vol. 31, No. 2, pp. 276–291. Springer-Verlag New York Inc.
Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Merkuri untuk Gas Bumi (Lisna Rosmayati, Yayun Andriani, Nofrizal, dan Nata P)
Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Merkuri Untuk Gas Bumi Performance Optimization Of Mercury Adsorber Pilot Plant For Natural Gas Lisna Rosmayati, Yayun Andriani, Nofrizal dan Nata P Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected];
[email protected] Teregistrasi I tanggal 24 Januari 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 10 Maret 2014 Disetujui terbit tanggal: 30 April 2014
ABSTRAK Pengujian optimalisasi kinerja adsorber mercury removal bertujuan untuk menghitung seberapa besar penurunan tekanan dalam sistem (pressure drop), menghitung besarnya e¿siensi penyerapan dari adsorben dan menghitung masa pakai (life time) adsorben. E¿siensi penyerapan tergantung pada jenis adsorben (karbon aktif) dan akan mempengaruhi waktu tinggal merkuri serta besarnya penurunan tekanan sistem (pressure drop). Impregnant (ZnCl2) berpengaruh pada masa pakai (life time) dan waktu tinggal. Kapasitas penyerapan adsorben karbon aktif tempurung kelapa adalah 0,124 Kg-Hg/Kg-Carbon. Jadi untuk 1 kg adsorben karbon aktif tempurung kelapa yang telah diaktifasi, mampu menyerap merkuri dalam gas bumi sebesar 0,124 kg Hg. Untuk e¿siensi penyerapan, diperoleh rata-rata e¿siensi penyerapan karbon aktif tempurung kelapa terhadap merkuri dalam gas bumi di titik inlet dan outlet adsorber adalah 95,74 %. Hasil kegiatan penelitian optimalisasi kinerja adsorber pilot plant merkuri removal gas bumi diperoleh karakteristik adsorben merkuri yang meliputi bilangan iodin rata-rata 889 mg/gram, luas permukaan adsorben setelah aktifasi ¿sika 1052 m2/g, setelah aktifasi kimia 724 m2/g, impregnasi klor 4,39 % dan parameter uji yang mewakili spesi¿kasi adsorber meliputi pressure drop 1,7526 psig/ft, kapasitas penyerapan 0,124 kg-Hg/kg-carbon, adsorben dan masa pakai (lifetime) adsorbennya adalah 28 tahun. Kata Kunci: Optimalisasi, Pilot Plant, Mercury ABSTRACT Optimalization testing of Mercury removal Pilot Adsorber has purpose to calculate the pressure drop of the system, to calculate the ef¿ciency of adsorbent adsorption and to calculate the life time of adsorbent. Adsorption ef¿ciency depent on the type of adsorbent and will inÀuence the life time of mercury in the adsorbent and the pressure drop of the system. While the impregnant of ZnCl2 inÀuence on the life time. Adsorption capacity of carcoal carbon active adsorbent is 0,124 Kg-Hg/Kg-Carbon. So, for 1 kg carcoal carbon active adsorbent which has activated, the adsorbent capable to adsorp the mercury in natural gas are 0,124 kg Hg. The active carbon adsorbent, average of the ef¿ciency adsorbent for mercury in the natural gas at adsorber inlet and adsorber outlet are 95,74 %. The result of research activities of pilot plant adsorber optimalization of mercury removal comprise average of iodin number is 889 mg/gram, surface area of adsorbent after physical activation is 1052 m2/g, after chemical activation is 724 m2/g, chlor impregnation is 4,39 % and testing variable of pressure drop 1,7526 psig/ft, adsorption capacity is 0,124 kg-Hg/kg-carbon, and lifetime of adsorbent is 28 years. Keywords: Optimalization, Pilot Plant, Mercury.
33
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 33 - 42
I. PENDAHULUAN Merkuri di dalam gas bumi dapat mengganggu proses produksi dan bersifat korosif terhadap fasilitas pengolahan, peralatan dalam gas processing plant, merusak fasilitas jaringan pipa distribusi dan transmisi gas bumi yang akhirnya menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit serta dapat mengakibatkan pencemaran pada lingkungan (Crippen 1997, Spiric 2001). Kerusakan yang diakibatkan oleh kandungan merkuri dalam gas bumi berlangsung melalui beberapa mekanisme, antara lain membentuk merkuri amalgam yaitu merkuri yang berinteraksi dengan beberapa jenis logam, termasuk alumunium, tembaga, brass, seng, kromium, besi, dan nikel. Ketika bentuk amalgam ini berikatan dengan komponen logam, maka akan terjadi korosi pada peralatan (Corvini 2002) Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Mercury Removal untuk gas bumi sangatlah penting sebagai aplikasi langsung di lapangan dalam mewujudkan usaha peningkatan kualitas gas bumi dan mendapatkan alternatif adsorben mercury removal dalam gas bumi yang dapat diterapkan langsung oleh industri Migas. Kegiatan penelitian Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Mercury Removal ini menggunakan adsorben berbahan dasar tempurung kelapa, karena Indonesia merupakan salah satu negara produsen kelapa yang cukup besar dan memiliki nilai ekonomis dengan mengolah tempurung kelapa tersebut menjadi karbon aktif (Sudradjat 1991). Penggunaan karbon aktif sebagai adsorben di Indonesia juga telah digunakan secara luas di berbagai sektor industri. Dalam industri minyak dan gas bumi, karbon aktif sebagai adsorben telah digunakan dalam meningkatkan kualitas produk migas di Indonesia. Secara umum, karbon aktif komersial dapat digunakan untuk menangkap merkuri baik dalam gas bumi (natural gas) ataupun gas buang, tetapi masih memiliki daya serap yang rendah, sehingga harus dimodifikasi untuk memaksimalkan kemampuan penyerapannya (Suryadi 2011). Oleh karena itu, memodi¿kasi permukaan karbon dibutuhkan untuk menambah kemampuan 34
penyerapan khususnya untuk menangkap merkuri (Hg) yang terkandung dalam gas bumi (Sudradjat 1991). Kegiatan Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Mercury Removal dalam gas bumi ini, dilakukan dengan maksud menghasilkan sebuah penelitian yang inovatif sehingga dapat memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan mutu produksi gas bumi di Indonesia. Penelitian itu mencakup pembuatan adsorben yang dapat menyerap merkuri dalam gas bumi, mendapatkan parameter spesi¿kasi dari adsorben dan uji kinerjanya dalam skala pilot. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pilot plant hasil rancang bangun kegiatan DIPA 2012 terkait dengan komposisi gas bumi dan kondisi operasi di lapangan (Lisna-Yayun 2012). Data yang diperoleh dalam Pengujian Optimalisasi Kinerja Adsorber mercury removal bertujuan untuk menghitung seberapa besar penurunan tekanan dalam sistem (pressure drop), mengukur besarnya e¿siensi penyerapan dari adsorben dan menghitung masa pakai (life time) nya. E¿siensi penyerapan tergantung pada jenis adsorben (karbon aktif) dan akan mempengaruhi waktu tinggal merkuri serta
Gambar 1 Adsorber reaktor skala pilot
Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Merkuri untuk Gas Bumi (Lisna Rosmayati, Yayun Andriani, Nofrizal, dan Nata P)
besarnya penurunan tekanan sistem (M. Prisciandaru 2011). Impregnant (ZnCl2) berpengaruh pada masa pakai (life time) dan waktu tinggal (Zeng 2003). Hasil perhitungan kapasitas penyerapan adsorben karbon aktif tempurung kelapa diketahui adalah 0,124 KgHg/Kg-Carbon. Jadi untuk 1 kg adsorben karbon aktif tempurung kelapa yang telah diaktifasi, mampu menyerap merkuri dalam gas bumi sebesar 0,124 kg Hg. Untuk e¿siensi penyerapan rata-rata, karbon aktif tempurung kelapa terhadap merkuri dalam gas bumi di titik inlet dan outlet adsorber adalah 95,74 % dan masa pakainya (lifetime) adsorben adalah 28 tahun. II. METODOLOGI A. Peralatan Adsorber reaktor mercury removal (mercury removal) dalam penelitian ini digambarkan pada gambar 1. Adsorber terbuat dari stainless steel dengan dimensi : tinggi 1,2 m; diameter 0,60 m; tebal dinding 5 mm. Adsorber dibuat dari Plat SUS 304 5mm diroll menggunakan mesin roll plat untuk ukuran plat jenis tebal, lalu di las menggunakan las type Circum welding, dengan las dasar menggunakan Argon tungsten 2.6. Sistem adsorber mercury removal terdiri atas rangka struktur plat penutup, separator merkuri, adsorber merkuri I dan adsorber merkuri II. Bagian dari sistem adsorber mercury removal terdiri atas : 1. Separator
-
Bagian atas adsorber dengan shocket pada Àange yang terpasang pada bagian atas.
-
Frame alumdumball 1/1 (SUS 304 2 mm) pada dasar adsorber
-
Screen alumdumball 1/1 (SUS 304) dengan jaring berukuran 0.5 cm x 0.5 cm diatas frame.
-
Alumdumball (diameter 1 cm) sampai menutup luas permukaan screen pada bagian bawah adsorber.
-
Handle frame alumdumball sebagai penutup untuk lapisan alumdumball
-
Frame adsorben container dengan screen adsorben pada bagian atasnya
-
Frame alumdumball ½ (SUS 304 2mm) dengan screen alumdumball ½ (SUS 304) dan jaring berukuran 0.2 cm x 0.2 cm.
-
Handle hook frame alumdumball ½ sebagai penutup lapisan alumdumball.
-
Setiap adsorber memiliki wadah adsorben karbon aktif dengan tinggi tray 60 cm.
-
Penutup adsorben yang dilengkapi dengan Àange shocket pada tiap bagian atas penutup.
3. Metering Metering berfungsi mengukur volume gas yang masuk ke adsorber. Volume gas tersebut merupakan salah satu faktor untuk perhitungan konsentrasi merkuri yang terserap pada mercury removal. Jenis metering yang digunakan pada adsorber ini adalah jenis ori¿ce karena jenis tersebut termasuk salah satu jenis metering gas yang akurat (Mokhatab, 2009).
Merkuri separator akan memisahkan cairan dan kondensat. Cairan hasil pemisahan akan di alirkan ke saluran pembuangan, sedangkan gas dilewatkan metering untuk melewati adsorber. Gas yang masuk separator ini tekanan Maksimunnya adalah 500 psig.
B. Bahan -
Karbon Aktif
-
Gas Nitrogen
2. Adsorber
-
ZnCl2
Adsorber adalah vessel untuk menurunkan kandungan merkuri sampai batas minimum dan memenuhi standar keamanan serta keselamatan untuk peralatan pengolahan gas. Proses Penyerapan merkuri terjadi disini dan media adsorben dimasukkan dengan jumlah berat tertentu di dalam tray dalam adsorber. Bagian dalam adsorber terdiri atas komponenkomponen sebagai berikut:
-
HCl
-
Gemuk lumas suhu tinggi
-
Standar merkuri (Hg)
-
KMnO4
-
H2SO4
-
Na2S2O7
-
Larutan Iodin
35
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 33 - 42
C. Metodologi
Komposisi gas bumi yang digunakan dalam pengujian memiliki komponen utama gas hidrokarbon metana sebesar 89,62%, mengandung kontaminan gas merkuri 0,80 g/m3, H2S 3,70 ppm dan kadar airnya 5,62 Lb/MMSCF, sesuai yang terlihat pada Tabel 3. Gas bumi yang dialirkan ke dalam sistim adsorber di atur dengan menggunakan regulator yang dipasang di titik inlet dan outlet adsorber. B. Pressure Drop Pengujian pressure drop pertama kali dilakukan tanpa menempatkan adsorben karbon aktif dalam vessel. Hasil pengujian pressure drop kedua dilakukan dengan menempatkan adsorben 40 kg ke dalam tray adsorber, dan hasil pengamatan tercantum pada Tabel 4. Pressure drop merupakan perbedaan tekanan pada dua titik di sepanjang aliran yang dinyatakan dalam 'P
Gambar 2 Skema Metodologi
l
Pressure drop dihitung berdasarkan tinggi silinder karbon aktif. Persamaan yang biasa digunakan untuk menghitung pressure drop sepanjang tinggi adsorben berpori adalah persamaan Ergun. Perhitungan diasumsikan tidak terdapat hilang tekan akibat adanya vessel atau support allumdumball. Pressure drop di sepanjang tinggi silinder karbon aktif adalah :
III. HASIL DAN PEMBAHASAN’ A. Karakterisasi Adsorben Karakterisasi adsorben dilakukan untuk mengetahui gambaran potensi adsorben dalam mengikat atau menyerap merkuri. Ada tiga jenis karakterisasi yang dilakukan, yaitu bilangan iodin untuk mengetahui kemampuan adsorben dalam penyerapan merkuri, karakterisasi pengukuran luas permukaan dan pori dari adsorben (BET) (AWWA, 1974) dan karakterisasi analisis SEM/EDX. Hasil analisis SEM dan EDX 8000 8000 tersebut menjelaskan bahwa besarnya jumlah 7200 prosentasi Cl yang terbentuk atau terikat pada 6400 rantai C dari adsorben turut mempengaruhi 5600 besarnya kemampuan adsorben dalam 4800 menurunkan konsentrasi merkuri (Hg) dalam 4000 gas bumi (Brady & G. McKay, 1996). Hasil 3200 dari analisis karakterisasi terdapat pada Tabel 2400 1 dan Tabel 2. Dalam pelaksanaan pengujian pressure drop, digunakan gas bumi (natural gas) dengan tekanan 100 psig dan temperatur 30oC. Gas bumi yang digunakan pada uji optimalisasi tergolong bersih (dry gas) yang dialirkan ke dalam sistem Adsorber. 36
§ 'P · ¨ ¸ © l ¹
§ Pt Po ¨ ¨ l ©
· ¸ ¸ ¹
§ 'Pavr ¨¨ © hadsorbent
· ¸¸ ¹
KDX020_C4_SAMPLE KARBON_co2
1600
Zn
800
Zn
Zn
Zn
0 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
Gambar 3 Hasil Analisis ADX adsorben setelah aktifasi
10.00
Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Merkuri untuk Gas Bumi (Lisna Rosmayati, Yayun Andriani, Nofrizal, dan Nata P)
C. Kapasitas Penyerapan Adsorben terhadap Merkuri
Tabel 1 Bilangan Iodin karbon aktif tempurung kelapa
Salah satu parameter uji dalam Bilangan Iodin (mg/gr) Adsorben Karbon Optimalisasi Kinerja Adsorber Pilot Tempurung Kelapa Simplo Duplo Rata-rata plant Mercury removal adalah mencari Sebelum Aktifasi 571 564 568 nilai kapasitas penyerapan dan e¿siensi penyerapan dari karbon aktif yang digunakan Sesudah Aktifasi 890 887 889 dalam menyerap merkuri. Teknik pengujian untuk mendapatkan nilai kapasitas dan Tabel 2 efisiensi penyerapan dilakukan dengan Hasil analisis BET skala laboratorium karena dalam skala Luas Permukaan (BET) Total Volume Pori Radius Pori Adsorben pilot terkendala pada lamanya waktu Rata-rata (mm) 2 (cc/g) (m /g) pengujian. Teknik uji kinerja mencari Sebelum Aktifasi 1052 0,57 10,85 nilai kapasitas dan efisiensi adsorben Sesudah Aktifasi 724,05 0,39 10,69 dilakukan dengan sistem yang terdiri atas dua bagian, yaitu saturator dan penyerapan. Saturator berfungsi untuk menghasilkan gas dengan kadar merkuri tertentu. Pada saturator, udara bertekanan masuk kedalam tabung yang berisi logam merkuri. Udara ini akan kontak dengan logam merkuri. Pada saat terjadi kontak, logam merkuri akan menguap hingga tercapai tekanan kesetimbangan uap merkuri. Pada keadaan ini, udara yang kontak dengan merkuri akan jenuh dengan merkuri. Campuran udaramerkuri ini kemudian dialirkan menuju bagian penyerapan. Bagian penyerapan merupakan silinder berisi adsorben yang diuji. Merkuri yang ada dalam campuran merkuri-udara diserap dalam bagian penyerapan ini. Gambar 4 di atas merupakan silinder reaktor tempat adsorben karbon aktif ditempatkan, Silinder tersebut memiliki tinggi 120 cm, sedangkan tinggi dari karbon aktif yang dimasukkan ke dalam tray silinder berkisar 40 cm. Gambar 4 di atas merupakan silinder adsorben Gambar 4 yang memiliki fungsi yang sama dengan Tinggi adsorber dan silinder adsorben pada gambar 5. Sistem tinggi adsorben dalam silinder adsorber pada gambar 5 merupakan rangkaian alat dalam skala laboratorium untuk mengukur kapasitas usaha tim peneliti dalam menguji kemampuan adsorben karbon tempurung kelapa yang telah penyerapan dari adsorben tersebut, dimodi¿kasi dengan aktifasi ¿sika dan kimia dalam Data hasil pengujian adalah sebagai berikut: skala industri serta menguji kinerja adsorber hasil Kegiatan penelitian Optimalisasi Kinerja Pilot rancang bangun skala pilot yang telah dibuat pada Plant Adsorber Mercury Removal merupakan suatu tahun 2012. 37
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 33 - 42
Sumber Gas
psig
Sampling Merkuri
Sampling Merkuri
Gambar 5 Skema peralatan pengujian kapasitas penyerapan adsorben Tabel 3 Komposisi Gas Bumi No. 1.
Hasil perhitungan pressure drop tanpa adsorben : Pr essure drop
Udara 50
Adsorben
Metering Gas
Saturator
Pengujian kinerja adsorber mercury re m o v a l d i l a k u k a n d i G D S ( G a s Demonstration System) plant di PPPTMGB “LEMIGAS” dengan kondisi pengujian tekanan aliran gas bumi 100 psi, temperatur udara 32oC dan laju alir gas bumi berkisar pada 4,6 liter/menit. Data yang diperoleh dalam Pengujian Optimalisasi Kinerja Adsorber Mercury Removal bertujuan untuk menghitung seberapa besar penurunan tekanan dalam sistem (pressure drop), menghitung besarnya e¿siensi penyerapan dari adsorben dan menghitung masa pakai (life time) adsorben. Untuk mengetahui faktor koreksi dari pressure drop, dapat dialirkan gas bumi pada adsorber tanpa karbon aktif, selanjutnya dialirkan gas bumi bertekanan dan dihitung ǻP (pressure drop pada alumdum ball).
Parameter Analisis
Metode
Satuan
Komposisi Nitrogen
0,4847
Karbondioksida
4,7678
Metana
'P 1,05 psig 0,0263 psig / cm 0,8001 psig / ft 40 cm l
89,6198
Etana
3,2877
Propana
1,0117
GPA 2261-2000
% mol
iso-Butana
Hasil perhitungan pressure drop dengan adsorben : Pr essure drop
'P 2,30 psig 0,0575 psig / cm 1,7526 psig / ft l 40 cm
38
0,2496
N-Butana
0,2771
iso-Pentana
0,1245
N-Pentana
0,0075
Heksana plus 2
Hydrogen Sulfida (H2S)
3
Karakteristik adsoben di dalam silinder 4 (adsorber) harus memiliki Pressure Drop 5 maksimal 10psig (Branan,C., 2002). 6 Jika pressure drop hasil pengujian yang 7 diperoleh lebih besar dari 10psig, maka adsorber tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik dan harus dievaluasi ulang baik terhadap sistem adsorbernya maupun adsorben karbon aktif yang digunakan. Dari hasil perhitungan pressure drop di atas, terdapat selisih yang cukup berarti antara nilai pressure drop pada adsorber tanpa adsorben terhadap nilai pressure drop dengan adanya adsorben karbon aktif. Selisih besaran nilainya hampir 2 kalinya, dimana ǻP tanpa karbon aktif 0,8001 psig/ft dan ǻP dengan karbon aktif 1,7526 psig/ft. Adanya selisih nilai tersebut dikarenakan karbon aktif yang ditempatkan di dalam tray adsorber menahan laju alir gas bumi yang masuk ke dalam silinder adsorber. Besarnya
Nilai
0,1014 ASTM D 2385-1990
ppmv
Kandungan Merkuri
ISO 6978-1992
Pg/m3
3,80
Kandungan uap air
ISO 1442-2006
Lb/Mmscf
5,62
GPA 2172-2009
Btu/ft3
GPA 2172-2009
-
Gross Heating Value (GHV) Net Heating Value (NHV) Relative density
3,70
1019.1731 919,6884 0,6419
daya menahan dari karbon aktif terhadap laju alir gas bumi sepanjang tinggi karbon aktif menyebabkan terjadinya selisih nilai pressure drop dalam adsorber. Nilai pressure drop dalam adsorber yang diperoleh masih jauh lebih kecil dari batas maksimum yang dipersyaratkan untuk suatu silinder adsorber yaitu 10 psig/ft (Davidson & Horrison, 1963). Hal ini berarti bahwa pengoperasian adsorber skala pilot mercury removal untuk gas bumi dapat berlangsung dengan baik. Gambaran penurunan tekanan selama pengujian dapat dilihat pada Gambar 6. Besar kecilnya nilai pressure drop juga
Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Merkuri untuk Gas Bumi (Lisna Rosmayati, Yayun Andriani, Nofrizal, dan Nata P)
dipengaruhi oleh ukuran partikel karbon aktif yang digunakan sebagai adsorben. Ukuran partikel adsorben memiliki efek terhadap kinerja (performance) dan pressure drop. Untuk berat yang sama, semakin kecil ukuran partikel, semakin luas permukaannya, sehingga semakin baik kinerjanya (Yan, R. 2004). Sebaliknya untuk pressure drop, untuk berat yang sama, semakin kecil ukuran partikel, semakin banyak jumlah adsorben (semakin luas permukaan adsorbent), semakin banyak friksi gas dengan adsorben, sehingga semakin besar nilai pressure dropnya. Parameter selanjutnya adalah Kapasitas dan E¿siensi Penyerapan. Berikut adalah perhitungan untuk mengetahui kapasitas adsorben terhadap penyerapan merkuri. a. Perhitungan massa klorida dalam karbon mc mk x [Cl ]
mc 0,0439 gram [Cl ] / gramkarbon
43,9 gram [Cl ] / kg karbon
b. Perhitungan kapasitas penyerapan teoritis
Tabel 4 Data tekanan di Inlet dan Outlet adsorber tanpa dan dengan adsorben karbon aktif Tanpa Adsorben Time
P Awal psig
V Gas (L)
P Akhir (psig)
P Drop (psig)
Laju Gas (L/menit)
10.53
100
49
99
1
4.9
11.03
100
95
99
1
4.6
11.13
100
152
99
1
5.7
11.23
100
200
99
1
4.8
11.33
100
246
98
2
4.6
11.43
100
290
99.5
0.5
4.4
11.53
100
344
99
1
5.4
12.03
100
391
99
1
4.7
12.13
100
445
99
1
5.4
12.23
100
488
99
1
4,3
270
98.95
1.05
4.88
P Drop (psig)
Laju Gas (L/menit) 5.2
Menggunakan Adsorben Time
P Awal (psig)
P Akhir (Psig)
13.36
100
52
98
2
13.46
100
102
98
2
5
13.56
100
150
97
3
4.8
14.06
100
199
98
2
4.9
14.16
100
244
98
2
4.5
14.26
100
290
98
2
4.6
14.36
100
340
97
3
5
14.46
100
383
98
2
4.3
14.56
100
429
97
3
4.6
15.06
100
472
98
2
2661
Mc ( Mr) c
Waktu
Konsentrasi 3 Pg/m ) (P
Flow (Liter/menit)
1
23.3
6419
108
2
60
4916
107
3
94
3501
107
4
131
3912
108
5
152
3201
109
6
182
3199
106
1 Mol mercury(Hg) yang terserapkarbon, Hg x mol Cl 2 0,6183 mol Hg / Kg karbon Massa mercury( Hg) yang dapat diserap karbon, Hg : 124 gram Hg / Kg karbon 0,124 Kg Hg / Kg carbon
Kapasitas Penyerapan mercury dalam karbon = 0,124 Kg-Hg/Kg-Carbon Jadi untuk 1 kg adsorben karbon aktif tempurung kelapa yang telah diaktifasi, mampu menyerap merkuri dalam gas bumi sebesar 0,124 kg Hg. Kapasitas penyerapan suatu adsorber sangat bergantung pada ukuran dimensi adsorbernya seperti
4.3 4.72
2.30
Inlet
1,2366 mol klorida / kg karbon
Mr Hg 200.592 gram Hg / Mol Hg
97.70
Tabel 5 Konsentrasi merkuri di Inlet dan Laju Alir Gas Bumi
Hg 2 2Cl o HgCl 2
-
V Gas (L)
Tabel 6 Konsentrasi merkuri di Outlet Adsorber dan laju alir gas bumi Inlet
Waktu
Konsentrasi (P Pg/m3)
Flow (Liter/menit)
1
30
407
109
2
64
373
108
3
99
99
104
4
135
76
107
5
156
117
106
6
185
160
107
tinggi, diameter adsorber dan laju alir gas bumi yang diuji (Spiric, Z, 2001). Untuk e¿siensi penyerapan, 39
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 33 - 42
dari data hasil pengujian pada tabel 7 di atas diperoleh rata-rata e¿siensi penyerapan karbon aktif tempurung kelapa terhadap merkuri dalam gas bumi di titik inlet dan outlet adsorber adalah : Efisiensi penyerapanrata rata : (93,66 92,41 97,17 98,45 97,75 95,00) % 95,74% 6
Tabel 7 E¿siensi penyerapan merkuri oleh karbon aktif tempurung kelapa Inlet No Waktu Penyerapan Konsentrasi (min) Hg (P Pg/m3)
Outlet Waktu Penyerapan Konsentrasi (min) Hg (Pg/m3)
Efisiensi Penyerapan
1
23.3
6419
30
407
2
26
4916
31
373
93.66 92.41
3
30
3501
33
99
97.17
4
36
4912
33
76
98.45
97.75 Konsentrasi merkuri dalam gas bumi di 6 27 3199 26 160 95.00 titik inlet adsorber dalam 30 menit pertama pengujian, terukur oleh Mercury Analyzer sekitar 6400g/m 3 . Setelah 30 menit, Pengujian Pressure Drop jumlah konsentrasi merkuri yang terukur mengalami penurunan hingga menit ke 94, yaitu sekitar 3500g/m3. Setelah menit ke 94, konsentrasi merkuri di inlet naik sedikit dan menurun kembali pada menit Tekanan (psi) 130. Sedangkan konsentrasi merkuri dalam gas bumi di titik outlet adsorber dalam 30 menit pertama terukur sekitar 400g/m3, dan mengalami penurunan hingga menit 135. Pada menit 150, konsentrasi merkuri di outlet Waktu (menit) naik kembali dengan konsentrasi merkuri Gambar 6 terukur 117g/m3 dan turun kembali di menit Gambaran pressure drop selama pengujian 180 an. Gambaran konsentrasi merkuri di Konsentrasi Merkuri di INLET inlet dan outlet adsorber selama pengujian kinerja berlangsung dapat dilihat pada gra¿k Gambar 7. Untuk mengetahui jumlah konsentrasi [Hg] Pg/m merkuri dalam gas bumi yang terserap dalam adsorben karbon aktif tempurung kelapa, kita dapat menghitung selisih dari konsentrasi merkuri yang terukur di inlet dan Waktu (Menit) outlet adsorber. Selanjutnya hasil selisihnya Gambar 7 tersebut di gambarkan dalam gra¿k terhadap Konsentrasi merkuri di inlet dan outlet adsorber waktu pengujian. Berikut adalah gambaran konsentrasi merkuri terhadap waktu, yang konsentrasi merkuri dalam gas bumi yang terserap menunjukkan profil mekanisme perpindahan dalam adsorben selama waktu pengujian berlangsung massa yang dapat diramalkan dan digunakan dalam (Gambar 8). Pada grafik menunjukkan bahwa perhitungan untuk fluida yang keluar. Biasanya regresi diperoleh sebesar 0,979, Hal ini menyatakan kurva ini dipakai di dalam industri khususnya untuk bahwa hasil penyerapan merkuri oleh adsorben menentukan kapan adsorben harus diganti untuk yang cukup baik dan nilai regresi ini menunjukkan diregenerasi (Markovs, J, 2004). bahwa pengaruh dari variabel-variabel yang dapat mempengaruhi penyerapan merkuri oleh adsorben Kapasitas dan e¿siensi penyerapan adsorben cukup kecil. terhadap merkuri tergantung pula pada lamanya 5
18
5201
18
117
100
99
98
97
96 95
94
Tekanan Awal
93
Tekanan Akhir
92
91
90
3
13
23
33
43
53
63
73
83
93
6500
6000
5500
5000
4500
3
4000
3500
Konsentrasi Hg Inlet
3000
2500
Konsentrasi Hg Outlet
2000
1500
1000
500 0
23 - 33
Kurva di atas dapat dianalogikan dengan kurva breakthrough, yaitu kurva yang menggambarkan 40
60 - 64
94 - 99
131-135
152 - 156
182 - 185
waktu tinggal gas bumi dalam adsorben, semakin lama waktu tinggal gas di dalam adsorben, semakin
Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Merkuri untuk Gas Bumi (Lisna Rosmayati, Yayun Andriani, Nofrizal, dan Nata P)
dan kimia dengan dimensi adsorber skala pilot memiliki masa pakai (lifetime) 28 tahun. Hal ini berarti bahwa adsorben karbon aktif tersebut akan mengalami jenuh setelah 28 tahun Masa pakai (life time) adsorben dan harus diregenerasi atau diganti kembali. Massa Hg dalam aliran gas inlet, M Hg in (konsentrasi Hg) avr x ( flow) av r x (waktu) total Kegiatan penelitian ini tidak menjabarkan Pg L proses regenerasi adsorben karbon aktif yang M Hg in 4.691 3 x107,5 x182 min min m telah jenuh, karena hal tersebut memerlukan 91,785.9 mg Hg pembahasan dan teknik tersendiri. Penanganan 0.1 g Hg limbah adsorben dalam proses penyerapan 9.18E 05 kg Hg merkuri dengan menggunakan adsorben karbon aktif memiliki 2 mekanisme, yaitu: pertama Massa Hg dalam aliran gas outlet, M Hg out (konsentrasi Hg) avr x ( flow) av r x (waktu) total limbah adsorben tersebut diregenerasi suntuk L Pg M Hg out 205 3 x107,5 x185 min ehingga adsorben yang sudah jenuh dapat min m digunakan kembali. kedua limbah adsorben 4,083.6 mg Hg tersebut dibuang dengan melibatkan pihak 4.1E 03g Hg K3 setempat. Limbah adsorben karbon aktif 4.1E 06 kg Hg dalam kegiatan penelitian ini tidak diregenerasi dan tim peneliti bekerjasama dengan pihak K3 M Hg M Hg in M Hg out PPPTMGB ”LEMIGAS” dalam penenganannya.
tinggi pula e¿siensi penyisihan merkuri dari gas bumi. Semakin tinggi kecepatan gas bumi, semakin tinggi e¿siensi penyisihan merkuri dari gas.
Laju merkuri terserap dalam aliran gas bumi, F Hg = 8,8E-05 kg Hg/185 menit. Laju merkuri terserap dalam aliran gas bumi, F Hg = 4.76E-07 kg Hg/menit. Volume ruang karbon aktif dalam adsorber=
S 4
2
x Ivessel x hadsorbent
Volume ruang karbon dalam aktif dalam adsorber = 113,097 cm3 = 0,11 m3. Massa karbonaktif volume x bulk density 0,11m 3 x 510 kg / m 3 56,1kg
IV. KESIMPULAN Adsorben merkuri dalam skala pilot telah berhasil dibuat sebanyak 95 kg karbon aktif yang siap pakai. Adsorben tersebut siap digunakan untuk menghilangkan merkuri dalam aliran gas bumi dan telah diaktifasi secara ¿sika dan kimia. Adsorben merkuri yang digunakan oleh industri migas umumnya impor. Dengan adanya penelitian ini, dihasilkan adsorben hasil inovasi tim peneliti Lemigas untuk menghilangkan merkuri dalam gas bumi dengan bahan dasar tempurung kelapa yang mudah ditemukan di wilayah Indonesia. Karbon aktif tempurung kelapa dapat diaplikasikan di industri
Kapasitas Penyerapan Merkuri (Hg) selama pengujian kapasitasHg / kg adsorben x massa adsorben 0,124 kg Hg / kg adsorben x 56,1kg adsorben 6,96 kg Hg Massa pakai ( Life Time)
6,96 kg Hg 4.76E 07 kg Hg / menit 28 tahun
Hasil perhitungan di atas, menyatakan bahwa adsorben karbon aktif tempurung kelapa yang telah diaktifasi secara ¿sika
Gambar 8 Konsentrasi merkuri dalam gas bumi yang terserap di adsorber
41
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 33 - 42
migas khususnya untuk gas bumi, sehingga kualitas gas bumi Indonesia meningkat. Hasil kegiatan penelitian optimalisasi kinerja adsorber pilot plant mercury removal gas bumi diperoleh karakteristik adsorben merkuri yang meliputi bilangan iodin rata-rata 889 mg/gram, luas permukaan adsorben setelah aktifasi ¿sika 1052 m2/g, setelah aktifasi kimia 724 m2/g, impregnasi klor 4,39 %. Parameter uji yang mewakili spesi¿kasi adsorber meliputi pressure drop 1,7526 psig/ft, kapasitas penyerapan 0,124 kg-Hg/kg-carbon, adsorben dan masa pakai (lifetime) adsorbennya adalah 28 tahun. KEPUSTAKAAN Crippen,K., & Chao,S., 1997, Mercury in natural gas and current measurement technology: 1997 Gas Quality And Energy Measurement Symposium, February 3-5, Orlando Florida, p. 1-16. Branan,C, 2002, Rules of Thumb for Chemical Engineer, ISBN: 978-0-7506-7856-8, Edisi 4. Ismadji, S., 2011, Dasar- Dasar Aplikasi Karbon Aktif pada Industri Gas Bumi, Workshop kerjasama PPPTMGB “LEMIGAS” dan Universitas Kristen Widya Mandala Surabaya. Davidson,J.F. & Horrison, 1963, Fluidized Particles, Cambridge \university Press. Endang S.B., Sudradjat T., 1991. Teknologi Indonesia Jilid XIV, No.1 . Corvini, G., 2006,Mercury Removal from Natural Gas and Liquid Streams. UOP, LLC-Texas USA. Zeng, H., Jin, F., 2003, Removal of elemental mercury
42
from coal combustion Àue gas by chloride-impregnated activated carbon, ELSEVIER. Markovs, J., 2004, Optimized Mercury Removal in Gas Plants. UOP LLC, Texas USA. Jankowska, Swiatkowski, & Choma, 1991, Active Carbon, Elis Horwood Ltd. Lisna, Yayun, Yusep, 2012, Rancang Bangun Pilot Plant Adsorber Mercury Removal, Laporan Kegiatan DIPA PPPTMGB “LEMIGAS”, hal 105-114. Prisciandaru,M., Karatza, D., 2011, A Pilot Scale Plant Application for The Removal of Elemental Mercury by Activated Carbon. Bardy,M., & McKay,G.,1996, Characterization of adsorbent, CRC Press, Inc Boca Raton, Florida, pp 39-58. Yan,R., Ling,Y., 2004, Bench-Scale Experimental Study on The Effect of Flue gas Composition on Mercury Removal by Activated carbon Adsorption”. Institute of Environmental Science and Engineering. Nanyang Technological University. Mokhatab,S., Raymand, T.,2009, Fundamentals of Gas Pipeline Metering Stations, USA, Tulsa, Vol 236, No.1. American Water Works Association (AWWA),1974, Standard for Granular Carbon AWWA B604-74, Colorado. ASTM D 1510-2003, Standard Test Method for Determination of Carbon Black- Iodine Adsorption Number . Spiric, Z., 2001,Innovative Approach to the Mercury Control during Natural Gas Processing, Proceedings of ETCE, Engineering Technology Conference on Energy.
Analisis Cost Benefit Pengembangan Cadangan Strategis (Fiqi Giffari dan Ika Kaifiah)
Analisis Cost Benefit Pengembangan Cadangan Strategis Cost Benefit Analysis of Development Strategic Reserve Fiqi Giffari dan Ika Kaifiah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail:
[email protected];
[email protected] Teregistrasi I tanggal 10 Februari 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 5 Maret 2014 Disetujui terbit tanggal: 30 April 2014
ABSTRAK Penetapan cadangan strategis perlu dirumuskan mengingat ketersediaan bahan baku kilang minyak mentah untuk keperluan Refinery Unit (RU) di beberapa kilang di Indonesia sering tidak menentu. Oleh karenanya diperlukan fasilitas penyimpanan sumber bahan baku untuk kilang minyak tersebut, agar kilang minyak yang ada di Indonesia dapat berfungsi dengan optimal dan menghasilkan produk keluaran dengan harga yang lebih ekonomis. Untuk itu dilakukan penelitian ini sebagai bahan masukan pemerintah dalam menetapkan besaran, lokasi dan pengembangan infrastruktur yang dapat mendukung penerapan cadangan strategis. Pada penelitian ini dilakukan analisis cost (biaya) yang dikeluarkan dalam mengembangkan cadangan strategis, dan benefit (manfaat) yang terdiri dari direct benefit dan indirect benefit. Analisis secara keseluruhan menggunakan Benefit Cost Rasio(BCR) untuk mengetahui besaran keuntungan/kerugian serta kelayakan pengembangan/cadangan strategis. Berdasarkan hasil analisis dihasilkan bahwa prioritas pengembangan cadangan strategis yang paling siap/layak dikembangkan adalah RU VII Kasim dengan nilai BCR indirect sampai 2.02, selanjutnya RU 3 Plaju, RU 5 Balikpapan, RU 6 Balongan, RU 2 Dumai, dan RU 4 Cilacap. Kata kunci: cadangan strategis, biaya, manfaat ABSTRACT Establishment of strategic reserves should be formulated considering the availability of crude oil of some oil refineries in Indonesia which isusually uncertain. Therefore crude storage facilities are neededfor the refinery feedstock, so the existing oil refineries in Indonesia can function optimally and produce output at a more economical price. For that occasion this study was conducted as an input to the government in determining amount location and development of infrastructure to support the implementation of strategic reserves. This study analyzed the costs incurred in developing the strategic reserves, and the benefits which consist of direct benefits and indirect benefits. Overall analysis was using the benefit cost ratio (BCR) to determine the amount of gain/loss as well as the feasibility ofdevelopment/strategic reserves. Based on the analysis, the priority development of the most ready/feasible strategic reserve is RU Kasim with BCR indirect value of 2.02, followed by RU 3 Plaju, RU 5 Balikpapan, RU 6 Balongan, RU 2 Dumai, and RU 4 Cilacap. Keywords: strategic reserve, cost, benefit
43
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 43 - 53
I. PENDAHULUAN
A. Pengumpulan Data
Cadangan strategis adalah jumlah tertentu minyak bumi yang ditetapkan pemerintah yang harus tersedia setiap saat untuk kebutuhan bahan baku pengolahan di dalam negeri guna mendukung ketersediaan dan pendistribusian BBM dalam negeri. Untuk mendukung kebijakan cadangan strategis maka perlu dilakukan kajian “Analisis Cost Benefit Pengembangan Cadangan Strategis” untuk menyakinkan pemerintah mengenai jumlah cadangan yang harus dipenuhi dan manfaat yang didapat dari penetapan cadangan tersebut. Analisis cost benefit adalah suatu analisis sistematis yang berupa perbandingan antara manfaat (benefit) dan biaya (cost) yang dikeluarkan dalam rangka menyelenggarakan kegiatan atau proyek. Yang dimaksud biaya adalah investasi, berarti dikeluarkannya sumber-sumber daya untuk mendapatkan manfaat dimasa mendatang, yang dapat berupa penghematan-penghematan atau manfaat-manfaat yang baru. Manfaat yang dihasilkan diharapkan merupakan suatu upaya pengoptimalan potensi pemanfaatan energi secara proporsional berdasarkan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan, peningkatan nilai tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, kelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional dalam pengelolaan energi nasional dimasa mendatang yang menjamin ketersediaan energi dalam negeri dengan mempertimbangkan tantangantantangan pasokan energi jangka menengah dan jangka panjang. Adapun analisis yang dilakukan didasarkan kepada efisiensi yang ditinjau dari segi hasilnya atau manfaatnya, yang terdiri atas direct benefit maupun indirect benefit. Direct benefit adalah jaminan ketersediaan energi dalam negeri guna mengurangi defisit pasokan minyak mentah sebagai masukan kilang yang ada di Indonesia, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Sedangkan indirect benefit dapat peningkatan pendapatan masyarakat sekitar kegiatan tersebut yangakan mengakibatkan peningkatan konsumsi dibidang usaha lain di wilayah tersebut.
Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data secara langsung pada objek kajian, yaitu kilang minyak bumi milik PT. Pertamina (Persero) yang ada di Indonesia, melalui survey lapangan ataupun melalui instansi terkait. Jenis data yangdikompilasi pada kajian ini antara lain adalah: - Data kapasitas disain seluruh kilang pengolahan minyak bumi milik PT. Pertamina (Persero) di Indonesia; - Data historis pasokan minyak mentah di setiap kilang pengolahan minyak bumi milik PT. Pertamina (Persero) di Indonesia; - Data infrastruktur penyimpanan minyak mentah di setiap kilang pengolahan minyak bumi milik PT. Pertamina (Persero) di Indonesia; - Pola pasokan minyak mentah dari sumber alternatif yang sesuai dengan spesifikasi sumber bahan baku minyak mentah di setiap kilang pengolahan minyak bumi milik PT. Pertamina (Persero) di Indonesia; - Data biaya investasi yang dibutuhkan dalam pengembangan fasilitas penyimpanan minyak mentah di kilang pengolahan minyak bumi milik PT. Pertamina (Persero) di Indonesia.
II. METODOLOGI Secara garis besar metodologi pada kajian ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu pengumpulan data, estimasi model dan cost benefit. 44
B. Estimasi Model Model yang ada pada kajian ini terbagi menjadi dua yaitu model penghitungan investasi dan model penghitungan keuntungan. Kedua model tersebut diestimasi berdasarkan konsep cadangan strategis yang akan diterapkan. Konsep penetapan cadangan strategis pada kajian ini sangat berkaitan dengan kapasitas disain dari kilang pengolahan minyak bumi tersebut. Cadangan strategis harus dapat memenuhi kapasitas disain umpan dari kilang pengolahan minyak bumi tersebut pada waktu tertentu, apabila terdapat gangguan dalam penyediaan sumber bahan baku minyak mentah. Cadangan strategis dapat diasumsikan sebagai stok yang dapat digunakan apabila diperlukan, dalam hal ini adalah jika terjadi kelangkaan minyak mentah. Konsep ini sama seperti konsep safety stock inventory. Berdasarkan konsep safety stock inventory ini volume cadangan strategis sama dengan volume minyak mentah yang diumpankan ke kilang pengolahan minyak bumi per hari dikalikan dengan waktu penyediaan minyak mentah dari sumber alternatif ke kilang (pulang
Analisis Cost Benefit Pengembangan Cadangan Strategis (Fiqi Giffari dan Ika Kaifiah)
pergi), persamaan tersebut ditunjukkan dalam persamaan (1).
V( i , j ) ( DOTAverage( i , j ) ) x ( RTD Average(i , j ) ) x ( z )
(1)
Keterangan : V(i,j)
= Volume cadangan strategis
DOT
= Pasokan minyak mentah
RTD
=Waktu pasok minyak mentah dari sumber
Z
= Service level atau faktor resiko Berdasarkan keterangan yang didapat dari PT. Pertamina (Persero) diketahui bahwa nilai Z untuk setiap kilang minyak mentah di Indonesia adalah sebesar 2, sehingga persamaan volume cadangan strategis menjadi seperti pada persamaan (2) :
V( i , j ) 2 x( DOTAverage( i , j ) ) x ( RTD Average(i , j ) )
(2)
Berdasarkan spesifikasi minyak mentah yang ada pada setiap kilang pengolahan minyak bumi di Indonesia, dan dikaitkan dengan ketersediaan pasokan pada sumber minyak mentah alternatif di luar Indonesia, maka di dapat tabel sumber altternatif dan waktu pasok (RTD) seperti pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Sumber minyak mentah alternatif dan waktu pasok ke kilang Kilang
Sumber Pasokan Alternatif
1. Model Penghitungan Investasi Secara garis besar model penghitungan investasi terdiri atas penghitungan besarnya pengembangan kapasitas penyimpanan, biaya kapital, dan biaya stok minyak mentah (stock oil cost). Data yang digunakan sebagai benchmark untuk menghitung biaya kapital adalah data pembangunan fasilitas penyimpanan minyak mentah berkapasitas 1,048 juta barel dengan biaya sebesar 49.828 juta US$. Pada Tabel 2 berikut menjabarkan komponen biaya investasi yang digunakan sebagai benchmark. Berdasarkan data benchmark investasi diatas dilakukan estimasi biaya kapital untuk setiap wilayah distribusi dengan menggunakan persamaan (3) berikut:
(C1 / C 2 ) k
I1 / I 2
(3)
Keterangan: C
= Kapasitas tangki timbun
I
= Investasi tangki timbun
K
= Rasio eksponensial Selain dari biaya investasi pengembangan kapasitas penyimpanan minyak mentah pada setiap kilang juga terdapat komponen biaya penimbunan minyak mentah (stock oil cost). Besarnya stock oil cost sangat bergantung dari besarnya kapasitas tangki timbun dan harga minyak mentah. Berikut adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung stock oil cost pada setiap kilang.
RTD Rata-rata (hari)
Stockoil cos t C x P
(4)
RU 2 Dumai
Rusia
34
RU 3 Plaju (Musi)
Saudi Arabia
27
Keterangan :
RU 4 Cilacap
Azerbaijan
31
RU 5 Balikpapan
Azerbaijan
35
C = Kapasitas tangki timbun minyak mentah yang akan dibangun (ribu barel)
RU 6 Balongan
Qatar
23
P = Asumsi harga minyak mentah (US$/Barel)
RU 7 Kasim
Saudi Arabia
37
2. Model Penghitungan Keuntungan
Berdasarkan Tabel 1 di atas terlihat bahwa kilang RU 6 Balongan merupakan kilang yang memiliki waktu pasok tercepat dan kilang RU VII Kasim kerupakan kilang yang memiliki waktu pasok terlama.
Model Penghitungan Keuntungan terbagi menjadi 2 yaitu, model perhitungan keuntungan secara langsung dan model perhitungan keuntungan secara tidak langsung. Keuntungan secara langsung atau direct benefit didapat dari peningkatan penjualan produk hasil 45
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 43 - 53
kilang akibat adanya peningkatan umpan Tabel 2 minyak mentah. Kebanyakan dari kilang Komponen biaya kapital pembangunan fasiltias penyimpanan minyak mentah berkapasitas 1,048 juta barel minyak yang ada di Indonesia tidak beroperasi dengan kapasitas penuhnya, oleh karenanya I Direct Cost (D) 22,480, 323 dengan penambahan kapasitas penyimpanan Ia. Equipment Plus (EP) ii Instalation, insulation, Painting yang berarti penambahan umpan masuk, iii Instrumentation & Control, Installed maka akan menambah produk keluaran dari iv Piping, Installed kilang. v Electrical, Installed Keuntungan secara tidak langsung terjadi Ib Building, process & auxillary (5%EP) 1,124,016 karena adanya pergerakan perekonomian Ic Land (lahan) 6,648,936 hasil dari investasi pengembangan cadangan Total Direct Cost (TDC) dan Lahan 30, 253, 276 strategis yangakan berdampak secara tidak II Indirect Cost (IDC) langsung terhadap sektor perekonomian II.a Engineering & Supervision (15%TDC) 4,537,991 II.b Legal expenses (3%TDC) 907,598 yang terkait dengan minyak bumi atau bahan II.c Construction & contractor fee (7% TDC) 2,117,729 bakar minyak. Oleh karenanya pada kajian II.d Contigency (15% TDC) 4,537,991 ini besar keuntungan tidak langsung dari Total Indirect Cost (TIDC) 12,101,310 pengembangan fasilitas penyimpanan. III Fixed Capital Investment ( FCI) = TDC + TIDC 42,354,586 IV Working Capital (WC) = 15% TCI 7,474,339 Dikuantifikasi pengembangan fasilitas penyimpanan terdiri atas peningkatan faktor Total Capital Investment Cost (TCI) 49,828,925 produksi, institusi, dan sektor produksi dikuantifikasi dengan menggunakan model sistem Keterangan: neraca sosial ekonomi. Social Accounting Matrix Mt = Manfaat (SAM) atau Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Bt = Biaya merupakan sebuah matriks yang merangkum neraca Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan sosial dan ekonomi secara menyeluruh. Kumpulandilaksanakan apabila BCR > 1. kumpulan neraca (account) tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok neracaIII. HASIL DAN PEMBAHASAN neraca endogen dan kelompok neraca-neraca eksogen. Secara garis besar kelompok neraca-neraca A. Pengembangan Kapasitas Penyimpanan endogen dibagi dalam tiga blok, yaitu blok neracaDengan menggunakan persamaan (3) dan neraca faktor produksi, blok neraca-neraca institusi (4) yang terdapat dalam model perhitungan dan blok neraca-neraca aktivitas atau kegiatan investasi, dihasilkan besar pengembangan kapasitas produksi. Untuk menyingkat penulisan, ketiga penyimpanan untuk setiap kilang pengolahan minyak blok tersebut selanjutnya akan disebut sebagai blok bumi seperti seperti pada Tabel 3 berikut ini: Faktor Produksi, blok Institusi dan blok Kegiatan Produksi. Tabel 3 Pengembangan kapasitas penyimpanan kilang penambahan kapasitas (MB)
C. Cost Benefit Metode yang digunakan dalam cost benefit adalah metode BCR. Persamaan 5 berikut merupakan persamaan yang mengestimasi nilai BCR dari suatu proyek : Mt t 0 (1 i ) t BCR B T ¦t 0 (1 ti) t Keterangan : T
¦
Mt Manfaat Bt Biaya
46
(5)
Kilang
Penambahan Kapasitas (MB)
RU 2 Dumai
11,56
RU 3 Plaju (Musi)
6,372
RU 4 Cilacap
21,576
RU 5 Balikpapan
18,2
RU 6 Balongan
5,75
RU 7 Kasim TOTAL
740 64,198
Berdasarkan Tabel 3 diatas diketahui bahwa kilang pengolahan minyak bumi yang memerlukan
Analisis Cost Benefit Pengembangan Cadangan Strategis (Fiqi Giffari dan Ika Kaifiah)
pengembangan kapasitas terbesar adalah kilang RU 4 Cilacap, yaitu sebesar 21,576 juta barel.Hal ini disebabkan kapasitas disain dari kilang RU 4 Cilacap merupakan yang tertinggi diantara kilangkilang pengolahan minyak bumi milik PT. Pertamina (Persero). Pengembangan kapasitas penyimpanan minyak mentah terendah ada di kilang RU 7 Kasim yaitu sebesar 740 ribu barel. Hal ini sejalan dengan kapasitas disain dari kilang RU 7 Kasim yang hanya sebesar 10 MBSD dan merupakan yang terkecil dibandingkan diantara kilang pengolahan minyak bumi milik PT. Pertamina (Persero). 1. Biaya Investasi Pengembangan Cadangan Strategis Data pada Tabel 3 dijadikan input pada persamaan (3) yang terdapat dalam model investasi, sehingga dihasilkan biaya investasi pengembangan cadangan strategis untuk setiap kilang pengolahan minyak bumi milik PT. Pertamina seperti pada Tabel 4 berikut ini: Tabel 4 Biaya investasi pengembangan cadangan strategis Investasi
Kilang Juta US$
Juta Rupiah
RU 2 Dumai
300
3,301,495
RU 3 Plaju (Musi)
198
2,175,871
RU 4 Cilacap
465
5,109,988
RU 5 Balikpapan
412
4,536,179
RU 6 Balongan
184
2,024,919
RU 7 Kasim Total
44
482,061
1,603
17,630,513
Berdasarkan Tabel 4 diatas diketahui bahwa, investasi yang diperlukan untuk pengembangan kapasitas penyimpanan minyak mentah kilang pengolahan minyak bumi milik PT. Pertamina(Persero) hingga dapat mengimplementasikan kebijakan cadangan strategis adalah sebesar 1,603 juta US$ atau setara dengan Rp. 17,630 Trilyun. 2. Biaya Penimbunan Minyak Mentah (Stock Oil Cost) Data pada Tabel 4 dijadikan input pada persamaan (4) yang terdapat dalam model investasi, sehingga dihasilkan biaya penimbunan minyak mentah (stock oil cost) untuk setiap kilang pengolahan minyak bumi
milik PT. Pertamina (Persero) seperti pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Biaya penimbunan minyak mentah (Stock Oil Cost) Stock Oil Cost Kilang Juta US$ RU 2 Dumai
1,156
RU 3 Plaju (Musi)
Juta Rupiah 12,716,000
637
7,009,200
2,158
23,733,600
RU 5 Balikpapan
1,82
20,020,000
RU 6 Balongan
575
6,325,000
74
814
6,42
70,617,800
RU 4 Cilacap
RU 7 Kasim Total
Berdasarkan Tabel 5 diatas dapat diketahui besar biaya penimbunan minyak mentah (stock oil cost) yang dibutuhkan untuk pengimplementasian cadangan strategis adalah sebesar 6,42juta US$ atau setaraf dengan Rp. 70,617Trilyun. 3. Keuntungan Langsung Pengembangan Cadangan Strategis Pengembangan kapasitas penyimpanan minyak mentah pada setiap kilang menyebabkan ketersedian umpan minyak mentah pada kilang minyak yang beroperasi bukan pada kapasitas disain optimalnya, sehingga akan meningkatkan produksi dari produk hasil kilang-kilang tersebut. Berikut adalah tabel yang menjabarkan peningkatan produksi produk hasil kilang. Data peningkatan produksi produk kilang pada Tabel 6 dijadikan input untuk menghitung keuntungan langsung dari penjualan penambahan produksi produksi hasil kilang seperti yang dijabarkan pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa RU 5 Balikpapan adalah kilang yang paling potensial mendapatkan penambahan pendapatan hasil penjualan produk, jika dilaksanakan kebijakan cadangan strategis yaitu sebesar 189,8 juta US$ atau setara dengan 2,087 Miliar Rupiah. Sedangkan RU 6 Balongan menjadi kilang yang memiliki potensi peningkatan pendapatan hasil penjualan kilang yang terendah yaitu nol, dikarenakan kilang ini telah beroperasi pada kapasitas maksimal design-nya. Rata-rata pendapatan setiap kilang adalah sebesar 69,85 juta US$ atau setara dengan 768 Miliar Rupiah. 47
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 43 - 53
Tabel 6 Peningkatan produksi produk hasil kilang RU (MBSD)
Thruput Produksi Kilang 2 Avgas
-
4 -
5 -
6 -
7 -
-
Avtur
2.8
0.3
6.1
15.4
-
-
Premium
4.7
9.7
15.6
38.7
-
0.3
Kerosene
0.3
0.7
1.7
17.0
-
0.4
Gas oil
24.1
12.6
-
98.9
-
0.7
Diesel Oil
-
0.2
-
0.6
-
-
Automotive Diesel Oil (ADO)
-
-
21.6
-
-
-
Industrial Diesel Oil (IDO)
-
-
0.7
-
-
-
2.6
3.3
8.6
4.1
-
-
Fuel Oil Marine Fuel Oil (MFO)
-
-
0.7
-
-
-
Pertamax
-
0.0
-
-
-
-
Pertamax Plus
48
3
-
-
-
0.6
-
-
LPG
0.6
1.4
0.8
2.1
-
-
Naphtha
0.6
5.9
6.7
-
-
-
Vac. Residue
0.2
6.7
-
-
-
-
Green Coke
1.6
-
-
-
-
-
Solphy 2
-
-
-
-
-
-
Polytam
-
-
-
-
-
-
LSWR Mix
2.2
-
2.0
-
-
-
LSWR Flux
0.1
-
-
-
-
-
LSWR S/R
-
-
1.3
-
-
-
Unconverted Oil (UCO)
1.6
-
-
-
-
-
HVGO
0.1
-
-
-
-
-
SBPX
-
0.2
-
-
-
-
LAWS
-
0.1
-
-
-
-
Polytam
-
0.5
-
-
-
-
Pertadex
-
-
-
-
-
-
PROPYLENE
-
-
-
-
-
-
Decant Oil
-
-
-
-
-
-
MGO-05
-
-
-
30.1
-
-
Smooth Fluid 05 ( OBM )
-
-
-
7.4
-
-
LAWS-05
-
-
-
21.9
-
-
Light Naphtha
-
-
-
-
-
0.1
Heavy Naphtha
-
-
-
-
-
0.1
Sweet naphtha
-
-
-
-
-
0.1
Residue
-
-
-
-
-
0.8
Asphalt
-
-
1.1
-
-
-
HSFO
-
-
1.4
-
-
-
Total Lube Base
-
-
2.3
-
-
-
Produk Petrokimia
-
-
2.2
-
-
-
Analisis Cost Benefit Pengembangan Cadangan Strategis (Fiqi Giffari dan Ika Kaifiah)
Tabel 7 Keuntungan langsung Penambahan Pendapatan Kilang (Direct Benefit ) Avgas
RU 2
RU 3
RU 4
RU 5
RU6
RU 7
Juta US$ -
-
-
-
-
-
Avtur
3.76
0.47
9.49
12.34
-
-
Premium
6.19
13.39
24.22
30.99
-
0.50
Kerosene
0.33
1.02
2.69
13.62
-
0.61
31.86
17.37
-
79.27
-
1.22
Diesel Oil
-
0.21
-
0.47
-
-
Automotive Diesel Oil (ADO)
-
-
33.53
-
-
-
Gas oil
Industrial Diesel Oil (IDO) Fuel Oil
-
-
1.03
-
-
-
3.41
4.51
13.32
3.31
-
-
Marine Fuel Oil (MFO)
-
-
1.06
-
-
-
Pertamax
-
0.04
-
-
-
-
Pertamax Plus
-
-
-
0.52
-
-
LPG
0.73
1.97
1.28
1.66
-
-
Naphtha
0.81
8.09
10.36
-
-
-
Vac. Residue
0.25
9.16
-
-
-
-
Green Coke
2.14
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Solphy 2
-
-
-
-
-
-
LSWR Mix
Polytam
2.85
-
3.12
-
-
-
LSWR Flux
0.18
-
-
-
-
-
LSWR S/R
-
-
1.95
-
-
-
Unconverted Oil (UCO)
2.10
-
-
-
-
-
HVGO
0.19
-
-
-
-
-
SBPX
-
0.27
-
-
-
-
LAWS
-
0.19
-
-
-
-
Polytam
-
0.69
-
-
-
-
Pertadex
-
-
-
-
-
-
PROPYLENE
-
-
-
-
-
-
Decant Oil
-
-
-
-
-
-
MGO-05
-
-
-
24.13
-
-
Smooth Fluid 05 ( OBM )
-
-
-
5.91
-
-
LAWS-05
-
-
-
17.59
-
-
Light Naphtha
-
-
-
-
-
0.14
Heavy Naphtha
-
-
-
-
-
0.12
Sweet naphtha
-
-
-
-
-
0.10
Residue
-
-
-
-
-
1.41
Asphalt
-
-
1.74
-
-
-
HSFO
-
-
2.21
-
-
-
Total Lube Base
-
-
3.63
-
-
-
Produk Petrokimia
-
-
3.36
-
-
-
54.80
57.39
113
189.8
0
4.10
Total
49
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 43 - 53
4. Keuntungan Tidak Langsung Pengembangan Cadangan Strategis Berdasarkan model keuntungan dihasilkan keuntungan tidak langsung dari pengembangan cadangan strategis yang terdiri atas dampak Faktor Produksi, dampak Institusi, dan dampak KegiatanProduksi. Dampak Faktor Produksi dari pengembangan cadangan strategis yang bernilai sebesar 2,853 juta US$ atau setara dengan 31,383 Trilyun Rupiah. Berikut adalah Tabel 8 yang menjabarkan dampak faktor produksi terhadap pengembangan cadangan strategis untuk setiap kilang. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa sektor kode 6 (tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar penerima upah dan gaji di kota) memiliki dampak faktor produksi tertinggi diantara sektor tenaga kerja lainnya. Sementara itu sektor tenaga kerja yang memiliki dampak faktor produksi terendah jatuh pada sektor kode 15 (tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi bukan penerima upah dan gaji di desa).Secara umum tenaga kerja di daerah perkotaan menerima dampak faktor produksi yang
lebih besar dibandingkan tenaga kerja di desa. Sektor bukan tenaga kerja sektor kode 17memiliki prosentase yang relatif besar dibandingkan dengan total seluruh sektor yang terlibat dalam faktor produksi yaitu berkisar antara 47%-51%. Dampak Institusi dari pengembangan cadangan strategis yang bernilai sebesar 2,955 juts US$ atau setara dengan 32,508 Trilyun Rupiah. Berikut adalah Tabel 9 yang menjabarkan dampak institusi terhadap pengembangan cadangan strategis untuk setiap kilang. Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa sektor kode 25 (rumah tangga bukan pertanian perkotaan Gol 3) memiliki dampak institusi tertinggi diantara sektor rumah tangga lainnya. Sementara itu sektor rumah tangga yang memiliki dampak faktor produksi terendah jatuh pada sektor kode 18 (rumah tangga pertanian buruh).Secara umum rumah tangga yang memiliki penghasilan tinggi mendapatkan dampak institusi terhadap pengembangan cadangan strategis yang lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki penghasilan lebih kecil. Sektor perusahaan memiliki prosentase yang relatif besar dibandingkan dengan total seluruh sektor yang
Tabel 8 Dampak faktor produksi terhadap pengembangan cadangan strategis Dampak Faktor Produksi (Juta US$) Kode
Faktor Produksi RU 2
RU 3
RU 4
RU 5
RU 6
RU 7
1
Tenaga Kerja Pertanian Penerima Upah dan Gaji di Desa
11
8
14
17
6
1
2
Tenaga Kerja Pertanian Penerima Upah dan Gaji di Kota
3
2
4
5
2
0
3
Tenaga Kerja Pertanian Bukan Penerima Upah dan Gaji di Desa
31
22
42
50
17
4
4
Tenaga Kerja Pertanian Bukan Penerima Upah dan Gaji di Kota
3
2
5
5
2
0
5
Tenaga Kerja Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh Kasar Penerima Upah dan Gaji di Desa
33
23
44
51
19
5
6
Tenaga Kerja Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh Kasar Penerima Upah dan Gaji di Kota
49
34
66
79
26
7
7
Tenaga Kerja Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh Kasar Bukan Penerima Upah dan Gaji di Desa
16
11
22
26
9
2
8
Tenaga Kerja Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh Kasar Bukan Penerima Upah dan Gaji di Kota
13
9
17
20
7
2
9
Tenaga Kerja Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Penerima Upah dan Gaji di Desa
7
5
10
12
4
1
10
Tenaga Kerja Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Penerima Upah dan Gaji di Kota
36
25
49
59
19
5
11
Tenaga Kerja Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Bukan Penerima Upah dan Gaji di Desa
13
9
17
20
7
2
12
Tenaga Kerja Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Bukan Penerima Upah dan Gaji di Kota
19
13
25
29
11
3
13
Tenaga Kerja Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Penerima Upah dan Gaji di Desa
4
3
6
7
2
1
14
Tenaga Kerja Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Penerima Upah dan Gaji di Kota
14
10
20
24
8
2
15
Tenaga Kerja Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Bukan Penerima Upah dan Gaji di Desa
2
1
2
2
1
0
16
Tenaga Kerja Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Bukan Penerima Upah dan Gaji di Kota
4
3
5
6
2
1
17
Bukan Tenaga Kerja
246
179
345
428
125
33
504
359
692
840
265
68
Total
50
Analisis Cost Benefit Pengembangan Cadangan Strategis (Fiqi Giffari dan Ika Kaifiah) Tabel 9 Dampak institusi terhadap pengembangan cadangan strategis Dampak Institusi (Juta US$) Kode
Institusi RU 2
RU 3
RU 4
RU 5
RU 6
RU 7
18
Rumah tangga Pertanian Buruh
12
9
16
20
7
2
19
Rumah tangga Pertanian Pengusaha Pertanian
61
43
83
100
33
8
20
Rumah tangga Bukan Pertanian Pedesaan Gol 1
48
34
65
77
26
7
21
Rumah tangga Bukan Pertanian Pedesaan Gol 2
15
11
21
25
8
2
22
Rumah tangga Bukan Pertanian Pedesaan Gol 3
42
30
58
70
23
6
23
Rumah tangga Bukan Pertanian Perkotaan Gol 1
69
48
93
112
37
9
24
Rumah tangga Bukan Pertanian Perkotaan Gol 2
22
16
31
37
12
3
25
Rumah tangga Bukan Pertanian Perkotaan Gol 3
73
52
100
120
39
10
26
Perusahaan
178
129
250
309
90
24
522
372
717
871
275
71
Total
Tabel 10 Hasil estimasi dampak sektor produksi terhadap pengembangan cadangan strategis Dampak Sektor Produksi (Juta US$) Kode
Sektor Produksi
RU
RU
RU
RU
RU
RU
2
3
4
5
6
7
28
Pertanian Tanaman Pangan
38
27
51
62
20
5
29
Pertanian Tanaman Lainnya
14
9
18
22
7
2
30
Peternakan dan Hasil-hasilnya
23
16
31
37
12
3
31
Kehutanan dan Perburuan
8
6
11
12
5
1
32
Perikanan
16
11
21
25
8
2
33
Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi
32
26
50
70
12
4
34
Pertambangan dan Penggalian Lainnya
19
13
24
26
12
3
35
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
69
49
93
112
37
9
36
Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit
12
9
17
20
7
2
37
Industri Kayu & Barang Dari Kayu
21
14
27
30
13
3
38
Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri
98
66
127
145
57
14
39
Industri Kilang Minyak
35
24
47
54
20
5
40
Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen
56
38
73
83
32
8
41
Listrik, Gas Dan Air Minum
9
7
13
15
5
1
42
Konstruksi
7
5
10
11
4
1
43
Perdagangan
78
54
104
121
44
11
44
Restoran
24
17
33
39
13
3
45
Perhotelan
1
1
2
2
1
0
46
Angkutan Darat
23
16
30
35
13
3
47
Angkutan Udara, Air dan Komunikasi
24
17
32
37
13
3
48
Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan
49
Bank dan Asuransi
50
Real Estate dan Jasa Perusahaan
27
19
36
42
15
4
51
Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya
26
18
35
42
14
4
52
Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya Total
3
2
5
5
2
0
24
16
32
37
13
3
23
16
31
36
13
3
710
495
952
1120
393
99
51
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 43 - 53
terlibat ada dalam institusi yaitu berkisar antara 33%-36%. Dampak Kegiatan Produksi dari pengembangan cadangan strategis yang Kilang bernilai sebesar 3,952 juta US$ atau setaradengan 43,479 Trilyun Rupiah. Berikut RU 2 adalah Tabel 10 yang menjabarkan dampak RU 3 sektor produksi terhadap pengembangan cadangan strategis untuk setiap kilang. RU 4 Berdasarkan Tabel 10 diatas terlihat RU 5 bahwa sektor kode 38 (industri kertas, RU 6 percetakan, alat angkutan dan barang dari RU 7 logam dan industri) memiliki dampak KegiatanProduksi tertinggi diantara Kegiatan Produksi lainnya. Sementara itu Kegiatan Produksi memiliki dampak Faktor Produksi terendah jatuh pada sektor kode 45 (perhotelan).Secara umum sektor industri memiliki dampak Kegiatan Produksi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Kegiatan Produksi lainnya, namun peringkat kedua tertinggi dari semua Kegiatan Produksi jatuh pada sektor perdagangan (kode 43) yang merupakan Kegiatan Produksi di luar sektor industri. 5. Analisis Cost Benefit Pengembangan Cadangan Strategis Analisis dilakukan dengan menggunakan Benefit Cost Ratio (BCR), dan hasilnya seperti terlibat pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa cadangan strategis siap/layak untuk dikembangkan di seluruh kilang jika benefit yang diperhitungkan bukan hanya yang secara langsung (direct benefit) dari peningkatan penjualan produk hasil kilang, tetapi juga diperhitungkan dampak tidak langsung berupa efek berganda dari pengembangan cadangan strategis yang akan dirasakan di seluruh Faktor Produksi, Institusi yang terlibat dan Kegiatan Produksi yang ada di sekitar kilang minyak. Jika membandingkan BCR dengan indirect benefit atau efek berganda yang dihasilkan, dapat diperoleh prioritas pengembangan cadangan strategis sebagai berikut: 1. RU 7 Kasim merupakan kilang yang paling siap untuk dikembangkan dengan nilai BCR indirect sampai 2,02. Hal ini dikarenakan wilayah Papua yang merupakan lokasi beradanya wilayah kilang merupakan daerah dengan infrastruktur yang 52
Tabel 11 Analisis cost benefit pengembangan cadangan strategis Cost Benefit Analysis
BCR Total
Direct
Indirect
Total
Direct
Indirect
12.295
0.0376
11.919
SIAP
TIDAK
SIAP
15.379
0.0683
14.692
SIAP
TIDAK
SIAP
11.095
0.0431
10.664
SIAP
TIDAK
SIAP
13.533
0.0850
12.683
SIAP
TIDAK
SIAP
12.296
-
12.296
SIAP
TIDAK
SIAP
20.562
0.0348
20.214
SIAP
TIDAK
SIAP
relatif kurang sehingga pengembangan cadangan strategis di wilayah ini dapat berdampak berjalannya Faktor Produksi, Intitusi dan Kegiatan Produksi yang ada di sekitar kilang, dan pada akhirnya akan menggulirkan roda perekonomian sehingga daerah tersebut menjadi lebih hidup. 2. RU 3 Plaju merupakan kilang yang memiliki nilai BCR indirect tertinggi kedua yaitu sebesar 1,47. Hal ini disebabkan kondisi infrastruktur penyimpanan dari kilang RU III Plaju sudah layak untuk direvitalisasi, sehingga menyebabkan penurunan produksi yang sangat signifikan. Oleh karenanya pengembangan cadangan strategis akan meningkatkan secara signifikan produksi dari kilang tersebut, yang dikarenakan tersedianya pasokan minyak mentah yang menjadi umpan dari kilang tersebut. 3. RU 5 Balikpapan merupakan kilang yang memiliki nilai BCR indirect tertinggi ketiga yaitu sebesar 1.27. Hal ini disebabkan kilang ini memiliki rentang spesifikasi umpan yang relatif lebar sehingga sangat cocok untuk dijadikan basis penyimpanan minyak mentah. 4. RU 6 Balongan merupakan kilang yang memiliki nilai BCR indirect tertinggi ke empat yaitu sebesar 1,23. Walaupun penerapan kebijakan cadangan strategis pada kilang ini tidak memberikan keuntungan secara langsung, namun keuntungan tidak langsung yang dihasilkan dari pergerakan ekonomi relatif tinggi sehingga cocok untuk dikembangkan oleh pemerintah secara langsung.
Analisis Cost Benefit Pengembangan Cadangan Strategis (Fiqi Giffari dan Ika Kaifiah)
5. RU 2 Dumai merupakan kilang yang memiliki nilai BCR indirect terendah kedua yaitu sebesar 1,19. Pada kilang ini terdapat kenaikan keuntungan langsung dari penerapan kebijakan cadangan strategis, namun peningkatan keuntungan tidak langsung pada kilang ini merupakan yang terendah kedua diantara kilang lainnya. RU II Dumai merupakan salah satu kilang yang mengolah minyak mentah jenis Minas (Sumatera Light Crude (SLC) dan jenis Duri Crude Oil (DCO). 6. RU 4 Cilacap merupakan kilang yang memiliki nilai BCR indirect terendah yaitu sebesar 1,07. Pada kilang ini terdapat kenaikan keuntungan langsung dari penerapan kebijakan cadangan strategis, namun peningkatan keuntungan tidak langsung pada kilang ini merupakan yang terendah diantara kilang lainnya. Pada kilang ini spesifikasi umpan adalah untuk jenis minyak mentah light sampai medium. V. KESIMPULAN Cadangan strategis diperlukan agar infrastruktur pengolahan minyak bumi dalam negeri dapat berproduksi dengan optimal. Kebutuhan akan cadangan strategis selain merupakan amanat UU Energi juga merupakan bagian dari upaya menjamin ketahanan energi nasional. Dengan melakukan perhitungan biaya investasi dan keuntungan secara langsung didapat nilai BCR untuk seluruh di kilang bernilai di bawah 1 berarti pengembangan cadangan strategis tidak siap/layak untuk dikembangkan jika dilihat dari keuntungan secara langsung. Dengan melakukan perhitungan biaya investasi dan keuntungan secara tidak langsung didapat nilai BCR untuk seluruh di kilang bernilai diatas 1, hal ini berarti pengembangan cadangan strategis memiliki efek berganda untuk sektor-sektor lainnya sehingga siap/layak untuk dikembangkan. Pengembangan Cadangan Strategis memiliki efek berganda ke peningkatan pendapatan masyarakat (rumah tangga) sebesar 65.31% dari total efek pendapatan institusi, yang berarti lebih tinggi dari peningkatan pendapatan untuk pemilik modal (perusahaan) yang hanya mencapai 34,69% dari total pendapatan institusi.
KEPUSTAKAAN Berger J., 2008,Statistical Decision Theory. The New Palgrave Dictionary of Economics. Blanchard, David, 2010,Supply Chain Management Best Practices, 2nd.Edition. John Wiley & Sons. Boardman, N. E., Cost-benefit Analysis, Concepts and Practice, NJ: Prentice Hal. 2006. Boardman, N. E., 2006,Cost-benefit Analysis, Concepts and Practice, NJ: Prentice Hal. David, Blanchard, Supply Chain Management Best Practices, 2nd.Edition. John Wiley & Sons. 2010. Dunn, William N., Public.Policy Analysis: an Introduction. Longman. 2009. Dunn, William N., 2009, Public.Policy Analysis: an Introduction. Longman. Ellis, Kimberly, 2008,Production Planning and Inventory Control. McGraw Hill. Ellis, Kimberly, Production Planning and Inventory Control. McGraw Hill. 2008. Fajri Harisnanda, Ikhlashia Amaly, Alan Mario Gusman, dkk, 2011, Analisis Sistem Rantai Pasok Minyak, Universitas Andalas, Padang, 2011. George A Pavellis, 1971, The Benefit Cost Ratio in Resource Development Planning, Southern Journal of Agricultural Economics, 1971. Giovanni Bellu L., 2012, Sosial Accounting Matrix (SAM) for Analysing Agricultural and Development Policies Conceptual Aspects and Examples, Food and Agriculture Organization of the United Nations, FAO, 2012. Hasil Sensus Penduduk, 2010 – Data Agregat per propinsi, Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk, 2010, 2010, Data Agregat per propinsi, Badan Pusat Statistik. Hennlock Magnus, 2009, A Note on The Cost Benefit Ratio in Self Enforcing Agreements, Department of Economics, Sweden, 2009. Horvath, Endre and. Douglas C. Frechtling, 1999, Estimating the Multiplier Effects of Tourism Expenditures on a Local Economy Through a Regional Input-Output Model, Journal of Traveo Research Vo. 37, 1999. James J. Heckman, dkk, 2010, A New Cost Benefit and Rate of Return Analysis for The Perry Preschool Program, National Bureau of Economic Research, 2010. James, Berger, Statistical Decision Theory. The New Palgrave Dictionary of Economics. 2008. Jose de Sa, 2012, Global Refining, Bain & Company, 2012. Keisuke, H., 2008,Decision Theory in Econometrics. The New Palgrave Dictionary of Economics. 2008. Keisuke, Hirano, Decision Theory in Econometrics. The 53
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 43 - 54 New Palgrave Dictionary of Economics. 2008. Kress, George J.; Snyder., 1994,Forecasting and market analysis techniques: a practical approach. Westport, Connecticut, London: Quorum Books Kress, George J.; Snyder., Forecasting and market analysis techniques: a practical approach. Westport, Connecticut, London: Quorum Books. 1994. Makridakis, Spyros; Wheelwright, Steven; Hyndman, Rob J., Forecasting: methods and applications. New York: John Wiley & Sons. 1998. Makridakis, Spyros; Wheelwright, Steven; Hyndman, Rob J., 1998,Forecasting: methods and applications. New York: John Wiley & Sons. Nahmias, S., 2009,Production and Operations Analysis. Nahmias, Steven, Production and Operations Analysis. 2009. Pindyck, Robert S., and Daniel L. Rubinfeld, Econometric Methods and Economic Forecasts, McGrawHill. 1998. Pindyck, Robert S., and Daniel L. Rubinfeld., 1998,Econometric Methods and Economic Forecasts, McGraw-Hill. Pyatt. Graham and Jeffry I Round, 2004, Multifier Effects and The Reduction of Poverty, University of Warwick, 2004.
54
Rahman. Maizar, Cadangan Strategis Minyak Untuk Keamanan Energi Indonesia, Lembaran Publikasi Lemigas Vol. 45, 2011. Rescher, N., 1998,Predicting the future: An introduction to the theory of forecasting. State University of New York Press. Rescher, Nicholas, Predicting the future: An introduction to the theory of forecasting. State University of New York Press. 1998. Timothy J. Kehoe, 1996, Social Accounting Matrices and Applied General Equilibirum Model, Federal Reserve Bank of Minneapolis Research Department, 1996. Wayan R. Susila, dan IDM Darma Setiawan, 2007, Peran Industri Berbasis Perkebunan dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan: Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25, 2007. Weimer, D., Vining, 2005, A. Policy Analysis: Concepts and Practice. Fourth Edition. Weimer, D., Vining, A. Policy Analysis: Concepts and Practice. Fourth Edition. 2005. Victor S. Purba, 2008, Penentuan Total Cadangan Minyak Nasional dengan Metode Perhitungan Kurva Puncak Hubbert dan Pendekatan Numerikal terhadap Grafik Produksi Minyak Nasional Indonesia, ITB, 2008.
Reduksi Gas CO2 oleh Mikroalga Scenedesmus sp. pada Fotobioreaktor Tertutup dengan Variasi Konsentrasi Gas CO2 (Rino Nirwawan, Yanni Kussuryani, dan Dhiti Adiya Hanupurti)
Reduksi Gas CO2 oleh Mikroalga Scenedesmus sp. pada Fotobioreaktor Tertutup dengan Variasi Konsentrasi Gas CO2 The Reduction of CO2 Gas by Scendemus sp. Microalgae in Closed Photobioreactor using Variation of CO2 Gas Concentration Rino Nirwawan, Yanni Kussuryani dan Dhiti Adiya Hanupurti Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected] Teregistrasi I tanggal 11 Maret 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 16 April 2014 Disetujui terbit tanggal: 30 April 2014
ABSTRAK Salah satu metode potensial yang dapat digunakan untuk reduksi CO2 adalah memanfaatkan aktivitas mikroalga melalui proses fotosintesis. Mikroalga adalah bioagen yang mampu menangkap CO2 dan mengubahnya menjadi karbohidrat untuk menambah pertumbuhan populasinya. Banyaknya CO2 yang digunakan dapat mencapai hampir dua kali lipat dari berat kering biomassa yang dihasilkan. Tujuan kegiatan ini adalah mengkaji kemampuan mikroalga Scenedesmus sp dalam mereduksi gas CO2 pada suatu fotobioreaktor skala pilot dengan memvariasikan konsentrasi gas CO2 yang diinjeksikan ke dalam sistem. Penelitian dilakukan di Lapangan Gas Subang selama tujuh hari. Komposisi gas CO2 yang digunakan adalah ±98%. Sistem operasi adalah sistem batch dan media pertumbuhan yang digunakan adalah media “Sederhana 2”. Pada penelitian ini digunakan empat rangkaian fotobioreaktor dengan volume operasi masing-masing adalah 60 Liter. Masing-masing fotobioreaktor divariasikan perbandingan jumlah gas CO2 dan udara yang diinjeksikan, yaitu 0:100% (fotobioreaktor 1) yang berfungsi sebagai kontrol, 10:90% (fotobioreaktor 2), 30:70% (fotobioreaktor 3) dan 50:50% (fotobioreaktor 4). Kepadatan sel, optical density (OD), pH, dan berat kering digunakan sebagai parameter pengujian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi gas CO2 tertinggi terdapat pada fotobioreaktor 2 yang terjadi pada hari ke-3 operasi, yaitu sebesar 8,09x10-5 gram dengan nilai kepadatan sel 23,87 x 106 sel/mL. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan 10% gas CO2 ke dalam fotobioreaktor dapat meningkatkan pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp. Kata kunci: fotobioreaktor, mikroalga, gas CO2, Scenedesmus sp. ABSTRACT One potential method that can be used for the reduction of CO2 is utilizing the microalgae activity through the process of photosynthesis. Microalgae is a bioagen that is able to capture the CO2 and convert it into carbohydrates for the growth of the population. The number of CO2 used can achieve almost double of the dry weight biomass produced. The purpose of this study is to assess the ability of Scenedesmus sp. microalgae in the reduction of CO2 gas at a pilot scale photobioreactor by varying the concentration of CO2 to be injected into the system. The research was done in Subang gas ¿eld for seven days. The composition
55
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 55 - 62 of the CO2 gas was ±98%. The operating system was a batch system and used ”Sederhana 2”as a growth media. In this study we were using four sets of photobioreactor with their respective operating volume of 60 liters. Each photobioreactor has a different ratio of CO2 gas and air to be injected, that is 0: 100% (1st photobioreactor) that serves as the control, 10:90% (2nd photobioreactor), 30:70% (3rd photobioreactor) and 50:50% (4th photobioreactor). Cell density, optical density (OD), pH, and dry weight were used as test parameters. The result showed that the reduction of the highest CO2 gas contained on 2nd photobioreactor which occurs on the 3rd day of the operation, i.e. by 8.09x10-5 gram with cell density of 23.87 x 106 cell/ mL . From these results it can be concluded that the addition of CO2 into the photobioreactor can increase the growth of microalgae Scenedesmus sp. Keywords: photobioreaktor, microalgae, CO2 gas, Scenedesmus sp.
I. PENDAHULUAN Penggunaan energi biomassa diketahui dapat menurunkan emisi gas CO2. Menurut Zumaritha (2011), karbondioksida adalah hasil akhir dari organisme yang mendapatkan energi dari penguraian gula, lemak dan asam amino dengan oksigen sebagai bagian dari metabolisme dalam proses yang dikenal sebagai respirasi sel. Pada tumbuh-tumbuhan, karbondioksida diserap dari atmosfer pada proses fotosintesis, dalam proses ini tumbuh-tumbuhan dapat mengurangi kadar karbondioksida di atmosfer dengan melakukan proses fotosintesis yang disebut juga dengan asimilasi karbon dengan menggunakan energi cahaya untuk memproduksi materi organik dengan mengkombinasi karbondioksida dengan air. Ada beberapa sumber energi biomassa yang sedang dikembangkan di beberapa negara untuk mengurangi emisi gas CO2, salah satunya adalah mikroalga. Mikroalga merupakan alga kecil (ukuran 2-20 ȝm) berupa tanaman talus yang memiliki kloro¿l sehingga mampu melakukan fotosintesis. Mikroalga bereproduksi secara aseksual melalui pembelahan sel. Mikroalga terdiri dari banyak spesies yang hampir semuanya merupakan organisme akuatik (Sasmita et al. 2004). Selama proses fotosintesis, mikroalga hanya menggunakan cahaya dan nutrien serta menghasilkan lipid, protein, dan karbohidrat. Hasil metabolik tersebut tergantung pada kondisi lingkungan dan nutrien. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga diantaranya adalah intensitas cahaya, jumlah CO2, pH, temperatur, dan ada atau tidak adanya organisme lain (Juneja et al. 2013). Beberapa jenis mikroalga telah diketahui memiliki kandungan minyak yang cukup bervariasi di antaranya Botryococcus braunii 25%-75%, Chlorella 56
sp 28%-32%, Spirulina platensis 4%-16,6%, Scenedesmus obliquus 11%-55%, Scenedesmus sp. 19,6%-21,1% (Chisti Yusuf, 2007; Mata et al., 2010). Scenedesmus spp. mengandung 8-56% protein, 10%-52% karbohidrat, 2%-40% lemak serta 3%-6% nucleic acid (Kawaroe, et al., 2010). Penggunaan mikroalga sebagai salah satu bahan baku mempunyai prospek cerah karena mikroalga mudah dibudidayakan dan dapat berproduksi lebih banyak dibanding bahan baku lainnya. Biofuel yang diproduksi dari mikroalga termasuk ramah lingkungan. Selain itu, mikroalga dalam masa pertumbuhannya dapat memanfaatkan kelebihan karbondioksida di udara sehingga mempunyai dampak positif menurunkan efek rumah kaca akibat global warming dan climate change (Chisti 2007). Mikroalga adalah bioagen yang mampu menangkap CO 2 dan mengubahnya menjadi karbohidrat untuk pertumbuhan populasinya. Untuk organisme seperti mikroalga, karbondioksida merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroalga (Hoshida, et al. 2005). Penggunaan karbondioksida pada kultivasi mikroalga juga dilakukan oleh Olaizola et al. (2004), dalam jurnalnya dikatakan bahwa mikroalga dapat menyerap karbondioksida pada kisaran pH dan konsentrasi gas karbondioksida yang berbeda. E¿siensi dari penyerapan karbondioksida oleh mikroalga tergantung dari pH kultivasi tetapi tidak dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi gas. Banyaknya CO2 yang digunakan dapat mencapai hampir dua kali lipat dari berat kering biomassa yang dihasilkan. Kemampuan penyerapan gas CO2 oleh mikroalga tergantung pada jenis mikroalga yang digunakan. Ono dan Cuello (2010), lebih spesi¿k menjelaskan jenis-jenis mikroalga yang mempunyai
Reduksi Gas CO2 oleh Mikroalga Scenedesmus sp. pada Fotobioreaktor Tertutup dengan Variasi Konsentrasi Gas CO2 (Rino Nirwawan, Yanni Kussuryani, dan Dhiti Adiya Hanupurti)
toleransi terhadap gas CO2 seperti terlihat pada Tabel 1. Hasil riset Laboratorium Energi Terbarukan di Amerika dan Jerman menunjukkan bahwa mikroalga merupakan tanaman yang paling e¿sien dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari dan CO2 untuk keperluan fotosintesis. Hal ini menyebabkan mikroalga memiliki waktu pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan tanaman darat, yaitu mulai dari hitungan hari sampai beberapa minggu (Uju & Wahyuni 2007 dalam Istiyanie 2011). Dari penelitian ini diharapkan gas CO2 yang berasal dari cerobong industri tertentu mampu dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan direduksi oleh mikroalga, sehingga kandungan gas CO 2 yang dibuang ke lingkungan dapat diminimalisasi.
Tabel 1 Jenis Mikroalga yang memiliki toleransi terhadap gas CO2 Spesies
1.
Cyanidium caldarium
100%
2.
Scenedesmus sp.
80%
3.
Chlorococcum littorale
60%
4.
Synechococcus elongatus
60%
5.
Euglena gracilis
45%
6.
Chlorella sp.
40%
7.
Eudorina spp.
20%
8.
Dunaliella tertiolecta
15%
9.
Nannochloropis sp.
15%
10.
Chlamydomonas sp.
15%
11.
Tetraselmis sp
14%
Tabel 2 Karakeristik Gas CO2 yang digunakan
II. METODOLOGI A. Persiapan Kultur Mikroalga dan Media Pertumbuhan Spesies mikroalga yang digunakan merupakan mikroalga mixed-culture yang berasal dari koleksi spesies mikroalga Kelompok Bioteknologi “Lemigas”. Jenis spesies tersebut didominasi oleh mikroalga Scenedesmus sp. Media pertumbuhan yang digunakan adalah media “Sederhana 2” yang terdiri dari Urea, TSP, ZA, Na2EDTA, FeCl3.6H2O, H3BO3, ZnCl2, Na2MoO4.2H2O, CoCl2.6H2O, MnCl2.4H2O, CuSO4.5H2O, dan akuades. Sebelum digunakan, media disterilkan terlebih dahulu menggunakan autoklaf.
Konsentrasi maksimum gas CO2
No
Komposisi CO2 (Karbondioksida)
Kandungan (%) 98,07
O2 (Oksigen)
0
CH4 (Methan)
1,41
N2 (Nitrogen)
0,52
Ar (Argon)
-
H2 (Hidrogen)
-
CO ( Karbon monoksida)
-
Hidrokarbon
-
Moisture
-
B. Sumber dan Karakteristik Gas CO2 Gas CO 2 yang digunakan di Lapangan gas Subang berasal dari gas sampling port dengan tekanan 1,11 Psig. Komposisi gas CO2 dapat dilihat pada Tabel 2. C. Proses Pengujian dan Analisis Proses pengujian menggunakan fotobioreaktor yang dioperasikan dengan sistem batch. Empat buah reaktor yang digunakan terbuat dari kaca dengan volume operasi masing-masing 60 Liter. Gas CO2 dan udara dimasukkan ke dalam fotobioreaktor 2, 3 dan 4
pada awal operasi melalui perbandingan yang tertera pada Tabel 3, sedangkan fotobioreaktor 1 hanya diberikan udara sebagai kontrol. Selama percobaan, seluruh fotobioreaktor diberi aerasi dengan kekuatan yang sama. Aerasi menggunakan pompa celup dimana pemberian aerasi berguna untuk menstabilkan pH dan menghomogenisasikan unsur hara yang terdapat dalam media pertumbuhan. Parameter yang diamati adalah pH, OD, kepadatan sel dan temperatur (Tabel 3) dimana proses pengamatan dilakukan setiap hari. OD diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 680 nm (data OD tidak ditampilkan) dan kepadatan sel menggunakan Haemocytometer dengan jenis Neubeur. Pengukuran pH dan temperatur kultur menggunakan pH meter. 57
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 55 - 62
Rangkaian fotobioreaktor yang digunakan ditampilkan pada Gambar 1. Perhitungan konsumsi CO2 dilakukan dengan menentukan kadar glukosa dan karbohidrat mikroalga. Kadar karbohidrat dihitung melalui persamaan (1) (AOAC 1999), sedangkan kadar glukosa melalui persamaan (2) (Abdulgani 2010): kadar karbohidrat berat ker ing mikroa lg a x 35,07%
Tabel 3 Parameter yang diamati Fotobioreaktor
(1)
dimana 35,07% merupakan perlakuan pengeringan dengan menggunakan matahari (Analisis Proksimat menggunakan Metoda AOAC 1999). kadar glukosa (C 6 H 12 O6 )
kadar karbohidrat x 9 10
(2)
Selanjutnya perhitungan dilanjutkan dengan rumus di bawah ini (cat : 98% adalah kadar CO2 di lapangan gas Subang): Konsumsi CO2
mol CO 2 x berat molekul CO 2 x 98%
(3)
III. HASIL DAN DISKUSI A. Pertumbuhan Mikroalga Mikroalga memperoleh nutrisi dari medium pertumbuhan dimana ia tumbuh dengan jalan mengabsorbsinya secara langsung melalui membran sel. Dalam pertumbuhannya, mikroalga membutuhkan karbon, hidrogen, dan oksigen sebagai nutrisi nonmineral. Makro nutrien yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya terdiri dari nitrogen, phospor, potasium dan magnesium. Selain unsur makro, mikroalga juga membutuhkan mikro nutrien, yang terdiri dari besi dan mangan dalam jumlah kecil, sedangkan unsur lain seperti Co, Zn, Bo, Cu, dan Mo yang berfungsi sebagai trace element essential (Juneja et al. 2013). Pada Gambar 2 dan Tabel 4 terlihat pertumbuhan mikroalga pada tiap fotobioreaktor berdasarkan kepadatan sel. Pada kurva pertumbuhan tersebut, fasa adaptasi dari tiap-tiap fotobioreaktor tidak terlihat, dimungkinkan fasa adaptasi terjadi sangat singkat, yaitu sebelum 24 jam. Menurut Fogg & Thake (1987) dalam Prihantini et al. (2005), salah satu faktor yang menentukan lamanya fase adaptasi adalah umur kultur yang digunakan sebagai inokulum. Fase adaptasi akan menjadi lebih singkat atau bahkan tidak 58
Variasi perbandingan kandungan (%) CO2
Udara
1
-
100
2
10
90
3
30
70
4
50
50
Parameter OD, pH, temperatur dan kepadatan sel
terlihat apabila sel-sel yang diinokulasikan berasal dari kultur yang berada dalam fase eksponensial. Fase adaptasi tidak terlihat secara jelas pada semua media perlakuan kemungkinan juga disebabkan sel-sel yang diinokulasikan cepat beradaptasi terhadap media kultur yang baru, mampu tumbuh dan membelah dengan cepat. Dapat terlihat jelas pada Gambar 2, bahwa pertumbuhan mikroalga pada fotobioreaktor 2 lebih baik dibandingkan fotobioreaktor lainnya. Hingga hari ke-3, fasa pertumbuhan yang terjadi pada fotobioreaktor 2 adalah fasa eksponensial, dimana pada fasa tersebut terjadi pertambahan kepadatan sel mikroalga dalam waktu dengan kecepatan tumbuh sesuai dengan rumus eksponensial. Kondisi eksponensial tersebut didukung pula oleh kondisi pH kultur pada fotobioreaktor 2 (Tabel 5), dimana hingga hari ke-3 rata-rata nilai pH nya netral. Pada lingkungan netral, CO2 berada dalam bentuk bebas sehingga dapat berdifusi dengan mudah ke dalam sel mikroalga (Reynolds 1984 dalam Prihantini et al. 2005). Hal tersebut menyebabkan CO2 sebagai sumber karbon utama bagi proses fotosintesis mikroalga cukup tersedia sehingga proses metabolisme dapat berlangsung cepat dan kerapatan sel meningkat. Kepadatan sel tertinggi pada fotobioreaktor 2 berada pada hari ke-3 operasi, yaitu 23,87 x 106 sel/mL dan selanjutnya kepadatan sel mengalami penurunan yang menandakan bahwa kultur telah masuk ke dalam fasa kematian, dimana kualitas ¿sik dan kimia kultivasi berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami pembelahan. Pertumbuhan mikroalga yang baik setelah fotobioreaktor 2 adalah fotobioreaktor 3 dan selanjutnya adalah fotobioreaktor 4. Fotobioreaktor 4 memiliki pertumbuhan yang paling rendah. Hal tersebut dimungkinkan karena kadar CO2 yang
Reduksi Gas CO2 oleh Mikroalga Scenedesmus sp. pada Fotobioreaktor Tertutup dengan Variasi Konsentrasi Gas CO2 (Rino Nirwawan, Yanni Kussuryani, dan Dhiti Adiya Hanupurti)
diinjeksikan ke dalam fotobioreaktor 4 paling tinggi dibandingkan fotobioreaktor lainnya, yaitu 50%. Hal tersebut menyebabkan kondisi pH pada awal operasi menjadi lebih rendah dibandingkan fotobioreaktor lainnya. Kondisi pH kultur yang lebih asam tersebut dapat menyebabkan kemampuan sel mikroalga tidak optimal dalam menyerap nutrisi sehingga mempengaruhi proses pertumbuhannya. Pada fotobioreaktor 3, fasa pertumbuhan yang terjadi dari hari ke-0 hingga hari ke-4 adalah fasa eksponensial dengan nilai kepadatan sel tertinggi 16,25 x 106 sel/mL (hari ke-4), dan selanjutnya kultur memasuki fasa kematian, dimana pada fasa kematian diindikasikan oleh kematian sel mikroalga yang terjadi secara konstan akibat dari keseimbangan katabolisme dan anabolisme di dalam sel. Fasa ini ditandai dengan rendahnya tingkat nutrien dalam sel mikroalga. Pada akhir operasi, nilai kepadatan sel mikroalga pada fotobioreaktor 3 adalah 3,75 x 106 sel/ mL.
Gambar 1 Rangkaian Fotobioreaktor yang digunakan
B. Kondisi pH dan Temperatur pH merupakan salah satu parameter penting dalam pertumbuhan mikroalga. Menurut Lavens & Sorgeloos (1996), Gambar 2 rentang pH untuk sebagian besar alga adalah Kurva Kepadatan Sel Mikroalga Scenedesmus sp 7-9 dengan rentang optimumnya 8,2-8,7. Pada Gambar 3 terlihat kondisi pH pada Tabel 4 Kepadatan Sel Mikroalga Scenedesmus sp tiap fotobioreaktor. Fotobioreaktor 1 yang merupakan fotobioreaktor kontrol dan terdiri Kepadatan sel (x 106) sel/mL Hari kedari 100% udara berada pada rentang yang Fotobioreaktor 1 Fotobioreaktor 2 Fotobioreaktor 3 Fotobioreaktor 4 paling tinggi dan cenderung mengalami 0 4 2,75 1,75 keadaan pH yang konstan sejak hari ke-0 1 7,5 3,75 2,5 4 yaitu 8,8 - 10. Kondisi tersebut dikarenakan 2 5,5 15,5 3,25 1,5 pada fotobioreaktor 1 tidak dilakukan 3 4,5 23,87 7,08 1 penambahan CO 2 yang bersumber dari 4 2,75 21,5 16,25 2,5 5 0,5 12,5 10,5 5,75 lapangan gas Subang. Sumber CO2 hanya 6 1,25 8,75 6,75 2 berasal dari proses aerasi yang berlangsung 7 0 8,5 3,75 1,25 di dalam fotobioreaktor. Lain halnya dengan fotobioreaktor lainnya, dimana pada hari ke-1, nilai ekstraselular). Pembentukan tersebut tergambar pada pH mengalami penurunan akibat injeksi CO2 ke persamaan reaksi berikut (Wijanarko et al. 2007): dalam fotobioreaktor pada awal operasi. Pada saat gas CO2 masuk ke dalam kultur, proses yang terjadi CO2 H O HCO3 H adalah pembentukan senyawa bikarbonat (pada 2
59
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 55 - 62
Senyawa bikarbonat inilah yang kemudian diserap oleh sel melalui dinding sel yang cenderung permeable terhadap senyawaan ionik. Proses metabolisme yang terjadi dalam sel selanjutnya adalah reaksi antara bikarbonat tersebut dan air yang terdapat dalam sel membentuk senyawa organik seperti glukosa dan ion OH- menggunakan energi ATP dan NADPH dari konversi cahaya pada reaksi terang (Wijanarko et al. 2006), sebagaimana tergambar pada persamaan reaksi berikut : Gambar 3 Kondisi pH Kultur
1 H 2 O HCO3 o C 6 H 12 O6 O2 OH 6
Pada Tabel 5 terlihat bahwa nilai pH pada fotobioreaktor 2 cenderung berÀuktuasi. Nilai pH di awal operasi adalah 7,04 dan mengalami penurunan di hari pertama menjadi 6,03, selanjutnya mengalami kenaikan hingga hari ke-3 (pH 9,75) dan akhirnya kembali mengalami penurunan hingga akhir operasi menjadi 7,76. Kondisi pH pada fotobioreaktor 3 dan 4 cenderung memiliki trend yang sama, dimana pada 2 hari pertama operasi, pH mengalami penurunan dan selanjutnya naik hingga pada akhirnya cenderung konstan sampai akhir operasi. Rentang nilai pH pada fotobioreaktor 3 adalah 5,4 - 6,86, sedangkan pada fotobioreaktor 4 adalah 5- 6,5. Kondisi fotobioreaktor 3 dan 4 yang lebih asam dibandingkan fotobioreaktor 2 dimungkinkan akibat jumlah CO2 yang diinjeksikan ke dalam fotobioreaktor 3 dan 4 lebih besar dibandingkan fotobioreaktor 2, dimana CO2 yang diinjeksikan pada fotobioreaktor 3 adalah 30% dan fotobioreaktor 4 adalah 50%. Menurut Boyd (1990) dalam Kawaroe et al. (2010), kesetimbangan karbonat akan bertindak sebagai pH buffer (penyangga). Dalam keadaan basa, ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam, sehingga keadaan menjadi netral. Sebaliknya dalam keadaan terlalu asam, ion karbonat akan mengalami hidrolisis menjadi ion bikarbonat dan melepaskan ion hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan kembali menjadi netral. 60
Tabel 5 Data pH Kultur Nilai pH Hari keFotobioreaktor 1
Fotobioreaktor 2
Fotobioreaktor 3
Fotobioreaktor 4
0
8,83
7,04
6,86
6,55
1
9,65
6,03
5,39
5,43
2
9,65
6,83
5,45
5,09
3
10,07
9,75
5,63
5,39
4
9,96
9,37
5,96
5,52
5
9,73
8,22
6,01
5,52
6
9,51
7,86
6,06
5,8
7
10,08
7,76
6,1
5,81
Tabel 6 Data Konsumsi CO2 oleh Mikroalga Scenedesmus sp Konsumsi CO2 (g) Hari keFotobioreaktor 1 0
-06
4,926 x 10
-05
Fotobioreaktor 2 -06
3,049 x 10
-05
Fotobioreaktor 3
Fotobioreaktor 4
-07
1,088 x 10-07
-07
1,740 x 10
-07
1
1,407 x 10
1,149 x 10
3,046 x 10
3,318 x 10
2
2,275 x 10-05
2,251 x 10-05
4,352 x 10-07
2,284 x 10-07
3
2,439 x 10
8,092 x 10
5,276 x 10
2,230 x 10
4
8,914 x 10-06
6,005 x 10-05
6,365 x 10-07
2,502 x 10-07
5
6,099 x 10
6 7
-05
-06 -06
3,284 x 10
-06
7,741 x 10
-05
-05
2,275 x 10
-05
1,290 x 10
-06
9,852 x 10
-07
-07
-07
4,352 x 10
-07
2,230 x 10
-07
4,189 x 10-07
4,678 x 10 4,243 x 10 3,754 x 10
-07 -07
Temperatur optimal untuk kultivasi mikroalga antara 24-30oC dan bisa berbeda-beda bergantung lokasi, komposisi media yang digunakan serta jenis mikroalga yang dikultivasi (Kawaroe et al. 2010). Sebagian besar spesies mikroalga mampu melakukan fotosintesis pada rentang temperatur yang luas, namun pada umumnya berkisar antara 15-30oC, dengan temperatur optimal
Reduksi Gas CO2 oleh Mikroalga Scenedesmus sp. pada Fotobioreaktor Tertutup dengan Variasi Konsentrasi Gas CO2 (Rino Nirwawan, Yanni Kussuryani, dan Dhiti Adiya Hanupurti)
antara 20-25 oC (Ras et al. 2013). Pada penelitian ini, kondisi temperatur kultur pada tiap fotobioreaktor cenderung memiliki data yang sama. Pada pagi hari (pukul 09.00 WIB) rentang suhunya adalah 32-34oC, siang hari (pukul 11.30 WIB) 38-40oC dan pada sore hari (pukul 16.00) rentang suhunya adalah 39-45oC. Menurut Reynold (1990) dalam Kawaroe et al. (2010), suhu optimal bagi pertumbuhan mikroalga adalah 25-40oC. Berdasarkan referensi tersebut, kondisi suhu yang rawan bagi pertumbuhan mikroalga adalah pada sore hari. C. Reduksi Gas CO2 Produktivitas pertumbuhan alga dapat dihitung dengan tepat dengan mengukur baik O2 dan CO2 yang digunakan dalam proses fotosintesa karena jumlah atom C dalam CO2 berbanding lurus dengan jumlah atom C yang terikat dalam gula (karbohidrat) selama fotosintesa. Sebaliknya persentase karbohidrat yang dihasilkan selama proses fotosintesa dapat digunakan untuk menentukan kandungan karbondioksida yang diserap oleh alga (Haryadi 1979). Dari Gambar 4 dan Tabel 6 terlihat bahwa fotobioreaktor 2 mengkonsumsi CO2 lebih banyak dibandingkan dengan fotobioreaktor lainnya terutama setelah 3-4 hari masa inkubasi yaitu sebesar 6 x 105 - 8,09 x 105 g. Sementara suplai CO2 hanya sebesar 10%, lebih rendah dari fotobioreaktor 3 dan 4 yaitu sebesar 30% dan 50%. Padahal menurut Mooney (1977), gas CO2 merupakan bahan utama untuk proses fotosintesa, dimana kecepatan fotosintesa dan konsumsi CO2 meningkat dengan meningkatkannya konsentrasi CO2 yang tersedia. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi fenomena ini adalah pH media pertumbuhan dari mikroalga. Menurut Lavens & Sorgeloos (1996), rentang pH untuk sebagian besar alga adalah 7-9 dengan rentang optimumnya 8,2-8,7. Pada Tabel 6, apabila dicermati, kondisi pH yang mendekati pH pertumbuhan optimum mikroalga terjadi pada fotobioreaktor 2, yaitu 6,03-9,75, sementara fotobioreaktor lainnya berada pada kondisi asam dan basa. Kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan mikroalga terutama dalam hal aktivitas stomata sebagai pintu masuknya CO 2. Apabila ini terganggu maka proses fotosintesa tidak bisa berlangsung optimal (Gardener 1991). Disamping
Gambar 4 Kurva Konsumsi CO2 oleh Mikroalga Scenedesmus sp
itu, kelarutan CO2 juga bisa mempengaruhi tinggi rendahnya konsumsi CO2 oleh mikroalga. Semakin tinggi kelarutan CO 2 dalam suatu media maka semakin tinggi juga daya serap mikroalga terhadap CO2. Kelarutan CO2 optimal berada pada pH 6,5-9,5. Rentang pH ini sangat sesuai dengan kondisi pH di lingkungan fotobioreaktor 2. IV. KESIMPULAN Secara kuantitas, penambahan gas CO2 ke dalam fotobioreaktor dapat meningkatkan pertumbuhan mikroalga. Kinerja pada fotobioreaktor 2 (perbandingan 10% CO2 dan 90% udara) lebih baik dalam segi pertumbuhan mikroalganya maupun proses reduksi CO2 dibandingkan fotobioreaktor lainnya. Besarnya konsentrasi CO2 untuk melihat reduksi CO2 yg tinggi dan menghasilkan biomassa yang baik berada pada konsentrasi CO2 10% dan 30%, namun pada konsentrasi 10% CO2, kepadatan sel mikroalga yang dihasilkan jauh lebih tinggi dibandingkan 30%. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didanai oleh pemerintah melalui Program Pembinaan Usaha Pertambangan Migas (Program No. 020.11.04.1913.04.23). KEPUSTAKAAN [AOAC] Association of Analytical Chemist Publisher, 1999, Official Methods of Analysis. 3rd edition. Washington DC: AOAC Publisher. 61
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 1, April 2014: 55 - 62 Abdulgani, N., Zuhdi Aguk, M.F & Sukesi., 2010,”Potensi Mikroalga Skeletoma costatum, Chlorella vulgaris, dan Spirulina platensis sebagai Bahan Baku Biodiesel”, Institut Teknologi Surabaya, Surabaya. Chisti, Y., 2007, “Biodiesel from microalgae”, Biotechnology Advances 25:294-306. Gardener, 1991, “Fisiologi Tanaman Budidaya”, UI Press, Jakarta. Haryadi, M.M.S. 1979, “Pengantar Agronomi”, Gramedia, Jakarta. Hoshida, H., Ohira T., Minematsu A., Akada R. & Nishizawa Y., 2005, “Accumulation of Eicosapentaenoic Acid in Nannochloropsis sp. In Response to Elevated CO2 Concentrations”, Applied Phycology. 17: 29-34. Istiyanie, D., 2011, “Pemanfaatan Emisi CO2 dari PLTU Batubara dalam Pengolahan Limbah Cair Domestik Berbasis Mikroalga”, Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia, Jakarta. Juneja, A., Ceballos, R.M., & Murthy, S.G., 2013, “Effects of Environmental Factors and Nutrient Availability on the Biochemical Composition of Algae for Biofuels Production: A Review”, Energies. 6: 4607-4638. Kawaroe, M., Prartono, T., Sunuddin, A., Wulan, S. D., & Agustine, D., 2010, “Mikroalga Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar”, IPB Press, Bogor. Lavens, P. & Sorgeloos P. (eds)., 1996, “Manual on the Production and Use of Live Food for Aquaculture”, FAO Fisheries Technical Paper. No. 361, Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Mata, T.M., Martins, A.A., & Caetano, S.N., 2010, “Microalgae for biodiesel production and other applications: A review”, Renewable and Sustainable Energy Reviews 14, p.217–232. Mooney,1977, “Photosynthesis Plant Ecology”, Blackwell Science, London.
62
Olaizola, M., Bridges, T., Flores, S., Griswold, L., Morency, J., & Nakamura, T., 2004, “Microalgal Removal of CO2 from Flue Gases:CO2 Capture from a Coal Combuster”, Biotech. Bioproc. Eng., 8: 360-367. Ono, E., & Cuello, J.L., 2010, “Selection of optimal microalgae species for CO2 sequestration”, The University of Arizona Department of Agricultural and Biosystems Engineering 403 Shantz Building Tucson, AZ 85721, U. S. A. Prihantini, B.N., Damayanti, D., & Yuniati, R., 2007, “Pengaruh Konsentrasi Medium Ekstrak Tauge (MET) Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus Isolat Subang”, Makara Sains, Vol 11, No.1:1-9. Ras, M., Steyer, J., & Bernard, O., 2013, “Temperature effect on microalgae: a crucial factor for outdoor production”, Environmental Science and and Bio/ Technology 12, 2: 153-154. Sasmita G.P, Wenten G.I., & Suantika G., 2004, “Pengembangan Teknologi Ultrafiltrasi Untuk Pemekatan Mikroalga”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, F-23, p.1-5. Wijanarko, A., Dianursanti, Gozan, M., Andika, S.M.K., Widiastuti, P., Hermansyah, H., Witarto, A.B., Asami, K., Soemantojo, R.W., Ohtaguchi, K., & Song, S.K., 2006, ”Enhacement of carbondioxide ixation by alteration of illumination during Chlorella vulgaris Buitenzorg’s growth”, Biotechnology and Bioprocess Engineering, 11:484-488. Wijanarko, A., Dianursanti, Valentino, Hermansyah, H., Gozan, M., Witarto, A.B., & Soemantojo, R.W., 2007, “Pengaruh Pencahayaan Siklus Harian Terhadap Produksi Biomassa Chlorella vulgaris Buitenzorg Dalam Fotobioreaktor Kolom Gelembung”, Jurnal Teknologi, Edisi No.1:58 - 65. Zumaritha, F., 2011, “Pemanfaatan Karbondioksida (CO2) Untuk Kultivasi Mikroalga Nannochloropsis sp. Sebagai Bahan Baku Biofuel”, Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
INDEKS SUBYEK A
M
Area development 1, 2
Manfaat 43, 44 Mercury 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 42
B
Migas 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11
Biaya 43, 44, 45, 46,47, 53
Mikroalgae 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62
Bene¿t 43, 44, 46, 52, 53
Microalgae 55, 56, 62
Bird’s head 13 O C Cadangan strategis 43, 44, 45, 46, 47, 50, 52, 53
Optimalization 33 Optimalisasi 33, 34 36, 37, 38, 42 Oil and gas re¿neries 23, 24
Cost 43, 44, 45, 46, 47, 52, 53
Optimasi 1, 2, 3, 5
Correlation 23, 24
Optimization 1, 2
CO2 gas 56
Oil and gas 1, 2
E
P
Eksplorasi 1,2, 3, 4, 8, 9, 10, 11
Pilot Plant 33, 34, 37, 38, 42
Exploration 1, 2
Penyebaran emisi SO2 23, 24, 29, 32 Palinomorf pra-tersier 13, 22
F
Pre Tertiery palinomorf 13
Fotobioreaktor 55, 57, 58, 59, 60, 61, 62
Pengembangan wilayah 1,2, 3, 10, 11 Photobioreaktor 56
G GIS 1, 2, 11
S
Gas CO2 55, 56, 57, 59, 61
Strategic reserves 43 Sistem informasi geogra¿ 1, 2, 3, 10, 11
K Korelasi 23, 24, 25, 29, 30, 32 Kilang migas 23 Kepala burung 13
Scendesmus sp. 55, 56, 57, 59, 60, 61 T The spread of SO2 emission 23, 24
1
PERATURAN DAN PEDOMAN PENULISAN LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK DAN GAS BUMI Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah resmi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Penulisan dalam bahasa Inggris diterima dari para penyelidik/peneliti di institusi-institusi seluruh Indonesia dan luar negeri. PERATURAN KONDISI PENERIMAAN Penulisan yang diterima oleh Lembaran Pulbikasi Minyak dan Gas Bumi dengan pemahaman bahwa: 1.
Semua penulis telah menyetujui pengajuan
2.
Hasil-hasil atau ide-ide yang terdapat dalam penulisan adalah yang asli
3.
Penulisan belum pernah dipublikasikan sebelumnya
4.
Penulisan tidak sedang dalam proses publikasi di tempat lain dan tidak akan diajukan ditempat lain, kecuali setelah ditolak oleh Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi atau diambil kembali dengan pemberitahuan tertulis kepada editor Lembar Publikasi Minyak dan Gas Bumi
5.
Jika diterima untuk dicetak dan dipublikasikan, artikel, atau sebagian darinya, tidak akan dipublikasikan ditempat lain kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari editor Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi
6.
Reproduksi dan penggunaan artikel pada Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diperbolehkan jika sesuai dengan ketentuan hukum hak cipta di Indonesia, asalkan tujuan penggunaannya untuk tujuan pendidikan nirlaba. Semua penggunaan mewajibkan persetujuan dan biaya mana yang sesuai.
PENGEMBALIAN BAHAN Tulisan yang ditolak: Ketika telah diputuskan untuk tidak mempublikasikan sebuah tulisan, naskah dan ilustrasi asli dikembalikan kepada penulis dengan kopian review dan halaman depan surat. Tulisan dikembalikan untuk perbaikan: Bahan diperlukan untuk referensi atau untuk diperbaiki dikembalikan kepada penulis pada saat perbaikan dibutuhkan. Jika perbaikan tidak dikembalikan dalam waktu 1 bulan atau jika tidak membuat janji dengan editor, maka naskah dinyatakan telah ditarik. FORMULIR PUBLIKASI Artikel: Jurnal mempublikasikan artikel laporan penelitian yang asli, di bidang teknologi minyak dan gas bumi. Artikel Review: Hanya review ilmiah yang dipublikasikan. Review yang tidak berbobot sebaiknya tidak perlu dimasukan, tapi topic dapat diusulkan oleh editor atau anggota dewan editor. Komentar yang mengkritik: Komentar yang mengkritik adalah untuk memperbaiki kesalahan fakta yang dipublikasikan, menyediakan alternative pengartian dari data yang terpublikasikan, atau memberikan teori baru berdasarkan pada informasi yang terpublikasikan. PENYERAHAN HARD COPY Seluruh naskah harus disiapkan dan dimasukan sesuai dengan pedoman pada seksi ini dan bagian berikutnya sesuai untuk kategori laporan. Laporan: Naskah diketik pada satu sisi yang berkualitas saja, kertas putih, ukuran A4. Pengetikan: Semua bagian dari naskah asli diketik satu setengah spasi. Diketik dengan ukuran 12 (Times New Roman). Pengurangan ukuran, walau hanya dalam table, tidak diperbolehkan. Spasi dan pemberian tanda yang proposional tidak perlu digunakan, i,e., jangan menyesuaikan marjin tangan kanan. Tidak boleh meninggalkan spasi antara paragraph dalam tulisan. Hanya satu huruf yang boleh digunakan. Penyerahan: Untuk sebuah naskah baru, masukan yang asli dan 3 kopi disiapkan sesuai dengan Peraturan dan Pedoman yang terkandung di dalamnya. Ketika naskah sudah diterima oleh editor untuk dipublikasikan, instruksi khusus untuk persiapan perbaikan akan diberikan. Ini akan menjadi tanggung jawab penulis untuk memberikan kopian dari naskah untuk referensi dan untuk melindungi dari kehilangan. Naskah sebaiknya dialamatkan kepada: Ketua Editor Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi. ARTIKEL Naskah akan diatur dalam format dan ketentuan sebagai berikut, dengan semua halaman, pembukaan dengan apa yang digunakan untuk judul utama. Judul Utama: Menyebutkan nama penulis (gunakan et al., untuk lebih dari dua) dan gelar yang dipersingkat. Seluruh lembar judul utama tidak melebihi 60 karakter dan spasi.
Judul: Segera setelah running head berikan judul artikel, nama penulis dan alamat dari penulis pertama. Termasuk alamat email, dengan tulisan miring, hanya penulis yang menjawab. Judul dan nama penulis diketik dalam tulisan tebal, dengan ukuran hurus yang sama seperti naskah. Semua informasi lain diketik dengan Times New Roman. Judul sebaiknya singkat dan diskriptif. Abstrak: Mengikuti langsung setelah alamat penulis dengan tidak ada penambahan spasi antara keduanya. Anda sebaiknya menyediakan abstrak dari tulisan yang tidak melebihi 200 kata. Abstrak berisikan fakta (memberikan indikasi) dan memberikan outline kepada tujuan, mengunakan metode, penutupan dan studi yang signi¿kan. Abstrak berjudul Abstrak, dan diketik dalam tulisan besar semua dan tebal, diakhiri dengan sebuah tanda ktip diketik tebal. Teks ditulis setelah tanda kutip, tidak bagibagi, dan tidak mengandung kutipan literatur. Pengenalan: Pengenalan harus mengikuti abstrak dan tidak berjudul. Pengenalan akan menentukan koteks dari penulisan dengan mengungkapkan bidang umum dari kepentingan, memberikan penemuan dari yang lain yang akan ditantang atau dikembangkan, dan memspesi¿kasikan spesi¿k pertanyaan yang diberikan. Akun pekerjaan yang sebelumnyaakan dibatasi minimal pada informasi penting untuk memberikan sebuah pandangan yang sesuai. Pengenalan tidak diperbolehkan pada sesi ini atau seluruh penulisan untuk dibagi dan memberikan spasi lebih antara dua paragrap. Bahan dan Metode: Pada seksi ini memberikan informasi yang cukup untuk memperbolehkan melakukan pengulangan studi oleh orang lain. Penggunaan metode dan aparatur seharusnya mengindikasikan, tetapi nama merek khusus dan model perlu disebutkan jika signi¿kan. Sumber, e.g., kota dan negara, keduanya dieja secara penuh, dari peralatan atau kimia tertentu semestinya tertulis. Judul utama dari seksi ini semestinya diketik dalam huruh cetak tebal dan dimulai pada marjin sebelah kiri halaman. Judul tidak dinomor dan berakhir tanpa tanda baca. Judul pada barisan kedua diketik tebal pada barisan terpisah dimulai pada marjin kiri. Huruf inisial dari kata pertama hanya huruf besar kecuali huruf besar diperlukan untuk kata benda yang tepat. Judul-judul ini tidak diberi nomor dan berakhir dengan tanpa tanda baca. Judul pada barisan ketiga diidentikan untuk sebuah paragraph, berhuruf miring, dan berakhir dengan sebuah tanda kutip juga dimiringkan. Huruf inisial kata pertama hanya ditulis dengan huruf cetak, kecuali untuk kata benda yang sesuai. Penulisan dibuat mengikuti judulnya. Selanjutnya, subdivisi tidak dibutuhkan. Jika seksi bahan dan metoda dibuat pendek, sebaiknya tidak dibuat subdivisi, tidak perlu disubdivisikan; tidak diperlukan untuk memberikan judul, melebihi judul utama, untuk sebuah seri pada subseksi yang terdiri dari satu paragraph. Hasil: Bagian ini harus berisikan ringkasan informasi baru. Tabel dan gambar digunakan dengan sebaik-baiknya, tetapi informasi yang tersedia di dalamnya sebaiknya tidak mengulang yang terdapat pada teks. Menghindari perincian metode dan pengartian hasil pada bagian ini. Bagian hasil boleh dibagi dan diberi judul seperti bagian bahan dan metode. Diskusi: Sebuah pengartian dan penjelasan hubungan dari hasil hingga ilmu yang telah ada harus ditampilkan dalam bagian diskusi. Penekanan harus ditempatkan pada penemuan baru yang penting, and hipotesa baru harus teridenti¿kasikan secara jelas. Judul utama dan subdivisi, jika dibutuhkan, pada bagian ini seperti yang telah dideskribsikan untuk bagian bahan dan metode. Penutupan: Harus didukung dengan fakta dan data. Penutupan menyajikan penjelasan singkat tentang topik artikel, tujuan dan objek. Harus disajikan pada bagian ini. Pengakuan: Harus singkat. Etika-etika membutuhkan kolega-kolega dikonsultasikan sebelum diakui bantuannya dalam studi tersebut. Judul dari bagian ini adalah sebagai judul utama yang didiskribsikan untuk bagian bahan dan metode. Subdivisi tidak digunakan pada bagian ini. Tabel: Tabel hanya digunakan untuk menyajikan data yang tidak dapat disampaikan melalui teks. Nilai dari pengujian statistik tidak dipublikasikan seperti table, pengujian yang dilakukan dan kemungkinan yang didapat untuk sebuah hubungan dapat diutarakan dalam bagian bahan dan metode dengan perbedaan yang signi¿kan diindikasikan dalam tabel dengan catatan di bawah atau dalam tulisan dengan sebuah pernyataan. Tabel harus dirancang untuk muat dalam 1 atau 2 kolom. Jarang sekali tabel dirancang untuk disesuaikan dengan tinggi halaman yang dicetak. Pada umumnya, jika lebar tidak sesuai dengan tinggi halaman, maka tabel terlalu lebar. Tabel dapat dilanjutkan pada halaman berikut dengan mengakomodasikan panjang, tetapi halaman-halaman tersebut tidak daapt diketik secara bersama-sama, pengurangan ukuran, satu spasi melebihi ukuran atau dimodi¿kasi untuk memuat lebih banyak tulisan. Tabel berupa nomor dengan angka roman dalam seri yang berkelanjutan dan sehingga direferensikan, dalam urutan, dalam tulisan. Keterangan diketik diatas data pada halaman yang sama. Semua kolom dalam satu table harus punya judul, dengan huruf pertama dari kata pertama dan kata benda yang tepat dikapitalisasi, e.g., Contoh angka, % Didapat. Garis horizontal sebaiknya dihindarkan dalam badan tabel; garis vertical tidak diperbolehkan. Jika symbol dibutuhkan, table harus disiapkan seperti membuat garis dan diperlakukan sebagai gambar. Penggunaan huruf dan angka seperti yang ditulis diatas dan yang ditulis di bawah tidak diperbolehkan. Perancangan table harus digunakan dalam urutan wajib menarik. Gambar: Semua gambar tampil dengan teratur, menarik, secara langsung setelah tulisan. Jangan menempatkan keterangan
gambar pada halaman yang sama dengan gambar. Setiap gambar atau piringan gambar harus punya keterangan. Keterangan ditulis dalam paragrap, awali dengan kata “FIGURE”. Keterangan diketik dalam huruf roman. Untuk lembarannya, sebuah ringkasan pernyataan akan pra-menyerahkan penjelasan pesi¿kasi dari setiap angka. Hindari pengulangan informasi pada setiap gambar yang terpasang di pernyataan ringkasan. Nama-nama spesies dieja lengkap setiap digunakan pada keterangan. Keterangan harus berisikan penjelasan dari sebemua singkatan yang digunakan dalam gambar dan mengindikasikan nilai garis dan baru untuk menunjukan ukuran (paling tidak nilai yang ditunjukan secara langsung pada gambar). Ukuran sebaiknya tidak diindikasikan dengan pembesaran keterangan karena gambar mungkin tidak tercetak dengan ukuran yang perhitungkan. Gambar diberi nomor urut dalam urutan yang disebutkan dalam teks. Referensi yang tidak dikurung untuk angka dalam teks tidak disingkat, i.e., Gambar 1: Gambar 1, 2; Gambar 1-3; referensi untuk gambar dalam kurung pada teks boleh disingkat, i.e., Fig. 1, Figs, 1,2; Fig, 1-3. Semua symbol yang digunakan pada gambar harus dide¿nisikan jika memungkinkan dengan kunci dalam badan gambar. Gaya, termasuk bentuk singkatan, harus digunakan dalam jurnal. Gambar dapat digunakan sediri atau dalam grup in lembaran. Pada kasus lain, aslinya harus dipasang dalam lembaran ilustrasi dengan marjin paling kecil 25 mm pada semua sisi. Foto dan gambar tidak boleh dikombinasi pada satu lembar. Jika dibutuhkan kombinasi, tambahan pengeluaran ditagihkan kepada penulis. Semua gambar diidenti¿kasikan pada belakang nama penulis dan gambar nomor dengan bagian atas diindikasikan. Gambar-gambar satuan tidak diberi nomor di depan, tapi setian gambar pada sebuah lembaraan harus memasukan nomor dan huruf, digunakan pada gambar, jika memungkinkan, tanpa tambahan latar belakang. Gambar diatur untuk membentuk lembaran menyatu tanpa spasi atau tengah-tengah diantaranya.