Gambar Sampul : Gemuk Lumas BIO Ramah Lingkungan
ISSN : 2089-3396
Volume 48, No. 3, Desember 2014 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah media untuk penyebarluasan informasi kegiatan penelitian, pengembangan, perekayasaan teknologi dan pengkajian di bidang minyak dan gas bumi
Penanggung Jawab
: Dr. Ir. Bambang Widarsono, M.Sc. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS)
Pemimpin Redaksi
: Prof. (R) Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia, Scienti¿c Board - LEMIGAS)
Wakil Pemimpin Redaksi
: Ir. Daru Siswanto (Teknik Kimia, LEMIGAS)
Redaktur Pelaksana
: Drs. Heribertus Joko Kristadi, M.Si. (Geo¿sika, LEMIGAS)
Dewan Redaksi
: 1. 2. 3. 4. 5.
Dr. Mudjito (Geologi Minyak, Scienti¿c Board - LEMIGAS) Prof. (R) M. Udiharto (Biologi, Scienti¿c Board - LEMIGAS) Prof. (R) Dr. E. Suhardono (Kimia Industri, Scienti¿c Board - LEMIGAS) Dr. Adiwar (Proses Separasi, Scienti¿c Board - LEMIGAS) Dr. Oberlin Sidjabat (Kimia dan Katalis, LEMIGAS)
Redaksi Ahli
: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Dr. Ir. Usman, M.Eng. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS) Ir. Sugeng Riyono, M.Phil. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS) Dr. Ir. Eko Budi Lelono (Ahli Palinologi, LEMIGAS) Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan, LEMIGAS) Drs. Chairil Anwar, M.Si. (Kimia Industri, LEMIGAS) Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia, LEMIGAS) Ratu Ul¿ati, S.Si., M.Eng. (Teknik Kimia, LEMIGAS)
Mitra Bestari
: 1. 2. 3. 4.
Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan, ITB) Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi, ITB) Prof. Dr. Wahjudi W. Wisaksono (Energi dan Lingkungan, USAKTI) Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan, USAKTI/IPB)
Editor Bahasa
: Ferry Imanuddin Sadikin, S.T., M.E. (Teknik Elektro, LIPI)
Editor
: Bagus Aribowo, S.Kom
Lay Out er
: Achmad Zul¿kar, S.Kom, Rasikin, Nurhadi, A.Md.
Sekretariat
: Monica Soraya, S.Kom, Budi Mulia, Dulhamidin
Penerbit
: Bidang A¿liasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Alamat Redaksi Sub Bidang Informasi, Bidang A¿liasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230. Tromol Pos: 6022/ KBYB-Jakarta 12120, INDONESIA, STT: No. 119/SK/DITJEN PPG/STT/1976, Telepon: 7394422 - ext. 1222, 1223, 1274, Faks: 62 - 21 - 7246150, E-mail:
[email protected] Majalah Lembaran Publikasi LEMIGAS (LPL) diterbitkan sejak tahun 1970 yang telah berganti nama menjadi Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi (LPMGB), terbit 3 kali setahun pada bulan April, Agustus dan Desember. Redaksi menerima Karya Tulis Ilmiah tentang hasil-hasil Penelitian, yang erat hubungannya dengan Penelitian Minyak dan Gas Bumi.
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Penanggung Jawab: Dr. Ir. Bambang Widarsono, M.Sc., Redaktur: Ir. Daru Siswanto.
i
ii
ISSN : 2089-3396
Volume 48, No. 3, Desember 2014
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
iii
PENGANTAR
v
LEMBAR ABSTRAK
vii
DESAIN FORMULASI SEMEN RINGAN (LIGHT WEIGHT CEMENT) UNTUK MITIGASI KERUSAKAN FORMASI AKIBAT PENYEMENAN PADA SUMUR GMB Budi Saroyo
119 - 132
ANALISIS LAJU PENGURASAN PRODUKSI MINYAK LAPANGAN-LAPANGAN SUMATERA SELATAN Jatmianto Jayeng Sugiantoro
133 - 140
PEMETAAN MIGAS PADA CEKUNGAN FRONTIER MEMBERAMO DENGAN CITRA SATELIT DAN DIDUKUNG DATA SUBSURFACE REGIONAL Tri Muji Susantoro dan Suliantara
141- 150
PENGARUH WAKTU MILLING LiOH TERHADAP KARAKTERISTIK GEMUK LUMAS BIO UNTUK APLIKASI TEMPERATUR TINGGI Milda Fibria dan Anne Zul¿a
ANALISA WATER BASE MUD DENGAN ADITIF BARIT DAN KCl BERDASARKAN ANALISA TOKSISITAS: PENGUJIAN TCLP DAN LC50-96 JAM N.L. Miranti, S.S. Moersidik, C.R. Priadi, dan P. Wahyudi
151 - 160
161 - 170
KARAKTERISTIK PEMBAKARAN CAMPURAN LPG-DME PADA MESIN PEMBANGKIT LISTRIK KAPASITAS 5 KVA Maymuchar
171 - 176
iii
iv
PENGANTAR Pembaca yang Budiman, Terkait dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden RI Nomor 05 Tahun 2006 memberikan panduan diversi¿kasi energi dengan mengambangkan energi alternatif. Dimethyl Ether (DME) merupakan sumber energi alternatif yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut karena memiliki karakteristik setara dengan LPG, maka pada edisi kali ini diulas penelitian Karakteristik pembakaran campuran LPG – DME pada mesin pembangkit listrik Kapasitas 5 KVA. Dalam edisi kali ini juga diulas mengenai Desain formulasi semen ringan (Light Weight Cement) untuk mitigasi kerusakan formasi akibat penyemenan pada sumur Gas Methane Batubara (GMB) yang berpengaruh kepada proses (dewatering) dan Analisis Water Base Mud dengan aditif barit dan KCI berdasarkan analisa toksisitas: pengujian TCLP dan LC50-96 Jam sebagai pencegahan kontaminasi toksik terhadap lingkungan dan mahluk hidup. Penelitian tentang Analisis laju pengurasan produksi minyak lapangan-lapangan Sumatera Selatan yang bertujuan untuk mengetahui lapangan minyak yang masih potensial untuk ditingkatkan produksinya dengan metoda statistik serta penelitian Pemetaan Migas pada cekungan frontier membrano dengan citra satelit dan didukung data subsurface regional dalam rangka meningkatkan cadangan migas nasional. Dewan redaksi dan dewan penerbit serta penanggung jawab majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi (LPMGB) mengucapkan terimakasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan tulisannya, penelaah dan penyunting yang telah bekerja keras hingga terbitnya majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi edisi. Semoga terbitan ini bermanfaat bagi para pembaca dan juga bagi ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang Migas nasional.
Jakarta, Desember 2014
Dewan Redaksi
v
vi
LEMBAR ABSTRAK ISSN : 2089-3396
Terbit : Desember 2014
Kata Kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembaran Abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya.
UDC No.: 550.4+628.1 Budi Saroyo (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS") Desain Formulasi Semen Ringan (Light Weight Cement) untuk Mitigasi Kerusakan Formasi Akibat Penyemenan pada Sumur GMB Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 3, Desember 2014 hal. 119 - 132 ABSTRAK Penyemenan dalam lubang sumur gas metana batubara (GMB) yang tidak sempurna sangat berpengaruh terhadap proses awal produksi air (dewatering), sehingga mempengaruhi produksi sumur tersebut (Lemigas 2010). Dalam pelaksanaan komplesi, penggunaan semen ringan dalam penyemenan sumur GMB sangat diperlukan karena formasi produktif batubara merupakan formasi yang rapuh dan mudah runtuh (SPE 96108, 2005). Bubur semen yang digunakan harus mempunyai densitas yang rendah untuk menghindari tercapainya tekanan rekah formasi dari batubara tersebut, serta mengurangi terjadinya kerusakan formasi tetapi memiliki kualitas penyekatan yang baik dan mudah dalam perforasi serta perekahan. Untuk itu diperlukan desain formulasi semen ringan yang sesuai. Untuk mendesain, bahan yang dipakai sebagai aditif adalah dalam kategori extender yang berfungsi untuk menurunkan densitas dari bubur semen. Pengamatan dilakukan terhadap kualitas material aditif dan berbagai indikator sifat ¿sik bubur semen seperti sifat aliran, keterlulusan Àuida, kadar air bebas, waktu pengejalan bubur semen, dan kuat tekan. Hasil akhir desain formulasi laboratorium untuk semen ringan adalah formula yang menghasilkan densitas 9.50 ppg yang setara dengan (speci¿c gravity 1.14). Dengan mengacu pada API Speci¿cation 10&10A
(Speci¿cation for Cements and Materials for Well Cementing) dan SNI-BSN, maka dapat disimpulkan bahwa desain telah menghasilkan formula yang tepat dan memenuhi spesi¿kasi. Kata Kunci: semen ringan, extender, desain formulasi ABSTRACT Cementing in the hole well coal bed methane (CBM) that imperfect have impact for to process water starting product (dewatering), so regards production that well (Lemigas,2010). In completion’s performing, purpose cements lightweight in cementing CBM well indispensable because coals productive formation uncompacted and easy formation tearing down(SPE 96108, 2005). Cements slurry that is utilized has to have low density to counterbalance pressure fracture formation of coal, reduces formation damage,but have good bonding quality and easy to jobin perforation and fracturing. Must be required by design formulation cements lightweight is suitably. To design, material that is used as additive is category extender one that functioning to low density of cement slurry. On this design with observing being done to quality signi¿cant additive and a variety physical character indicator slurry cements as character of rheology, Àuid loss, free water rate, thickening time cements slurry, and compressive strength. End product designs laboratory formulation to cement lightweight is formula that result density 9.50 ppg that as the same with (speci¿c gravity1.14). Withreference on API Specification 10&10A (Speci¿cation for Cements and Materials for Well is Cementing) and SNI-BSN, therefore gets to be concluded that design has resulted formulaand speci¿cation. Author Keywords: lightweight cement, extender, formulation design vii
UDC No.: 549.8+543.2 Jatmianto Jayeng Sugiantoro (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”) Analisis Laju Pengurasan Produksi Minyak Lapangan-Lapangan Sumatera Selatan Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 3, Desember 2014 hal. 133 - 140 ABSTRAK Cadangan minyak terbukti Indonesia terus menurun, dengan rata-rata tingkat penurunan per tahun sebesar 2%. Penurunan cadangan terbukti ini karena rasio pengembalian cadangan (reserve replacement ratio) minyak sebesar 52%. Ini berarti cadangan minyak yang ditemukan lebih sedikit daripada yang diproduksi. Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah penghasil minyak terbesar ke dua di wilayah Sumatera setelah Riau, namun lapangan yang ada sebagian besar lapangan tua dengan laju produksi yang rendah. Indikatornya adalah faktor perolehan minyak (recovery factor) masih relatif rendah, yaitu antara 11% dan tertinggi 48%. Angka laju pengurasan (withdrawal rate) sebagai salah satu indikator kinerja lapangan juga masih rendah, jauh dibawah rata-rata nasional 8%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lapangan-lapangan minyak di Sumatera Selatan yang masih potensial ditingkatkan produksinya dengan menggunakan metode statistik. Kriteria yang digunakan adalah cadangan minyak tersisa (oil remaining reserves) masih relatif besar sekitar 20 juta barrel dan laju pengurasan masih rendah antara 0.3-2.4 %. Berdasarkan cadangan minyak tersisa lebih besar 20 juta barrel, lapanganlapangan minyak Sumatera Selatan yang masih mempunyai potensi untuk peningkatan produksi adalah lapangan Gunung Kemala, Jirak, Ramba dan Talang Akar/Pendopo. Lapangan-lapangan tersebut masih mempunyai tingkat laju pengurasan yang rendah berkisar 0.3-2.2%. Kata kunci: faktor perolehan minyak, laju pengurasan, cadangan minyak tersisa. ABSTRACT Indonesia’s proven oil reserves continue to decline, with the average rate of decline per year by 2%. This decrease in proved reserves due to reserve replacement ratio of oil by 52%. This means that viii
the oil reserves are found less than produced. South Sumatra is one of the largest oil producing region in the region of two Sumatran after Riau, but a ¿eld that is largely old ¿eld with a low production rate. Indicator is the oil recovery factor is still relatively low range of 11% and the highest 48%. Withdrawal rate as one of the indicators of ¿eld performance is still low, far below the national average of 8%. This study aims to determine the oil ¿elds in South Sumatra are still potential increased its production by using statistical methods. The criteria used are the remaining oil reserves is relatively large around 20 million barrels and low depletion rate between 0.3 - 2.4%. Based on the remaining oil reserves greater than 20 million barrels, oil ¿elds in South Sumatra which still has the potential to increase production is a ¿eld of Gunung Kemala, Jirak, Ramba and Talang Akar/Pendopo. The ¿elds still have a low level of depletion rate ranges 0.3 - 2.2% Author Keywords: recovery factor, withdrawal rate, oil remaining reserves.
UDC No.: 550.8:622.1 Tri Muji Susantoro dan Suliantara (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”) Pemetaan Migas pada Cekungan Frontier Memberamo dengan Citra Satelit dan Didukung data Subsurface Regional Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3 Desember 2014 hal. 141 - 150 ABSTRAK Kajian ini bertujuan untuk memetakan potensi hidrokarbon pada Cekungan Frontier Memberamo dengan data citra satelit dan didukung data regional bawah permukaan. Interpretasi citra satelit Landsat TM dan Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) dilakukan untuk memperoleh gambaran geologi permukaan dan strukturnya. Hasil interpretasi menunjukkan 13 satuan satuan batuan, dari tua ke muda adalah unit A, B, C, D, K, G, F, E, I, Q, J, M, dan H. Struktur yang berkembang berdasarkan interpretasi Landsat TM dan SRTM adalah struktur
lipatan, kekar dan sesar yang terlihat jelas dibagian Selatan dan Utara. Pusat dalaman dari peta gaya berat memperlihatkan potensi adanya batuan sumber di bagian Timur, yaitu area yang mempunyai sedimen paling tebal, berkisar antara 6.000-7.000 meter dan mempunyai nilai 2.0 HFU. Hal ini memberikan harapan akan peluang terbentuknya migas di lokasi kajian. Bukti terbentuknya hidrokarbon dengan dijumpainya rembesan minyak yang mengalir di sepanjang sungai Teer. Batuan sumber diperkiraan berumur Miocene Tengah - Akhir, yaitu Formasi Makat dan berumur Pliocene awal yaitu Formasi Hollandia atau Mamberamo B. Batuan reservoar adalah formasi Memberamo C dan Memberamo D yang berumur Pliocene Akhir. Batuan Tudung (Seal) diperkirakan terdiri atas formasi Makat dan Memberamo E. Kata Kunci: Cekungan Memberamo, Landsat TM, SRTM, Interpretasi, gaya berat, alir bahang, Ketebalan Sedimen, Indonesia Timur, Batuan Induk ABSTRACT The objective of this study is to map hydrocarbon potential of the Frontier Memberamo Basin based on satellite imagery data that is supported by regional subsurface data. Interpretation of the Landsat TM and Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) is conducted to reveal surface geological condisions consisting of geological structure and lithological unit. It is able to thirtheen lithology units, from older to younger, are A, B, C, D, K, G, F, E, I Q, J, and M units. Some geological structures including folds, joints, and faults are recognized on the Landsat TMSRTM images. These structures clearly seen in the southern and northern part of the study area. Based on gravity free air anomaly map, low area is located at the eastern part which is posibbly potential for kitchen area. This area is estimated to have 6,000 to 7,000 meters sediment thickness with heat Àow value (Q) is around 2.0 HFU. Hydrocarbon appears in this area as proved by the occurence of oil seepages found along Teer River. Source rock is suggested to derive from Middle to late Miocene sediment of Makats Formation and Early Pliocene sediment of Memberamo C and D formation. Reservoir rocks are posibbly from Early Pliocene sediment of Memberamo C and D Formation. Seal rock is
interpreted to occure from Makats Formation and Memberamo E Formation. Author Keywords: Memberamo Basin, Landsat TM, SRTM, Interpretation, Gravity, HeatÀow, Sediment Thickness, Eastern Indonesia, Source Rock. UDC No.: 542.4+543.6 Milda Fibria1 dan Anne Zul¿a2 (1Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”, 2Program Studi Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia) Pengaruh Waktu Milling LiOH Terhadap Karakteristik Gemuk Lumas Bio untuk Aplikasi Temperatur Tinggi Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 3, Desember 2014 hal. 151 - 160 ABSTRAK Penggunaan litium hidroksida (LiOH) sebagai bahan thickener dalam proses pembuatan gemuk lumas sangat umum digunakan. Gemuk sabun litium merupakan gemuk sabun sederhana yang banyak digunakan untuk aplikasi tujuan umum di mana suhu tidak melebihi 130°C dengan nilai dropping point biasanya 180°C. Dalam proses pembuatan sabun litium, LiOH tidak dapat larut dalam minyak, sehingga dibutuhkan air untuk melarutkannya. Sementara banyaknya air yang digunakan dalam pencampuran LiOH dapat berpengaruh terhadap ketidakstabilan gemuk lumas. Oleh sebab itu LiOH perlu dihaluskan untuk dapat menghasilkan suspensi LiOH dalam air yang jumlahnya terbatas. Penghalusan LiOH dilakukan dalam variasi waktu milling 0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 5 jam dan 10 jam yang menghasilkan gemuk lumas dengan karakteristik yang berbeda-beda. Dari hasil-hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan waktu milling selama 3 jam, diperoleh nilai karakteristik gemuk lumas yang optimum. Dengan perlakuan milling terhadap serbuk LiOH selama tiga jam, gemuk lumas bio mampu diaplikasikan pada suhu tinggi. Pada kondisi ini, gemuk lumas tersebut mempunyai dropping point sebesar 222oC dan scar diameter 0,39 mm. Kata Kunci: LiOH, milling, waktu milling, karakteristik gemuk lumas ix
ABSTRACT Lythium hydoxide (LiOH) powder is commonly used as a raw material in the manufacturing process of grease thickener. Lithium soap greases are simple soap greases which are widely used for general purpose applications, where the temperature does not exceed 130 °C and dropping point values of approximately 180 °C. However, during the manufacture process of lithium soap, LiOH is not quite soluble in oil, consequently some water is required to dissolve this compound. On the other hand, the amount of water used in dissolving LiOH may affect the instability of greases. Milling of LiOH, therefore, is needed to produce a re¿ned suspension of LiOH in limited water. LiOH treatments were conducted with a variable milling time of 0, 1 hour, 2 hours, 3 hours, 5 hours and 10 hours. These treatments produce greases with different characteristics. Based on the experimental results, the optimum characteristic of greases is obtained at the milling time of 3 hours. By using LiOH treated for 3 hours milling, bio greases can be applied for high temperature operation. In such circumtances, the bio greases have dropping point and scar diameter of 222°C and 0.39 mm respectively. Author Keywords: LiOH, milling, milling time, the characteristics of greases UDC No.: 502.3/7 N.L. Miranti1, S.S. Moersidik1, C.R. Priadi1 dan P. Wahyudi2 (1Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”) Analisis Water Base Mud dengan Aditif Barit dan KCl Berdasarkan Analisa Toksisitas: Pengujian TCLP dan LC50-96 Jam Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 3, Desember 2014 hal. 161 - 170 ABSTRAK Lumpur bor berbasis air dengan aditif Barit (B) dan KCl (K) berpotensi toksik terhadap lingkungan dan makhluk hidup. Berdasarkan hal tersebut, LEMIGAS berupaya melakukan pencegahan kontaminasi dengan pengujian TCLP dan LC50-96 jam terhadap Penaeus monodon. Kondisi uji disesuaikan dengan Sumur Bangau #1 di Sesulu PSC, Selat Makssar sebagai x
tolak ukur kondisi lingkungan pengeboran lepas pantai. Dengan kombinasi Bmin, Bmax, Kmin, dan Kmax, konsentrasi Cu pada setiap formula (BminKmin: 26,17 ppm; Bmin-Kmax: 39,74 ppm; BmaxKmin: 21,47 ppm; Bmax-Kmax: 31,7 ppm) dan Pb pada Bmin-Kmin (9,37 ppm) melewati baku mutu lingkungan. Nilai LC50 dari Formula Bmin-Kmin memenuhi baku mutu lingkungan (44.058 ppm), sedangkan Formula Bmax-Kmax tidak memenuhi baku mutu lingkungan (13.269 ppm). Hal ini dipengaruhi oleh komposisi logam berat, toksisitas KCl, dan kondisi lingkungan. WBM jenis ini lebih baik digunakan pada pengeboran lepas pantai. Kata Kunci: LC50-96 jam; Penaeus monodon; TCLP; Toksisitas; Lumpur Berbasis Air ABSTRACT Water based mud with Barite (B) and KCl (K) as additives have toxicity potential to environmental and living creature. Therefore LEMIGAS performed contamination prevention effort based on TCLP and LC50-96 hours on Penaeus monodon. Testing environment condition was Sumur Bangau #1 at Sesulu PSC, Makassar Strait. Cu concentration in Bmin, Bmax, Kmin, and Kmax combinations (BminKmin: 26,17 ppm; Bmin-Kmax: 39,74 ppm; BmaxKmin: 21,47 ppm; Bmax-Kmax: 31,70 ppm) and Pb in Bmin-Kmin (9,37 ppm) are above the threshold. LC50 of Bmin-Kmin formula did ful¿ll the threshold (44.058 ppm) while Bmax-Kmax formula did not (13.269 ppm). This condition is inÀuenced by heavy metals composition, KCl toxicity, and environmental condition. This type of WBM is better used in offshore drilling operation. Author Keywords: LC50-96 hour; Penaeus monodon; TCLP; Toxicity; Water Based Mud UDC No.: 549.8:66.07+662.7 Maymuchar (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”) Karakteristik Pembakaran Campuran LPGDME pada Mesin Pembangkit Listrik Kapasitas 5 KVA Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 3, Desember 2014 hal. 111 - 176
ABSTRAK Dimethyl ether (DME) merupakan salah satu energi alternatif yang potensial untuk menggantikan LPG dimasa yang akan datang baik untuk rumah tangga maupun pembangkit listrik. Kemiripan karakteristik DME dengan LPG memungkinkan DME dapat dicampur dengan LPG sebagai bahan bakar mesin pembangkit listrik. Pengujian telah dilakukan pada mesin terhadap beberapa variasi campuran LPG - DME yaitu 10%, 20% dan 30% DME dengan kondisi pembebanan 500 - 4500 watt. Pengamatan dilakukan terhadap emisi CO, CO2 dan HC untuk menganalisa pembakaran yang terjadi dalam ruang bakar mesin pembangkit. Emisi CO dan HC yang dihasilkan campuran LPG - DME cenderung mengalami penurunan dibanding dengan yang dihasilkan bahan bakar LPG, sedangkan emisi CO 2 mengalami sebaliknya. Pada batas tertentu , unsur oksigen yang terkandung pada DME mempengaruhi perbandingan bahan bakarudara (AFR) yang dibutuhkan oleh mesin sehingga membantu proses pembakaran yang lebih baik. Hasil pengamatan lainnya, mesin pembangkit listrik masih dapat beroperasi dengan stabil pada campuran 10%, 20% dan 30% DME.
Kata Kunci: DME, Campuran LPG-DME, Emisi CO, CO2 dan HC, AFR ABSTRACT Dimethyl ether (DME) is one of a potential alternative energies to replace LPG in the future as house hold and small electric generation engine. The similarities of LPG’s characteristics and DME allows DME to be blended with LPG as power generation fuel. Tests have been performed on the 5 KVA power generation engine for a few variations of LPG - DME mixture is 10%, 20% and 30% DME with loading conditions 500-4500 watts. Observations were made against emissions of CO, CO2 and HC for analyzing combustion in the engine combustion chamber. CO and HC emissions resulting mixture of LPG - DME tended to decrease compared with that was produced by LPG fuel, while CO2 emissions performed otherwise. At a certain extent the oxygen in DME affected the air-fuel ratio (AFR) required by the machine in which the ratio promoted better combustion process. The result of another observation was that the power plant can still operate with stable on a mixture of 10%, 20% and 30% DME. Keywords: DME, LPG-DME mixture, CO, CO2 and HC Emisson
xi
Desain Formulasi Semen Ringan (Light Weight Cement) untuk Mitigasi Kerusakan Formasi Akibat Penyemenan pada Sumur GMB (Budi Saroyo)
Desain Formulasi Semen Ringan (Light Weight Cement) untuk Mitigasi Kerusakan Formasi Akibat Penyemenan pada Sumur GMB Study on the Formulation of Light Weight Cement for Formation Damage Mitigation Due to Cementing on CBM Well Budi Saroyo, ST. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail:
[email protected] Teregistrasi I tanggal 14 Mei 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 11 Agustus 2014 Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2014
ABSTRAK Penyemenan dalam lubang sumur gas metana batubara (GMB) yang tidak sempurna sangat berpengaruh terhadap proses awal produksi air (dewatering), sehingga mempengaruhi produksi sumur tersebut (LEMIGAS 2010). Dalam pelaksanaan komplesi, penggunaan semen ringan dalam penyemenan sumur GMB sangat diperlukan karena formasi produktif batubara merupakan formasi yang rapuh dan mudah runtuh (SPE 96108, 2005). Bubur semen yang digunakan harus mempunyai densitas yang rendah untuk menghindari tercapainya tekanan rekah formasi dari batubara tersebut, serta mengurangi terjadinya kerusakan formasi tetapi memiliki kualitas penyekatan yang baik dan mudah dalam perforasi serta perekahan. Untuk itu diperlukan desain formulasi semen ringan yang sesuai. Untuk mendesain, bahan yang dipakai sebagai aditif adalah dalam kategori extender yang berfungsi untuk menurunkan densitas dari bubur semen. Pengamatan dilakukan terhadap kualitas material aditif dan berbagai indikator sifat ¿sik bubur semen seperti sifat aliran, keterlulusan Àuida, kadar air bebas, waktu pengejalan bubur semen, dan kuat tekan. Hasil akhir desain formulasi laboratorium untuk semen ringan adalah formula yang menghasilkan densitas 9.50 ppg yang setara dengan (speci¿c gravity 1.14). Dengan mengacu pada API Speci¿cation 10&10A (Speci¿cation for Cements and Materials for Well Cementing) dan SNI-BSN, maka dapat disimpulkan bahwa desain telah menghasilkan formula yang tepat dan memenuhi spesi¿kasi. Kata Kunci: semen ringan, extender, desain formulasi ABSTRACT Cementing in the hole well coal bed methane (CBM) that imperfect have impact for to process water starting product (dewatering), so regards production that well (Lemigas,2010). In completion’s performing, purpose cements lightweight in cementing CBM well indispensable because coals productive formation uncompacted and easy formation tearing down(SPE 96108, 2005). Cements slurry that is utilized has to have low density to counterbalance pressure fracture formation of coal, reduces formation damage,but have good bonding quality and easy to jobin perforation and fracturing. Must be required by design formulation cements lightweight is suitably. To design, material that is used as additive is category extender one that functioning to low density of cement slurry. On this design with observing being done to quality signi¿cant additive and a variety physical character indicator slurry cements as character of rheology, Àuid loss, free water rate, thickening time cements slurry, and compressive strength. End product designs 119
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 119 - 132 laboratory formulation to cement lightweight is formula that result density 9.50 ppg that as the same with (speci¿c gravity1.14). Withreference on API Speci¿cation 10&10A (Speci¿cation for Cements and Materials for Well is Cementing) and SNI-BSN, therefore gets to be concluded that design has resulted formulaand speci¿cation. Keywords: lightweight cement, extender, formulation design
I. PENDAHULUAN A. Umum Penyekatan lubang sumur pemboran antara selubung (casing) dengan formasi batubara produktif yang tidak sempurna sangat mempengaruhi proses produksi air (dewatering)pada sumur GMB. Masalah yang dijumpai pada penyemenan sumur GMB adalah terlalu besarnya berat jenis (densitas) bubur semen, dan semen akan masuk kedalam formasi batubara produktif sehingga menutup rekahan formasi batubara tersebut (LEMIGAS 2010). Oleh karena itu diperlukan suatu campuran semen yang dapat mengimbangi tekanan formasi yang ada, sehingga tidak terjadi hilang semen (loss) karena menutup rekahan formasi batubara, tetapi semen mampu bertahan selama masa operasi produksi berlangsung. Dengan melakukan penyekatan yang baik maka diharapkan dapat diperoleh kualitas sumur yang baik. Saat ini kebutuhan semen untuk operasi penyemenan sumur GMB telah dipenuhi didalam negeri. Akan tetapi masih ditemui secara langsung atau tidak langsung ketidakmampuan semen untuk dapat berfungsi dengan bagus. Ketidakmampuan dari semen ini disebabkan adanya kondisi yang sangat bervariasi didalam lubang sumur. Oleh sebab itu, semen masih harus dicampur dengan bahan-bahan aditif yang sesuai agar didapatkan hasil penyemenan yang optimal. Keberhasilan penyemenan pada dasarnya ditentukan oleh 4 (empat) hal yaitu: 1. Kualitas bahan penyemenan, yang terdiri atas semen dasar (neat cement) dan bahan-bahan aditif (cement aditive). 2. Desain formula komposisi bubur semen (slurry design). 3. Kondisi lubang sumur, terutama yaitu temperatur, tekanan dan Àuida formasi (hole condition). 4. Teknik pelaksanaan penyemenan, yang biasanya dilaksanakan oleh perusahaan jasa penyemenan (cementing services). 120
Operasi penyemenan yang tidak berhasil dengan sempurna dapat menimbulkan banyak masalah, antara lain tertutupnya formasi produktif dan sulitnya mengontrol produksi air pada formasi produktifnya. Agar tujuan penyemenan dapat tercapai, maka semen harus mempunyai sifat-sifat yang dapat berfungsi dengan baik pada kondisi masing-masing sumur. Extender adalah suatu bahan aditif yang mempunyai sifat peringan (light weight). Bahan ini yang akan dimanfaatkan untuk dipakai sebagai aditif pada semen pemboran, sehingga bubur semen dan semen yang telah mengeras akan mempunyai berat jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan semen standart yaitu 15.86 ppg (Dwight K. Smith 1990). Pada penelitian ini dilakukan pengujian pengaruh penambahan extender sebagai bahan aditif yang merupakan indikator hasil dari pemakaian aditif tersebut, terhadap sifat-sifat ¿sik bubur semen yaitu waktu pengejalan bubur semen (Thickening Time), keterlulusan Àuida (Fluid Loss), kadar air bebas (Free Water), sifat aliran (Rheology), serta kuat tekan batuan (compressive strength). B. Tujuan Penelitian -
-
-
-
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: Mengembangkan kualitas dari semen portland (Oil Well Cement) produk lokal dengan menggunakan bahan penambah (aditif) extender. Untuk mencari jenis aditif yang mampu mengatasi kondisi sumur yang bertekanan rendah dan mudah runtuh. Mengetahui karakteristik dari aditif extender dan semen portland. Untuk menunjang keberhasilan primary cementing pada sumur gas metana batubara (GMB). Meningkatkan nilai tambah terhadap pengembangan teknologi yang terkait.
C. Sistem Semen Ringan Penyemenan adalah suatu proses pendorongan sejumlah suspensi semen ke dalam casing, kemudian
Desain Formulasi Semen Ringan (Light Weight Cement) untuk Mitigasi Kerusakan Formasi Akibat Penyemenan pada Sumur GMB (Budi Saroyo)
melalui bagian bawah sepatu casing mengalir naik ke annulus antara casing dan formasi. Kemudian suspensi semen ini akan mengeras sehingga akan mengikat antara casing dengan formasi (dinding lubang bor) atau casing dengan casing. Tujuan utama dari operasi penyemenan adalah sebagai pengisolasi zona-zona pada sumur pemboran untuk mencegah masuknya atau merembesnya Àuida formasi yang tidak diinginkan kedalam sumur pemboran sekaligus sebagai material penyekat antara casing dan formasi. Kegagalan dalam operasi penyemenan akan banyak menimbulkan permasalahan, antara lain: - Menyebabkan kerusakan pada formasi produktif. - Kecilnya laju produksi. - Dan ketidaksempurnaan dalam melakukan stimulasi. Pada penyemenan sumur gas metana batubara (GMB), tekanan hidrostatik yang berasal dari kolom semen tidak boleh melebihi tekanan hidrostatik formasi, karena apabila melebihi tekanan rekah formasi maka akan terjadi perekahan di semua titik pada bagian open-hole. Bila menggunakan suspensi semen ringan, dapat dilakukan penyemenan pada zona-zona lemah dengan kemungkinan terjadi perekahan lebih kecil. Pemakaian suspensi semen ringan juga mengurangi jumlah tingkat penyemenan yang terlibat. Bila hilang sirkulasi terjadi karena rekahan vertikal alami atau formasi bergua, suspensi semen ringan digunakan untuk menghindari hilangnya suspensi ke dalam formasi yang kosong atau menambah rekahan yang telah ada. Aditif extender yang normal hanya cocok untuk suspensi semen dengan densitas 11.5-12.0 lb/gl (Halliburton 2007), bila kurang dari itu air yang terpisah tidak hanya akan mempengaruhi sifat-sifat suspensi, tetapi juga kontinuitas kolom semen. Extender adalah aditif yang digunakan untuk menurunkan densitas dari bubur semen. Untuk menghindari hilangnya bubur semen masuk ke dalam formasi yang bertekanan rendah (zone lost circulation), maka perlu diperhatikan besarnya tekanan hidrostatis bubur semen pada suatu kedalaman tertentu yang besarnya sangat tergantung dari densitas bubur semen yang digunakan. Untuk itu densitas bubur semen
harus disesuaikan dengan menambahkan aditif yang bersifat menurunkan densitas bubur semennya. Beberapa aditif extender yang umumnya digunakan untuk menurunkan berat jenis dari bubur semen adalah: Bentonite, Pozzolan dan Chenospheres (Halliburton 2007), (Erik B. Nelson 1990). - Bentonite Bentonite bersifat banyak mengisap air, sehingga volume suspensi semen bisa menjadi 10 kalinya (Dwight K. Smith 1990). API merekomendasikan bahwa setiap penambahan 1% bentonite ditambah pula 5,3% BWOC air (API Spec. 10, 1984) yang berlaku untuk seluruh kelas semen. Pengaruh lain dari penambahan bentonite adalah “yield point” semen naik, kualitas perforasi lebih baik, “compressive strength” menurun, permeabilitas naik, viscositas naik dan biaya lebih murah. - Pozzolan Pozzolan terbentuk dari material seperti alumunium dan silika yang bereaksi dengan kalsium hidroksida. Ada dua jenis pozzolan, yaitu pozzolan alam seperti “diatomaceous earth” dan pozzolan buatan seperti “Ày ashes” (Erik B. Nelson 1990). Diatomaceous earth sebagai extender tidak memperbesar viscositas suspensi semen dan harganya cukup mahal. Sedangkan Ày ashes dapat mempercepat naiknya compresive strength serta harganya sangat murah. II. BAHAN DAN METODE A. Umum Pengujian laboratorium terhadap suatu komposisi semen, aditif dan bubur semen sangat diperlukan untuk memperoleh kualitas semen yang diharapkan. Persiapan peralatan dan bahan merupakan langkah awal yang harus dikerjakan sebelum dimulainya suatu penelitian. Pengujian di laboratorium meliputi beberapa tahapan, yaitu antara lain : -
Persiapan peralatan
-
Persiapan material semen dan aditif
-
Prosedur pengujian
-
Desain formulasi
-
Pembuatan suspensi semen 121
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 119 - 132
-
Pengkondisian suspensi semen Pengujian kualitas semen. Sedangkan pengujian yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi: - Pengujian komposisi kimia material aditif - Pengujian free water, Àuid loss dan thickening time untuk suspensi semen - Pengujian compressive strength untuk semen keras. B. Bahan dan Spesi¿kasi
Gambar 1 Macam semen dan aditif yang dipakai dalam penelitian: Semen G Class (a), Bentonite (b), Fly Ash (c), Chenospheres (d), Glass Bubbles (e)
Ada dua macam bahan aditif extender yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu produk yang berasal dari produk lokal dan dari company service (import). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian, antara lain: (Gambar 1, 2, 3) - Semen klasi¿kasi API kelas G produksi PT. Holcim - Bubuk aditif bentonite produksi Unichem - Bubuk aditif Ày ash produksi PLTU Suralaya - Bubuk aditif chenospheres produksi Cina - Bubuk aditif glass bubbles produksi 3M - Air destilasi produksi Lemigas yang digunakan sebagai Àuida pencampur. C. Peralatan Peralatan yang digunakan adalah peralatan yang sesuai dengan persyaratan standard API Spec. 10A Oil Well Cement. Peralatan meliputi peralatan untuk persiapan pembuatan bubur semen, peralatan pengkondisian pada suhu dan tekanan yang diinginkan serta peralatan uji. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bubur semen yaitu: - Timbangan digital, dengan ketelitian 0.01 gram. - Mixing Device, kapasitas 1 liter, kecepatan sampai dengan 20.000 RPM . Peralatan yang digunakan untuk pengkondisian bubur semen, terdiri dari:
122
Gambar 2 Sifat ¿sik Chenospheres (a) dan Glass Bubbles dengan Air (b)
Gambar 3 Properties ¿sik Chenospheres (a) dan Glass Bubbles(b),(3M, 2010)
-
Water Bath, dengan temperatur kerja maksimum 88oC. HPHT Curing Chamber, temperatur maksimum 400oC, tekanan 10.000 psi. Atmospheric Consistometer, temperatur kerja maksimum 93oC.
Desain Formulasi Semen Ringan (Light Weight Cement) untuk Mitigasi Kerusakan Formasi Akibat Penyemenan pada Sumur GMB (Budi Saroyo)
-
Erlemeyer 500 ml. Gelas Ukur 250 ml. Peralatan uji yang digunakan untuk pengujian bubur dan batuan semen yaitu : - Pressurized Mud Balance. - Fann VG Meter. - Jangka sorong dan Stopwatch. - Gelas Ukur 10 ml. - API Compressive Strength Tester, penekanan beban sampai dengan 40.000 pounds. - HPHT Consistometer, temperatur kerja maksimum 315oC, dan tekanan maximum 35 Mpa. D. Prosedur Pengujian Pembuatan suspensi atau bubur semen dimulai dengan persiapan peralatan untuk material semen dan aditif, sedangkan spesi¿kasi peralatan dan prosedur pengujian dilakukan berdasarkan API Spec. 10A. Penelitian dilakukan dengan mencampur extender kedalam semen dasar kelas G produk PT. Holcim, dengan variasi penambahan komposisi aditif
untuk melihat apakah kualitas dari aditif tersebut mampu digunakan sebagai bahan penurun densitas bubur semen terutama untuk formasi yang bertekanan rendah. Setelah diperoleh komposisi optimum aditif masing-masing material dilanjutkan untuk melihat sejauh mana kemampuan aditif apabila dibandingkan aditif lainnya. Penelitian selanjutnya dilakukan dengan memformulasikan dengan aditif-aditif semen yang lain kedalam formulasi desain semen pemboran. Adapun pengujian meliputi densitas, kadar air bebas,waktu pengejalan dan kuat tekan batuan semen. Gambar 4 berikut menerangkan diagram alir pengujian desain formulasi semen ringan di laboratorium. III. HASIL DAN DISKUSI A. Pengujian Material Aditif Extender Lokal Pengujian kualitas dari aditif extender yang berasal dari industri lokal yaitu abu terbang (Ày ash) dari limbah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Gambar 4 Diagram alir pengujian semen ringan di Laboratorium
123
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 119 - 132
Suralaya perlu dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas dan komposisinya. Kandungan bahan dari material dasar Ày ashes perlu diketahui sebagai aditif dalam campuran semen pemboran untuk penyemenan sumur gas metana batubara (GMB). Pengujian meliputi kimiawi, ¿sika dan kelakuan khusus. Pada Tabel 1 menunjukkan hasil dari pengujian sifat kimia dan fisika untuk abu terbang. Pada pengujian kimiawi unsur utamanya yang paling besar kandungannya adalah silikon dioksida (SiO2) dan merupakan unsur yang dominan dalam kandungan material tersebut. Pengujian dilakukan berdasarkan rekomendasi dari API Spec 10. 1. Pengujian Kimiawi Pada pengujian kimiawi unsur utamanya yang paling besar kandungannya secara berurutan adalah Silikon Dioksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Iron Oksida (Fe2O3), serta Sulfur Trioksida (SO3) dan hampir semuanya merupakan unsur yang dominan dalam kandungan abu batubara. Ketiga unsur yang
utama merupakan syarat minimum total 70% dari yang dipersyaratkan wajib dipenuhi oleh material abu batubara untuk dapat digunakan dalam campuran semen pemboran.Unsur-unsur tersebut merupakan juga unsur utama dalam semen pemboran, terutama kandungan SiO2.Unsur ini sangat penting dalam semen pemboran terutama untuk proses pembentukan kekuatan semen, sedangkan SO3 merupakan unsur yang sedikit. Unsur-unsur kimia total dari abu batubara tersebut berada diatas harga 70%.Dalam hal ini batubara yang digunakan di PLTU Suralaya lebih banyak berasal dari daerah Sumatera dibandingkan dari daerah Kalimantan. Jumlah komposisi dari abu batubara, rata-rata memenuhi persyaratan standar yang direkomendasikan oleh API Spec. 10. Sedangkan untuk pengujian pengeringan dan pemanasan abu batubara ada dua metode yang diujikan, yaitu pada temperatur rendah (moisture content) dan temperatur tinggi (loss of ignition). Kedua metode ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kandungan unsur-unsur yang ada
Tabel 1 Hasil pengujian quality kontrol untuk material abu terbang batubara 1
2
3
4
Required Test
Source of Test
Numerical Value
Result
PHYSICAL
Suralaya
Strength Activity Index
75% min.control at 7 days
91.25
75% min.control at 26 days
86.40
ASTM C618 & C311 with Portland Cement Wet Screen Analysis ASTM E11
66% min
78.664
Passing US Std. No. 326 Sieve (45 micrometers) CHEMICAL Silicon Dioxide (SiO2)
56.20
Alumunium Oxide (Al2O3)
70% min total
Iron Oxide (Fe2O3)
30.30 5.17
ASTM C618 Sulfur Trioxide (SO3)
5.0% max
3.80
Moisture Content
3.0% max
0.096
Loss on Ignition
5.0% max
0.647
API Schedule 1Sg
30% min of the control Class G cement
35.42
API Schedule 5
1.25-2.5 times of the control Class G cement
1.90
PERFORMANCE SPECIFICATIONS A. Compressive Strength B. Thickenig Time
124
Desain Formulasi Semen Ringan (Light Weight Cement) untuk Mitigasi Kerusakan Formasi Akibat Penyemenan pada Sumur GMB (Budi Saroyo)
dalam abu batubara mengalami proses kehilangan atau berkurang akibat bereaksi dengan udara karena adanya perubahan temperatur. 2. Pengujian Fisika Pada pengujian ukuran butiran abu batubara secara basah menggunakan saringan standar API berukuran nomor 325 mesh atau 45 mikron (wet screen analysis). Prosentase keterlulusan atau lolos dari saringan lebih besar 66% dari yang dipersyaratkan oleh API Spec. 10. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin banyak abu yang lolos berarti mempunyai ukuran butir yang halus sehingga akan mudah berinteraksi dengan butiran semen pemboran (OWC). Untuk indikasi aktivitas kekuatan abu batubara dengan semen portland dilakukan pengujian pengkondisian selama 7 dan 28 hari dengan temperatur ruangan dan batuan semen harus mempunyai kekuatan yang lebih dari 75% dari semen pengontrol yang diperbolehkan. Abu batubara dari PLTU Suralaya untuk 7 hari pengkondisian mempunyai kekuatan yang hampir menyamai semen pengontrol (91%), sehingga abu batubara ini layak digunakan sebagai bahan aditif dalam semen pemboran. 3. Pengujian Kelakuan Khusus
temperatur 52oC, tekanan 5160 psi, yang ditempuh selama 28 menit, dengan waktu total untuk mencapai 100 Bc yang harus ditempuh adalah minimum 1.25 dan maksimum 2.50 dari waktu kontrol semen kelas G. Penambahan abu batubara dari PLTU Suralaya diperoleh waktu sebesar 1.90. Dari pengujian kualitas abu batubara sesuai dengan rekomendasi API Spec.10, abu batubara dari PLTU Suralaya diperoleh hasil pengujian yang memenuhi kriteria nilai standar yang dipersyaratkan, sehingga abu batubara tersebut bisa digunakan sebagai campuran dalam semen pemboran sebagai bahan extender dari produksi dalam negeri. B. Pengujian Desain Formulasi Semen Ringan dengan Aditif Extender Sebelum melakukan desain formulasi semen pemboran untuk sumur GMB perlu dilakukan pengujian terhadap berat jenis dari masing masing material aditif extender sebagai dasar untuk mencari densitas semen ringan. Material yang diteliti yaitu cement, bentonite, Ày ash, chenospheres dan glass bubbles. Hasil pengujian seperti pada Gambar 5 menunjukkan bahwa jenis material semen yang paling besar, sedangkan aditif glass bubbles yang paling kecil. Setelah diperoleh hasil berat jenis dari masing masing material aditif extender, langkah selanjutnya dengan membuat desain formula awal dengan penambahan aditif dalam semen dasar berdasarkan prosentase berat dari semen dasar. Aditif ini sebagai pengganti dari semen yang mempunyai berat
Pengujian ini meliputi pengujian utama yaitu kuat tekan (compressive strength) dan waktu pengejalan (thickening time). Pengujian dilakukan dengan semen kelas G (semen dasar untuk penyemenan sumur minyak dan gas) produk PT. Holcim sebagai standar pengontrolan dalam pengujian, jadwal dan prosedur mengacu pada API Spec.10. Dalam pengujian ini abu batubara dan semen kelas G dicampur dengan perbandingan komposisi yang seimbang (50% : 50%) berdasarkan dari berat semen, jumlah air yang dipakai adalah 44% dari berat semen. Kuat tekan batuan semen setelah dikondisikan pada temperatur 35oC, tekanan atmosferik, dengan waktu pengkondisian selama 24 jam, harus mempunyai minimal kekuatan 30% dari kontrol semen kelasG. Untuk waktu pengejalan bubur semen pengujian abu batubara dilakukan dengan Gambar 5 schedule 5 sesuai dengan pengujian Hasil pengujian berat jenis (SG) material aditif extender untuk semen dasar kelas G yaitu dengan
125
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 119 - 132
jenis yang besar sehingga akan diperoleh densitas bubur yang lebih ringan karena aditif extender ini mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari semen dasar. Pada pengujian ini metodenya yaitu dengan menambahkan aditif extender (Ày ash, chenospheres dan glass bubbles) kedalam semen dasar dengan variasi komposisi jumlah volume yaitu dari 10% BWOC sampai 40% BWOC. Penambahan komposisi aditif extender diujikan untuk mencari kelakuan semen terutama pada kondisi temperatur dan tekanan rendah. Pro¿l dari penambahan komposisi aditif extender seperti pada Gambar 6. Dari pengujian yang telah dilakukan dilaboratorium diperoleh hasil penambahan aditif extender yang optimum versus ”speci¿c gravity” dalam desain formulasi semen pemboran sumur GMB untuk material aditif (Ày ash 40%, bentonite 2%, chenospheres 15% dan glass bubbles 30%) seperti pada Gambar 7. Pada Gambar diatas ditampilkan gra¿k antara penambahan aditif extender versus ”specific gravity”.Pengujian dilakukan untuk meneliti berat dari bubur semen yang dipakai untuk kondisi semen ringan yang keperluannya digunakan untuk menyemen formasi yang bertekanan rendah. Desain formulasi yang diteliti adalah dari ”speci¿c gravity” 1.90 sampai dengan 1.14. Bahan yang digunakan adalah glass bubbles yang mempunyai densitas bahan yang paling ringan yaitu 0.38 gr/cc, sehingga dalam desain formulasi di laboratorium bisa diperoleh nilai densitas bubur semen yang kecil pula. Pada gambar tersebut ada variasi 4 formula yang didesain. Semakin kecil densitas maka prosentase penambahan aditif extender akan semakin banyak pula. Hal ini untuk melihat kelakuan dari bubur semen maupun sifat ¿sik batuan semen yang telah mengeras, serta untuk kondisi reservoar yang mempunyai temperatur rendah. Hal ini sangat perlu diperhitungkan karena merupakan dasar dari engineer cementing untuk mencari dan mendesain bubur semen dengan cara memformulasikan bahan-bahan yang akan digunakan untuk penyemenan sumur yang harus disesuaikan 126
dengan kondisi lubang sumur, sehingga nantinya setelah digunakan dalam menyemen sumur diharapkan akan diperoleh hasil penyemenan yang baik. Sumur mengandung gas, tetapi mempunyai formasi yang lemah atau formasi yang mudah runtuh sehingga semen yang dipakai juga harus mempunyai densitas yang rendah agar tidak menimbulkan kerusakan formasi terutama pada formasi yang produktif.Selain itu semen, sebagai penyekat tidak terlalu tebal sehingga memudahkan dalam operasi selanjutnya. Kedua persyaratan tersebut diatas perlu dicermati pada saat pendesainan semen. Dari komposisi optimum untuk penambahan material aditif extender dalam prosentase by weight on cement (BWOC) yang diperoleh dilanjutkan dengan pengujian free water content, thickening time dan compressive strength. Dikatakan optimum
Gambar 6 Hasil pengujian berat jenis sistem semen ringan
Gambar 7 Hasil pengujian desain komposisi optimum material aditif extender
Desain Formulasi Semen Ringan (Light Weight Cement) untuk Mitigasi Kerusakan Formasi Akibat Penyemenan pada Sumur GMB (Budi Saroyo)
yaitu penambahan jumlah aditif yang diperlukan akan menghasilkan kelakuan bubur semen beserta sifat semen keras yang memenuhi spesi¿kasi, serta mudah dalam pemompaan, dapat mengisi seluruh kolom annulus dan menghasilkan kekuatan batuan semen yang keras. 1. Pengujian Free Water Content Bubur Semen Pemboran (Slurry Cement) Untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan aditif extender setelah dicampurkan kedalam suspensi semen, pengujian dilaboratorium untuk free water content (kadar air bebas) bisa dilihat pada Gambar 8. Hasil pengujian diatas dapat dijelaskan bahwa penambahan bahan extender untuk temperatur 77oC Àuida yang terbebaskan cenderung berkurang untuk slurry desain yang menggunakan bahan chenosferes dan glass bubbles dengan semakin rendahnya harga densitas slurry (SPE 97847, 2005), tetapi untuk bahan dengan penambahan bentonite dan Ày ash hasilnya lebih banyak, karena pada temperatur tersebut pengikatan antara campuran bubuk padatnya dengan fasa cairannya kurang solid. Komposisi optimum untuk penambahan aditif extender dengan chenosferes dan glass bubbles pada temperatur tersebut terjadi hidrasi sempurna. Hal ini mengakibatkan bubur semen dapat mengikat fasa cairan secara optimum, sehingga air yang terbebaskan sedikit, karena material tersebut berfungsi juga sebagai pengikat fasa cair. Untuk hasil free water content diharapkan harus sekecil mungkin, bahkan kalau bisa ditiadakan. Aplikasi dilapangan berfungsi untuk mengindikasikan ada tidaknya selisih penurunan kolom batuan yang disemen, sehingga diharapkan kolom yang disemen setelah semen menjadi keras akan terisi penuh. Bahan aditif juga berpengaruh dalam proses hidrasi semen yang mempunyai efek terhadap proses penyerapan airnya, sehingga kantong-kantong air yang terjadi bisa menyebabkan semen porous dan permeabel.
2. Pengujian Thickening Time Untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan aditif extender setelah dicampurkan kedalam suspensi semen, hasil yang diperoleh dalam pengujian dilaboratorium untuk thickening time bisa dilihat pada Gambar 9. Hasil yang diperoleh memperlihatkan pada penambahan bahan aditif extender kedalam bubur semen, dari pengujian waktu pengejalan semen dengan temperatur pengujian 77oC, diperoleh waktu
Gambar 8 Hasil pengujian free water content bubur semen ringan
Gambar 9 Hasil pengujian thickening time bubur semen ringan
127
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 119 - 132
yang diperlukan untuk pengejalan bubur semen untuk densitas bubur semakin ringan maka akan semakin panjang.Hal ini dikarenakan komposisi solid atau padatan pengganti semen lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan densitas yang lebih tinggi, sehingga lebih lama bereaksi dalam proses penyerapan dan hidrasinya. Proses pengikatan antara campuran bubuk padatnya dengan fasa cairanya lebih lama dalam pengejalannya. Dari pengujian di laboratorium diperoleh waktu untuk komposisi densitas lebih besar 15.80 ppg diperoleh waktu lebih cepat (1 jam 32 menit) dua setengahnya dari pada 9.5 ppg (3 jam 44 menit). Dalam kasus fenomena ini, untuk mengatasi proses pengejalan yang pendek bisa ditambahkan bahan retarder yang berfungsi untuk memperpanjang waktu yang diperlukan oleh bubur semen, dan proses penyemenan yang lama sehingga diharapkan waktu yang tepat bisa diperoleh, tanpa beresiko terjadinya set semen lebih awal diperjalanan pada waktu dipompakan. 3. Pengujian Compressive Strength
antara semen (kalsium-silikat-hidrat) dengan air. Sedangkan untuk bubur semen yang harga kuat tekannya kecil,akan terbentuk mineral Į-C2SH gel yang perbandingannya tidak seimbang antara kalsium silikat hidratnya sehingga mengakibatkan volume suspensi semen menyusut, maka terjadi perubahan pada batuan semen (lemah dan porous). Adanya penambahan silika pada semen dasar memberikan kestabilan pada semen akibat terbentuknya mineral Tobermorite pada kondisi temperatur tinggi dan permeabilitas yang rendah. Penambahan silika dan bahan aditif extender pada temperatur dibawah 120oC belum menunjukkan kinerja yang berarti bagi mineral tobermorite. Harga compressive strength umumnya diatas 1000 psi, sedangkan syarat untuk penyemenan sumur untuk dilanjutkan pemboran supaya aman dan tidak terjadi runtuhan semen, kekuatan semen minimal harus 1000 psi. Untuk semen pada penambahan aditif extender chenospheres dan glass bubbles, dengan temperatur 77oC memberikan peningkatan pada besar harga compressive strength tersebut, hal ini diakibatkan proses pengembangan material yang terjadi pada konsentrasi tersebut sehingga memberikan tingkat kerapatan yang lebih baik dibanding bahan bentonite dan Àay ash.
Untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan aditif extender setelah dicampurkan kedalam suspensi semen, hasil yang diperoleh dalam pengujian dilaboratorium untuk compressive strength (kuat C. Aplikasi Penggunaan Semen Ringan (Light tekan) bisa dilihat pada Gambar 10. Weight Cement) Pada Sumuran Fenomena yang terjadi pada uji batuan semen Penyemenan suatu sumur GMB merupakan yang telah mengeras pada kondisi temperatur curing o faktor yang penting dalam suatu operasi pemboran. selama 24 jam dengan temperatur statik 77 C tekanan 1500 psi, penambahan aditif extender glass bubbles diperoleh hasil yang paling besar untuk masing-masing slurry densitas. Hal inilah yang merupakan penambahan jumlah aditif yang paling optimum, karena aditif tersebut 98% material berupa glass silika, dengan densitas bubur semen yang paling ringan dibandingkan dengan yang aditif lainnya. Semen dasar tanpa aditif extender digunakan sebagai pembanding untuk kelakuan dan kinerja dari semen dengan penambahan aditif extender.Terlihat bahwa semakin besar densitas bubur semen maka semakin banyak jumlah semen yang digunakan, sehingga diperoleh harga Gambar 10 compressive strength yang tinggi pula. Hal Hasil pengujian compressive strength batuan semen ringan ini disebabkan oleh reaksi yang seimbang 128
Desain Formulasi Semen Ringan (Light Weight Cement) untuk Mitigasi Kerusakan Formasi Akibat Penyemenan pada Sumur GMB (Budi Saroyo)
Berhasil atau tidaknya suatu pemboran, salah satunya adalah penyemenan sumur. Penyemenan dalam lubang sumur GMB yang tidak sempurna sangat berpengaruh terhadap proses awal produksi air (dewatering) untuk menghasilkan gas metana batubara (GMB). Masalah yang dijumpai pada suatu penyemenan sumur GMB adalah terlalu tingginya densitas bubur semen yang digunakan. Hal ini menyebabkan formasi batubara akan rekah sehingga semen masuk kedalam formasi dan menutup pori formasi batubara, mengakibatkan semenyang masuk ke dalam formasi batubara (formasi produktif) menjadi tebal yang akan menutup jalanya gas metana batubara untuk mengalir menuju lubang sumur. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan dalam penyemenan sumur GMB, sehingga sumur tidak bisa berproduksi secara optimum. Saat ini kebutuhan semen untuk operasi penyemenan sumur GMB telah dipenuhi didalam negeri. Akan tetapi masih sering dijumpai secara langsung ketidakmampuan semen untuk dapat berfungsi seperti yang diharapkan, disebabkan adanya kondisi yang sangat bervariasi didalam lubang sumur. Oleh sebab itu, maka semen masih harus dicampur dengan bahan aditif yang sesuai agar didapatkan hasil penyemenan yang optimal. Bahan aditif tersebut pada saat ini sebagianbesar masih tergantung dari bahan import. Bahan aditif yang digunakan adalah extender (chenospheres) sebagai bahan aditif penurun berat (light weight) pada semen pemboran dengan tujuan menghasikan densitas semen yang rendah (semen ringan) untuk digunakan pada penyemenan sumur GMB agar dapat meminimalisis kerusakan formasi. Tujuannya antara lain akan mempermudah dalam proses operasi perforasi (perforated) pada dinding casing (cased hole) dan perekahan (fracturing). Berikut contoh hasil analisa perbandingan biaya dalam mendesain bubur semen tanpa menggunakan material light weight cement (LWC) dan menggunakan
material light weight cement (LWC) untuk densitas 13.00 ppg. Data pemboran sumur GMB untuk kedalaman 750 meter dengan casing ukuran 7”. Dengan data sumur tersebut terdapat perbedaan biaya yaitu : - Sistem bubur semen (slurry) cement tanpa LWC = US $ 68.423 - Sistem bubur semen (slurry) cement dengan LWC= US $ 69.519 - Selisih biaya penyemenan sebesar= US $ 1.096 Biaya tersebut untuk pembelian aditif light weight cement (chenospheres), tetapi hasil perbedaan
Gambar 11 Pro¿l sumur CBM di Lapangan Rambutan Sumatera Selatan (LEMIGAS, 2010)
129
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 119 - 132
sifat ¿sik (kualitas) semen dengan aditif light weight cement (LWC) menunjukkan hasil yang lebih bagus, seperti ditunjukkan pada Tabel 2 dibawah ini. Dari hasil uji laboratorium tanpa LWC hanya menggunakan semen dasar saja menurunkan densitas
hanya dengan penambahan air, mempunyai nilai merah tiga (3), yaitu untuk Àuid loss yang tinggi yang menyebabkan Àuida semen masuk ke dalam formasi dan akan menghasilkan nilai compressive strength yang rendah akibat dari set awal yang terlalu
Tabel 2 Hasil perbandingan uji laboratorium aplikasi desain formulasi bubur semen untuk sistem semen ringan Rheology
Slurry Density
Thickening Time
Fluid Loss
Free Water
Compressive Strength
(ppg)
( Hrs:min)
(cc/30min)
(%)
No LWC
13.00
3:53
1441
9
7
12
320
LWC
13.00
3:55
38
0
103
87
1850
System Room
BHCT
Gambar 12 Data daily well drilling sumur CBM Lapangan Rambutan (LEMIGAS, 2010)
130
(psi)
Desain Formulasi Semen Ringan (Light Weight Cement) untuk Mitigasi Kerusakan Formasi Akibat Penyemenan pada Sumur GMB (Budi Saroyo)
cepat. Termasuk hasil free water yang besar, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kolom selang penyemenan di dalam rongga casing yang berakibat kolom tidak tersemen seluruhnya. Sedangkan hasil dengan menggunakan LWC diperoleh hasil yang bagus, Àuid loss sedikit, tanpa free water dan hasil compressive strength yang tinggi diatas persyaratan API Spec.(minimal 1000 psi) untuk melanjutkan trayek pemboran selanjutnya dengan aman. D. Kajian Penyemenan pada Formasi Batubara Sumur CBM Rambutan Pilot project riset coal bed methane Lemigas dalam mengeksplorasi gas metana batubara telah selesai dan berhasil diproduksikandigunakan sebagai sumber energi alternative pengganti energi fosil. Dari sumur CBM yang telah dibuat setelah dilakukan kajian terdapat mitigasi kerusakan formasi yang terjadi akibat dari penyemenan sumur, hal tersebut menyebabkan sumur tidak dapat berproduksi secara optimum dalam proses dewatering-nya, yaitu produksi air masih kecil, bahkan gas keluar sangat kecil (Lemigas 2010). Gambar diatas menggambarkan pro¿l yang ideal dari sumur CBM di lapangan Rambutan SumSel pada proses dewatering, diharapkan air yang berasal dari formasi batubara pada kedalaman 1563 ft akan keluar dan turun kebawah dan mengalir kepermukaan melalui tubing dengan bantuan pompa, sedangkan gas metana batubara akan terpisah dengan air dan akan mengalir ke permukaan melalui annulus casing. Bagaimana hasil penyemenan pada Sumur CBM di lapangan Rambutan? Berdasarkan kajian dari data pendukung daily report drilling pada gambar 12 dibawah ini, sebelum dilakukan penyemenan annulus antara casing dan dinding lubang bor, terjadi runtuhan dinding lubang bor mengakibatkan pelebaran ukuran diameter lubang bor. Sehingga volume semen yang dipompakan menjadi banyak dan hasil semen tebal pada annulus formasi produktif batubara yang runtuh. Setelah dilakukan perforasi hasil lubang perforasi tidak mampu menembus semen pada formasi produktif. Alternatif solusi masalah tersebut yaitu dengan perforasi ulang atau pemboran directional karena semen yang digunakan densitasnya terlalu besar dan menghasilkan kekuatan yang besar juga sehingga
perforasi sulit untuk menembus formasi produktif batubara. Diharapkan dengan penelitian ini aplikasi penggunaan semen ringan (light weight cement)untuk menurunkan densitas semen menjadi (13 ppg)akan me-minimize efek kerusakan formasi akibat semen dengan densitas yang besar (16 ppg) masuk kedalam rongga formasi produktif batubara. Kelebihan lain dari semen ringan yaitu memudahkan dalam proses peforasi apabila terjadi penyemenan dengan kolom yang tebal. IV. KESIMPULAN Aditif extender merupakan aditif yang cocok digunakan dalam mendesain formulasi bubur semen (slurry) pemboran yang berfungsi menurunkan densitas bubur semen untuk sumur dengan kondisi reservoar GMB yang bertekanan rendah. Nilai kuat tekan (compressive strength) batuan semen cenderung berkurang apabila prosentase komposisi bahan aditif extender bertambah dalam suspensi semen, seiring dengan penurunan densitas. Pemakaian aditif glass bubbles adalah yang paling optimum dalam mendesain semen ringan (light weight cement). Penggunaan extender dalam semen ringan (light weight cement) dapat mempercepat waktu tunggu semen kering (SPE 163083, 2011). Kendala dalam mendesain semen ringan (light weight cement) adalah terjadinya pengendapan (settling) bubur semen (slurry) disebabkan karena adanya perbedaan speci¿c gravity dari material aditif extender dengan semen, yang berakibat terhadap pengurangan kolom lubang penyemenan dalam annulus di pipa sumur pemboran. Prosedur mixing dalam pembuatan bubur semen untuk penggunaan aditif chenospheres atau glass bubbles secara dry mix dengan kecepatan motor rate per minute (RPM) low speed, untuk menjaga agar aditif tidak pecah serta diperoleh homogenitas bubur semennya (SPE 165796, 2013). Sedangkan penggunaan bentonite secara pre hydrate untuk memaksimalkan pengembangannya dalam fasa cairan (Erik B. Nelson 1990). Aplikasi penggunaan semen ringan (light weight cement) untuk mitigasi kerusakan formasi akibat penyemenan pada sumur GMB cocok diterapkan untuk penyemenan “cased hole”yang akan dilakukan perforasi (perforated) dan perekahan (fracturing). 131
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 119 - 132
Penggunaan aditif extender yang optimum dalam desain formulasi bubur semen (slurry)untuk memperoleh semen ringan yang diinginkan yaitu: bentonite 2%, Ày ash 40%, chenospheres 15%, glass bubbles 30%. KEPUSTAKAAN American Petroleum Institute Spec.10., 1984, ”API Specification for Materials and Testing for Well Cements”, Speci¿cation 10, Second Edition. American Petroleum Institute Spec.10A., 2010, ”API Speci¿cation for Cements and Materials for Well Cementing”, Specification 10A, Twenty-fourth Edition. Dwight K. Smith., 1990,”Cementing Monograph Vol. 4”, Senior Staff Associate Halliburton Services, Revised Edition, Second Printing 1990, SPE of AIME, New York City. Erik B. Nelson., 1990, ”Well Cementing”, Schlumberger Educational Services, Texas. Fred Sabins., 2001, ”Ultra Lightweight Cement”, Quarterly Report, October 1 to December 31, 2000, Cementing Solutions, Inc. 4613 Brookwoods Drive, Houston. Halliburton Company,. June 2007, ”Coalbed Methane: Principles and Practices”, Well Construction, Chapter 5. LEMIGAS., 2010, “Laporan: Kajian Penyemenan Sumur CBM di Muara Enim Sumsel”, Pusat Penelitian dan
132
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”, Jakarta, 2010. Schlumberger, Autumn 2003, ”Oil¿eld Review”, 225 Schlumberger Drive Sugar Land, Texas 77478, USA. SPE 96108, 2005, ”Foamed Conventional Lightweight Cement Slurry for Ultralow Density and Low ECDs Solvest Lost-Circulation Problem Across Coal Formations: A Case History”., T. Marriott, J. Grif¿th, G. Fayten, Halliburton; G. Szutiak, Anadarko Canada Corp. SPE 163083, 2011, “Improving Heavy-Oil Well Economics with Hollow Microsphere Cementing Solution: Case History”., By Bob Carver, Yudy Fitryansyah, Chevron; Binyamin Agung KP, Halliburton. SPE 165796., 2013, “Prehydrating High-Strength Microspheres in Lightweight Cement Slurry Creates Value for Offshore Malaysian Operator”. By Moh Nordin Abdullah, Talisman Malaysia Ltd; David Bedford, Suei Ru Wong and Hui San Yap, Halliburton. Standar Nasional Indonesia., 2010, ”Spesi¿kasi Semen dan Material untuk Penyemenan Pemboran”, Badan Standardisasi Nasional, Indonesia, SNI 13-3044-88. 3M., 2010, “Light Weight Cements-Made with 3M Glass Bubbles” Case Study: Lightweight Cementing in Chevron Duri Field and Chevron Texaco Kuwait.
Analisis Laju Pengurasan Produksi Minyak Lapangan-Lapangan Sumatera Selatan (Jatmianto Jayeng Sugiantoro)
Analisis Laju Pengurasan Produksi Minyak Lapangan-Lapangan Sumatera Selatan Withdrawal Rate Analysis of Oil Production in The South Sumatra Fields Jatmianto Jayeng Sugiantoro Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail:
[email protected] Teregistrasi I tanggal 14 Mei 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 11 Agustus 2014 Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2014
ABSTRAK Cadangan minyak terbukti Indonesia terus menurun, dengan rata-rata tingkat penurunan per tahun sebesar 2%. Penurunan cadangan terbukti ini karena rasio pengembalian cadangan (reserve replacement ratio) minyak sebesar 52%. Ini berarti cadangan minyak yang ditemukan lebih sedikit daripada yang diproduksi. Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah penghasil minyak terbesar ke dua di wilayah Sumatera setelah Riau, namun lapangan yang ada sebagian besar lapangan tua dengan laju produksi yang rendah. Indikatornya adalah faktor perolehan minyak (recovery factor) masih relatif rendah, yaitu antara 11% dan tertinggi 48%. Angka laju pengurasan (withdrawal rate) sebagai salah satu indikator kinerja lapangan juga masih rendah, jauh dibawah rata-rata nasional 8%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lapangan-lapangan minyak di Sumatera Selatan yang masih potensial ditingkatkan produksinya dengan menggunakan metode statistik. Kriteria yang digunakan adalah cadangan minyak tersisa (oil remaining reserves) masih relatif besar sekitar 20 juta barrel dan laju pengurasan masih rendah antara 0.3-2.4 %. Berdasarkan cadangan minyak tersisa lebih besar 20 juta barrel, lapangan-lapangan minyak Sumatera Selatan yang masih mempunyai potensi untuk peningkatan produksi adalah lapangan Gunung Kemala, Jirak, Ramba dan Talang Akar/Pendopo. Lapangan-lapangan tersebut masih mempunyai tingkat laju pengurasan yang rendah berkisar 0.3-2.2%. Kata Kunci: faktor perolehan minyak, laju pengurasan, cadangan minyak tersisa. ABSTRACT Indonesia's proven oil reserves continue to decline, with the average rate of decline per year by 2%. This decrease in proved reserves due to reserve replacement ratio of oil by 52%. This means that the oil reserves are found less than produced. South Sumatra is one of the largest oil producing region in the region of two Sumatran after Riau, but a ¿eld that is largely old ¿eld with a low production rate. Indicator is the oil recovery factor is still relatively low range of 11% and the highest 48%. Withdrawal rate as one of the indicators of ¿eld performance is still low, far below the national average of 8%. This study aims to determine the oil ¿elds in South Sumatra are still potential increased its production by using statistical methods. The criteria used are the remaining oil reserves is relatively large around 20 million barrels and low depletion rate between 0.3 - 2.4%. Based on the remaining oil reserves greater than 20 million barrels, oil ¿elds in South Sumatra which still has the potential to increase production is a ¿eld of
133
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Agustus 2014: 133 - 140 Gunung Kemala, Jirak, Ramba and Talang Akar/Pendopo. The ¿elds still have a low level of depletion rate ranges 0.3 - 2.2% Keywords: recovery factor, withdrawal rate, oil remaining reserves.
I. PENDAHULUAN Sumatera Selatan adalah salah satu provinsi di bagian selatan pulau Sumatera yang kaya akan sumber daya alam. Secara geografis Sumatera Selatan berbatasan dengan provinsi Jambi di utara, provinsi Kepulauan Bangka-Belitung di timur, provinsi Lampung di selatan dan provinsi Bengkulu di barat. Latar belakang yang mendasari penelitian ini adalah untuk mengetahui lapangan-lapangan yang perlu dikaji ulang tingkat e¿siensi pengurasannya (ratio produksi per tahun terhadap sisa cadangan) dan yang masih terdapat potensi untuk peningkatan produksinya. Kriteria yang digunakan adalah faktor perolehan dan angka laju pengurasan rendah. Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah penghasil minyak terbesar kedua di wilayah sumatera setelah Riau, namun lapangan yang ada sebagian besar merupakan lapangan tua dengan berproduksi rendah. Penyebabnya antara lain pengelolaan lapangan yang belum optimal dicerminkan oleh faktor perolehan rendah. Daerah studi Cekungan Sumatera Selatan (Gambar 1) mempunyai beberapa pola struktur yang terbentuk oleh setidaknya empat fasa kejadian tektonik (Hartanto et al. 1991, Sardjito et al 1991). Fasa pertama terjadi zaman Mesozoik Tengah sebagai akibat dari tumbukan dan penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. Fasa ini membentuk sesar-sesar yang berorientasi Barat Laut-Tenggara semisal sesar Semangko dan Malaka. Periode tektonik ini diduga membentuk cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan tarikan (pull apart basin) yang berasosiasi dengan sesarsesar puntir (wrench fault) tersebut. Fasa kedua terjadi pada kala Akhir Kapur-Awal Tersier dan membentuk patahan atau sesar berarah lebih kurang utara-selatan semisal sesar Beringin dan Lembak. Pada masa ini rezim tektonik yang terjadi adalah ekstensional yang 134
menyebabkan pertumbuhan struktur didominasi oleh patahan normal yang serta merta menyebabkan daerah tersebut mulai menurun (subsiden). Fasa ketiga terjadi pada kala Miosen Tengah dan membentuk patahan-patahan berarah Timur Laut-Barat Daya. Fasa terakhir, yang merupakan pengangkatan terjadi pada kala Plio-Pleistosen merupakan fasa kompresi dan membentuk pembalikan (inversi) struktur dengan mempengaruhi beberapa patahan lama. Cekungan Sumatera Selatan mempunyai tujuh unit lithostratigra¿ yaitu Batuan Dasar Pra Tersier, Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim dan Formasi Kasai. A. Pra-Tersier Batuan Dasar Pra-Tersier terdiri dari batuan beku granodiorit, batusabak (slate) dan ¿lit. Meskipun sering dianggap tidak “economic basement”, interval ini juga dapat sebagai interval penghasil minyak bumi melalui zona rekahan yang berasosiasi dengan struktur hasil akti¿tas orogen zaman Kapur AkhirMiosen Awal yang berarah Utara-Selatan serta telah terbarukan (rejuvenated) oleh orogeni PlioPleistosen. Play concept ini telah terbukti di daerah Kuang (Sardjito et al. 1991).
Gambar 1 Peta elemen tektonik cekungan Sumatera Selatan
Analisis Laju Pengurasan Produksi Minyak Lapangan-Lapangan Sumatera Selatan (Jatmianto Jayeng Sugiantoro)
B. Formasi Lahat
F. Formasi Muara Enim
Formasi Lahat yang berumur Oligosen Awal secara tidak selaras menutupi formasi batuan dasar. Formasi Lahat terdiri dari batuan volkanik yang diendapkan dalam lingkungan Àuviatil-lacustrine sebagai pengisi graben. Kenampakan formasi ini relatif mudah dibedakan dari besarnya kelimpahan material volkanik halus seperti tufa berwarna putih dalam sampel/perconto lumpur pemboran.
Formasi Muara Enim yang berumur Miosen Akhir terdiri dari batulempung dan serpih dengan beberapa lapisan batupasir dan batubara diendapkan dalam lingkungan Àuvial sampai ke laut dalam.
C. Formasi Talang Akar Formasi Talang Akar diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Lahat ataupun langsung tidak selaras di atas batuan dasar apabila Formasi Lahat tidak hadir. Di beberapa tinggian, Formasi Talang Akar onlap terhadap Formasi Lahat maupun batuan dasar. Secara litologi formasi ini terdiri dari batupasir berbutir dari kasar sampai ke halus yang berselang-seling dengan serpih dan batubara. Formasi ini diendapkan pada lingkungan pengendapan transisi sampai ke Àuvio-deltaic, atau mungkin juga lacustrine. D. Formasi Baturaja Formasi Baturaja berumur Miosen Tengah menunjukkan suatu kondisi laut terbuka. Bagian ini umumnya terbentuk sebagai endapan batuan karbonat reef (batu karang terumbu ) berstruktur building-up yang tumbuh di atas tinggian struktur dan dalam penyebarannya secara lateral ke bagian yang lebih dalam, menunjukkan perubahan dimana komposisinya batuannya lebih banyak yang mengandung lempungan dan berubah menjadi napalan. E. Formasi Gumai Formasi Gumai berumur Awal-Akhir Miosen terdiri dari batu lempung yang banyak mengandung fosil foraminifera plankton globigerina dan serpih napalan dengan beberapa sisipan batulempung dan batupasir. Unit batuan ini umumnya diendapkan selama atau pada fase transgresi laut maksimum (maximum transgression), di dalam kondisi laut dalam. Siklus regresi dimulai pada kala Miosen Tengah dengan pengendapan Formasi Air Benakat. Formasi ini terutama terdiri dari lempung marin dengan banyak mengandung glaukonit dan foram kecil, batulempung dan lapisan batupasir yang semakin banyak ke arah atas dari sekuen. Lingkungannya berkisar antara laut dalam dan laut dangkal.
G. Formasi Kasai Formasi Kasai berumur Pliosen terdiri dari selang-seling batulempung dan batupasir tufa-an yang diendapkan dalam lingkungan Àuviatil dan darat. II. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan data aktual cadangan migas lapangan-lapangan Sumatera Selatan status 01 Januari 2013. Data cadangan dan produksi diambil dari database LEMIGAS meliputi data cadangan minyak awal ditempat, pengambilan maksimum minyak, produksi minyak, sisa cadangan minyak, dan perhitungan besaran tingkat faktor perolehan minyak serta angka laju pengurasan sebagai indikator kinerja lapangan. Gambar 2 menunjukkan diagram alir metode desain yang digunakan. Dari data cadangan migas lapangan-lapangan minyak Sumatera Selatan status 01 Januari 2013, dilakukan screening/reviu berdasarkan cadangan terbukti dan lapangan sudah berproduksi. Kriteria pemilihan kandidat dengan pertimbangan lapangan-lapangan masih mempunyai cadangan minyak tersisa lebih besar 20 juta barrel dan laju pengurasan masih rendah kurang dari 8%. Identifikasi masalah meliputi: (1) Penentuan variabel dan rentang nilai untuk keperluan ranking dan analisa hasil reviu terhadap parameter cadangan minyak awal ditempat, pengambilan maksimum minyak, produksi minyak, sisa cadangan minyak dan angka laju pengurasan; (2) Evaluasi dan reviu produksi lapangan-lapangan yang masih potensial untuk peningkatan produksi; dan (3) Rekomendasi rencana meningkatkan atau mengoptimalkan produksi lapangan-lapangan tua di Sumatera Selatan. III. HASIL DAN DISKUSI Lapangan-lapangan di Sumatera Selatan dikelompokkan berdasarkan perhitungan cadangan minyak awal ditempat, pengambilan maksimum minyak, produksi minyak per tahun, produksi kumulatif, sisa cadangan minyak, tingkat faktor 135
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Agustus 2014: 133 - 140
perolehan minyak serta angka laju pengurasan yang menggambarkan indikator kinerja lapangan. Dari pengelompokan dan pemilihan kandidat tersebut kemudian ditentukan variabel dan selangnya yaitu nilai dari remaining reserves (RR) antara 1-5 MMSTB (1 MMSTB < RR < 5 MMSTB) sebanyak 19 (sembilan belas) lapangan yang masih menyimpan potensi untuk peningkatan produksi, selang antara 5-10 MMSTB (5 MMSTB < RR < 10 MMSTB) ada 13 (tiga belas) lapangan yang masih menyimpan potensi untuk peningkatan produksi, selang antara 10-20 MMSTB (10 MMSTB < RR < 20 MMSTB) terdapat 10 (sepuluh) lapangan dan yang lebih besar dari 20 MMSTB (RR > 20 MMSTB) ada 4 (empat) lapangan yang potensial. Dengan pertimbangan lapangan-lapangan yang masih mempunyai cadangan minyak tersisa lebih besar sekitar 20 juta barrel dan laju pengurasan yang masih rendah berkisar kurang dari 8% terlihat ada 4 (empat) lapangan di Sumatera Selatan yang masih menyimpan potensi untuk peningkatan produksi yaitu lapangan Gunung Kemala, Jirak, Ramba dan Talang Akar/Pendopo (Gambar 3). Dari kinerja produksi, dengan mengamati laju pengurasan (ratio produksi per tahun terhadap sisa cadangan) menunjukkan bahwa lapangan Gunung Kemala mempunyai sisa cadangan sebesar 24.3 MMSTB dengan produksi per tahun sebesar 189.0 MSTB sehingga tingkat laju pengurasan hanya sekitar 0.8%, lapangan Jirak mempunyai sisa cadangan sebesar 27.6 MMSTB dengan produksi per tahun sebesar 73.0 MSTB dan mempunyai tingkat laju pengurasan sekitar 0.3%, lapangan Ramba mempunyai sisa cadangan sebesar 22.2 MMSTB dengan produksi per tahun sebesar 488.8 MSTB dan mempunyai tingkat laju pengurasan sekitar 2.2% dan lapangan Talang Akar/Pendopo mempunyai sisa cadangan sebesar 26.8 MMSTB dengan produksi per tahun sebesar 200.5 MSTB dan mempunyai tingkat laju pengurasan sekitar 0.7%. Secara keseluruhan lapanganlapangan tersebut mempunyai tingkat laju pengurasan yang masih rendah yaitu antara sekitar 0.3%-2.2% atau rata-rata hanya 1%. Pro¿l produksi ke empat lapangan tersebut ditampilkan pada Gambar 4 sampai Gambar 7 berikut. 136
Sejarah produksi minyak lapangan Gunung Kemala dari periode tahun 1993-2006 berkisar pada angka rata-rata 218.2 MSTB per tahun sampai adanya kenaikan yang cukup berarti pada tahun 2007 menjadi 438.9 MSTB per tahun atau ada kenaikan produksi sebesar 220.7 MSTB per tahun. Hal ini disebabkan adanya penemuan cadangan baru atau perubahan
Gambar 2 Diagram alir desain
Gambar 3 Lapangan minyak dengan remaining reserves lebih besar 20 MMSTB
Analisis Laju Pengurasan Produksi Minyak Lapangan-Lapangan Sumatera Selatan (Jatmianto Jayeng Sugiantoro)
status cadangan yang cukup signi¿kan, karena ada penemuan zona prospek upside potential. Sampai tahun 2006 sisa cadangan bervariasi naik dan turun pada angka sekitar 4,722.8 MSTB hingga naik secara berarti pada tahun 2007 mencapai sekitar 24,983.4 MSTB hingga sampai tahun 2013 sisa cadangan masih mencapai sekitar 24,256.8 MSTB. Penambahan cadangan tidak dibarengi dengan meningkatnya tingkat laju pengurasan, pada periode tahun 1993 sampai tahun 2006 mempunyai tingkat laju pengurasan sekitar 6.6%. Penurunan secara terus terjadi mulai tahun 2007 hingga tahun 2013 hingga hanya sekitar 0.8%, akibat hilangnya suplai gas yang digunakan untuk arti¿cial gas lift dan banyak sumur yang relatif cepat mengalami kenaikan kadar air, sehingga kemungkinan sumur dimatikan atau adanya perbaikan akibat kebocoran sumur-sumur arti¿cial gas lift pada lapisanlapisan eksisting. Sejarah produksi minyak lapangan Jirak dari tahun 1993-2001 berkisar pada angka rata-rata 115.7 MSTB per tahun sampai adanya kenaikan yang cukup berarti pada tahun 2002-010 menjadi 187.4 MSTB per tahun atau ada kenaikan produksi sebesar 71.7 MSTB per tahun. Penurunan produksi terjadi selama tiga tahun terakhir dari tahun 2010-2013 pada angka rata-rata 27.9 MSTB per tahun. Dilihat dari sisa cadangan mengalami kenaikan, sampai tahun 2001 sekitar 3,914.2 MSTB naik secara berarti pada periode tahun 2002-2006 mencapai 15,493.1 MSTB. Periode tahun 2007-2013 ada kenaikan sisa cadangan yang cukup signi¿kan sekitar 28,184.3 MSTB. Tingkat laju pengurasan pada lapangan Jirak terlihat bervariasi naik dan turun dari tahun 1993-2001 sekitar 2.6%, dan mengalami penurunan secara menerus mulai tahun 2002-2013 3 hingga hanya sekitar 0.3%. Masalah sosial masih menjadi kendala utama dalam pengembangan dan peningkatan produksi minyak yaitu dengan penduduk di sekitar wilayah kerja sehingga pergerakan alat berat dan hoist untuk melakukan perawatan sumur terkendala. (balance edisi tahun I volume 7, pertamina-ep.com).
Gambar 4 Pro¿l produksi Lapangan Gunung Kemala
Gambar 5 Pro¿l produksi Lapangan Jirak
Sejarah produksi minyak lapangan Ramba dari periode tahun 1993-2013 terus mengalami penurunan produksi tercatat sekitar 3,339.0 MSTB per tahun dan terus menurun menjadi 488.8 MSTB per tahun. Periode tahun 1993-2002, sisa cadangan pada rata-rata angka sekitar 17,435.9 MSTB kemudian menurun secara berarti pada periode tahun 20032008 mencapai sekitar 3,892.6 MSTB. Periode tahun 2009-2013 sisa cadangan mengalami kenaikan yang cukup signi¿kan karena adanya penemuan cadangan baru atau perubahan status cadangan, mencapai ratarata sekitar 28,327.2 MSTB. Tingkat laju pengurasan pada lapangan Ramba, terlihat mengalami kenaikan yang sangat berarti dari tahun 1993-2008 dengan 137
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Agustus 2014: 133 - 140
tingkat laju pengurasan bisa tercapai sekitar 28.4%, kemudian mengalami penurunan secara drastis terjadi mulai tahun 2009-2013 sampai hanya sekitar 2.2%, kemungkinan hal ini bisa terjadi karena tidak adanya upgrading fasilitas produksi dan juga berkembangnya permasalahan pipa Tempino-Palju. Sejarah produksi minyak lapangan Talang Akar/Pendopo dari periode tahun 1993-2013 terus mengalami penurunan, terlihat produksi tercatat sekitar 394.5 MSTB per tahun dan terus menurun sampai mencapai 200.5 MSTB per tahun. Periode tahun 1993 sampai tahun 2006 sisa cadangan pada rata-rata angka sekitar 11,445.2 MSTB, kemudian menurun pada periode tahun 2007-2010 mencapai sekitar 9,376.8 MSTB. Sisa cadangan mengalami kenaikan yang cukup signi¿kan pada periode tahun 2011-2013, karena adanya penemuan cadangan baru atau perubahan status cadangan, tercatat mencapai rata-rata sekitar 27,907.3 MSTB. Dari sisi tingkat laju pengurasan pada lapangan Talang Akar/Pendopo, terlihat bervariasi naik dan turun, sampai tahun 2010 mempunyai tingkat laju pengurasan rata-rata mencapai sekitar 2.1%, kemudian mengalami penurunan mulai tahun 20112013 hingga hanya sekitar 0.7%, karena lapangan ini mempunyai kandungan airnya tinggi bisa mencapai 90%. IV. PROYEKSI Kapasitas produksi minyak lapanganlapangan Sumatera Selatan secara teoritis sebenarnya masih bisa ditingkatkan, karena belum diproduksikan secara optimal. Dari sejarah produksi terlihat pada periode tahun 2005-2008 lapangan Gunung Kemala mempunyai kapasitas produksinya mencapai angka rata-rata sekitar 1,200 BOPD atau dengan laju pengurasan masih sekitar 4.1%. Pada tahun 2013 produksi minyak diproduksikan tidak lebih dari 500 BOPD dengan laju pengurasan hanya sekitar 0.8%. Untuk mencapai laju pengurasan sekitar 8.0%, lapangan Gunung Kemala harus ditingkatkan kapasitas produksinya sampai mencapai sekitar 5,500 BOPD atau sekitar 2,200 MSTB per 138
tahun, dengan melakukan pemboran sumur baru pada zona upside potensials untuk optimasi produksi pada zona eksisting. Dilihat dari sejarah produksi pada periode tahun 1993-2008 lapangan Ramba secara teknis dapat ditingkatkan kapasitas produksinya, karena bisa mencapai angka rata-rata sekitar 6,000 BOPD atau bisa mencapai laju pengurasan rata-rata sekitar 18.1%. Pada tahun 2013 produksi minyak diproduksikan tidak lebih dari 1,500 BOPD dengan laju pengurasan hanya sekitar 2.2%. Untuk mencapai laju pengurasan sekitar 8.0%, lapangan Ramba harus ditingkatkan kapasitas produksinya sampai mencapai sekitar 4,000 BOPD atau sekitar 2,000 MSTB per
Gambar 6 Pro¿l produksi Lapangan Ramba
Gambar 7 Pro¿l produksi Lapangan Talang Akar/Pendopo
Analisis Laju Pengurasan Produksi Minyak Lapangan-Lapangan Sumatera Selatan (Jatmianto Jayeng Sugiantoro)
tahun, dengan catatan ada pembukaan sumur baru dan langkah lainnya dilakukan stimulasi dengan acid (HCL) dan juga bisa dengan metode lain untuk optimasi lifting seperti mengganti jack pump dengan electric submersible pump (ESP). Di lapangan Jirak bahwa kapasitas produksi pada periode tahun 1993-2001 bisa mencapai angka rata-rata sekitar 300 BOPD atau masih mencapai laju pengurasan rata-rata sekitar 2.6%. Pada tahun 2013 produksi minyak diproduksikan tidak lebih dari 200 BOPD dengan laju pengurasan hanya sekitar 0.3%. Untuk mencapai laju pengurasan sekitar 8.0%, lapangan Jirak harus ditingkatkan kapasitas produksinya sampai mencapai diatas sekitar 6,500 BOPD atau sekitar 2,500 MSTB per tahun, hal ini bisa dilakukan dengan mengatasi masalah sosial gangguan dari masyarakat sekitar daerah operasi dengan mengintensifkan komunikasi dengan masyarakat sekitar dan pemerintahan daerah setempat. Disamping masalah sosial, kehandalan fasilitas produksi merupakan salah satu kunci utama dalam peningkatan laju produksi dengan melakukan perawatan secara preventive maintenance, dengan metode reaktivasi sumur menggunakan teknik perendaman dan stimulasi paraf¿n solvent , termasuk pilot waterÀood EOR. (balance edisi tahun I volume 7, pertamina-ep.com) Pada awal produksi periode tahun 1993-1994 lapangan Talang Akar/Pendopo kapasitas produksinya bisa mencapai angka rata-rata sekitar 1,000 BOPD atau masih mencapai laju pengurasan rata-rata sekitar 2.9%. Pada tahun 2013 produksi minyak diproduksikan tidak lebih dari 600 BOPD dengan laju pengurasan hanya sekitar 0.7%. Untuk mencapai laju pengurasan sekitar 8.0%, lapangan Talang Akar/ Pendopo harus ditingkatkan kapasitas produksinya sampai mencapai sekitar 6,000 BOPD atau sekitar 2,400 MSTB per tahun, dengan memproduksikan sumur dengan metode tank on site untuk sumur-sumur yang memiliki tekanan rendah dan juga menerapkan metode stimulasi sumur injeksi menggunakan air terproduksi sesuai dengan perhitungan yang tepat serta melakukan penambahan sumur baru. Guna mendukung peningkatan produksi tersebut, diharapkan pemerintah kota untuk mempercepat dan mempermudah pemberian ijin terkait kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas.
V. KESIMPULAN Lapangan-lapangan minyak Sumatera Selatan yang masih mempunyai potensi untuk peningkatan produksi berdasarkan cadangan minyak tersisa lebih besar 20 juta barrel adalah lapangan Gunung Kemala, Jirak, Ramba dan Talang Akar/Pendopo. Lapanganlapangan tersebut juga masih mempunyai tingkat laju pengurasan yang rendah berkisar 0.3-2.2%. Penyebab utama laju pengurasan rendah adalah pengelolaan produksi lapangan-lapangan Sumatera Selatan yang tidak dilakukan dengan baik, karena banyak masalah yang dihadapi antara lain tumpang tindih lahan, perijinan, sabotase, hingga pencurian fasilitas migas dan illegal tapping, maka sumur-sumur yang berproduksi di lapangan tersebut menurun produksinya secara drastis dan faktor perolehan yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan. Potensi peningkatan produksi minyak lapanganlapangan Sumatera Selatan masih cukup tinggi, yang diindikasikan dengan tingkat laju pengurasan pada tahun 2013 yang rendah hanya sekitar 1.0% jauh dibawah rata-rata nasional sebesar 8%. Untuk meningkatkan produktifitas sumur di lapangan-lapangan Sumatera Selatan, perlu kajian secara menyeluruh dan terintegrasi mengenai karakteristik Àuida reservoar maupun karakteristik batuan reservoir. Stimulasi dengan metode reaktivasi sumur menggunakan teknik perendaman dan stimulasi paraf¿n solvent termasuk pilot waterÀood EOR, diperlukan untuk merubah wettabilitas batuan yang akan membantu peningkatan permeabilitas relatif minyak terhadap batuan, dan penggunaan paraf¿n solvents akan melarutkan wax, hal ini merupakan upaya peningkatan produksi minyak. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim Inventarisasi dan Analisa Data Cadangan Migas Indonesia 01 Januari 2013 yang telah membantu selama penelitian berlangsung dengan memberikan informasi dan masukan selama penulisan makalah ilmiah ini. KEPUSTAKAAN Boyun Guo., William C. Lyons., & Ali Ghalambor., February 2007 : “Petroleum Production Engineering”, A Computer-Assisted Approach, Elsevier and Technology Books. 139
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Agustus 2014: 133 - 140 De Coster, G.L., 1974: “The Geology of the Central and South Sumatera Basins”. Hartanto, K., Widianto, E. & Safrizal., 1991: “Hydrocarbon prospect related to the local unconformities of the Kuang Area, South Sumatra Basin”, In: Indonesian Petroleum Association, Proceedings of the 20th Annual Convention, Jakarta, 1, 17–36. Larry W. Lake., 2010: “Enhanced Oil Recovery”, Society of Petroleum Engineering. M. Ikin Hardikin., Indriyono ES., & Hariyono., Desember 2009: “Perendaman Paraffin Solvent Sebagai Upaya Peningkatan Produksi Sumur Minyak di Lapangan Tapian Timur”, Makalah Profesional, Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Simposium Nasional IATMI. PT. Pertamina EP.:”Balance Edisi Tahun I volume 7”, pertamina-ep.com.
140
PPPTMGB “LEMIGAS”, Desember 2013, Balitbang ESDM, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.: ”Inventarisasi dan Analisa Data Cadangan Migas Indonesia 01 Januari 2013”, Laporan Tidak Dipublikasikan. SKK MIGAS., Februari 2013: “Bumi Buletin SKK MIGAS No. 9”. Sardjito, Fadianto, Eddy, Djumlati & Hansen, S., 1991: “Hydrocarbon prospect of the Pre-Tertiary basement in Kuang Area, South Sumatra”, Proceedings of Indonesian Petroleum Association 12th Annual Convention, p. 101-113. Widarsono, B., May 2007: “Indonesia’s Natural Gas: Reserves, Production, and Challenges”, LEMIGAS Scienti¿c Contributions to Petroleum Science and Technology, Vol. 30, No.1, pp: 24-34. .
Pemetaan Migas pada Cekungan Frontier Memberamo dengan Citra Satelit dan Didukung Data Subsurface Regional (Tri Muji Susantoro dan Suliantara)
Pemetaan Migas pada Cekungan Frontier Memberamo dengan Citra Satelit dan Didukung Data Subsurface Regional Hydrocarbon Mapping in Memberamo Frontier Basin Based on Satellite Imagery and Supported by Regional Subsurface Data Tri Muji Susantoro dan Suliantara Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail:
[email protected];
[email protected] Teregistrasi I tanggal 10 November 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 24 Desember 2014 Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2014
ABSTRAK Kajian ini bertujuan untuk memetakan potensi hidrokarbon pada Cekungan Frontier Memberamo dengan data citra satelit dan didukung data regional bawah permukaan. Interpretasi citra satelit Landsat TM dan Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) dilakukan untuk memperoleh gambaran geologi permukaan dan strukturnya. Hasil interpretasi menunjukkan 13 satuan satuan batuan, dari tua ke muda adalah unit A, B, C, D, K, G, F, E, I, Q, J, M, dan H. Struktur yang berkembang berdasarkan interpretasi Landsat TM dan SRTM adalah struktur lipatan, kekar dan sesar yang terlihat jelas dibagian Selatan dan Utara. Pusat dalaman dari peta gaya berat memperlihatkan potensi adanya batuan sumber di bagian Timur, yaitu area yang mempunyai sedimen paling tebal, berkisar antara 6.000-7.000 meter dan mempunyai nilai 2.0 HFU. Hal ini memberikan harapan akan peluang terbentuknya migas di lokasi kajian. Bukti terbentuknya hidrokarbon dengan dijumpainya rembesan minyak yang mengalir di sepanjang sungai Teer. Batuan sumber diperkiraan berumur Miocene Tengah - Akhir, yaitu Formasi Makat dan berumur Pliocene awal yaitu Formasi Hollandia atau Mamberamo B. Batuan reservoar adalah formasi Memberamo C dan Memberamo D yang berumur Pliocene Akhir. Batuan Tudung (Seal) diperkirakan terdiri atas formasi Makat dan Memberamo E. Kata Kunci: Cekungan Memberamo, Landsat TM, SRTM, Interpretasi, gaya berat, alir bahang, Ketebalan Sedimen, Indonesia Timur, Batuan Induk ABSTRACT The objective of this study is to map hydrocarbon potential of the Frontier Memberamo Basin based on satellite imagery data that is supported by regional subsurface data. Interpretation of the Landsat TM and Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) is conducted to reveal surface geological condisions consisting of geological structure and lithological unit. It is able to thirtheen lithology units, from older to younger, are A, B, C, D, K, G, F, E, I Q, J, and M units. Some geological structures including folds, joints, and faults are recognized on the Landsat TM- SRTM images. These structures clearly seen in the southern and northern part of the study area. Based on gravity free air anomaly map, low area is located at the eastern part which is posibbly potential for kitchen area. This area is estimated to have 6,000 to 7,000 meters sediment thickness with heat Àow value (Q) is around 2.0 HFU. Hydrocarbon appears in this
141
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 141 - 150 area as proved by the occurence of oil seepages found along Teer River. Source rock is suggested to derive from Middle to late Miocene sediment of Makats Formation and Early Pliocene sediment of Memberamo C and D formation. Reservoir rocks are posibbly from Early Pliocene sediment of Memberamo C and D Formation. Seal rock is interpreted to occure from Makats Formation and Memberamo E Formation. Keywords: Memberamo Basin, Landsat TM, SRTM, Interpretation, Gravity, HeatÀow, Sediment Thickness, Eastern Indonesia, Source Rock.
I. PENDAHULUAN Tantangan yang dihadapi ahli eksplorasi di Kawasan Timur Indonesia adalah tipe play yang beragam baik secara stratigra¿ maupun tektonik. Selain itu faktor risiko dan biaya yang tinggi disebabkan keterbatasan infrastruktur yang tersedia. Namun demikian sejumlah struktur yang telah di bor di wilayah ini telah berhasil menemukan hidrokarbon, baik pada Cekungan Tersier maupun pra-Tersier. Penemuan hidrokarbon di Papua Nugini dan Australia bagian Utara telah memberikan kontribusi pengetahuan eksplorasi hidrokarbon di Cekungan pra-Tersier sehingga meningkatkan aktivitas eksplorasi di Kawasan Timur Indonesia (Sumantri, dkk. 1994). Salah satu cekungan yang menarik untuk kegiatan eksplorasi di Kawasan Timur Indonesia adalah Cekungan Memberamo. Cekungan ini berdasarkan analisis pemetaan target eksplorasi merupakan cekungan dengan kategori peringkat kedua. Data geologi dan geo¿sika yang dijumpai di cekungan ini antara lain ditemukannya oil/gas seeps, tersedianya lahan untuk pengusulan wilayah kerja migas baru, adanya data seismik yang bersifat lokal dan regional dibagian utara dan berdasarkan informasi anomali gaya berat menunjukan potensi adanya batuan sedimen yang cukup tebal (Suliantara, dkk. 2013). Dibagian selatan cekungan tidak ada data seismik, sehingga untuk perencanaan eksplorasi di daerah tersebut tergantung dari informasi geologi permukaan dan data regional yang ada. Data pendukung dan referensi yang bersifat regional seperti peta gaya berat, peta heatÀow (alir bahang) dan peta ketebalan sedimen regional sangat berperan dalam memberikan pemahaman tentang geologi perminyakan daerah tersebut. Data geologi permukaan dapat diperoleh dengan melakukan interpretasi data penginderaan jauh (Fraser, dkk. 1997). Teknik ini mampu meliputi area yang luas dan mampu memetakan target rencana akuisisi seismik bagi eksplorasi hidrokarbon. Penggunaan citra Satelit Landsat TM dan Shuttle 142
Radar Topographic Mission (SRTM) dilakukan untuk mengidenti¿kasi penyebaran singkapan batuan dan merekontruksi struktur geologi permukaan. Pada kajian ini bertujuan untuk memetakan potensi hidrokarbon pada Cekungan Frontier Memberamo digunakan data citra citra Satelit Landsat TM dan Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) didukung oleh data regional bawah permukaan. Disamping itu kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan arahan dalam rangka perencanaan survey seismik, survey geologi detil dan survey geofisika lainnya di cekungan tersebut. II. BAHAN DAN METODE Data penginderaan jauh yang digunakan dalam kajian ini adalah data Landsat TM path/row 102/062 dengan perekaman data tanggal 10 Maret tanggal 1991-03-10 dan path/row dengan perekaman tangal 1993-04-07 dan diperoleh dari http://glovis.usgs. gov/, Shuttle Radar Topographic Mission/SRTM diperoleh dari http://srtm.csi.cgiar.org/SELECTION/ inputCoord.asp. Peta geologi yang digunakan untuk referensi unit batuan/litologi bersumber dari Pusat Survei Geologi lembar Gunung Doom (Hakim, dkk. 1995), Lembar Sarmi dan Bufareh (Gafoer dkk. 1995), Lembar Beoga (Panggabean dkk. 1995) dan Lembar Rotanburg (Harahap dkk. 1995). Belum berubahnya topografi dan bentuk lahan menjadi pertimbangan penggunaan data citra satelit Landsat TM perekaman tahun 90-an. Pengolahan data citra satelit Landsat TM yang dilakukan adalah mosaik/penggabungan antara dua citra satelit yang berbeda perekaman menjadi satu kesatuan data. Pengolahan data selanjutnya adalah pembuatan kombinasi band 457 RGB. Kombinasi band RGB 457 baik untuk menyajikan kenampakan geomorfologi termasuk litologi. Band 4 pada citra Landsat 7 ETM+ merupakan band infra merah dekat yang baik untuk mengetahui biomassa vegetasi, identi¿kasi tanaman pertanian, kerapatan vegetasi
Pemetaan Migas pada Cekungan Frontier Memberamo dengan Citra Satelit dan Didukung Data Subsurface Regional (Tri Muji Susantoro dan Suliantara)
dan identi¿kasi tubuh air. Band 5 merupakan band infra merah tengah yang baik untuk identifikasi kelembaban vegetasi dan tanah. Sedangkan band 7 merupakan band infra merah tengah kedua yang baik untuk pembagian formasi batuan, diskripsi litologi dan mineral (Santosa 2003 dalam Saputra 2012). Kemudian dilakukan penggabungan antara Landsat TM hasil mosaik dengan kombinasi band 457 RGB dengan SRTM untuk meningkatkan efek topogra¿ (topographic modeling). Penggabungan ini dilakukan agar dapat memadukan unsur-unsur dasar pengenalan interpretasi geologi dan mempertegas batas litologi dan struktur geologi. Interpretasi citra Landsat TM hasil penggabungan dengan SRTM dilakukan secara visual dan digitasi langsung layar (on screen digitizing). Obyek utama yang diinterpretasi adalah litologi dan struktur geologi dengan memperhatikan unsur dasar pengenalan citra dan unsur dasar interpretasi geologi. Prinsip pengenalan suatu obyek mendasarkan karakteristiknya pada citra yang merupakan penciri obyek tersebut sehingga dapat dibedakan dengan obyek lain. Interpretasi dilakukan berdasarkan kenampakan elemen citra, yaitu rona, tekstur, relief, dan keberadaan lapisan satuan citra satelit, serta dibantu dengan hasil penelitian terdahulu. Interpretasi geologi dilakukan dengan mengetahui elemen ¿siogra¿, satuan batuan, dan keberadaan struktur geologi. Analisis hasil interpretasi dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi geologi lokasi kajian dan peluang adanya potensi hidrokarbon dengan didukung oleh data sekunder lainnya dan referensi tentang daerah tersebut. Potensi adanya kitchen yang diperoleh melalui analisis dari peta gaya berat regional (topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_ data.cgi), peta alir bahang (Database PPPTMGB LEMIGAS) dan peta ketebalan sedimen (Pertamina - Unocal, 1997). Hasil analisis dari ketiga data tersebut diharapkan mampu memberikan informasi keberadaan lokasi potensi kitchen pada lokasi kajian. III. HASIL DAN DISKUSI A. Kondisi Geologi Permukaan Berdasarkan data penggabungan Landsat TM dan SRTM (Gambar 1) hasil interpretasi menunjukkan secara ¿siogra¿ lokasi penelitian dapat dipisahkan
menjadi empat satuan, yaitu Unit dDataran Alluvial, Unit Dataran Pantai, Unit Perbukitan Lipatan, dan Unit Pegunungan Struktural. Unit Dataran Alluvial berkembang di tengah lokasi penelitian melampar berarah timur barat sepanjang 200 km dengan lebar mencapai 50 km. Di dalam unit ini dijumpai Sungai Tariku yang mengalir ke arah timur. Unit Dataran Pantai dijumpai disisi barat laut lokasi penelitian, melampar sepanjang 100 km dengan arah barat barat daya-timur timur laut. Unit Perbukitan Lipatan berkembang di sebelah utara anak sungai Memberamo, melampar dengan arah Barat-Timur sepanjang 250 km dengan lebar mencapai 80 km. Unit Pergunungan struktural berkembang di Selatan Sungai Tariku, berarah barat-timur, melampar lebih dari 250 km. Pada unit ini teramati adanya elemen kelurusan dengan morfologi terjal dan berkembang sebagai batuan malihan dan batuan beku. Satuan batuan yang berkembang di lokasi penelitian berdasarkan kenampakan pada citra satelit secara garis besar dapat dipisahkan menjadi tiga belas (13) satuan batuan, dari tua ke muda adalah satuan A,B, C, D, K, G, F, E, I, Q, J, M , dan H. Kenampakan masingmasing satuan disederhanakan pada Tabel 1. Kenampakan satuan batuan pada citra satelit diinterpretasi berdasarkan rona tekstur relief, dan lapisan batuan sebagai ekspresi dari satuan batuan, sehingga pelamparan dari satuan kenampakan di citra satelit adalah sama dengan pelamparan satuan batuan (Tabel 1). Padanan hasil pemetaan satuan batuan dari data citra satelit dengan peta geologi yang telah diterbitkan oleh Pusat Survey Geologi dengan memperhatikan pola pelamparan satuan kenampakan citra terhadap pelamparan formasi. Daerah penelitian mencakup empat lembar peta geologi, yaitu Lembar Gunung Doom, Lembar Sarmi, Lembar Beoga, dan Lembar Rutanberg. Hasil analisa mengenai padanan satuan batuan hasil interpretasi citra satelit dengan peta geologi yang telah diterbitkan oleh Pusat Survei Geologi ditampilkan pada Tabel 2. Adapun peta kondisi geologi permukaan dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasar kenampakan lapisan batuan dan kelurusan yang berkembang, teridenti¿kasi adanya struktur lipatan, kekar dan sesar. Struktur lipatan terlihat dengan jelas di sekitar Danau Bira. Satuan batuan G yang sebanding dengan Formasi Unk nampak terlipat dengan arah relatif barat-timur, panjang mencapai 35 km dengan lebar sekitar 10 km. 143
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 141 - 150
Tabel 1 Kenampakan elemen Citra pada Citra Fusi Landsat 457-DEM SRTM Rona
Tekstur
Relief
Lapisan Satuan
Unit Batuan
Coklat – coklat cerah
Halus - sedang
Datar - bergelombang
Tidak tampak - samar
Q, J, M, H
Coklat
Sedang
Bergelombang
Tampak - samar
I
Coklat
Sedang - kasar
Perbukitan
Tampak jelas
G
Coklat cerah
Sedang – agak kasar
Punggung bukit
Tampak - samar
F
Coklat
Agak kasar
Bergelombang
Tidak tampak
E
Coklat gelap
Kasar
Pegunungan
Tidak tampak
K
Coklat
Sedang - kasar
Punggung bukit
Tampak
D
Coklat gelap
Sangat kasar
Pegunungan terjal
Tidak tampak
C
Coklat
Kasar
Pegunungan
Tidak tampak
B
Coklat gelap
Sangat kasar
Pegunungan
Tidak tampak
A
Gambar 1 Citra Satelit Penggabungan Landsat TM dan SRTM
Di sebelah timur laut Debra teridenti¿kasi kelompok lipatan yang berarah timur laut-barat daya pada satuan batuan B dan G, panjangnya mencapai 40 km dan lebarnya sekitar 10 km. Satuan ini sebanding dengan Formasi Auwewa dan Formasi Unk. Di sekitar Pionerbivak teridenti¿kasi pula kelompok lipatan dengan arah umum barat-timur, pada satuan 144
batuan G, panjang lipatan antara 10 sampai 20 km dengan lebar sekitar 5 km. Adapun padanan hasil interpretasi dengan stratigra¿ lokasi kajian dapat dilihat pada Gambar 3. Struktur kekar berkembang baik disisi utara maupun sisi selatan lokasi kajian. Arah kelurusan beragam, yaitu barat-timur, barat daya-tenggara,
Pemetaan Migas pada Cekungan Frontier Memberamo dengan Citra Satelit dan Didukung Data Subsurface Regional (Tri Muji Susantoro dan Suliantara)
Tabel 2 Padanan Satuan Batuan di Citra Satelit dengan Formasi Batuan. Satuan Batuan Q, J, M, H
Formasi
Batuan
Alluvium, Fanglomera, Lumpur, Bancuh
Lempung, pasir kerikil; konglomerat; lempung dengan fragmen batuan tua; lempung tergerus mengandung batuan tua.
I
Wapoga
Batulempung sisipan pasir, gambut, dan ada lensa gamping.
G
Unk
Batupasir grey wacke, batulanau, batulempung, konglomerat dan sisipan lignit.
F
Airumi
Napal,kalkarenit, batupasir, batulanau, dan batulempung
E
Diewa
Konglomerat, batupasir, batyulempung, dan batulanau.
K
Intrusi Timepa
Diorit, granodiorit, dan andesit.
D
Makats
Perselingan grey wacke, batulanau, serpih, dan napal.
C
Derewo
Batusabak, filit, sekis kuarsa mika, sekis klorit.
B
Auwewa
Lava bantal, breksi, tuffa, sisipan grewacke, batugamping koral dan klastik.
Ultramafik, Kelompok Batugamping Nuigini, Kelompok Kembelangan
Dunit, serpentinit, peridotit, piroksenit, harzbugit, batuan basal meta dan spilit.
A
Batulempung, batusabak, sisipan batulanau dan batugamping lanauan.
Gambar 2 Peta Geologi Permukaan Lokasi Kajian
dan timur laut-barat daya. Struktur kekar tersebut dijumpai pada pra-Tersier hingga Tersier. Panjang kelurusan beragam, yaitu dari 2 sampai 10 km. Struktur sesar teridenti¿kasi di sisi Sungai Tariku,
disekitar Daerah Aimema hingga Daerah Geloko, panjang mencapai 270 km, merupakan sesar naik. Beberapa sesar normal dan geser dijumpai baik disisi Selatan maupun sisi Utara lokasi kajian.
145
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 141 - 150
Berdasarkan pola lipatan, arah kelurusan dan sesar, maka diperkirakan arah utama gaya berarah relatif utara-selatan, yang berhubungan dengan tumbukan antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Tumbukan terjadi pada Akhir Paleogen atau sekitar 25 Ma (Hall 1995) atau pada Awal Neogen (Simanjuntak dan Barber 1996), tumbukan ini membentuk Pegunungan Papua Tengah (Satyana dkk. 2008). Pembentukan Pegunungan Tengah segera diikuti escape tectonic berupa sesar mendatar regional dan pembentukan cekungan akibat runtuhan di depan zona benturan. Sesar-sesar besar
tersebut antara lain, Sesar Sorong-Yapen, Sesar Waipoga, Sesar Gauttier, dan sesar Aupar-Nawa. Sementara itu di Papua utara terbentuk cekungan Waipoga, Cekungan Waropen, Cekungan Biak, dan Cekungan Jayapura (Satyana AH. 2006). Berdasarkan hasil interpretasi geologi dari citra satelit rekomendasi untuk survei geologi sebaiknya dilakukan di daerah Pioner Bivack dan Burumeso untuk melakukan sampling batuan dan pengukuran elemen struktur, di daerah Danau Bira untuk pengambilan sampling gas atau oil seepages yang diperkirakan muncul bersama dengan mudvolcano.
Gambar 3 Padanan Tata Nama Hasil Interpretasi dengan Stratigra¿ Lokasi Kajian
146
Pemetaan Migas pada Cekungan Frontier Memberamo dengan Citra Satelit dan Didukung Data Subsurface Regional (Tri Muji Susantoro dan Suliantara)
Hal ini dilakukan untuk kajian sidik jari minyak dan gas sehingga dapat diperkiraan asal dari minyak dan gas tersebut. Pengambilan sampel batuan permukaan perlu dilakukan untuk mengkaji potensi adanya batuan induk dan batuan reservoir di lokasi kajian. Apabila akan dilakukan survei geo¿sika, baik seismik maupun gravity atau survey geo¿sika lainnya sebaiknya dilakukan dengan arah Selatan Utara sehingga berpeluang untuk dapat memetakan prospek dan lead lokasi kajian tersebut.
B. Kondisi Bawah Permukaan dan Potensi Hidrokarbon Berdasarkan peta gaya berat diketahui bahwa pusat dalaman pada lokasi kajian terdapat di sebelah Timur bagian Utara Lokasi Kajian ( Gambar 4). Hal ini memperlihatkan potensi adanya kitchen pada lokasi tersebut. Berdasarkan peta Ketebalan Sedimen (sedimen thickness) lokasi yang merupakan pusat dalaman dan berpotensi sebagai kitchen merupakan area yang mempunyai sedimen paling tebal, yaitu
Gambar 4 Kondisi Bawah Permukaan Lokasi Kajian dan Lokasi Potensi Sources Rock
147
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 141 - 150
berkisar antara 6.000-7.000 meter (Gambar 4). Berdasarkan peta Alir Bahang (heat Àow) lokasi yang merupakan dalaman mempunyai nilai 2.0 HFU (Gambar 4).
itu adanya mud volcano yang terdapat di pegunungan Van Rees, sebelah Barat Sungai Memberamo yang diperkirakan mempunyai panjang sekitar 35 km dan lebar 15 km. Hal ini terlihat jelas pada foto udara.
Adanya lokasi potensi kitchen dengan ketebalan sedimen yang cukup dan mempunyai 2.0 HFU yang berada di lokasi kajian (Gambar 4) memberikan harapan akan terbentuknya migas. Bukti telah terbentuk hidrokarbon di lokasi kajian pertama dilaporkan sekitar tahun 1916 ketika survei eksplorasi menemukan adanya rembesan minyak yang mengalir di sepanjang sungai Teer. Rembesan tersebut membentuk kolam dangkal dengan lebar 10 feet dan mempunyai API gravity sekitar 38Û. Selain itu terdapat pula gas yang berdasarkan analisis geokimia sebagian besar merupakan metana dan beberapa hidrokarbon yang lebih berat. Kemudian sejak tahun 1950 telah dilakukan pemboran 12 sumur eksplorasi di Cekungan Papua Utara, termasuk 1 sumur stratigraphic test. Berdasarkan data pemboran tersebut dihasilkan 4 sumur yang kering (dry), 2 sumur dengan penemuan gas dan 1 sumur dengan penemuan gas dan minyak. Dan 4 sumur yang ditinggalkan karena terjadi overpressure (Pertamina - PPPTMGB LEMIGAS, 2008).
Berdasarkan stratigra¿ regional batuan sumber di lokasi kajian diperkiraan berumur Miocene Tengah-khir, yaitu Formasi Makat dan berumur Pliocene awal yaitu pada Formasi Hollandia atau Mamberamo B. Satuan batuan reservoar yang ada di lokasi kajian adalah Formasi Memberamo C dan Memberamo D yang berumur Pliocene Akhir. Tudung (Seal) diperkirakan terdiri dari Formasi Makat dan Memberamo E (Indonesia Basin Summary dalam Pertamina-PPPTMGB LEMIGAS 2008). Hal ini dikuatkan oleh penelitian Mamengko dkk. (2014) dengan melakukan analisis sampel rembesan minyak di Sungai Teer. Berdasarkan analisis tersebut karakteristik minyak merupakan produk dari batuan sumber yang berumur Kenosoikum dengan lingkungan pengendapan bay atau estuarine. Material organik berasal dari tumbuhan tingkat tinggi/angiosperm dengan kondisi reduksi. Tipe batuan sumber tersebut diperkirakan batuan yang kaya akan material organik seperti serpih, serpih karbonan atau batubara. Berdasarkan hasil tersebut, maka kemungkinan besar batuan sumber berasal dari Formasi Makats atau Memberamo “B”.
Dijelaskan oleh Nations Petroleum (2008) bahwa sekuen stratigra¿ lokasi kajian terdiri atas Tersier Akhir dan Kuarter. Kedalaman sedimen 3.500 meter terdiri atas sedimen Pleistosen sampai resen. Hal ini menunjukan bahwa cekungan tersebut telah terjadi pengisian sedimen yang begitu cepat. Cekungan ini berisi sedimen klastik regresif yang terdiri atas batu lempung berselingan tipis dengan batupasir greywacke. Data dari offset mengindikasikan bahwa cekungan tersebut mempunyai nilai gradien temperatur yang rendah antara 1.15 -1.5 degreesF/100 Feet. Analisa sumur Niengo-1 yang dibor oleh NV Netherlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM) pada tahun 1958 menghasilkan 4,6 MMSCFD gas kering (99% metana). Gas tersebut diinterpretasikan sebagai gas biogenik. Williams dkk (1983) menjelaskan sejak tahun 1930 telah dilakukan penyelidikan geologi secara intensif di sekitar lokasi kajian, hal ini dikarenakan adanya sedimen Tersier yang tersingkap tebal, rembesan minyak yang aktif dan adanya potensi perangkap struktur untuk minyak. Disamping 148
IV. KESIMPULAN Berdasarkan interpretasi data Landsat TM dan SRTM di lokasi kajian terdapat empat satuan fisiografi, yaitu satuan dataran alluvial, satuan dataran pantai, satuan perbukitan lipatan, dan satuan pegunungan struktural. Satuan batuan yang berkembang di lokasi penelitian berdasarkan kenampakan pada citra satelit secara garis besar dapat dipisahkan menjadi tiga belas (13) satuan batuan, dari tua ke muda adalah unit A, B, C, D, K, G, F, E, I, Q, J, M , dan H. Kelurusan yang berkembang, teridenti¿kasi adanya struktur lipatan, kekar dan sesar. Struktur lipatan jelas terlihat dengan jelas di sekitar Danau Bira. Struktur kekar berkembang baik disisi Utara maupun sisi Selatan lokasi kajian. Arah kelurusan beragam, yaitu Barat - Timur, Barat DayaTenggara, dan Timur Laut-Barat Daya. Rekomendasi untuk survey geologi sebaiknya dilakukan di daerah Pioner Bivack dan Burumesa untuk melakukan
Pemetaan Migas pada Cekungan Frontier Memberamo dengan Citra Satelit dan Didukung Data Subsurface Regional (Tri Muji Susantoro dan Suliantara)
sampling batuan dan pengukuran elemen struktur, di daerah Danau Bira untuk pengambilan sampling gas atau oil seepages yang diperkirakan muncul bersama dengan mud volcano. Berdasarkan analisis tumpangsusun (overlay) dari peta gaya berat, peta alir bahang dan peta ketebalan sedimen potensi kitchen terdapat di sebelah timur bagian utara. Lokasi tersebut merupakan area yang mempunyai nilai gaya berat rendah, sedimen paling tebal, 6.000-7.000 meter dan mempunyai nilai alir bahang 2.0 HFU. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada Kepala Pusat PPPTTMGB LEMIGAS sehingga dapat bergabung dalam Tim Percepatan Eksplorasi Kawasan Timur Indonesia. Terima kasih pula kami sampaikan untuk semua Tim khususnya di KPPP Teknologi Eksplorasi dan umumnya Badan Litbang ESDM serta Badan Geologi yang telah memberikan informasi dan masukkan sehingga kami dapat menyelesaikan kajian ini. KEPUSTAKAAN Fraser, A., P. Huggins, J. Rees & P. Cleverly, 1997. A satellite remote sensing technique for geological structure horizon mapping. International Journal of Remote Sensing. Volume 18. Issue 7. Published online Nov. 2010. Gafoer S & Budhitrisna T., 1995, Peta Geologi Lembar Sarmi dan Bufareh, Irian Jaya, , Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Hall, R., 1995, Plate tectonic reconstruction of the Indonesian region, Proceedings Indonesian Petroleum Association. 24th Annual Convention, vol. 1, pp. 71-84. Hakim, AS., Baharudin, & Susanto E., 1995, Peta Geologi Lembar Gunung Doom, Irian Jaya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Harahap, BH. & Noya Y, 1995, Geologi Lembar Rotanburg, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Mamengko, D. V., H. Susanto, J. T. Musu & A. Yusriani, 2014. Potensi Hidrokarbon Cekungan Papua Utara Berdasarkan Karakteristik Rembesan Minyak Sungai Teer. Proceeding PIT IAGI. Jakarta. 16 – 18 September 2014. McAdoo, R.L., & Haebig, J.C., 1999. Tectonic elements of the North Irian Basin. Proceedings Indonesian
Petroleum Association, 27th Annual Conv. Nations Petroleum, 2008. Prospect and Lead Inventory Rombebai Block. Nation Petroleum (Rombebai) BV. Panggabean H., Amiruddin, Kusnama, Sutisna K., Situmorang RL., Turkandi T., & Hermanto B., 1995, Geologi Lembar Beoga, Irian Jaya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Pertamina – Unocal Indonesia Company, 1997. Total Sedimen Thickness Map of The Indonesia Region. Jakarta. Pertamina- PPPTMGB LEMIGAS, 2008. Basin Classification and Exploration Play Type Series (Petroleum System Elements of Eastern Indonesia Basins). Volume IV. Papua. EP Technology Center PT. Pertamina. Satyana, AH, Armandita, C., & Tarigan, RL., 2008, Collision and Post Collision Tectonics in Indonesia : Roles for Basin Formatrion and Petroleum Systems, Proc. Indon. Petrol. Assoc. Satyana, AH., 2006, Kontribusi Eksplorasi Hidrokarbon Dalam Beberapa Pemikiran Baru Geodinamika, Seminar Nasioanal Geologi Indonesia, Bandung. Simandjuntak, T.O. & Barber, A.J., 1996,Contrasting tectonic styles in the Neogene orogenic belts of Indonesia in Hall, R. and Blundell, D., eds, 1996, Tectonic Evolution of Southeast Asia, Geological Society Special Publication, no. 106, pp. 185-201. Suliantara & T. M. Susantoro, 2013. Pemetaan Cekungan Target Eksplorasi Migas Kawasan Timur Indonesia. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 1, April 2013. Pusat Penelitan dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”, Badan Litbang ESDM. Jakarta. Sumantri, Y.R. & E. Sjahbuddin, 1994. Exploration Success in the Eastern Part of Indonesia and Its Challenges in the Future. 23rd Annual Convention Proceedings (Volume 1). Indonesian Petroleum Association. Saputra, A., 2012. Ektraksi Informasi Geologi Untuk Penilaian Bahaya Gempa Bumi (earthquake hazard Assessment ) Menggunakan Citra Aster di kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Seminar Nasional PJ & SIG. Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8080 / handle/123456789/1418 Williams, P.R. & Amiruddin, 1983. Diapirism and Deformation East of The Mamberamo River, Northern Irian Jaya. Proceedings Indonesian Petroleum Association. Twelfth Annual Convention, http://glovis.usgs.gov/, 2014. Landsat TM 4-5 TM.
149
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 141 - 150 http://srtm.csi.cgiar.org/SELECTION/inputCoord.asp, 2014. SRTM 90m DEM version 4.
150
http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_data.cgi praessequi eros nonsequat.
Pengaruh Waktu Milling LiOH Terhadap Karakteristik Gemuk Lumas Bio untuk Aplikasi Temperatur Tinggi (Milda Fibria dan Anne Zul¿a)
Pengaruh Waktu Milling LiOH Terhadap Karakteristik Gemuk Lumas Bio untuk Aplikasi Temperatur Tinggi The Milling Time’s Effect of LiOH Powder to the Bio Grease Characteristics for High Temperature Applications Milda Fibria1) dan Anne Zul¿a2) 1)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 2) Program Studi Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia E-mail: milda¿
[email protected] Teregistrasi I tanggal 21 Juli 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 20 Agustus 2014 Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2014
ABSTRAK Penggunaan litium hidroksida (LiOH) sebagai bahan thickener dalam proses pembuatan gemuk lumas sangat umum digunakan. Gemuk sabun litium merupakan gemuk sabun sederhana yang banyak digunakan untuk aplikasi tujuan umum di mana suhu tidak melebihi 130°C dengan nilai dropping point biasanya 180°C. Dalam proses pembuatan sabun litium, LiOH tidak dapat larut dalam minyak, sehingga dibutuhkan air untuk melarutkannya. Sementara banyaknya air yang digunakan dalam pencampuran LiOH dapat berpengaruh terhadap ketidakstabilan gemuk lumas. Oleh sebab itu LiOH perlu dihaluskan untuk dapat menghasilkan suspensi LiOH dalam air yang jumlahnya terbatas. Penghalusan LiOH dilakukan dalam variasi waktu milling 0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 5 jam dan 10 jam yang menghasilkan gemuk lumas dengan karakteristik yang berbeda-beda. Dari hasil-hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan waktu milling selama 3 jam, diperoleh nilai karakteristik gemuk lumas yang optimum. Dengan perlakuan milling terhadap serbuk LiOH selama tiga jam, gemuk lumas bio mampu diaplikasikan pada suhu tinggi. Pada kondisi ini, gemuk lumas tersebut mempunyai dropping point sebesar 222oC dan scar diameter 0,39 mm. Kata Kunci: LiOH, milling, waktu milling, karakteristik gemuk lumas ABSTRACT Lythium hydoxide (LiOH) powder is commonly used as a raw material in the manufacturing process of grease thickener. Lithium soap greases are simple soap greases which are widely used for general purpose applications, where the temperature does not exceed 130 °C and dropping point values of approximately 180 °C. However, during the manufacture process of lithium soap, LiOH is not quite soluble in oil, consequently some water is required to dissolve this compound. On the other hand, the amount of water used in dissolving LiOH may affect the instability of greases. Milling of LiOH, therefore, is needed to produce a re¿ned suspension of LiOH in limited water. LiOH treatments were conducted with a variable milling time of 0, 1 hour, 2 hours, 3 hours, 5 hours and 10 hours. These treatments produce greases with different characteristics. Based on the experimental results, the optimum characteristic of greases is obtained at the milling time of 3 hours. By using LiOH treated for 3 hours milling, bio greases can be
151
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 151 - 160 applied for high temperature operation. In such circumtances, the bio greases have dropping point and scar diameter of 222°C and 0.39 mm respectively. Keywords: LiOH, milling, milling time, the characteristics of greases
I. PENDAHULUAN Proses suhu tinggi seringkali digunakan dalam industri material. Sementara itu, penggunaan suhu tinggi pada proses produksi berimbas terhadap material mesin-mesin yang bekerja serta sistem pelumasannya. Untuk bisa bekerja pada suhu tinggi dibutuhkan pelumas yang memiliki nilai dropping point yang tinggi yang mampu bertahan dan bekerja pada temperatur tinggi, disamping performa lain yang juga penting, seperti kemampuan menahan aus dan korosi. Pelumas yang dikenal dan digunakan masyarakat merupakan hasil pencampuran base oil dan aditif dengan komposisi tertentu (Robert W.M. 1993). Pelumas gemuk, seperti semua jenis pelumas lainnya baik pelumas cair maupun padat, bekerja dengan cara membentuk lapisan pada permukaan, mencegah kontak langsung antar dua permukaan yang bergesekan, agar berkurang keausan (wear) dan kehilangan energinya akibat gesekan (friction) tersebut (Yousif A.E. 1982). Dengan demikian keberadaan lapisan gemuk lumas dimaksudkan untuk memudahkan gerakan pada setiap elemen mesin, terutama bantalan peluru dan roda gerigi, yang selanjutnya berkontribusi menaikkan e¿siensi mesin (Booser E.R. 1992). Di lain sisi, pemakaian gemuk lumas mendapat perhatian dari masyarakat peduli lingkungan. Hal ini karena setelah habis masa pakainya semua gemuk akan dibuang, tanpa dapat didaur ulang, padahal sebagian besar gemuk komersial masih dibuat menggunakan minyak mineral yang tak ramah lingkungan (Dresel W. 1994). Sebagian besar gemuk yang dijumpai di pasaran, yaitu sekitar 98% adalah gemuk mineral. Gemuk ini menggunakan minyak dasar dari pelumas mineral, yaitu pelumas dari minyak bumi yang sampai saat ini tersedia cukup banyak dan relatif lebih murah harganya (Lansdown A.R. 2004). Di beberapa negara, gemuk berbasis minyak mineral dibatasi secara ketat penggunaannya, bahkan pemerintahnya memberikan insentif kepada konsumen maupun produsen pelumas yang berpartisipasi mengurangi penggunaan gemuk 152
berbasis mineral dan menggantikannya dengan gemuk ramah lingkungan (Jeffrey .S.M. 2014). Saat ini terdapat beberapa penelitian yang mencoba mengembangkan gemuk lumas dari bahan dasar minyak jarak, karena berdasarkan penelitian minyak jarak memiliki stabilitas oksidasi yang lebih tinggi dibanding minyak nabati yang lain. Selain mudah terdegradasi, minyak jarak juga memiliki sifat daya lekat pada logam yang lebih baik diminyak nabati lainnya (Lou H. & Erwin R. 2011). Minyak jarak jenis Ricinus communis L memiliki asam risinoleat 89-94 %, linoleat 4-5 %, sejumlah kecil oleat dan asam lemak jenuh lainnya (Kirk R.E and Othmer D. F. 1993). Bahan pengental (thickener) sabun sebagai komponen dalam gemuk lumas dibuat dengan mereaksikan asam 12-Hidroksistearat (HSA) dan litium hidroksida untuk menghasilkan gemuk lumas yang memiliki resistensi yang tinggi terhadap air dan mampu bekerja pada suhu tinggi (Barriga J.A. 2006; Theo M. & Wilfried 2007). Komposisi pengental 10 s/d 20% untuk menghasilkan tingkat kekerasan gemuk lumas NLGI 2 (Wiggins,1997; Sukirno & Ludi 2007). Kemampuan thickener menahan lepasnya minyak dapat meningkatkan dropping point gemuk lumas. Semakin tinggi nilai dropping point, maka gemuk lumas berpotensi digunakan pada temperatur tinggi. Thickener pada gemuk lumas memberikan karakteristik kekakuan atau konsistensi terhadap gemuk lumas yang merupakan ukuran resistensi terhadap deformasi oleh gaya yang diberikan (Sukirno 2009). Prinsip kerja thickener dalam memerangkap base oil pada gemuk lumas digambarkan seperti spons yang bisa menyerap air di dalamnya. Ketika struktur spons memiliki rongga yang semakin kecil, maka ia semakin banyak menyerap air dan memerangkapnya dengan kuat. Deskripsi ini dapat membantu dalam pengembangan thickener yang lebih baik jika melihat dari ¿ber structure thickener (Mortier R.M. ed. 2010). Untuk menghasilkan ¿ber structure yang lebih baik pada thickener sabun, cara yang lazim digunakan adalah dengan penambahan complexing agent
Pengaruh Waktu Milling LiOH Terhadap Karakteristik Gemuk Lumas Bio untuk Aplikasi Temperatur Tinggi (Milda Fibria dan Anne Zul¿a)
sehingga dihasilkan sabun yang compleks. Akan tetapi pembuatan sabun litium compleks lebih panjang dan lebih mahal dibanding litium biasa, sehingga dicari cara untuk meningkatkan kemampuan thickener guna menghasilkan gemuk lumas yang memiliki nilai dropping point yang tinggi. Beberapa penelitian terhadap minyak jarak sebagai bahan dasar gemuk lumas adalah dengan penambahan beberapa jenis aditif untuk meningkatkan performanya. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil salah satunya yaitu nilai uji dropping point tertinggi pada 175oC dan 192,5oC (Ul¿ati R. 2009, 2011). Penelitian ini dilakukan dengan maksud meningkatkan performa gemuk lumas dengan cara mengembangkan bahan thickener-nya. Sehingga pada penelitian ini dilakukan milling treatment terhadap serbuk LiOH pada variasi waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh waktu milling LiOH terhadap karakteristik fisika kimia gemuk lumas berbahan dasar minyak jarak khususnya nilai dropping point.
Gambar 2 Struktur serat sabun lithium hidroksistearat
II. BAHAN DAN METODE Proses pembuatan gemuk lumas dalam penelitian ini menggunakan sistem cold set di mana suhu yang digunakan adalah suhu yang tidak terlalu tinggi diantaranya meliputi: Pemanasan asam 12-Hidroksistearat pada temperatur lelehnya yaitu 85oC selama 1 jam, pelarutan LiOH dalam air pada suhu 75oC, serta blending gemuk lumas yang dilakukan selama 90 s/d 120 menit sampai homogen dengan menjaga temperatur blending pada suhu 6570oC. Skema pembuatan gemuk lumas dapat dilihat pada Gambar 3. Serbuk LiOH di milling pada jangka waktu 0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 5 jam, dan 10 jam. Pada masingmasing hasil milling LiOH digunakan sebagai bahan thickener gemuk lumas. Karakterisasi hasil akhir gemuk lumas yang dilakukan meliputi uji dropping point, uji four ball, penetrasi, dan uji korosi bilah tembaga.
Gambar 3 Skema pembuatan gemuk lumas sabun litium hidroksistearat
III. HASIL DAN DISKUSI Litium hidroksida tidak dapat larut dalam minyak, tetapi larut dalam air dengan bantuan suhu dan pengadukan seperti informasi dalam Tabel 1. Oleh sebab itu dilakukan proses penghalusan (milling) terhadap serbuk LiOH. Proses milling terhadap LiOH pada mesin PBM menggunakan variasi waktu milling yaitu selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 5 jam, 10 jam, dan mendapatkan hasil seperti Gambar 4. 153
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 151 - 160
Serbuk LiOH mengalami perubahan Tabel 1 fisik setelah dilakukan proses milling. Kelarutan LiOH dalam air Dari awalnya yang berbentuk granular Kelarutan LiOH dalam air seperti gula pasir yang sangat kasar (a), Anhydrate Monohydrate setelah di-milling selama satu jam serbuk o 22, 3 g/100 mL pada 10oC 12,7 g/100 mL pada 0 C menjadi lebih halus (b). Serbuk paling o 12,8 g/100 mL pada 20 C 26,8 g/100 mL pada 80oC halus terlihat pada LiOH yang di-milling selama tiga jam (d), sementara pada milling 17,5 g/100 mL pada 100oC sumber: Lide, David R., ed. (2006); Khosravi, Javad (2007) selama lima jam mulai tampak terjadinya aglomerasi (e). Aglomerasi semakin besar terjadi pada serbuk LiOH yang di-milling selama 10 jam. Perbedaan waktu milling yang berpengaruh terhadap penampakan fisik serbuk LiOH tentunya juga akan mempengaruhi karakteristik gemuk lumas yang dihasilkan. Dari serbuk yang telah di-milling, dilakukan uji SEM terhadap serbuk yang di-milling selama 1 jam, 3 jam, dan 5 jam. Hasil SEM dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Perlakuan milling terhadap serbuk LiOH menghasilkan butir serbuk yang berbeda-beda antara lamanya waktu Gambar 4 milling. LiOH setelah dilakukan proses milling Pada milling selama satu jam (Gambar besar. Besaran butir LiOH adalah akibat terjadinya 5a), diperoleh bentuk serbuk yang terlihat tidak aglomerasi (bersatunya) antar butir-butir halus LiOH. merata, tidak halus, dan masih berupa pecahanpecahan kasar bersudut tak beraturan. Ini menandakan Semakin lama LiOH di milling, akan semakin halus/ milling yang belum sempurna. kecil butirannya dan akan semakin rentan untuk terjadinya aglomerasi. Pada milling selama tiga jam (Gambar 5b), diperoleh bentuk serbuk yang secara umum memiliki A. Pengaruh waktu milling terhadap proses bentuk partikular (seperti bola-bola kecil) yang tidak pembuatan gemuk lumas bio merata namun halus tanpa sudut. Pada tahap ini Menggunakan prosedur blending sesuai dengan mulai terlihat tanda-tanda adanya aglomerasi antar skema pada Gambar 5 dengan formula sebagai butirnya. berikut: Pelakuan milling selama lima jam (Gambar 5c), Jangka waktu milling treatment LiOH diperoleh bentuk serbuk yang halus, namun cukup berpengaruh terhadap proses pencampurannnya dalam air hingga mendapat suspensi LiOH dalam air Tabel 2 Formula gemuk lumas yang sempurna, dapat dilihat pada Tabel 3. Hal ini Komposisi dikarenakan ukuran butir LiOH yang sudah semakin Bahan halus. (%) (gram)
HSA
17,5
87,5
Pengaruh waktu milling LiOH terhadap jangka waktu pembentukan suspensi LiOH dapat dilihat pada Gambar 6.
Minyak Jarak
81,1
405,5
Sedangkan gra¿k pengaruh waktu milling LiOH
Air Li OH
154
-
24,5
1,4
7
Pengaruh Waktu Milling LiOH Terhadap Karakteristik Gemuk Lumas Bio untuk Aplikasi Temperatur Tinggi (Milda Fibria dan Anne Zul¿a)
Gambar 5 Hasil SEM serbuk LiOH di milling selama satu jam (a) dan tiga jam (b)
terhadap suhu pencampuran dapat dilihat pada Gambar 7. Dari kedua gra¿k diatas, penambahan waktu milling pada LiOH dapat menurunkan baik waktu pembentukannya maupun suhu pencampurannya. B. Pengaruh waktu milling terhadap karakteristik gemuk lumas bio Sementara waktu milling LiOH berpengaruh cukup signifikan terhadap hasil uji karakteristik gemuk lumas bio yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji karakteristik gemuk lumas sabun litium hidroksistearat, maka dapat dianalisa mengenai pengaruh rasio pencampuran LiOH dalam air terhadap hasil uji karakteristik gemuk lumas berdasarkan data laboratorium. 1. Pengaruh waktu milling LiOH terhadap dropping point gemuk lumas
Gambar 5c Hasil SEM serbuk LiOH di milling selama lima jam
Tabel 3 Pengaruh waktu milling LiOH terhadap proses pembuatan gemuk lumas Waktu milling (jam)
0
1
2
3
5
10
Hasil uji dropping point menunjukkan Lama pembentukan suspensi LiOH (menit) 90 15 10 10 8 8 bahwa lamanya waktu milling dapat 0 65 60 50 40 35 35 Suhu pencampuran ( C) mempengaruhi nilai dropping point. Penambahan lamanya waktu milling selama satu jam memberi pengaruh terhadap kenaikan nilai penurunan nilai terhadap dropping point dari gemuk dropping point secara signifikan hingga proses lumas yang menggunakan LiOH yang di-milling milling dilakukan selama tiga jam. Akan tetapi terjadi lima jam atau lebih. Pengaruh waktu milling LiOH
155
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 151 - 160
terhadap hasil uji dropping point gemuk lumas dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan uji SEM terhadap butiran LiOH yang di-milling selama lima jam, terjadi aglomerasi butir yang mempengaruhi reaksi saponifikasi pada pembuatan thickener. Nilai optimal dropping point adalah pada nilai 220oC, dimana gemuk lumas ini menggunakan LiOH yang telah di-milling selama tiga jam dengan tingkat kehalusan butir yang merata berdasarkan uji SEM terhadap serbuknya. Dengan waktu milling LiOH yang optimal, dapat meningkatkan nilai dropping point higga mencapai suhu 222oC. Nilai ini secara umum memenuhi kebutuhan gemuk lumas pada pemakaian suhu tinggi. 2. Pengaruh waktu milling LiOH terhadap kekerasan dan konsistensi gemuk lumas Tingkat kekerasan gemuk lumas diukur dari uji cone penetration terhadap gemuk lumas setelah dikenakan kerja. berdasarkan kelas NLGI nya. Sedangkan tingkat konsistensi diukur dengan uji cone penetration berdasarkan perubahan tingkat kekerasan sebelum dan sesudah dikenakan kerja. Pengaruh waktu milling LiOH terhadap kekerasan gemuk lumas serta konsistensinya dapat dilihat pada gra¿k di bawah ini. Berdasarkan gra¿k di atas, lamanya waktu milling LiOH sangat mempengaruhi tingkat kekerasan gemuk lumas (worked penetration). Semakin lama waktu milling LiOH, maka semakin keras gemuk lumas yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan terjadi akibat terbentuknya thickener dengan serat struktur yang semakin banyak pada proses saponi¿kasi. Sementara perubahan tingkat kekerasan gemuk lumas diukur berdasarkan perubahan dari hasil uji unworked penetration ke hasil uji worked penetration. Gambar 9 menunjukkan perubahan struktur gemuk lumas. Persentase perubahan tekstur gemuk lumas dapat dilihat pada Gambar 10, Gra¿k
156
Gambar 6 Gra¿k pengaruh waktu milling LiOH Terhadap waktu pembentukan suspensi LiOH
Gambar 7 Gra¿k pengaruh waktu milling LiOH terhadap suhu pencampuran dalam air
Gambar 8 Gra¿k pengaruh waktu milling LiOH terhadap dropping point gemuk lumas
Pengaruh Waktu Milling LiOH Terhadap Karakteristik Gemuk Lumas Bio untuk Aplikasi Temperatur Tinggi (Milda Fibria dan Anne Zul¿a)
Tabel 4 Hasil uji karakteristik gemuk lumas Hasil uji berdasarkan lamanya waktu milling Pengujian
GL 1
GL 2
GL 3
GL 4
GL 5
GL 6
0 jam
1 jam
2 jam
3 jam
5 jam
10 jam
Dropping point ( C)
193
197
220
222
209
201
Unworked Penetration
270
269
268
267
260
254
Worked Penetration
282
280
274
271
269
265
Perubahan kekerasan (%)
4,44
4,09
2,24
1,5
3,46
4,33
Scar diameter (mm)
0,596
0,454
0.399
0,393
0,391
0,391
Korosi bilah tembaga
1a
1a
1a
1a
1a
1a
0
pengaruh waktu milling LiOH terhadap perubahan tekstur gemuk lumas. Berdasarkan data persentase perubahan tekstur (tingkat kekerasan) gemuk lumas, lamanya waktu milling LiOH mengakibatkan perubahan tingkat kestabilan gemuk lumas. Pada proses milling 3 jam, tingkat kestabilan berada pada nilai yang paling tinggi dengan perubahan tekstur after work penetration sebesar 1,5 %. Sedangkan pada waktu milling 5 jam dan 10 jam gemuk lumas mengalami perubahan struktur yang semakin besar after work penetration, hal ini menunjukkan penurunan tingkat kestabilan gemuk lumas. Dengan memperhatikan hasil SEM terhadap serbuk LiOH yang telah dimilling, bahwa adanya kandungan air dalam serbuk LiOH yang di-milling dengan waktu yang semakin lama, dirasa menjadi penyebab turunnya tingkat kestabilan gemuk lumas. Hal ini terlihat dari butirbutir LiOH yang menggumpal satu-sama lain (terjadi aglomerasi) setelah LiOH dimilling lebih dari tiga jam. 3. Pengaruh waktu milling LiOH terhadap scar diameter Berdasarkan hasil uji karakteristik gemuk lumas pada tabel 4, pengaruh waktu milling LiOH memberikan hasil scar
Gambar 9 Gra¿k pengaruh waktu milling LiOH terhadap penetrasi gemuk lumas
Gambar 10 Gra¿k pengaruh waktu milling LiOH terhadap kestabilan gemuk lumas
157
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 151 - 160
Gambar 11 Perubahan Scar diameter pada uji four ball terhadap gemuk lumas dengan perbedaan waktu milling LiOH
diameter yang semakin mengecil pada bola baja yang digunakan dalam pengujian four ball. Gambar scar diameter pada uji four ball dapat dilihat pada Gambar 11. Lamanya waktu milling LiOH memberikan hasil scar diameter pada uji four ball terhadap gemuk lumas. Perbandingan ukuran scar diameter antara gemuk lumas dapat dilihat pada Gambar 12. Gra¿k diatas menunjukkan pengaruh proses milling terhadap scar diameter yang menurun dengan sangat signi¿kan terjadi setelah serbuk LiOH di- milling selama 1 Gambar 12 Gra¿k pengaruh waktu milling LiOH terhadap scar diameter jam dan 2 jam, setelah dilanjutkan proses milling dengan waktu milling 3 jam, 5 jam, baik. Nilai 0,39 mm adalah ukuran scar diameter dan 10 jam, besarnya scar diameter yang terbentuk yang optimal dihasilkan oleh pengujian pada gemuk menunjukkan penurunan ukuran scar diameter yang lumas berbahan dasar minyak jarak pada dirancang tidak signi¿kan. Semakin kecil ukuran scar diameter pada penelitian ini. menandakan performa gemuk lumas yang semakin
158
Pengaruh Waktu Milling LiOH Terhadap Karakteristik Gemuk Lumas Bio untuk Aplikasi Temperatur Tinggi (Milda Fibria dan Anne Zul¿a)
4. Pengaruh waktu milling LiOH terhadap uji korosi bilah tembaga Berdasarkan hasil uji korosi bilah tembaga yang ditampilkan pada Gambar 13 menunjukan bahwa lamanya waktu milling LiOH tidak berpengaruh terhadap hasil uji korosi bilah tembaga yang ditandai dengan nilai yang sama antara nilai yang satu dengan nilai yang lain yaitu 1a, seperti terlihat pada gambar Ini berarti gemuk lumas berbahan dasar minyak jarak mampu melindungi permukaan logam dari korosi akibat asam. Setelah dilakukan evaluasi terhadap gemuk lumas yang dihasilkan dengan memberi perlakuan milling terhadap serbuk LiOH, maka didapat hasil optimum dengan nilai dropping point tertinggi yaitu 222oC, tingkat konsistensi dengan perubahan 1,5 % (stabil) dan perlindungan aus yang baik dengan nilai scar diameter sebesar 0,393 mm. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh waktu milling LiOH terhadap gemuk lumas bio untuk aplikasi temperatur tinggi sebagaimana yang telah diuraikan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Proses milling terhadap serbuk LiOH selama tiga jam untuk pembuatan sabun litium hidroksistearat sebagai thickener gemuk lumas dapat berpengaruh terhadap proses pembuatan maupun sifat dan karakteristik gemuk lumas diantaranya mempercepat pelarutan LiOH dalam air, meningkatkan nilai dropping point hingga mencapai 222oC sehingga mampu digunakan pada temperatur tinggi. Selain itu gemuk lumas yang dihasilkan dengan milling treatment terhadap LiOH nya, mampu melindungi permukaan logam lebih baik dan meningkatkan kestabilan gemuk lumas. KEPUSTAKAAN Barriga J.A., 2006, “SunÀower based grease for heavy duty applications”, Mecânica, Exp., 13, pp: 129133. Booser E.R., 1992, “Handbook of Lubrication” Volume II, (8th ed). Boca Raton: CRC Press, Inc. Dresel W., 1994,“Biologically Degradable Lubricating Greases Based on Industrial Crops”. Industrial Crops and Products. 2, pp: 281-288.
Gambar 13 Gra¿k pengaruh waktu milling terhadap Copper strip corrosion
Jeffrey .S.M. (2014), “Renewable Lubricants Manual Biobased Oils, Fluids Greases”, United Bio Lube. www.biolubricants.us/Renewable_Lubricants_ Manual.html, Accessed: May 11, 2014. John J.L., 2009, “An Investigation into the Use of Boron Esters to Improve the High- Temperature Capability of Lithium 12-Hydroxystearate Soap Thickened Grease”, The Lubrizol Corporation Wickliffe, Ohio, USA, Presented at the NLGI 76th Annual Meeting Tucson, Arizona, USA June 13-16 Kirk R.E & Othmer D. F., 1993.. Encyclopedia of Chemical Technology. Volume: 5. The Interscience Encyclopedia Inc., New York. Lansdown A.R., 2004, “Lubrications and Lubricant Selection”, a Practical Guide, 3rd Edition, Professional Engineering Published Limited, Suffolk, UK, pp:128131. Lou H. & Erwin R., “Biobased Lubricants and Greases” page 21, ISBN: 978-0-470-74158-0 , 2011, pp: 7274. Leslie R.R., 2006, “Synthetics, Mineral Oils, and Bio-Based Lubricants” 459, ISBN 1-57444-723-8, Pennsylvania, USA, pp: 3-5. Mortier R.M., Fox M.F., Orzulik S.T., 2010, (ed), “Chemistry and Technology of Lubricants 3rd” . Spinger, London, pp: 413-414. Paul A.B. & David S.S., 1999,“Synthetic Lubricants and High Performance Functional Fluids”, New York, ISBN: 0-8247-0194-1, pp: 519-537. Purnami T., 2013, Laporan Penelitian “Pembuatan Bahan Thickener Asam 12- Hidroksistearat Berbasis Minyak Jarak”, PPPTMGB Lemigas. Robert W.M., 1993, “Lubricants and their Applications” ,67, Arizona,USA, ISBN 0-07-041992-2pp : 9-25; 67-68. 159
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 151 - 160 Sukirno & Ludi. (2007). “Biogrease Using Modi¿ed Palm Oil as Base Oil and Thickener Lithium Soap”, Seminar QIR Fakultas Teknik –UI, Depok. Theo M. & Wilfried D. (2007), “Lubricants and Lubrication”, 2nd Edition, Wiley-VCH, Weinheim, pp: 648-658. Ul¿ati R. (2009),, “Formulasi Gemuk Lumas sabun Litium dengan Bahan Dasar Minyak Jarak” Lembar Publikasi
160
Lemigas, 98. Vol.43, No.2. 2009 ISSN 0125-9644pp: 98-106. Wartawan L.A. (1998), “Pelumas Otomotif dan Industri”, Balai Pustaka, Jakarta, pp:117-136. Wiggins (1997), “Biodegradable vegetable oil grease”. US Pat No 5,595,965 Yousif A.E. (1982)., “Rheological Properties of Lubricating Greases Wear”, 82 (13) pp: 13-25.
Analisa Water Base Mud dengan Aditif Barit dan KCl Berdasarkan Analisa Toksisitas: Pengujian TCLP dan LC50-96 Jam(N.L. Miranti, S.S. Moersidik, C.R. Priadi dan P. Wahyudi)
Analisa Water Based Mud dengan Aditif Barit dan KCl Berdasarkan Analisa Toksisitas: Pengujian TCLP dan LC50-96 Jam Water Based Mud Analysis with Aditives Barite and KCl Based on Toxicity Analysis: TCLP and LC50-96 Hours Test N.L. Miranti1, S.S. Moersidik1, C.R. Priadi1, dan P. Wahyudi2 1)
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail:
[email protected]
2)
Teregistrasi I tanggal 31 Oktober 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 30 Desember 2014 Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2014
ABSTRAK Lumpur bor berbasis air dengan aditif Barit (B) dan KCl (K) berpotensi toksik terhadap lingkungan dan makhluk hidup. Berdasarkan hal tersebut, LEMIGAS berupaya melakukan pencegahan kontaminasi dengan pengujian TCLP dan LC50-96 jam terhadap Penaeus monodon. Kondisi uji disesuaikan dengan Sumur Bangau #1 di Sesulu PSC, Selat Makssar sebagai tolak ukur kondisi lingkungan pengeboran lepas pantai. Dengan kombinasi Bmin, Bmax, Kmin, dan Kmax, konsentrasi Cu pada setiap formula (Bmin-Kmin: 26,17 ppm; Bmin-Kmax: 39,74 ppm; Bmax-Kmin: 21,47 ppm; Bmax-Kmax: 31,7 ppm) dan Pb pada BminKmin (9,37 ppm) melewati baku mutu lingkungan. Nilai LC50 dari Formula Bmin-Kmin memenuhi baku mutu lingkungan (44.058 ppm), sedangkan Formula Bmax-Kmax tidak memenuhi baku mutu lingkungan (13.269 ppm). Hal ini dipengaruhi oleh komposisi logam berat, toksisitas KCl, dan kondisi lingkungan. WBM jenis ini lebih baik digunakan pada pengeboran lepas pantai. Kata Kunci: LC50-96 jam; Penaeus monodon; TCLP; Toksisitas; Lumpur Berbasis Air ABSTRACT Water based mud with Barite (B) and KCl (K) as additives have toxicity potential to environmental and living creature. Therefore LEMIGAS performed contamination prevention effort based on TCLP and LC50-96 hours on Penaeus monodon. Testing environment condition was Sumur Bangau #1 at Sesulu PSC, Makassar Strait. Cu concentration in Bmin, Bmax, Kmin, and Kmax combinations (Bmin-Kmin: 26,17 ppm; Bmin-Kmax: 39,74 ppm; Bmax-Kmin: 21,47 ppm; Bmax-Kmax: 31,70 ppm) and Pb in Bmin-Kmin (9,37 ppm) are above the threshold. LC50 of Bmin-Kmin formula did ful¿ll the threshold (44.058 ppm) while Bmax-Kmax formula did not (13.269 ppm). This condition is inÀuenced by heavy metals composition, KCl toxicity, and environmental condition. This type of WBM is better used in off-shore drilling operation. Keywords: LC50-96 hour; Penaeus monodon; TCLP; Toxicity; Water Based Mud
I. PENDAHULUAN Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting dalam proses pengeboran, dikarenakan hal tersebut memengaruhi kecepatan pengeboran,
keamanan, dan biaya. Terdapat tiga macam lumpur bor yang digunakan pada kegiatan pemboran, yaitu Water based Mud (WBM), Oil Based Mud (OBM), dan Synthetic Oil Based Mud (S-OBM) (Rubiandini,
161
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 161 - 170
2011). Untuk menciptakan sifat lumpur bor yang baik dalam pengoperasian pemboran, terdapat susunan aditif yang ditambahkan (Mahto dan Sharma 2004). Namun, dalam beberapa aditif tersebut terkandung beberapa logam berat yang dapat memengaruhi lingkungan (Smith dkk. 1999) dalam (Ossai dkk. 2010). Untuk itu, berdasarkan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 045 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur, dan Serbuk Bor pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi, sebelum dan sesudah pemakaian lumpur bor wajib melakukan uji LC50 (Lethal Concentration at 50%) – 96 jam dan/atau uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) untuk mengetahui toksisitas pada makhluk hidup dan kandungan logam berat pada lumpur tersebut. Menurut Burden dkk. (2013) dalam memiliki sistem lumpur agar ramah linkgungan terhadap Àuida dengan kemampuan teknis yang sama, salah satunya harus dilihat dari dampak tiap komponen penyusunnya dan rangkum penggunaannya serta dampak limbah dari sistemnya. Menurut Effendi dkk. (2011), untuk mengetahui faktor-faktor toksisitas hasil dari pengujian LC50 adalah dengan melakukan uji TCLP untuk mengtahui karakteristik dari limbah terutama logam berat. Berdasarkan hal tersebut PPPTMGB Lemigas ingin melakukan upaya pencegahan pencemaran dengan membuat lumpur bor berbasis air atau WBM yang dapat secara aman dibuang ke lingkungan pada saat menjadi limbah WBM dan/atau cutting dengan prioritas aditif Barit dan KCl berdasarkan analisa toksisitas yaitu dengan pengujian TCLP dan LC50-96 jam terhadap Penaeus monodon. A. Perumusan Masalah 1. Berapa kandungan logam berat (As, Ba, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Se, Ag, Zn) pada WBM yang telah dikondisikan pada temperatur dan tekanan sesuai pengoperasian pemboran atau after hot-rolled WBM dalam fase lindi dengan uji TCLP (sesuai dengan Permen ESDM No. 45/2006)? 2. Berapa konsentrasi LC50-96 jam selaku parameter toksisitas pada after hot-rolled WBM? 3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas pada WBM?
162
B. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kandungan logam berat pada WBM yang telah dikondisikan pada temperatur dan tekanan sesuai pengoperasian pemboran atau after hot-rolled WBM dalam fase lindi dengan uji TCLP. 2. Mengetahui konsentrasi LC50-96 jam pada after hot-rolled WBM selaku parameter toksisitas. 3. Menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas pada WBM. C. Tinjauan Teoritis WBM jenis KCl – Polymer PHPA dibentuk untuk mendukung stabilitas sumur bor dan meminimalisasi dispersi cutting, kemudian kelebihan dari lumpur ini adalah rendahnya bahaya formasi dan tingginya permeabilitas dapat mendukung kegunaannya untuk pengeboran formasi water-sensitive. WBM jenis ini memiliki susunan aditif yang penting untuk ditambahkan yaitu prehidrasi bentonit sebagai viscosi¿er dan pengendalian ¿ltrasi, KCl sebagai sumber penghambat dari ion K+, NaOH sebagai pengendali alkalinitas dari ion K+, Starch dan PAC sebagai pengendali ¿ltrasi, lignosulfonat sebagai deÀokulan, dan lignit sebagai pengendali ¿ltrasi dalam kondisi tekanan tinggi dengan temperatur tinggi (Amoco Coorporation 1975). Jika Barite digunakan pada lumpur bor, kemungkinan untuk terdapatnya logam berat pada lumpur bor tersebut tinggi sehingga dapat mengontaminasi lokasi pemboran serta lokasi pembuangan limbah lumpur bor. Untuk itu konsentrasi pemakaian Barite harus dipantau dan dikendalikan selama pembuangan dan harus dipertimbangkan jumlah penggunaannya (Burden 2013). Setelah dibuang dari pengoperasian pemboran, serbuk bor yang mengandung lumpur dan material pemberat akan berakhir di dasar laut di mana beberapa logam akan bergerak menuju pori-pori air dan beresiko untuk organisme yang hidup di dalam atau dekat dengan permukaan sedimen tersebut (Ruus dkk. 2005; Schaaning dkk. 2010). Kontaminasi lingkungan yang terjadi akibat lumpur pemboran bisa juga disebabkan oleh penyimpanan limbah lumpur bor dalam mud pit terbuka. Penggunaan lumpur non toksik ini juga mengurangi kemungkinan pencemaran air tanah apabila terjadi limpasan air hujan dari mud pit.
Analisa Water Base Mud dengan Aditif Barit dan KCl Berdasarkan Analisa Toksisitas: Pengujian TCLP dan LC50-96 Jam(N.L. Miranti, S.S. Moersidik, C.R. Priadi dan P. Wahyudi)
Toksisitas dide¿nisika sebagai suatu kemampuan yang melekat pada satu zat kimia untuk membuat pengaruh yang merugikan pada organisme-organisme hidup (Mansyur 2004). Pada lumpur polimer KCl – PHPA yang diperhatikan dampak lingkungannya adalah KCl karena fluida ini akan mengandung salinitas yang tinggi, kemudian klorida tidak dapat terdegradasi secara biologis di lingkungan baik dalam air dan sedimen, karena penggunaannya sebagai nutrien untuk tanaman tingkat bawah dan ion K+ yang tinggi jumlahnya dapat membunuh ikan (Burden dkk. 2013). Data toksisitas dari pengujian LC50-96 jam akan dijadikan sebagai bahan untuk merepresentasikan pengaruh material uji, dalam hal ini WBM KCl-Polymer PHPA pada makhluk hidup di perairan sekitarnya (Effendi dkk. 2011). II. BAHAN DAN METODE A. Sampel Sampel yang diuji pada penelitian ini adalah dua produk Barite yang berbeda (PT. A dan PT. C) dan dua produk KCl berbeda (PT. D dan PT. B) yang telah disiapkan oleh LEMIGAS sebagai aditif yang diprioritaskan pada kombinasi WBM Polimer KCl – PHPA. Selain Barite dan KCl, terdapat komponen lainnya seperti Air Aqua, Bentonite, Polimer XCD, PAC-LV, Starch, KOH, Resinex, Soltex, Oxygen Scavenger, Biocide, dan PHPA-P yang termasuk ke dalam komposisi WBM (LEMIGAS, 2014). Pada pengujian LC50-96 jam, terdapat beberapa aditif yang tidak dimasukkan ke dalam komposisi dikarenakan pengujian ini bertujuan untuk difokuskan pada toksisitas Barit dan KCl. Tujuan dari pengujian TCLP yaitu membuktikan apakah Barite dan/ atau KCl menyumbangkan konten logam berat terbanyak berdasarkan penelitian terdahulu dan presentase terbesar dalam komposisi penyusun WBM. Komponen WBM yang digunakan pada pengujian LC50-96 jam. Sampel dalam penelitian ini dikondisikan sebagai lumpur bor bekas atau limbah lumpur bor, dengan kata lain merupakan simpel sintetis. Kondisi yang diberikan adalah suhu sebesar 250oF dan tekanan sebesar 100 psi berdasarkan API RP 13B dan pada tulisan ini disebut after hot-rolled WBM. After hot-rolled WBM dibuat dengan cara mencampur bahan dasar dan aditif sesuai dengan yang dijelaskan, dengan waktu tertentu menggunakan Hamilton Beach Mixer.
B. Pengujian TCLP pada After hot-rolled WBM Pengujian TCLP ini berdasarkan metode 1311 United States Environmental Protection Agency (USEPA) dengan mempertimbangkan kondisi pengeboran darat (on-shore) dengan ICP – OES sebagai pemeriksa kandungan logam berat. Pada metode ini, sampel dikondisikan dengan pH ±5 kemudian diagitasi dengan kecepatan 30±2 rpm dalam waktu 18±2 jam dan disaring dengan kertas saring 0,6 – 0,8 m. Hasil saringan tersebut dinamakan TCLP extract yang kemudian diperiksa dengan ICP-OES. C. Pengujian LC50-96 jam pada After hot-rolled WBM Pengujian LC50-96 jam ini menggunakan metode Baroid 2500 ml 25303 dari Baroid Àuids handbook dengan binatang uji Penaeus monodon berumur 10 hari dengan kondisi uji menyesuaikan kondisi lingkungan Sumur Bangau #1 di Sesulu PSC, Selat Makassar tahun 2003 sebagai tolak ukur pengujian. D. Analisa Hasil Hasil pemeriksaan ICP-OES pada pengujian TCLP akan dibandingkan dengan standard baku mutu Permen ESDM No. 45 Tahun 2006 dan mengilustrasikan kondisi ekstraksi logam berat pada pengeboran on-shore. Sedangkan hasil pengujian LC50-96 jam mengilustrasikan kondisi toksisitas pada pengeboran off-shore dengan standard baku mutu sesuai dengan Permen ESDM No. 45 Tahun 2006. III. HASIL DAN DISKUSI A. Pengujian TCLP pada After hot-rolled WBM Pada pengujian ini terdapat penentuan tingkat keasaman yang diadaptasi dari kondisi lapangan. Menurut ALS Environmental (2000), metode pengujian TCLP yang sesuai untuk mengetahui kandungan logam berat di lingkungan yang berinteraksi dengan tanah yaitu memiliki pH ±5. Menurut Permen ESDM No. 045 Tahun 2006, untuuk menentukan persyaratan areal pembuangan limbah lumpur bor dan serbuk bor di daratan hasil pengeboran darat, hasil kandungan logam berat wajib untuk memenuhi batas baku mutu lingkungan yang telah ditentukan pada lampiran peraturan terkait. Dari pengujian ini, setiap formula tidak memenuhi baku mutu lingkungan (Tabel 1) dikarenakan tidak 163
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 161 - 170
dapat ditimbun kembali ke dalam sumur pengeboran dan harus dibuang pada tempat khusus yang memiliki permeabilitas lebih besar atau sama dengan 10-5 cm/detik. Dari pengujian pendahuluan, didapatkan bahwa Barite memiliki kandungan logam berat yang memungkinkan untuk menyumbangkan kandungan logam berat yang tinggi pada formulasi WBM, namun tidak dengan KCl. Hipotesa awal penelitian ini yaitu formula yang disusun oleh Bmin akan memiliki kandungan Pb yang melewati baku mutu lingkungan, sedangkan formula yang disusun oleh Bmax akan memiliki kandungan Cu, Pb, dan Ag yang melewati baku mutu lingkungan. Dilihat dari hasil uji yang terdapat pada Tabel 1, didapatkan Formula Bmin-Kmin dan Bmin-Kmax memiliki kandungan Cu yang melewati baku mutu lingkungan dan kandungan Pb hanya melewati baku mutu lingkungan pada Formula Bmin-Kmin. Untuk formula Bmax-Kmin dan BmaxKmax kandungan yang melewati baku mutu lingkungan hanyalah Cu sedangkan Pb dan Ag masih memenuhi baku mutu lingkungan.
Gambar 1 Diagram EH –pH Perak (Ag) pada kondisi pH 5 Sumber: Geological Survey of Japan Open File Report No. 419 yang dimodikiasi berdasarkan hasil penelitian, 2005
Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu : Tabel 1 Perbandingan hasil uji TCLP dengan baku mutu 1. Terjadinya perubahan wujud (aqueous, Lingkungan Permen ESDM No. 045 Tahun 2006 liquid, solid, gas) pada elemen logam berat terkait yang dapat diinterpretasikan Logam Baku Mutu Formula Bmin- Formula Bmin- Formula Bmax- Formula BmaxBerat Lingkungan Kmin (ppm) Kmax (ppm) Kmin (ppm) Kmax (ppm) dengan diagram EH-pH dengan As 5 0,11 0,17 0,13 0,08 menunjukkan bagaimana ion-ion Ba 100 32,46 7,81 9,38 61,55 logam berat tersebut secara bersamaan Cd 1 0 0 0 0 bergerak dalam kesetimbangan sesuai Cr 5 0 0 0 0 dengan kondisi pH dan EH (potensi Cu 10 26,17 39,74 21,47 31,7 redoks suatu elemen dari suatu Pb 5 9,37 4,47 0,98 1,66 larutan) yang diberikan (Stumm & Hg 0,2 0 0 0 0 Morgan 1996). Sesuai dengan kondisi Se 1 0 0,02 0 0 Ag 5 0 0 0 0 penyimpanan sampel yaitu suhu Zn 50 13,22 44,75 20,71 35,15 ruangan, maka dilakukan pendekatan Melewati batas baku mutu lingkungan dengan menggunakan data literatur standard electrode potential (EHo) semakin tinggi EHo maka akan semakin tinggi yaitu potensi elektroda untuk mereduksi dalam kondisi standard (suhu 25oC, tekanan 1 atm, atau kuat oxidizing agent-nya dengan membuat konsentrasi 1 M) dalam volt. Menurut Fanelli ion lain kekurangan elektron dengan menangkap
164
Analisa Water Base Mud dengan Aditif Barit dan KCl Berdasarkan Analisa Toksisitas: Pengujian TCLP dan LC50-96 Jam(N.L. Miranti, S.S. Moersidik, C.R. Priadi dan P. Wahyudi)
elektronnya. Urutan EHo dari Cu, Ag, dan Pb selaku kandungan logam berat yang melewati baku mutu lingkungan pada pengujian Barit dari tertinggi ke terendah adalah Ag (+0,8 V), Cu (+0,52 V), dan Pb (-0,13 V). Dari kesepuluh logam berat yang diperiksa Ag merupakan urutan ketiga dengan 50% dalam bentuk Ag(s) dan 50% dalam bentuk Ag+ pada pH 5. Sesuai dengan nilai EHo-nya, Ag cenderung tereduksi dan dilihat dari persentase bentuknya maka Ag cenderung untuk mengendap. Untuk itu nilai Ag yang melewati baku mutu lingkungan pada Barit penyusun formula Bmax tidak terdeteksi pada pengujia formula Bmax-Kmin dan Bmax-Kmax dikarenakan kondisi penyimpanan membuat Ag mengendap dan tidak terdeteksi pada saat pemeriksaan oleh ICP-OES. EHo Cu merupakan urutan keenam dan masih memiliki kecenderungan untuk tereduksi. Pada kondisi pH 5, Cu berada pada tiga bentuk yaitu Cu(s) (35%), Cu+ (12,5%), dan Cu2+(52,5%). Perbedaan hasil penelitian dengan Gambar 2 hipotesa disebabkan oleh jumlah Cu Diagram EH –pH Tembaga (Cu) pada kondisi pH 5 yang terekstrak pada pengujian Barite, Sumber: Geological Survey of Japan Open File Report No. 419 yang dimodikiasi berdasarkan hasil penelitian, 2005 jumlahnya tidak sebanyak seperti pengujian pada after hot-rolled WBM. Perbedaan kandungan yang terambil tidak menyeluruh dan tidak jumlah ekstraksi tersebut dikarenakan merepresentasikan keseluruhan WBM. Dalam hal ini, perbedaannya temperatur dan tekanan yang diberikan terdapat kandungan Pb yang tidak terdeteksi pada untuk mengondisikan pengoperasian pemboran, dan pengujian TCLP after hot-rolled WBM. dapat dilihat pada Gambar 2, Cu memiliki presentase 2. Kondisi penyimpanan TCLP extract dalam yang besar dalam fase terlarutKondisi penyimpanan suhu ruangan selama 25 hari sebelum diperiksa dengan suhu ruangan tidak begitu memengaruhi kandungan logam beratnya oleh ICP-OES dapat kandungan Cu karena konsentrasi Cu tetap melewati memengaruhi perubahan bentuk logam berat itu baku mutu lingkungan, hal ini mengindikasikan sendiri. bahwa konsentrasi Cu pada WBM sangat tinggi. Penelitian lain yang serupa mengenai uji TCLP Pb menjadi urutan ketujuh dari kesepuluh logam pada WBM KCl Polimer PHPA memiliki konsentrasi berat dilihat dari EHo-nya dengan kecenderungan Cu (98,06 ppm) dan Pb (7,99 ppm) di atas baku mutu sulit untuk tereduksi. Bentuk Pb dalam kondisi lingkungan dengan perbandingan konsentrasi Ba dan pH 5 yaitu Pb(s) (20%) dan Pb2+ (80%), hal ini Zn serupa (Lemigas, 2014). membuktikan kandungan Pb melewati baku mutu lingkungan pada pengujian Barit. Namun Pb hanya B. Pengujian LC50-96 jam pada After hot-rolled melewati baku mutu lingkungan pada Formula WBM Bmin-Kmin pada pengujian WBM, hal ini terjadi Kondisi yang diberikan pada media uji LC50karena keheterogenan WBM sehingga kemungkinan 96 jam disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada saat pengambilan sampel untuk diekstrak 165
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 161 - 170
yang terdapat pada Pemboran Eksplorasi Sumur Bangau #1 di Sesulu PSC, Selat Makassar (2003) sebagai tolak ukur kondisi pembuangan limbah WBM ini. Kondisi temperatur pada penelitian kali ini adalah ±25oC dan salinitas yang diberikan ±36 ppt dengan aerasi selama 24 jam pada media uji. Pemilihan Penaeus monodon selaku biota uji berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa limbah hasil pengeboran di laut dapat membahayakan newborn species dari Penaeus monodon (Soegiyanto dkk. 2008). Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan persentase Penaeus monodon yang bertahan selama 96 jam setelah diberikan WBM dengan konsentrasi yang bervariasi. Sesuai hasil pengamatan, persentase kematian binatang uji tertinggi terdapat pada jam ke24. Pada jam ke-24, Formula Bmin-Kmin mematikan binatang uji mencapai 30% pada konsentrasi 31.250 ppm dan 40% pada konsentrasi 62.500 ppm, sedangkan pada Formula Bmax-Kmax persentase kematian binatang uji mencapai 60% pada konsentrasi 15.625 ppm. Untuk jam ke-48 Formula Bmin-Kmin, persentase kematian binatang uji tertinggi adalah 10% dari jam ke-24 atau bisa disebut mati satu ekor pada tiap bak media ujinya. Namun untuk Formula Bmax-Kmax, persentase kematian binatang ujinya lebih tinggi dibandingkan dengan Formula Bmin-Kmin, yaitu mencapai 30% pada konsentrasi 15.625 ppm dan 31.250 ppm. Pada jam ke-72 baik Formula Bmin-Kmin dan Formula Bmax-Kmax persentase maksimum kematian binatang uji yaitu 15% pada konsentrasi 7.613 ppm dan 31.250 ppm (formula Bmin-Kmin) serta pada konsentrasi 62.500 ppm (Formula Bmax-Kmax). Untuk jam ke-96, persentase kematian binatang uji pada Formula BminKmin tertinggi yaitu 10% pada konsentrasi 15.625 ppm, sedangkan pada formula Bmax-Kmax yaitu 25% pada konsentrasi 19.530 ppm. Hal ini terjadi karena adanya kontaminasi WBM dan perubahan kondisi lingkungan. 166
Gambar 3 Diagram EH –pH Timbel (Pb) pada Kondisi pH 5 Sumber: Geological Survey of Japan Open File Report No. 419 yang dimodikiasi berdasarkan hasil penelitian, 2005
Gambar 4 Persentase Penaeus monodon yang bertahan selama 96 jam pemaparan formula Bmin-Kmin
Analisa Water Base Mud dengan Aditif Barit dan KCl Berdasarkan Analisa Toksisitas: Pengujian TCLP dan LC50-96 Jam(N.L. Miranti, S.S. Moersidik, C.R. Priadi dan P. Wahyudi)
Berdasarkan Gambar 6 terlihat oksigen terlarut cenderung menurun jauh pada jam ke-24 kemudian pada jam ke-48 konsentrasi oksigen terlarut meningkat kembali secara perlahan. Pada konsentrasi 0 ppm dan 1.963,13 ppm cenderung stabil dari jam ke-0 hingga ke-96. Hal ini juga terjadi pada media uji Formula Bmax-Kmax. Pulihnya konsentrasi oksigen terlarut pada media uji tetap menunjukkan perbedaan antar media uji tergantung dengan banyaknya konsentrasi yang terdapat di masing-masing media uji. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sampel pada media uji, maka akan semakin rendah konsentrasi oksigen teralrutnya. Penurunan konsentrasi oksigen terlarut terjadi pada jam ke-24 baik pada Formula Bmin-Kmin dan Formula BmaxKmax kemudian kembali meningkat pada jam ke-48, jam ke-72, dan jam ke-96. Faktor-faktor yang menyebabkan Àuktuasi konsentrasi oksigen terlarut dan pH adalah: 1. Semakin tinggi konsentrasi after hotrolled WBM akan semakin rendah tingkat abosrpsi oksigen (Sawyer 2002) 2. Semakin tinggi konsentrasi sampel yang ditambahkan akan semakin tinggi salinitas pada media tersebut dan semakin tinggi salinitas suatu media akan menurunkan potensi kelarutan oksigen di dalam air (Lehigh Environmental, 2011) 3. Semakin tinggi tingkat kekeruhan akan meningkatkan temperatur air dikarenakan partikel tersuspensi
mengadsorbsi panas lebih banyak (USEPA, 2012). Semakin tinggi temperatur dapat melarutkan oksigen lebih rendah (Lehigh Environmental, 2011). Namun semakin lamanya waktu pemaparan, masing-masing media uji mengalami penurunan kekeruhan, hal ini yang menyebabkan oksigen terlarut kembali meningkat. 4. Menurunnya oksigen terlarut akibat dikonsumsi oleh biota uji menghasilkan karbon dioksida. Meningkatnya jumlah karbon dioksida terlarut dapat menurunkan pH (USEPA, 2012). Namun, pada Gambar 7 terlihat bahwa rentang Àuktuasi pH masih berada pada rentang pH netral (7-8.5) meskipun Àuktuasi konsentrasi oksigen terlarut memiliki rentang yang cukup besar (0-9 ppm).
Gambar 5 Persentase Penaeus monodon yang bertahan selama 96 jam pemaparan formula Bmax-Kmax
Gambar 6 Gra¿k konsentrasi oksigen terlarut pada formula Bmin-Kmin (kiri) dan formula Bmax-Kmax (kanan) pada uji LC50-96 jam
167
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 161 - 170
Gambar 7 Gra¿k pH pada formula Bmin-Kmin (kiri) dan formula Bmax-Kmax (kanan) pada uji LC50-96 jam Tabel 2 Perhitungan manual nilai LC50-96 jam pada formula Bmin-Kmin sampel pertama dalam bentuk regresi Konsentrasi (ppm)
Log konsentrasi (x)
Koreksi mortalitas
Probit empiris (y)
x2
y2
x.y
0
-
-
-
-
-
-
1.953
3,2907
0
0
10,829
0
0
3.905
3,5916
0
0
12,899
0
0
7.613
3,8816
14
3,92
15,216
15,216
15,216
15.625
4,1938
29
4,45
17,288
18,663
18,663
31.250
4,4949
29
4,45
20,204
20,002
20,002
62.500
4,7959
57
5,18
23
24,843
24,843
125.000
5,0969
86
6,08
25,978
30,989
30,989
¦ x 2 ¦ y ¦ x ¦( xy) (n x ¦ x 2 ) ( ¦ x) 2 125,566 x 24,08) (29,345 x109,713) a 10,9871 (7 x125,566) 861,153
a
n ¦( xy ) . ¦ x ¦ y n ¦ x 2 (¦ x) 2 (7 x109,713) (29,345 x 24,08) 3,4409 b (7 x125,566) 861,153
b
5 (a) b 5 (10,9871) m 4,646197 3,4409 Keterangan : m
n jumlah 5 kons tan ta perhitungan untuk 50% Nilai LC50 96 jam log 1 m log 1 (4,646197) 44.278 ppm
Hal ini dikarenakan formulasi WBM telah diperhitungkan untuk memiliki fungsi dalam menjaga pH tetap netral.
168
Perubahan kondisi lingkungan ini yang menyebabkan kematian pada biota uji, bahkan dengan memulihnya konsentrasi oksigen terlarut (selaku faktor yang paling memengaruhi ketahanan biota uji) masih terdapat peningkatan persentase kematian pada biota uji. Hal ini disebabkan oleh dampak yang diberikan dari after hot-rolled WBM dilihat dari kandungan logam beratnya dan dampak iritasi yang ditimbulkan oleh KCl. Menurut Reis (1996), konsentrasi garam yang tinggi dapat memengaruhi sistem muscoleskeletal dan menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan sistem pernapasan. Terlihat dari bangkai udang windu yang terdapat pada media uji, badannya berwarna merah seperti terbakar. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya iritasi pada biota uji tersebut. Pengolahan data untuk mendapatkan nilai LC50 -96 jam secara manual yaitu dengan menggunakan metode probit. Hubungan antara variabel yang digunakan pada analisa probit adalah linear dalam bentuk regresi (Effendi 2011). Berikut adalah contoh
Analisa Water Base Mud dengan Aditif Barit dan KCl Berdasarkan Analisa Toksisitas: Pengujian TCLP dan LC50-96 Jam(N.L. Miranti, S.S. Moersidik, C.R. Priadi dan P. Wahyudi)
Tabel 3 Estimasi LC50-96 jam dengan metode probit manual dan Software SPSS Probit Analysis
After hot-rolled WBM Formula Bmin-Kmin
Sampel 1
LC50 manual (ppm)
Rata – rata LC-50 manual (ppm)
44.278
LC50 SPSS (ppm) 41.033,80
42.290 Formula Bmax-Kmax
Sampel 2
40.302
Sampel 1
12.388
45.826 50.617,20 7.248,20
14.438 Sampel 2
16.488
pengolahan salah satu sampel (Formula Bmin-Kmin sampel pertama). Agar estimasi konsentrasi LC50-96 jam lebih akurat, maka data ini diolah juga dengan bantuan software SPSS Probit Analysis. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa after hot-rolled WBM Formula Bmin-Kmin dapat mematikan 50% populasi Penaeus monodon pada konsentrasi 44.058 ppm dan after hot-rolled WBM Formula Bmax-Kmax dapat mematikan 50% populasi Penaeus monodon pada konsentrasi 13.269 ppm di perairan. Sesuai dengan penelitian LC50-96 jam dengan binatang uji yang sama oleh Effendi dkk (2011), nilai LC50 yang didapatkan terhadap cutting atau serbuk bor adalah 91.883 ppm termasuk ke dalam kategori hampir tidak toksik dan sesuai dengan baku mutu lingkungan yang terdapat pada Permen ESDM No. 045 Tahun 2006. Namun pada penelitian serupa pada lumpur bor bekas dari kegiatan pemboran lepas pantai terhadap Penaeus monodon oleh Soegiyanto dkk. (2008) berkisar pada konsentrasi 30.740 ppm sampai dengan 78.271 ppm. Dari hasil estimasi nilai LC50-96 jam pada Tabel 3, kedua formula berada pada kategori hampir tidak toksik (Swan dkk. 1994) dalam (Effendi dkk. 2011). Namun untuk Formula Bmin-Kmin memenuhi baku mutu lingkungan dan Formula Bmax-Kmax tidak memenuhi baku mutu lingkungan. Dari pengujian ini bisa diartikan bahwa kombinasi aditif Barit dan KCl yang bisa digunakan pada pengeboran lepas pantai adalah Formula Bmin-Kmin yaitu Barit dari PT. A dan KCl dari PT. B. Pemilihan lumpur bor ini harus diiringi dengan pengecekan teknis kualitas pengeboran, seperti densitas, sand content, viskositas,
Rata – rata LC50 SPSS (ppm)
12.100 16.951,70
gel strength, filtrasi, mud cake, dan ketentuan lainnya. V. KESIMPULAN Hasil dari penelitian pada WBM jenis KCl – Polimer PHPA yang merupakan hasil kombinasi aditif Barit dan KCl selaku prioritas aditif untuk membentuk WBM ramah lingkungan adalah pada pengujian TCLP after hot-rolled WBM kandungan logam berat yang melewati baku mutu lingkungan pada Formula Bmin-KMin adalah Cu (26,17 ppm) dan Pb (9,37 ppm), Formula Bmin-Kmax adalah Cu (39,74 ppm), Formula Bmax-Kmin adalah Cu (21,47 ppm), dan Formula Bmax-Kmax adalah Cu (31,70 ppm). Pada pengujian LC50-96 jam, WBM dengan Formula Bmin-Kmin memiliki nilai LC50 memenuhi baku mutu lingkungan sebesar 44.058 ppm dan Formula Bmax-Kmax memiliki nilai LC50 yang tidak memenuhi baku mutu lingkungan sebesar 13.269 ppm. Dari hasil kedua pengujian ini dapat disimpulkan bahwa WBM jenis KCl – Polimer PHPA dapat aman digunakan pada pengeboran lepas pantai dengan pemilihan aditif Barit yang kandungan logam beratnya tidak melebihi baku mutu lingkungan pada Permen ESDM No. 045 Tahun 2006 dan setelah diformulasikan nilai LC50-96 jamnya memenuhi baku mutu lingkungan. Kesimpulan dari penelitian ini masih harus disempurnakan dengan seleksi aditif lainnya yang berpotensi toksik pada lingkungan Diduga terdapatnya kandungan logam berat pada aditif-aditif lain penyusun WBM KCl Polimer PHPA selain Barit dan KCl yang perlu diteliti lebih lanjut, seperti halnya KOH, Resinex, Soltex, Oxygen Scavenger, dan Biocide. Kemudian diperlukan Environmental Risk Assessment secara kualitatif dan kuantitatif untuk 169
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 161 - 170
mengetahui prediksi dampak yang dapat ditimbulkan dari pemakaian WBM jenis ini. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan bagian dari Tugas Akhir/ Skripsi pada Program Studi Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia pada tahun 2014 yang didukung oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) dan diselenggarakan dengan dukungan dan kooperasi pada Divisi Eksploitasi, Laboratorium Pemboran. KEPUSTAKAAN ALS Environmental, 2000, Leachate Analysis Amoco Corporation, 1975, Amoco Production Company Drilling Fluids Mannual. API 13B1, Recommended Practice for Field Testing Water-Based Drilling Fluids. American Petroleum Institute, Washington, D.C.,3rd ed. November 2003. Baroid Company. 1997. Baroid Fluids Handbook Mud Testing Burden, P., dkk., 2013, Drilling Fluid Selection Methodology for Environmentally Sensitive Areas. Belanda : SPE/IADC Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, 2006, Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral No. 45 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur, dan Serbuk Bor pada kegiatan Pengemboran Minyak dan gas Bumi. Jakarta: Departemen ESDM Effendi H, Utama B.A, & Wardiatno Y., 2011, Toksisitas Limbah Pengeboran Minyak Terhadap Benur Udang Windu (Penaeus monodon). Bogor : Indonesia Lehigh Environmental, 2011, The Investigation of Fish Habitat. Pennsylvania : Lehigh University
170
Mahto, V & Sharma, V.P., 2004, Rheological study of a water based oil well drilling Àuid. India : Elsevier B.V Mansyur, 2004, Toxicology Effek – Effek yang Tidak Diinginkan. Indonesia: Universitas Sumatera Utara Ossai,C.I, dkk., 2010, An Appraisal of Soil Pollution in Oil and Gas Production Environment : A Case Study of Heavy Metal Concentration in Ebocha and Akri Oil Fields. China : Society of Petroleum Engineer PPPTMGB LEMIGAS, 2014, Formula KCl-Polymer PHPA dengan Suhu 250oF. Jakarta: Indonesia PPPTMGB LEMIGAS, 2014, Pengujian TCLP Lumpur Bor Bekas dan Cutting Mi Swaco. Jakarta: Indonesia Reis, J.C., 1996, Environmental Control in Petroleum Engineering. Houston, Texas : Gulf Publishing Company. Rubiandini, R., 2011, Teknik Operasi Pemboran I. Indonesia Sawyer, C., McCarty, P., & Parkin, G., 2002, Chemitry for Environmental Engineering and Science. McGraw Hill Schaaning, M.T, dkk., 2010, Metal partitioning in llminite and barite based drill cuttings on seabed sections in a mesocosm laboratory. Brazil : Society of Petroleum Engineer Soegiyanto A, Irawan B, & Affandi M., 2008, Toxicity of Drilling Waste and Its Impact on Gill Structure of Post Larvae of Tiger Prawn (Penaeus monodon). Surabaya: Indonesia. IDOSE Publications Unocal, 2003, UKL-UPL Pemboran Eksplorasi Sumur Bangau #1 di Sesulu PSC, Selat Makassar. Jakarta : Lemigas USEPA, 1992, Toxicity Characteristic Leaching Procedure Method 1311 USEPA, 2012, Turbidity, Monitoring, and Assessment.
Karakteristik Pembakaran Campuran LPG - DME pada Mesin Pembangkit Listrik Kapasitas 5 KVA (Maymuchar)
Karakteristik Pembakaran Campuran LPG – DME pada Mesin Pembangkit Listrik Kapasitas 5 KVA Combustion Characteristic of LPG-DME Mixture on 5 KVA Power Generation Engine Maymuchar Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail:
[email protected] Teregistrasi I tanggal 3 November 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 8 Desember 2014 Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2014
ABSTRAK Dimethyl ether (DME) merupakan salah satu energi alternatif yang potensial untuk menggantikan LPG dimasa yang akan datang baik untuk rumah tangga maupun pembangkit listrik. Kemiripan karakteristik DME dengan LPG memungkinkan DME dapat dicampur dengan LPG sebagai bahan bakar mesin pembangkit listrik. Pengujian telah dilakukan pada mesin terhadap beberapa variasi campuran LPG - DME yaitu 10%, 20% dan 30% DME dengan kondisi pembebanan 500 - 4500 watt. Pengamatan dilakukan terhadap emisi CO, CO2 dan HC untuk menganalisis pembakaran yang terjadi dalam ruang bakar mesin pembangkit. Emisi CO dan HC yang dihasilkan campuran LPG - DME cenderung mengalami penurunan dibanding dengan yang dihasilkan bahan bakar LPG, sedangkan emisi CO2 mengalami sebaliknya. Pada batas tertentu , unsur oksigen yang terkandung pada DME mempengaruhi perbandingan bahan bakar-udara (AFR) yang dibutuhkan oleh mesin sehingga membantu proses pembakaran yang lebih baik. Hasil pengamatan lainnya, mesin pembangkit listrik masih dapat beroperasi dengan stabil pada campuran 10%, 20% dan 30% DME. Kata Kunci : DME, Campuran LPG-DME, Emisi CO, CO2 dan HC, AFR ABSTRACT Dimethyl ether (DME) is one of a potential alternative energies to replace LPG in the future as house hold and small electric generation engine. The similarities of LPG's characteristics and DME allows DME to be blended with LPG as power generation fuel. Tests have been performed on the 5 KVA power generation engine for a few variations of LPG - DME mixture ie: 10%, 20% and 30% DME with loading conditions 500-4500 watts. Observations were made against emissions of CO, CO2 and HC for analyzing combustion in the engine combustion chamber. CO and HC emissions resulting mixture of LPG - DME tended to decrease compared with that was produced by LPG fuel, while the CO2 emissions occured otherwise. At a certain extent the oxygen in DME affected the air-fuel ratio (AFR) required by the engine as a result the ratio promoted better combustion process. The result of another observation was that the power plant can still operate with stable on a mixture of 10%, 20% and 30% DME. Keywords: DME, LPG-DME mixture, CO, CO2 and HC Emisson
1. PENDAHULUAN Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden RI Nomor 05
Tahun 2006 memberikan panduan diversi¿kasi energi dengan mengambangkan energi alternatif. Melalui kebijakan ini, diharapkan pertumbuhan sumber
171
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 171 - 176
energi alternatif dapat terpacu. Upaya diversi¿kasi energi dengan mengoptimalkan sumber energi lain diantaranya adalah program konversi minyak tanah dengan LPG (Dirjen Migas, 2009). Untuk mendukung penggunaan DME ini sebagai bahan bakar Menteri ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 29 tahun 2013 mengenai spesi¿kasi DME sebagai bahan bakar di Indonesia. Dimethyl ether (DME) merupakan sumber energi alternatif yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut karena memiliki karakteristik setara dengan LPG. Jenis sumber energi ini dapat dihasilkan dari bermacam bahan baku, seperti gas alam, batubara, heavy oil, dan biomassa. Aplikasi DME dapat mencakup beberapa sektor, antara lain: sektor transportasi, domestik/rumah tangga, power generation, dan bahan baku industri kimia.(Gye Gyu Lim 2008; Ogawa et al. 2003). Dimethyl ether memiliki mono-struktur kimia yang sederhana (CH3O-CH3), berbentuk gas pada temperatur lingkungan (ambient temperature), dan dapat dicairkan seperti halnya Lique¿ed Petroleum Gas (LPG) sehingga infrastruktur untuk LPG dapat juga digunakan untuk DME. DME berbentuk gas pada suhu kamar, tidak beracun, dan ramah lingkungan (Semelsberger et al. 2006). LPG yang dikenal selama ini sebagai bahan bakar rumah tangga dan komersial Komponen utama LPG umumnya tersebut terdiri dari senyawa propane (C3H12), Propyline atau Propena (C3H6), butane (C4H10), butylenes atau butena (C4H8), dan sejumlah kecil ethane (C2H6), ethylene (C2H4), dan penthana (C5H12). Di Indonesia, bahan bakar LPG merupakan senyawa hidrokarbon yang dikenal sebagai Butana, Propana, Isobutana atau campuran antara propana (C3H8) dengan butana (i-C4H10 dan n-C4H10) dengan perbandingan propane ± 30% dan butane ±70%. Dimetileter (DME) adalah senyawa eter sederhana dengan rumus kimia CH3OCH3 dan merupakan gas tidak berwarna pada kondisi temperatur ruang dan tekanan atmosfer. DME dalam wujud gas merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau tajam, relatif inert, non-korosif serta tidak membentuk senyawa peroksida dalam udara bebas sehingga tidak mengakibatkan efek rumah kaca. DME dapat berwujud cair pada tekanan relatif rendah. DME dalam
172
wujud cair tidak larut dengan pelarut polar dan nonpolar, juga sedikit tidak larut dalam air. Secara umum DME memiliki kelebihan yang kompetitif karena dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik maupun bahan bakar untuk keperluan rumah tangga. Dari sisi pemanfaatannya sebagai bahan bakar, DME memiliki nilai bakar berdasarkan beratnya (Kcal/Kg) lebih rendah dari propana dan metana tetapi lebih tinggi dari methanol (Priyanto 2011). Kemiripan karakteristik DME dengan LPG merupakan peluang untuk menggunakan kedua bahan bakar tersebut dalam bentuk campuran (mix). Komposisi campuran kedua jenis bahan bakar ini akan sangat menentukan kualitas unjuk kerja (pembakaran) yang dihasilkan. Oleh karena itu, kajian terhadap pencampuran LPG dengan DME dan DME murni sangat diperlukan sehingga diperoleh bahan bakar yang secara teknis memenuhi spesi¿kasi yang ditetapkan dan dapat diaplikasi pada sistem pembakaran pada industri kecil seperti mesin pembangkit tenaga listrik (generator). Penelitian pengunaan bahan bakar campuran LPG-DME pada generator dimaksudkan untuk mengamati karakteristik pembakaran beberapa variasi campuran DME dalam LPG pada mesin pembangkit listrik dengan mengamati gas buang hasil pembakaran pada ruang bakar. II. BAHAN DAN METODE Pada penelitian ini bahan bakar yang digunakan adalah LPG dan DME dengan komposisi campuran tertentu. Bahan bakar LPG yang digunakakan adalah LPG yang dikenal selama ini sebagai bahan bakar
Gambar 1 Struktur molekul Dimetileter (Sumber: Wikipedia, 2009)
Karakteristik Pembakaran Campuran LPG - DME pada Mesin Pembangkit Listrik Kapasitas 5 KVA (Maymuchar)
rumah tangga dan komersial. Sedangkan bahan bakar DME yang digunakan pada penelitian ini adalah DME yang selama ini digunakan sebagai bahan baku untuk aerosol pada produsen kosmetik dan cat. Bahan bakar yang digunakan pada penelitian ini adalah LPG mix DME dengan besar komposisi DME yang dicampurkan dengan LPG tersebut adalah 10%, 20%, dan 30%. Karakteristik bahan bakar yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Bahan bakar LPG dan campuran LPG – DME telah diuji karakteristiknya berdasarkan metode uji ASTM dan lainnya dan masih masuk dalam spesi¿kasi (Dirjen Migas 2006). Mesin uji yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin penggerak generator dengan kapasitas 5 KVA. Mesin ini berjenis penyalaan cetus bunga api listrik (spark ignition) memiliki satu silinder dan dirancang beroperasi dengan bahan bakar LPG. Sistem konversi bahan bakar pada mesin ini adalah full dedicated engine yang berarti bahwa mesin ini telah didisain untuk bahan bakar LPG. Pengamatan yang dilakukan adalah konsentrasi dari gas buang hasil pembakaran yang terjadi pada ruang bakar mesin karena salah satu parameter untuk mengetahui karakteristik pembakaran pada ruang bakar dari suatu engine adalah dengan pengamatan komposisi gas buang hasil pembakaran. Pada teori pembakaran bahan bakar yang ditunjukkan pada persemaan berikut :
Persamaaan diatas menunjukkan hasil pembakaran bahan bakar baik LPG maupun DME yang ideal yaitu terdiri dari CO2, CO, H2O. Tetapi dalam prakteknya pembakaran ideal tidak akan pernah terjadi sehingga gas hasil pembakaran akan terdiri dari CO2, CO, H2O, HC, O2, NOx. Pembakaran yang mendekati ideal akan menghasilkan kinerja mesin lebih baik karena seluruh energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar dapat terlepaskan menjadi energi kinetik. Pembakaran tersebut tentu saja dipengaruhi oleh kualitas pengapian, kualitas percampuran bahan bakar-udara, dan kualitas bahan bakar. (Arismunandar 2002; Bartok et al. 1991) Pengujian dilakukan terhadap mesin pembangkit listrik dengan menggunakan bahan bakar LPG dan beberapa variasi komposisi campuran LPG dan DME. Hasil pengujian dievaluasi dengan membandingkan unjuk kerja yang dihasilkan mesin pembangkit listrik berbahan bakar dari beberapa variasi komposisi DME dengan unjuk kerja yang dihasilkan mesin berbahan bakar LPG murni atau dengan kata lain bahan bakar LPG merupakan bahan bakar referens atau acuan. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan terhadap emisi gas buang mesin yang berbahan bakar LPG dengan gas buang mesin yang berbahan bakar beberapa variasi LPG mix DME. Parameter emisi gas buang yang diamati adalah CO, CO2 dan senyawa hidrokarbon HC dengan variasi beberapa pembebanan pada mesin. Mesin beroperasi dengan variasi beban 500 kVA sampai 4500 kVA.
CxHy n(O2 3,76 N 2 ) o a CO2 bH 2 O 3,76 n N 2
Tabel 1 Karakteristik LPG dan LPG mix DME KonsentrasiDME
Batasan No
Karakteristik
Satuan
Metode Uji
LPG Min
Max
To be reported
1
Specific Gravity
-
2
Vapour Pressure
Psig
-
3
Weathering Test
% vol.
4
Copper Corrosion
5
Water Content
6
Composition :
10%
20%
30%
ASTM
0,5374
0.547
0.56
0.57
D-1657
120
100
105
110
110
D-1267
95
-
99,8
99.7
99.8
99.6
D-1837
-
No.1
1b
1b
1b
1b
D-1838
-
-
-
-
-
0
11.41
22.73
32.23
0,16
0.15
0.11
0.09
99,4
88.17
76.9
67.35
0,4
0.27
0.26
0.33
No free water
Lain
Visual
D-2163
DME
% vol
C2
% vol
C3 and C4
% vol
C5+ (C5 and heavier)
% vol
0.8 97,5 2.0
173
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 171 - 176
3. HASIL DAN DISKUSI Hasil uji Emisi CO, CO2, dan HC yang dihasilkan dari generator berbahan LPG dan LPG mix DME dilakukan untuk mengetahui perbedaan gas buang. Hasil pengujian emisi CO ini dapat dilihat pada Gambar 3. Kadar emisi CO yang dihasilkan generator berbahan bakar LPG lebih besar di bandingkan dengan generator berbahan bakar LPG mix DME. Dengan demikian pembakaran yang terjadi di generator LPG mix DME menjadi baik jika dibandingkan dengan generator berbahan bakar LPG, sehingga menghasilkan CO yang lebih rendah. Persentase DME semakin besar, emisi CO yang dihasilkan semakin rendah. Adanya unsur oksigen pada DME akan membantu proses pembakaran yang terjadi sehingga emisi CO akan semakin kecil. Penurunan rata-rata emisi CO pada semua beban masing masing 38%, 77%, dan 109% untuk komposisi DME 10%, 20%, dan 30%. Emisi CO2 adalah emisi yang diinginkan pada setiap pembakaran. Emisi ini menunjukan tingkat kesempurnaan proses pembakaran. Untuk menunjukkan suatu mesin beroperasi sangat efisien adalah dengan melihat semakin besarnya pembentukan CO2 pada gas buang. Emisi CO2 yang dikeluarkan oleh mesin sebagai hasil pembakaran selalu berbanding terbalik dengan kadar emisi CO. Dari hasil uji emisi CO2 terlihat bahwa generator berbahan bakar LPG mix DME terlihat lebih besar daripada yang dihasilkan oleh generator berbahan bakar LPG. Hal ini terjadi karena pembakaran di generator LPG mix DME lebih baik. Hasil pengamatan gas CO2 dapat dilihat pada Gambar 4. Adanya unsur oksigen pada DME akan membantu proses pembakaran yang terjadi sehingga emisi CO2 yang dihasilkan akan semakin kecil. Dengan demikian penambahan DME akan menambah jumlah oksigen dalam proses pembakaran. Peningkatan ratarata emisi CO2 pada semua beban masing masing 14%, 14%, dan 15% untuk komposisi DME 10%, 20%, dan 30%.
174
Gambar 2 Mesin Uji
Gambar 3 Gra¿k hasil pengamatan gas CO
Emisi hidrokarbon (HC) dapat disebut juga hidrokarbon yang tidak terbakar pada proses pembakaran di ruang bakar. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya emisi HC seperti adanya deposit pada ruang bakar, terdapatnya daerah yang lebih dingin (quencing zone) di dinding silinder, kegagalan terbakar yang diakibatkan problem pada ignition, sistem pemasukan bahan bakar dan udara, serta campuran bahan bakar – udara yang tidak seimbang. Pada Gambar 5 terlihat bahwa kecenderungan pembentukan emisi HC ini berkurang bersamaan dengan meningkatnya komposisi DME dalam LPG. Rendahnya kadar HC menunjukan bahwa bahan
Karakteristik Pembakaran Campuran LPG - DME pada Mesin Pembangkit Listrik Kapasitas 5 KVA (Maymuchar)
bakar yang masuk ke ruang bakar lebih banyak yang terbakar, sehingga emisi CO dan CO2. Selain itu faktor yang juga menentukan kualitas pembakaran pada mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) dimana pembakaran terjadi setelah bahan bakar dan udara bercampur terlebih dahulu (premix) adalah perbandingan jumlah bahan bakar dan udara atau air fuel ratio (AFR). Dari hasil pengamatan terhadap penurunan emisi CO dan HC pada konsentrasi DME yang lebih besar dapat dikatakan bahwa oksigen yang terkandung pada bahan bakar DME menyebabkan penambahan unsur udara pada campuran bahan bakar-udara. Penambahan unsur oksigen ini menyebabkan unsur CO dapat bereaksi dengan oksigen membentuk CO2 dan mengurangi bahan bakar yang tidak terbakar (HC) (Owen Keith 1985). Penambahan unsur oksigen dari bahan bakar DME menghasilkan AFR yang lebih baik dari AFR campuran LPG-udara. Gambar 6 menunjukkan kecenderungan penurunan emisi CO dan HC dan peningkatan emisi CO2 jika AFR mendekati yang dibutuhkan mesin. Selain parameter emisi diatas, pada pengujian ini juga diamati terhadap kestabilan operasi generator dilakukan secara kualitatif yaitu dengan mengamati kestabilan operasi mesin generator pada setiap beban. Dari hasil pengamatan kestabilan generator yang beroperasi dengan bahan bakar campuran LPG - DME dapat dikatakan bahwa untuk komposisi DME 10% sampai dengan 30%, generator dapat beroperasi dengan baik dan stabil pada semua beban (500 – 4500 Watt).
Gambar 4 Gra¿k hasil pengamatan gas CO2
Gambar 5 Gra¿k hasil pengamatan gas HC
IV. KESIMPULAN Bahan bakar LPG mix DME dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif mesin pembangkit listrik skala kecil untuk menggantikan bahan bakar LPG maun bahan bakar minyak sehingga konsumsi bahan bakar LPG akan semakin berkurang.
Gambar 6 Hubungan AFR dan Emisi
175
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 3, Desember 2014: 171 - 176
Emisi CO2 yang dihasilkan lebih tinggi untuk semua pembebanan dan semua komposisi DME dalam campuran LPG. Peningkatan rata-rata emisi CO2 pada semua beban masing masing 14%, 14%, dan 15 untuk komposisi DME 10%, 20%, dan 30%. Emisi beracun CO yang dihasilkan lebih rendah untuk semua pembebanan dan semua komposisi DME dalam campuran LPG. Penurunan rata-rata emisi CO pada semua beban masing masing 38%, 77%, dan 109% untuk komposisi DME 10%, 20%, dan 30%. Emisi beracun HC yang dihasilkan lebih rendah untuk semua pembebanan dan semua komposisi DME dalam campuran LPG. Penurunan rata-rata emisi HC pada semua beban masing masing 38,5%, 59,5%, dan 173% untuk komposisi DME 10%, 20%, dan 30%. Pada umumnya operasi mesin pembangkit listrik tetap stabil untuk semua pembebanan dan semua komposisi DME dalam campuran LPG.
Anonymous, 2006 , Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, ” Spesi¿kasi Bahan Bakar LPG". Gye Gyu Lim, 2008, DME Fuel in Korea, “Departement of Chemical Engineering”, Hoseo University, Korea https://en.wikipedia.org/wiki/Dimethyl_ether, 2009 Huang Zuohua, Chen Gen, Chen Chaoyang, et al. , 2008: Experimental Study on Premixed Combustion of Dimethyl ether–Hydrogen–Air Mixtures. Energy Fuels Lee Seokhwan, Oh Seungmook, Choi Young. 2009, Performance and Emission Characteristics of an SI engine Operated with DME Blended LPG fuel Anonymous, Peraturan Menteri ESDM No. 29 Tahun 2013, Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga DME sebagai Bahan Bakar. Ogawa T, N. Inoue, T Shidika, Y. Ohno, 2003 “Dimethyl Ether Synthesis”, DME Development Co, ltd, Shorokoku Shiranuka-ch, Hokaido, 088-0563 Japan.
KEPUSTAKAAN
Owen Keith, Coley Trevor, “Automatic Fuels Reference Book”, SAE Inc, Warrentale, 1985
Arismunandar, Wiranto, 2002 , Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Edisi Kelima, cetakan ke satu, ITB, Bandung. Bartok. W, Saro¿n Adel. F, ”Fossil Fuel Combustion”, 1991, A Wiley-interscience Publication, John Wiley & Son Inc., Canada.
Priyanto, U, 2011, Current Status of Dimethyl Ether (DME) as Fuel in Indonesia, 7th Asian DME Conference, Nigata, Japan Semelsberger TA, Borup RL, Greene HL, 2006. “Dimethyl ether (DME) as an alternative fuel”. Journal of Power Sources, 156, 497-511
176
INDEKS SUBYEK A
Interpretation 141, 142
Alir bahang 141, 142, 143, 148, 149
K
AFR 171, 175
Karakteristik gemuk lumas 151, 1554, 155,
B
157, 159
Batuan induk 141, 146
Ketebalan sedimen 141
C
L
Cadangan minyak tersisa 133, 135, 136, 139
Light weight cement 120, 132
Cekungan Memberamo 141, 142 Campuran LPG-DME 171, 172 CO2 dan HC 171, 173, 174, 175, 176
Laju pengurasan 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139 LiOH 151, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159
CO2 and HC Emission 171
LC50-96 Jam 161, 162, 163, 169
D
Lumpur berbasis air 161
Desain formulasi 119, 121, 123, 125, 126, 131
LC50-96 hours 161 Landsat TM 141, 142, 143, 148, 150
DME 171, 172, 173, 174, 175, 176
LPG-DME mixture 171
E
M
Extender 119, 120, 121, 122, 123, 125, 126, 127, 128, 129, 131
Milling 151, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159
Eastern Indonesia 141, 142, 149
Milling time 151
Emisi CO 171, 174, 175, 176
Memberamo basin 141, 142
F
O
Formulation design 120
Oil remaining reserves 133, 134
Faktor pengurasan 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139
P
H
Penaeus monodon 161, 162, 163, 166, 169, 170
HeatÀow 141, 142
R
G
Recovery factor 133, 134
Gaya berat 141, 142, 143, 147, 149
S
Gravity 141, 142, 147, 148 I
Semen ringan 119, 120, 121, 123, 125, 126, 129, 131
Interpretasi 141, 142, 143, 144, 146, 148
SRTM 141, 142, 143, 148, 150
1
Sediment Thickness 141, 142
Toxicity 161, 162, 170
Source rock 141, 142
W
T
Withdrawal rate 133, 134
The characteristic of grases 151 TCLP 161, 162, 163, 165, 168, 170
Waktu milling 151, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159
Toksisitas 161, 162, 163, 170
Water base mud 161
2
INDEKS PENULIS A Anggraeni, Septi, “Kajian Eksperimen Metode Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2”, 48(2): 103 - 110 Agustini, “Korelasi Penyebaran Emisi SO2 Industri Pengilangan Migas dengan Kualitas Lingkungan Udara di Sekitarnya”, 48(1): 23 - 32 C Crystiana, Indah, “Identi¿kasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topogra¿ (Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya”, 48(2): 89-102 D Desrina, R., “Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi”, 48 (2): 63-72 F Fibria, Milda, “Pengaruh Waktu Milling LiOH Terhadap Karakteristik Gemuk Lumas Bio untuk Aplikasi Temperatur Tinggi”, 48(3): 151 - 160 H Hutabarat, Paul, “Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petro¿sika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air”, 48(2): 73-88 Hartanto, Djoko M., lihat, Agustini, 48(1): 23 - 32 Hanuputri, Dhiti Adiya, lihat, Nirwawan, Rino, 48(1): 55 - 62 I Iskandar, P. Utomo, lihat, Sunarjanto, Djoko, 48(1): 1 - 12 J Junaedi, Taufan, lihat, Christyana, Indah, 48(2): 89 - 102 K Kartini, Rachmi, “Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi Bagi Pemboran di Formasi Serpih”, 48(2): 111 - 118 Kusnoputranto, Haryoto, lihat, Agustini, 48(1): 23 - 32 Kussuryani, Yanni, lihat, Nirwawan, Rino, 48(1): 55 - 62 M Miranti, N.L., “Analisis Water Base Mud dengan Aditif Barit dan KCl Berdasarkan Toksisitas: Pengujian TCLP dan LC50-96 Jam”, 48(3): 161 - 170 Moersidik, S.S., lihat, Miranti, N.L., 48(3): 161 - 170 Maymuchar, “Karakteristik Pembakaran Campuran LPG-DME pada Mesin Pembangkit Listrik Kapasitas 5 KVA”, 48(3): 171 - 176 1
N Nainggolan, Milton T.P., lihat, Sunarjanto, Djoko, 48(1): 1 - 12 Nofrizal, Yayun Andriani, lihat, Rosmayati, Lisna, 48(1): 33 - 42 Nirwawan, Rino, “Reduksi Gas CO2 oleh Mikro Scendesmus Sp. pada Foto Bioreaktor Tertutup dengan Variasi Konsentrasi Gas CO2”, 48(1): 55 - 62 P Purba, Humbang, lihat, Hutabarat, Paul, 48(2): 73 - 88 P, Nata, lihat, Rosmayati, Lisna, 48(1): 33 - 42 Priadi, C.R., lihat, Miranti, N.L., 48(3): 161 - 170 R Ridwan, lihat, Hutabarat, Paul, 48(2): 73 - 88 Romli, M., lihat, Anggraeni, Septi, 48(2): 103 - 110 Rosmayati, Lisna, “Optimalisasi Kinerja Pilot Plant Adsorber Merkuri untuk Gas Bumi”, 48(1): 33 42 S Saptono, Fakhriadi, lihat, Hutabarat, Paul, 48(2): 73 - 88 Susantoro, Tri Mudji, lihat, Crystiana, Indah, 48(2): 89 - 102 Sunarjanto, Djoko, “Sistem Informasi Geogra¿ untuk Optimasi Eksplorasi dan Pengembangan Wilayah Migas”, 48(1): 1 - 12 Suliantara, lihat, Sunarjanto, Djoko, 48(1): 1 - 12 Setyaningsih, Christina Ani, “Polleh Pra-Tersier Daerah Kepala Burung”, 48(1): 13 - 22 Saroyo, Budi, “Desain Formulasi Semen Ringan (Light Weight Cement) untuk Mitigasi Kerusakan Formasi Akibat Penyemenan pada Sumur GMB”, 48(3): 119 - 132 Sugiyantoro, Jatmianto Jayeng, “Analisis Laju Pengurasan Produksi Minyak Lapangan-Lapangan Sumatera Selatan”, 48(3): 133 - 140 Susantoro, Tri Muji, “Pemetaan Migas pada Cekungan Frontier Memberamo dengan Citra Satelit dan Didukung Data Subsurface Regional”, 48(3): 141 - 150 T Tobing, Edward ML, lihat, Anggraeni, Septi, 48(2): 103 - 110 T W Widarsono, Bambang, lihat, Hutabarat, Paul, 48(2) 73-88 Wahyudi, P., lihat, Miranti, N.L., 48(3): 161 - 170 Z Zul¿a, Anne, lihat, Fibria, Milda, 48(3): 151 - 160
2
UCAPAN TERIMA KASIH Kami sampaikan terima kasih kepada Dewan Redaksi, Redaksi, Mitra Bestari yang telah membantu Penyuntingan pada Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Volume 47 (nomor 1, 2 dan 3)
Dewan Redaksi : -
Redaksi
Mitra Bestari
Prof. (R). Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia)
-
Prof. (R). M. Udiharto (Biologi)
-
Prof. (R) Dr. E. Suhardono (Kimia Industri)
-
Dr. Ir. Bambang Widarsono, M.Sc. (Teknik Perminyakan)
-
Dr. Mudjito (Geologi Minyak)
-
Dr. Adiwar (Proses Separasi)
-
Dr. Oberlin Sidjabat (Kimia dan Katalis)
: -
Dr. Ir. Usman, M.Eng. (Teknik Perminyakan)
-
Ir. Sugeng Riyono, M.Phil. (Teknik Kimia)
-
Dr. Ir. Eko Budi Lelono (Ahli Palinologi)
-
Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan)
-
Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia)
: -
Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan)
-
Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi))
-
Prof. Dr. Wahjudi Wiratmoko Wisaksono (Energi dan Lingkungan)
-
Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan)
-
Ferry Imanuddin Sadikin, S.T., M.E. (Teknik Elektro)
3
PERATURAN DAN PEDOMAN PENULISAN LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK DAN GAS BUMI Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah resmi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Penulisan dalam bahasa Inggris diterima dari para penyelidik/peneliti di institusi-institusi seluruh Indonesia dan luar negeri. PERATURAN KONDISI PENERIMAAN Penulisan yang diterima oleh Lembaran Pulbikasi Minyak dan Gas Bumi dengan pemahaman bahwa: 1.
Semua penulis telah menyetujui pengajuan
2.
Hasil-hasil atau ide-ide yang terdapat dalam penulisan adalah yang asli
3.
Penulisan belum pernah dipublikasikan sebelumnya
4.
Penulisan tidak sedang dalam proses publikasi di tempat lain dan tidak akan diajukan ditempat lain, kecuali setelah ditolak oleh Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi atau diambil kembali dengan pemberitahuan tertulis kepada editor Lembar Publikasi Minyak dan Gas Bumi
5.
Jika diterima untuk dicetak dan dipublikasikan, artikel, atau sebagian darinya, tidak akan dipublikasikan ditempat lain kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari editor Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi
6.
Reproduksi dan penggunaan artikel pada Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diperbolehkan jika sesuai dengan ketentuan hukum hak cipta di Indonesia, asalkan tujuan penggunaannya untuk tujuan pendidikan nirlaba. Semua penggunaan mewajibkan persetujuan dan biaya mana yang sesuai.
PENGEMBALIAN BAHAN Tulisan yang ditolak: Ketika telah diputuskan untuk tidak mempublikasikan sebuah tulisan, naskah dan ilustrasi asli dikembalikan kepada penulis dengan kopian review dan halaman depan surat. Tulisan dikembalikan untuk perbaikan: Bahan diperlukan untuk referensi atau untuk diperbaiki dikembalikan kepada penulis pada saat perbaikan dibutuhkan. Jika perbaikan tidak dikembalikan dalam waktu 1 bulan atau jika tidak membuat janji dengan editor, maka naskah dinyatakan telah ditarik. FORMULIR PUBLIKASI Artikel: Jurnal mempublikasikan artikel laporan penelitian yang asli, di bidang teknologi minyak dan gas bumi. Artikel Review: Hanya review ilmiah yang dipublikasikan. Review yang tidak berbobot sebaiknya tidak perlu dimasukan, tapi topik dapat diusulkan oleh editor atau anggota dewan editor. Komentar yang mengkritik: Komentar yang mengkritik adalah untuk memperbaiki kesalahan fakta yang dipublikasikan, menyediakan alternatif pengartian dari data yang terpublikasikan, atau memberikan teori baru berdasarkan pada informasi yang terpublikasikan. PENYERAHAN HARD COPY Seluruh naskah harus disiapkan dan dimasukan sesuai dengan pedoman pada seksi ini dan bagian berikutnya sesuai untuk kategori laporan. Laporan: Naskah diketik pada satu sisi yang berkualitas saja, kertas putih, ukuran A4. Pengetikan: Semua bagian dari naskah asli diketik satu setengah spasi. Diketik dengan ukuran 12 (Times New Roman). Pengurangan ukuran, walau hanya dalam tabel, tidak diperbolehkan. Spasi dan pemberian tanda yang proposional tidak perlu digunakan, i,e., jangan menyesuaikan marjin tangan kanan. Tidak boleh meninggalkan spasi antara paragraf dalam tulisan. Hanya satu huruf yang boleh digunakan. Penyerahan: Untuk sebuah naskah baru, masukan yang asli dan 3 kopi disiapkan sesuai dengan Peraturan dan Pedoman yang terkandung di dalamnya. Ketika naskah sudah diterima oleh editor untuk dipublikasikan, instruksi khusus untuk persiapan perbaikan akan diberikan. Ini akan menjadi tanggung jawab penulis untuk memberikan kopian dari naskah untuk referensi dan untuk melindungi dari kehilangan. Naskah sebaiknya dialamatkan kepada: Ketua Editor Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi. ARTIKEL Naskah akan diatur dalam format dan ketentuan sebagai berikut, dengan semua halaman, pembukaan dengan apa yang digunakan untuk judul utama. Judul Utama: Menyebutkan nama penulis (gunakan et al., untuk lebih dari dua) dan gelar yang dipersingkat. Seluruh lembar judul utama tidak melebihi 60 karakter dan spasi.
1
Judul: Segera setelah running head berikan judul artikel, nama penulis dan alamat dari penulis pertama. Termasuk alamat email, dengan tulisan miring, hanya penulis yang menjawab. Judul dan nama penulis diketik dalam tulisan tebal, dengan ukuran hurus yang sama seperti naskah. Semua informasi lain diketik dengan Times New Roman. Judul sebaiknya singkat dan diskriptif. Abstrak: Mengikuti langsung setelah alamat penulis dengan tidak ada penambahan spasi antara keduanya. Anda sebaiknya menyediakan abstrak dari tulisan yang tidak melebihi 200 kata. Abstrak berisikan fakta (memberikan indikasi) dan memberikan outline kepada tujuan, mengunakan metode, penutupan dan studi yang signi¿kan. Abstrak berjudul Abstrak, dan diketik dalam tulisan besar semua dan tebal, diakhiri dengan sebuah tanda ktip diketik tebal. Teks ditulis setelah tanda kutip, tidak bagi-bagi, dan tidak mengandung kutipan literatur. Pengenalan: Pengenalan harus mengikuti abstrak dan tidak berjudul. Pengenalan akan menentukan koteks dari penulisan dengan mengungkapkan bidang umum dari kepentingan, memberikan penemuan dari yang lain yang akan ditantang atau dikembangkan, dan memspesi¿kasikan spesi¿k pertanyaan yang diberikan. Akun pekerjaan yang sebelumnyaakan dibatasi minimal pada informasi penting untuk memberikan sebuah pandangan yang sesuai. Pengenalan tidak diperbolehkan pada sesi ini atau seluruh penulisan untuk dibagi dan memberikan spasi lebih antara dua paragraf. Bahan dan Metode: Pada seksi ini memberikan informasi yang cukup untuk memperbolehkan melakukan pengulangan studi oleh orang lain. Penggunaan metode dan aparatur seharusnya mengindikasikan, tetapi nama merek khusus dan model perlu disebutkan jika signi¿kan. Sumber, e.g., kota dan negara, keduanya dieja secara penuh, dari peralatan atau kimia tertentu semestinya tertulis. Judul utama dari seksi ini semestinya diketik dalam huruh cetak tebal dan dimulai pada marjin sebelah kiri halaman. Judul tidak dinomor dan berakhir tanpa tanda baca. Judul pada barisan kedua diketik tebal pada barisan terpisah dimulai pada marjin kiri. Huruf inisial dari kata pertama hanya huruf besar kecuali huruf besar diperlukan untuk kata benda yang tepat. Judul-judul ini tidak diberi nomor dan berakhir dengan tanpa tanda baca. Judul pada barisan ketiga diidentikan untuk sebuah paragraph, berhuruf miring, dan berakhir dengan sebuah tanda kutip juga dimiringkan. Huruf inisial kata pertama hanya ditulis dengan huruf cetak, kecuali untuk kata benda yang sesuai. Penulisan dibuat mengikuti judulnya. Selanjutnya, subdivisi tidak dibutuhkan. Jika seksi bahan dan metoda dibuat pendek, sebaiknya tidak dibuat subdivisi, tidak perlu disubdivisikan; tidak diperlukan untuk memberikan judul, melebihi judul utama, untuk sebuah seri pada subseksi yang terdiri dari satu paragraf. Hasil: Bagian ini harus berisikan ringkasan informasi baru. Tabel dan gambar digunakan dengan sebaik-baiknya, tetapi informasi yang tersedia di dalamnya sebaiknya tidak mengulang yang terdapat pada teks. Menghindari perincian metode dan pengartian hasil pada bagian ini. Bagian hasil boleh dibagi dan diberi judul seperti bagian bahan dan metode. Diskusi: Sebuah pengartian dan penjelasan hubungan dari hasil hingga ilmu yang telah ada harus ditampilkan dalam bagian diskusi. Penekanan harus ditempatkan pada penemuan baru yang penting, dan hipotesa baru harus teridenti¿kasikan secara jelas. Judul utama dan subdivisi, jika dibutuhkan, pada bagian ini seperti yang telah dideskribsikan untuk bagian bahan dan metode. Penutupan: Harus didukung dengan fakta dan data. Penutupan menyajikan penjelasan singkat tentang topik artikel, tujuan dan objek. Harus disajikan pada bagian ini. Pengakuan: Harus singkat. Etika-etika membutuhkan kolega-kolega dikonsultasikan sebelum diakui bantuannya dalam studi tersebut. Judul dari bagian ini adalah sebagai judul utama yang didiskribsikan untuk bagian bahan dan metode. Subdivisi tidak digunakan pada bagian ini. Tabel: Tabel hanya digunakan untuk menyajikan data yang tidak dapat disampaikan melalui teks. Nilai dari pengujian statistik tidak dipublikasikan seperti tabel, pengujian yang dilakukan dan kemungkinan yang didapat untuk sebuah hubungan dapat diutarakan dalam bagian bahan dan metode dengan perbedaan yang signi¿kan diindikasikan dalam tabel dengan catatan di bawah atau dalam tulisan dengan sebuah pernyataan. Tabel harus dirancang untuk muat dalam 1 atau 2 kolom. Jarang sekali tabel dirancang untuk disesuaikan dengan tinggi halaman yang dicetak. Pada umumnya, jika lebar tidak sesuai dengan tinggi halaman, maka tabel terlalu lebar. Tabel dapat dilanjutkan pada halaman berikut dengan mengakomodasikan panjang, tetapi halaman-halaman tersebut tidak dapat diketik secara bersama-sama, pengurangan ukuran, satu spasi melebihi ukuran atau dimodi¿kasi untuk memuat lebih banyak tulisan. Tabel berupa nomor dengan angka roman dalam seri yang berkelanjutan dan sehingga direferensikan, dalam urutan, dalam tulisan. Keterangan diketik diatas data pada halaman yang sama. Semua kolom dalam satu table harus punya judul, dengan huruf pertama dari kata pertama dan kata benda yang tepat dikapitalisasi, e.g., Contoh angka, % didapat. Garis horizontal sebaiknya dihindarkan dalam badan tabel; garis vertikal tidak diperbolehkan. Jika simbol dibutuhkan, tabel harus disiapkan seperti membuat garis dan diperlakukan sebagai gambar. Penggunaan huruf dan angka seperti yang ditulis diatas dan yang ditulis di bawah tidak diperbolehkan. Perancangan tabel harus digunakan dalam urutan wajib menarik. Gambar: Semua gambar tampil dengan teratur, menarik, secara langsung setelah tulisan. Jangan menempatkan keterangan
2
gambar pada halaman yang sama dengan gambar. Setiap gambar atau piringan gambar harus punya keterangan. Keterangan ditulis dalam paragrap, awali dengan kata “FIGURE”. Keterangan diketik dalam huruf roman. Untuk lembarannya, sebuah ringkasan pernyataan akan pra-menyerahkan penjelasan pesi¿kasi dari setiap angka. Hindari pengulangan informasi pada setiap gambar yang terpasang di pernyataan ringkasan. Nama-nama spesies dieja lengkap setiap digunakan pada keterangan. Keterangan harus berisikan penjelasan dari sebemua singkatan yang digunakan dalam gambar dan mengindikasikan nilai garis dan baru untuk menunjukan ukuran (paling tidak nilai yang ditunjukan secara langsung pada gambar). Ukuran sebaiknya tidak diindikasikan dengan pembesaran keterangan karena gambar mungkin tidak tercetak dengan ukuran yang perhitungkan. Gambar diberi nomor urut dalam urutan yang disebutkan dalam teks. Referensi yang tidak dikurung untuk angka dalam teks tidak disingkat, i.e., Gambar 1: Gambar 1, 2; Gambar 1-3; referensi untuk gambar dalam kurung pada teks boleh disingkat, i.e., Fig. 1, Figs, 1,2; Fig, 1-3. Semua symbol yang digunakan pada gambar harus dide¿nisikan jika memungkinkan dengan kunci dalam badan gambar. Gaya, termasuk bentuk singkatan, harus digunakan dalam jurnal. Gambar dapat digunakan sediri atau dalam grup in lembaran. Pada kasus lain, aslinya harus dipasang dalam lembaran ilustrasi dengan marjin paling kecil 25 mm pada semua sisi. Foto dan gambar tidak boleh dikombinasi pada satu lembar. Jika dibutuhkan kombinasi, tambahan pengeluaran ditagihkan kepada penulis. Semua gambar diidenti¿kasikan pada belakang nama penulis dan gambar nomor dengan bagian atas diindikasikan. Gambar-gambar satuan tidak diberi nomor di depan, tapi setian gambar pada sebuah lembaraan harus memasukan nomor dan huruf, digunakan pada gambar, jika memungkinkan, tanpa tambahan latar belakang. Gambar diatur untuk membentuk lembaran menyatu tanpa spasi atau tengah-tengah diantaranya. Literatur dikutip: Semua literatur yang digunakan sebagai referensi harus dikutip di dalam teks, dan sebaliknya semua literature yang dikutip di dalam teks harus tertulis sebagai referensi. Referensi seharusnya terdapat paling sedikit 10 sumber yang berhubungan dengan topik dengan mengikuti beberapa persyaratan seperti: - 80% dari referensi harus sudah terpublikasikan dalam 10 tahun terakhir - 80% dari referensi harus termasuk dalam kategori sumber utama (i.e. jurnal, terbitan berkelanjutan, thesis, disertasi) - publikasi berganda untuk penulis yang sama a. Penulis yang sama; beda tahun konvensi normal (penulis, tahun, judul, dll) b. Penulis yang sama; tahun yang sama lebih dari satu referensi oleh seorang penulis di tahun yang sama: hal ini dibedakan dengan menggunakan abjad yang dikecilkan setelah tahun publikasi (eg. 1988a, 1988b, 1988c, dll). Akhiran sama digunakan untuk mengetahui referensi tersebut untuk kutipan di dalam teks. - Daftar referensi disusun berdasarkan huruf dengan menggunakan penulis utama a. penulis berganda. Gunakan urutan nama-nama keluarga sesuai dengan yang dipublikasikan. Penulis utama, i.e., kontributor utama, di urutan pertama setelah penerbit. b. Penulis yang sama: Tahun yang beda: susun referensi penulis sesuai dengan kronologi, dimulai dengan tanggal terdahulu. Tahun yang sama: gunakan akhiran abjad (e.g. 1983a, 1983b) Contoh 1. Buku
Tipe Buku
Pengutipan di Teks Pada akhir kalimat: (Holt 2010)
Penulisan Referensi Holt, D.H., 1997, Prinsip dan Praktek Manajemen, Prentice-Hall, Sydney.
Penulis tunggal Pada awal kalimat: Holt (2010) seperti itu Dua penulis
(Laudon & Laudon 2003)
Laudon, K.C. & Laudon, J.P., 2003, Esensial dari Sistem Informasi : Mengatur Prusahaan Digital, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.
Tiga penulis
Dalam Teks: awalnya (Coveney, Ganster & King 2003)
Coveney, M., Ganster, S. & King, D., 2003, Kekurangan Strategy: Teknologi Leveraging untuk Strategi Kemenanggan , Wiley, Hoboken, New Jersey.
Dalam teks: kemudian (Coveney et al. 2003) Bond, W.R., Smith, J.T., Brown, K.L. & George, M., 2011, Manajemen Perusahaan Kecil, McGraw-Hill, Sydney.
Lebih dari tiga Penulis
(Bond et al. 2011)
Penulis korporasi
Dalam teks: Awalnya (Department of Foreign Affairs Departemen Luar Negeri dan, 2002, Connecting with Asia's Tech Future: and Trade 2002) Kesempatan Ekspor ICT , Unit Analisa Ekonomi, Pemerintah Persemakmuran, Canberra. Dalam teks: Kemudian (DFAT 2002)
3
2. Jurnal, Pemeriksaan Perkara, Tesis, dan Disertasi: mengutip jurnal, pemeriksanaan perkara, tesis, disertasi di dalam teks harus ditulis dengan cara yang sama seperti mengutip sebuah buku Tipe Sumber
Pengutipan dalam Teks
Artikel Jurnal: Jurnal yang dicetak
Pada tengah atau di akhir kalimat: (Conley & Galeson 1998)
Penulisan Referensi Conley, T.G. & Galeson, D.W., 1998, 'Kelahiran dan Kemakmuran di Pertengahan Abad 19', Jurnal Sejarah Ekonomi, vol. 58, no. 2, pp. 468-493.
Pada Awal kalimat: Conley & Galeson (1998) menyatakan bahwa…
Artikel jurnal: Database Elektronik
(Liveris 2011)
Liveris, A., 2011, 'Etika sebagai Strategi', Kepemimpinan Sempurna, vol. 28, no. 2, pp.17-18. Terdapat pada: Proquest [23 Juni 2011].
Lanjutan Konverensi: Cetak
(Eidenberger, Breiteneder & Hitz 2002)
Eidenberger, H., Breiteneder, C. & Hitz, M., 2002, 'Kerangka Kerja untuk Informasi Visual Pengambilan', in S-K. Chang, Z. Chen & S-Y.Lee (eds.), Kemajuan Terkini pada Sistem Informasi Visual: Konferensi Internasional ke-5, VISUAL 2002 Kelanjutan, Hsin Chu, Taiwan, 11-13 Maret 2002, pp. 105-116.
Konferensi melanjutkan: Electronik
(Fan, Gordon & Pathak 2000)
Fan, W, Gordon, MD & Pathak, R 2000, 'Personalisasi Pelayanan Alat Pencarian untuk Pengambilan and Manajemen Pengetahuan yang Efektif ', Kelanjutan Konferensi Internasional yg ke-21 tentang Sistem Informasi , pp. 20-34. Available from: ACM Portal: ACM Perputakaan Digital. [24 June 2004].
Koferensi melanjutkan: Tidak Diterbitkan
(Brown & Caste 2009)
Brown, S & Caste, V 2009, 'Kerangka Kerja Pendeteksi Hambatan yang Terintegrasi '. Karya tulis pada IEEE Simposium Kendaraan , IEEE, Detroit MI.
Tesis atau Disertasi: Tidak diterbitkan
(Hos 2005)
Hos, J.P., 2005, Nanomaterials Sintetis secara Mecanokimia untuk Tingkat Tengah Temperatur Bahan Bakar. Ph.D. disertasi, Universitas Australia Bagian Barat.
Tesis atau Disertasi: Diterbitkan
(May 2007)
May, B., 2007, Survei Velositas Radial pada Awan Debu. Bristol UK, Penerbit Canopu.
Tesis atau Disertasi: Diambil dari Database
(Baril 2006)
Baril, M., 2006, Distribusi Model Konseptual untuk Aliran Proses Salinity Generasi: Pendekatan Sistematik Data . WU2006.0058. terdapat di: Program Tesis Digital. [12 Augustus 2008].
3. World Wide Web (Website Internet) Tipe Sumber
Pengutipan di Dalam Teks
Penulisan Referensi
Dokumen di WWW (penuliis/sponsor diberikan tapi tidak tertanggal)
Menurut Greenpeace (n.d), modifikasi makanan secara genetikal adalah ….
Terindikasikan, Penulis personal
Greenpeace (n.d.:1) merekomendasikan bahwa lebih sedikit secara genetikal .. (Arch & Letourneau 2002)
E-book
(Eck 2002)
Greenpeace n.d., The Future Is GE Free , dilihat 28 September 2005, dari http://www.greenpeace.org.au/ge/farming/canola.html . Catatan: Judul pada website digunakan seperti judul buku. Ditulis dengan huruf italik Arch, A. & Letourneau, C., 2002, ‘Tambahan Manfaat dari Design Website yang Mudah diakses ', dalam W3C Web Accessibility Initiative , di lihat pada 26 Februari 2004, dari http://www.w3.org/WAI/bcase/benefits.html . Eck, D.J., 2002, Pengenalan pada Pengprograman Menggunakan Java, edisi ke-3, OOPWeb.com, dilihat pada 26 Februari 2004, dari http://www.oopweb.com/Java/Documents/IntroToProgrammingUsingJava/VolumeFr ames.html .
E-jurnal
(Mueller , Heckathorn & Fernando 2003)
Peta: Online
(maps.com 1999)
Mueller, J.K., Heckathorn, S.A. & Fernando, D., 2003, 'Identifikasi Kloroplas Dehidrin pada Daun tanaman Dewasa’ , Jurnal Internasional Ilmu Tumbuh-Tumbuhan vol. 164, no. 4, pp. 535-542, dilihat pada 10 September 2003, dari http://www.journals.uchicago.edu/IJPS/journal/no.s/v164n4/164053/164053.html . maps.com, 1999, Bhutan , dilihat pada 11 September 2003, dari http://www.maps.com/cgibin/search/hyperseek.cgi?search=CAT&Category=Asia%3ABhutanP&Qualifier =
4. Sumber Lain Tipe Sumber
Pengutipan di Dalam Teks
Peta: Cetak
(Viking O'Neil 1991:32-33)
Publikasi Pemerintah
(Department of Education, Science & Training 2000)
Penulisan Referensi Viking O'Neil, 1991, Atlas Jalan-Jalan Australia , Edisi ke-10., Penguin Books Australia, Melbourne, pp. 32-33. Departemen Pendidikan, Science & Training, 2000, Annual Report 1999-2000 , AGPS, Canberra. Departemen Imigrasi dan Urusan Multikultural 2001, Immigration: Federation to Century's End 1901-2000 , Bab Statistik, Cabang Bisnis, Departemen Imigrasi dan Urusan Multikultural, Canberra.
Regulasi Pemerintah dan Legislasi
(Keputusan Presiden Republik Indonesia No 55 Tahun 2012)
Keputusan Presiden No 55 Tahun 2012 tentang Tambahan Strategi Nasional pada Pencegahan dan Pemberantasn Korupsi 2012-2014 dan 2012-2025 Regulasi Presiden Republik Indonesia No 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Bisnis Dekat dengan Investasi dan Bisnis Lahan Terbuka, dengan Persyaratan untuk Berinvestasi
Standarisasi
Menurut Standarisasi Australia (1997), …
Paten
Tan and Arnold (1993) memformalisasikan dan menjaga ide-ide mereka… Atau Tan and Arnold (1993, n.p.) melindung ide-ide mereka dengan ‘…’
4
Assosiasi Standarisasi Australia, 1997, Standar: Australia tentang Peralatan Tekanan-Manufaktur , (AS4458-1997), Standard Australia, Sydney Utara. Tan, I.S. & Arnold, F.F., (Angkatan Udara USA) 1993, Komposisi Molekul di Tempat Semula Berdasarkan Rigid-rod Polyamides , paten USA 5 247 057.