21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Kabupaten Bima 1.
Geografi dan Iklim Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB). Terletak pada 118o44” – 119o22” Bujur Timur dan 08o08” – 08o57” Lintang Selatan. Kabupaten Bima berada pada bagian paling timur pulau Sumbawa, diapit oleh Kabupaten Dompu disebelah Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah Timur, dan Laut Flores di sebelah Utara serta Samudera Hindia di sebelah Selatan. Gambar peta wilayah dan batas wilayah Kabupaten Bima dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima
Gambar 5. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Bima.
22
Kabupaten Bima terdiri dari 177 desa. Sebanyak 35 desa merupakan desa pesisir, yaitu desa yang berada di pinggir laut. Sementara 142 desa lainnya berada di wilayah lembah atau pegunungan. Luas wilayah Kabupaten Bima adalah 4.374,65 km2 yang terdiri dari 7,22 persen lahan sawah dan 92,78 persen bukan lahan sawah, yang dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 1.
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima
Gambar 6. Peta Tutupan lahan Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2009
23
Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Bima Menurut Kecamatan Tahun 2008 – 2009
Jenis Tanah No.
Kecamatan
Lahan Sawah 2008
2009
Lahan Bukan sawah 2008
2009
Jumlah 2008
2009
(1)
(2)
1
Monta
2.915
2.975
20.026
19.966
22.941
22.941
2
Parado
8.67
8.75
21.292
21.284
22.159
22.159
3
Bolo
1.993
1.993
8.148
8.148
10.141
10.141
4
Mada Pangga
3.764
3.764
15.145
15.145
18.909
18.909
5
Woha
2.642
2.642
4.883
4.883
7.525
7.525
6
Belo
1.437
1.447
5.369
5.359
6.806
6.806
7
Palibelo
1.903
1.903
6.521
6.521
8.424
8.424
8
Langgudu
2.021
2.059
26.377
26.339
28.398
28.398
9
Wawo
1.776
1.775
11.841
11.842
13.617
13.617
10
Lambitu
4.60
4.60
8.370
8.370
8.830
8.830
11
Sape
1.894
1.894
22.559
22.559
24.453
24.453
12
Lambu
1.958
1.958
35.454
35.454
37.412
37.412
13
Wera
1.346
1.706
37.854
37.494
39.200
39.200
14
Ambalawi
5.55
5.55
24.995
24.995
2.5550
25.550
15
Donggo
2.980
2.980
21.108
21.108
24.088
24.088
16
Soromandi
5.70
9.39
15.942
15.573
16.512
16.512
17
Sanggar
1.227
1.231
70.773
70.769
72.000
72.000
18
Tambora
4.35
4.40
50.065
50.060
50.500
50.500
Jumlah
30.743
31.596
406.722
405.869
437.465
437.465
(3)
Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010
(4)
(5)
24
Keadaan iklim Kabupaten Bima pada Bulan April - Juli di tahun 2011 secara rata-rata di tampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data klimatologi Kabupaten Bima Bulan April – Juli Tahun 2011
NO.
1
2
3
4
BULAN
TEMPERATUR oC (Rata”)
CURAH
PEN -
HUJAN
YINA -
DITA -
RAN
KAR
MATA
(mm/hh)
HARI %
TEKANAN UDARA (Rata”)
KELEMBAPAN RELATIF % (Rata”)
KECE PATAN ANGIN (Rata”) (Km/
ANGIN (Rata”)
jam)
Jam
08.00 –
08.00
16.00
26,9
235,8/21
49
1009,1
72
12,96
180
31,4
27,0
34,9/9
81
1009,9
63
12,96
180
21,3
30,2
25,5
-
92
1011,0
56
16,67
180
21,7
31,00
26,1
0,5/3
72
1011,2
56
16,67
180
07,00
13,00
18,00
APRIL
24,6
30,2
MEI
23,7
JUNI
JULI
13,00
Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima
Tabel 2 menggambarkan curah hujan di bulan April sampai dengan Juli tahun 2011 terlihat adanya penurunan secara rata-rata dari 235,8 mm per bulan menjadi 0,5 mm per bulan dengan hari hujan dari 21 hari per bulan turun menjadi 3 hari per bulan .Sedangkan suhu udara sampai dengan bulan juli rata – rata 25,1 yang berkisar antara 20,7 o C hingga 31,7 o C. Prakiraan curah hujan di Kabupaten Bima pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober di tahun 2011 masih sangat rendah atau sama dengan pada bulan Juni dan Juli 2011,di bandingkan pada tahun 2010 yang curah hujannya diatas batas atas normal menurut data normal curah hujan bulanan yang dikeluarkan oleh Stasiun Meteorologi M. Salahuddin Bima dapat dilihat pada Lampiran 1.
ARAH
25
Data curah hujan bulanan tahun 2010 terlihat pada Tabel 3 serta batasan normal yang menunjukan curah hujan bulanan tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 terlihat pada Gambar 7.
Tabel 3. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2010 Kabupaten Bima Bulan Tahun
2010
JAN
FEB
MAR
APR
MAY
JUN
JUL
AUG
SEPT
OCT
NOV
DES
245.9
105.7
103.4
28
130
2.8
69,9
11
136,1
96,4
293,6
228,7
DATA NORMAL CURAH HUJAN BULANAN TAHUN 2001 S/D 2010 CURAH HUJAN (mm)
250 200
Rata2 Curah Hujan Bulanan Thn 2001 s/d 2010
150
Batas Bawah Normal
100 Batas Atas Normal
50 DES
NOV
OCT
SEP
AUG
JUL
JUN
MAY
APR
MAR
FEB
JAN
0
Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima
Gambar 7. Curah Hujan Bulan Tahun 2001 S/D 2010
26
Tabel 3 menunjukan terjadinya curah hujan di wilayah Kabupaten Bima sejak awal Juli 2010 hingga akhir Desember 2010 di atas batas normal berdasarkan data normal curah hujan bulanan tahun 2001 s/d 2010 yang terjadi di Indonesia, terlihat pada Gambar 7. Batas atas normal curah hujan di Indonesia bulan Juli 10 mm per hari, bulan Agustus 5 mm per hari, bulan september 20 mm per hari, bulan Oktober 15 mm per hari, bulan November 90 mm per hari dan bulan Desember 165 mm per hari. Curah hujan di Kabupaten Bima bulan Juli yaitu 69,9 mm per hari, bulan Agustus 11 mm per hari, bulan September 136,1 mm per hari, bulan Oktober 96,4 mm per hari, bulan November 293,6 mm per hari dan bulan Desember 228,7 mm per hari.
Ini berarti bila dibandingkan dengan data normal curah hujan di
Indonesia maka hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Bima di bulan Juli sampai dengan bulan Desember curah hujannya di atas batas normal atau mengalami curah hujan dengan frekuensi yang tinggi.
2.
Perhubungan dan Perbankan Sektor transportasi berperan penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi
melalui kegiatan pengangkutan orang dan barang. Produktivitas sektor ini sangat tergantung pada infrastruktur jalan, pelabuhan dan kapasitas bandara. Panjang jalan negara di Kabupaten Bima tahun 2009 adalah 78,70 km, jalan propinsi 412,73 km, dan jalan kabupaten 827,70 km. Kondisi jalan di Kabupaten Bima masih sangat memprihatinkan. Hanya 57 persen yang berkondisi baik dan rusak ringan, sedangkan sisanya rusak serta tidak terinci. Berdasarkan jenis permukaan, hanya 44,63 persen jalan beraspal, sedangkan sisanya adalah jalan krikil dan tanah. Selain sarana transportasi darat, di Kabupaten Bima juga terdapat sarana transportasi udara, yaitu Bandara Sultan Muhammad Salahuddin yang berada di Kecamatan Palibelo. Pesawat yang mendarat di Bandara ini melayani rute penerbangan Denpasar, Mataram serta Labuhan Bajo.
27
Peran perbankan dalam mendorong peningkatan pembangunan sangatlah penting. Perbankan dituntut untuk mampu menyediakan modal usaha bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perbankan juga memiliki peran yang sangat penting dalam kontrol laju inflasi melalui berbagai program penghimpunan dana masyarakat. Jumlah Bank di Kabupaten Bima, baik itu bank umum maupun bank BPR pada tahun 2009 terdapat 4 buah Bank Cabang Pembantu, 5 Bank Unit, 3 Kantor Kas dan 14 BPR(BPS Kabupaten Bima 2010). Disamping mengumpulkan dana yang ada di masyarakat dalam bentuk simpanan, perbankan juga dituntut untuk dapat menyalurkan dana tersebut kembali
kepada
masyarakat
melalui
skema
kredit.
Masyarakat
dapat
menggunakan dana tersebut untuk berbagai keperluan, seperti untuk modal kerja, investasi maupun untuk konsumsi. Setiap tahunnya, total pinjaman yang disalurkan oleh Bank Umum maupun BPR terus mengalami peningkatan. Besarnya pinjaman yang disalurkan ini pada tahun 2009 mencapai Rp. 1.214 Milyar, jauh meningkat dibandingkan tahun 2007 yang besarnya Rp. 783,7 Milyar. (BPS Kabupaten Bima 2010).
3.
Pengeluaran Penduduk dan Pendapatan Regional Pengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita Kabupaten Bima adalah
yang terendah, jika dibandingkan dengan kabupaten – kabupaten lain yang ada di Provinsi NTB. Meskipun demikian, perkembangan pengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita Kabupaten Bima cenderung meningkat dari tahun 2005 hingga tahun 2009. Secara teori, meningkatnya peningkatan pengeluaran rumah tangga disebabkan oleh meningkatnya pendapatan dalam rumah tangga tersebut. Selain oleh faktor pendapatan, keadaan ini juga disebabkan oleh faktorfaktor lainnya seperti tingkat harga barang- barang dipasar umum, jumlah barangbarang konsumsi tahan lama, tingkat bunga bank, perkiraan tentang masa depan, dan kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.
28
Pengeluaran per kapita penduduk Kabupaten Bima tahun 2009 Rp. 342.855,- , meningkat 12,21 persen dibandingkan tahun 2008 Rp. 305.536,-, pengeluaran terbesar penduduk Kabupaten Bima tahun 2009 adalah untuk konsumsi makanan yaitu 65,76 persen, sedangkan untuk konsumsi non makanan 34,24 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi yang mencerminkan produktivitas perekonomian suatu daerah. PDRB mencerminkan pendapatan dari faktor – faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan). Sebagai salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat secara makro. PDRB per kapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun. Tingginya PDRB per kapita mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang lebih baik, dan sebaliknya PDRB per kapita yang rendah mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang kurang berkembang. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Bima dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2009, pendapatan perkapita penduduk mencapai Rp. 3.373.653, meningkat 5,38 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang besarnya Rp. 3.201.262(BPS Kabupaten Bima 2010).
4.
Penduduk dan Ketenagakerjaan Penduduk merupakan obyek sekaligus subyek pembangunan. Jumlah
penduduk Kabupaten Bima pada tahun 2009 adalah 420.207 jiwa, yang dapat dilihat pada Tabel 4.
29
Tabel 4. Jumlah Penduduk Kabupaten Bima Menurut Kecamatan Tahun 2009 Penduduk No.
Kecamatan
(2)
(1)
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
(3)
(4)
(5)
1
Monta
16.036
17.194
33.230
2
Parado
4.274
4.587
8.861
3
Bolo
20.892
21.008
41.900
4
Mada Pangga
13.707
14.273
27.980
5
Woha
20.125
20.383
40.508
6
Belo
9.510
10.007
19.517
7
Palibelo
11.787
12.142
23.929
8
Langgudu
14.948
15.107
30.055
9
Wawo
8.594
9.259
17.853
10
Lambitu
1.580
1.607
3.187
11
Sape
25.143
25.206
50.349
12
Lambu
15.783
15.975
31.758
13
Wera
13.558
14.267
27.825
14
Ambalawi
8.998
8.949
17.947
15
Donggo
8.124
8.462
16.586
16
Soromandi
6.533
6.727
13.260
17
Sanggar
5.800
5.832
11.632
18
Tambora
1.958
1.872
3.830
207.350
212.857
420.207
Jumlah
Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010
Persebaran penduduk disetiap kecamatan tidak merata. Kecamatan Sape memiliki jumlah penduduk paling banyak sekitar 11,98 persen dari total jumlah penduduk Kabupaten Bima.
30
Kecamatan berikutnya yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Bolo dan Woha, masing-masing 9,97 persen dan 9,64 persen. Sementara itu, Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Lambitu yang diikuti oleh Kecamatan Tambora
dimana masing-
masing kurang dari 1 persen. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah indikator yang menggambarkan bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bima tahun 2009 adalah 59,12 persen dari total seluruh penduduk usia kerja. Dari jumlah tersebut 95,42 persen bekerja dan sisanya 4,58 persen adalah pengangguran. Jumlah angkatan kerja yang bekerja pada tahun 2009 adalah 181.327 jiwa.Proporsi tenaga kerja terbesar berada di sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan yaitu sebesar 67,30 persen dari total seluruh penduduk yang bekerja, sedangkan yang terkecil berada di sektor Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan yaitu sebesar 0,11 persen. Dibandingkan tahun 2008, sektor yang mengalami pertumbuhan tenaga kerja terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum yang naik 110,71 persen, sektor pertambangan dan penggalian 51,55 persen, dan sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 8,45 persen. Proporsi ketenagakerjaan di Kabupaten Bima di tahun 2009 secara rinci dapat dilihat pada Gambar 8.
31
0,11 3,34
7,18
10,47 1,51 0,20 6,84 1,27 1,8
67,30
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan Penggaraman Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
Gambar 8. Grafik persentase penduduk yang bekerja menurut sektor,2009 Sumber : BPS Kabupaten Bima dan DKP Kabupaten Bima 2010
5.
Industri Pengolahan Proses Industrialisasi merupakan kelanjutan dari tahapan pembangunan
ekonomi setelah sektor pertanian berkembang. Sektor industri memegang peranan penting sebagai sektor produktif dalam memaksimumkan pembangunan. Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 519 industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) di wilayah Kabupaten Bima. Jumlah ini terdiri dari 39,11 persen industri formal (memiliki ijin usaha) dan 60,89 persen industri non formal (belum memiliki ijin usaha).Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bima usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga ini telah mampu menampung tenaga kerja sebanyak 1.181 orang, yang berarti sekitar 2 orang untuk 1 usaha industri. Dari jumlah ini, industri formal menggunakan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan industri non formal. Usaha garam rakyat merupakan salah satu usaha industri kecil yang ada di Kabupaten Bima, usaha ini sangat potensial di daerah Kabupaten Bima dan menyerap banyak tenaga kerja.
32
B. Kondisi Wilayah Studi dan keadaan Sosial Ekonomi 1.
Lokasi Ribuan hektar lahan garam yang bergandengan dengan tambak-tambak
bandeng adalah pemandangan yang menarik ketika melewati wilayah yang berada disekitar teluk Bima. Lahan-lahan ini sejak tahun 1950-an sudah dimanfaatkan untuk usaha garam rakyat dan bandeng. Usaha garam rakyat paling produktif yang ada di Kabupaten Bima meliputi dua kecamatan, yakni Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha, Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha memiliki lahan dengan tingkat kemiringan terdiri dari 0-2%, 3-15%, 16-40%, dan lebih besar dari 40%. Tingkat kemiringan > 40 % dari luas wilayahnya terbanyak di Kecamatan Bolo yaitu 9.557 sedangkan di Kecamatan Woha hanya 2.716. Wilayah Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima dan Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Gambar 9. Peta Wilayah Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha Kabupaten Bima
33
Desa Bontokape berada di Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo berada di Kecamatan Woha, kedua desa ini adalah lokasi studi, gambaran peta lokasi dan usaha garam kedua desa ini secara rinci dapat dilihat pada Gambar 10.
Batas Desa
Budaya Lainnya
Air Danau
Hutan Bakau
Air Empang
Hutan Rimba
Air Laut
Padan Rumput
Air Penggaraman
Pasir/Bukit Pasir Darat
Batas Desa
Budaya Lainnya
Perumahan
Air Danau
Air Rawa Hutan Bakau
Pasir/Bukit Sawah
Air Empang Air Laut
RimbaSungai Air Tawar Legend Hutan "/
Air Penggaraman !.
Air Rawa
Pasir Laut
Sawah Tadah Hujan Perkebunan
Padan Rumput
Semak Belukar
Pasir/Bukit Pasir Darat
Tegalan/Ladang
Ibukota Kecamatan
Hutan Konservasi
Desa
Hutan Lindung
Pasir/Bukit Pasir Laut
Vegetasi Non Budaya Lainnya
Dusun Perkebunan
Hutan Produksi Terbatas
Perumahan Bandara
Hutan Produksi Tetap
Hutan Bakau
Sawah
Budidaya Perikanan
Air Empang
Hutan Rimba
Sawah Tadah Hujan
Air Laut
Padan Rumput
Semak Belukar
!(
Air Tawar Sungai
Batas Desa
Budaya Lainnya
Air Danau
Air Penggaraman
q®
Batas Propinsi
Pasir/Bukit Pasir Darat
Batas Kabupaten
Hutan Bakau
Batas Kecamatan
Perdagangan dan Jasa
Batas Desa
Perkebunan
Tegalan/Ladang
Air Rawa
Pasir/Bukit Pasir Laut
Vegetasi Non Budaya Lainnya
Air Tawar Sungai
Perkebunan
Garis Pantai
Permukiman
Jalan Arteri
Pertanian Lahan Basah
Jalan Kolektor
Pertanian Lahan Kering
Jalan Lokal
Peternakan
Sungai
Pusat Pemerintahan Kabupat
Suaka Alam Laut dan Perairan Tubuh Air
Kawasan Air Penggaraman Tubuh Air
KRISTALISASI
PENGERJAAN LAHAN MEMASUKKAN AIR LAUT
GARAM RAKYAT
MESIN YODIUM BERJALAN
BURUH
PANEN
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima dan Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Gambar 10. Peta Wilayah Studi Secara Makro dan Usaha Garam Rakyat
34
2.
Keadaan Penduduk Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha memiliki jumlah penduduk
terbanyak kedua dan ketiga yang ada di Kabupaten Bima, dapat dilihat kembali pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Penduduk Kecamatan Bolo dan Woha Tahun 2009 Penduduk No.
Kecamatan Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1
Bolo
20.892
21.008
41.900
2
Woha
20.125
20.383
40.508
Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010
Proporsi pemanfaatan potensi tenaga kerja terbesar di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo berada disektor pertanian, sektor jasa, sektor perdagangan, sektor perikanan dan sektor industri kecil, di sektor industri kecil salah satunya pada usaha garam rakyat. 3.
Keadaan Petani Garam Rakyat Luas kepemilikan lahan garam di dua desa ini rata-rata per orangnya 0,20
hektar sampai dengan 1,00 hektar dengan pemilik lahan terdiri dari para pegawai negeri, warga sekitar dan juga pengusaha. Dalam satu musim panen bila iklim mendukung, rata-rata para petani garam bisa mendapatkan kurang lebih 10 sampai dengan 15 ton garam kasar. Teknologi yang diterapkan oleh petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo dalam memproduksi garam, masih sangat sederhana yaitu menggunakannya petak – petak kecil maupun berukuran sedang secara berhubungan dengan sistem air mengalir dari petak pertama ke petak berikutnya. Pembuatan petak-petak kecil dimaksudkan agar terjadi evaporasi/penguapan secara berulang kali. Air laut di alirkan ke kolam pengumpul/pengendapan dengan menggunakan kincir angin dan bila tidak ada angin menggunakan gajo (ember). Istilah tataniaga di negara kita diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau
35
menyampaikan barang dari produsen ke konsumen (Mubyarto 1995). Tata niaga di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo terdapat dua jenis tataniaga yaitu tataniaga darat dan tataniaga laut, yang dapat dilihat pada Gambar 11.
Industri / Konsumen
Pemesan
Pedagang Garam
Juragan Kapal
Pedagang Pengumpul
Pedagang Pengumpul
Tata NiagaGaram Darat Petani
Tata Niaga Laut Petani Garam
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Gambar 11. Tata niaga Darat dan Tata Niaga Laut
Harga garam di Kabupaten Bima cenderung bervariasi dipengaruhi oleh cuaca dan musim garam. Di tahun 2011 harga garam tertinggi Rp. 120.000,sampai dengan Rp. 150.000,- per karung isi 50 kg sampai dengan, Rp. 70.000,sampai dengan Rp. 90.000,- per karung isi 50 kg, yang terjadi di awal musim yaitu satu atau dua bulan pertama pada saat para petani garam hanya memiliki sedikit garam hasil panen awal, kemudian harga merangka turun menuju harga terendah yaitu Rp. 3.000,- sampai dengan Rp. 5.000,- per karung isi 50 kg atau Rp. 60,- sampai dengan Rp. 100,-per kilogramnya, terjadi di pertengahan hingga akhir musim pada saat garam sudah sangat banyak ditingkat petani garam atau pada saat panen raya.
36
Harga yang tinggi di awal musim hanya bisa dinikmati sesaat oleh sebagian petani garam yang sudah sangat siap dalam menyiapkan lahan produksinya sebelum musim kemarau tiba berupa diantaranya memperbaiki kembali semua saluran, membentuk kembali kolam-kolam pemekatan, pengkristalan, tanggultanggul, memperbaiki dasar tanah, membersihkan lahan dari lumpur dan kotoran – kotoran kolam- kolam kristalisasi, persiapan penempatan kembali mesin pompa air (jika diperlukan), kincir angin, dan lain sebagainya. Harga yang tinggi di awal musim tidak bisa dinikmati oleh petani garam yang belum siap menghadapi musim kemarau, salah satu penyebabnya adalah kondisi lahan garam yang masih dijadikan lahan tambak ikan bandeng (uta londe) , dikarenakan petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggo ada yang menggunakan sistim polikultur pada lahan tambaknya berupa pada saat musim penghujan lahan yang ada dijadikan tambak ikan bandeng (uta londe) dan pada saat kemarau lahan dijadikan tambak garam dalam upaya peningkatan pendapatan. Saat panen raya, harga garam yang berlaku ditingkat petani tidak memberi insentif bagi petani garam. Dari kenyataan tersebut mengakibatkan tingkat pendapatan petani garam senantiasa masih rendah. Konsekuensi dari pendapatan yang rendah, para petani garam rakyat tersebut tidak memiliki cadangan dana untuk dapat melakukan investasi terhadap lahan garam yang dimiliki guna meningkatkan produktivitas maupun kualitas garam, dapat dikatakan bahwa harga bagi petani garam merupakan sebagai perwujudan produktivitas dan kualitas. Konsekuensi yang lebih jauh lagi adalah pertambahan penduduk yang menyebabkan lahan garam semakin menyempit dan perkembangan ekonomi, semakin lama semakin besar tingkat kebutuhan hidup untuk tahun – tahun mendatang. Secara umum petani garam rakyat di dua desa ini sangat mengharapkan adanya pabrik-pabrik baru yang menangani garam tumbuh di Kabupaten Bima khususnya berada di Kecamatan Woha maupun Kecamatan Bolo sehingga para petani garam bisa langsung menjual hasil garamnya ke pabrik garam tanpa harus melalui pedagang pengumpul maupun pedagang garam yang membeli dengan
37
harga rendah karena sampai saat ini perusahaan yang membeli garam dari petani garam di Kabupaten Bima hanya satu perusahaan saja yaitu PD Budiono Madura, sehingga peluang untuk memonopoli harga garam sangat terbuka lebar. PD Budiono Madura datang membeli garam hanya pada waktu panen raya terjadi, pada saat harga garam di tingkat petani garam rendah sehingga petani garam terpaksa menjualnya karena takut garamnya kembali mencair, tetapi ada juga petani garam di Desa Bontokape maupun Desa Donggobolo yang bertahan menyimpan garamnya, berharap harga garam di tingkat petani garam membaik.
C. Karakteristik Responden Untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan responden yang diteliti, maka perlu dikemukakan analisis karakteristik responden yang meliputi umur responden, pendidikan responden, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, dan pengalaman kerja sebagai petani garam rakyat. Dalam penelitian ini respondennya adalah para petani garam rakyat yang bekerja sebagai petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Jumlah responden yang diambil adalah 15 petani garam rakyat, 5 dari Desa Bontokape dan 10 dari Desa Donggobolo. Dari 15 petani garam di bagi 3 kelompok berdasarkan luas lahan tambak garam yang dimiliki. Masing-masing kelompok berjumlah 5 orang. 1. Umur Responden Berdasarkan hasil penelitian terhadap 15 responden petani garam rakyat di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo diketahui bahwa tingkat persentase umur masing-masing responden sampai tahun 2011 adalah berkisar antara 30 - 60 tahun keatas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
38
Tabel 6. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur Umur Responden
Jumlah (orang)
Persentase (%)
25 – 35
4
26,67
36 – 46
7
46,67
47 – 57
3
20
58 - 68
1
6,66
Jumlah
15
100
(Tahun)
Tabel 6 diatas menunjukan lebih dari 50 persen responden berada pada usia produktif dan dari rata-rata umur responden umur rata-ratanya adalah pada usia 45 tahun. Kelompok umur tertinggi adalah pada kelompok responden 36-46 yaitu sebanyak 7 reponden atau 46,66 persen dan kelompok umur terkecil adalah pada kelompok umur 58-68 yaitu sebanyak 1 responden atau 6,66 persen. Ini menunjukan bahwa dari 15 responden sebagian besar berada pada usia produktif, dimana pada usia ini seseorang mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam bertindak maupun bekerja. Pada usia produktif ini seseorang dianggap memiliki kondisi fisik yang prima dan mempunyai tenaga yang yang luar biasa bila dibandingkan dengan dibawah atau diatas usia produktif. Selain ini seseorang mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam berpikir dan bertindak untuk mengambil satu rencana atau keputusan. Sehingga dimungkinkan seseorang bekerja secara optimal untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal. 2. Pendidikan Responden Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 15 responden, dapat dilihat tingkat pendidikan masing-masing responden. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.
39
Tabel 7. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
Tamat SD
9
60
Tamat SMP
1
6,67
Tamat SLTA
5
33,33
Diploma/PT
0
0
Jumlah
15
100
Tabel 7 ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih sangat rendah karena lebih dari 60 % responden berpendidikan SD dan SMP. Rendahnya pendidikan ini disebabkan kondisi ekonomi masa lalu yang tidak mendukung untuk mendapatkan pendidikan yang lama, selain itu adanya anggapan bahwa hanya dengan tamat SD saja sudah bisa mencari uang atau mendapatkan uang. Seharusnya tingkat pendidikan yang rendah ini dapat diimbangi dengan pelatihan terhadap suatu inovasi baru dan adanya penyuluhan produksi dan manajemen yang diberikan kepada petani garam rakyat.
3. Jumlah Anggota Keluarga Responden Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir semua petani garam rakyat sudah berkeluarga. Jumlah anggota keluarga berkisar antara 1-10 orang, tanggungan tersebut terdiri dari istri dan anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.
40
Tabel 8. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tanggungan Jumlah anggota
Jumlah(orang)
Persentase (%)
0-2
1
6,67
3-4
6
40
5-6
5
33,33
7-8
2
13,33
9 - 10
1
6,67
Jumlah
15
100
keluarga
Tabel 8 menunjukan bahwa responden memiliki tanggungan yang cukup banyak. Dari rata-rata jumlah tanggungan responden Desa Bontokape dan Desa Donggobolo jumlah tanggungan mereka adalah memiliki 5 orang tanggungan dalam keluarga. Tabel 8 menunjukan kelompok tanggungan terbanyak adalah pada kelompok tanggungan 3 - 4 yaitu 6 responden atau 40 persen dan 5 - 6 yaitu 5 responden atau 33,33 persen hal ini menunjukan banyaknya jumlah tanggungan yang dimiliki mengandung indikasi bahwa jumlah pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan mereka menjadi lebih besar dibandingkan dengan mereka yang memiliki lebih sedik tanggungan, jumlah terkecil adalah pada kelompok tanggungan 0 - 2 dan 9 - 10 yaitu masing-masing 1 reponden atau 6,67 persen dari keseluruhan responden. Namun begitu tidak semua dari tanggungan tersebut menjadi tanggungan penuh, artinya bahwa tidak semua anggota keluarga itu memiliki usia produktif, tapi sebagian dari anggota keluarga tersbut sudah bisa bekerja atau mendapatkan penghasilan. Dengan adanya anggota keluarga pada usia produktif ini, tenaga kerja menjadi tersedia dari dalam keluarga tersebut. Secara tidak langsung memiliki nilai tambah dari banyaknya anggota keluarga sehingga dapat membantu dalam kegiatan usaha garam keluarga, baik mulai dari penyiapan lahan, pengelolaan sampai panen dan pemasaran. Seperti yang banyak dilakukan oleh
41
responden dimana mereka banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Namun pada umumnya, tidak semua anggota keluarga yang produktif ini dapat membantu secara penuh kegiatan usaha pegaraman dalam keluarganya. Baik itu yang masih melanjutkan sekolah, mendapatkan pekerjaan dalam bidang lain, maupun yang tidak bekerja (pengangguran tersembunyi). Sehingga hal ini menunjukan bahwa banyaknya anggota keluarga yang dimiliki responden tidak memberikan nilai tambah dalam usaha pengaraman. Adanya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup ini berdampak besar bagi kesejateraan keluarga responden didaerah penelitian 4. Pengalaman Bertani Garam Rakyat Pengalaman kerja adalah salah satu faktor yang memungkinkan seseorang untuk mencapai keberhasilan, dalam hal ini yang dimaksud adalah pengalaman bekerja sebagai petani garam. Pengalaman kerja petani garam menunjukan berapa lama petani bekerja pada bidang usaha pegaraman ini. Berdasarkan hasil penelitian pengalaman responden di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo berkisar antara 10 - 40 tahun, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Pengalaman Bertani Garam Pengalaman Bertani
Jumlah(orang)
Persentase (%)
0–9
0
0
10 - 19
7
46,67
20 - 29
4
26,67
30 - 39
2
13,33
40 – 49
2
13,33
Jumlah
15
100
Garam (tahun)
Tabel 9 memberikan informasi bahwa adanya keanekaragaman pengalaman bertani garam yang dimiliki oleh responden sedikit banyaknya sangat dipengaruhi oleh faktor lama atau tidaknya seseorang itu bertani garam selain itu juga
42
dipengaruhi oleh adanya kefokusan pekerjaan dimana responden hanya memiliki satu-satunya pekerjaan yaitu bertani garam rakyat. Dari jumlah rata-rata pengalaman responden dalam bertani garam rakyat diperoleh pengalaman bertani masyarakat Desa Bontokape yang diwakili 5 responden dan Desa Donggobolo yang diwakili 10 responden adalah selama 20 tahun bekerja. Hal ini menunjukan bahwa pekerjaan bertani garam ini sudah lama mereka lakukan. Dengan hanya fokus terhadap satu pekerjaan , secara tidak langsung seorang petani garam akan memiliki keuletan dan ketelatenan dalam pekerjaannya yang kemudian membentuk keahlian yang dimilikinya. 5. Responden Menurut Kepemilikan Lahan Petani garam rakyat yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah petani garam yang sebagian besar mengelola lahan sendiri dan sebagian kecil sebagai petani garam bagi hasil, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kepemilikan Lahan
Pengusahaan
Jumlah(orang)
Persentase (%)
Petani Pemilik
12
80
Petani Bagi Hasil
3
20
Jumlah
15
100
Tabel 10 ini menggambarkan bahwa tingkat kepemilikan lahan responden masih sangat tinggi. tingginya kepemilikan lahan ini disebabkan warisan masa lalu.
43
D. Profil Usaha Garam Rakyat Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang dilakukan terhadap 15 petani garam diketahui gambaran luas lahan dan bentuk petak-petak kolam penyimpanan air, pemekatan atau penguapan hingga pengkristalan yang dikerjakan masingmasing petani garam dan juga produksi yang dihasilkan, yang dapat dilihat pada contoh petakan Lahan Petani Garam di Desa Bontokape dan di Desa Donggobolo Berikut ini. 1.
Petani Garam (H. Yasin).
Gambar 12. Lahan Tambak Milik H. Yasin Dengan Luas 1 Ha. Pada Lahan tambak milik H Yasin di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan H Yasin sebagai petani garam yang telah berumur 65 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 40 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha.
44
Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. H Yasin dilahan tambak garamnya memproduksi garam hingga 127 karung isi 50 kg atau 6,35 ton garam, hal ini disebabkan kondisi iklim yang bersahabat,waktu persiapan lahan yang disiapkan lebih awal sebelum musim garam yaitu bulan Mei dan kualitas air laut yang baik pada lahan tambak garam H. Yasin. 2.
Petani Garam (Suhardin).
Gambar 13. Lahan Tambak Milik Suhardin Dengan Luas 0,93Ha. Pada Lahan tambak milik Suhardin di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Suhardin sebagai petani garam yang telah berumur 42 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 15 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Suhardin dilahan tambak garamnya belum bisa memproduksi garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang sangat terlambat karena kurangnya modal dan kurang tepat dalam mengukur kosentrasi air laut sebagai bahan baku pembuatan garam di tiap-tiap petak dari waduk hingga ke meja kristalisasi.
45
3.
Petani Garam (Sayful).
Gambar 14. Lahan Tambak Milik Sayful Dengan Luas 0.9 Ha. Pada Lahan tambak milik Sayful di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Sayful sebagai petani garam yang telah berumur 32 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Sayful baru menghasilkan garam 49 karung isi 50 kg atau 2,45 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang terlambat dan sebagian luas lahan tambak yang dimiliki Sayful kurang di maksimalkan artinya ada lahan tidur yang tidak digunakan sebagai tempat produksi yang luasnya kurang lebih 30 are sehingga garam yang dihasilkan tidak sebanding dengan luas lahan yang dimiliki Sayful.
46
4.
Petani Garam (H. M. Ali).
Gambar 15. Lahan Tambak Milik H. M. Ali Dengan Luas 0.7 Ha. Pada Lahan tambak milik H. M. Ali di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan H. Ali sebagai petani garam yang telah berumur 53 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 35 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. H. M. Ali telah menghasilkan garam 214 karung isi 50 kg atau 10,7 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.
47
5.
Petani Garam (Aminah).
Gambar 16. Lahan Tambak Milik Aminah Dengan Luas 0.7 Ha. Pada Lahan tambak milik Aminah di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Aminah sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Aminah pada lahan tambak garam yang dimilikinya belum menghasilkan garam, hal ini disebabkan pekerjaan dalam menyiapkan lahan tambak garamnya sampai dengan pertengahan bulan Juli belum selesai karena kendala pendanaan untuk membayar buruh dan baru selesai pada awal bulan Agustus tapi tidak semua luas lahan yang dimiliki disiapkan dengan baik, Dari luas lahan 70 are yang dimiliki Aminah, 15 are nya masih berupa kolam penyimpanan air laut dan juga sebagai kolam ikan bandeng. Hal lain disebabkan kondisi fisik Aminah sebagai seorang petani garam berjenis kelamin Perempuan, karena dalam bertani garam dibutuhkan kondisi fisik yang prima.
48
6.
Petani Garam (Usman Muhdar).
Gambar 17. Lahan Tambak Milik Usman Muhdar Dengan Luas 0.65 Ha. Pada Lahan tambak milik Usman Muhdar di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Usman Muhdar sebagai petani garam yang telah berumur 46 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Usman Muhdar telah memproduksi garam sebanyak 73 karung isi 50 kg atau 3,65 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan banyaknya petak kolam pengkristalan yang dimiliki dan juga bagus dalam memprediksikan volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.
49
7.
Petani Garam (Ahmad).
Gambar 18. Lahan Tambak Milik Ahmad Dengan Luas 0.53 Ha. Pada Lahan tambak milik Ahmad di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ahmad sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 18 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ahmad dapat memproduksi garam sebanyak 280 karung isi 50 kg atau 14 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan pengaturan kolam sangat baik sehingga bahan baku terus terpenuhi menyebabkan waktu panen yang tidak terputus .
50
8.
Petani Garam (Ismail Akhmad).
Gambar 19. Lahan Tambak Milik Ismail A. Dengan Luas 0.5 Ha. Pada Lahan tambak milik Ismail Ahmad di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ismail Ahmad sebagai petani garam yang telah berumur 40 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ismail Ahmad hanya dapat memproduksi garam sebanyak 7 karung isi 50 kg atau 0,35 ton garam, hal ini disebabkan perhitungan waktu persiapan lahan yang belum tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik dalam mengatur volume air pada kolam pemekatan dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.
51
9.
Petani Garam (Firdaus M. Ali).
Gambar
20. Lahan
Tambak
Milik
Firdaus
M. Ali
Dengan
Luas 0.45 Ha. Pada Lahan tambak milik Firdaus di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Firdaus sebagai petani garam yang telah berumur 36 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 19 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ismail Ahmad belum dapat memproduksi garam, hal ini disebabkan perhitungan waktu persiapan lahan yang belum tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik dalam mengatur volume air pada kolam pemekatan maupun kolam pengkristalan dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.
52
10. Petani Garam ( Rudi).
Gambar 21. Lahan Tambak Milik Rudi Dengan Luas 0.35 Ha. Pada Lahan tambak milik Rudi di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Rudi sebagai petani garam yang telah berumur 35 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 5 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Rudi dapat memproduksi garam sebanyak 133 karung isi 50 kg atau 6,65 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.
53
11. Petani Garam (Mansyur) .
Gambar 22. Lahan Tambak Milik Mansyur Dengan Luas 0.3 Ha. Pada Lahan tambak milik Mansyur di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Mansyur sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Mansyur dapat memproduksi garam sebanyak 179 karung isi 50 kg atau 8,95 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan waktu panen yang cepat karena penyimpanan bahan baku garam yang baik.
54
12. Petani Garam (H. Masrun).
Gambar 23. Lahan Tambak Milik Ismail H Masrun Dengan Luas 0.24 Ha. Pada Lahan tambak milik Ismail H. Masrun di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ismail H. Masrun sebagai petani garam yang telah berumur 50 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 30 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ismail H. Masrun belum dapat memproduksi garam, hal ini disebabkan perhitungan waktu persiapan lahan yang belum tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masingmasing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan dan tidak mengandalkan pengalaman yang dimiliki.
55
13. Petani Garam (H. Syamsul).
Gambar 24. Lahan Tambak Milik H. Syamsul Dengan Luas 0.2 Ha. Pada Lahan tambak milik H. Syamsul di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan H. Syamsul sebagai petani garam yang telah berumur 50 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 25 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. H, Syamsul dapat memproduksi garam sebanyak 228 karung isi 50 kg atau 11,4 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan waktu panen yang cepat karena penyimpanan bahan baku garam yang baik.
56
14. Petani Garam (Yusuf).
Gambar 25. Lahan Tambak Milik Yusuf Dengan Luas 0.2 Ha. Pada Lahan tambak milik Yusuf di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Yusuf sebagai petani garam yang telah berumur 35 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 17 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Yusuf dapat memproduksi garam sebanyak 182 karung isi 50 kg atau 9,1 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan waktu panen yang cepat karena penyimpanan bahan baku garam yang baik dan optimal dalam menggunakan lahan.
57
15. Petani Garam (Ridwan).
Gambar 26. Lahan Tambak Milik Ridwan Dengan Luas 0.2 Ha. Pada Lahan tambak milik Ridwan di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ridwan sebagai petani garam yang telah berumur 35 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Sedangkan di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ridwan hanya dapat memproduksi garam sebanyak 4 karung isi 50 kg atau 0,2 ton garam , hal ini disebabkan perhitungan waktu persiapan lahan yang belum tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan dan sedikitnya petak kolam pengkristalan yang dimiliki Ridwan.
58
Berdasarkan perhitungan produktivitas yang dilakukan terhadap 15 petani garam di Desa Bontokape dan di Desa Donggobolo diketahui contoh petakan Lahan yang terbaik yaitu lahan tambak milik H. Syamsul dengan luas 0,2 hektar yang dapat memproduksi garam 57 ton/hektar. Hasil ini melebihi hasil produksi dari 14 petani garam lainnya.
E. Analisis Produktivitas, Mutu, dan Kinerja Finansial Usaha Petani Garam Rakyat. 1.
Produktivitas Data produksi petani garam pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat
pada lampiran 3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap
petani garam
diketahui bahwa produktivitas rata-rata berdasarkan data pada lampiran 3 adalah seperti terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Produktivitas K elompok Luas
Rata-rata Luas
Produktivitas Rata-
Lahan (Ha)
Lahan (Ha)
rata Ton/Ha.
≥ 0,70
0,85
8.12
0,31 - 0,69
0,50
12.93
0,20 - 0,30
0,23
33.33
Dari Tabel 11 terlihat bahwa luas lahan tidak di ikuti dengan tingginya produktivitas justru produktivitas yang rendah, dihasilkan oleh lahan yang lebih luas Hasil analisis keragaman (Anova) yang terdapat pada Lampiran 2. menunjukan bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap produktivitas. Hal ini berarti Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan produktivitas pada luas lahan yang berbeda.
59
Dari pengamatan di lokasi ternyata yang lebih berpengaruh terhadap tinggi rendahnya produktivitas usaha petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha adalah mutu bahan baku air laut dan kesiapan lahan petani garam dalam memproduksi garam yang tepat waktu yaitu pada saat di awal musim garam di Kabupaten Bima. Pada umumnya petani garam yang tidak siap pada waktu musim garam datang disebabkan mereka terlalu memaksakan panen ikan bandeng sesuai waktu panen. Pada umumnya petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha menganut sistem Polikultur. Produktivitas rata-rata di Desa Bontokape Kecamatan Bolo adalah 35,55 Ton/Hektar. Produktivitas
rata-rata
di
Desa
Donggobolo
Kecamatan
Woha
adalah
5,28 Ton/Hektar. 2.
Mutu Mutu garam rakyat yang baik banyak ditentukan oleh kualitas air laut
karena berpengaruh terhadap proses penguapan larutan garam dan kristalisasi partikel-partikel garam. Air laut yang rata – rata sudah dua hari didiamkan dari tanggal 25 Juli 2011 sampai dengan tanggal 27 Juli 2011, pada 10 (sepuluh) kolam pemekatan milik 10 (sepuluh) petani garam dari 15 (lima belas) petani garam yang menjadi sampel penelitian, diamati dengan menggunakan dua cara
pengamatan, yaitu secara
secara teknis dan secara analisis. a.
Konsentrasi dan kadar garam air laut Pengamatan secara teknis dilakukan pada air laut yang telah didiamkan di
kolam pemekatan selama 2 (dua) hari dengan menggunakan alat pengukur yang telah ditentukan yaitu dengan Baume meter. Gambar alat pengukur Baume meter dapat dilihat pada Lampiran 7. Dalam hal ini yang diukur adalah
konsentrasi air laut, standar derajat
kepekatan air laut yang baik untuk pengkristalan menurut survei adalah 25o Be sampai dengan 29o Be dan persentase kadar garam. Hasilnya selengkapnya pada Tabel 12
60
Tabel 12. Konsentrasi Air Laut Dan % Kadar Garam per 10 ml Air Laut Milik Petani Garam No
Petani Garam
1.
H.Yasin - Kec.Woha
1.00
Konsentrasi Air Laut o Be (Derajat kepekatan suatu larutan) 27
2.
Saiful - Kec.Woha
0.90
25
35.40
3.
H.M Ali - Kec.Woha
0.70
26
35.54
4.
Usman - Kec.Woha
0.65
25
36.08
5.
Ahmad - Kec.Bolo
0.53
27
39.48
6.
Ismail – Kec. Woha
0.50
16
19.47
7.
Rudi - Kec.Bolo
0.35
25
27.18
8.
Mansur - Kec.Bolo
0.30
24
35.86
9.
Yusuf - Kec.Bolo
0.20
27
35.41
10.
H.Samsul - Kec.Bolo
0.20
27
39.27
Luas Lahan Ha.
% Kadar Garam Total per 10 ml Air Sampel 35.71
Sumber : Hasil survei, dan Lab.Uji Stasiun Karantina Ikan Kelas II M Salahudin Bima 2011
61
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden diketahui bahwa kadar garam rata-rata berdasarkan data 9 petani garam pada tabel 12 adalah seperti terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Kadar Garam Luas Lahan
Rata-rata Luas
Kadar Garam
(Ha)
Lahan (Ha)
Rata-rata (%)
1
≥ 0,70
0,85
35.55
2
0,31 - 0,69
0,50
34.24
3
0,20 - 0,30
0,23
36.84
Kelompok
Dari Tabel 13 terlihat bahwa tinggi atau rendahnya luas lahan tidak di ikuti dengan perbedaan yang nyata terhadap kandungan kadar garamnya. Hasil analisis keragaman (Anova) yang terdapat pada Lampiran 2, menunjukan bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap kadar garam. Hal ini berarti Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan kadar garam per 10 ml air laut pada luas lahan yang berbeda. Dari pengamatan di lokasi diketahui bahwa hal ini disebabkan pada kenyataannya sumber bahan baku diambil dari tempat yang sama yaitu Teluk Bima dan ternyata yang lebih berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
kadar
garam petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha adalah cara mengolah lahan tambak garam dengan baik. Misalnya lahan tambak garam yang sebelumya digunakan sebagai lahan tambak ikan bandeng harus benar benar dibersihkan dari lumut, galengan-galengan pada lahan tambak harus baik sehingga air laut yang kosentrasi 0Be sudah baik dan siap untuk di kristalkan tidak rusak karena bocoran air tawar melalui galengan dari tambak disebelah yang mungkin masih bertambak ikan bandeng.
62
b. Analisis fisika dan kimia air laut Pengamatan secara analisis dengan fisika dan kimia sebagai parameter ujinya di laboratorium uji Stasiun Karantina Ikan Kelas II M. Salahudin Bima hasilnya selengkapnya pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Analisa Kualitas Sampel Air Laut
Nama Petani Garam
Lokasi Desa, Keca matan
FISIKA Suhu
TDS
KIMIA DO
Salinitas
Fe
Na2SO3
Cl
(ppt)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
0
4
0
0
8
0
3.75
10
0
3.75
10
0
0
2
0.5
0
8
0.5
0
6
1.0
0
6
2.5
0
6
0.5
0
6
0.5
pH o
( C)
(ppm)
(mg/I)
Bonto kape, 28.75 60 0.43 7.23 70 Bolo Bonto 2. Yusuf kape, 28.02 60 0.45 7.39 70 Bolo Bonto 3. Mansur kape, 28.19 60 0.43 7.31 70 Bolo Bonto 4. H.Samsul kape, 28.01 60 0.46 7.28 70 Bolo Bonto 5. Rudi kape, 28.52 60 0.43 7.47 70 Bolo Donggo bolo, 28.44 60 0.40 7.48 70 6. H.Yasin Woha Donggo 7. Saiful bolo, 28.34 60 0.46 7.56 70 Woha Donggo 8. Ismail bolo, 28.04 60 0.41 8.03 70 Woha Donggo 9. Usman bolo, 28.55 60 0.41 7.55 70 Woha Donggo 10.H.M Ali bolo, 28.59 60 0.43 7.47 70 Woha Sumber : Lab.Uji Stasiun Karantina Ikan Kelas II M Salahudin Bima 1. Ahmad
63
Keterangan : 1. Suhu menunjukkan derajat panas benda. temperatur yang diukur dengan termometer Celsius 2. TDS (Total Dissolve Solid) yaitu jumlah zat padat yang terlarut dalam air/ ukuran tingkat kekeruhan air. dalam Part Per Million (PPM) DO (Dissolved Oxygen) yaitu kadar oksigen terlarut dalam milligram per Oksigen (mg/I) 3. pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. 4. Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air, dinyatakan dalam “bagian perseribu” (parts per thousand , ppt). 5. Fe (Ferrum) adalah unsur besi 6. Na2SO3 adalah Natrium sulfit adalah natrium yang dapat larut dalam air 7. Cl (Klorin) adalah unsur pembentuk garam Gambaran Mutu garam rakyat yang dihasilkan oleh petani garam rakyat, di ambil dari 3 petani garam
yang memiliki luas lahan tambak yang berbeda,
1 petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan 2 petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha dengan pengujian secara visual dan analisis dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Pengujian Mutu Garam Rakyat Nama Petani Garam
Luas Lahan Ha.
Lokasi Desa, Kecamatan
Kadar NaCl (%)
Warna
Diameter Kristal
Ridwan
0,20 Ha.
Donggobolo, Woha
91,35%
Putih Keruh
< 5 mm
H. Yasin
1,00 Ha.
Donggobolo, Woha
82,48%
Putih Keruh
< 5 mm
Ahmad
0,53 Ha.
Bontokape, Bolo
78,71 %
Putih Keruh
< 5 mm
Sumber : Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Jakarta.
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
64
Dari Tabel 15, dapat dilihat bahwa hasil uji lab kadar NaCl garam tiga petani dari lima belas petani garam adalah 78,71% - 91,35%. Dari tabel 15 juga terlihat bahwa kadar garam yang dihasilkan petani di Desa Donggobolo Kecamatan Woha lebih tinggi dibandingkan kadar garam yang dihasilkan petani di Desa Bontokape Kecamatan Bolo. Dengan demikian pada saat ini petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo belum mampu menghasilkan kualitas garam yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak dapat bersaing dengan garam impor. Kualitas garam yang dihasilkan oleh petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo memiliki kadar NaCl di bawah
94%,
sedangkan garam konsumsi harus memenuhi kadar NaCl tidak kurang dari 94 % untuk garam kelas dua, tidak boleh rendah dari 97% untuk garam kelas satu dan garam industri diatas 99%.
3.
Kinerja Finansial Usaha Petani Garam Rakyat 1. Pendapatan Harga produksi garam di Kabupaten Bima berbeda-beda dipengaruhi oleh
cuaca dan musim garam. Padahal garam bukan merupakan komoditas yang mudah busuk, tetapi dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama, sehingga seharusnya harga garam relatif lebih stabil dibanding harga komoditas pertanian. Selain dari itu petani garam di Kabupaten Bima
khususnya di Desa
Bontokape dan Desa Donggobolo tidak bisa menaikkan posisi tawar harga karena ketidaktahuannya mengenai mutu garam dan tidak banyaknya pembeli tetap. Masalah lain yang mempengaruhi harga garam rendah yaitu para petani garam di Desa Bontokape maupun Desa Donggobolo sebagian besar tidak memiliki tempat penyimpanan garam yang layak. Penerimaan usaha petani garam adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Dalam penelitian ini peneliti menghitung penerimaan usaha garam rakyat dengan memperhatikan yaitu 1. proses produksi usaha garam yang dapat dipanen beberapa kali sehingga tidak semua produksi garam antar responden dapat dipanen secara serentak.artinya dalam satu bulan produksi tiap responden berbeda-beda kemudian 2. Produksi mungkin dijual dalam beberapa kali dengan harga jual yang berbeda-beda.
65
Sehingga untuk mempermudah perhitungan dibuat data frekuensi produksi dan data frekuensi penjualan terhadap 15 responden yang ada di Desa Donggobolo dan Desa Bontokape per 1 Juni sampai dengan 14 Agustus 2011, yang ditampilkan pada beberapa tabel yang dapat dilihat pada lampiran 3. Pada kenyataannya 4 dari 15 petani garam sampai dengan pertengahan bulan Agustus pada lahan tambaknya hasil produksinya sangat sedikit kurang dari 10 Kg. Hal ini disebabkan keterlambatan petani garam dalam penyiapan lahan tambak garam serta mutu bahan baku yang kurang baik dan 1 petani garam pada lahan tambaknya hasil produksi 350 Kg tapi hingga pertengahan bulan Agustus hasil produksinya belum terjual, sehingga perhitungan penerimaan hanya 10 petani garam yang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 .Total Perhitungan Penerimaan Usaha Petani garam Per Hektar Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011 Petani Garam
Lokasi Desa, Kecamatan
Luas Lahan (Ha)
TR/Ha.
Kelompok 1 Donggobolo, Woha
1,00
2.695.000,-
2. Saiful
Donggobolo, Woha
0,90
1.390.000,-
3. H.M Ali
Donggobolo, Woha
0,70
5.664.286,-
1. Usman
Kelompok 2 0,65 Donggobolo, Woha
1.
H.Yasin
2.
Ahmad
3.
Rudi
1. Mansur 2.
H.Samsul
3.
Yusuf
4.
Ridwan
81,538,-
Bontokape, Bolo
0,53
15.924.528,-
Bontokape, Bolo
0,35
8.485.714,-
Kelompok 3 0,30 Bontokape, Bolo
8.400.000,-
Bontokape, Bolo
0,20
43.300.000,-
Bontokape, Bolo
0,20
20.250.000,-
Donggobolo, Woha
0,20
265.000,-
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Perhektar usaha petani garam dari Tabel 16 terlihat bahwa penerimaan tertinggi berturut – turut diperoleh oleh H. Samsul (Rp. 43.300.000,-), Yusuf (Rp.
66
20.250.000,-) dan Ahmad (Rp. 15.924.528,-). Kesemua petani garam dengan penerimaan tertinggi tersebut terdapat di Desa Bontokape Kecamatan Bolo. Hal ini mungkin disebabkan faktor kesiapan lahan petani garam di Desa Bontokape dalam memproduksi garam tepat waktu yaitu pada saat bulan Juni di awal musim kemarau tahun 2011 di Kabupaten Bima dan faktor lokasi bahan baku (air laut) di Desa Bontokape yang berada di pertengahan Teluk Bima di bandingkan lokasi bahan baku di Desa Donggobolo yang berada tepat di bawah Teluk Bima. Perhitungan pengeluaran usaha petani garam rakyat menurut responden di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengeluaran usaha petani garam berdasarkan luas lahan per hektar sampai dengan pertengahan bulan Agustus dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 . Pengeluaran Per Hektar Usaha Petani garam Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011 Petani Garam
Luas Lahan (Ha)
TC /Ha.
Kelompok 1 1. H.Yasin Kec.Woha
1.00
763.000
2. Saiful Kec.Woha
0.90
1.512.778
3. H.M Ali Kec.Woha
0.70
1.077.143
Kelompok 2 1. Usman Kec.Woha
0.65
1.173.077
2. Ahmad Kec.Bolo
0.53
1.132.075
3. Rudi Kec.Bolo
0.35
5.957.143
Kelompok 3 1.
Mansur Kec.Bolo
0.30
1.666.667
2.
H.Samsul Kec.Bolo
0.20
2.500.000
3.
Yusuf Kec.Bolo
0.20
2.500.000
4.
Ridwan Kec.Woha
0.20
2.590.000
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 201
67
Hasil perhitungan pendapatan 10 responden yang ada di Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo per 1 Juni sampai dengan 14 Agustus 2011, ditampilkan pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Perhitungan Pendapatan Per Hektar Usaha Petani garam Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011 Petani Garam
Luas Lahan (Hektar)
Penerimaan/ Hektar
Biaya/Hektar
Pendapatan/ Hektar
Kelompok 1 1. H.Yasin Kec.Woha
1,00
2.695.000,-
763.000,-
1.932.000,-
2. Saiful Kec.Woha
0,90
1.390.000,-
1.512.778,-
(122.778,-)
3. H.M Ali Kec.Woha
0,70
5.664.286,-
1.077.143,-
4.587.143,-
Kelompok 2 1. Usman Kec.Woha
0,65
81,538,-
1.173.077,-
(1.091.538,-)
2. Ahmad Kec.Bolo
0,53
15.924.528,-
1.132.075,-
14.792.453,-
3. Rudi Kec.Bolo
0,35
8.485.714,-
5.957.143,-
2.528.571,-
Kelompok 3 1. Mansur Kec.Bolo
0,30
8.400.000,-
1.666.667,-
6.733.333,-
2. H.Samsul Kec.Bolo
0,20
43.300.000,-
2.500.000,-
40.800.000,-
2.500.000,-
17.750.000,-
2.590,000,-
(2.325.000,-)
3. Yusuf 0,20 20.250.000,Kec.Bolo 4. Ridwan 0,20 265.000,Kec.Woha Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Dari tabel 18, terlihat bahwa petani garam dengan perolehan pendapatan tertinggi per Ha. adalah H. Samsul (Rp. 40.800.000,-), Yusuf (Rp. 17.750.000,-) dan Ahmad (Rp. 14.792.453,-) yang kesemuanya berlokasi di Desa Bontokape Kecamatan Bolo. Kecenderungan ini sama dengan data penerimaan. Beberapa petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha bahkan merugi. Fakta ini menguatkan bahwa faktor lokasi dan kesiapan petani mengusahakan garam sangat
68
penting. Pendapatan rata-rata petani garam menurut kelompok luas lahan adalah seperti terlihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Pendapatan Rata-rata Luas
Pendapatan
Lahan (Ha)
Rata-rata (Rp).
≥ 0,70
0,85
2.132.121,-
2
0,31 - 0,69
0,50
5.409.828,-
3
0,20 - 0,30
0,23
15.738.583,-
Kelompok
Luas Lahan (Ha)
1
Dari Tabel 19 terlihat bahwa peningkatan luas lahan tidak di ikuti dengan tingginya pendapatan. Data bahkan menunjukan bahwa petani garam dengan lahan yang semakin luas memperoleh pendapatan lebih rendah. Hasil analisis keragaman (Anova) yang terdapat pada Lampiran 2, dapat diketahui bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Hal ini berarti Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan pendapatan pada luas lahan yang berbeda. Dari pengamatan di lokasi ternyata yang lebih berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pendapatan usaha petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo adalah mutu bahan bakunya yaitu air laut di lihat dari cepatnya air laut tersebut menjadi kristal garam dan kesiapan lahan petani garam dalam memproduksi garam tepat waktu yaitu. Dalam hal ini, petani garam di Desa Bontokape, Kecamatan Bolo, kesiapan lahan pada waktu yang tepat yaitu pada bulan juni (awal musim kemarau). Pendapatan rata-rata per hektar petani garam dari 5 petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha adalah Rp. 595,965,sedangkan pendapatan rata-rata per hektar petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dari 5 petani garam adalah Rp. 16.520.871,-. Perbedaan pendapatan rata-rata per hektar petani garam di kedua lokasi tersebut sangat jauh.
69
2. R/C ratio Usaha Garam Rakyat Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost) dengan kriteria keputusan : 1.
R / C > 1, Usaha petani garam rakyat untung
2.
R / C < 1, Usaha petani garam rakyat rugi
3.
R / C = 1, Usaha petani garam rakyat impas (tidak untung/tidak rugi)
Hasil perhitungan R/C ratio 10 responden ditampilkan pada Tabel 20. Tabel 20 .R/C Ratio Usaha Petani garam Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011 Luas Lahan Ha.
Penerimaan
Biaya
Hasil Analisis
Kesimpulan
1. H.Yasin
1,00
2.695.000,-
763.000,-
3,53
Untung
2. Saiful
0,90
1.390.000,-
1.512.778,-
0,92
Rugi
3. H.M Ali
0,70
5.664.286,-
1.077.143,-
5,26
Untung
4. Usman
0,65
81,538,-
1.173.077,-
0,07
Rugi
5. Ahmad
0,53
15.924.528,-
1.132.075,-
14,07
Untung
6. Rudi
0,35
8.485.714,-
5.957.143,-
1,42
Untung
7. Mansur
0,30
8.400.000,-
1.666.667,-
5,04
Untung
8. H.Samsul
0,20
43.300.000,-
2.500.000,-
17,32
Untung
9. Yusuf
0,20
20.250.000,-
2.500.000,-
8,10
Untung
10. Ridwan
0,20
265.000,-
2.590,000,-
0,10
Rugi
Petani Garam
Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011
Dari Tabel 20, terlihat bahwa dari 10 petani garam, 7 petani garam yang R/C ratio usaha diatas angka 1 sehingga telah meraih untung. Petani garam yang R/C ratio usahanya dibawah angka 1 sebanyak 3 orang yang kesemuanya berlokasi di Desa Donggobolo Kecamatan Woha.
R/C ratio rata-rata petani
garam menurut kelompok luas lahan adalah seperti terlihat pada Tabel 21.
70
Tabel 21. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan R/C ratio Rata-rata Kelompok
Luas Lahan (Ha)
Luas Lahan (Ha)
R/C ratio Rata-rata (%)
1
≥ 0,70
0,85
3.2367
2
0,31 - 0,69
0,50
5.2333
3
0,20 - 0,30
0,23
10.1533
Dari Tabel 21 terlihat bahwa tingginya luas lahan tidak di ikuti dengan tingginya R/C ratio. Dari hasil analisis keragaman (Anova) pada Lampiran 2, dapat diketahui bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap R/C ratio. Hal ini berarti Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan R/C ratio pada luas lahan yang berbeda. Dari pengamatan di lokasi pada umumnya (7 petani garam) menunjukan bahwa R/C ratio yang diperoleh lebih besar dari 1 dan hanya 3 petani garam yang R/C ratio kurang dari 1. Ketiga petani garam yang R/C usahanya kurang dari 1 berlokasi di Desa Donggobolo Kecamatan Woha.