BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Thermodinamika adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi dan kerja dari suatu sistem.Termodinamika hanya mempelajari besaran-besaran yang berskala besar (makroskopis) dari sistem yang dapat diamati dan diukur dalam eksperimen.Thermodinamika juga dapat diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan kaitan antara besaran fisis tertentu yang menggambarkan sifat zat di bawah pengaruh kalor.Besaran fisis ini disebut koordinat makroskopis sistem (Montgomery, 2001).
2.1. Sistem Thermodinamika Suatu sistem thermodinamika adalah suatu masa atau daerah yang dipilihuntuk dijadikan obyek analisis.Daerah sekitar sistem tersebut disebut sebagai lingkungan.Batas antara sistem dengan lingkungannya disebut batas sistem (boundary)seperti terlihat pada Gambar 2.1 (Salinger, 1986).
Gambar 2.1. Skema Thermodinamika (Lim, 1990) Dalam thermodinamika ada dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Dalam sistem tertutup massa dari sistem yang dianalisis tetap dan
5
6
tidak terdapat massa keluar dari sistem atau masuk kedalam sistem, tetapi volumnya bisa berubah. Sistem terbuka ditandai oleh adanya pertukaran baik energi maupun massa dengan lingkungan sehingga energi dan massa sistem tidak tetap. Jika terjadi kesetimbangan dengan lingkungan, maka rata-rata energi dan jumlah partikel sistem akan ditentukan oleh temperatur dan potensial kimianya (Potter & Craigh, 1993). Perubahan sistem thermodinamika dari keadaan seimbang satu menjadi keadaan seimbang lain disebut proses.Rangkaian keadaan diantara keadaan awal dan akhir disebut lintasan proses seperti terlihat pada Gambar 2.2 (Lim, 1990).
Gambar 2.2. Perubahan sistem thermodinamika (Lim, 1990) Perubahan sistem thermodinamika tergantung dari jenis prosesnya. Proses thermodinamika biasanya digambarkan dalam sistem koordinat dua property, yaitu diagram fase P-v, diagram faseP-T, atau diagram faseT-v. Proses yang berjalan pada satu jenis property tetap seperti isothermal, isometrik dan isobarik. Karakteristik yang menentukan sifat dari sistem disebut property dari sistem, seperti tekanan P, temperatur T, dan volumv (Robert, 1999, Cengel, 2006) :
2.1.1. Tekanan Tekanan
merupakan
salah
satu
property
yang
terpenting
dalamthermodinamika. Tekanan didefinisikan sebagai gaya tekan suatu fluida (cairatau gas) pada satu satuan unit luas area. Karena satuan Pascal terlalu
7
kecil, maka dalam analisis thermodinamika seringdigunakan satuan kilopascal (1 kPa = 103 Pa), atau megapascal (1 MPa = 106 Pa). Satuan tekanan yang cukup dikenal adalah satuan bar (barometric), atau atm (standard atmosphere), sebagai berikut : 1 bar = 105 Pa = 0,1 Mpa = 100kPa 1 atm = 101. 325 Pa = 101,325 kPa = 1, 01325 bar 2.1.2. Volum Volum yang dimaksud dalam kajian thermodinamika adalah volum jenis. Volum jenis adalah jumlah volum dalam satu kilogram massa suatu zat (m3/kg). Volum jenis v merupakan kebalikan dari densitas ρ = 1/V dengan saruan SI adalah kg/m3. 2.1.3. Temperatur Temperatur T adalah ukuran panas-dinginnya dari suatu zat.Panas dinginnya suatuzat berkaitan dengan energi termal yang terkandung dalam zat tersebut.Makin
besar
energi
termalnya,
makin
besar
temperaturnya.
Temperatur dari suatu benda menyatakan keadaan termal benda tersebut dan kemampuan benda untukbertukar energi dengan benda lain yang bersentuhan dengan benda tersebut. Dalam sistem SI satuan temperatur adalah Kelvin (K) tanpa derajad. Skala dari ukuran temperatur dalam derajad Celcius adalah sama dengan skala ukuran Kelvin, tetapi titik nol oC sama dengan 273,15 K. Dalam analisis thermodinamika, apabila yang dimaksudkan adalah ukuran temperatur maka yang digunakan adalah ukuran dalam K, sedang apabila analisis berhubungan dengan perbedaan temperatur maka baik ukuran oC maupu K dapat digunakan.
2.2. Hubungan Variabel P, v dan T Persamaan keadaan pada gas ideal menghubungkan nilai P, vdan T. Nilai P, vdan Tyang didapat dari data empirik perilaku gas-gas terhadap pengaruh ukuran molekul dan gaya tarik pada perilaku gas. Hubungan-hubungan diatas dapat
8
diaplikasikan pada sistem dalam kesetimbangan (Keneth & Richard, 1996, Cengel, 2006, Salinger 1986). Hubungan variable keadaan P, vdan T dari suatu zat dipengaruhi oleh zat itu sendiri.Hubungan variabel keadaan P, vdan T dengan m disebut persamaan keadaan suatu zat dituliskan seperti pada Persamaan (2.1). 𝐹(𝑃, 𝑉, 𝑇, 𝑚) = 0
(2.1)
Dengan P = Tekanan (Pa) V = Volum (m3) T = Suhu (K) m = Massa (Kg) Jika pada Persamaan (2.1) volumV diganti dengan volum jenis v, dengan hubungan v dan V pada Persamaan (2.2) 𝑉
𝑣=𝑚
(2.2)
Dengan v = Volum jenis (m3/kg) V = Volum (m3) m = Massa (Kg) Maka persamaan keadaan zat hanya tergantung pada zat itu sendiri, sehingga bentuk Persamaan (2.1) berubah menjadi Persamaan (2.3) 𝐹(𝑃, 𝑣, 𝑇) = 0
2.2.1.
(2.3)
Isothermal
Isothermal merupakan perubahan keadaan dengan proses temperatur konstan. Persamaan gas ideal dalam hal ini untuk temperatur T = Konstan yang dituliskan pada Persamaan (2.4). 𝑃. 𝑣 = 𝑅. 𝑇 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
(2.4)
Saat gas ideal berada pada dua sistem dituliskan pada Persamaan (2.5). 𝑃𝑖 . 𝑣𝑖 = 𝑃𝑓 . 𝑣𝑓 𝑃𝑖 𝑃𝑓
=
𝑣𝑓 𝑣𝑖
(2.5a) (2.5b)
9
Gambar 2.3. Diagram P-v proses isothermal (Potter& Craigh,1993) Hubungan tekanan P dengan volumv pada Persamaan (2.5) melukiskan hukum Boyle.Persamaan (2.5) merupakan persamaan hiperbola samasisi dengan kordinat (P, v). Pada Gambar 2.3 diperlihatkan nilai P, v yang menggambarkan proses isothermal. Saat suatu gas dimasukkan tabung pada keadaan i ke keadaan f, suhu gas akan dijaga agar konstan. Pada tabung tersebut suhu dijaga dengan cara mendinginkan atau memanaskan tabung (Salinger, 1986). 2.2.2. Isometrik Isometrik merupakan perubahan keadaan dengan proses volum yang konstan. Persamaan gas ideal dalam hal ini untuk volumv= konstan dituliskan dalam Persamaan (2.6). 𝑅
𝑃 = 𝑣 . 𝑇 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
(2.6)
Saat gas ideal berada pada dua sistem dituliskan pada Persamaan (2.7). 𝑃𝑖 𝑇𝑖
=
𝑃𝑓 𝑇𝑓
(2.7)
10
Gambar 2.4. Diagram P-v proses isometrik (Potter& Craigh,1993) Dalam diagram P-v proses isotermik dilukiskan oleh garis lurus yang paralel dengan sumbu P. Pada Gambar 2.4 keadaan gas dirubah dari keadaan i ke keadaan f dengan memanaskan tabung agar volum gas konstan dan tekanan gas akan bertambah (Salinger, 1986). 2.2.3. Isobarik Isobarik merupakan perubahan keadaan dengan proses tekanan konstan. Persamaan gas ideal dalam hal ini untuk tekanan P = konstan dituliskan dalam Persamaan (2.8). 𝑅
𝑣 = 𝑃 . 𝑇 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
(2.8)
Saat gas ideal berada pada dua sistem dituliskan pada Persamaan (2.9). 𝑣𝑖 𝑇𝑖
=
𝑣𝑓 𝑇𝑓
(2.9)
Hubungan volum v dengan temperaturT pada Persamaan (2.9) melukiskan hukum Gay Lussac. Dalam diagram P-v proses isobarik dilukiskan oleh garis lurus yang paralel sumbu v seperti pada Gambar 2.5. Persamaan (2.9) merupakan persamaa garis lurus melalui (0,0) diman volum v adalah fungsi linear dari temperatur T (Salinger, 1986).
11
Gambar 2.5. Diagram P-v proses isobaric (Potter& Craigh,1993)
2.2.4. Adiabatik Adiabatik adalah perubahan keadaan sistem pada keadaan yang tidak menerima maupun melepaskan sistem. Dalam hal ini proses adiabatik tabung sebagai tempat suatu gas diisolasi. Kerja yang dilakukan gas dalam tabung hanya sebagai perubahan energi sendiri (Salinger, 1986). 2.3. Diagram fase P, vdan T Suatu zat dapat mengalami perubahan fasa pada keadaan yang berbedabeda, tergantung kepada kondisi property-nya. Air berubah fasa menjadi gas pada temperatur sekitar 100 oC apabila tekanannya 1 atm, tetapi pada tekanan lebih tinggi maka temperatur perubahan fasa nya lebih tinggi pula (Robert, 1999). Diagram fase menunjukkan diagram perubahan fasa cair-gas pada suatu zat murni, dengan koordinat tekanan dan temperatur. Dari sifat tersebut
dapat
digambarkan diagram perubahan fasa dari suatu zat murni secara lengkap, yaitu pada semua lingkup keadaan untuk diagram fase zat murni tersebut (Potter & Craigh, 1993).
12
2.3.1. Diagram fase P-T Diagram fase P-T sering disebut dengan diagram fase dimana ketiga fase yaitu cair, padat, dan uap biasanya ada pada diagram ini dan masing masing dibatasi oleh tiga buah garis. Pada Gambar 2.6 garis sublimasi memisahkan daerah padat dan uap, garis penguapan memisahkan daerah cair dan uap, dan garis peleburan atau pencairan memisahkan daerah padat dan cair.Ketiga garis ini bertemu pada triple point, dimana ketiga fase yang ada berada pada kondisi setimbang.Garis penguapan berakhir pada titik kritis karena tidak ada perbedaan yang terjadi antara cair dan uap diatas titik kritis ini (Kenenth & Richard, 1996, Cengel 2006).
Gambar 2.6. Diagram P-T (Cengel, 2006) 2.3.2. Diagram fase P-v Bentuk umum dari diagram P-v pada air mirip dengan diagram T-v tetapi garis temperatur konstan memiliki kecenderungan garis menurun. Pada Gambar 2.7 merepresentasikan senyawa pada padatan mempunyai volum molar lebih kecil dari pada cairan. Hal ini berarti padatan lebih rapat dari pada cairan.Suatu senyawa tidak mengikuti kecenderungan ini, sebagai contoh yaitu air, pada padatan air kurang rapat sehingga air dalam bentuk padat malah mengapung (Kenenth & Richard, 1996, Cengel 2006).
13
.
Gambar 2.7. Diagram P-v (Cengel, 2006) 2.3.3. Diagram fase T-v Diagram T-v digambarkan pada Gambar 2.8 Saat ditambahkan suatu bebanpada bagian atas torak sehingga tekanan pada bagian dalam silinder mencapai tekanan 1 Mpa. Pada tekanan tersebut, volum spesifiknya lebih kecildibandingkan pada saat tekanan 1 atm. Proses perubahan fasenya sama seperti yang telah ditunjukkan pada Gambar 2.8 tetapi air mulai mendidih pada temperatur yang lebih tinggi yaitu 179,9oC. Selain itu, garis horizontal yangmenghubungkan antara titikcair jenuh dan uap jenuh menjadi lebih pendek dibandingkan pada tekanan 1 atm (Kenenth & Richard, 1996, Cengel 2006).
Gambar 2.8. Diagram T-v (Cengel, 2006)
14
2.4. Karakteristik Gas Ideal Gas ideal didefinisikan sebagai suatu keadaan zat dari kondisi cair penguapanya berlangsung sempurna.Oksigen, nitrogen, hidrogen dan udara, pada batas temperatur tertentu dapat juga disebut sebagai gas sempurna.Hukum gas ideal dikontrol oleh beberapa variabel yakni tekanan yang digunakan oleh gas, volum yang ditempati oleh gas, temperatur gas. Molekul-molekul gas ideal didalam suatu ruangan yang dibatasi dindingbergerak kesegala arah dengan tidak beraturan.Karena gerakan tidak beraturan tersebut kemungkinan sering terjaditumbukan antar molekul, sebelum menabrak dinding batas ruangan. Tabrakan molekul ke dinding ruangan terjadi secara terusmenerus yang menimbulkan efek tekanan gas didalam ruangan tersebut.Semakin tinggi temperatur gas, maka semakin besar kecepatan geraknya sehingga menyebabkan momentum tumbukan terhadap dinding semakin besar. Akibatnya tekanan yang terjadi didalam ruangan akan semakin besar pula. Karena itu, diasumsikan adanya suatu jenis gas ideal yang mempunyai sifat ideal (Salinger, 1986).Sifat-sifat gas ideal yang diinginkan tersebut tersebut adalah gaya tarik-menarik antar molekul gas diabaikan dan total volum molekul gas diabaikan terhadap volum ruangan (Kenenth dan Richard, 1996). Persamaan keadaan adalah persamaan matematik yang melibatkan peubah atau fungsi thermodinamik.Gas ideal adalah gas dengan tenaga ikat molekulmolekulnya dapat diabaikan.Setiap gas yang tenaga ikat molekul-molekulnya diabaikan tergolong dalam gas ideal atau gas sempurna.Persamaan ini merupakan hasil percobaan oleh Charles dan Gay-Lussac sehingga disebut Hukum CharlesGay- Lussac (Potter dan Craigh, 1993).Tetapan umum gas dalam persamaan ini juga dapat dinyatakan dalam tetapan Boltzmann k yang juga disebut tetapan umum gas per molekul. Nilai keduanya dapat dihitung dari Hukum Boyle-GayLussac bahwa volum 1 mol gas pada temperatur dan tekanan standar (T = 273K, P= 1atm) adalah 22,4 liter (Kenenth dan Richard, 1996).
15
Dasar teori kinetis molecular persamaan gas ideal untuk satu satuan massa seperti pada Persamaan (2.10) (Salinger, 1986). 𝑃. 𝑣 = 𝑅. 𝑇
(2.10)
dengan R = Konstanta gas (J/kgmK) Untuk massa m, persamaan gas ideal dalam bentuk Persamaan (2.11). 𝑃. 𝑉 = 𝑚. 𝑅. 𝑇
(2.11)
Untuk jumlah mol gas n, dituliskan dalam bentuk Persamaan (2.12). 𝑃. 𝑉 = 𝑛. 𝑅. 𝑇
(2.12)
dengan n = Jumlah mol gas (kgm-mol)
2.5. Persamaan Keadaan 2.5.1. Koefisien ekspansivitas Pengaruh temperatur terhadap volum suatu zat pada tekanan konstan disebut
sebagai
koefiensi
pengembangan
suatu
zat
atau
ekspansivitas.Ekspansivitas dituliskan seperti pada Persamaan (2.13)(Potter dan Craigh, 1993, Salinger, 1986).
𝛽=
1 𝑉
( )
(2.13)
𝑉 𝑇 𝑃
Untuk gas ideal Persamaan (2.13) menjadi bentuk :
𝛽=
1 𝑛𝑅
( )= 𝑉 𝑃
1 𝑇
(2.14)
Jika gas berada pada dua sistem tertutup yang mempunyai tekanan sama menjadi bentuk Persamaan (2.15).
𝛽=
1 𝑑𝑉𝑝 𝑉 𝑑𝑇𝑝
=
𝑑𝑉𝑝 𝑉
𝑑𝑇𝑝
(2.15)
16
Koefisien ekspansivitas pada bentuk Persamaan (2.15) akan menjadi persamaan lain saat dibatasi pada perbedaan temperatur yang menjadi bentuk Persamaan (2.16).
𝛽=
𝑉2 −𝑉1 𝑉1
𝑇2 −𝑇1
=
1 𝛥𝑉𝑝
(2.16)
𝑉1 𝛥𝐼𝑝
2.5.2. Koefisien kompressibilitas Pengaruh tekanan terhadap volum suatu zat pada temperatur konstan disebut kompressibilitas.Kompressibilitas ditentukan dengan Persamaan (2.17).Tanda
negatif
pada
Persamaan
(2.17)
adanya
tekanan
yang
menyebabkan pengurangan volum zat (Salinger, 1986). 𝑉
1
𝜅=− ( ) 𝑉 𝑃
(2.17) 𝑇
Tanda negatif menunjukkan bahwa volum selalu terjadi penurunan seiring dengan bertambahnya tekanan pada temperatur yang konstan, sehingga nilai (𝑉/𝑃)𝑇 bernilai negatif.Koefisien kompressibilitas untuk gas ideal seperti pada Persamaan (2.18)(Potter dan Craigh, 1993). 1 −𝑛𝑅𝑇
𝜅=− ( 𝑉
𝑃2
)=
1 𝑃
(2.18)
Nilai kompressibilitas k juga dapat didefinisikan seperti pada Persamaan (2.19).
𝜅=−
1
(
∆𝑉𝑇
𝑉1 ∆𝑃𝑇
)
(2.19)
17
2.5.3. Hubungan ekspansivitas dan kompressibilitas Hubungan
ekspanssivitas
dan
kompressibilitas
dituliskan
melalui
hubungan persamaan diferensial tekanan dP yang mengandung fungsi temperatur T dan volum V seperti pada Persamaan (2.20)(Potter & Craigh, 1993, Lim1990, Salinger 1986). 𝑃
𝑃
𝑑𝑃 = ( 𝑇 ) 𝑑𝑇 + ( 𝑉) 𝑑𝑉 𝑉
𝑇
(2.20)
Persamaan kesetimbangan dapat dituliskan dalam diferensial volum dV yang mengandung fungsi temperatur T dan tekanan P pada Persamaan (2.21). 𝑉
𝑉
𝑑𝑉 = ( 𝑇 ) 𝑑𝑇 + ( 𝑃) 𝑑𝑃 𝑃
𝑇
(2.21)
Dengan mensubstitusi nilai koefisien ekspanssivitas β dan koefisien kompressibilitas κ pada Persamaan (2.15) dan Persamaan (2.17) bentuk diferensial volum dV menjadi : 𝑑𝑉 = 𝛽𝑉𝑑𝑇 − 𝜅𝑉𝑑𝑃
(2.22)
𝑑𝑉 𝑉
(2.23)
= 𝛽𝑑𝑇 − 𝜅𝑑𝑃
Dengan menghilangkan dP dan mengelompokkan nilai dV pada Persamaan (2.20) dan dTdV pada Persamaan (2.21) didapatkan bentuk :
𝑉 𝑃
𝑃 𝑉 𝑃 𝑉 𝑉)𝑇 ] 𝑑𝑉 = [(𝑃)𝑇 ( 𝑇)𝑉 + (𝑇)𝑃 ] 𝑑𝑇
[1 − ( ) ( 𝑇
(2.24)
Saat sistem berada dalam kesetimbangan dengan temperatur yang sama tetapi volum yang berbeda pada kondisi dT = 0 dan dV ≠ 0 :
𝑉 𝑃 1 − (𝑃 ) ( 𝑉) = 0 𝑇 𝑇 𝑉
(𝑃) = 𝑇
1
𝑃 ( ) 𝑉 𝑇
(2.25) (2.26)
18
Pada keadaan sistem berada dalam kesetimbangan dengan volum yang sama tetapi temperatur yang berbeda pada kondisi dV = 0 dan dT ≠ 0 :
𝑉 𝑃
𝑃 𝑇
𝑇 𝑉
( ) ( ) + ( ) 𝑇
𝑉
=0
(2.27)
𝑃
Dengan mengkombinasikan bentuk Persamaan (2.25) dan Persamaan (2.27) didapatkan kesetimbangan simetris pada Persamaan (2.28).
𝑉 𝑃
𝑃 𝑇
𝑇 𝑉
( ) ( ) ( ) 𝑇
𝑉
= −1
(2.28)
𝑃
Penurunan persamaan tersebut jika dihubungkan dengan nilai koefisien kompressibilitas dan koefisien ekspanssivitas dapat dituliskan dalam bentuk: 𝑉
( ) 𝑃 𝛽𝑉 𝑇 ( ) = − 𝑉 𝑃 = − = 𝛽𝜅 −𝜅𝑉 𝑇 𝑉 ( )
(2.29)
𝑃 𝑇
2.5.4. Titik Kritis pada Gas Van der Waals Johannes Diderik van der Waals (1837-1923), seorang fisikawan dari Belanda yang memenangkan hadiah Nobel tahun 1920 dalam bidang fisika karena mengkaji persamaan keadaan gas dan cairan. Persamaan ini merupakan teori semiempirikal karena berbasis pada hasilpengamatan eksperimen yang dikombinasikan dengan perlakuan thermodinamik (Salinger 1986). Pada keadaan isothermik yang merupakan perubahan keadaan dengan proses volum yang konstan mempunyai diagram P-v seperti pada Gambar 2.7 mempunyai diferensial pada Persamaan (2.30)(Salinger, 1986, Lim, 1990).
𝑃 𝑣 )𝑇
(
(2.30)
Pada Gambar 2.7 Untuk Tkurang dariTc kurva isothermik pada P-vberosilasi melalui suatu titik minimum dan diikuti oleh suatu maksimum. Pada Tc kurva isothermik mempunyai titik infleksi dengan slope dan kelengkungannya sama dengan nol dan dituliskan pada Persamaan (2.31).
19
𝑃 𝑣 )𝑇 = 0
(
(2.31a)
2
𝑃 ( 2) = 0 𝑣 𝑇
(2.31b)
Persamaan Van der waals untuk gas ideal dituliskan pada persamaan :
𝑃=
𝑅𝑇
−
𝑣−𝑏
𝑎
(2.32)
𝑣2
Hubungan persamaan Van der waals untuk gas ideal pada Persamaan (2.31) dan pada Persamaan (2.32) adalah :
𝑃
( 𝑣 ) = − 𝑇
(
2𝑃 ) 𝑣2 𝑇
=
𝑅𝑇
2𝑎
(𝑣−𝑏) 2 𝑅𝑇
(𝑣−𝑏)
2
− 𝑣3 6𝑎
3
− 𝑣4
(2.32a)
(2.32b)
Saat temperatur Tsama dengan temperatur kritis Tc dan volum vsama degan volum kritis vc. Penyelesaian persamaan diatas akan didapatkan nilai tekanan kritis Pc, Tc danvcpada Persamaan (2.33).
𝑃𝑐 =
𝑎 27𝑏
2
𝑣𝑐 = 3𝑏
𝑇𝑐 =
(2.33a) (2.33b)
8𝑎 27 𝑟𝑏
(2.33c)
Pada persamaan diatas masih mengandung nilai konstanta a dan b untuk gas ideal pada keadaan saat berada di titik kritis. Penyelesaian persamaan Van der WaalspV/RT dituliskan dalam bentuk : 𝑃 𝑐 𝑣𝑐 𝑅 𝑇𝑐
=
3 8
(2.34)
20
2.6. Biogas Energi biogas adalah salah satu dari banyak macam sumber energi terbarukan.Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi
dari
bahan-bahan
organik.Proses
ini
berlangsung
selama
pengolahanatau fermentasi. Gas yang dihasilkan sebagian besar terdiri atas metana atau CH4 dan karbon dioksida atau CO2.Jika kandungan gas CH4 lebih dari 50%, maka campuran gas ini mudahterbakar. Kandungan gas CH4 dalam biogas yang berasal dari kotoran ternaksapi kurang lebih 60%. Temperatur ideal proses fermentasi untuk pembentukanbiogas berkisar 30 °C (Teguh, 2006). Menurut Widodo (2006), kandungan nutrien utama untuk bahan pengisi biogas adalah nitrogen, fosfor dan kalium. Kandungan nitrogen dalam bahan sebaiknya sebesar 1,45%, sedangkan fosfor dan kalium masing-masing sebesar 1,10%. Nutrien utama tersebut dapat diperoleh dari substrat kotoran ternak berupa sapi yang dapat meningkatkan ratio CH4 danCO2dalam biogas. Feses sapi mengandung hemisellulosa sebesar 18,6%, sellulosa 25,2%, lignin 20,2%, nitrogen 1,67%, fosfat 1,11% dan kalium sebesar 0,56% sehingga feses sapi mempunyai ratio sebesar 16,6-25% (Serindit, 2015, Simora et al, 2006). Prinsip pembuatan biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerobik untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas. Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30°C hingga 55°C, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal (Simora et al, 2006).