Politeknik Negeri Sriwijaya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Umum Secara umum suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama,
yaitu, pusat pembangkitan listrik, saluran transmisi dan sistem distribusi. Perlu dikemukakan bahwa suatu sistem dapat terdiri atas beberapa sub sistem yang saling berhubungan atau yang biasa disebut sistem terinterkoneksi. Gambar 2.1 memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik yang terinterkoneksi.
Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik (3) Di dalam sistem tenaga listrik sering kali terjadi gangguan yang disebabkan hubung singkat yang dapat merusak peralatan. Untuk melindungi peralatan terhadap gangguan hubung singkat, di dalam sistem diperlukan alat pengaman atau proteksi. Sistem pengaman atau proteksi bertujuan untuk mencegah atau membatasi kerusakan pada jaringan beserta peralatannya dan keselamatan umum yang disebabkan oleh gangguan, serta meningkatkan pelayanan pada konsumen.
5
6 Politeknik Negeri Sriwijaya
2.2
Sistem Proteksi Secara umum pengertian sistem proteksi ialah cara untuk mencegah atau
membatasi kerusakan peralatan tehadap gangguan, sehingga kelangsungan penyaluran tenaga listrik dapat dipertahankan. Sistem proteksi penyulang tegangan menengah ialah pengamanan yang terdapat pada jaringan tegangan menengah di Gardu Induk (GI) dan pengaman yang terdapat pada jaringan tegangan menengah. Penyulang tegangan menengah ialah penyulang tenaga listrik yang berfungsi untuk mendistribusikan tenaga listrik tegangan menengah (6 kV β 20 kV), yang terdiri dari : a. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) b. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) Gangguan pada sistem distribusi tenaga listrik hampir seluruhnya merupakan gangguan hubung singkat, yang akan menimbulkan arus yang cukup besar. Semakin besar sistemnya semakin besar gangguannya. Arus yang besar bila tidak segera dihilangkan akan merusak peralatan yang dilalui arus gangguan. Untuk melepaskan daerah yang terganggu itu maka diperlukan suatu sistem proteksi, yang pada dasarnya adalah alat pengaman yang bertujuan untuk melepaskan atau membuka sistem yang terganggu, sehingga arus gangguan ini akan padam (Irfan, Skripsi, 2009: 15). 2.2.1 Pengelompokkan Sistem Proteksi Untuk mendapatkan daerah pengamanan yang baik, di dalam sistem tenaga listrik dibagi di dalam suatu daerah pengamanan yang cukup dengan pengamanan sub sistem seminim mungkin. Sistem tenaga listrik yang dibagi dalam daerah pengamanan adalah (Hazairin Samaulah, 2004, hal.11) : a. Generator b. Transformator daya c. Busbar d. Transmisi e. Feeder
7 Politeknik Negeri Sriwijaya Pembagian dalam 5 daerah pengamanan dilaksanakan dengan saling berhubungan meliputi daerah pengaman didekatnya. Sebagai contoh sistem tenaga listrik dan daerah pengamanannya diperlihatkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Pengaman Utama pada Sistem Tenaga (7)
2.2.2
Pembagian Tugas dalam Sistem Proteksi Dalam sistem proteksi, pembagian tugas dapat diuraikan menjadi
(Hazairin Samaulah, 2004: 5): a. Proteksi utama, berfungsi untuk mempertinggi keandalan, kecepatan kerja, dan fleksibilitas sistem proteksi dalam melakukan proteksi terhadap sistem tenaga. b. Proteksi pengganti/cadangan, berfungsi jika proteksi utama menghadapi kerusakan untuk mengatasi gangguan yang terjadi. Proteksi ini umumnya mempunyai perlambatan waktu hal ini untuk memberikan kesempatan pada pengaman utama bekerja terlebih dahulu dan jika proteksi utama gagal maka proteksi cadangan bekerja.
8 Politeknik Negeri Sriwijaya
2.2.3
Daerah Sistem Proteksi Transformator dan Penyulang Peralatan sistem pengamanan ditempatkan pada bagian-bagian sistem
tenaga listrik yang memberikan suatu konsep daerah pengamanan. Batas suatu daerah menentukan suatu bagian dari sistem sehingga untuk suatu gangguan dimanapun di dalam daerah tersebut, sistem pengamanan bertanggung jawab untuk memisahkan bagian yang terganggu dari sistem tenaga listrik. Oleh karena itu, suatu sistem tenaga listrik dibagi ke dalam seksi-seksi yang dibatasi oleh pemutus rangkaian (PMT). Tiap seksi memiliki rele pengaman dan memiliki daerah pengamanan (Zone of Protection). Bila terjadi gangguan, maka rele akan bekerja mendeteksi gangguan dan PMT akan trip. Gambar 2.3 berikut ini menjelaskan tentang konsep pembagian daerah proteksi. BUS 70 kV
Gambar 2.3 Skema Sistem Proteksi pada Transformator dan Penyulang (4) Rele arus lebih pada pengaman transformator digunakan sebagai pengaman cadangan terhadap adanya gangguan di dalam maupun di luar daerah pengamanan. Bila rele tersebut di sisi primer maka dapat berfungsi seperti yang dinyatakan di atas, tetapi untuk rele arus lebih yang ada di sisi sekunder hanyalah sebagai pengaman cadangan di penyulangnya (Samaulah, 2004: 110).
9 Politeknik Negeri Sriwijaya Pada penyulang, OCR merupakan pengaman utama. OCR dapat dipasang pada bagian tegangan tinggi saja, atau pada sisi tegangan menengah saja, atau pada sisi tegangan tinggi dan tegangan menengah sekaligus. Selanjutnya OCR dapat menjatuhkan PMT pada sisi dimana rele terpasang atau dapat menjatuhkan PMT di kedua sisi transformator tenaga. OCR jenis definite time ataupun inverse time dapat dipakai untuk proteksi transformator terhadap arus lebih. Batas setiap daerah menunjukkan bagian sistem yang bertanggung jawab untuk memisahkan gangguan yang terjadi di daerah tersebut dengan sistem lainnya. Aspek penting lain yang harus diperhatikan dalam pembagian daerah proteksi adalah bahwa daerah yang berdekatan harus saling tumpang tindih (overlap). Hal ini dimaksudkan agar tidak ada sistem yang dibiarkan tanpa perlindungan. Pembagian daerah proteksi ini bertujuan agar daerah yang tidak mengalami gangguan tetap dapat beroperasi dengan baik sehingga dapat mengurangi daerah terjadinya pemadaman.
2.2.4
Peralatan Sistem Proteksi Dalam usaha untuk meningkatkan keandalan penyediaan dan penyaluran
energi listrik, kebutuhan sistem proteksi yang memadai tidak dapat dihindarkan. Sistem proteksi atau pengaman tenaga listrik tersebut adalah merupakan suatu kesatuan antara PMT atau CB, transduser dan rele. Adanya kesalahan dari salah satu komponen tersebut dapat berakibat sistem proteksi tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. 2.2.4.1 Rele Proteksi Rele proteksi adalah susunan peralatan pengaman yang dapat merasakan atau mengukur adanya gangguan atau ketidakstabilan sistem yang kemudian secara otomatis dapat memberikan respon berupa sinyal untuk menggerakkan sistem mekanis pemutus tenaga agar dapat terpisahkan dari bagian yang terganggu. Rele proteksi biasanya digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan pada sistem tenaga listri terutama untuk:
10 Politeknik Negeri Sriwijaya a. Memberikan tanda bahaya atau membuka Circuit Breaker (CB) sehingga memisahkan sebagian dari system tersebut selama terjadinya kondisi yang tidak normal. b. Memutuskan bagian sistem yang tidak normal sehingga mencegah kesalahan berikutnya. c. Melepas pemutus tenaga apabila gangguan dianggap membahayakan peralatan-peralatan listrik seperti generator, motor, traansformator, dan sebagainya. Bilamana terjadi suatu gangguan di dalam rangkaian listrik, instalasi harus diamankan dan bagian yang terganggu harus dipisahkan dalam waktu yang secepatnya guna mencgah atau memperkecil kerusakan yang diakibatkan oleh gangguan tersebut. Hal ini perlu dilakukan secara otomatis dan selektif, sehingga bagian instalasi yang tidak terganggu dapat berfungsi secara kontinyu. Untuk itu rele pengaman harus mempunyai sifat β sifat utama suatu pengaman, yaitu: a. Selektif Selektifitas atau yang dikenal sebagai koordinasi relai adalah proses penggunaan dan penyetelan relai proteksi yang bekerja over-reach terhadap relai lain, sehingga relai harus beroperasi secepat mungkin pada zona utama, tapi harus menunda operasinya di daerah cadangan operasi. Sistem proteksi harus selektif dan memilih dengan tepat bagian mana dari instalasi yang terganggu dan harus dipisahkan dari rangkaian yang tidak terganggu dan harus terus beroperasi. b. Sensitif Sistem proteksi perlu memiliki suatu tingkat sensitifitas tinggi, agar gangguan dapat dideteksi sedini mungkin sehingga bagian yang terganggu, atau kemungkinan terjadinya kerusakan menjadi sekecil mungkin. c. Andal Sistem proteksi perlu memiliki suatu taraf keandalan yang tinggi dan senantiasa dapat bekerja pada kondisi β kondisi gangguan yang terjadi. Keandalan mempunyai dua aspek yaitu dependability dan security. Dependability diartikan sebagai derajat kepastian bahwa rele atau sistem rele akan beroperasi dengan
11 Politeknik Negeri Sriwijaya benar. Sedangkan security diartikan sebagai derajat kepastian bahwa rele atau sistem tidak beroperasi dengan salah. d. Cepat Sistem proteksi perlu memiliki tingkat kecepatan sebagaimana ditentukan, sehingga meningkatkan waktu pelayanan, keamanan manusia dan peralatan, serta stabilitas operasi. Pada suatu sistem tegangan menengah, dimana koordinasi antar rele sangat dibutuhkan dengan waktu rele sedikit lambat. Tipe operasi rele untuk tegangan menengah antara 0,2 sampai 1,5 detik. Jadi, kecepatan dalam sistem proteksi penting, tapi tidak selalu dibutuhkan. Akan tetapi, dalam sistem pembangkitan dan tegangan tinggi diperlukan proses pelepasan yang sangat cepat. e. Perluasan sistem Sistem proteksi harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak akan mengganggu kemungkinan perluasan instalasi atau jaringan diwaktu yang akan datang (Hazairin Simaulah, 2004: 93). 2.2.4.2 Transformator Ukur Transformator
ukur
merupakan
suatu
peralatan
yang
dapat
mentransformasikan (merubah) suatu besaran listrik (arus dan tegangan) ke besaran yang sama dengan harga yang berbeda. Transformator ukur memiliki belitan primer dan sekunder. Belitan primer dihubungkan ke jaringan sistem tenaga listrik dan belitan sekunder dihubungkan ke peralatan ukur dan peralatan pengaman. Oleh karena itu, pada sistem tenaga listrik memiliki besaran dengan nilai yang cukup besar maka transformator ukur berfungsi untuk menurunkan nilai besaran. Berdasarkan besaran yang ditransformasikan, transformator ukur terdiri dari: a. Transformator arus (current transformer) b. Transformator tegangan (potential transformer) c. Gabungan transformator arus dan tegangan (combined current and potential transformer)
12 Politeknik Negeri Sriwijaya
2.2.4.3 Circuit breaker (CB) / Pemutus tenaga (PMT) Pemutus tenaga berfungsi untuk memisahkan bagian sistem yang terganggu. Pemutus tenaga dapat dioperasikan yaitu ditutup atau dibuka dengan mempergunakan sistem proteksi. Dengan demikian sebuah pemutus tenaga dapat secara otomatis membuka suatu rangkaian bilamana arus saluran, tegangan saluran atau frekuensi sistem melampaui batas tertentu. Pemutus tenaga merupakkan suatu kontak yang digerakkan oleh suatu penggerak dari trip koil, motor listrik atau melalu tekanan (hidrolik atau pneumatik). Oleh karena pemutus tenaga beroperasi pada pada arus dan tegangan yang cukup tinggi maka pada bagian kontak dilengkapi dengan pemadam busur api (minyak, gas, udara, vakum, dan lain-lain). Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemutus tenaga dalam sistem tenanga listrik yaitu: a. Mampu menyalurkan arus maksimum sistem tenaga listrik secara kontinu. b. Mampu memutuskan dan menghubungkan jaringan dalam keadaan berbeban maupun dalam keadaan gangguan hubung singkat tanpa menimbulkan kerusakan pada pemutus tenaga itu sendiri. c. Dapat memutuskan arus hubung singkat dengan sangat cepat agar arus hubung singkat tidak sampau merusak peralatan sistem, membuat sistem kehilangan kestabilan dan merusak pemutus tenaga itu sendiri. 2.3
Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat pada Jaringan Gangguan hubungan singkat yang mungkin terjadi dalam jaringan (Sistem
kelistrikan) yaitu: 1. Gangguan hubungan singkat tiga fasa 2. Gangguan hubungan singkat dua fasa 3. Gangguan hubungan singkat satu fasa ke tanah 4. Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah Dari ketiga macam gangguan hubung singkat diatas, arus gangguannya dihitung dengan menggunakan rumus umum (hukum Ohm) yaitu: I=
π π
(2.1)(1)
13 Politeknik Negeri Sriwijaya Dimana,
I = Arus yang mengalir pada hambatan Z V= Tegangan sumber (Volt) Z =Impedansi jaringan, nilai ekivalen dari seluruh impedansi di dalam jaringan dari sumber tegangan sampai ke titik gangguan (β¦/km)
Dengan mengetahui besarnya tegangan sumber dan besarnya nilai impedansi tiap komponen jaringan, maka besarnya arus hubung singkat dapat dihitung dengan menggunakan rumus diatas. Yang membedakan antara gangguan hubung singkat 3 fasa dan 2 fasa adalah impedansi yang terbentuk sesuai dengan macam gangguan itu sendiri dan tegangan yang memasok arus ke titik gangguan, impedansi yang terbentuk dapat ditunjukkan seperti berikut: Z untuk gangguan 3 fasa, Z = Z1 Z untuk gangguan 2 fasa, Z = Z1 + Z2 Dimana,
Z1 = Impedansi urutan positif 3 fasa Z2 = Impedansi urutan negatif 2 fasa
Perhitungan arus gangguan hubung singkat adalah analisa suatu sistem tenaga listrik pada saat dalam keadaan gangguan hubung singkat, dimana nantinya akan diperoleh nilai besaran-besaran listrik yang dihasilkan sebagai akibat gangguan hubung singkat tersebut. Gangguan hubung singkat dapat didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi akibat penurunan kekuatan dasar isolasi (basic insulation strength) antara sesama kawat fasa, atau antara kawat fasa dengan tanah, yang menyebabkan kenaikan arus secara berlebihan atau biasa juga disebut gangguan arus lebih. Untuk menghitung arus gangguan hubung singkat pada sistem seperti diatas, maka dilakukan beberapa tahap perhitungan yaitu sebagai berikut:
2.3.1
Perhitungan Impedansi Sumber Dalam menghitung impedansi dikenal 3 macam impedansi urutan yaitu:
a. Impedansi urutan positif (Z1), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus urutan positif.
14 Politeknik Negeri Sriwijaya b. Impedansi urutan negatif (Z2), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus urutan negatif. c. Impedansi urutan nol (Z0), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus urutan nol. Sebelum melakukan perhitungan arus hubung singkat, maka kita harus memulai perhitungan pada rel daya tegangan primer di gardu induk untuk berbagai jenis gangguan, kemudian menghitung pada titik-titik lainnya yang letaknya semakin jauh dari gardu induk tersebut. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai dasar impedansi urutan rel daya tegangan tinggi atau bisa juga disebut sebagai impedansi sumber, impedansi transformator, dan impedansi penyulang.
Xsc Sumber
Xt
Incoming
Outcoming
impedansi penyulang
Gambar 2.4 Sketsa Penyulang Tegangan Menengah (6) Dimana,
Xsc = impedansi sumber Xt = reaktansi transformator
a. Impedansi sumber Untuk menghitung impedansi sumber di sisi bus 20 kV, maka harus dihitung dulu impedansi sumber di bus 70 kV. Impedansi sumber di bus 70 kV diperoleh dengan rumus : kV 2
Xsc = MVAsc Dimana,
(2.2) (6)
Xsc = Impedansi sumber (ohm) kV2 = Tegangan sisi primer trafo tenaga (kV) MVAsc = Data hubung singkat di bus primer (MVA)
Perlu diingat bahwa impedansi sumber ini adalah nilai ohm pada sisi primer, karena arus gangguan hubung singkat yang akan dihitung adalah
15 Politeknik Negeri Sriwijaya gangguan hubung singkat di sisi 20 kV, maka impedansi sumber tersebut harus dikonversikan dulu ke sisi 20 kV, sehingga pada perhitungan arus gangguan nanti sudah menggunakan sumber 20 kV. Xs(sisi 70 kV)
70 kV
Gambar 2.5 Transformasi Reaktansi Transformator Tenaga (1) Untuk mengkonversikan impedansi yang terletak di sisi 70 kV, dilakukan dengan persamaan berikut: Xs ( sisi 20 kV)
kV (sisi sekunder trafo)2 =
kV (sisi primer trafo)2
x Xsc (sisi 70 kV)
(2.3) (6)
2.3.2 Perhitungan Reaktansi Transformator Pada perhitungan impedansi suatu transformator yang diambil adalah harga reaktansinya, sedangkan tahanannya diabaikan karena harganya kecil. Untuk mencari nilai reaktansi trafo dalam Ohm dihitung dengan cara sebagai berikut: ππ 2
Xt (pada 100%) = πππ΄
(2.4) (6)
Xt = Xt (%) x Xt (pada 100%)
(2.5) (6)
Dimana,
Xt = Reaktansi trafo tenaga (ohm) kV2 = Tegangan sisi sekunder trafo tenaga (kV) MVA = Kapasitas daya trafo tenaga (MVA)
2.3.3 Perhitungan impedansi penyulang Untuk perhitungan impedansi penyulang, perhitungannya tergantung dari besarnya impedansi per km dari penyulang yang akan dihitung, dimana besar nilainya tergantung pada jenis penghantarnya, yaitu dari bahan apa penghantar
16 Politeknik Negeri Sriwijaya tersebut dibuat dan juga tergantung dari besar kecilnya penampang dan panjang penghantarnya. Disamping itu penghantar juga dipengaruhi perubahan temperatur dan konfigurasi dari penyulang juga sangat mempengaruhi besarnya impedansi penyulang tersebut. Untuk mendapatkan impedansi feeder secara keseluruhan maka disimulasikan lokasi gangguan per 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%, maka dapat dibuat: Z1 = Z2 = % panjang x panjang penyulang (km) x Z1 / Z2 Dimana ,
(2.6) (2)
Z1 = Impedansi urutan positif (ohm) Z 2 = Impedansi urutan negatif (ohm)
2.3.4 Perhitungan Impedansi Ekivalen Jaringan Perhitungan yang akan dilakukan di sini adalah perhitungan besarnya nilai impedansi ekivalen posifif, negatif dan nol dari titik gangguan sampai ke sumber. Karena dari sejak sumber ke titik gangguan impedansi yang terbentuk adalah tersambung seri maka perhitungan Z1eq dan Z2eq dapat Urutan positif dan urutan negative (Z1eq = Z2eq) Z1eq = Z2eq = Zs + Ztr + Zpenyulang Dimana,
(2.7) (2)
Z1eq = Impedansi ekivalen jaringan urutan positif (ohm) Z2eq = Impedansi ekivalen jaringan urutan negatif (ohm) Zs = Impedansi sumber sisi 20 kV (ohm) Ztr = Impedansi trafo tenaga urutan positif dan negatif (ohm) Zpenyulang = Impedansi urutan positif dan negatif (ohm)
Gangguan β gangguan tersebut dihitung untuk lokasi gangguan yang terjadi pada 0%, 25%, 50%, 75%, 100% dari panjang penyulang yang dalam hal ini dianggap nilai dari Z1eq = Z2eq.
17 Politeknik Negeri Sriwijaya
2.3.5
Perhitungan Arus Hubung Singkat Tiga Fasa
Gambar 2.6 Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa (1) Kemungkinan terjadinya gangguan 3 fasa adalah putusnya salah satu kawat fasa yang letaknya paling atas pada transmisi atau distribusi, dengan konfigurasi kawat antar fasanya disusun secara vertikal. Kemungkinan terjadinya memang sangat kecil, tetapi dalam analisanya tetap harus diperhitungkan. Kemungkinan lain adalah akibat pohon yang cukup tinggi dan berayun sewaktu angin kencang, kemudian menyentuh ketiga kawat pada distribusi (Prana, Skripsi, 2013: 12). Gangguan hubung singkat tiga fasa dapat dihitung dengan menggunakan rumus hukum ohm yaitu : πΈπβ
(2.8) (2)
I3 fasa = π1ππ Dimana,
I3fasa = Arus gangguan hubung singkat tiga fasa (A) Eph = Tegangan fasa - netral sistem 20kV =
20.000 β3
Z1eq = Impedansi ekivalen urutan positif (ohm)
2.3.6
Perhitungan Arus Hubung Singkat Dua Fasa
Gambar 2.7 Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa (1)
18 Politeknik Negeri Sriwijaya
Kemungkinan terjadinya gangguan 2 fasa disebabkan oleh putusnya kawat fasa tengah pada transmisi atau distribusi. Kemungkinan lainnya adalah dari rusaknya isolator di transmisi atau distribusi sekaligus 2 fasa. Gangguan seperti ini biasanya mengakibatkan 2 fasa ke tanah (Prana, Skripsi, 2013: 13). Arus gangguan hubung singkat dua fasa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : πΈπββπβ
I2 fasa = π1ππ+π2ππ
(2.9) (2)
Karena Z1eq = Z2eq, maka : πΈπββπβ
I2 fasa = 2 π₯ π1ππ Dimana,
(2.10) (2)
I2 fasa = Arus gangguan hubung singkat dua fasa (A) Eph-ph = Tegangan fasa - fasa sistem 20kV = 20000 (V) Z1eq = Impedansi ekivalen urutan positif (ohm)
2.4
Rele Arus Lebih Rele arus lebih adalah suatu rele yang bekerja didasarkan adanya kenaikan
arus yang melebihi suatu nilai pengamanan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu, sehingga rele ini dapat dipakai sebagai pola pengamanan arus lebih (Samaulah, 2000:53). Keuntungan dan fungsi rele arus lebih adalah sebagai berikut: a. Sederhana dan murah. b. Mudah penyetelannya. c. Merupakan rele pengaman utama dan cadangan. d. Mengamankan gangguan hubung singkat antara fasa maupun hubungan singkat satu fasa ke tanah dan dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengaman beban lebih (overload). e. Pengaman utama pada jaringan distribusi dan sub transmisi radial. f. Pengamanan cadangan untuk generator, trafo tenaga dan saluran transmisi.
19 Politeknik Negeri Sriwijaya
Gambar 2.8 Rangkaian Pengawatan Rele Arus Lebih (8)
2.4.1 Karakteristik Rele Arus Lebih Berdasarkan karakteristik waktu, rele dapat dibedakan sebagai berikut: a. Rele arus lebih seketika (instantaneous relay) Rele arus lebih dengan karakteristik waktu kerja seketika (moment) ialah jika jangka waktu rele saat mulai arusnya pick up sampai selesainya kerja rele sangat singkat (20 β 100 ms), yaitu tanpa penundaan waktu. Rele umumnya dikombinasikan dengan karakteristik waktu tertentu (definite time) atau waktu terbalik (inverse time).
Gambar 2.9 Karakteristik Waktu Seketika (6)
20 Politeknik Negeri Sriwijaya b. Rele arus lebih waktu tertentu (definite time relay) Rele ini akan memberikan perintah pada PMT pada saat terjadi gangguan hubung singkat dan besarnya arus gangguan melampaui settingnya (Is),dan jangka waktu kerja rele mulai pick up sampai kerja rele diperpanjang dengan waktu tertentu tidak tergantung besarnya arus yang mengerjakan rele seperti yang terlihat pada gambar 2.5 (Samaulah, 2000: 54)
Gambar 2.10 Karakteristik Waktu Tertentu (6)
c. Rele arus lebih waktu terbalik (inverse time relay) Rele dengan karkteristik waktu terbalik adalah jika jangka waktu mulai rele arus pick up sampai selesainya kerja rele diperpanjang dengan besarnya nilai yang berbanding terbalik dengan arus yang menggerakkan seperti terlihat pada gambar 2.6 Bentuk perbandingan terbalik dari waktu-arus ini dapat digolongkan menjadi: - Berbanding terbalik (standard inverse) - Sangat berbanding terbalik (very inverse) - Sangat berbanding terbalik sekali (extremely inverse)
Gambar 2.11 Karkteristik Waktu Terbalik (6)
21 Politeknik Negeri Sriwijaya
2.4.2 Koordinasi Penyetelan Rele Arus Lebih Berikut dijelaskan mengenai koordinasi penyetelan rele sesuai dengan standar PT.PLN (Persero) P3B Sumatera Bidang Transmisi Sub Bidang Proteksi Scadatel Padang, 2008. Kaidah Setelan OCR meliputi pertimbangan teknis dalam setelan OCR yaitu: Tabel 2.1 Batasan Setelan OCR Transformator (4) Uraian
Penyulang
Incoming trf
Sisi hv trf
Jenis
OCR
OCR
Karakteristik
SI
OCR SI
Setelan Arus
(1.0 β 1.2) x inct
(1.0 -1.2) x intrfm (hv)
(1.0 -1.2) x ccc*)
(1.0 -1.2) x in trf mv (1.0 -1.2) x ccc**)
0.2 - 0.4 detik
0.7 - 1.0 detik
1.2 - 1.6 detik
Waktu kerja
SI
(hs phasaphasa di bus 20 kV) *) pilih yang terkecil **) tidak lebih kecil dari arus gangguan di bus gh terdekat
2.5
Menghitung Setting Rele Arus Lebih
a. Arus setting pada penyulang Untuk menghitung nilai setting arus lebih dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Iset (prim)= (1,0 ~ 1,2) x Ibeban
(2.11) (6)
Nilai setting rele penyulang 20 kV diambil berdasarkan tabel (2.1) Nilai tersebut adalah nilai primer. Untuk mendapatkan nilai setelan sekunder yang dapat disetkan pada rele arus lebih, maka harus dihitung dengan menggunakan ratio trafo arus (CT) yang terpasang pada sisi primer maupun sisi sekunder transformator tenaga.
22 Politeknik Negeri Sriwijaya 1
Iset (sek) = Iset (prim) x π
ππ‘ππ πΆπ Dimana,
(2.12) (6)
Iset = arus penyetingan (A) Ibeban = besar arus beban
b. Setting waktu / Time Multiple Setting (TMS) pada penyulang Hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat, selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai setelan TMS (Time Multiple Setting). Untuk setelan waktu rele Standard Inverse, dapat dihitung dengan menggunakan rumus kurva waktu terhadap arus dari standard British, yaitu: t=
0,14 π₯ π‘ππ If 0.02 β1} {[Is]
(2.13) (6)
Untuk menentukan nilai Tms yang akan disetting pada rele arus lebih diambil pada angka arus gangguan 3 fasa pada lokasi gangguan tertentu (%) dari panjang penyulang dan waktu kerja di penyulang tersebut. Nilai Tms yang akan disetkan pada rele arus lebih adalah sebagai berikut: If 0.02 β1} Is
π‘ {[ ]
Tms = Dimana,
0,14
(2.14) (6)
t = waktu kerja Tms = setelan waktu If = arus gangguan hubung singkat 3 fasa dan 2 fasa. Untuk setelan rele arus lebih (inverse) diambil arus gangguan hubung singkat terbesar. Is = arus yang disetting pada sisi primer
c. Arus setting pada sisi incoming 20 kV Untuk menentukan nilai setting rele arus lebih di sisi incoming 20 kV transformator, perlu dihitung terlebih dahulu arus nominal transformator tenaga dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
23 Politeknik Negeri Sriwijaya πππ΄
In (sisi 20 kV) = ππ π₯
(2.15) (6)
β3
(2.16) (4)
Iset (primer) = (1,0 ~ 1,2) x In
Nilai setting tersebut adalah nilai primer. Untuk mendapatkan nilai setting sekunder yang disetkan pada rele arus lebih, maka harus dihitung dengan menggunakan rasio transformator arus yang terpasang pada incoming 20 kV tersebut yaitu sebagai berikut: 1
Iset (sekunder) = Iset (primer) xπππ ππ πΆπ
d.
(2.17)
Setting waktu (TMS) pada sisi incoming 20 kV Setting waktu rele standard inverse dengan menggunakan rumus kurva
waktu terhadap arus dalam hal ini juga diambil dari standar British dengan rumus yaitu: If 0.02 β1} Is
π‘ {[ ]
Tms =
0,14
(2.18)
Pada sisi incoming, Tms juga dihitung berdasarkan besar arus gangguan hubung singkat 3 fasa di lokasi (%) tertentu dari panjang penyulang. Nilai Tms yang akan disetting pada rele arus lebih di sisi incoming 20 kV dihitung dengan menggunakan rumus yang sama. 2.6.1 Pemeriksaan Selektifitas Kerja Rele Arus Lebih Hasil perhitungan setting rele arus lebih yang didapatkan pada pembahasan BAB IV masih harus diperiksa apakah untuk nilai arus gangguan hubung singkat yang lain, waktu rele arus lebih yang terpasang pada penyulang dan sisi incoming 20 kV sudah selektif, dan juga masih harus diperiksa apakah memberikan beda waktu kerja (gradding time) yang terlalu lama. Untuk gradding time yang terlalu lama, bila terjadi kegagalan kerja rele arus lebih di penyulang, maka rele arus lebih di sisi incoming 20 kV dalam hal ini bekerja sebagai pengaman cadangan menjadi terlalu lama mengetripkan PMT sehingga dapat merusak transformator.
24 Politeknik Negeri Sriwijaya Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada rele jenis standar inverse karena setting waktu bukan menunjukkan lamaya waktu kerja rele tersebut. Lamanya waktu kerja rele ditentuan oleh besarnya arus gangguan (fault) yang mengalir ke rele. Semakin besar arus gangguan, maka semakin cepat rele akan bekerja menutup kontaknya sehingga kemudian mentripkan PMT.