1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, marga Metroxylon, dengan ordo Sfadiciflorae. Sagu memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis Metroxylon lainnya, sehingga sagu banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri pertanian. Saat ini pemanfaatan sagu hanya terfokus pada pati yang terkandung didalamnya. Tanaman sagu dapat tumbuh pada berbagai kondisi hidrologi dari yang terendam sepanjang masa sampai kelahan jalan yang tidak terendam air (Bintoro 2008). Bentuk pohon yang tegak dan kuat dengan ukuran tinggi dan diameter batang yang berbeda-beda menurut jenis dan umurnya. Pohon sagu yang mulai berbunga mempunyai tinggi bervariasi antara 10-15 m dan diameter batang mencapai 75 cm dengan berat berkisar satu ton. Sagu yang umumnya dipanen pada umur antara 10-12 tahun pada waktu tinggi tanaman suda mencapai 10-15 m. Batang sagu banyak mengandung pati. Pemanenan pati sagu hendaknya pada saat inisiasi pembentukan bunga (Bintoro 2008).
Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago
2
Perkembangan industri pengolahan pati menyebabkan peningkatan hasil sampingan berupa limbah sagu yang berupa kulit batang, serat dan ampas sagu. Pati sagu yang dihasilkan dari satu batang sagu berkisar 1725%, sedangkan ampas sagu 75-83%. Namun limbah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal (Flach 1993). Limbah ampas sagu merupakan limbah lignoselulosa yang kaya akan selulosa dan pati, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber karbon. Limbah sagu berupa ampas mengandung 65,7% pati dan sisanya berupa serat kasar, protein kasar, lemak dan abu. Berdasarkan persentase tersebut ampas mengandung residu lignin sebesar 21%, sedangkan kandungan selulosanya sebesar 20% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Selain itu, kulit batang sagu mengandung selulosa 57% dan lignin yang lebih banyak 38% dari ampas sagu (Kiat 2006). Kandungan dari ampas sagu dipengaruhi oleh spesies, umur, tempat hidup, dan proses pengolahannya. Komposisi kimia sagu dapat di lihat pada Tebel 1.1.
Tabel 1.1. Komposisi kimia sagu Jenis
Jumlah (%)
Kadar air
78,34%
Lemak
0,20%
Protein
1,31%
Karbohidrat
6,67%
Serat kasar
13,48%
Sumber : Haryanto dan Pangloli (1992)
Tanaman sagu termasuk salah satu komoditi bahan yang banyak mengadung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan makanan pokok untuk beberapa daerah di Indonesia seperti Maluku, Irian Jaya dan sebagian Sulawesi. Dalam proses pembuatan tepung sagu tersebut akan menghasilkan ampas sagu yang berupah limbah. Pemanfaatan ampas sagu masih sangat terbatas. Besarnya potensi ampas sagu yang dapat dihasilkan dari proses
3
pengolahan belum dimanfaatkan secara optimal. Ampas sagu tersebut pada umumnya dibuang ditempat penampungan atau di sepanjang aliran sungai pada lokasi pengolahan sagu. Kegiatan ini dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan khususnya daerah aliran sungai. Proses industri pengolahan sagu melalui beberapa tahapan dimulai dari penebangan, mengupas kulit, penghancuran, pencampuran dengan air, peremasan, pemisahan pati dengan ampas, pengendapan pati dan yang terakhir sampai menjadi tepung sagu. Proses pengolahan sagu menghasilkan tepung dan limbah ampas sagu dapat dilihat pada Gambar 1.2. BATANG SAGU
Pemotongan dan Pengupasan kulit
Kulit batang sagu
Serat dan ampas sagu
Pemarutan
Peremasan
ditambah air
Penyaringan
ditambah air
Pengendapan
Pengeringan
Tepung sagu
Gambar 1.2. Diagram pengolahan tepung sagu dengan sisa limbah ampas sagu
4
Limbah ampas sagu sebagian besar adalah bahan yang mengandung lignoselulosa
yang merupakan limbah yang tidak tertangani, dan
menimbulkan
pencemaran
lingkungan
pada
daerah-daerah
yang
memproduksi tepung sagu. Pada dasarnya limbah ini tidak memiliki nilai ekonomi, bahkan mungkin bernilai negatif karena memerlukan biaya penanganan. Namun demikian, limbah ampas sagu bersifat lignoselulosik, memiliki serat kasar dan sukar membusuk. Lignoselulosa terdiri dari tiga komponen fraksi serat, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Ketiga komponen tersebut merupakan komponen yang mirip dengan sifat-sifat kayu, sehingga banyak bagian dari pohon sagu dimanfaatkan masyarakat untuk bangunan rumah, terutama daun, dahan dan kulit batang sagu (Harsanto 1986). Dari ketiga unsur yang terkandung dalam ampas sagu tersebut penulis mencoba memanfaatkan limbah tersebut sebagai bahan agregat ringan untuk campuran batako. Pada saat ini bata banyak digunakan sebagai komponen dinding struktural maupun non struktural, akan tetapi bahan bangunan ini cenderung mempunyai kelemahan karena beratnya. Bangunan menjadi lebih berat menahan beban yang ada sehingga membutuhkan struktur yang besar sehingga secara biaya akan lebih mahal dan tidak ekonomis. Oleh karena itu perlu bahan bangunan pengganti bata sebagai alternatif bahan bangunan yang ringan dan lebih ekonomis dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal yang ada. Hal ini memunculkan berbagai alternatif solusi dalam pemeliharaan bahan bangunan, yaitu penggunaan bahan-bahan alternatif dengan memanfaatkan bahan limbah dari jenis organik dan anorganik. Salah satu jenis bahan limbah yang bersifat organik adalah limbah ampas sagu. Pemanfaatan bahan limbah ampas sagu sebagai agregat ringan dalam pembuatan batako diharapkan akan memberikan keuntungan baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Dari segi ekonomi limbah ampas sagu yang merupakan bahan yang tidak terpakai akan memperoleh nilai tambah setelah dijadikan sebagai bahan agregat ringan pada pembuatan batako. Disamping
5
itu produksi batako ringan dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat pedesaan. Dari segi lingkungan pemanfaatan limbah ampas sagu akan mengurangi tumpukan limbah disekitar areal produksi tepung sagu yang dapat mencemari lingkungan.
1.2.
Tujuan Penelitian Penelitian batako dengan menggunakan campuran pasir, ampas sagu, dan semen portland bertujuan untuk: 1.
Mengetahui sifat-sifat dasar bahan susun batako ringan dengan campuran pasir, ampas sagu dan semen.
2.
Mengetahui sifat-sifat mekanik batako ringan ampas sagu yang meliputi kuat tekan, berat jenis dan serapan air setelah umur 28 hari.
3.
Mengetahui perbandingan campuran terbaik batako ringan ampas sagu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan.
4.
Mengetahui efesiensi dan nilai ekonomi dari pemanfaatan limbah ampas sagu sebagai bahan penyususn batako ringan.
1.3.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah menambah alternatif pengunaan bahan bangunan baru, berupa ampas sagu dalam campuran batako, yang diharapkan dapat menyediakan suatu bahan bangunan yang murah dan terjangkau oleh masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan meningkatkan nilai tambah dan nilai guna bahan sehingga dapat meningkatkan nilai ekonominya dan sedikit banyak dapat mengatasi dampak negatif limbah terhadap lingkungan.
1.4.
Batasan Penelitian Dalam penelitin ini dilakukan pembatasan dengan tujuan untuk membatasi ruang lingkup penelitian. Adapun pembatasan tersebut adalah sebagai berikut :
6
1.
Perilaku mekanika diteliti meliputi kuat tekan, berat jenis dan serapan air pada benda uji kubus ukuran 50 mm x 50 mm x 50 mm dan batako ukuran 400 mm x 100 mm x 200 mm benda uji saat umur 28 hari.
2.
Perbandingan campuran bahan antara semen dan agregat halus adalah 1 : 6 dimana jumlah kubutuhan limbah ampas sagu terhadap volume pasir dimulai dari 0%, 25%, 50%,75%, 100%.
3.
Nilai faktor air semen (fas) awal ditetapkan berdasarkan nilai sebar campuran antara air, semen dan ampas sagu sampai memenuhi tingkat kelecakan yang cukup.
4.
Semen yang digunakan adalah jenis semen Portland jenis I merek semen Holcim.
5.
Agregat yang dipakai adalah agregat halus (pasir) dari sungai Boyong Merapi. Gradasi pasir harus memenuhi gradasi standar SNI 03-19681990.
6.
Ampas sagu yang digunakan adalah sisa dari perasan empelur sagu yang di ambil dari lokasi pekerjaan tanpa melihat jenis sagunya.
7.
Ampas sagu yang dimasukan ke dalam campuran adukan pada kondisi kering udara.
8.
Pengujian ampas sagu meliputi pemeriksaan berat satuan dan kadar air, sedangkan berat jenis menggunakan berat jenis limbah gergajian kayu jati.
9.
Bahan penyusun dalam pembuatan benda uji dianggap telah tercampur dengan baik dan homogen.
1.5.
10.
Tinjauan kimia, suhu, angin, dan kelembaban udara diabaikan.
11.
Tinjauan ekonomi terhadap kebutuhan bahan per m 3.
Keaslian Penelitian Judul penelitian batako ringan dengan campuran limbah ampas sagu adalah benar-benar belum diteliti, dari penelusuran yang dilakukan di berbagai pustaka, literatur dan informasi lainnya sehingga keaslian dari penulisan ini benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.