JURNAL AGROTEKNOS Juli 2015 Vol. 5 No. 2. Hal 1-5 ISSN: 2087-7706
PEMUPUKAN DAN SERAPAN HARA PADA TANAMAN SAGU MANNO Nutrient Application and Absorption on Manno Sago YULIUS.B. PASOLON1*) ASNIWATI¹, MUHIDIN¹, S. ALAM¹, Y. YAMAMOTO², FRANSISCUS.S. REMBON¹ ¹Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Anduonohu, Kendari 93232, Indonesia. ²Faculty of Agriculture Kochi University, Japan.
ABSTRACT Field experiment on application of NPK (15-15-15) 200 and 400 kg/plant mixed with or without organic fertilizer MOF-821 which produced from fermented sago waste, chicken-dug and wood dust: 0, 5 and 10 kg/plant. This experiment was conducted from September 2014 to May 2015 on the 3rd year of Manno sago palm at Field Science Center of Faculty of Agriculture, Halu Oleo University. Manno sago is one of the wild sago type grown in Sentani Jayapura and introduced to Kendari at 2011. This experiment purposed to evaluate the effect of those treatments to soil physics, chemical and N,P, and K content in leaf of Manno sago after 8 months treatment application. The result indicated that combination of NPK and organic fertilizer (MOF-821) was decreased soil pH, N, P2O5, K2O and Ca concentration in soil medium. The decreasing of N, P2O5, K2O and Ca in soil medium was positively increased P content in leaf, but not for N and K contents respectively. The lower of N and K contents in Manno leaves after 8 months of treatment may be due to the increased of plant biomass production. This phenomenon was call as dilution effect. This experiment concluded that NPK and organic fertilizer MOF-821 was induced growth and adaptable of Manno Sago on soil and agro-climate of South-east Sulawesi continental. Keywords: Macro elements absorption, Manno sago, soil physic-chemical properties, and plant nutrient. 1PENDAHULUAN
Tanaman sagu (Metroxylon sagu Rottb.) adalah tanaman asli dan endemik di Indonesia dengan sentra dan originalnya diperkirakan dari Papua New Guinea kemudian menyebar ke Ambon, Maluku, Halmahera, Sulawesi, Philippina, Kalimantan, Sumatera sampai ke Thailand. Masih banyak dipertanyakan bagaimana dan siapa yang menyebarkan tanaman sagu tersebut. Ada banyak spekulasi namun belum ada laporan historis yang dapat dirujuk sebagai bukti otentik. Demikian pun di Sulawesi Tenggara daratan yang ditumbuhi sagu meliputi Kabupaten Kolaka Utara, Kolaka, Kolaka Tmur, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Konawe Kepulauan dan Bombana, juga memiliki legenda masyarakat Tolaki yang mencariterakan asal tanaman sagu di daerah ini. Di Kepulauan Muna dan Wakatobi juga ditemukan sagu yang tumbuh secara sporadis di sana, seperti di pulau Kaledupa ditemukan jenis sagu yang mirip *)
Alamat korespondensi: Email :
[email protected]
dengan sagu yang tumbuh di daratan Sulawesi Tenggara. Dari studi lingkungan tumbuh sagu, dapat dipastikan bahwa sagu tidak bisa tumbuh tanpa air yang cukup, oleh karena itu tanaman ini dipersepsikan sebagai tanaman rawa. Demikian fakta yang di temukan di berbagai tempat. Namun pendapat itu juga tidak benar, karena sagu asli atau true sago yaitu jenis Mextroxylon sagu Rottb., tumbuh bagus dengan produktivitas tinggi justru bukan pada lahan rawa (swampy area), tetapi pada lahan kering atau rawah yang dikeringkan dan muka air tanahnya dangkal (50-60 cm) (Pasolon dan Rianse, 2011; Pasolon et al., 2002; Rembon et al., 2010), kadang-kadang tergenang pada musim hujan dan kering pada musim kemarau. Tanaman sagu adalah tanaman penghasil karbohidrat penting terutama di Papua, Papua Barat, Maluku, Ambon, Halmahera dan sekitarnya (Rasyad and Wasito, 1986). Sagu yang tumbuh di sentra-sentra sagu tersebut adalah sagu alam yang yang tumbuh tanpa manajemen yang baik (Flach et al., 1986). Pada tahun 1983 diperkirakan luas lahan sagu alam
Vol. 5 No.2, 2015
Pemupukan dan Serapan Hara
di kawasan ASEAN yang masih tumbuh baik dan menghasilkan kualitas sagu yang tinggi diprediksi sekitar 2 juta ha (Flach 1983). Masalah lingkungan tumbuh khususnya tanah merupakan komponen tumbuh yang utama yang berperan pada pertumbuhan sagu khususnya pada tahap awal. Masalah ini menjadi bahasan pada tulisan ini dengan mengambil satu jenis introduksi sagu alam dari Sentani Jaya, Papua yaitu jenis sagu Manno sebagai bahan kajian tanaman. Sagu Manno sudah beberapa kali dipublikasikan sebelumnya oleh kelompok peneliti Professor Yoshinori Yamamoto dari Kochi University Japan dengan tim peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo (Yamamoto et al., 2007; Yanagidate et al., 2007; Takemori et al., 2012), namun khusus pengembangan sagu Manno di Sulawesi Tenggara dengan menggunakan biji masih sangat sedikit dipublikasikan (Ehara et al., 2012). Penelitian ini bertujuan untuk evaluasi kondisi fisik dan kimia tanah tempat tumbuh sagu Manno dan analisis serapan hara makro dalam daun sagu Manno sebagai dampak dari aplikasi pupuk kimia dan organik yang telah diberikan delapan bulan sebelumnya.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo dari tahun 2011. Bibit sagu Manno asal Sentani Jayapura Papua, ditanam dengan jarak tanak 7 m x 7 m pada plot seluas 900 m 2 pada tahun 2011. Di sekeliling plot tersebut dibuat parit dengan lebar 5 m dan dalamnya 1,5 m untuk mempertahankan ketinggian muka air tanah sedalam 50-60 cm pada musim kemarau. Lahan penelitian ini sering tergenang pada saat banjir dan hujan lebat. Pada saat itu muka air tanah sekitar 0-10 cm. Setiap tahun lahan sagu tersebut dibabat dua kali dan dipupuk NPK (15-15-15) 300-500 g/pohon dan pupuk organik MOF-821 5 kg/pohon. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 (akhir musim Kemarau), pemupukan dengan dosis dan kombinasi perlakuan seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Pupuk NPK dan MOF-821 dicampur merata sesuai dengan dosis pada Tabel1, kemudian disebar merata pada sekeliling lingkar-tajuk (canopy) tanaman yang dipilih sebanyak 10
2
pohon, kemudian dipacul dangkal agar pupuk masuk ke dalam tanah.
Tabel 1. Jenis pupuk, dosis dan kombinasi
perlakuan yang dicobakan pada Sagu Manno
NPK-15-15MOF-821 Simbol 15 (g/pohon) (kg/pohon) Perakuan 200 0 T-1 dan T-5 400 5 T-3 dan T-4 400 10 T-2 Pada bulan Mei 2015 atau delapan bulan setelah pemupukan, dilakasanakan pengambilan sampel dua lembar daun terpanjang pada pelepah daun bagian tengah dari masing-masing tanaman yang telah dipupuk. Helai daun tersebut dikeringkan di oven pada suhu 70ᵒ C selama 24 jam, kemudian ditimbang untuk selanjutnya, potong halus, diblender kering, kemudian didestruksi basah dengan menggunakan larutan HClO4. Hasil ekstraksi ini digunakan untuk analisis lanjutan penentuan kadar N, P dan K sesuai dengan metode analisis yang telah dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Untuk keperluan analisis tanah, dilakukan pengambilan sampel tanah dengan metode survey bebas untuk mendapatkan 5 titik sampel pada kedalaman 0-15, 20-25 dan 2530 cm. Sampel tanah diambil dengan menggunakan bor tanah. Sampel tersebut dikering-anginkan sampai kering udara, dihaluskan dan keringkan di oven pada suhu 80ᵒ C selama 24 jam. Selanjutnya sampel tanah tersebut digunakan untuk analisis sifat kimia. Bulk Density (BD) tanah diukur dengan metode ring pada kedalaman 0-15, 20-25 dan 25-30 cm. Ring sampel yang berisi tanah, ditimbang berat basahnya, kemudian dikeringovenkan selama 24 jam, ditimbang untuk mendapatkan berat tanah yang konstan. Data ini digunakan untuk menghitung BD tanah sesuai dengan metode yang telah ditatapkan (Landon, 1991). Adapun sifat fisik dan kimia tanah yang diamati adalah: tekstur tanah, BD dan porositas tanah, sedangkan sifat kimia meliputi: pH, C-orgnik, kadar hara makro seperti: N-total, P-tersedia, K-dd, KTK, kadar Ca dan Mg. pH (H2O) dengan diukur dengan pH-meter, N-total dengan metode Kjeldhal (Keeney dan Nelson, 1982), P2O5 tersedia dengan metode Bray-2 (Olsen dan Sommers,
3 Pasolon et al
.
1982), K2O-dd dengan metode ekstraksi HCl 25 %, KTK dengan ekstraksi AmoniumAcetate, Ca dan Mg dengan metode AAS (Pusat Penelitian Tanah Bogor, 2003).
68.75. Kadar gula totalnya bervariasi antara 22.2 % atau equivalen dengan 55.1 kg gula/pohon pada Manno Besar sampai dengan 28.9 % atau equivalen dengan 24.1 kg gula/pohon pada Manno Kecil (Yamamoto et al., 2007). Gula total tersebut didominasi oleh sucrose (62-73 %). Produksi tepung sagu Manno berkisar antara 63-148 kg/pohon. Informasi lengkap tentang karakteristik botanis dan produktivitas sagu Manno asal Sentani Jayapura, sudah dilaporkan sebelumnya oleh Yanagidate et al. (2007) dan Takemori et al. (2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sagu Manno. Masyarakat di Danau Sentani membedakan sagu Manno dalam dua jenis yaitu sagu Manno Kecil dan sagu Manno Besar. Pembagian ini hanya menurut ukuran batang, yang menurut pengamatan kami disebabkan oleh perbedaan kondisi kesuburan tanah dan agroklimat yang berbeda. Secara visual tidak ada perbedaan yang menyolok antara ke dua jenis sagu Manno tersebut. Sagu Manno merupakan salah satu jenis sagu yang tumbuh secara alamiah, berduri padat dan panjang saat masih fase anakan. Jumlah pelepah daun sekitar 18 lembar dengan panjang sekitar 10 m dan helai daun berjumlah 156 lembar per pelepah. Luas helai daun sekitar 15 m2/pelepah atau sekitar 210 m2/pohon. Tebal daun rata-rata 0.345 mm dengan kadar klorofil (SPAD) rata-rata
J. Agroteknos
Sifat Fisik dan Kimia Tanah Tekstur tanah umumnya tergolong jenis lempung (loam) yang berliat atau berpasir, dengan BD rata-rata 1,58 g/cm3 dan porositas sekitar 40 % seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Jenis tanah ini tergolong tanah mineral (mineral soil) yang sifat fisiknya ideal untuk pertumbuhan sagu. Dari lapisan top soil sampai sub-soil, tidak ditemukan perbedaan yang menyolok.
Tabel 2. Sifat fisik tanah lahan sagu Manno di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Kedalaman 0-5 15 - 10 25 - 30 Rata-rata
Pasir 18 24.65 16.47 19.71
Partikel (%) Debu Liat 39.74 42.3 45.68 29.7 42.87 40.7 42.76 43.62
Tekstur ¹ Cl CL SCL
B.D (g/cm³) 1.5 1.66 nd 1.58
P.T (%) 42.53 37.19 nd 39.86
Keterangan: ¹) CL= Clay loam, SCL= Silty clay loam . B.D. =Berat jenis, P.T = Porositas Tanah, Nd = not determined
Sifat kimia tanah tempat tumbuh sagu Manno tergolong cukup ideal seperti ditunjukkan pada Tabel 3. C-organik terlihat agak menurun sesuai dengan kedalaman tanah. Ini kondisi normal, di mana bahan organik banyak terakulmulasi di lapisan top soil. Kondisi C-organik ini seiring dengan perubahan KTK, N dan P yang menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Sebaliknya Ca cendrung meningkat, akibat karena proses pengendapan pada lapisan subsoil seiring meningkatnya endapan liat seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Ketersediaan N,P dan K di dalam tanah setelah 8 bulan pemupukan menurun drastis, ini mengindikasikan bahwa kemungkinan proses penyerapan ke tiga hara makro tersebut cukup intensif seiring dengan perkembangan perakaran dan metabolism
tanaman yang semakin meningkat sehingga kebutuhan haranya juga semakin meningkat. Tanaman sagu yang tergolong dalam jenis palma, membutuhkan K yang cukup tinggi dibanding dengan tanaman lainnya, karena unsure K sangat dibutuhkan untuk menunjang proses Photosynthesis yang berdampak pada akumulasi tepung yang tersimpan dalam batang. Selain itu, K sangat dibutuhkan dalam mengontrol membuka-menutupnya stomata yang berdampak pada efisiensi pemanfaatan air tanah. Tidak hanya K, proses transpirasi juga dapat dikendalikan dengan meningkatkan salinitas tanah dengan penambahan NaCl (Ehara et al., 2008). Serapan Hara Makro. Kadar Ca pada bagian top soil meningkat setelah delapan bulan perlakuan. Penyebabnya tidak jelas,
Vol. 5 No.2, 2015
Pemupukan dan Serapan Hara
tetapi mungkin disebabkan oleh peningkatan dekomsisi bahan organik selama musim hujan. Di lapisan sub-soil justeru kadar Ca menurun drastis karena terserap oleh akar tanaman. pH
4
tanah pada horizon subsoil juga menurun setelah delapan bulan perlakuan. Hal ini paralel dengan penurunan kadar Ca di horizon yang sama seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik kimia tanah sebelum dan sesudah pemupukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo
Kedalaman
Sifat Kimia pH (H₂O)
a. Sebelum perlakuan: 0-5 5.37 15 - 10 5.3 25-30 5.45 Rata-rata 5.37
KTK (cmol/kg)
C-Org. (%)
N-total (%)
P₂O₅ (ppm)
K₂O (me/100 g)
Ca-dd (cmol/kg)
Nd Nd Nd ⁻
Nd Nd Nd ⁻
0.28 0.06 0.06 0.13
6.81 3.62 6.99 5.81
12.64 3.97 3.35 6.65
6.14 1.4 2.74 3.43
32.72 22.15 13.33 22.73
b. Setelah perlakuan: 0-5 5.03 15 - 10 5.19 25-30 4.71 Rata-rata 4.97
1.01 0.85 0.55 0.8
Keterangan: Nd = not determined
Standarisasi serapan hara makro tanaman sagu belum ada yang baku terutama untuk fase anakan. Kadar N dan P tergolong tinggi, sedangkan kadar K sangat rendah. Meningkatkan dosis NPK juga berdampak pada peningkatan kadar serapan P tanaman. Penambahan pupuk organik MOF-821 sebanyak 10 kg/tanaman tidak berpengaruh pada peningkatan serapan N, P dan K seperti ditunjukkan perlakuan T-2 di Tabel 4. Kadar hara N,P dalam daun sagu Manno dewasa cukup tinggi seperti ditunjukkan hasil penelitian sebelumnya (Yanagidate et al., 2007). Tabel 4. Kadar hara makro dalam daun sagu Manno
Perlakuan¹
T-1 (200 + 0) T-5 (200 + 0) Rata-rata T-2 (400 +10) T-3 (400 + 5) T-4 (400 + 5) Rata-rata
N
13.7 14.3 14 0.4 0.3 11.2 5.75
P (g/kg) 4.1 3.8 3.95 3.2 10.8 5.8 6.3
K
0.6 0.3 0.45 0.1 0.2 0.8 0.5
Keterangan: ¹T-1 dan T-5 : 200 g NPK + 0 kg MOF821, T-2 : 200 g NPK + 10 kg MOF-
0.23 0.19 0.27 0.23
7.25 6.98 6.79 7.01
26.65 28.5 23.92 26.34
3.31 4.48 4.58 4.12
821. T-3 dan T-4 : 400 g NPK + 5 kg MOF-821.
SIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa sagu Manno yang diintroduksi dari Papua ke Sulawesi Tenggara dapat tumbuh dengan baik. Sifat fisik dan kimia tanah mineral di Sulawesi Tenggara sangat sesuai untuk pertumbuhan sagu Manno. Walaupun demikian, untuk mempercepat pertumbuhanan pada fase awal, perlu ditunjang dengan pemberian pupuk NPK yang cukup dengan atau tanpa kombinasi dengan pupuk organik MOF-821. Waktu pemupukan yang baik adalah pada pada awal musim hujan.
DAFTAR PUSTAKA
Pasolon Y.B. and U.Rianse, 2011. Potential use of Agricultural resources of Southeast Sulawesi. Reprinted from Research for tropical Agriculture, Vol. 4 No.2. p.109-112. Pasolon Y.B., Subair, M.Udin, F.S. Rembon, M.Hamundu, Y. Yamamoto, 2002.Growth and starch production of sago palm in Southeast Sulawesi: The effect of soil water regimes. In. Cecil, J.E (Ed.). New Frontier of Sago Palm Studies. Universal Academic Press Inc. Tokyo, Japan. p. 51-19. Rembon F.S., Y. Yamamoto, and Y.B. Pasolon, 2010. Effect of soil types and water regimes on the
5 Pasolon et al
.
J. Agroteknos
early growth of sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) seedling. Sago Palm, The Soc. of Sago Palm Studies. Vol. 18, p. 28-40. Rasyad S., and K. Wasito, 1986. The potential of sago palm in Maluku (Indonesia). Sago-85. Proceeding of the Third International Sago Symposium, Tokyo, p.1-6. Flach M., D.W.G. van Kraalingen and G. Simbarjo, 1986. Evaluation of present and potential production of natural sago palm stands. Sago85. Proceeding of the Third International Sago Symposium, Tokyo, p. 86-93. Flach M., 1983. The Sago Palm : Domestication, Exploitation and Product. A develop. FAO Plant Production and Protection Paper. AGPC/MISC/PREPRINT. FAO of The United Nations, Rome. p.12-13. Yamamoto Y., I. Yanagidate, T. Yoshida, A. Miyazaki, Y.B. Pasolon, S. Darmawanto, J.Limbongan, F.S. Jong, A.F. Irawan and F.S. Rembon, 2007. Leaf characteristic of sago palm varieties grown near Jayapura, Papua Province, Indonesia. The 16th Conference of the Soc. of sago Palm Studies, p. 12-16. Yanagidate I., Y. Yamamoto, T. Yoshida, A. Miyazaki, Y.B. Pasolon, S. Darmawanto, J.Limbongan, F.S. Jong, A.F. Irawan and F.S. Rembon, 2007. Characteristic of growth and starch productivity of so-called wild type sago palm “Manno” growth near Jayapura, Papua Province, Indonesia. Proceeding, The 16th Conference of the Soc.of sago Palm Studies, p. 8-11. Takemori N., Y.Yamamoto, T. yoshida, F.S.Rembon, A.A. Arsy, F.S. Jong, D. Fadjry, Y. B. Pasolon, and A. Miyazaki, 2012. Matter production and starch yield characteristics in sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) varieties grown around Lake Sentani near Jayapura in
Indonesia. Proceeding of The 21th Conference of The Soc. Of Sago Palm Studies, p. 14-17. Ehara H., H. Naito, Y.B. Pasolon, H. Tanaka, P. Chutimanukul, S. Marselinus, Kinoshita, T. Mishima, Y. Nishimura, A. Itaya, T. Uchida, M. Hishamatsu and M. Ohmi, 2012. Effect of NaCl treatment and soil pH treatment on the growth of sago palm seedling under the field condition in Southeast Sulawesi, Indonesia. Proceeding of The 21th Conference of the Soc. of Sago Palm Studies. P. 24-25. (in Japanese). Landon J.R., 1991. Booker Tropical Soil Manual. Logman Scientific & Technical. Longman Group (FE) Limited, Printed in Hongkong. p.474. Keeney D.R, D.W. Nelson, 1982. Nitrogen– Inorganic Forms, In: Page AL, Miller RH, Keeney DR, (Eds.). Methods of Soil Analysis, Chemical and Microbiological Properties, Second Edition. No.9 (Part 2), Agronomy. American Society of Agronomy, Inc, Soil Science Society of America, Inc. Publisher, Madison, Wisconsin USA. 1982. Olsen S.R, L.E. Sommers, 1982. Phoshorus In: Page AL, Miller RH, Keeney DR (Eds.). Methods of Soil Analysis, Chemical and Microbiological Properties, Second Edition. No.9 (Part 2), Agronomy. American Society of Agronomy, Inc. Soil Science Society of America, Inc. Publisher, Madison, Wisconsin USA. Pusat Penelitian Tanah Bogor, 2003. Kriteria Penilaian Data Sifat Analisa Kimia Tanah. Bogor. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Ehara H., H. Shibata, W. Prathumyot, H. Naito and H. Miyake, 2008. Absorption and distribution of Na+, Cl- and some other ions and physiological characteristics of sago palm under salt stress. Trop. Agric. And Development 52:7-16.