KAJIAN DINAMIKA HARA TANAH PADA EMPAT PERLAKUAN Study on Soil Nutrient Dinamics in Four Treatment Ary Widiyanto Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 4, Ciamis 46201
ABSTRACT. Difference between monoculture and agroforestry systems is the presence of organic matter inputs by tree derived from the canopy above the ground and the roots below ground. This study aims to determine the soil nutrient dynamics in sengon-cardamom agroforestry system in four different treatments . Organic materials were applied consisting of 1) Trimmings cardamom, 2 ) clipping of sengon trees, 3 )mixture of clipping plants at the site (gamal , petaian , grass, etc.), and 4) combination of 1,2 , and 3 at a the same weight ratio, with three replications. Measurement of levels of C organic, N and P performed five times at three depths, 0-40 cm, 40-80 cm and 80-120 cm . Analysis of variance between nutrient levels with treatment type and depth as well as correlation between the nutrient content and the measurement time. The results showed that the type of treatment and soil depth does not influence on the levels of C, N and P, while time measurements correlate with levels of C , N and P. Giving sengon trimmings able to maintain the levels of N and P while giving mixture of clipping plants at the site able to maintain C organic levels . Keywords : Dynamics , nutrients , treatment , depth ABSTRAK.Perbedaan sistim agroforestri dengan monokultur adalah adanya masukan bahan organik oleh pohon yang berasal dari bagian tajuk di atas tanah maupun bagian akar di bawah tanah.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika hara pada lahan agroforestry sengonkapulaga dengan pemberian empat perlakuan yang berbeda.Bahan organik yang aplikasikan terdiri dari 1) pangkasan kapulaga, 2) pangkasan daun dan ranting pohon sengon, 3) campuran pangkasan tanaman yang ada di lokasi (gamal,petaian, rumput, dsb) dan 4) kombinasi 1,2 dan 3 pada perbandingan berat yang sama dengan tiga ulangan. Pengukuran kadar C organik, N dan P dilakukan lima kali pada tiga kedalaman, 0-40 cm, 40-80 cm dan 80-120 cm. Analisis sidik ragam antara kadar hara dengan jenis perlakuan dan kedalaman serta uji korelasi antara kadar hara dengan waktu pengukuran. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar C, N dan P tanah, sedangkan waktu pengukuran berkorelasi dengan kadar C, N dan P tanah. Pemberian pangkasan sengon mampu mempertahankan kadar N dan P tanah sedangkan pemberian campuran pangkasan tanaman mampu mempertahankan kadar C organik tanah. Kata kunci: Dinamika, hara, perlakuan, kedalaman Penulis untuk korespondensi, surel:
[email protected]
PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan yang umumnya dijumpai di lahan pertanian di Indonesia adalah degradasi kesuburan tanah yang berlangsung sangat cepat, akibat tidak berimbangnya antara jumlah masukan hara dan kehilangan hara. Pada lahan pertanian masukan hara melalui pemberiaan pupuk dan kehilangan hara umumnya melalui pemanenan. Penambahan bahan organik ke dalam tanah baik melalui pengembalian sisa panen, kompos, pangkasan tanaman penutup tanah dan sebagainya dapat memperbaiki cadangan total BOT (capitalstoreC). Praktek pertanian secara terusmenerusakanmengurangicadangantotalC dan N dalam tanah. Apabila ada pemberaan maka secara bertahap kondisi tersebut akan pulih kembali. Dari semua unsur hara, unsur N dibutuhkan dalam jumlah paling banyak tetapi ketersediaannya selalu rendah, karena mobilitasnya dalam tanah sangat tinggi.Kemampuan tanah dalam menyediakan hara N sangat ditentukan oleh kondisi dan jumlah bahan organik tanah (Hairiah dkk, 2003).
1
Dalam sistem agroforestry, siklus hara dan karbon lebih bersifat tertutup dibandingkan sistem pertanian tanaman semusim secara monokultur.Penambahan bahan organik oleh pohon dapat berasal dari bagian tajuk di atas tanah maupun bagian akar di bawah tanah.Memasukkan komponen pohon ke dalam sistem pertanian monokultur akanmenambah unsurharadankarbondalamsistemtersebut.Peningkatankandungankarbondanunsur lain selain merupakan hasil dekomposisi serasah dan akar pohon, juga terkait dengan fungsi pohon sebagai jarring penyelamat dan pemompa hara, sehingga mengurangi jumlah hara yang hilang (Hairiah dkk, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika hara pada lahan agroforestry dengan pemberian empat perlakuan yang berbeda.Hasil yang diharapkan adalah tersedianya data dan informasi sejauh mana pengaruh penerapan teknik pengelolaanhara pada agroforestry sengonkapulaga dapat mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-September 2012 di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan, Ciamis pada ketinggian 680 m dari permukaan laut dan curah hujan rata-rata 2500-3000 mm. Tanahnya terdiri dari kompleks andosol dan latosol yang dapat dikelompokan kedalam tanah ultisol yang sudah mengalami pelapukan yang lebih lanjut (Perhimpi. 1990). Penelitian di lakukan pada lahan milik petani seluas 2 ha yang diusahakan dengan pola agroforestry dengan kombinasi sengon dan kapulaga. Sengon ditanam dengan jarak tanam 3m x 4 m sedang kapulaga ditanam 1 m x 1 m yang membentuk rumpun. ProsedurPenelitian Bahan organik yang diaplikasikan ke lahanmeliputi (1) masukan bahan organik berupa pangkasan kapulaga, (2) masukan bahan organik berupa pangkasan daun dan ranting pohon sengon, (3) masukan bahan organik berupa campuran pangkasan tanaman yang ada di lokasi (gamal,petaian, rumput, dsb), dan (4) masukan bahan organik berupa kombinasi 1,2 dan 3 dengan perbandingan berat yang sama Dosis pemberian BO disesuaikan dengan jumlah rata-rata BO sengon yang dapat dipangkas per pohon, yaitusekitar 0,42 kg dan BO untuk jenis lain digunakan dosis yang sama. BO keringdiletakan pada permukaan tanah diantara barisan kapulaga dengan masing-masing sebanyak tiga ulangan. Untuk menghindari adanya litterfall yang masuk digunakan jaring(littertrap)di atas plot dan bambu penghalang di pinggir plot. Pengukuran Pada awal percobaan dilakukan pengukuran karakteristik kimia dan fisik tanah dengan jalan mengambil contoh pada kedalaman 0-40 cm,40-80 cm dan80-120 cm.Pengukuran kandungan hara yang masuk selama proses penelitian (berasal dari dekomposisi seresah, sisa tanaman hasil pangkasan dan sebagainya) dilakukan dengan jalan menimbang bahan di lapangandanpengambilan contohuntukanalisis konsentrasi total C-organik (Walkey and Black), total N (Kjehldahl), dan P-tersedia (Bray I) di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Kementerian Pertanian, Bogor.Pengukuran ketersediaan hara tanah dilakukan 5 kali mulai dari 1 bulan hingga 5 bulan setelah aplikasi bahan organik. Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan (analysis of variance/ ANOVA), dengan variabel bebas aplikasi bahan organik, dan variabel tidak bebas meliputi kandungan BO
2
(C, N, dan P) pada berbagai kedalaman.Juga dilakukan uji korela antara kandungan BO (C, N, dan P) dengan waktu pengukuran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisa Status HaraTanah Sebelum Perlakuan Tanah di daerah ini termasuk dalam komplek andosol dan latosol (ultisol) dengan tekstur lempung dan struktur gembur dari atas sampai bawah dan digolongkan sebagai tanah dengan sifat fisik yang sangat baik.Namun demikian dari hasil analisa kimia tanah (komposit) menunjukan bahwa tanahnya mengandung hara yang relatif rendah sampai sedang seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisa kandungan unsur C organik, N dan P sebelum perlakuan Table 1. The results of elemental analysis of the content of organic C, N and P before treatment Kedalaman
Tekstur
Struktur
%C
%N
%P
C/N
0-40 cm
Lempung
gembur
2,78 (s)
0,12 (r)
4,8 (sr)
9
40- 80 cm
Lempung liat berpasir
gembur
2,26 (r)
0,38 (s)
6,6 (sr)
9
80- 120 cm
Lempung liat berpasir
gembur
2,26 (s)
0,38 (s)
5,9 (sr)
14
Dari tabel1 di atas dapat dilihat bahwa kandungan Crendah sampai sedang, kandungan N rendah sampai sedang dan kandungan P sangat rendah. Hasil analisa kandungan hara dari setiap perlakuan yang dicobakan Untuk mengetahui besarnya masukan hara pada setiap perlakuan dilakukan pengambilan sampel bahan organik darisetiap perlakuan untuk di analisa di laboratorium. Hasil analisa bahan organik tersebut yang telah dikonversi kedalam satuan ha dapat dilihat pada tabel 2 . Tabel 2. Asumsi masukan bahan organik berdasarkan analisa C, N dan P pada masing-masing biomasa Table 2. The assumption of organic matter inputs based on the analysis C, N and P in each biomass Sumber BK BK Total (kg) C C N N Total P P Total bahan (kg) (3x pangkas/ (%) Total (%) (kg /ha/ (%) (kg organik pemberian) (kg/ha/ thn) /ha/ thn) thn) P.kapul
0.42
1,050
45
472
5.5
58
9
94
P.sengon
0.42
1,050
45
472
7.5
79
10
105
P.tan.lain
0.42
1,050
50
525
2.9
30
9
94
P.kombinas i (1+2+3)
0.42
1,050
47
493
5.3
56
9.3
98
3
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemangkasan daun sengon mulai umur 2 tahun dapat menghasilkan bahan organik pertahun (3 kali pangkas) masing-masing sebesar472 kg/ha C, 58kg/ha N dan 94kg/ha P.Kontribusi terbesar masukan hara berupa C didapatkan dari campuran tanaman lain yaitu sebesar 525kg/ha.
Dinamika dan Perubahan Kandungan Hara Tanah Kadar total C-organik Perbedaan perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar C dalam tanah (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan kapulaga pada lapisan tanah paling atas (kedalaman 0-40 cm) yaitu sebesar 60%, sedangkan pemberian pangkasan dari campuran beberapa tanaman dapat mempertahankan kandungan C tanah, dengan kehilangan C yang paling kecil yaitu pada kedalaman40-80 cm sebesar 15%(Gambar 1). Perbedaan waktu pengamatan berpengaruh nyata terhadap kadar C-organik tanah (Lampiran 3), pada semua perlakuan kadar C organik terus menurun dengan meningkatnya waktu, pangkasan dari campuran beberapa tanaman dan pangkasan kapulaga dapat mempertahankan dan meningkatkan kadar C organik. Secara rata-rata kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan kapulaga yaitu sebesar 55%sedangkan kehilangan hara terkecil adalah pada perlakuan pemberian campuran dari beberapa tanaman yaitu sebesar 24%.
Gambar 1. Kadar C-organik tanah pada berbagai kedalaman tanah setelah aplikasi bahan organik Figure 1. Content of the soil C-organic at different soil depths after application of organic materials
4
Kadar total N tanah Perbedaan perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar N dalam tanah (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan kapulaga pada kedalaman 40-80 cm yaitu sebesar 71%, sedangkan pemberian pangkasan dari campuran beberapa tanaman dapat mempertahankan kandungan N tanah, dengan kehilangan N yang paling kecil, sebesar 14% pada kedalaman 80120 cm (Gambar 2). Perbedaan waktu pengamatan berpengaruh nyata terhadap kadar N tanah (Lampiran 3). Pada perlakuan pemberian pangkasan dari campuran beberapa tanaman, kadar N meningkat drastis sekitar 1 bulan setelah perlakuan. Secara keseluruhan pangkasan sengon dapat mempertahankan dan meningkatkan kadar N tanah dengan rata-rata kehilangan terkecil yaitu sebesar 31% .Sedangkan rata-rata kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan kapulaga yaitu sebesar 66%.
Gambar 2 Kadar total N pada berbagai kedalaman tanah setelah aplikasi bahan organik Figure 2. Levels of total N at different soil depths after application of organic materials Kadar P tersedia dalam tanah Perbedaan perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar N dalam tanah (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan dari campuran beberapa tanaman pada kedalaman 80-120 cm yaitu sebesar 68%, sedangkan pemberian pangkasan sengon dapat mempertahankan kandungan P tanah, dengan kehilangan P yang paling kecil, sebesar 21% pada lapisan tanah paling atas (kedalaman 0-40 cm) (Gambar 3). Perbedaan waktu pengamatan berpengaruh nyata terhadap kadarP tanah (Lampiran 3). Hampir pada semua perlakuan terjadi penurunan yang besar pada kadar P tanah, hanya pada perlakuan pemberian pangkasan sengon, kadar P meningkat sekitar 1 bulan setelah perlakuan. Secara keseluruhan pangkasan sengon dapat mempertahankan dan meningkatkan kadarP
5
tanah dengan rata-rata kehilangan terkecil yaitu sebesar 31%. Sedangkan rata-rata kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan dari campuran beberapa tanaman yaitu sebesar 60%.
Gambar 3. Kadar P tersedia pada berbagai kedalaman tanah setelah aplikasi bahan organik Figure 3. Available P levels at different soil depths after application of organic materials Kajian status hara dalam sistem agroforestry sengon-kapulaga Siklus hara dalam sistem agroforestry ditentukan oleh hubungan antara tanah, tanaman hara dan air. Pemangkasan cabang dan rantingtanaman pohon memberikan masukan bahan organik tambahan. Bahan organik yang ada dipermukaan tanah ini dan bahan organik yang telah ada di dalam tanah selanjutnya akanmengalami dekomposisi dan mineralisasi serta melepaskan hara tersedia ke dalam tanah. Siklus hara dalam sistem agroforestri dapat diartikan sebagai penyediaan hara dan pengambilan hara secara terus menerus (kontinyu) bila ditinjau dari konteks hubungan tanaman-tanah. Praktekpertaniansecaraterus-menerusakanmengurangicadangantotalC dan N dalam tanah. TigasumberutamaNtanahberasaldari(1)bahanorganiktanah,(2)Ntertambatdari udara bebas oleh tanaman kacang-kacangan (legume) yang bersimbiosis dengan bakteri rhizobium dan (3) dari pupuk anorganik.Pelapukan bahan organik di daerah tropik sangat cepat mengakibatkan N juga cepat dilepas dalam bentuk N-anorganik yang mudah tersedia bagitanaman (Hairiah dkk, 2003). UnsurNyangtersediadalamjumlahbesarinitidakmenjamintercapainya produksi tanaman yang optimum Hasil-hasil penelitian di Lampung Utara menunjukkan bahwa penambahan bahan organik asal famili kacang-kacangan (legume) dapat melepaskan hara N sekitar 20 - 45 % dari jumlah total N yang terkandung di dalamnya (Handayanto et al., 1994 dalam Hairiah dkk, 2003) selama satu siklus tanaman semusim. Dari jumlah yang dilepaskan ternyata hanya
6
sekitar30%nyayangdapatdimanfaatkanolehtanamansemusim. Kualitas bahan organik berkaitan dengan penyediaan unsur P ditentukan oleh konsentrasi P dalam bahan organik.NilaikritiskadarPdalambahanorganikadalah 0.25%. Kualitas bahan organik berkaitan dengan penyediaan unsur N, yang ditentukan oleh besarnyakandunganN,lignindanpolifenol.Bahanorganikdikatakanberkualitastinggi bila kandungan N tinggi, konsentrasi lignin dan polifenol rendah.Nilaikritis konsentrasiNadalah1.9%;lignin>15%danpolifenol>2. Berdasarkan hara yang masuk melalui empat perlakuan dan keluar dari ekosistem agroforestry melalui panen kapulaga, dapat diasumsikan neraca hara seperti dalam Tabel 3. Tabel 3. Perhitungan neraca C, N dan P pada agroforestry-sengon kapulaga Table 3. Balance calculation C, N and P in sengon-cardamomagroforestrysystem Sumber -1 -1 Pemasukan (kg ha ) Pengeluaran(kg ha ) bahan organik C
N
P
C
N
P
P.kapulaga
472
58
94
232
28
46
P.sengon
472
79
105
234
39
52
P.tan.lain
525
30
94
268
16
48
P.kombinasi (1+2+3)
493
56
98
235
57
52
Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa adanya pemberian pangkasan dari berbagai jenis tanaman secara berkala memberikan neraca positif dimana pemasukan unsur C,N dan P lebih besar dari pengeluaran. Pengeluaran ini belum termasuk hara yang tercuci kelapisan bawah tanah atau terbawa oleh erosi tanah. Berdasarkan data tersebut pemanfaatan bahan organik dalam sistim agroforestry memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan kesuburan dan ketersediaan hara di dalam tanah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Jenis perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar C, N dan P tanah, meskipunketiga sumber bahan organik tersebut memberikan neraca hara positif dimana jumlah hara yang masuk lebih besar dari jumlah hara yang terangkut di waktu panen, sedangkan waktu pengukuran berkorelasi dengan kadar C, N dan P tanah. Pemberian pangkasan sengon mampu mempertahankan kadar N dan P tanah sedangkan pemberian campuran pangkasan tanaman mampu mempertahankan kadar C organik tanah. Saran Pemberian bahan organik baik berupa pangkasan sengon, pangkasan kapulaga maupun tanaman yang ada disekitar lahan/kebun dapatdilakukan secara kontinyu rata-rata setiap tiga bulan, sebagai masukan hara yang cukup efektif untuk meningkatkanketersediaan hara dalam tanah. Dengan penggunaan bahan organik yang berlimpah di lapangan tersebut, penggunaan pupuk kimia bisa diminimalkan tanpa mengurangi produksi tanaman tumpangsari. Dengan aplikasi ini diharapkan dapat dikembangkan kegiatan agroforestry organik yang aman lingkungan.
7
DAFTAR PUSTAKA
Didik Suprayogo, Kurniatun Hairiah, Nurheni Wijayanto, Sunaryodan Meine van Noordwijk, 2003.Analisis Komponen Agroforestrisebagai Kunci Keberhasilan atauKegagalan Pemanfaatan Lahan ,Word Agroforestry Centre (Icraf) Hairiah, K., Van Noordwijk, M., Santoso, B. and Syekhfani, MS., 1992. Biomass production and rootdistribution of eight trees and their potential for hedgerow intercropping on an ultisol in Lampung.AGRIVITA, Word Agroforestry Centre (Icraf) Hairiah K,, Sri Rahayu Utami, Betha Lusiana dan Meine van Noordwijk. 2003.Neraca Hara dan Karbon dalam System Agroforestry, Word Agroforestry Centre (Icraf) Perhimpi. 1990. Peta Kesesuaian Agroklimat, Pengembangan Hutan Tanaman Sengon di Pulau Jawa. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perhimpunan meteorologi Pertanian Mile, M.Y. , 2004. Optimalisasi Pertumbuhan Tanaman Sengon dalam Pola Hutan Rakyat Campuran dengan Perlakuan Pemupukan, Prosiding Expose Terpadu Hasil Penelitian, Badan Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan, Jakarta Mindawati, N. 2000.Kondisi hara tanah pada tegakan A. Mangium umur 9 tahun di KPH Majalengka, Jawa Barat,Buletin Penelitian Hutan no624, Puslibang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor Mindawati,N.2012, Penerapan Silvikultur Intensif Ramah Lingkungan Dalam Pengelolaan Hutan tanaman Industri, Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Silvikultur, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta Sanchez, P.A., 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics.Wiley, New York. Lampiran 1.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kandungan C, N dan P tanah Appendix 1.Analysis of variance treatment effect on the content of soil C, N and P Sumber keragaman (Source) Perlakuan
Keterangan:
Variabel tidak bebas (Dependent variable)
Derajat bebas
Kwadrat tengah
F Hitung
Nilai-p
(F calc,)
(p-value)
(degree of freedom)
(Mean square)
C
3
0,032
0,256
0,855
ns
N
3
0,006
0,487
0,701
ns
P 3 0,882 ns = tidak berbeda nyata (not significant)
0,426
0,740
ns
Lampiran 2.Sidik ragam pengaruh kedalaman tanah terhadap kandungan C, N dan P tanah Appendix 2.Analysis of variance soil depth effect on the content of soil C, N and P
Source
Depen dent Variabl Type III Sum of e Squares
Kedalaman
c1
.869
2
.434
1.337
.310
c2
.517
2
.259
.275
.765
c3
.492
2
.246
.483
.632
df
Mean Square
F
Sig.
8
c4
.424
2
.212
.360
.707
c5
.602
2
.301
.531
.605
n1
.064
2
.032
1.032
.395
n2
.027
2
.014
.562
.589
n3
.008
2
.004
.249
.785
n4
.008
2
.004
.258
.778
n5
.005
2
.002
.237
.794
p1
.782
2
.391
.256
.779
p2
.665
2
.333
.537
.602
p3
3.665
2
1.833
16.410
.001
p4
.802
2
.401
6.140
.021
p5
2.727
2
1.363
19.790
.001
Lampiran 3. Uji korelasi antara waktu pengukuran dengan kandungan C, N dan P tanah Appendix 1.Correlation analysis between measurement time with the content of soil C, N and P Correlations c1 c2 Pearson 1 .933(**) Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 12 12 c2 Pearson .933(**) 1 Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 12 12 c3 Pearson .852(**) .939(**) Correlation Sig. (2-tailed) .000 .000 N 12 12 c4 Pearson .905(**) .971(**) Correlation Sig. (2-tailed) .000 .000 N 12 12 c5 Pearson .909(**) .961(**) Correlation Sig. (2-tailed) .000 .000 N 12 12 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). c1
c3
c4
c5
.852(**)
.905(**)
.909(**)
.000 12
.000 12
.000 12
.939(**)
.971(**)
.961(**)
.000 12
.000 12
.000 12
1
.978(**)
.973(**)
12
.000 12
.000 12
.978(**)
1
.993(**)
.000 12
12
.000 12
.973(**)
.993(**)
1
.000 12
.000 12
12
9
Correlations n1 n2 Pearson 1 .963(**) Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 12 12 n2 Pearson .963(**) 1 Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 12 12 n3 Pearson .929(**) .949(**) Correlation Sig. (2-tailed) .000 .000 N 12 12 n4 Pearson .942(**) .951(**) Correlation Sig. (2-tailed) .000 .000 N 12 12 n5 Pearson .893(**) .942(**) Correlation Sig. (2-tailed) .000 .000 N 12 12 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). n1
n3
n4
n5
.929(**)
.942(**)
.893(**)
.000 12
.000 12
.000 12
.949(**)
.951(**)
.942(**)
.000 12
.000 12
.000 12
1
.991(**)
.979(**)
12
.000 12
.000 12
.991(**)
1
.962(**)
.000 12
12
.000 12
.979(**)
.962(**)
1
.000 12
.000 12
12
Correlations p1 p2 Pearson 1 .008 Correlation Sig. (2-tailed) .979 N 12 12 p2 Pearson .008 1 Correlation Sig. (2-tailed) .979 N 12 12 p3 Pearson -.063 .469 Correlation Sig. (2-tailed) .845 .124 N 12 12 p4 Pearson .342 -.177 Correlation Sig. (2-tailed) .276 .583 N 12 12 p5 Pearson -.099 .302 Correlation Sig. (2-tailed) .761 .340 N 12 12 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). p1
p3
p4
p5
-.063
.342
-.099
.845 12
.276 12
.761 12
.469
-.177
.302
.124 12
.583 12
.340 12
1
.505
.812(**)
12
.094 12
.001 12
.505
1
.693(*)
.094 12
12
.013 12
.812(**)
.693(*)
1
.001 12
.013 12
12
10