REKOMENDASI PEMUPUKAN HARA SPESIFIK LOKASI (PHSL) TANAMAN SAYURAN Oleh : Dr. Lutfi Izhar, SP., MSc Peneliti Sistem Usaha Pertanian Loka pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau
Tanaman sayuran merupakan komoditas penting yang dikonsumsi untuk menunjang kesehatan manusia. konsumsi sayuran di Indonesia masih rendah yaitu sebesar 41,90 kg/kapita/tahun. Nilai tersebut masih di bawah standar FAO sebesar 73 kg/kapita/tahun. Kementrian Pertanian mencanangkan Gerakan Makan Sayuran (GEMA Sayuran) di seluruh Indonesia sebagai salah satu upaya untuk menaikkan tingkat konsumsi sayur. Ketersediaan lahan dan potensi pengembangan sayuran khususnya di dataran rendah masih berpeluang besar. Lahan potensial yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian mencapai 48.747.000 ha, sedangkan lahan dataran rendah yang potensial tersedia dan belum efektif digunakan sekitar 25.090.000 ha. Lahan pada jenis tanah ini sebagian besar cocok untuk dikembangkan sebagai lahan usahatani tanaman sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi, dibutuhkan masyarakat, dan mampu beradaptasi di berbagai jenis lahan pertanian. Pengembangan
dan
permintaan
komoditas
sayuran
menunjukkan
kecenderungan yang selalu meningkat, namun produktivitas tanaman sayuran Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika, Jepang dan Eropa.
Sebagai contoh salah satu tanaman sayuran yaitu tomat,
produktivitas rata-rata nasional tanaman tomat di Indonesia hanya mencapai 16,8 ton ha-1 (BPS, 2012), sedangkan menurut data (FAO, 2012) di Amerika Serikat mencapai 81,1 ton ha-1, di Jepang mencapai 56,2 ton ha-1, dan di Belanda mencapai 56, 2 ton ha-1.
1
Rendahnya produktivitas tanaman sayuran karena belum optimalnya penerapan teknologi budidaya yang baik seperti karakterisasi lahan, perbenihan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen. Budidaya sayuran yang belum memperhatikan perihal tersebut di atas berakibat pada tidak optimalnya produksi dan kondisi lingkungan sekitar lokasi budidaya akan rusak (degradasi lahan). Alternatif peningkatan produktivitas sayuran dapat dilakukan dengan cara perbaikan kualitas tanah melalui kesesuaian pemupukan hara spesifik lokasi (PHSL). Penanganan hara tersebut dilakukan melalui aplikasi pemupukan yang sesuai kondisi spesifik tanah. Pemupukan adalah penambahan hara ke dalam media tumbuh tanaman seperti tanah dan air untuk mendukung pertumbuhan maksimum tanaman apabila jumlah hara tersebut tidak dapat dipenuhi dari dalam media tumbuh. Salah satu filosofi pemupukan adalah tingkat kecukupan bagi tanaman (crop sufficiency level) yang banyak diaplikasikan oleh berbagai negara dalam rangka membangun rekomendasi pemupukan dengan keramahan lingkungan (environmentally friendliness) yang tinggi. Dampak negatif aplikasi pemupukan terhadap tanaman, terhadap manusia maupun terhadap lingkungan akan timbul apabila implementasi filosofi pemupukan tidak diterapkan secara baik dan benar. Saat ini tanah yang terkontaminasi bahan kimia dari aplikasi pemupukan anorganik berlebihan dan aplikasi pestisida tidak sesuai anjuran, semakin tersebar dan meluas di seluruh wilayah Indonesia. Upaya-upaya tertentu diperlukan untuk mencegah kerusakan tanah dan pencemaran lingkungan (polusi, pencemaran air dan eutrofikasi) di sekitar wilayah usahatani sayuran oleh unsur kimia yang berlebihan saat diaplikasi dalam usaha budidaya. Perkembangan harga pupuk yang semakin meningkat, mengharuskan petani dan pemangku kepentingan menerapkan aplikasi pemupukan yang lebih efisien dan efektif. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi bahan kimia yang berlebihan pada tanah pertanian serta penerapan pupuk yang efisien adalah perakitan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah. 2
Analisis uji tanah merupakan upaya untuk implementasi pemupukan yang menjamin ketersediaan hara tanaman serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Uji tanah harus melalui beberapa tahapan yaitu uji korelasi dan uji kalibrasi berdasarkan analisis hara tanah. Prosedur pemupukan ini telah diadopsi oleh banyak laboratorium uji tanah di negara maju guna membantu petani dan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya aplikasi pupuk yang tepat dan ramah lingkungan. Melalui upaya pemupukan yang baik diharapkan peningkatan produktivitas tanaman akan tercapai dengan selalu memperhatikan kelestarian sumberdaya lahan tanpa adanya kelebihan dan polusi unsur kimia di tanah. Uji tanah dapat memberikan informasi kebutuhan hara esensial yang optimum untuk tanaman. Aplikasi pemupukan berdasarkan uji tanah akan mempertimbangkan kondisi hara tanah dan kebutuhan hara oleh tanaman, sehingga pemberian pupuk tidak berlebih dengan memperhatikan dukungan lingkungan dan tidak kekurangan bagi kebutuhan hara tanaman. Studi dan penelitian rekomendasi pupuk berdasarkan uji tanah di Indonesia sudah mulai sejak tahun 1970-an namun masih terfokus untuk tanaman padi (pangan). Rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah untuk tanaman sayuran masih sedikit sekali. Pemupukan yang dilakukan hanya berdasarkan uji dosis pupuk dan bervariasi dengan skala selang yang luas. Metode ini kurang optimal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman karena tidak mempertimbangkan ketersediaan hara yang ada di dalam tanah. Faktor penting dalam budidaya sayuran adalah identifikasi ketersediaan unsur hara. Pengelolaan unsur hara yang salah melalui teknik budidaya yang kurang baik akan mempengaruhi dan membatasi ketersediaannya sehingga produksi tanaman akan menurun. Umumnya metode analisis hara tanah di Indonesia masih menggunakan menggunakan pelarut single nutrient soil analysis, karena terbatasan biaya. Sedangkan dinegara maju uji tanah telah menggunakan multi nutrient soil analysis. Kedua metode uji tanah ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu metode uji korelasi, uji kalibrasi dan pembuatan rekomendasi pemupukan. Melalui tahapan uji 3
tersebut akan didapatkan uraian informasi akan kebutuhan unsur hara tanaman khususnya sayuran pada waktu dan tempat tertentu. Unsur hara utama dan esensial bagi tanaman sayuran adalah Fosfor (P) dan Kalium (K). Apabila unsur hara esensial tersebut tidak cukup bagi tanaman maka akan berakibat rendahnya pertumbuhan dan produksi tanaman. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan tambahan suplai kedua unsur hara P dan K dengan penggunaan pupuk anorganik yang optimal melalui rekomendasi pemupukan sesuai dosis dan berimbang. Pada saat ini di Indonesia belum memiliki Prosedur Operasional Baku (POB) atau Best Management Practices untuk rekomendasi pemupukan hara spesifik lokasi (PHSL) yang dibangun berdasarkan analisis tanah. Bahkan pemupukan masih belum masuk ke dalam salah satu faktor dari POB tersebut. Akibatnya rekomendasi pupuk yang ada sangat bervariasi dengan skala rentang dosis yang lebar sehingga sangat sulit dipakai sebagai acuan untuk meningkatkan hasil sayuran secara maksimal. Disamping itu, status kecukupan hara tanaman khususnya P dan K terutama di dataran rendah lahan kering belum tersedia, sedangkan data status tersebut sangat diperlukan sebagai dasar untuk menentukan rekomendasi penggunaan pupuk. Sebelum melakukan uji tanah, hal penting dan perlu dilakukan adalah identifikasi hara tanah melalui dua cara yaitu: (1) pengambilan hara dengan tahapan perbedaan kandungan hara dari berbagai lokasi dengan jenis tanah yang sama, dan (2) pembuatan status hara yang bertingkat, dimana dilakukan di satu lokasi tertentu dengan luasan tertentu dengan kondisi hara awal kandungan hara tanah yang rendah atau sangat rendah. Kemudian dilanjutkan dengan uji korelasi dan uji kalibrasi. Uji korelasi adalah suatu tahapan kegiatan penelitian uji tanah, yang bertujuan untuk menentukan atau menyeleksi jenis pengekstrak terbaik guna mengukur jumlah unsur yang tersedia bagi tanaman dan tanah tertentu. Uji korelasi tanah menggunakan larutan ekstraksi yang sifatnya selektif dan sebaiknya berkonsentrasi rendah. Pelarut tersebut hanya mengekstrak bentuk unsur-unsur tertentu dalam bentuk tersedia bagi tanaman. Unsur dalam bentuk ini umumnya berupa ion dalam larutan yang tidak terikat, terikat lemah dan imobil. 4
Metode ekstraksi hara fosfor yang biasa digunakan untuk tanah-tanah masam adalah larutan HCl 25%, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, dan
Morgan Wolf.
Sedangkan untuk tanah alkalin (basa) antara lain Olsen dan Colwell. Metode ekstraksi kalium yang biasa digunakan adalah larutan K-HNO3, larutan HCl 25%, larutan NaHCO3, Bray 1, Bray, Truog, Mehlich 1, dan Morgan. Sedangkan untuk tanah alkalin (basa) antara lain Olsen, NH4-asetat pH 7 dan larutan NH4OAc 1 N. Metode ekstrasi terbaik bagi tanaman sayuran menunjukan hasil yang sangat bervariasi. Setiap jenis tanaman sayuran memiliki spesifik pengekstrak terbaik guna mengukur jumlah unsur yang tersedia bagi tanaman dan tanah tertentu (Table 1). Uji korelasi ini bertujuan untuk menentukan atau menyeleksi jenis pengekstrak terbaik guna mengukur jumlah unsur yang tersedia bagi tanaman dan tanah tertentu.
5
Tabel 1. Hasil Penelitian Uji Korelasi pada Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia Jenis Tanaman
Cabai (Amaranthus sp)
Terong (Solanum melongena L.)
Cabai (Capsicum anuum L.)
Tomat (Lycopersicum esculentum L.)
Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.)
Kacang panjang (Vigna unguilata)
Kentang (Solanum tuberosum L.)
Kacang panjang (Vigna unguilata)
Tomat (Lycopersicum esculentum L.) Mulsa Tomat (Lycopersicum esculentum L.) Tanpa Mulsa
Metode ekstraksi HCl 25 % Olsen Bray I Meclich I Morgan vanema HCl 25 % Olsen Bray I Mehlich I Morgan vanema HCl 25 % Olsen Bray I Mehlich I Morgan vanema HCl 25 % Olsen Bray I Mehlich I Morgan vanema HCl 25 % Olsen Bray I Mehlich I Morgan vanema HCl 25 % Olsen Bray I Meclich I Morgan vanema
Koefisien korelasi 0.76 0.91 0.76 0.78 0.69 0.72 0.67 0.57 0.45 0.38 0.79 0.90 0.82 0.89 0.71 0.47 0.81 0.59 0.56 0.17 0.75 0.50 0.85 0.59 0.65 0.86 0.78 0.75 0.80 0.64
Bray I
0.82
Truog Mehlich I HCl 25 % Olsen Bray I Water Morgan vanema HCl 25 % Morgan vanema NH4OAc 1M pH 7 Bray I Meclich I Truog Morgan wolf Bray II Bray I Mehlich I
0.57 0.73 0.76 0.77 0.77 0.62 0.65 0.66 0.89 0.83 0.66 0.50 0.81 0.67 0.82 0.80 0.89
Jenis tanah
Unsur hara
Sumber pustaka
Ultisols
Fosfor
Kartika J.G., dan Anas D., S. 2008
Fosfor
Kartika J.G., dan Anas D., S. 2008
Fosfor
Kartika J.G., dan Anas D., S. 2008
Fosfor
Kartika J.G., dan Anas D., S. 2008
Fosfor
Kartika J.G., dan Anas D., S. 2008
Fosfor
Kartika J.G., dan Anas D., S. 2008
Ultisols
Ultisols
Ultisols
Ultisols
Ultisols
Hydric Dystrandept
Ultisols
Fosfor
Fosfor
Widjaja-Adhi dan Wandjik. 1984
Susila, A.D., et al. 2010
Inceptisols
Kalium
Amisnaipa, et al. 2005.
Inceptisols
Fosfor
Izhar et al, 2012.
6
Uji tanah menggunakan metode ekstraksi belum memiliki arti luas secara agronomis bila nilai uji tanah dari metode-metode tersebut belum dikalibrasikan dengan kisaran produksi di lapangan (Tabel 2). Pada uji kalibrasi tanah didapatkan suatu nilai yang terbagi atas beberapa tingkatan seperti ketersediaan unsur hara yang sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kemungkinan
respon
tanaman
seperti
pertumbuhan
dan
perkembangan serta hasil panen di setiap tingkatan ketersediaan hara. Adapun tahapan utama melakukan proses pengujian kalibrasi tanah antara lain: analisis tanah, menumbuhkan tanaman di lapangan, mendapatkan data hasil yang dapat dipasarkan (marketable yield), menghubungkan proses pengujian relatif uji tanah terhadap hasil.
Tabel 2. Hasil Penelitian Uji Kalibrasi pada Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia Jenis Tanaman
Metode ekstraksi
Jenis tanah
Kategori respon
Kentang (Solanum tuberosum L.)
Bray 1
Hydric Dystrandept
Rendah Sedang Tinggi
Yard Long Bean (Vigna unguilata)
Olsen
Ultisols
Yard Long Bean (Vigna unguilata)
Bray 1
Ultisols
Tomato (Lycopersicum esculentum L.)
Morgan Vanema
Inceptisols
Tomato (Lycopersicum esculentum L.) Mulsa
NH4OAc pH 7
Inceptisols
Tomato (Lycopersicum esculentum L.) Tanpa Mulsa
Mehlich I
Inceptisols
Hasil relatif (%) -
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
< 50 50-75 75-100 >100
Rendah Sedang Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
50-75 75-100 >100 < 50 50-75 75-100 >100 < 50 50-75 75-100 >100
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
< 50 50-75 75-100 >100
Dosis pupuk prediksi < 15 ppm P 15 – 30 ppm P > 30 ppm P ≤ 18.4 ppm P2O5 18.4-<117.3 ppm P2O5 117.3-<267.1 ppmP2O5 ≥ 267.1 ppm P2O5 ≤ 87.8 ppm P2O5 871.8–233.8 ppm P2O5 ≥ 233.8 ppm P2O5 ≤ 58.3 ppm K 58.3 - <103.3ppm K 103.3 - < 205 ppm K ≥ 205 ≤ 90.5 ppm K 90.5 – < 158.5 ppm K 158.5 - < 296 ppm K ≥ 296 ppm K ≤ 1.7 ppm P2O5 1.7 – < 18.1 ppm P2O5 18.1 - < 48.1 ppm P2O5 ≥ 48.1 ppm P2O5
Sumber pustaka Widjaja-Adhi dan Wandjik. 1984 Susila, A.D., et al. 2010
Susila, A.D., et al. 2010 Amisnaipa, et al 2005.
Amisnaipa, et al 2005.
Izhar et al 2012.
7
Uji kalibrasi dengan satu lokasi membutuhkan kondisi awal hara tanah yang rendah sehingga dapat dilakukan pembuatan status hara pada level yang berbeda dari sangat rendah sampai sangat tinggi. Pola budidaya tanaman sayuran akan berpengaruh terhadap hasil dan dosis metode ekstraksi yang terpilih. Budidaya secara tradisional akan berbeda dengan pola budidaya yang lebih modern seperti aplikasi mulsa, irigasi drip dan pemberian nutrien yang terukur.
Tabel 3. Rekomendasi Pemupukan pada Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia Tanaman Kacang Panjang (Vigna unguilata) Kacang Panjang (Vigna unguilata) Tomat (Lycopersicum esculentum L.) Mulsa Tomat (Lycopersicum esculentum L.) Tanpa Mulsa
Metode ekstraksi
Jenis tanah
Olsen
Ultisols
Bray 1
Ultisols
Kategori respon Rendah Sedang Rendah Sedang
516 SP-36 kg ha-1 486 SP-36 kg ha-1 512 SP-36 kg ha-1 448 SP-36 kg ha-1 300 KCl kg ha-1 219 KCl kg ha-1 137 KCl kg ha-1
Amisnaipa, et al 2005.
509 SP-36 kg ha-1 198 SP-36 kg ha-1
Izhar, et al 2012.
Morgan Vanema
Inceptisols
Sangat rendah Rendah Sedang
Mehlich I
Inceptisols
Sangat rendah Rendah
Dosis pupuk
Sumber pustaka Susila, A.D., et al. 2010 Susila, A.D., et al. 2010
Rekomendasi pemupukan P dan K untuk tanman sayuran menunjukan hasil yang berbeda sesuai dengan karakteristik lokasi, jenis lahan, topografi dan keadaan iklim setempat. Pengujian dosis rekomendasi pemupukan berdasarkan uji hara tanah perlu dilakukan berulang-ulang di wilayah tertentu dan waktu tertentu dapat memberikan hasil yang lebih tepat, meminimalisir kesalahan dan lebih dapat dipercaya.
Aplikasi Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) Lebih Lanjut di Indonesia Aplikasi dan rekomendasi pemupukan berdasarkan analisis tanah telah berkembang pesat khususnya di beberapa negara maju seperti Amerika, Australia dan Eropa. Namun aplikasi dan rekomendasi pemupukan dengan metode ini di Indonesia masih banyak kendala yang dihadapi. Beberapa kendala tersebut antar lain masih 8
terbatasnya dana penelitian, kebijakan pembangunan pertanian yang belum optimal mendukung pengembangan sektor ini, kolaborasi dan perencanaan pengembangan teknologi ini yang masih belum berkesinambungan antar institusi dan lembaga. Aplikasi teknologi rekomendasi pemupukan hara spesifik masih berpeluang besar di kembangkan di Indonesia. Pemberian rekomendasi pemupukan yang tepat akan meningkatkan produktivitas sayuran dan tanaman lainnya dengan selalu berpedoman pada pertanian berkelanjutan yang menerapkan optimalisasi penggunaan unsur hara dan memperhatikan kelestarian sumberdaya lahan tanpa adanya kelebihan atau polusi unsur kimia di tanah dan air. Pembuatan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah untuk tanaman sayuran dan hortikultura lainnya perlu dilakukan terencana, berkesinambungan dan spesifik lokasi. Perlu dilakukan uji tanah di seluruh sentra produksi sayuran untuk berbagai jenis tanaman sayuran. Pembuatan rekomendasi pemupukan melalui uji tanah yang semakin sering dilakukan akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan hasil uji yang lebih tinggi dan koefisien korelasi yang semakin baik. Beberapa strategi pendukung PHSL yang dapat dikembangkan seperti: 1. Pengembangan laboratorium analisis tanah yang berskala provinsi, melalui peningkatan SDM, keterampilan dan fasilitas laboratoium, standarisasi alat dan standar prosedur operasional analisis serta monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara berkala. Saat ini hanya terdapat beberapa laboratorium tanah yang berkembang baik di Indonesia, namun standar analisis masih bervariasi antara satu laboratorium dengan laboratorium lainnya. Peluang besar dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara lebih intesif fasilitas laboratorium tanah yang dimiliki BPTP dan Universitas di daerah dengan wilayah operasional yang jelas. Validitas data uji tanah sangat tergantung dengan hasil analisa laboratorium, sehingga perbaikan fasilitas uji tanah pada berbagai laboratorium tanah di seluruh Indonesia perlu segera diupayakan, perlu metode penyetaraan atau distrandarisasi dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas, baku dan hasil yang mudah dibaca oleh pengguna. 9
2. Perbaikan struktur pembiayaan pembangunan pertanian, melalui dukungan pembiayaan yang optimum untuk pengembangan teknologi, informasi dan data karakteristik lahan pertanaman. Memperbanyak survei kondisi kesuburan tanah, peningkatan penelitian uji tanah dan diseminasi hasil teknologi rekomendasi pemupukan pada berbagai jenis tanaman dan jenis lahan tertentu. Pengembangan piranti uji tanah portable hasil pengembangan Balai Besar Sumber daya Lahan dan Balai Penelitian Tanah, Bogor yaitu Soil Test Kit sangat menunjang pengembangan uji tanah secara cepat di berbagai wilayah Indonesia. 3. Pengembangan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang mudah dilakukan oleh petugas di lapang dan kelompok petani dengan hasil yang dapat dipercaya dan sesuai dengan spesifik kondisi alami lahan pertanaman. Secara perlahan dilakukan transfer metode analisis yang hanya menggunakan single nutrient analysis menjadi multi nutrient analysis khususnya pada beberapa sentra produksi tanaman unggulan. 4. Perbaikan kelembagaan tani dan kerjasama antar institusi lainnya. Melalui sistem kearifan lokal, maka diharapkan pembiayaan uji tanah dapat dilakukan di semua lahan petani dalam waktu tertentu dan luasan tertentu. 5. Pengembangan teknologi pemetaan melalui Sistim Informasi Geografis (SIG) dengan skala detail mengenai kondisi kesuburan tanah, jenis tanah dan topografi pada lokasi tertentu dan dalam waktu tertentu yang di overlay dengan peta pengunaan lahan, jenis tanah, dan kondisi iklim. Hal ini berguna untuk mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan hara tanah dan pengunaan pemupukan pada saat itu.
Aplikasi Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) Tanaman Sayuran Secara umum, belum ada dan berkembangan teknologi pemupukan
hara
spesifik lokasi berdasarkan analisis tanah yang sesuai untuk wilayah sentra produksi tanaman sayuran. Sehingga perlu aplikasi beberapa upaya yang harus dilakukan untuk pembuatan rekomendasi PHSL dan mekanisme ditingkat petani seperti : 10
1. Karakterisasi dan survei kandungan hara di lahan pertanian diseluruh areal pertanaman untuk mengetahui kondisi eksisting hara yang ada saat ini. 2. Klasifikasi jenis tanah dan kandungan hara yang ada (sifat tanah). 3. Pemataan lahan berdasarkan kondisi
hara dan jenis tanah yang dapat di
overlay dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Daerah. 4. Sosialisasi dan Pembuatan Road Map aplikasi dan pengembangan uji tanah berdasarkan hara spesifik serta pembuatan rekomendasi pemupukan ramah lingkungan untuk berbagai tanaman sayuran/hortikultura dengan melibatkan berbagai institusi terkait di daerah seperti universitas, lembaga penelitian, pemilik laboratorium tanah, pemerintah daerah, lembaga keuangan dan lembaga tani. 5. Aplikasi secara bertahap sesuai waktu dan indikator pencapaian selama beberapa tahun kedepan yang melibatkan berbagai institusi. Pentahapan dilakukan mulai dari sosialisasi, aplikasi di lapangan, transfer teknologi, pengembangan, pemantapan, penumbuhan kawasan serta implementasi teknologi dan kelembagaan. 6. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala pada waktu tertentu yang dilakukan oleh institusi terkait. 7. Aplikasi rekomendasi PHSL harus dilakukan setiap musim tanam akan dimulai sehingga kondisi hara eksisting dapat diketahui dengan baik tanpa kelebihan atau kekurangan bagi tanaman serta tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
11
(a) Inkubasi lahan
(c) Media uji korelasi
(e) Uji kalibrasi
(b) Pembuatan status hara
(d) Uji korelasi
(f) Hasil tomat
Gambar 1. Contoh Tahapan Pembuatan Rekomendasi PHSL Tanaman Tomat di Inceptisols Dramaga, Bogor
12