Seminar Nasional Serealia, 2013
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG DAN REKOMENDASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI DI KABUPATEN KEEROM PROVINSI PAPUA Fadjry Djufry1 dan Henry Sosiawan2 1)
2)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Bogor
ABSTRAK Penyusunan peta kesesuaian lahan tanaman jagung skala 1:50.000 di Kabupaten Boven Digul, dilakukan dengan metodologi, yaitu: inventarisasi sumberdaya lahan, evaluasi sumberdaya lahan, prediksi masa tanam, penentuan kebutuhan pupuk. Data diolah dalam format data base, baik tabular maupun spasial. Penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian ini dimaksudkan untuk menyajikan informasi mengenai potensi biofisik (tanah, iklim, vegetasi), sosial ekonomi, dan kesesuaian lahan berbagai komoditas pertanian unggulan. Hasil penelitian menunjukkan pewilayahan komoditas pertanian Distrik Skamto dikelompokan menjadi 6 sistem pertanian dan 14 satuan pewilayahan komoditas. Sistem pertanian yang berpotensi untuk tanaman pangan adalah:(a) Pertanian lahan basah dengan komoditas padi sawah, jagung, kedelai, bawang merah, sayuran, melon, jeruk, dan pisang, seluas 6.146 ha (6,57%), (b) Pertanian lahan kering, tanaman pangan, tanaman tahunan/perkebunan, dan hortikultura, dengan komoditas tanaman pangan berupa padi gogo, kedelai, jagung, kacang tanah, dan ubijalar. Rekomendasi sistem usahatani dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: (1) usahatani berbasis tanaman pangan, (2) usahatani berbasis tanaman tahunan/perkebunan, (3) pengembangan peternakan. Usahatani berbasis tanaman pangan adalah pola: (a) padi-padijagung/kedelai/bawang merah/sayuran, (b) padi-padi-jagung/kedelai/sayuran/melon, (c) padi gogo-kacang tanah/kedelai +jagung+ ubijalar, (d) padi-padi-jagung/kedelai/sayuran. Usahatani berbasis tanaman tahunan/ perkebunan yang dianjurkan adalah pengembangan komoditas kakao, lada, kelapa sawit, kopi, pisang dan jeruk. Rekomendasi teknologi berupa: (1) penetapan masa tanam dari setiap pola tanam; (2) pemupukan berimbang dari setiap komoditas berdasarkan status unsur hara dalam tanah dan jenis tekstur tanahnya. Kata kunci: pewilayahan, jagung, dan rekomendasi teknologi spesifik lokasi.
PENDAHULUAN Sebagai daerah penyangga ibukota Provinsi Papua, Kabupaten Keerom mempunyai arti penting dan strategis terutama yang berkaitan dengan peranannya dalam menyediakan kebutuhan produk pertanian dan perkebunan. Dari segi sumberdaya lahan, Kabupaten Keerom mempunyai potensi yang dapat diandalkan dalam menyediakan produk pertanian dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan di dalam Kabupaten Keerom khususnya dan ibukota Provinsi Papua pada umumnya. Agar kontinuitas produk pertanian dan perkebunan dapat terjaga, diperlukan
607
Fadjri Djufri dan Henry Sosiawan: Analisis Potensi Pengembangann …..
perencanaan pembangunan pertanian yang komprehensif berdasarkan daya dukung lahan. Data dan informasi sumberdaya lahan skala 1:50.000 tersebut sangat diperlukan, untuk mengetahui wilayah potensial yang bisa dikembangkan untuk budidaya pertanian, penyusunan pewilayahan komoditas pertanian unggulan. Pada skala pemetaan 1:50.000 diperlukan data sumberdaya lahan yang lebih detail. Secara ideal, data sumberdaya lahan pada skala tersebut, diperoleh dengan pemetaan sumberdaya lahan tingkat semi detail, tetapi membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi, sehingga digunakan pendekatan analisis terrain yang memadukan teknik interprestasi citra satelit, peta kontur, dan verifikasi lapangan, untuk mendapatkan informasi sumberdaya lahan suatu wilayah (Puslittanak 2001). Hasil analisis sumberdaya lahan yang ditunjang dengan analisis sosial ekonomi dapat
dituangkan
dalam
peta
pewilayahan
komoditas
pertanian,
yang
menginformasikan jenis komoditas unggulan suatu daerah yang sesuai dengan daya dukung lahannya. Penyusunan peta tersebut, sudah sangat mendesak untuk dilakukan, mengingat pemerintah daerah membutuhkan informasi yang akurat mengenai komoditas pertanian unggulan dan alternatif teknologi pertanian yang bisa diimplentasikan di lapanga. Bagi pemerintah daerah informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan perencanaan operasional untuk pengembangan pertanian. Penelitian bertujuan untuk menyusun peta kesesuain lahan tanaman jagung dan pangan lainnya di Kabupaten Keerom Provinsi Papua.
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai Juli - Desember tahun 2007 di Kabupaten Keerom pada beberapa Distrik terpilih. Penyusunan peta kesesuain lahan tanaman jagung skala 1:50.000 dan tanaman pangan lainnya, dilakukan melalui beberapa tahapan metodologi, yaitu: inventarisasi sumberdaya lahan, prediksi masa tanam, penentuan kebutuhan pupuk, evaluasi sumberdaya lahan. Semua data diolah dalam format data base baik tabular maupun spasial. Inventarisasi Sumberdaya Lahan Dalaminventarisasisumberdayalahandilakukanbeberapatahapankegiatan, yaitu: penyusunanpetadasar, analisissatuanlahan, verifikasilapangan.
608
Seminar Nasional Serealia, 2013
Penyusunan peta dasar Peta dasar yang digunakan adalah skala 1:100.000 dan dilengkapi dengan informasi dari citra landsat. Sumber peta dasar yang digunakan adalah peta Topografi (Diptop TNI AD 1995) skala 1:100.000 dan citra landsat ETM 7, (Lapan, liputan tahun 2002) yang dikemas dalam format digitasi. Analisis satuan lahan Pendekatan landform digunakan sebagai dasar pembeda utama dalam analisis satuan lahan. Satuan landform diperoleh dari analisis terrain melalui interpretasi peta topografi, Digital Elevation Model (DEM), dan citra landsat. Metode interpretasi tersebut mengacu pada Aerial Photo Interpretation in Soil Survey (Goosen 1967) dan Van Zuidam (1986). Terrain merupakan keadaan fisik lahan yang mempunyai kaitan erat dengan tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman, sehingga dapat digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan. Klasifikasi landform mengacu pada Laporan Teknis LREPP II No.5 (Marsoedi et al. 1997) sampai level 2 (Lampiran 2), dalam wadah delineasi satuan-satuan landform. Hasil analisis terrain yang berupa peta satuan lahan dan ditunjang dengan analisis sumberdaya tanah, selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam evaluasi kesesuaian lahan dan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000. Verifikasi lapangan Kegiatan lapangan meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder meliputi data biofisik dan data sosial ekonomi pertanian. Pengamatan tanah Peta hasil interpretasi satuan lahan skala 1:100.000 digunakan sebagai peta kerja di lapangan. Pengecekan batas delineasi satuan lahan hasil interpretasi dilakukan sekaligus dengan pengamatan tanah dan lingkungan. Pengamatan
tanah
di
lapangan
mengikuti
metode
transek
dengan
memperhatikan hubungan antara tanah dan landscape (King et al. 1983; Steers dan Hajek 1978; White 1966). Intensitas pengamatan tergantung dari heterogenitas terrain/landform, toposekuen, litosekuen. Pengamatan sifat morfologi tanah dilakukan melalui pemboran, minipit, dan pembuatan profil yang mengacu pada Soil Survey Manual (Soil Survey Division Staff 1993) dan Guidelines for Soil Profile Description (FAO 1990). Parameter sifat-sifat tanah yang diamati di lapangan antara lain:
609
Fadjri Djufri dan Henry Sosiawan: Analisis Potensi Pengembangann …..
kedalaman tanah (sampai bahan induk atau lapisan kedap), tekstur, drainase, reaksi tanah/pH, keadaan batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah. Sedangkan parameter fisik lingkungan yang diamati antara lain: landform, bahan induk, relief/lereng, penggunaan lahan dan pengelolaannya, gejala-gejala erosi. Pengambilan contoh tanah Contoh tanah diambil dari profil tanah atau minipit. Contoh tanah profil diambil di seluruh lapisan/horison tanah kemudian dianalisis di laboratorium untuk mendukung klasifikasi tanah, sedangkan contoh minipit diambil sampai kedalaman
60 cm
(mengikuti horisonisasi, dapat terdiri dari 2-3 contoh) untuk mendukung sifat kesuburan tanah yang mewakili satu jenis tanah di dalam satuan lahan. Apabila satuan lahan mempunyai penyebaran yang luas, pengambilan contoh tanah dilakukan pada beberapa lokasi pengematan dan distribusinya merata dan mewakili seluruh satuan lahan. Contoh tanah dianalisis di laboratorium Balai tanah Bogor mengikuti metode yang tercantum dalam Soil Survey Investigation Report No. 1 (Soil Survey Lab. Staff 1991), dan Penuntun Analisa Tanah (Balai Peneltian Tanah 2005). Data hasil analisis tanah digunakan untuk reklasifikasi, evaluasi tingkat kesuburan, dan evaluasi lahan.
Penyusunan satuan evaluasi lahan Satuan evaluasi lahan disusun berdasarkan hasil interpretasi satuan lahan yang telah diverifikasi di lapangan. Peta satuan evaluasi dan legenda yang sudah disusun di lapangan (isi dan deliniasi) merupakan satuan evaluasi lahan yang siap digunakan sebagai dasar dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas. Komponen satuan evaluasi lahan terdiri dari: landform, elevasi, relief dan lereng, kalsifikasi tanah (subgrup), bahan induk tanah. Prediksi Masa Tanam Prediksi masa tanam dilakukan dengan simulasi neraca air tanaman dengan menggunakan
series
data
iklim
selama
10
tahun.
Simulasi
neraca air
tanamanmenggunakan model yang dikembangkanoleh FAO dalamBuletinIrigasi No. 56 (FAO 1988) yang telahdimodifikasikedalamBuletinAgroklimat (1999). Penentuan Kebutuhan Pupuk Penentuan kebutuhan pupuk didasarkan pada kandungan unsure hara N (total), P dan K tersedia di dalam tanah dengan menggunakan model perhitungan
610
Seminar Nasional Serealia, 2013
kebutuhan pupuk berimbang (Balitpa 2002).
N, P, dan K di dalam tanah dibagi
kedalam tiga kelompok, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi.
Evaluasi Sumberdaya Lahan Untuk menunjang evaluasi sumber daya lahan, dilakukan analisis contoh tanah dan penyusunan data base. Analisis contoh tanah terdiri dari penetapan: tekstur 3 fraksi, pH, kadar C organik, N, P, dan K total, P tersedia, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, K dan Na), KTK, dan kejenuhan basa. Analisis tambahan diperlukan untuk tipologi lahan tertentu, yaitu: kadar Al (untuk lahan kering masam), daya hantar listrik dan salinitas (untuk lahan pasang surut).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil kesesuaian lahan Kelas kesesuaian lahan fisik masing-masing komoditas pada setiap unit agroekologi dikelompokan berdasarkan kelas dan subkelas. Klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), tidak sesuai (N). Pada tingkat subkelas dicantumkan faktor pembatas/ penghambat bagi pertumbuhan tanaman, ditulis dengan simbol yang diletakkan setelah simbol kelas kesesuaian lahannya. Sebagai contoh: S2oa, yaitu lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas/penghambat ketersediaan oksigen. Dari hasil evaluasi kesesuaian lahan beberapa komoditas menunjukkan bahwa lahan yang dapat dikembangkan untuk komoditas pertanian di Kabupaten Keerom seluas 748.993 ha (87,26%) sedangkan sisanya seluas 108.411 ha (12,64%) tidak dapat
dikembangkan
untuk
pertanian
karena
kondisi
biofisik
lahan
tidak
memungkinkan. Apabila lahan-lahan tersebut dipaksakan untuk dikembangkanuntuk lahan pertanian sangat dimungkinkan akan terjadi degradasi lahan dan kerusakan lingkungan. Dengan demikian lahan-lahan tersebut diarahkan sebagai kawasan konservasi. Tanaman pangan dapat dikembangkan pada areal seluas 319.429 ha (37,26%). Rincian kelas kesesuaian lahan tanaman pangan disajikan pada Tabel 5.1 dan penyebaran kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan jagung dan kedelai disajikan pada Gambar 1. Pengembangan jagung dapat dilakukan pada lahan kering dan lahan basah (sawah), seluas 319.429 ha (37,26%), dengan lahan tergolong sangat sesuai (S1), seluas 81.091 ha (9,46%), lahan cukup sesuai (S2), seluas 151.520 ha (24,56%),
611
Fadjri Djufri dan Henry Sosiawan: Analisis Potensi Pengembangann …..
sesuai marjinal (S3) seluas 86.819 ha (10,13%). Pengembangan jagung di lahan kering dilakukan pada musim hujan dan dapat dilakukan 2x setahun, sedangkan pengembangan
di
lahan
basah
(sawah)
dilakukan
pada
musim
kemarau.
Pengembangan jagung pada lahan cukup sesuai (S2) mempunyai kendala ringan berupa lahan terkena banjir musiman. Pengembangan jagung pada lahan sesuai marjinal (S3) mempunyai kendala kelerengan lahan yang curam (8-15%). Faktor pembatas pada lahan yang tidak sesuai (N) berupa: lahan selalu tergenang, lahan bergambut cukup tebal (>100 cm), dan lahan berlereng >15%. Pengembangan padi sawah dilakukan di lahan basah seluas 150.896 ha (17,60%) dengan lahan cukup sesuai (S2) seluas 64.831 ha, sesuai marjinal (S3) seluas 86.065 ha. Lahan persawahan umumnya terdapat di dataran koluvial, kipas koluvial, dan jalur aliran sungai dengan sumber dari air hujan dan air sungai. Pengembangan padi sawah dapat dilakukan 2 x setahun. Pengembangan padi sawah pada lahan cukup sesuai (S2) mempunyai kendala ringan berupa banjir musiman. Pengembangan padi sawah pada lahan sesuai marjinal (S3) mempunyai kendala lahan sering tergenang. Faktor pembatas pada lahan yang tidak sesuai (N) berupa: lahan lahan bergambut atau lahan berlereng >8% dan tidak terdapat sumber air. Pengembangan padi gogo dilakukan pada lahan kering, seluas 257.298 ha (30,01%). Sebagian besar (163.600 ha) tergolong cukup sesuai sesuai (S2) dengan kendala kelerengan lahan (8-15%). Pengembangan padi gogo dapat dilakukan 1x setahun. Faktor pembatas pada lahan yang tidak sesuai (N) berupa: lahan selalu tergenang, dan berlereng >15%. Tabel 1. Kelas kesesuian lahan beberapa komoditas tanaman pangan Padi sawah
Kelas
Ha
Padi gogo
Jagung Ha
Kedelai
%
Ha
%
%
Ha
%
-
4.398
0,51
81.091
9,46
81.091
9,46
Lahan Sesuai (S) S1
-
S2
64.831
7,56
163.600
19,08
151.520
17,67
151.520
17,67
S3
86.065
10,04
89.300
10,42
86.819
10,13
72.935
8,51
Lahan Tidak Sesuai (N) N
706.508
82,40
600.106
69,99
537.975
62,74
551.858
64,36
Jumlah
857.404
100,00
857.404
100,00
857.404
100,00
857.404
100,00
Keterengan : S1; sangat sesuai, S2: cukup sesuai, S3: sesuai marginal, N: tidak sesuai
Pengembangan kedelai dapat dilakukan pada lahan kering dan lahan basah (sawah), seluas 305.546 ha (35,64%). Sebagian besar (151.520 ha) tergolong cukup
612
Seminar Nasional Serealia, 2013
sesuai (S2) dan lahan cukup sesuai (S3) seluas 72.935 ha. Pengembangan kedelai pada lahan cukup sesuai (S2) mempunyai kendala ringan berupa lshsm terkena banjir musiman. Pengembangan kedelai pada lahan sesuai marjinal (S3) mempunyai kendala kelerengan lahan yang curam (8-15 %). Pengembangan kedelai di lahan kering dilakukan pada musim hujan dan dapat dilakukan 1x setahun, sedangkan di lahan basah (sawah) dilakukan pada musim kemarau. Pengembangan kedelai dapat dilakukan secara tumpangsari dengan jagung. Faktor pembatas pada lahan yang tidak sesuai (N) berupa: lahan selalu tergenang dan berlereng >15%.
Gambar 1. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman jagung
613
Fadjri Djufri dan Henry Sosiawan: Analisis Potensi Pengembangann …..
Rekomendasi teknologi pengembangan pertanian Wilayah Kabupaten Keerom tergolong dalam wilayah tropika basah dan zona agroklimat tergolong B1. Ketinggian tempat antara 150-1.300 m dpl, sehingga termasuk didalam agro ekosistem dataran rendah dan tinggi beriklim basah. Pengembangan pertanian yang dapat dilakukan di wilayah ini adalah pertanian lahan basah dan lahan kering. Pertanian lahan basah, untuk pengembangan tanaman pangan (persawahan), sedangkan pertanian lahan kering, untuk pengembangan tanaman pangan dan tanaman tahunan/perkebunan. Kunci dalam pengembangan pertanian lahan basah adalah pengaturan air (water management), sedangkan di lahan kering adalah menjaga tingkat kesuburan dan konservasi tanah, mengingat kondisi lahan saat ini sebagian besar masih berupa hutan yang mempunyai tingkat kesuburan tanah relatif masih tinggi dan itu harus tetap dipertahankan. Agro ekosistem dataran rendah beriklim basah, mendominasi lahan di Kabupaten Keerom. Pengembangan pertanian yang dapat dilakukan adalah pertanian lahan kering dengan mengandalkan air dari curah hujan. Untuk lahan yang mempunyai kelerengan curam sampai sangat curam (>25%), usaha konservasi tanah dan air harus mendapat diperhatikan, agar tidak terjadi degradasi lahan dan kerusakan lingkungan. Dengan melihat kondisi topografi dan sumberdaya lahan di Kabupaten Keerom, maka pemanfaatan lahan untuk pengembangan pertanian diperlukan suatu langkah strategis, yaitu dengan menerapkan sistem pengeloloan lahan yang tepat. Sistem pengelolaan lahan tersebut meliputi: a) pemilihan komoditas pertanian yang sesuai dengan daya dukungnya, b) penerapan sistem usahatani yang tepat, c) peningkatan produktifitas lahan dengan pemupukan dan usaha konservasi tanah dan air. Agar potensi sumberdaya lahan dapat dimanfaatkan secara optimal, diperlukan model pengembangan sistem usahatani berbasis komoditas. Kondisi biofisik lingkungan dan karakteristik tanah di Kabupaten Keerom mensyaratkan 3 model sistem usahatani berbasis komoditas yaitu: 1. Usahatani berbasis tanaman pangan; 2. Usahatani berbasis tanaman perkebunan; 3. Pengembangan ternak. Dalam pengembangan sistem usahatani di Kabupaten Keerom, peningkatan produktivitas lahan pada dasarnya harus menitik beratkan pada usaha meningkatkan pendapatan petani. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan teknologi yang secara teknis dapat dilakukan oleh petani, dan secara ekonomis menguntungkan. Berdasarkan kajian sumberdaya lahan yang telah dilakukan, peningkatan produktivitas lahan bisa dicapai dengan menyusun pola tanam yang tepat,
614
Seminar Nasional Serealia, 2013
jadwal tanam yang mempertimbangkan resiko kegagalan panen, dan pemberian kebutuhan pupuk berimbang. A. Distrik Skanto Usahatani berbasis tanaman pangan Usahatani berbasis tanaman pangan dikelompokan menjadi pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering. Pengembangan pertanian lahan basah mencakup areal seluas 6.146 ha. Rekapitulasi rekomendasi pemupukan pada masa tanam I, II, dan III di Distrik Skanto, disajikan pada Tabel 5.9-5.11. Usahatani berbasis tanaman pangan di Distrik Skanto dapat dilakukan Satuan Peta (SP) 1-3. Uraian Rekomendasi usahatani berbasis tanaman pangan, sebagai berikut: 1. Usahatani dengan pola tanam: padi-padi-jagung/kedelai/bawang merah/ sayuran (SP 1), rekomendasi teknologi aplikatif yang disarankan adalah: Rekomendasi pemupukan adalah sebagai berikut : Kebutuhan Pupuk (Kg/ha) Padi Urea
SP-36
200-225
25-50
Jagung KCl
Urea
25-50 100-125
Kedelai/Sayuran
SP-36
KCl
Urea
SP-36
KCl
75-100
25-50
0-25/75-100
25-50/25-50
25-50/0-25
Awal masa tanam optimum padi musim tanam I antara tanggal 7 sampai dengan 17 Nopember: o
Total kebutuhan air untuk tanaman padi pada musim tanam pertama sebesar 460 mm atau setara dengan 115.000 m 3/ha, apabila jarak tanam padi adalah 20x 0 cm (tanpa genangan).Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada periode 60 hari setelah tanam (ST) sebesar 60.000 m3, pada periode 15 hari berikutnya sebesar 15.000 m3, pada periode 30 hari berikutnya sebesar 25.000 m 3 dan pada periode 10 hari terakhir sebesar 15.000 m 3/ha.
Awal masa tanam optimum padi musim tanam II tanggal 11 April: o
Total kebutuhan air untuk tanaman padi pada musim tanam kedua sebesar 390 mm atau setara dengan 97.500 m 3/ha, apabila jarak tanam padi adalah 20x20 cm (tanpa genangan).Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada periode 60 hari setelah tanam (ST) sebesar 45.000 m3, pada periode 15 hari berikutnya sebesar 15.000 m3, pada periode 30 hari berikutnya sebesar 22.500 m 3 dan pada periode 10 hari terakhir sebesar 15.000 m 3/ha
615
Fadjri Djufri dan Henry Sosiawan: Analisis Potensi Pengembangann …..
Awal masa tanam optimum jagung/kedelai/sayuran/bawang merah musim tanam III antara tanggal 9 Agustus : o
Total kebutuhan air untuk tanaman jagung pada musim tanam III sebesar 300 mm atau setara dengan 37.500 m3/ha, apabila jarak tanam jagung adalah 40x40 cm.Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada 1 minggu setelah tanam (ST) sebesar 7.000 m3, minggu ke 5-6 ST berikutnya sebesar 7.500 m3, minggu ke 8-9 ST berikutnya sebesar 8.000 m3 , minggu ke 11-13 ST sebesar 10.000 m3, 10 hari sebelum panen sebesar 5.000 m3/ha.
o
Apabila dibudidayakan kedelai, total kebutuhan air untuk tanaman kedelai pada musim tanam III sebesar 190 mm atau setara dengan 49.400 m3/ha, apabila jarak tanam 25x25 cm. Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada periode 50 hari setelah tanam (ST) sebesar 20.000 m3/ha, minggu ke 8-10 ST sebesar 10.000 m3/ha, minggu ke 11-15 ST sebesar 10.000 m3/ha, periode 15 hari sebelum panen sebesar sebesar 9.400 m3/ha.
Tabel 2. Rekapitulasi rekomendasi teknologi pemupukan dan masa tanam I di Distrik Skanto SP
Pola Tanam
1
Padi-padi-jagung/kedelai/ sayuran/bawang merah 2 Padi-padi-jagung/kedelai/ sayuran/melon 3 Padi-jagung/kedelai/ kacang tanah/ubijalar 4 Kakao/kelapa sawit (padi gogo- kedelai/jagung) 5 Kelapa sawit/lada (padi gogo-jagung) 6 Kakao 7 Kelapa sawit 8 Kakao/kopi robusta 9 Kopi arabika/kayu manis Tidak direkomendasikan
Musim Tanggal Tanam I Tanam padi 7-17 Nop
Urea 200-225
Pupuk SP-36 25-50
KCl 25-50
Luas ha % 3.773 4,03
padi
7-17 Nop
200-225
25-50
25-50
2.373
2,54
padi
21 Mei
200-225
25-50
25-50
4.270
4,56
padi
21 Mei
225-250
25-50
25-50
3.024
3,23
padi
21 Mei
225-250
25-50
25-50
287
0,31
-
-
*) *) *) *)
*) *) *) *)
*) *) *) *)
JUMLAH
10.131 10,83 4.601 4,92 54.762 58,52 1.383 1,43 8.981 6,49 93.585 100,00
*): rekomendasi khusus
2. Usahatani dengan pola tanam: padi – padi – jagung/kedelai/sayuran/melon (SP 2), rekomendasi teknologi aplikatif yang disarankan adalah: Rekomendasi pemupukan adalah sebagai berikut: Kebutuhan Pupuk (Kg/ha) Padi
Jagung
Urea
SP-36
KCl
Urea
SP-36
200-225
25-50
25-50
100-125
75-100
616
Kedelai/Sayuran KCl
Urea
SP-36
KCl
25-50 0-25/75-100 25-50/25-50 25-50/0-25
Seminar Nasional Serealia, 2013
Awal masa tanam optimum padi musim tanam I antara tanggal 7 sampai dengan 17 Nopember: o
Total kebutuhan air untuk tanaman padi pada musim tanam pertama sebesar 460 mm atau setara dengan 115.000 m 3/ha, apabila jarak tanam padi adalah 20x20 cm (tanpa genangan).Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada periode 60 hari setelah tanam (ST) sebesar 60.000 m3, pada periode 15 hari berikutnya sebesar 15.000 m3, pada periode 30 hari berikutnya sebesar 25.000 m 3 dan pada periode 10 hari terakhir sebesar 15.000 m 3/ha.
Awal masa tanam optimum padi musim tanam II tanggal 11 April: o
Total kebutuhan air untuk tanaman padi pada musim tanam kedua sebesar 390 mm atau setara dengan 97.500 m 3/ha, apabila jarak tanam padi adalah 20x20 cm (tanpa genangan).Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada periode 60 hari setelah tanam (ST) sebesar 45.000 m3, pada periode 15 hari berikutnya sebesar 15.000 m3, pada periode 30 hari berikutnya sebesar 22.500 m 3 dan pada periode 10 hari terakhir sebesar 15.000 m 3/ha
Awal masa tanam optimum jagung/kedelai/sayuran/melon musim tanam III antara tanggal 9 Agustus o
Total kebutuhan air untuk tanaman jagung pada musim tanam II sebesar 280 mm atau setara dengan 35.000 m3/ha, apabila jarak tanam jagung adalah 40x40 cm. Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada 1 minggu setelah tanam (ST) sebesar 5.000 m3, minggu ke 5-6 ST berikutnya sebesar 7.000 m3, minggu ke 8-9 ST berikutnya sebesar 8.000 m3 , minggu ke 11-13 ST sebesar 10.000 m3, 10 hari sebelum panen sebesar 5.000 m3/ha
o
Total kebutuhan air untuk tanaman kedelai pada musim tanam III sebesar 190 mm atau setara dengan 49.400 m3/ha, apabila jarak tanam 25x25 cm. Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada periode 50 hari setelah tanam (ST) sebesar 20.000 m3/ha, minggu ke 8-10
ST sebesar 10.000 m3/ha, minggu ke 11-15 ST
sebesar
10.000 m3/ha, periode 15 hari sebelum panen sebesar sebesar 9.400 m3/ha. Apabila pengembangan lahan basah di Distrik Skanto diprioritaskan untuk komoditas palawija dan sayuran perkiraan masam tanam yang dianjurkan adalah sebagai berikut: awal masa tanam jagung (MT I) pada tanggal 19
617
Fadjri Djufri dan Henry Sosiawan: Analisis Potensi Pengembangann …..
sampai 29 Agustus; awal masa tanam kedelai/sayuran/melon (MT II) pada tanggal 1 sampai 11 Mei. o
Total kebutuhan air untuk tanaman jagung pada musim tanam I sebesar 280 mm atau setara dengan 35.000 m3/ha, apabila jarak tanam jagung adalah 40x40 cm.Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada 1 minggu setelah tanam (ST) sebesar 5.000 m3, minggu ke 5-6 ST berikutnya sebesar 7.000 m3, minggu ke 8-9 ST berikutnya sebesar 8.000 m3 , minggu ke 11-13 ST sebesar 10.000 m3, 10 hari sebelum panen sebesar 5.000 m3/ha
o
Total kebutuhan air untuk tanaman kedelai pada musim tanam II sebesar 190 mm atau setara dengan 49.400 m 3/ha, apabila jarak tanam 25x25 cm. Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada periode 50 hari setelah tanam (ST) sebesar 20.000 m3/ha, minggu ke 8-10
ST sebesar 10.000 m3/ha, minggu ke 11-15 ST
sebesar
10.000 m3/ha, periode 15 hari sebelum panen sebesar sebesar 9.400 m3/ha. Tabel 3. Rekapitulasi rekomendasi teknologi pemupukan dan masa tanam II di Distrik Skanto SP
Pola Tanam
1 Padi-padi-jagung/kedelai/ sayuran/bawang merah 2 padi-padi-Jagung/ kedelai/sayuran/melon 3 Padi-jagung/kedelai/ kacang tanah/ubijalar 4 Kakao/kelapa sawit (padi gogo- kedelai/jagung) 5 kelapa sawit/lada (padi gogo-jagung) 6 kakao 7 kelapa sawit 8 kakao/kopi robusta 9 Kopi arabika/kayu manis Tidak direkomendasikan
Musim Tanam II padi
Tanggal Tanam 11 April
Urea 200-225
Pupuk SP-36 25-50
KCl 25-50
Luas ha % 3.773 4,03
padi
11 April
200-225
25-50
25-50
2.373
2,54
jagung/ kedelai/ kacang tanah jagung
28 Sept8 Okt
100-125 0-25 0-25 100-125
75-100 25-50 25-50 75-100
25-50 25-50 0-25 25-50
4.270
4,56
3.024
3,23
100-125
75-100
25-50
287
0,31
*) *) *) *)
*) *) *) *)
*) *) *) *)
jagung -
28 Sept8 Okt 28 Sept8 Okt -
JUMLAH
10.131 10,83 4.601 4,92 54.762 58,52 1.383 1,43 8.981 6,49 93.585 100,00
*) rekomendasi khusus
3. Usaha tani dengan pola tanam: padi gogo – kacang tanah/kedelai+jagung+ ubijalar (SP 3), rekomendasi teknologi aplikatif yang disarankan adalah:
618
Seminar Nasional Serealia, 2013
Rekomendasi pemupukan adalah sebagai berikut: Kebutuhan Pupuk (Kg/ha) Padi
Jagung
Kedelai/Kacang Tanah
Urea
SP-36
KCl
Urea
SP-36
KCl
Urea
200-225
25-50
25-50
100-125
75-100
25-50
0-25/0-25
SP-36
KCl
25-50/25-50 25-50/0-25
Awal masa tanam optimum padi musim tanam I adalah 21 Mei, rekomendasi pemupukan adalah: o
Total kebutuhan air untuk tanaman padi pada musim tanam pertama sebesar 250 mm atau setara dengan 62.500 m 3/ha, apabila jarak tanam padi adalah 20x20 cm (tanpa genangan).Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada periode 60 hari setelah tanam (ST) sebesar 30.000 m3, pada periode 15 hari berikutnya sebesar 7.500 m3, pada periode 30 hari berikutnya sebesar 15.000 m 3 dan pada periode 10 hari terakhir sebesar 10.000 m3/ha.
Awal masa tanam optimum palawija musim tanam II adalah 28 September – 8 Oktober. o Total kebutuhan air untuk tanaman jagung + kacang tanah/kedelai (tumpang sari) pada musim tanam kedua sebesar 200 mm atau setara dengan 52.000 m3/ha, apabila jarak tanam 25x25 cm. Distribusi pemberian air dilakukan secara berkala, yaitu: pada periode 50 hari setelah tanam (ST) sebesar 20.000 m3/ha, minggu ke 8-10 ST sebesar 10.000 m3/ha, minggu ke 11-15 ST sebesar12.000 m3/ha, periode 15 hari sebelum panen sebesar sebesar 10.000 m3/ha. Penanaman kacang tanah/kedelai+jagung+ubijalar pada
musim tanam II
dianjurkan ditanam secara tumpangsari untuk mengurangi resiko kegagalan panen dari salah satu komoditas yang dibudidayakan. Selain untuk pengembangan pertanian tanaman pangan, lahan kering di Kabupaten Keerom juga berpotensi untuk pengembangan tanaman tahunan (kelapa sawit dan kakao) dan hortikutura (pisang dan salak). Namun demikian wilayah ini sebaiknya diprioritaskan sebagai pengembangan pertanian berbasis tanaman pangan terutama pada lahan usaha I dan pemukiman transmigrasi.
619
lahan usaha II di
Fadjri Djufri dan Henry Sosiawan: Analisis Potensi Pengembangann …..
Tabel 4. Rekapitulasi rekomendasi teknologi pemupukan dan masa tanam III di Distrik Skanto Pupuk Musim Tanggal Tanam III Tanam Urea SP-36 1 padi-padi-jagung/kedelai/ jagung/ 9 Agustus 100- 75-100 sayuran/bawang merah kedelai/ 125 25-50 sayuran/ 0-25 25-50 bawangmerah 75-100 *) *) 2 padi-padi-jagung/kedelai/ jagung/ 9 Agustus 100- 75-100 sayuran/melon kedelai/ 125 25-50 sayuran/ 0-25 25-50 melon 75-100 *) *) 3 Padi-jagung/kedelai/ kacang tanah/ubijalar 4 kakao/kelapa sawit (padi gogo- kedelai/jagung) 5 kelapa sawit/lada (padi gogo-jagung) 6 kakao *) *) 7 kelapa sawit *) *) 8 kakao/kopi robusta *) *) 9 Kopi arabika/kayu manis *) *) Tidak direkomendasikan JUMLAH *) Rekomendasi khusus SP
Pola Tanam
KCl 25-50 25-50 0-25 *)
Luas ha % 3.773 4,03
25-50 25-50 0-25 *)
2.373
2,54
-
4.270
4,56
-
3.024
3,23
-
287
0,31
*) *) *) *)
10.131 10,83 4.601 4,92 54.762 58,52 1.383 1,43 8.981 6,49 93.585 100,00
KESIMPULAN Dari hasil penelitian lapangan dan analisis data, dalam penyusunan pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Keerom, Provinsi Papua, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Pewilayahan komoditas pertanian Distrik Skamto dikelompokan menjadi 6 sistem pertanian dan 14 satuan pewilayahan komoditas. Sistem pertanian adalah: (a)
Pertanian lahan basah dengan komoditas padi sawah, jagung, kedelai, bawang merah, sayuran, melon, jeruk, dan pisang,
seluas 6.146 ha
(6,57%). (b)
Pertanian lahan kering, tanaman pangan, tanaman tahunan/perkebunan, dan hortikultura, dengan komoditas tanaman pangan berupa padi gogo, kedelai,
jagung,
kacang
tanah,
dan
ubijalar;
komoditas
tanaman
tahunan/perkebunan berupa kakao dan kelapa sawit; dan komoditas hortikultura berupa pisang dan salak, seluas 4.270 ha (4,56%). (c)
Pertanian lahan kering, tanaman tahunan/perkebunan dan tanaman pangan dengan komoditas tanaman tahunan/perkebunan berupa kakao, kelapa sawit, kopi robusta dan komoditas tanaman pangan berupa padi gogo, kedelai, dan jagung, seluas 3.312 ha (3,50%).
620
Seminar Nasional Serealia, 2013
(d)
Pertanian lahan kering, tanaman tahunan/perkebunan dengan komoditas tanaman tahunan/perkebunan berupa kakao, kelapa sawit, kopi robusta, kopi arabika, dan kayu manis, seluas 70.877 ha (75,74%).
2.
(f)
Hutan lahan basah, seluas 4.688 ha (5,01%).
(g)
Hutan lahan kering, seluas 4.293 ha (4,59%).
Rekomendasi sistem usahatani dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: (1) usahatani berbasis tanaman pangan, (2) usahatani berbasis tanaman tahunan/perkebunan, (3) pengembangan peternakan. Usahatani berbasis tanaman pangan yang dianjurkan adalah pola: (a) padi-padi-jagung/kedelai/bawang merah/sayuran, (b) padi-padi-jagung/kedelai/sayuran/melon, (c) padi gogo-kacang tanah/kedelai +jagung+ubijalar,
(d)
padi-padi-jagung/kedelai/sayuran.
Usahatani
berbasis
tanaman tahunan/perkebunan yang dianjurkan adalah pengembangan komoditas kakao, lada, kelapa sawit, dan kopi (tahunan/perkebunan) dan pisang dan jeruk (hortikultura) dengan anjuran pemupukan spesifik lokasi. 3.
Rekomendasiteknologi yang dianjurkan berupa: (1) penetapan masa tanam dari setiap pola tanam yang ditentukan untuk mengurangi resiko kehilangan hasil dari cekaman iklim; (2) anjuran pemupukan berimbang dari setiap komoditas bervariasi berdasarkan status unsur hara dalam tanah dan jenis tekstur tanahnya.
DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanah. 2003. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian. Balaitanah, Bogor. Balitpa, 2002. Perangkat lunak penghitungan formulasi takaran pupuk berimbang untuk Padi Sawah, Padi Gogo, Jagung, Kacang Tanah, dan Kedelai. Dent, F.J.,Desaunettes, J.R., and J.P. Malingreau. 1977. Detailed reconnaissance land resources surveys Cimanuk Watershed area (West Java). AGL/TF/INS/44.Working paper No.14.FAO/SRI, Bogor. FAO. 1988. Crop Evapotranspiration. Gundeline for Computing Crop Water Requrements. FAO Irrigation ang Drainage Paper, #56 Rome FAO. 1996. Agro-ecological zoning guidelines. FAO Soil Bulletin 73. Rome. Goosen, D. 1967. Aerial photo interpretation in soil survey. FAO Soil Bulletin No.6. Rome. Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J. Hof, dan E.R. Jordens.1997. Pedoman klasifikasi landform. LT 5 Versi 3.0. Proyek LREP II, CSAR, Bogor.
621
Fadjri Djufri dan Henry Sosiawan: Analisis Potensi Pengembangann …..
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1999. Pemantapan Metodologi Penerapan Karakterisasi Zone Agroekologi di BPTP. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy. A Basic System of soil classification for Making and Interpreting Soil Surveys, 2 th edition 1999. Nasional Resources Conservation Service, USDA. Soil Survey Staff. 1993. Soil Survey Manual. Agric. Handbook No. 18. SCS-USDA. Washington DC. Steers, C.A., and B.F. Hajeek. 1979. Determination of map unit composition by a random selection of transects. Soil Sci. Soc. Am. J. 43: 156-160. Van Zuidam, R. 1986. Air photo-interpretation for terrain analysis and geomorphologic mapping. Smits Publ. The Hague, The Netherlands. White, E.M. 1966. Validity of transect method for estimating composition of soil-map areas. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 30: 129-130.
622