JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2012 Vol. 2 No. 3 Hal 190-194 ISSN: 2087-7706
PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK IKLIM TERHADAP PRODUKSI SAGU Influence of Climate Characteristics of Different Production Sago MUHIDIN1*), SITTI LEOMO1), MAKMUR JAYA ARMA1), SUMARLIN2)
1)Jurusan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari 2)BMKG Propinsi Sulawesi Tenggara
ABSTRACT Sago is one commodity that can be used as a potential source of carbohydrate in Indonesia, especially in the eastern region and until now has not been used optimally. The sago area in the Southeast Sulawesi from year to year tend to decrease as a result of land conversion sago rice fields or burnt to be used as a garden. Sago is known as a plant that has a high resistance to changing climatic conditions, drought or flood, even to pests and diseases. Due to the more limited wetland and expansion of sago which is directed at the relatively drier areas. Therefore, characterization and selection in various climatic conditions needs to be done. Based on research conducted concluded that the climatic conditions to some extent, is directly proportional to the potential production of sago plantation. It showed that the yield of sago in Puuwatu is higher, than the potential production of sago in Angata and Soropia. 1PENDAHULUAN
Sagu merupakan komoditas andalan yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat potensial, terutama untuk Kawasan Timur Indonesia. Sagu dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif, dalam bentuk pangan pokok seperti sinonggi, kapurung atau papeda. Sagu dikonsumsi pula sebagai pangan pendamping dalam bentuk sagu lempeng, sinali, bagea dan lain-lain. Selain itu, sagu digunakan sebagai tepung komposit untuk substitusi tepung terigu. Pengembangan dan pemanfaatan sagu sangat strategis untuk menunjang dan menjamin ketersediaan pangan. Apalagi sagu terkenal sebagai tanaman yang tahan terhadap perubahan iklim, kekeringan, kebanjiran serta serangan hama dan penyakit. Selain itu pertanaman sagu juga mampu menekan emisi gas metan dan menyerap karbondioksida, sehingga dapat menekan efek rumah kaca (Inubushi et al., 1998; Watanabe et al., 2008). Pati sagu juga punya potensi dan prospek yang baik sebagai bahan baku industri seperti substrat fermentasi aseton*) Alamat
Korespondensi: Email:
[email protected]
butanol-etanol (Gumbira et al., 1996), bahan baku pembuatan plastik degradable (Pranamuda et al., 1996; Barlina dan Karouw, 2003), industri gula cair (Sarungallo dan Murtiningrum, 2005) dan penyedap makanan (Bujang dan Ahmad, 2000), bahkan digunakan untuk sumber energi baru berupa bioetanol (Haska, 1996). Luas lahan sagu di dunia pada tahun 1983 sekitar 2.2 juta ha dan separuhnya terdapat di Indonesia (Sudwikatmono, 1991), dengan tingkat produksi sagu berkisar 90-325 kg per batang dan rata-rata 150 kg per batang (Flach dan Schuilling, 1989). Sementara luas pertanaman sagu di Sulawesi Tenggara semula mencapai 13.706 ha tetapi saat ini hanya tinggal sekitar 5.912 ha. Luasan ini dari tahun ke tahun cenderung berkurang akibat adanya alih fungsi lahan sagu ke lahan persawahan atau dibakar dijadikan kebun. Penurunan luas areal pertanaman sagu di Sulawesi Tenggara juga disebabkan karena pembudidayaan sagu masih bersifat ekstraktif. Artinya petani sagu hanya melakukan pemanenan tanpa upaya untuk melakukan pembudidayaan atau penanaman kembali. Keadaan semacam ini apabila terus dibiarkan dikhawatirkan akan menurunkan luas pertanaman sagu dan
Vol. 2 No. 3, 2012
pengaruh Perbedaan krakteristik Iklim Terhadap Produksi sagu
mengancam kelestariannya sehingga perlu dilakukan konservasi. Konservasi dan perluasan sagu diarahkan pada kawasan relatif kering, akibat makin terbatasnya lahan basah, meskipun habitat asli pertanaman sagu pada daerah basah dan tergenang. Hal ini disebabkan karena kawasan lahan basah yang merupakan habitat asli tanaman sagu makin terbatas, sementara lahan yang relatif kering masih cukup tersedia untuk pembudidayaan sagu. Oleh karena itu karakterisasi dan seleksi sagu unggul pada berbagai kondisi agroekologi di Jazirah Kendari sangat penting dilakukan utamanya pada pertanaman sagu yang tumbuh di lahan relatif kering. Perbedaan kondisi agroekologi diduga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu sagu yang dihasilkan. Oleh karena itu apabila dapat dikarakterisasi dan diketahui pengaruh perbedaan kondisi agroekologi terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu sagu serta dapat diseleksi berbagai klon sagu unggul lokal spesifik agroekologi tertentu terutama untuk lahan kering maka kelestarian dan konservasi sagu dapat dipertahankan. Pertanaman sagu di Sulawesi Tenggara banyak tumbuh di Kabupaten Kendari, Konawe, Kolaka dan sebagian kecil di Kecamatan Rumbia Kabupaten Bombana. Sagu merupakan makanan pokok yang cukup populer bagi sebagian masyarakat Sulawesi Tenggara khususnya yang bermukim di Jazirah Kendari yang merupakan kawasan darat Sulawesi Tenggara. Kebutuhan pangan pokok masyarakat Sulawesi Tenggara berupa kerbohidrat hampir 30 persen lebih bersumber dari tepung sagu. Sagu meskipun merupakan bahan pangan lokal yang cukup strategis dalam pengamanan ketahanan pangan di Sulawesi Tenggara, tetapi belum terdapat upaya-upaya untuk membudidayakannya secara intensif. Bahkan terdapat kecenderungan luas areal pertanaman sagu menyusut dari tahun ke athun akibat adanya konversi lahan sagu ke penggunaan lain, pola pemanenan yang cenderung ekstraktif dan makin terbatasnya lahan yang relatif basah.
METODE PENELITIAN
191
Penelitian dilakukan pada sentra produksi sagu di Jazirah Kendari yang terdapat di Kecamatan Angata (terletak pada ketinggian 40 m dpl dengan letak geografis 04˚09’59” LS 122˚07’42” BT) Kabupaten Konawe Selatan, Kecamatan Soropia (terletak pada ketinggian 20 m dpl dengan letak geografis 3˚54’16” LS 122˚35’21” BT) Kabupaten Konawe dan Kecamatan Puuwatu (terletak pada ketinggian 82 m dpl dengan letak geografis 4˚00’7” LS 122˚26’36” BT). Data-data unsur iklim yang dikumpulkan antara lain penyinaran matahari, suhu udara, curah hujan, dan kelembaban udara dari tiga stasiun iklim yang masingmasing dekat dengan lokasi penelitian diperoleh dari Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, Stasiun BPTP Sultra Lamoso Kec. Anggata dan Diperoleh dari Stasiun BPTP Sultra Kendari Kec. Kendari. Data iklim yang dikumpulkan
meliputi data curah hujan dan data suhu, minimal selama 10 tahun terakhir. Data iklim kemudian dianalisis untuk mengetahui pola sebaran curah hujan berpeluang 75%, nilai evapotranspirasi dan pola penyebaran ketersediaan air. Parameter vegetatif yang diamati antara lain tinggi tanaman. Kemudian dilakukan penentuan perkiraan umur pohon sagu yang dihitung dengan metode Flach (1977). Peubah generatif yang diamati meliputi diameter batang dan kapasitas produksi. Data hasil pengamatan kemudian dianalisis sidik ragam dan untuk melihat pengaruh perbedaan kondisi tanah terhadap komponen vegetatif dan generatif dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada selang kepercayaan 95 persen.
HASIL PENELITIAN
Perbedaan Kondisi Iklim Pada Area Pertanaman Sagu. Analisis data curah hujan tahunan pada ketiga lokasi penelitian menunjukan bahwa rata-rata curah hujan tahunan tertinggi terjadi di Soropia, kemudian Puuwatu dan Angata dengan curah hujan masing 1.997, 1.512 dan 1.723 mm. Hasil perhitungan nilai Q untuk penetapan jenis iklim menurut Schmidt dan Ferguson di ketahui bahwa tipe iklim di ketiga lokasi tersebut termasuk tipe iklim agak basah atau iklim Jenis C (Tabel 1).
192 Muhidin et al.
J. AGROTEKNOS
Tabel 1. Rata-rata Curah Hujan Tahunan Pada Sentra Pertanaman Sagu di Jazirah Kendari
Karakteristik Iklim
a. Curah Hujan Tahunan (mm) b. Bulan Basah (BB) c. Bulan Lembab (BL) d. Bulan Kering (BK) e. Nilai Q(%)
Berdasarkan perhitungan nilai Q untuk penetapan jenis iklim menurut Schmidt dan Ferguson di ketahui bahwa tipe iklim di ketiga wilayah tersebut termasuk tipe iklim agak basah (C). Rata-rata bulan basah (BB) untuk kawasan Soropia sebesar 7.73, dengan bulan lembab (BL) 1.45, bulan kering 2.82 dan nilai Q 36.48 %. Sementara untuk kawasan Angata rata-rata bulan basah sebesar 6.73, bulan lembab sebesar 2.00 dan bulan kering 3.27 dengan nilai Q 78.65 %. Sedangkan untuk Abeli Dalam rata-rata bulan basah sebesar 7.14, bulan lembab sebesar 0.71 dan bulan kering 3.71 dengan nilai Q 52.00%. Berdasarkan parameter rata-rata suhu udara
Lokasi Soropia 1997 7.73 1.45 2.82 36.48
Angata 1512 6.73 2.00 3.27 48.65
tahunan nampak bahwa suhu udara rata-rata tahun tertinggi terjadi di Soropia, kemudian di Angata dan Puuwatu, Masing-masing sebesar 27.0, 25.9 dan 25.8 oC. Sementara berdasarkan parameter tingkat kelembaban udara, diketahui bahwa kelembaban udara tertinggi Angata, kemudian diiukuti Puuwatu dan Soropia, masing-masing sebesar 80.7, 85.8 dan 84.9%. Sdangkan berdasakan parameter persen penyinaran matahari nampak persen penyinaran radiasi tertinggi terdapat di Soropia, kemudian diikuti Puuwat dan Angata masing-masing sebesar 44.98%, 29.89% dan 28.97% (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata Curah Hujan Tahunan Pada Sentra Pertanaman Sagu di Jazirah Kendari
Soropia 27.0 80.7 44.98
Soropia Angata Puuwatu
Suhu Rata-Rata Bulanan (oC)
29 28 27 26
Soropia
25 24
Puuwatu
Angata
23 22
Ja n Fe b M ar Ap r M ay
O ct No v De c
Se p
Ju l Au g
50 0
Bulan
Bulan
Radiasi Surya
Bulan
D ec
N ov
ct O
Se p
Au g
l
Puuwatu
Ju
D ec
N ov
ct O
Se p
Au g
l Ju
ar Ap r M ay Ju n
M
Fe b
65
Angata
ay Ju n
70
Soropia
ar Ap r
Puuwatu
M
Angata
75
M
Soropia
80
80 70 60 50 40 30 20 10 0 n Fe b
85
Ja
90
Persen Penyinaran
95
n
Kelembaban Udara (%)
Kelembaban Udara (% )
Ja
25.8 84.9 28.97
O ct No v De c
250 200 150 100
Puuwatu
kelembaban udara dan persentase penyinaran matahari nampak pada Gambar 1
Ju l Au g
350 300
Ju n
Rata-rata Curah hujan
Karakteristik unsur iklim rata-rata bulan untuk parameter curah hujan, suhu udara, Curah Hujan Hujan Bulanan (mm) .
25.9 85.8 29.89
Ju n
a. Suhu Udara b. Kelembaba udara (%) c. Persen Penyinaran Matahari
Suhu Rata Rata Bulanan
(oC)
Ja n Fe b M ar Ap r M ay
Lokasi Angata
Se p
Karakteristik Iklim
Puuwatu 1723 7.14 0.71 3.71 52.00
Bulan
Gambar 1. Sebaran Curah Hujan Rata Rata Pada Sentra Pertanaman Sagu di Jazirah Kendari
Karakter Pertumbuhan dan Produksi Tanaman. Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukan bahwa karakter produksi sagu di Puuwatu lebih tinggi dibandingkan dengan
produksi sagu di dua lokasi lainya. Demikian pula dengan karakter pertumbuhan terutama tinggi tanaman, di Puuwatu juga lebih tinggi dibandingkan dengan dua lokasi lainya.
Vol. 2 No. 3, 2012
pengaruh Perbedaan krakteristik Iklim Terhadap Produksi sagu
193
Tabel 3. Perbedaan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Vegetatif dan Pertumbuhan Produktif Pertanaman Sagu Pada Tiga Daerah Sentra Pertanaman Sagu di Jazirah Kendari.
No 1 2 3
Paremeter
Tinggi Tanaman (m) Diameter Batang (cm) Produksi rata-rata (kg/pohon)
Keterangan
Soropia 8.45a 49.3 a 216a
Hasil Pengukuran Angata Puuwatu b 9.53 11.07c 48.3 a 58.6 b 173 b 261 c
:Angka yang diikuti oleh indeks yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata pada Uji Jarak berganda Duncan (UJBD)
Karakter produksi rata-rata tepung sagu di Puuwatu mencapai 261 kg per pohon. sedangkatn produksi rata-rata tepung sagu per pohon di Angata dan Soropia masingmasing hanya sebesar 173 kg dan 216 kg. Produksi tepung sagu selain ditentukan oleh rendemen atau tingkat kandungan pati yang terdapat dalam empulur batang, juga merupakan fungsi dari tinggi batang dan diameter batang. Produksi sagu yang tinggi di lokasi pertanaman sagu Puuwatu berbanding lurus dengan besarnya tinggi batang dan ukuran diameter batang. Secara umum berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, nampak bahwa sifat fisik dan kimiawi tanah sangat menentukan besarnya potensi pertumbuhan dan produksi pertanaman sagu. Berdasarkan hubungan antara komponen iklim (Tabel 1 dan Tabel 2) dan karakter produksi (Tabel 3) nampak bahwa kondisi iklim terutama curah hujan, tidak selalu berbading lurus dengan kapasitas produksi. Nampak bahwa dengan meningkatnya curah hujan, produksi sagu per tanaman meningkat tetapi dengan makin tingginya curah hujan, produksi cenderung menurun. Potensi produksi sagu di Puuwatu lebih tinggi dibandingan potensi produksi sagu di Angata dan Soropia sebagai akibat perbedaan kondisi iklim.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa kondisi iklim sampai batas tertentu, berbanding lurus dengan potensi produksi pertanaman sagu. Hal ini ditunjukkan dengan potensi produksi sagu di Puuwatu, yang lebih tinggi dibandingkan dengan potensi produksi sagu di Angata dan Soropia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Sagu, Potensial Perkaya Keragaman pangan. www.ristek.go.id, 2007) Barlina, R. dan S. Karouw. 2003. Potensi pati sagu sebagai bahan baku plastik. Seminar Nasional Sagu untuk Ketahanan Pangan, 6 Oktober 2003 di Manado. Bujang, K. and F.B. Ahmad. 2000. Production and Utilisation Sago in Malaysia. Proc. The International Sagoe Seminar : Sustainable of Sagoe Plant As An Alternatiive of Source of Food and Material for Agroindustry in The Third Milenium, Held in Bogor, Indonesia, March 22-23, 2000. Published by UPT Pelatihan Bahasa IPB Bogor. BPS Sultra. 2007. Sulawesi Tenggara dalam Angka Tahun 2006. Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara. Kendari Doelle, H.W. 1998. Socio-economic microbial process strategies for a sustainable development using environmentally clean technologies. Renewable Resource: Sagopalm. In: E-L. Foo & T.D. Senta (eds.). Integrated biosystems in zero emissions applications, Proc. Internet Conf. Integrated Bio-Systems. Inst.of Advanced Studies, UN University (http://www.ias.unu.edu/proceedings/ icibs/doelle/paper.htm). Flach, M. 1977. The yield potentials of the sago palm and its realization. In: K. Tan (ed.). Sago 76. Proc. 1st Int. Sago Symp. 5-7 July 1976. p157-77. Flach, M and D.L. Schuilling 1989. Revival of ancient starch crop : A review of the agronomy of the sago palm. Agroforestry systems 7:259-281. Kluwer Academic Publisher. Netherland. Gumbira, S.E.D., D. Mangunwijaya, Darmoko. A., Retmono dan Suprasono. 1996. Produksi aseton-butanol-etanol dari substrat hidrolisat pati sagu dan anggok tapioka hasil hidrolisi enzimatis. Makalah Simposium
192 Muhidin et al.
Nasional Sagu III. Pekanbaru Riau, 27-28 Febrauri 1996. Haska, N. 1995. Alcohol production from sago strach granule by simultanous hydrolization and fermentation using a raw starch digesting enzyme from Aspergillus Sp No. 47 and Saccharomises cereviseae No. 32 ISHS Acta Horticultura International Sago Symposium. Http://www.actahort.org/books/389/V. Inubushi. K., A. Haji, M. Okazaki and K. Yonebayashi. 1998. Effect of converting wetland forest to sago palm plantation on methane gus efflux and organic caerbon dynamic in Tropical Peat Soil. Hydrological Proceses 12:2073-2080. Ishizaki, A., 2000. Eficient Ethanol Production From Sagoe Starch Hydrolizate Using Zymomonas nobilis An Aerobic Microbe. Proc. The International Sagoe Seminar : Sustainable Of Sagoe Plant As An Alternatiive Of Source Of Food and Material for Agroindustry in The Third Milenium, Held in Bogor, Indonesia, March 22-23, 2000. Published by UPT Pelatihan Bahsa IPB Bogor. Pranamuda, M., Y. Tokiwa dan H. Tanaja. 1996. Pemanfaatan pati sagu sebagai bahan baku biodegradable plastik. Makalah Simposium Nasional Sagu III. Pekanbaru Riau, 27-28 Febrauri 1996. Sarungalo, Z.L. and Murtiningrum. 2005. Production and charcterization of glucose syrup of Papua sago strach. Abstracts of The 8th International Sago Symposium in Jayapura, Indonesia. Japan Sosiety for The Promotion Science. Sudwikatmono. 1991. The prospect for developing sago industries in Indonesia. Preceeding for the Fourth International Sagoe Simposium. Kuching. Serawak.Malaysia. p112. Watanabe, A., K. Kakuda. B.H. Purwanto., F. Jong and H. Ando. 2008. Effect of sago palm plantation and CH4 dan CO2 fluxes from tropical peat soil. Sago Palm. 16(1).
J. AGROTEKNOS