HASIL DAN PEMBAHASAN
Organisasi dan Manajemen CV. Parama Mulya Abadi (PMA) merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang penghijuan berupa tanaman sengon. CV. PMA bermitra dan bekerjasama dengan kelompok tani hutan rakyat (KTHR) yang dijembatani oleh Perum Perhutani. CV. PMA berfungsi sebagai investor yang mengeluarkan modal input produksi penanaman berupa : penyediaan bibit, pengangkutan bibit, obatobatan, pupuk, biaya penanaman, biaya perawatan, biaya penebangan (pasca panen) dan melakukan monitoring kegiatan. Penyediaan lahan untuk penanaman tanaman sengon, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman dilaksankan oleh KTHR setempat. Sedangkan untuk pengawasan dan pendampingan agar program penanaman tanaman sengon berhasil dilakukan oleh pihak Perum Perhutani (Gambar 1).
Gambar 1 Struktur manajemen dan kerjasama penghijauan tanaman sengon vii
7 Fungsi Perum Perhutani sebagai pengawas dan pendamping berupa : perencanaan teknis kehutanan, melakukan pendataan dan pemetaan hak milik lahan, melakukan sosialisasi penanaman pada pihak KTHR, melakukan pengawasan, dan melaksanakan monitoring dan evaluasi. Program kerjasama penghijauan yang dilakukan oleh CV. PMA bertujuan untuk : (1) Menunjang penyediaan bahan baku kayu untuk kepentingan pembangunan, (2) Meningkatkan produktivitas lahan dan menciptakan kondisi biofisik lingkungan yang baik, (3) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan, dan (4) Meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. Adapun kegiatan kerjasama antara KTHR dan CV. PMA berupa : (1) Penanaman tanaman sengon, (2) Pemeliharaan tanaman sengon, (3) Pengamanan tanaman sengon, (4) Pemasaran hasil, (5) Pembagian hasil, (5) Monitoring dan evaluasi. Survei dan sosisalisasi penghijauan dilakukan untuk mempermudah proses terjadinya kerjasama. Adapun sosialisasi yang dilakukan berupa : sosialisasi kegiatan kerjasama penanaman dengan pola bagi hasil, iventarisasi dan pengecekan lahan yang digunakan untuk kerjasama, pengukuran dan pemetaan bersama pada areal penanaman, serta persiapan lahan. Wilayah kerjasama CV. PMA terletak di wilayah jawa tengah Perum Perhutani wilayah 1 yaitu : Kab. Banyumas, Kab. Banjarnegara, dan Kab. Jepara. Kab. Banyumas terdapat 4 Desa yaitu : Desa Karang Tengah KTHR SENGON LESTARI, Desa Semedu KTHR Alba Lestari, Desa Jingkang KTHR Mekar Sari, dan Desa Gunung Lurah KTHR WONOSARI. KTHR wilyah Banjarnegara terdapat 1 desa dengan 2 KTHR yatitu KTHR PANCA MULYA dan KTHR Tri Tunggal. Sedangkan untuk KTHR Kab. Jepara terdapat 2 desa yaitu : Desa Mindahan KTHR MINDAHAN LESTARI dan Desa Somosari KTHR NGUNDI LOHJINAWE. Untuk pembibitan tanaman sengon, CV. PMA bekerjasama dengan Perum Perhutani daerah Kebumen. Hama dan Penyakit di Pembibitan Sengon Hama dan penyakit yang ditemukan di pembibitan sengon milik CV. PMA Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen adalah sebagai berikut (Tabel 2): Tabel 2 Hama dan penyakit yang ditemukan di pembibitan sengon Nama Umum Antraknosa
Ulat Penjalin Daun Kutu Putih
Bagian Diserang Pangkal batang
Tingkat Kepentingan
++++
Batang
+++
Pucuk
++++
Daun
+
Pangkal batang
++
Batang
++
Gejala Tanaman rebah dan mati Tanaman mengering dan mati Mati pucuk, tanaman mati Melipat dan menjalin daun Nekrosis, layu, mati Nekrosis, layu, mati
Keterangan : + = Tidak bermasalah, ++ = : sedang, +++ = Bermasalah, ++++ = Sangat bermasalah
8 Penyakit penting yang terdapat di lokasi pembibitan sengon milik CV. PMA Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen adalah penyakit rebah kecambah dan antraknosa. Pada awalnya, penyakit rebah kecambah diduga disebabkan oleh patogen Rhizoctonia solani. Akan tetapi, setelah dilakukan identifikasi penyebab penyakit rebah kecambah di pembibitan sengon milik CV. PMA disebabkan oleh patogen Colletothtrichum gloeosporioides. Penyakit antraknosa menyerang pada semua jenis umur bibit sengon. Penyakit antraknosa menyerang tanaman sengon pada bagian: pangkal batang, batang, dan pucuk. Serangan penyakit antraknosa yang langsung menyebabkan kematian terjadi pada bagian pucuk dan pangkal batang. Serangan penyakit antraknosa dipangkal batang menyebabkan tanaman rebah kecambah, bagian batang dan pucuk menyebabkan tanaman mati. Gejala penyakit rebah kecambah di pembibitan sengon berupa : lodoh atau terdapat warna hitam mengkerut di pangkal batang, sehingga menyebabkan tanaman rebah (Gambar 2).
(a)
(b)
(d)
(c)
(e)
Gambar 2 Gejala rebah kecambah, aservulus, konidia C. gloeosporioides dan gejala antraknosa : (2a) gejala pada pangkal batang, (2b) gejala dimulai dari pucuk, (2c) aservulus, (2d) konidia C. gloeosporioides, (2e) gejala antraknosa pada bibit besar : gejala awal, sedang, dan lanjut. vii
9 Dalam memenuhi jumlah bibit untuk program penanaman, perusahaan memilih alternatif membeli bibit dari para petani konvensional. Namun, ketersediaan bibit yang belum memenuhi syarat atau standar kelayakan dari petani konvensional untuk dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara (TPS), menyebabkan kematian bibit yang tinggi yaitu sebesar 54.000 dari total bibit yang dibeli 62.000 (kematian bibit sebesar 87%). Penyebab kematian bibit sengon disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: bibit yang masih muda, intensitas terpapar sinar matahari yang kurang, kadar N yang tinggi, terjadinya etiolisasi dan terserang penyakit antraknosa (Gambar 3).
(a)
(b)
(d) Gambar 3
(c)
(e)
Bibit sengon petani konvensional : (3a) naungan, (3b) terjadinya etiolisasi, (3c) batang bibit yang kecil, (4d) bibit rusak akibat penyakit, (5e) gejala penyakit
Pengelolaan Pembibitan Sengon Teknik pengelolaan pembibitan yang dilakukan oleh CV. PMA berbeda dengan petani konvensional. Perbedaan teknik pengelolaan terlihat pada beberapa teknik pengelolaan dan cara budidayanya. Pengelolaan penyakit yang dilakukan oleh CV. PMA berupa : (1) pengaturan bibit sengon dengan cara membuat bedengan secara baris dan sap dengan satu bedengan terdapat 500 bibit sengon
10 (bertujuan untuk mempermudah perawatan baik berupa pemberian pupuk, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit; (2) penyulaman); (3) pemberian naungan menggunakan paranet bewarna hitam; (4) penyiraman air pada pagi dan sore hari; (5) penyemprotan pestisida. Perbandingan budidaya bibit sengon antara petani konvensional dan petani mitra adalah sebagai berikut (Tabel 3) : Tabel 3 Perbandingan budidaya bibit sengon antara petani konvensional dan petani mitra Asal Bibit Cara Pengelolaan Kelebihan Kekurangan Konvensional 1. Penggunaan pupuk : Pupuk kandang dari kotoran ayam TSP atau SP36 2. Naungan berupa sungkup dari plastik putih 3. Penyiraman air 4. Lokasi pembibitan di tanah sawah
1. Pertumbuhan
Perusahaan
1. Tahan terhadap HPT 2. Vigor tanaman baik 3. Tidak mudah mati 4. Waktu adaptasi yang relatif singkat 5. Ketersediaan pupuk yang lama
1. Menggunakan pupuk kandang dari kotoran kambing 2. penggunaan berbagai macam perlakuan : Pupuk Mikro PGPR Pestisida Larutan Gir Mikoriza 3. Naungan dari paranet berwarna hitam 4. Penyiraman air
yang cepat 2. intensitas penyiangan gulma rendah 3. Meminimalisir volume air hujan yang jatuh ke polibag 4. Biaya produksi rendah
1. Terjadinya etiolisasi 2. Ketersediaan pupuk yang relatif singkat 3. Rentan terhadap serangan HPT 4. Memerlukan masa adaptasi yang lama setalah dibuka dari naungan plastik 5. Vigor tanaman yang kurang baik 6. Mudah mati 1. Pertumbuhan yang lama 2. Sering terjadi penggenangan air pada polibag akibat air hujan, sehingga menyebabkan rebah 3. Intensitas penyiangan gulma tinggi 4. Biaya produksi yang lebih mahal 5. Keterbatasan SDM ahli
Pengelolaan penyakit yang dilakukan oleh CV. PMA yaitu: (1) pengaturan bibit sengon dengan cara membuat bedengan dengan satu bedengan terdapat 500 bibit sengon. Pengaturan bendengan bertujuan untuk mempermudah perawatan baik berupa pemberian pupuk, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit; (2) penyulaman; (3) pemberian naungan untuk segala jenis umur bibit vii
11 sengon menggunakan paranet bewarna hitam; (4) penyiraman air pada pagi dan sore hari; (5) penyemprotan pestisida (Gambar 4).
(a) Gambar 4
(b)
(c)
Pengelolaan di pembibitan sengon: (4a) naungan menggunakan paranet warna hitam dan pengaturan bendengan berbentuk baris bersap, (4b) penyiraman air, (5c) penyemprotan pestisida.
Pemupukan yang biasa dilakukan oleh CV. PMA menggunakan larutan Gir dengan dosis penyiraman 5 cc/polibag. Larutan Gir merupakan hasil fermentasi antara pupuk kandang, air dan pupuk TSP atau SP36. Penyortiran dilakukan untuk memisahkan bibit sengon memiliki tinggi yang sama, bibit hidup dan mati. Penyiangan gulma dilakukan pada perpolibag tanaman sengon. Penyiangan gulma bertujuan untuk mengurangi kelembaban dan persaingan unsur hara antara tanaman dan gulma. Teknik Pengendalian Penyakit yang Biasa Dilakukan Pengendalian penyakit di pembibitan sengon yang biasa dilakukan oleh CV. PMA berupa : penggunaan fungisida kimiawi, PGPR, mikoriza, dan pupuk mikro. Penggunaan PGPR dan pupuk mikro baru diterapkan setelah manejer CV. PMA melakukan konsultasi dengan Klinik Tanaman IPB, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan penggunaan mikoriza sudah tidak dilakukan lagi, disebabkan penggunaan mikoriza tidak efektif dalam menekan keparahan penyakit. Menurut Santoso (2007), mikoriza berfungsi sebagai mempercepat tumbuh bibit sengon, penyedia utama fosfor (P) dan penyedia unsur lain seperti : N, K, Zn, Cu dan B. Masalah Pengelolaan Penyakit di Pembibitan Sengon Masalah dan hambatan yang timbul dalam rangka memenuhi stok dan produksi bibit sengon milik CV. PMA dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : kelembagaan yang lemah, penggunaan teknologi yang tidak tepat, dan minimnya kapasitas sumber daya manusia (SDM). Indikasi kelembagaan lemah ditandai dengan pengelolaan penyakit yang kurang baik, kurangnya pengawasan dan tanggung jawab yang tidak jelas, sehingga menyebabkan serangan penyakit yang tinggi. Salah satu contoh penggunaan teknologi yang tidak tepat seperti: penggunaan pestisida yang tidak tepat waktu, jenis, dan dosis.
12 Peranan kelembagaan didalam meningkatkan produksi bibit sengon berupa: penentuan teknologi, pemilihan SDM yang ahli, penentuan pasar, penyediaan modal dan penerapan jasa konsultan. Pendampingan Klinik Tanaman-IPB membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh CV. PMA dalam produksi bibit sengon. Perbandingan hasil pengelolaan pembibitan sengon sebelum dan sesudah pendampingan Klinik Tanaman-IPB adalah sebagai berikut (Tabel 4) : Tabel 4 Perbandingan hasil antara pengelolaan sebelum dan sesudah pendampingan Klinik Tanaman-IPB Pembanding Sebelum Sesudah Perlakuan benih Secara konvensional Menggunakan PGPR Media tanam Tanah dan pupuk kandang Perbandingan tanah dan pupuk yang belum matang kandang yang matang 1:1 dan menggunakan Trichoderma spp. Pemupukan Menggunakan larutan Gir, Menggunakan PGPR dan pupuk Mikoriza mikro Pengelolaan Penggunaan pestisida yang Penggunaan PGPR, pupuk penyakit tidak terjadwal dan tepat mikro, sanitasi, dan sistem PHT sasaran (gabungan dari semua teknik pengendalian maupun penggunaan pestisida) Pertumbuhan Banyak tanaman mati Ketahanan tanaman meningkat, tanaman akibat penyakit tanaman subur, dan banyak yang tumbuh Pendampingan Klinik Tanaman-IPB melalui penerapan sistem teknologi, pelatihan SDM, dan pengawasan memberikan hasil berkurangnya penyakit, meningkatnya pertumbuhan bibit sengon dan peningkatan kualitas SDM). Selain itu, penerapan sistem teknologi yang tinggi dan peningkatan kualitas SDM akan menyebabkan berkurangnya penyakit serta meningkatnya pertumbuhan bibit sengon. Pengujian Beberapa Teknik Pengendalian Penyakit di Pembibitan Sengon Pengujian Trichoderma spp. Untuk Mengendalikan Penyakit Rebah Kecambah (damping off) Pengujian dua spesies Trichoderma spp. tidak efektif dalam menekan kematian yang disebabkan oleh penyakit antraknosa. Perlakuan fungisida pada 7 MST dan 8 MST merupakan perlakuan yang paling efektif menekan penyakit rebah kecambah dengan persentase kematian sebesar 58.75% (Gambar 5 dan Lampiran 1). Ketidak-efektifan dua spesies Trichoderma spp. disebabkan oleh beberapa faktor seperti : sifat Trichoderma spp. sebagai agens pengendali penyakit tular tanah, patogen C. gloeosporioides merupakan patogen tular benih dan percikan air hujan, serta sumber inokulum yang banyak. Menurut Sinaga (2006), inang yang rentan, patogen yang virulen, dan lama intensitas faktor lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan patogen akan menyebabkan terjadinya vii
13 epidemik penyakit. Menurut Semangun (2006), perkembangan penyakit dipengaruhi oleh interaksi antara inang, patogen, lingkungan, dan manusia yang saling mendukung untuk terjadinya penyakit. Menurut Evans (1982), daya tumbuh tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor seperti : lokasi penanaman (tanah), cuaca, kondisi bibit, tata air atau erosi permukaan, hama dan penyakit, serta kompetisi dengan gulma.
Gambar 5 Persentase kematian bibit sengon pada berbagai perlakuan Tabel 5 menunjukan bahwa rata-rata hasil pengukuran pH pada setiap perlakuan memiliki nilai pH yang relatif sama yaitu pada awal sebesar 6.6. Pada akhir pengukuran menunjukan hasil bahwa, perlakuan TH1, TH4, TP1, TP2 dan TP4 yaitu pH berkisar antara 5 sampai 6 dan memberi pengaruh terhadap keasaman media tanam. Hasil pengukuran pH pada perlakuan TH2 menunjukan pH yang stabil dari awal sampai akhir yaitu berkisar antara 6 sampai 7. Tabel 5 Rata-rata hasil pengukuran pH tanah Rata-rata pH tanah Perlakuan Awal Pertengahan Tanpa perlakuan Fungisida TH1 TH2 TH3 TH4 TP1 TP2 TP3 TP4
6.6 6.6 6.6 6.6 6.6 6.6 6.6 6.6 6.6 6.6
6.6 6.6 6.9 6.7 6.6 6.4 6.3 6.5 6.3 6.4
Keterangan : Hasil pengukuran pH tanah atau media tanam bibit sengon.
Akhir 6.3 6.2 5.8 6.5 6.0 5.8 5.7 5.9 6.0 5.7
14 Pengujian dua spesies Trichoderma spp. tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sengon, baik tinggi tanaman maupun diameter batang (Lampiran 1). Perlakuan fungisida berbahan aktif mankozeb berpengaruh terhadap tinggi dan diameter batang bibit sengon pada 7 dan 8 MST. Tinggi bibit sengon pada 7 dan 8 MST sebesar 6.68 dan 7.15 cm, sedangkan diameter batang sebesar 0.19 cm dan berbeda nyata terhadap perlakuan dua spesies Trichoderma spp. dan kontrol. Rata-rata tinggi dan diameter batang bibit sengon dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Rata-rata tinggi dan diameter batang tanaman sengon pada berbagai perlakuan Peningkatan tinggi dan diameter batang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: sumber patogen, jenis dan ketersedian unsur hara, suhu dan kelembaban, curah hujan, serta kemampuan fisiologi tumbuhan dalam mengambil nutrisi dan unsur hara, serta terjadinya kontak antara patogen dan tumbuhan (Agrios 1996). Pengujian Teknik Pengendalian Penyakit pada Bibit Sengon Umur Satu Bulan Pengelolaan hama dan penyakit tanaman secara terpadu merupakan pengendalian yang menggunakan berbagai teknik pengendalian yang kompatibel, agar kondisi tanaman sengon dalam kondisi sehat dan tingkat serangan tidak merugikan secara ekonomis. Pengelolaan hutan tanaman sengon lebih menekan vii
15 pada tiga aspek, yaitu : (1) budidaya tanaman sehat, (2) monitoring, (3) meningkatkan peran musuh alami. Menurut achmad (1999), manajemen secara terpadu cukup efektif untuk diterapkan dalam mengelola penyakit di pembibitan kehutanan. Tabel 6 menunjukan bahwa, perlakuan PHT yang menggunakan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis dan pemotongan bagian tanaman yang sakit efektif dalam menekan keparahan penyakit antraknosa yaitu sebesar 90% dan berbeda nyata terhadap perlakuan perusahaan dan kontrol. Akan tetapi, perlakuan PHT tidak berbeda nyata terhadap perlakuan fungisida yang berbahan aktif mankozeb dengan penekanan keparahan penyakit pada perlakuan fungisida sebesar 100%. Tabel 6 Keparahan penyakit antraknosa pada bibit sengon umur satu bulan pada berbagai perlakuan pengendalian Perlakuan
Waktu Pengamatana M3 M4
M1
M2
100 ± 0.0a
100 ± 0.0a
100 ± 0.0a
100 ± 0.0a
100 ± 0.0a
Fungisida
0.0 ± 0.0b
PHT
10 ± 31b
Tanpa Perlakuan Perusahaan
M5
M6
100 ± 0.0a
100 ± 0.0a
100 ± 0.0a
100 ± 0.0a
100 ± 0.0a
100 ± 0.0a
100 ± 0.0a
0.0 ± 0.0b
0.0 ± 0.0b
0.0 ± 0.0b
0.0 ± 0.0b
0.0 ± 0.0b
10 ± 31b
10 ± 31b
10 ± 31b
10 ± 31b
10 ± 31b
a
Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)
Perlakuan PHT yang menggunakan kombinasi pupuk mikro, khamir antagonis dan pemotongan bagian tanaman yang sakit berpengaruh terhadap pertumbuhan yaitu pertambahan tinggi dan diameter batang bibit sengon. Peningkatan pertumbuhan tinggi dan diameter batang pada perlakuan PHT tidak berbeda nyata dengan perlakuan fungisida (Lampiran 2). Rata-rata tinggi dan diameter batang bibit sengon pada perlakuan PHT dan fungisida dapat dilihat pada Gambar 7.
16
Gambar 7 Rata-rata tinggi dan diameter batang tanaman sengon pada perlakuan fungisida dan PHT Pengujian Pengendalian Penyakit pada Bibit Sengon Umur Enam Bulan Perlakuan PHT menggunakan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis dan sanitasi efektif dalam menekan keparahan penyakit antraknosa. Penekanan keparahan penyakit antraknosa pada perlakuan PHT sebesar 100% dan tidak berbeda nyata terhadap bibit tanpa perlakuan yaitu sebesar 90% (Tabel 7). Faktor yang menyebabkan perlakuan PHT tidak berbeda nyata terhadap bibit tanpa perlakuan disebabkan oleh : pemangkasan bagian bibit yang terserang penyakit antraknosa sebelum dilakukan perlakuan. Pemangakasan bagian tanaman yang terserang penyakit antraknosa bertujuan untuk membuat kondisi penyakit menjadi nol dan mengurangi sumber inokulum patogen, sehingga menyebabkan perkembangan penyakit menjadi lambat. Menurut Phoulivong (2011), patogen Colletothtricum sp. efektif dikendalikan dengan pengendalian yang menggunakan kombinasi seperti penggunaan kultivar tahan, budidaya tanaman yang sehat, pengendalian biologis yang menggunakan agens antagonis, dan pengendalian kimiawi. Tabel 7 Rata-rata tinggi, diameter batang dan keparahan penyakit antraknosa pada bibit sengon umur enam bulan pada berbagai perlakuan pengendalian Perlakuan Tanpa Perlakuan PHT
Keparahan penyakit (%)
Tinggi Tanaman (cm)
Diameter Batang (cm)
10.00 ± 31.62aa
34.72 ± 7.51b
0.38 ± 0.05b
0.00 ± 0.00a
48.32 ± 8.23a
0.47 ± 0.09a
a
Angka yang diikuti huruf dan kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%)
vii
17 Perlakuan PHT yang menggunakan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis dan pemotongan bagian tanaman yang sakit berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yaitu tinggi dan diameter batang bibit sengon. Rata-rata tinggi dan diameter bibit sengon pada perlakuan PHT yaitu sebesar 48.32 cm dan 0.47 cm dengan persentase peningkatan tinggi sebesar 39%, diameter batang sebesar 24% dan berbeda nyata terhadap tinggi dan diameter batang bibit tanpa perlakuan. Peningkatan tinggi dan diameter batang pada perlakuan PHT disebabkan oleh penggunaan kombinasi antara pupuk mikro, khamir antagonis dan pemotongan bagian tanaman yang sakit. Penggunaan pupuk mikro memberi dampak terhadap pertumbuhan dan menambah nutrisi bagi tanaman. Penggunaan khamir antagonis memberi dampak terhadap penekanan patogen melalui mekanisme persaingan nutrisi dan kemampuan mengeluarkan metabolit yang bersifat toksik bagi patogen (Soesanto 2008). Selain itu, peningkatan tinggi dan diameter bibit sengon pada perlakuan PHT disebabkan oleh kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara dan nutrisi. Menurut Husch (1982), pertumbuhan pohon dipengaruhi oleh kemampuan genetis dari individu yang berinteraksi dengan lingkungan meliputi : faktor tanah (sifat fisik kimia tanah, kelembaban dan mikroorganisme); faktor iklim; topografi serta kompetisi. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Antraknosa Faktor yang menyebabkan tingginya penyakit antraknosa di pembibitan sengon milik CV. PMA Desa Logending, Kec. Ayah, Kab. Kebumen disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : lemahnya fungsi kelembagaan, penggunaan teknologi yang tidak tepat, curah hujan yang tinggi (Tabel 8), kelembaban yang tinggi (Tabel 9), dan minimnya kapasitas sumber daya manusia. Tabel 8 Data curah hujan Kec. Ayah, Kab. Kebumen Bulan Januari Februari Maret April Mei
Jumlah Hari Hujan (hari) 7 13 11 2 6
Rata-rata Curah Hujan Harian (mm) 19.86 18.46 16.09 15.5 17.5
Intensitas Hujan (mm/jam) Lebat Lebat Lebat Lebat Lebat
Sumber : BMKG semarang 2012
Keterangan : Ringan (0.1-5 mm/jam), sedang (5-10 mm/jam), lebat (10-20 mm/jam), sangat lebat ( > 20 mm/jam). Tabel 9 Suhu dan kelembaban rata-rata Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni
Suhu rata-rata (°C) 27.5 27.5 27.4 27.5 27.4 26.6
Kelembaban rata-rata (%) 83 81 82 84 82 81
Sumber : BMKG Semarang, Stasiun Klimatologi Cilacap, Kab.Cilacap 2012
18 Menurut Krisnawati (2011), insiden penyakit pada pembibitan sengon tertinggi terjadi pada musim hujan. Intensitas curah hujan yang tinggi akan menimbulkan permasalahan penyakit yang tinggi. Intensitas curah hujan yang tinggi, sumber inokulum yang banyak, serta kerentanan tanaman akan menjadi faktor pendukung terhadap kejadian penyakit (Semangun 2006). Rata-rata curah hujan harian dari bulan januari hingga Mei relatif lebat (Tabel 8). Curah hujan yang tinggi menyebabkan ketahanan vigor tanaman melemah (mempermudah proses infeksi patogen), dan menyebarkan inokulum patogen C. gloeosporioides. Suhu rata-rata relatif normal yaitu berkisar antara 26 sampai 27 °C dengan kelembaban yang relatif tinggi yaitu berkisar antara 81 sampai 84% (Tabel 9). Menurut Vaartaja (1952) ; Perrin dan Sampagni (1986), patogen penyakit rebah kecambah akan menjadi aktif ketika kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban relatif, pH tanah akan menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit. Menurut Landis (1989), faktor abiotik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit akibat serangan penyakit.
vii