SISTEM PERAKARAN……..(20) : 46 - 56
SISTEM PERAKARAN TANAMAN SENGON LAUT (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA LAHAN BEKAS PENAMBANGAN TIPE C The Rooting System Of Sengon Laut Plant (Paraserianthes Falcataria (L) Nielsen) On The Post-Mining Of C Type Oleh/By YUSANTO NUGROHO1 Abstract Type C (sand and stone) mining activities in Cangkringan sub-district of Yogyakarta province have been concentrated on people land, and usually followed by Sengon Laut planting as their attempT to land reclamation.The growth of Sengon Laut Root system will likely be influenced by the change of soil composition and structure, so that the study was carried to understand the relationship root growth of the physical properties and nutrient availability of soil, especially Nitrogen, Phosphor and Potassium elements. Rooting system of Sengon Laut stands aged 7 to 8 years old had been obseved using Weaver method (Coster, 1981), by digging soil around sample tree at certain depth and distance. Included The detailed identification of the relationship between root system and the growing media, physical and chemical analysis has been done in the soil laboratory of agricultural faculty. The Result showed that sengon roots grown on virgin land generally grown straight down to 120 cm depth, while the length of lateral root at 0-30 cm depth less than 10 m. The number of root order of sengon grown virgin land was less than that of mined over area, the root system concentrated the at upper layer, about 62 % of roots system spread out horizontally, although not equal in all direction. The average diameter of sengon tree is 26,97 cm yields average biomass weight of 330,80 kg tree. On the mined-over area, Sengon Laut has straight root down to more than 200 cm depth. Length of lateral root may reach tens of meters, when grown on soil of 0-30 cm deep. The number of root order is more than that of the virgin land, concentrates on the upper layer, about 64 % of roots spread out horizontally equal all direction. The average of plant biomass was 549,32 kg with average diameter of 30,11 cm. The root physical parameters on both lands are root depth, the length of lateral root, the number of root order, and the biomass. The best physical parameters are reached by plant with good growth category. The physical parameters are lower on the moderate and worse plant growth category. In general, the rooting of Sengon Laut is better the post-mining soil than on the virgin soil. Soil physical property analysis showed that the biggest humidity by found on upper layer, is closely related to the root concentration on ten upper layer. The soil texture normally porous. The organic contents of soil, abundantly obseved on upper layer which is 10 cm thick, and gradually decreased with increasing depth., the organic material on the soil that had been mined is low but the porosity is high thus the root easily grow. The level of nutrient contents, especially for N, P and K on these sandy areas are low. Keywords : Sengon Laut, Mining of Type C, physical property, nutrient elements 1)
Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Unlam
SISTEM PERAKARAN……..(20) : 46 - 55
I. PENDAHULUAN Kecamatan Cangkringan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bagian dari kawasan Lereng Merapi dengan kekayaan tambang tipe C (pasir dan batu) yang sangat banyak. Penambangan tipe C oleh masyarakat masih secara manual dengan alat-alat tradisional, belum menggunakan alat berat (seperti eskavator/Bego) dan terkonsentrasi pada lahan milik (pekarangan/ tegalan) yang merupakan lahan untuk agroforestri. Pembenahan lahan pasca penambangan relatif teratur sejalan dengan proses penambangannya. Reklamasi lahan pada lahan bekas penambangan tipe C menggunakan jenis tanaman Sengon Laut dengan jenis ini tumbuh baik di Wilayah Kecamatan Cangkringan. Sengon Laut juga dikenal masyarakat mempunyai pertumbuhan cepat, mudah dibudidayakan dan mempunyai harga jual yang tinggi (Santoso, 1992). Walaupun Sengon Laut mempunyai banyak kelebihan, namun apabila ditanam pada lahan bekas penambangan belum tentu memberikan pertumbuhan yang baik seperti ditanam pada lahan sebelum dilakukan penambangan karena Perubahan tempat tumbuh akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sistem perakaran tanaman (Baker dkk, 1979). Oleh karenanya diperlukan penelitian mengenai perkembangan perakaran Sengon Laut yang ditanam pada lahan bekas tambang tipe C terkait dengan perubahan faktor tempat tumbuhnya. II. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui perkembangan sistem perakaran Sengon Laut pada lahan bekas penambangan pasir dan batu. 2. Untuk mengetahui keterkaitan perakaran dengan sifat-sifat fisik dan nutrisi tanah (kimia tanah) pada lahan bekas penambangan terutama unsur N, P dan K III. METODE PENELITIAN Penelitian ini diawali dengan melakukan survai pendahuluan pada wilayah bekas penambangan tipe C di Kecamatan Cangkringan, kemudian menentukan plot sampel seluas 1 ha dengan metode purposif sampling pada lahan yang sudah ditambang dan lahan yang belum ditambang. Kemudian menetuan pohon sampel dalam plot didasarkan pada sebaran diameter pohon dan mengklasifikasikan pertumbuhan pohon menjadi 3 yaitu pertumbuhan pohon baik, sedang dan jelek. Jumlah pohon sampel pada setiap plot sampel sebanyak 9 pohon dan jumlah pohon pada masing-masing kriteria pertumbuhan pohon sebanyak 3 pohon. Tahap berikutnya adalah penebangan pohon sampel dan pembuatan profil perakaran, dengan menggunakan metode Coster (1981), yaitu dengan menggali tanah pada pohon sampel dengan kedalaman tertentu pada jarak yang cukup dari tanaman, penggalian ini sangat hati-hati dengan membuka semua akar dari tanah yang menyelubunginya. Setelah pembuatan profil perkaran kemudian pengukuran fisik perakaran yang meliputi panjang dan diameter akar lateral, panjang dan diameter akar lateral terjauh, jumlah order perakakaran dan total panjang akar, arah sebaran akar, biomasa pohon dan bintil akar. Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 20,, Maret 2007
47
SISTEM PERAKARAN……..(20) : 46 - 55
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Fisik Perakaran
(a1)
(b1)
(c1)
(a2) (b2) (c2) Gambar 1. Foto dan sketsa akar kriteria pertumbuhan pohon baik (a1 dan a2), pertumbuhan pohon sedang (b1 dan b2) dan pertumbuhan pohon jelek (c1 dan c2) pada lahan yang belum dilakukan penambangan
(a1)
(b1)
(c1)
(a2) (b2) (c2) Gambar 1. Foto dan sketsa akar kriteria pertumbuhan pohon baik (a1 dan a2), pertumbuhan pohon sedang (b1 dan b2) dan pertumbuhan pohon jelek (c1 dan c2) pada lahan yang sudah dilakukan penambangan
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 20,, Maret 2007
48
SISTEM PERAKARAN……..(20) : 46 - 55
Akar Sengon Laut di lapangan menyebar secara horisontal, berwarna coklat keputihan dan mempunyai bau seperti jengkol. B. Kedalaman dan diameter akar tunggang/akar utama Hasil pengamatan kedalaman dan diameter akar tunggang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata kedalaman dan diameter akar tunggang Lahan yang belum dilakukan penambangan Kriteria Rata-rata Kedalama pertumbuhan Diameter akar n akar (m) pohon (KPP) tunggang (m) Baik 1,11 1,03 Sedang 1,03 0,09 jelek 0,64 0,08
Lahan yang sudah dilakukan penambangan Kriteria Rata-rata Kedalama pertumbuhan Diameter akar n akar (m) pohon (KPP) tunggang (m) Baik 2,13 0,14 Sedang 2,04 0,10 jelek 0,39 0,07
Kedalaman akar tunggang pada lahan yang belum dilakukan penambangan < 120 cm, keberadaan batuan sangat banyak dan tersebar dari permukaan tanah sampai kedalaman tanah yang sulit diperkirakan, Lapisan di bawah 120 cm biasanya terbentuk lapisan batuan dan pasir yang sangat padat, yang berasal dari kegiatan vulkanik gunung berapi Disamping itu terbentuk lapisan padas di bawah kedalaman 120 cm, terbentuknya lapisan padas ini diduga bahwa lahan yang digunakan untuk penelitian pernah digunakan untuk persawahan sebelum dilalui lahar panas dan dingin dari aktivitas Gunung Merapi. Kegiatan persawahan ini menyebabkan tanah padas. Lahan yang sudah dilakukan penambangan, akar tunggang dapat mencapai kedalaman >200 cm. Akar yang dalam pada lahan yang sudah ditambang karena tanah lebih sarang akibat pengolahan tanah dan hilangnya rintangan mekanis seperti batuan yang besar. Hasil analisis kedalaman akar menunjukkan adanya interaksi yang sangat nyata antara perbedaan lahan dan kriteria pertumbuhan pohon dengan nilai F hitung sebesar 7,090 yang lebih besar dari nilai F tabel pada taraf uji 5 % dan 1 % sebesar 3,88 dan 6,93. Pohon dengan kriteria pertumbuhan baik mempunyai perakaran yang lebih banyak dan dalam, dibandingkan dengan pertumbuhan pohon sedang dan petumbuhan pohon jelek. C. Akar lateral/akar samping terpanjang Akar lateral/akar samping terpanjang dipilih terhadap seluruh akar samping yang keluar dari akar utama yang memiliki panjang terjauh Tabel 2. Rata-rata Akar lateral terpanjang dan diameter akar lateral Lahan yang belum dilakukan Lahan yang sudah dilakukan penambangan penambangan Akar Rata-rata Kriteria Rata-rata Kriteria Diameter pertumbuha Akar samping samping Diameter akar pertumbuhan terpanjang akar lateral n pohon terpanjang (m) lateral (m) pohon (KPP) (m) (m) (KPP) Baik Baik 8,51 0,09 11,26 0,10 Sedang Sedang 6,90 0,09 10,64 0,09 jelek jelek 5,26 0,07 5,77 0,08
Akar samping/lateral terjauh pada lahan yang belum ditambang rata-rata kurang dari 10 meter dan lahan yang sudah ditambang dapat mencapai puluhan meter. Pada kedua lahan rata-rata jangkauan akar paling jauh dicapai pada pohon dengan kriteria pertumbuhan baik, menurun pada pertumbuhan sedang dan jangkauan terendah pada pertumbuhan pohon jelek. Pada lahan yang sudah ditambang
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 20,, Maret 2007
49
SISTEM PERAKARAN……..(20) : 46 - 55
umumnya jangkauan akarnya lebih jauh, hal ini terkait dengan pencarian nutrisi oleh akar untuk kebutuhan hidupnya dan lahan yang sudah ditambang umumnya lebih sarang, karena sudah mengalami pengolahan. Selain kesarangan tanah juga diakibatkan karena proses vulkanik Gunung Merapi dalam selang waktu yang lama sehingga pada proses vulkanik pertama sudah mengalami suksesi dan adanya tumpukan bahan organik, kemudian ditutup oleh lapisan dari kegiatan vulkanik kedua dan seterusnya sehingga apabila satu lapisan diambil pasir dan batunya dimungkinkan akan bertemu dengan lapisan bahan organik yang tertimbun, sehingga di bawah lapisan yang diambil pasir dan batunya mempunyai kesuburan yang lebih tinggi dari lapisan yang diatasnya. Perkembangan akar lateral pada lahan yang belum dilakukan penambangan tidak terlalu jauh dan tidak menyebar ke seluruh bidang, hal ini karena keberadaan rintangan mekanis dan keberadaan nutrisi yang tidak seimbang pada masing-masing bidang, perkembangan akar hanya efektif pada satu sisi. Perkembangan akar lateral pada lahan yang sudah dilakukan penambangan umumnya menyebar secara merata pada semua bidang ini dimungkinkan perbandingan nutrisi pada semua bidang hampir merata dan masing-masing akar efektif untuk mencari sumber nutrisi. Pohon yang mempunyai pertumbuhan baik mempunyai akar lateral terpanjang lebih jauh dari pada pohon dengan pertumbuhan sedang maupun pohon dengan pertumbuhan jelek. Pohon yang pertumbuhannya baik memerlukan hara yang lebih besar untuk mempertahankan pertumbuhannya, oleh karena itu akar-akarnya akan menjangkau lebih jauh terhadap sumber hara untuk memenuhi kebutuhannya. D. Jumlah order perakaran tingkat pertama Pengamatan order perakaran dilakuakan pada order perakaran tingkat pertama yaitu akar yang keluar dari akar pokok, jumlah akar yang keluar dari akar pokok lebih banyak berarti perakaran tersebut telah mampu berkembang untuk memperluas daerah penyerapan air dan unsur hara. Tabel 3. Rata-rata jumlah order perakaran tingkat pertama dan panjang total akar masing-masing kriteria pertumbuhan pohon pada kedalaman tertentu a. Lahan yang belum dilakukan penambangan Kriteria pertumbuhan pohon Kedala baik Sedang jelek man Jumlah Jumlah Total Total Jumlah order Total tanah order order panjang panjang tingkat panjang (cm) tingkat tingkat akar (m) akar (m) pertama akar (m) pertama pertama 0-29 6,7 36,1 6,7 23,0 4,3 17,0 30-59 3,3 11,7 3,7 11,3 2,7 5,3 60-89 3,0 7,4 2,0 6,6 2,3 4,0 > 90 0,7 1,9 0,3 0,8 0 0 b. Lahan yang sudah dilakukan penambangan Kriteria pertumbuhan pohon (KPP) Kedala baik sedang jelek man Jumlah Jumlah Total Jumlah order Total Total tanah order order panjang panjang tingkat panjang (cm) tingkat tingkat akar (m) akar (m) pertama akar (m) pertama pertama 0-29 12,3 50,9 8,3 39,5 5,3 24,6 30-59 5,0 19,5 5,7 22,1 1,7 7,0 60-89 4,0 12,4 4,0 15,7 0 0 > 90 3,0 8,1 4,0 14,1 0 0
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 20,, Maret 2007
50
SISTEM PERAKARAN……..(20) : 46 - 55
Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata jumlah order perakaran pada kedua lahan menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah, umumnya percabangan akar lebih banyak pada lapisan atas, menurut data penelitian 73 % akar terkonsentrasi pada kedalaman tanah 0 – 29 cm, hal ini terkait dengan faktor-faktor kehidupan seperti nutrisi, lengas tanah dan udara. Meningkatnya kedalaman tanah menyebabkan faktorfaktor kehidupan akan semakin berkurang (Buckman dan Brady, 1969). Menurut Dhyani dan Tripathi (2000) 51 % akar kasar Paraserianthes falcataria terkonsentrasi di lapisan tanah pada kedalaman 10-20 cm. Jumlah akar order pertama pada lahan yang sudah dilakukan penambangan lebih banyak daripada lahan yang belum dilakukan penambangan, hal ini terkait dengan cara mempertahankan hidup pohon pada lingkungannya. Lahan yang sudah ditambang harus memperbanyak jumlah akar untuk dapat menyerap hara tanah dan dapat menjangkau sumber hara untuk kelangsungan hidup tanaman. Jumlah order perakaran dipengaruhi sangat nyata oleh interaksi antara faktor lahan dengan pertumbuhan pohon dengan nilai F hitung 40,168 yang lebih besar dari F tabel 3,19 (5 %) dan 5,08 (1%) juga interaksi antara lahan dengan kedalaman tanah dengan nilai F hitung 6,514 yang lebih besar dari F tabel sebesar 2,80 (5 %) dan 4,22 (1%). Berdasarkan kriteria pertumbuhan pohon, pohon Sengon Laut pada lahan yang belum ditambang mempunyai jumlah order perakaran yang lebih sedikit daripada yang sudah dilakukan penambangan. Total panjang akar akan cenderung mempunyai nilai yang besar sebanding dengan meningkatnya jumlah order perakaran. Total panjang akar akan menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Berdasarkan hasil pengamatan 60 % total panjang akar terkonsentrasi pada kedalaman tanah 0 – 29 cm. Dari kedua hal ini dapat diartikan bahwa efektivitas penyerapan nutrisi/zat hara paling banyak pada lapisan atas dan penyerapan ini menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Total panjang akar pada kedua lahan untuk setiap kriteria pertumbuhan pohon mempunyai perbedaan yang sangat nyata dengan nilai F hitung sebesar 6,44 yang lebih besar dari F tabel sebesar 3,19 (5 %) dan 5,08 (1%). Pohon dengan pertumbuhan baik pada lahan yang sudah dilakukan penambangan akan lebih tinggi daripada kriteria pohon baik pada lahan yang belum ditambang, begitu juga dengan pertumbuhan pohon sedang dan pertumbuhan pohon jelek. E. Arah sebaran akar Di daerah tropika basah pohon yang berperakaran dalam umumnya lebih menguntungkan karena dapat memanfaatkan hara yang tercuci, dan biasanya lebih tahan terhadap kekeringan. Pada penelitian ini akar sengon lebih banyak tersebar di lapisan atas yang ditunjukkan dari hasil pengamatan akar proximal yaitu 63 % dari total akar utama sengon tumbuh secara horizontal. Lahan yang belum dilakukan penambangan penyebaran akar proximal sebesar 62 % dan lahan yang sudah dilakukan penambangan sebesar 64 %. Banyaknya akar yang menyebar horizontal ini diduga menyebabkan Sengon Laut di Wilayah Cangkringan kurang tahan terhadap kekeringan, seperti yang dijumpai di Lampung Utara (Hairiah, 2000) Distribusi akar proximal sangat penting dalam pemanfaatan lahan secara agroforestri, Sengon Laut yang sebagian besar akarnya menyebar secara horisontal memberikan peluang yang besar terjadinya kompetisi zat hara tanah. Oleh karena itu untuk mengurangi kompetisi maka jarak tanam Sengon Laut harus diperlebar. Sebagaian besar akar sengon yang menyebar di lapisan atas menyebabkan Sengon Laut mudah tumbang apabila diterpa angin yang kencang, hal ini banyak terjadi pada Sengon Laut yang ditanam pada lahan yang solumnya tipis atau ditanam soliter pada pematang sawah atau pada pinggir-pinggir jalan.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 20,, Maret 2007
51
SISTEM PERAKARAN……..(20) : 46 - 55
F. Biomasa pohon Hasil pengukuran biomasa pohon dengan menimbang seluruh bagian pohon yaitu akar, batang, ranting/cabang dan daun, kemudian dilakukan pengovenan untuk mencari berat kering total. Berat kering total pohon (akar, batang, ranting dan daun) pada lahan yang belum dilakukan penambangan lebih kecil daripada lahan yang sudah dilakukan penambangan. Rata-rata jumlah biomasa yang dihasilkan dari kedua lahan menunjukkan bahwa biomasa untuk lahan yang sudah dilakukan penambangan lebih besar daripada lahan yang belum dilakukan penambangan. Rata-rata berat kering total pohon pada lahan yang belum dilakukan penambangan sebesar 330,80 kg yang dihasilkan dari rata-rata diameter sebesar 30,67 cm, sedangkan rata-rata berat kering total pohon pada lahan yang sudah dilakukan penambangan sebesar 549,32 kg yang dihasilkan dari rata-rata diameter sebesar 36 cm. Produksi biomasa yang besar akan memberikan input kepada lahan juga besar. Pohon Sengon Laut setelah ditebang akan meninggalkan akar yang merupakan sumber biomasa bagi tanah untuk pertumbuhan tanaman generasi baru. Tetapi sebagian besar pohon Sengon laut yang ditebang dapat tumbuh lagi menjadi pohon baru melalui tunas yang tumbuh pada batang tersebut, Dan pertumbuhan pohon terubusan Sengon Laut ini menurut wawancara dari petani pemilik lahan lebih cepat daripada yang ditanam dari awal. Hal ini mungkin akar bekas penebangan sebagian ada yang mati sehingga dapat dimanfaatkan oleh akar lain yang tetap hidup, sehingga justru merupakan pupuk organik yang bagus, dan tunas ini juga memanfaatkan cadangan makanan pada pangkal batang bawah yang ditinggalkan pada waktu menebang. Di samping itu perakarannya sudah terbentuk sehingga lebih cepat untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Produksi biomasa yang besar pada lahan yang sudah ditambang diduga karena penambangan pasir dan batu menyebabkan abu vulkanik yang berasal dari Gunung Merapi yang tertimbun pada lapisan pasir yang padat, akibat penambangan tipe C abu vulkanik tersebut menjadi tersedia untuk tanaman. Produksi biomasa yang besar secara otomatis penyerapan hara dari media tanaman juga besar, untuk produksi selanjutnya diperlukan input nutrisi dari luar seperti pemupukan, baik pemupukan dengan pupuk kandang maupun pupuk kimia, terutama pada lahan yang sudah dilakukan penambangan yang bisa dipastikan kandungan haranya lebih rendah dari pada lahan yang belum dilakukan penambangan. G. Kadar lengas Kadar lengas pada lahan yang belum dilakuakan penambangan persentasenya relatif menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Kadar lengas tertinggi ratarata terdapat pada lapisan atas yaitu 10 cm dan 30 cm, dan terendah pada kedalaman di atas >100 cm. Kadar lengas tanah pada lahan yang belum dilakukan penambangan tertinggi dicapai pada kedalaman tanah 10 cm dan menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Air yang terkonsentrasi pada lapisan permukaan ini diduga sebagai salah satu penyebab konsentrasi perakaran Sengon Laut pada lahan ini berada pada bagian atas, juga pengaruh dari kandungan hara pada permukaan yang relatif lebih besar dari pada di lapisan bawah. Pada lahan yang sudah dilakukan penambangan konsentrasi air pada setiap kedalaman tidak jauh berbeda, hal ini mungkin karena lahan ini sudah diolah sehingga keadaan di permukaan sampai kedalaman tertentu tingkat kesarangannya masih sama. Karakteristik tanah pasir adalah cepat melewatkan air, karena kandungan pori makronya sangat banyak, sehingga pada waktu kemarau air menjadi masalah karena daya menahan air oleh tanah kecil, yang dapat mempengaruhi perkembangan perakaran Sengon Laut. Kehilangan air yang cepat pada musim kemarau juga dibuktikan dengan berkurangnya rumput dan tanaman semusim pada waktu kemarau
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 20,, Maret 2007
52
SISTEM PERAKARAN……..(20) : 46 - 55
sehingga hijauan makanan ternak dari rumput tidak mencukupi akibatnya pengambilan hijauan makanan ternak merambah ke daun pohon. Kandungan air pada lahan yang belum dilakukan penambangan dengan kriteria pertumbuhan baik menunjukkan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan kriteria pertumbuhan pohon sedang dan jelek, hal ini salah satu penyebab kecepatan pertumbuhan pada kriteria pertumbuhan pohon baik lebih cepat daripada pohon dengan pertumbuhan sedang dan jelek. Kecepatan pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh kecepatan pembentukan karbohidrat oleh tanaman dalam proses fotosintesis yang selalu melibatkan air sebagai bahan reaksi, apabila penyerapan hara cepat dan proses dalam tanaman tidak terganggu maka kecepatan pertumbuhan akan tinggi. Kandungan air yang rendah akan mempengaruhi proses fotosintesis dan menyebabkan produksi energi rendah sehingga pertumbuhan menjadi terganggu. H. Tekstur tanah Analisis tekstur tanah menunjukkan tanah pada lahan yang belum ditambang dan sudah ditambang mempunyai kelas tekstur tanah rata-rata adalah pasir dengan kadar lempung dan debu yang rendah. Walaupun tekstur kedua lahan sama tetapi bentuk perakaran yang dihasilkan tidak sama, hal ini terkait dengan banyaknya rintangan mekanis dan terdapatnya lapisan pasir yang padat terbentuk sebagai hasil kegiatan vulkanik yang sulit ditembus akar, selain itu kandungan nutrisi yang lebih banyak dan terbentuknya lapisan padas pada lahan yang belum ditambang menyebakan kedalaman akar lebih dangkal, penyebaran akar banyak dilapisan atas dan tidak merata keseluruh bidang. Rata-rata tekstur pasir dalam penelitian mempunyai kandungan air yang rendah karena tekstur pasir ini mudah melewatkan air terutama air yang tersedia bagi tanaman. Tanah ini pada waktu musim kemarau cepat sekali mengering dan mudah tererosi oleh angin, oleh karena itu tanah ini tidak cocok untuk lahan pertanian, apabila digunakan untuk penanaman tanaman semusim maka harus banyak ditambahkan bahan organik tanah, karena bahan organik selain sebagai perekat juga sebagai sumber unsur hara tanah. I. Kandungan bahan organik Kandungan bahan organik tanah pada lahan yang belum dilakukan penambangan menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah. Kandungan Bahan organik tertinggi terdapat pada kedalaman tanah 10 cm, dengan rata-rata 4,70 % pada masing-masing kriteria pertumbuhan. Tanah dengan kriteria pertumbuhan pohon baik mempunyai kandungan bahan organik lebih tinggi, dan menurun pada kriteria pertumbuhan sedang dan terendah pada kriteria pertumbuhan jelek. Kandungan bahan organik pada lahan yang belum dilakukan penambangan kandungan bahan organiknya lebih besar dari lahan yang sudah ditambang, hal ini karena sumber bahan oragnik lahan yang belum ditambang seperti rumput, daun dan kotoran ternak di permukaan tanah yang dihasilkan dari penggunaan lahan secara agroforestri lebih besar dari pada lahan yang sudah ditambang. Lahan yang sudah ditambang vegetasi penyusun lahan tidak serapat pada lahan yang belum ditambang. Di samping itu lahan yang sudah ditambang mengalami stagnasi dalam pemberian bahan organik dan bahkan berkurang ketika dilakukan penambangan, sehingga memerlukan proses untuk mengembalikan kandungan bahan organiknya. Di samping itu juga kecepatan pertumbuhan yang tinggi akan memberikan suplai biomasa berupa daun, ranting akar dll, yang akan dikembalikan ke dalam tanah sehingga bahan organiknya pada pertumbuhan baik akan lebih tinggi. Di samping bahan organik yang berasal dari tumbuhan dan hewan, kesuburan tanah pada lokasi ini juga dipengaruhi oleh abu vulkanik dari aktivitas Gunung Merapi.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 20,, Maret 2007
53
SISTEM PERAKARAN……..(20) : 46 - 55
J. Kandungan N total, P tersedia dan K tersedia Pada lahan yang belum ditambang dengan kriteria pertumbuhan pohon baik dan sedang mempunyai kandungan nitrogen total pada lapisan atas (10 cm) sebesar 0,31 % dan 0,30 % berdasarkan kelas nitrogen menurut Bray termasuk kelas sedang dan pada pertumbuhan jelek kandungan nitrogen pada lapisan atas hanya 0,05 % yang termasuk kelas kandungan nitrogen sangat rendah. Kandungan nitrogen ini menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah sehingga akar Sengon Laut cenderung berada di bagian atas dan jumlah perakaran menurun seiring dengan menurunnya kedalaman tanah dan kandungan nitrogen. Pada lahan yang sudah dilakukan penambangan kandungan nitrogen pada bagian atas juga menunjukkan kandungan yang lebih tinggi, secara keseluruhan kandungan nitrogen pada lahan yang sudah ditambang menunjukkan persentase kisaran antara 0,05 – 0,13 % yang kisaran ini menurut Bray termasuk kelas kandungan nitrogen sangat rendah sampai rendah. Kandungan nitrogen yang tidak dapat tinggi pada kedua lahan diduga karena nitrogen mudah sekali tercuci oleh air apalagi pada lahan pasir yang daya sangganya sangat rendah. Kandungan P tersedia untuk lahan yang belum ditambang berkisar antara 2,69 – 22,43 ppm sedangkan pada lahan yang sudah dilakukan penambangan 9,09 - 22,50 ppm menurut Bray kedua lahan termasuk kelas sangat rendah sampai sedang. Persentase P tersedia sedikit lebih tinggi pada lahan yang belum dilakukan penambangan. Kandungan K tersedia tidak jauh berbeda pada kedua lahan nilainya berkisar antara 0,02-0,09 me/100 g pada lahan yang belum ditambang dan 0,02 – 0,06 me/100 g pada lahan yang sudah dilakukan penambangan menurut Bray kedua lahan termasuk kelas tanah dengan klasifikasi sangat rendah. Nilai kandungan N, P, K pada kedua lahan yang tidak tinggi padahal ketiga unsur ini merupakan unsur hara essensial yang diperlukan tanaman dalam jumlah tinggi, sehingga untuk peningkatan produksi harus diberikan input dari luar seperti pemupukan baik organik maupun anorganik dan dilakukan secara teratur karena penggunaan pupuk yang berlebih pada lahan pasir cenderung mudah terlindi. V. KESIMPULAN a. Perkembangan sistem perakaran Sengon Laut - Akar Sengon Laut sangat intensif dan menyebar ke segala bidang untuk mencari sumber nutrisi - Akar Sengon Laut berkembang di lapisan atas, lebih dari 63 % pada akar utama tumbuh menyebar secara horisontal. - Akar Sengon Laut pada lahan yang belum ditambang mempunyai kedalaman yang dangkal, rata-rata kurang dari 120 cm, panjang akar lateral tidak mencapai 10 m, jumlah order perakaran sedikit dan terkonsentrasi di lapisan atas menyebar secara horisontal. - Akar Sengon Laut pada lahan yang sudah ditambang dapat mencapai kedalaman lebih dari 2 meter dengan panjang akar lateral dapat mencapai puluhan meter, jumlah order perakaran banyak menyebar secara horisontal ke segala bidang, dan Biomasa yang dihasilkan lebih besar dari lahan yang belum ditambang. - Perkembangan akar Sengon Laut pada lahan yang sudah ditambang lebih berkembang daripada lahan yang belum dilakukan penambangan. b. Keterkaitan perkembangan sistem perakaran dengan sifat fisik dan nutrisi tanah - Akar Sengon Laut akan berkembang baik pada tanah pasir dengan porositas tanah tinggi, kadar lengas tanah merata pada setiap kedalaman dan dan kesarangan tanah tinggi.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 20,, Maret 2007
54
SISTEM PERAKARAN……..(20) : 46 - 55
- Nutrisi tanah yang lebih tinggi pada lapisan atas menyebabkan akar sengon berkembang pada lapisan atas. DAFTAR PUSTAKA Baker, F. S., Theodore W, dan Daniel J. A. H. 1979. Principles of Silviculture. Terjemahan Djoko Marsono. 1992. Prinsip-prinsip Silvikultur. Edisi Kedua . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Buckman H.O dan Brady N.C. 1969. The Nature and Properties of Soils. the Macmillan Company. New York Terjemahan Soegiman. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Coster, C.H. 1981. Opperhoutvester pada Balai Penelitian Kehutanan (Pengumuman Pendek Balai Penelitian Kehutanan). Bogor. Dhyani, S.K. dan R.S. Tripathi. 2000. Biomass and Production of Fine Root of Trees Under agrisilvicultural Practices in Nort-east India. agroforestry systems, 50 :107-121. Hairiah, K. 2000. Diagnosis Faktor Penghambat Pertumbuhan Akar Sengon pada Ultisol Di Lampung. Jurnal Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Santoso, H. B. 1992. Budidaya Sengon, Kanisius. Yogyakarta
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 20,, Maret 2007
55