B
34
GAGASAN PEMBELAJARAN
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
P
embelajaran matematika dianggap sulit karena diajarkan dengan cara konvensional dan siswa sering harus membayangkan sesuatu, tanpa melihat peragaan. Hal ini menuntut gagasan-gagasan invovatif untuk membuat matematika menjadi menarik, kontekstual, dan bermanfaat. Pada bagian ini, kami menyajikan sejumlah gagasan yang diusung guru untuk membuat pembelajaran matematika menjadi mudah dan menyenangkan. Gagasan-gagasan itu dipraktikan dengan menggunakan media yang berbiaya rendah.
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
35
Matematika Bersahabat dengan Sampah Juli Eko Sarwono ‘’Si Guru Gila’’
Kelas Matematika yang difasilitasi pak Eko dipenuhi Media yang terbuat dari barang bekas. Hasilnya sangat efektif untuk membuat siswa belajar aktif.
P
embelajaran matematika di SMPN 19 Purworejo bersahabat dengan barang bekas dan sampah. Berawal dari bergabung dengan DBE3, model pembelajaran diberi kebebasan untuk berkreasi. Alhasil pembelajaran matematika menggunakan alat dan bahan dari sampah yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar. Untuk mengukur luas dan keliling lingkaran, kami menggunakan Compact Disc, tutup kaleng, dan roda sepeda motor sebagai sumber belajar. Masih dengan menggunakan kaleng: kaleng susu dan kaleng biskuit yang memiliki ukuran berbeda, saya bersama siswa menghitung luas permukaan tabung. Pembelajaran menghitung luas tabung menjadi mudah karena keliling lingkaran menjelma menjadi panjang dan tinggi tabung menjadi lebar persegi panjang. Tempat rokok, kardus mie instant, kotak pasta gigi, dan kardus susu digunakan siswa untuk pembelajaran matematika dengan kompetensi menghitung volum dan luas kubus serta balok. Melakukan pengurangan dan penjumlahan, siswa menggunakan gelas bekas air mineral yang kosong dan yang berisi. Gelas yang berisi mewakili bilangan
36
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
positif dan yang kosong mewakili bilangan negatif. Sampah lain yang mudah diperoleh adalah kalender tahun sebelumnya yang digunakan sebagai tempat menuliskan rangkuman materi dan atau kumpulan soal. Kalender bekas cocok sekali digunakan sebagai tempat menempelkan hasil diskusi siswa kemudian digunakan untuk presentasi siswa dan pemecahan masalah dalam dan antar kelompok. Terlihat siswa berani sekali ketika menyampaikan pendapatnya. Bola ping pong bekas juga kami gunakan untuk membuktikan luas permukaan bola. Bola dibelah menjadi dua, belahan bola dipaku di papan ukuran folio, kemudian dililiti tali sehingga permukaannya tertutup. Lilitan tali kemudian dipindahkan ke sampingnya. Siswa mencermati, ternyata lilitan setengah bola membentuk lingkaran.
Koran bekas digunakan untuk mempelajari statistik dan gambar-gambar iklan dimanfaatkan untuk membandingkan bangun yang sebangun. Pentul korek api dan kerikil bisa digunakan untuk belajar barisan bilangan. Ranting dahan pohon sangat tepat untuk pembelajaran mengukur sudut. Hasil pengukuranya ditempelkan di kertas. Penggunaan ini sekaligus sebagai upaya mendekatkan siswa dengan alam; bahwa alam merupakan sumber belajar yang tidak pernah habis untuk dieksplorasi. Mobil mainan yang bentuk dan ukuranya berbeda dapat digunakan untuk pembelajaran tentang foto dan skala. Mempelajari materi foto dan skala dengan menggunakan mobil mainan akan cocok bila dilakukan di luar kelas. Dengan situasi yang berbeda pembelajaran berlangsung sangat menyenangkan. Pembelajaran penjumlahan suku-suku sejenis dilakukan di luar kelas. Sampah dipisahkan dan dikelompokan menurut jenisnya, kemudian siswa menghitung dan menyederhanakan, mengelompokan dengan menjumlahkan atau mengurangi.
Untuk menghitung luas selimut dan luas permukaan kerucut dapat memanfaatkan kertas stofmap bekas. Mula-mula stofmap dibentuk kerucut lalu membuat kerucut lagi dengan ukuran yang sama dengan warna berbeda. Dua kerucut dirapatkan dan dilem perekat sebagian sisa ukuran kerucut dipotong, langkah selanjutnya siswa mengukur panjang sisi dan jari-jari kemudian menghitung luas selimut kerucut tersebut, metode ini sangat mengasyikan bagi siswa. Sisa kertas yang tidak dipakai bisa digunakan untuk menulis soal dan akan menarik bila memakai tehnik saling lempar. Setiap siswa menulis soal di kertas bekas kemudian kertas diremas-remas dijadikan seperti bom tangan. Setelah itu dalam hitungan yang sama siswa saling melempar ‘bom tangan’’ ke depan kelas. Pada saat yang sama mereka secara acak harus mengambilnya kembali dan soal yang ada di dalamnya dikerjakan. Setelah itu mereka saling mengoreksi jawaban didampingi oleh guru. Meskipun sederhana, siswa tampak begitu antusias melakukan permainan ini.
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
37
Mendekatkan Matematika dengan Kehidupan Nyata 2
1
3
(1) Para siswa di dalam kelompok aktif bekerjasama membuat benda bangun ruang yang sering dijumpai di rumah, (2) Hasil karya siswa dalam pembelajaran, (3) Siswa belajar di pabrik pembuatan peralatan masak yang sesuai dengan benda ruang yang dibuatnya.
P
embelajaran matematika seringkali menjemukan dan dianggap jauh dari realita kehidupan. Ini terjadi karena pembelajaran matematika sering terfokus pada menghafalkan fakta, mengolah rumus, dan kegiatan hitunghitungan. Belajar matematika lebih banyak bersifat prosedural (menjalankan prosedur).
Pembelajaran matematika seharusnya lebih bermakna. Mengingat sifat matematika yang universal dan sangat dekat dengan kebutuhan hidup seharihari, bahkan tidak ada satu pun dalam kehidupan ini yang lepas dari matematika, penulis tertarik untuk mengemukakan gagasan pembelajaran matematika yang mampu menjadikan matematika terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari.
38
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
Dalam rangka menjadikan matematika lebih bermakna, dan menjadikan matematika lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari, DBE3 sebenarnya telah mengenalkan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Inti dari pembelajaran kontekstual ini adalah menjadikan konteks sebagai alat pemicu belajar anak. Dengan mengkaji konteks, secara tidak langsung anakanak dibelajarkan matematika. Karenanya, kesan yang mengemuka adalah belajar konteksnya, bukan belajar matematika. Materi bangun ruang sebenarnya merupakan materi matematika yang sangat potensial untuk menunjukkan kedekatan matematika dengan kehidupan nyata. Di dalam kehidupan sehari-hari, sangat banyak benda yang cocok untuk digunakan dalam belajar matematika. Beberapa di antaranya adalah dandang atau periuk (tempat nasi), peralatan musik drum band, topi pak tani, dan kotak beras. Ajak anak-anak untuk membuat dandang (tempat nasi), drum band, topi pak tani, kotak beras dari bahan bekas. Untuk memudahkan pembuatannya (karena dalam kesempatan ini pelajarannya bukan tentang pelajaran keterampilan), kita bisa membantu mereka dengan membuatkan contoh jaring-jaringnya. Akan tetapi, kalau kita menginginkan agar mereka memiliki pemahaman yang cukup baik tentang luas, berikan kepada mereka satu bahan dengan luas tertentu, dan minta mereka membuat dandang, drum band, topi pak tani, kotak beras, dll dengan syarat luas permukaannya paling besar. Dengan cara demikian, di dalam membuat alat-alat tersebut, mereka akan mempertimbangkan dimensi ukuran dari masing-masing bangun ruang yang dibuatnya. Mereka tidak akan membuat seenaknya saja. Tentu akan lebih menarik lagi jika setelah selesai mengerjakan tugasnya, kepada mereka diberikan tugas untuk membandingkan luas permukaan masing-masing bangun ruang. Agar kemampuan berpikirnya berkembang, mungkin akan lebih baik jika sebelumnya mereka mendiskusikan terlebih dahulu aturan main menentukan luas dari bangun-bangun ruang tersebut. Semoga bermanfaat
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
39
Membelajarkan Persen dengan Tema “BELANJA DI TOKO”
B
elanja di Toko seringkali memberikan inspirasi yang mengasyikkan untuk pembelajaran persen (atau materi aritmatika sosial lainnya). Diskon pembelian di toko, baik yang dilakukan secara tunai atau cicilan, bisa menjadi inspirasi pembelajaran matematika yang kontekstual. Karena itu, kita bisa menggunakan tema BELANJA di TOKO untuk membelajarkan aritmatika sosial. Berikut ide yang penulis bayangkan. Pembelajaran bisa dimulai dengan memberikan apersepsi dan membangkitkan motivasi siswa, terutama dengan melihat manfaat pelajaran ini dalam kehidupan sehari-hari. Guru mengadakan tanya jawab tentang hal-hal penting yang menarik perhatian kalau seseorang sedang belanja di toko atau supermarket. Setelah siswa menyebutkan tentang diskon, yang biasanya dinyatakan dalam persen, guru memberikan contoh harga barang di
40
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
suatu toko, berikut dengan diskon yang berlaku untuk barang itu. Untuk menentukan harga sesudah diskon, guru bisa meminta siswa terlebih dahulu menentukannya secara individual, berpasangan, kelompok kecil, hingga secara klasikal. Cara lainnya adalah guru langsung memodelkan (secara klasikal) cara menghitung harganya. Untuk kegiatan awal pembelajaran, cara langsung pun boleh saja dilakukan. Setelah siswa cukup mengerti cara menghitung harga pembelian sesudah diskon, guru kemudian meminta siswa untuk duduk berkelompok. Sebagian ditetapkan sebagai kelompok pembeli dan sebagian lainnya sebagai kelompok penjual. Mereka diminta untuk bermain peran pelaksanaan jual beli suatu barang. Barang yang dijual hanya ada satu, tetapi diberi alternatif pembeliannya bermacammacam.
Kalau dibayar tunai, diberi harga A dengan diskon x %. Kalau dicicil selama 3 kali diberi harga B dengan diskon y %. Kalau dicicil 6 kali, diberi harga C dengan diskon z %. Pembeli dan Penjual kemudian diberikan sejumlah uang mainan tertentu. Tugas pembeli adalah menawar dan membeli barang itu dengan salah satu cara dari 3 cara yang disediakan dan harganya harus yang paling murah. Tugas penjual adalah merayu pembeli sehingga mampu menjual barang itu dengan harga yang setinggi-tingginya. Dalam waktu 15 menit, jual beli harus dihentikan, dan ditetapkan siapa pembeli yang paling hemat, dan siapa penjual yang paling lihai. Pembeli yang paling hemat diberi hadiah. Demikian pula dengan penjual yang paling lihai. Setelah kelompok menjalankan peran jual beli itu secara bergantian, para siswa bisa diberikan LKS untuk lebih memantapkan keterampilan mereka menghitung diskon, dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang terkait dengan diskon. Karena itu, di dalam LKS ini diberikan soal-soal yang menuntut siswa untuk berlatih dan melakukan refleksi. Di dalamnya, disediakan pula soal pemecahan masalah yang menuntut siswa menggunakan pemikiran tingkat tinggi. Selama siswa mengerjakan LKS ini, guru berkeliling melihat proses kerja siswa, dan mengadakan tanya jawab untuk memantau pemahaman mereka. Satu catatan penting, pada saat monitoring, menurut hemat penulis, fokus monitoring hendaknya diarahkan kepada mereka yang ditengarai kurang baik pemahamannya. Kalau dari hasil monitoring ini ternyata mereka ini memperlihatkan pemahaman yang baik, maka siswa yang lain bisa diharapkan memiliki pemahaman yang lebih baik lagi. Terimakasih. Selamat mencoba.
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
41
Ibu Nia membantu siswa melakukan proses percobaan di halaman sekolah.
Menghitung Tinggi Kayu Menggunakan Perbandingan Senilai Heny Kurnia, S.Pd, Guru Matematika SMPN 4 Tanjungbalai, Sumatera Utara
K
ayu bisa membantu dalam mempelajari matematika. Itu yang saya lakukan dalam Standar Kompetensi ”Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dan perbandingan dalam pemecahan masalah”. Dengan menggunakan kayu saya lebih mudah untuk memenuhi target Kompetensi Dasar: Menggunakan perbandingan untuk menyelesaikan masalah.
mengukur secara langsung. Setelah itu, saya mengajak siswa bermain di lapangan. Alat dan bahan yang telah mereka sediakan dari rumah dibawa serta. Selama empat puluh menit, siswa diminta melakukan langkah-langkah yang ada pada lembar kerja (LK). Setelah itu, selama 20 menit siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok. Mereka mendemonstrasikan cara menghitung tinggi tiang dengan perbandingan senilai.
Kayu yang saya gunakan sangat sederhana dan bisa diperoleh dengan mudah. Saya hanya meminta siswa mebawa pegangan (gagang) sapu yang sudah tidak terpakai lagi. Jika tidak ada, maka ranting kayu yang lurus bisa sebagai gantinya. Panjang kayu tidak boleh lebih dari 200 cm, agar siswa tidak kerepotan membawanya. Sedangkan media pendukung seperti alat ukur dan alat penggali tanah tersedia di Siswa menuliskan hasil percobaan sekolah. secara berkelompok.
Saya memulai pembelajaran dengan memberikan apersepsi selama lima menit. Di sini saya menyampakan bahwa pelajaran kali ini berhubungan dengan ’perbandingan senilai’. Saya memberikan motivasi agar siswa dapat memahami materi ini dengan baik. Saya yakinkan bahwa siswa mampu mengetahui tinggi sebuah bangunan atau tiang yang tinggi tanpa
42
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
Setelah presentasi kelompok selesai, saya memberikan penguatan kepada siswa selama lima menit. Saya kembali memper tegas metode penghitungan tinggi. Selanjutnya siswa diminta untuk membuat kesimpulan sendiri dan menuliskan jurnal refleksi. Proses pembelajaran berjalan lancar dan efektif.
Untuk pengembangan, pembelajaran ini bisa digunakan untuk melatih siswa dalam menghitung tinggi benda yang sering ditemui di lingkungan sekitarnya. Misalnya menghitung tinggi rumah, tinggi gedung bangunan bertingkat, tinggi tiang listrik, tinggi tower telekomunikasi, dan lain sebagainya. Selamat Mencoba.
Memanfaatkan Permainan Sudoku untuk Belajar Bilangan Bulat Dikembangkan dari Praktik yang dilakukan oleh Nur Khamimah, S.Pd, Fasilitator Daerah DBE3 Mojokerto, Jawa Timur
B
u Nur Khamimah S.Pd menceritakan bahwa beliau memanfaatkan permainan Sudoku untuk membelajarkan Bilangan Bulat di MTs Brawijaya. Beliau mengatakan bahwa dengan cara tersebut siswanya menjadi sangat termotivasi. Mereka asyik bermain-main dengan bilangan bulat. Sayangnya, bilangan yang digunakan adalah bilangan asli saja, dan itupun dari 1 hingga 9, persis seperti permainan sudoku aslinya. Akibatnya, mereka tidak berkesempatan belajar bilangan bulat. Mereka pun hanya mengurutkan bilangan saja sesuai aturan yang berlaku. Karena itu, penulis mencoba mengembangkan suatu gagasan pembelajaran yang memanfaatkan permainan Sudoku ini agar mereka belajar bilangan bulat. Pertama-tama, bilangan yang digunakan adalah bilangan campuran antara bilangan bulat positif, nol, dan negatif. Dalam hal ini, penulis menyarankan penggunaan bilangan -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4. Kalau sudah mahir dengan bilangan-bilangan ini, kita bisa menggunakan bilangan-bilangan bulat yang
terdiri dari dua angka, tiga angka atau yang lain. Kedua, setelah siswa berhasil mengisi semua kotak sesuai dengan aturan main Sudoku, para siswa diminta untuk melakukan eksplorasi. Kepada mereka diberikan LKS, yang didalamnya mereka diminta untuk: 1. menghitung jumlah mendatar di setiap baris, menghitung jumlah vertikal di setiap kolom, dan menghitung jumlah diagonal; 2. memilih salah satu dari 9 kelompok 3 x 3 bilangan, dan menghitung sekali lagi jumlah mendatar, vertikal, dan diagonalnya; 3. menemukan salah satu sifat menarik untuk disampaikan kepada kelas (open ended) Pembelajaran bisa diteruskan dengan meminta anak untuk menyajikan temuannya, atau dengan teknik sharing lainnya (kunjung karya, karya kunjung, dll). Dengan cara ini, para siswa diharapkan belajar tentang bilangan bulat sambil bermain. Nuansa bermain ini diharapkan membuat mereka merasa asyik dalam belajar matematika.
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
43
Teorema Pythagoras untuk Pemecahan Masalah Didin Mahpudin, Guru SMPN 4 Pagaden, Subang dan Ence Tajudin Guru SMPN 2 Panggarangan, Lebak, Banten SK nomor 3: Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah. KD nomor 3.1: Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku. Langkah-langkah pembelajaran yang bisa kita lakukan adalah sebagai berikut, Sebagai pengantar (10 menit), guru memberitahukan bahwa dalam kegiatan selama 80 menit peserta akan menemukan: (a) panjang sisi segitiga siku-siku dengan berbagai ukuran dan (b) hubungan panjang sisi segitiga siku-siku.
Pada kegiatan inti (60 menit), siswa mengerjakan LK yang telah disediakaan secara berkelompok dan mereka kemudian memajang hasil karyanya (20 menit). Siswa menyajikan hasil karya kelompok untuk disajikan dan mendapat tanggapan dari kelompok lain (40 menit).
Pada bagian akhir, siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan mengenai cara penggunaan teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah. Guru juga bersama para siswa melakukan refleksi pembelajaran guna mengukur tingkat keefektifan pembelajaran. Sebelum pulang, siswa juga didorong untuk menerapkan hukum Pythagoras dalam kehidupan.
44
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
45
Luas Muka dan Volume Kubus, Balok, Prisma, dan Limas Sopiandi Resmana, Guru MTs At-Ta’awun, Garut, Jawa Barat
SK nomor 5: Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas dan bagian-bagiannya serta menentukan ukurannya KD nomor 5.3: Menghitung luas permukaan dan volum kubus, balok, prisma dan limas Proses Belajar tujuan pembelajaran; l Membahas manfaat mempelajari materi ini dalam kehidupan sehari-hari; l Guru dan siswa bertanya jawab untuk mengingat l Membahas
46
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
cara dan rumus penghitungan volum kubus dan balok; l Siswa bekerja dalam kelompok untuk mengidentifikasi wadah mana yang tercepat untuk mengisi bak air; l Siswa dalam kelompok menghitung perbedaan volum wadah berbentuk kubus dengan wadah berbentuk balok; l Siswa melakukan refleksi mengenai materi yang telah dipelajari; l Pembahasan tugas pengembangan untuk kegiatan di rumah.
?
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
47
C
48
SERBA SERBI
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
L
embar kerja (LK) merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan guru sewaktu mengajar. LK yang baik mendorong siswa untuk antara lain melakukan penemuan, penyelidikan, pemecahan masalah, berimajinasi, dan mengkreasi; daripada hanya sekedar melakukan apa yang diperintahkan di LK.
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
49
Meningkatkan Kepercayaan Diri Anggota Kelompok Q
P
S
uatu saat aku memberikan soal pemecahan masalah tentang segitiga kepada siswa-siswaku. Aku minta mereka mengerjakan dalam kelompok, dan soalnya adalah sebagai berikut:
9
T
a Pada persegipanjang berikut ini. Jika angka-angka a, b, dan c pada gambar tersebut menyatakan panjang sisisisi yang bersesuaian (dalam cm), berapakan jumlah jarak dari T ke PS dan T ke SR (dalam dm).
b
S
16 c
Ternyata, di setiap kelompok, selalu saja ada siswa yang pasif, dan tidak berpartisipasi. Mereka hanya menonton teman-temannya bekerja dan tidak berkontribusi sama sekali. Kudekati mereka yang pasif, dan kutanya dengan sabar dari hati ke hati. “Mengapa tidak berpartisipasi? Mengapa diam saja?”. Ternyata jawaban mereka hampir sama. “Tidak bisa pak.” Akupun bertanya lebih lanjut “Kalau kalian bisa apakah ada jaminan bahwa kalian akan aktif berpartisipasi dalam diskusi kelompok?” Mereka pun menjawab “Pasti, pak. Kalau kami bisa, maka kami akan bangga sekali. Apalagi kalau kami kelihatan hebat di mata teman-teman yang biasanya lebih pandai.” Maka akupun berinisiatif. Kupanggil masing-masing satu orang dari setiap kelompok, terutama mereka yang biasanya agak kurang pandai, untuk ke luar dari kelas. Kukumpulkan mereka, dan kuadakan tanya jawab yang dengan itu akhirnya mereka bisa menjawab soal itu. Mereka mengangguk-angguk melihat bahwa ternyata penyelesaiannya sederhana. Ketika mereka kutanya “Apakah kalian sudah mengerti?”, secara serempak mereka mengatakan “Sudah, pak.”. Ketika kutanyakan lebih lanjut, “apakah kalian mampu menerangkan kepada teman-teman kalian?”, sebagian dari mereka ragu, tetapi sebagian dari mereka mengatakan “mampu”. Setelah kuulangi lagi penjelasannya dan mereka kemudian memperoleh keyakinan tinggi untuk menjelaskannya kepada temannya, akupun meminta mereka untuk kembali ke kelompok dan berpartisipasi dengan memeriksa jawaban temannya serta memberikan penjelasan tentang cara yang sudah diperolehnya dariku. Ketika mereka kembali ke kelompok, ternyata hampir semua mampu menjelaskan kepada teman-teman di kelompoknya. Teman-temannya pun terlihat sepenuh hati mendengarkan penjelasan dan bertanya kalau dipandang perlu. Diskusi kelompok terlihat berjalan dengan baik. Anak yang semula pasif, menjadi aktif. Hebatnya lagi, sejak saat itu, mereka menjadi lebih percaya diri, dan tidak segansegan bertanya kepada temannya kalau memang tidak mengerti. Mereka juga berani bertanya kepada guru soal-soal lain yang mereka cari dari tempat lain. Sungguh, semangat belajar yang berkembang.
50
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
R
Lembar Kerja yang Membuat Siswa Berpikir Tingkat Tinggi
L
embar kerja (LK) di atas adalah buatan Bapak Ngatman, guru MTsN Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah. Untuk menyelesaikan persoalan yang dikemukakan dalam lembar kerja tersebut siswa dituntut untuk menerapkan pemahaman tentang lingkaran. Pemahaman tentang apa sajakah itu? Selain pemahaman tersebut, yang lebih penting adalah logika berpikir tentang apa saja yang harus dicari sehingga panjang kawat keseluruhan dapat dihitung. Di samping kanan adalah hasil pengembangan lembar kerja tersebut. Coba bandingkan dengan LK asal, apa sajakah yang dituntut dari siswa oleh LK hasil pengembangan ini?
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
51
Lebih Mudah Mengerjakan Soal Matematika Liana Zahara (13) itu nama saya. Sekarang saya belajar di SMP Negeri 2 Binjai-Sumatera Utara. Saat menulis cerita ini, saya tengah menyiapkan diri menghadapi final kompetisi matematika PASIAD se-Indonesia.
M
engikuti kompetisi bukan perkara gampang bagi saya. Selain banyak pesaing, soal-soal yang disajikan juga beragam. Tidak mudah untuk mengerjakannya. Ini benarbenar kompetisi yang ketat. Saya cukup tertolong dalam persiapan. Metode pembelajaran yang dijalankan di sekolah banyak membantu saya. Di sekolah kami belajar secara berkelompok. Dalam kelompok kami dibiasakan untuk bertukar pendapat. Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa. Kami bisa menerima itu dengan baik. Hal yang menyenangkan dalam belajar berkelompok adalah kami bisa berbagi pengetahuan. Soal-soal matematika yang rumit, misalnya, bisa kami selesaikan bersama-sama. Jika saya kurang mengerti cara menyelesaikan salah satu soal, saya bisa bertanya kepada kawan saya yang lebih paham. Dia akan membantu saya bagaimana mengerjakannya. Cara dia menjelaskan juga lebih sederhana sehingga saya lebih cepat mengerti. Begitu pula sebaliknya, jika saya yang
52
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
lebih mengerti maka saya akan membantunya. Cara belajar di sekolah kami memang berbeda. Hubungan kami dengan guru terasa lebih dekat. Kami diijinkan untuk mengemukakan pendapat. Ruang kelas kami juga tampak berbeda. Banyak karya kami ditempel di seluruh permukaan dinding kelas. Ruang kelas kami seperti itu membuat saya lebih nyaman mempersiapkan diri. Saya pun lebih percaya diri untuk menghadapai kompetisi. Semoga saya berhasil!
Replikasi BTL 2 di MTs N Karangtengah, Demak, Jawa Tengah
Pembelajaran Penyajian Data Statistika dengan Model Proyek
P
embelajaran matematika dengan tujuan pembelajaran menyajikan data dengan tabel, diagram batang dan diagram garis dirancang untuk melatih siswa mampu mengkomunikasikan hasil pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat bekerja sama antar anggota kelompok yang pada gilirannya siswa mampu mencapai kecakapan sosial. Orientasi pembelajarannya adalah kerja proyek, yaitu menugaskan siswa untuk melakukan investigasi, perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengelolaan, dan penyajian data yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Sebagai madrasah, MTs Negeri Karangtengah juga berkeinginan untuk meningkatkan kompetensi guru-guru khususnya
mata pelajaran matematika dengan mengadakan replikasi madiri. Siswa didorong
menggunakan tempat parkir dan plat nomor sepeda motor sumber belajar. Guru memulai pelajaran dengan melakukan tanya jawab tentang manfaat belajar statistika dan penyajian data. Sebagai connection, guru memperlihatkan contoh diagram garis dan diagram batang pada koran atau surat kabar. Dari hasil pengamatan contoh diagram tersebut siswa secara berkelompok keluar kelas menuju tempat parkir untuk mencatat angka satuan atau ribuan plat nomor sepeda motor. Data hasil pengamatan dicatat di lembar kerja dan didiskusikan di dalam kelompok, untuk membuat tabel, diagram garis, dan diagram batang. Tidak lupa setiap kelompok membuat karya siswa dalam bentuk diagram batang dan garis nomor satuan atau nomor ribuan plat nomor bapak/ibu guru dan karyawan MTs Negeri Karang Tengah Demak.
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
53
BTL 2 dan 3 Menjawab Peran Guru dalam Mengembangkan Potensi Siswa Yadi Suyanto, Distrik Fasilitator Grobogan, Jawa Tengah
D
alam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang sistem pendidikan Nasional, Pasal 39, ayat 2, Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta pengabdian kepada masyarakat . Sedangkan dalam pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi siswa yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat yang istimewa. Berdasarkan ketentuan tersebut dan pengalaman kami setelah mengikuti pelatihan dan pendampingan, BTL 2 dan 3 mampu menjawab dan memberikan pelatihan Guru berperan yang sangat besar dalam megembangkan potensi belajar siswa, seperti yang ada dalam BTL 2 Unit 2A dan BTL 3 Unit 2A tentang bagaimana seorang Guru dapat merumuskan pertanyaan tingkat tinggi yang dikemas pada Lembar Kerja sehingga siswa diarahkan pada proses belajar kreatif dengan menggunakan proses berpikir divergen (proses berpikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) maupun proses berpikir konvergen (proses berfikir mencari
54
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
jawaban tunggal yang paling tepat). Hal ini ketika kami melakukan pendampingan ke berbagai sekolah Mitra dan non Mitra (sekolah replikasi) ternyata para Guru mencoba untuk merumuskan pertanyaan tingkat tinggi yang dijabarkan pada lembar kerja dan mempraktikan dalam proses pembelajaran hasilnya mampu memicu siswa untuk menyelidiki, menemukan, memecahkan masalah dan mengkreasi. Dalam pelatihan BTL 2 Unit 3 dan BTL 3 Unit 2b yang mengupas tentang bagaimana Guru menggunakan lingkungan dan media yang merupakan potensi sumber belajar yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran,
dalam kontek ini pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa Guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dari pada sebagai pengarah yang menentukan segala galanya bagi siswa. Sebagai fasilitator guru lebih banyak mendorong siswa (motivator) untuk mengembangkan inisiatif dalam menjajagi tugas-tugas baru. Guru harus bersifat lebih terbuka menerima gagasan-gagasan siswa dan lebih berusaha menghilangkan ketakutan dan kecemasan siswa yang menghambat pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif. Suasana belajar yang kooperatif dan berlatih untuk memecahkan masalah seperti yang dilatihkan dalam BTL 2 unit 2A dan 2C dari hasil pengamatan kami di lapangan ternyata sangat digemari para siswa dan Guru dan ini sepertinya sudah menjadi suatu kebiasaan pada sekolah-sekolah mitra dan replikasi DBE3 karena menurut beberapa guru yang kami dampingi, hal ini sangat memungkinkan siswa mengembangkan seluruh potensi kecerdasannya secara optimal. Suasana kegiatan belajar yang menarik, interaktif, merangsang kedua belahan otak siswa secara simbang, memperhatikan keunikan setiap siswa, melibatkan partisipasi aktif siswa, dan membuat seluruh potensi siswa berkembang secara optimal. Pemajangan hasil karya siswa dalam BTL 2 merupakan pelatihan yang sangat tepat untuk mengapresiasi kompetensi siswa dan pembelajaran kecakapan hidup antara lain mencakup aspek personal dimana seorang siswa dituntut untuk mampu mempresentasikan hasil pemikiran baik itu individu maupun mewakili kelompoknya di hadapan teman-temannya. Aspek akademik yang menuntut peran siswa untuk berpikir
secara runtut dan logis, aspek sosial menuntut siswa untuk bekerja kooperatif sehingga membuahkan hasil karya yang optimal. Hal seperti ini tampak sekali nuansanya pada sekolah mitra dan replikasi yang pernah kami kunjungi di Kabupaten Grobogan tampak hasil karya dipajang baik itu di dalam maupun di luar kelas, dan hasil karya siswa yang dipajang sebenarnya dapat dijadikan sebagai sumber belajar bersama semua warga sekolah bahkan ada sekolah yang memiliki tempat tersendiri untuk mengkoleksi hasil karya tersebut dan sebagai bukti bahwa guru memiliki peran yang sangat besar untuk mengembangkan kemampuan potensi siswa adalah ketika ada showcase di tingkat kabupaten maupun provinsi. Bagaimana hasil karya siswa?....???... lua…ar….ar biasa, dan jangan lupa selanjutnya tugas guru adalah mengembangkan potensi siswa menjadi kemampuan yang maksimal.
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
55
Domino Pecahan Alat Peraga Ibu Arfi Wahyuni, Guru Matematika Ku Fatur Rizky Pulungan, Siswa Kelas VIII-4 MTsN Lubuk Pakam, Sumatera Utara
K
ami bermain kartu domino di kelas. Tapi kami tidak sedang bermain judi. Kartu yang kami mainkan berhubungan dengan pembelajaran. Ibu Arfi membuat kartu ini untuk memudahkan kami memahami pecahan senilai. Kartu yang kami pakai tidak berbeda dengan kartu domino biasa yang berumlah 28 kartu. Tapi tanda-tanda dalam kartu itu yang berbeda. Nilai pada kartu domino biasa ditentukan oleh banyak lingkaran. Maka pada kartu Ibu Arfi, lingkaran diganti dengan lambang bilangan pecahan.
56
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
Cara bermain domino matematika juga tidak beda. Pada kartu domino, urutan kartu ditentukan dari jumlah nilai yang sama. Demikian juga pada kartu ibu Arfi. Perbedaannya sangat sederhana. Misal, jika kartu yang diletakkan bernilai 1/2 , maka saya harus mencari kartu dengan nilai yang sama. Saya bisa menggunakan 2/4 atau 3/6. Permainan ini semakin menarik karena ada kompetisi. Kami harus berlomba menghabiskan kartu secepat mungkin. Siapa yang lebih dulu menghabiskan kartu maka ia yang menang. Agar menang kami harus berpikir cepat dan tepat. Ini sungguh mengasikkan. Tawa kami sering meledak, karena kami silap menghitung nilai pecahan. Begitu pula ketika menang, kami gembira tidak ketulung. Asyik. Kini kami sering memainkan domino matematika. Semakin sering kami bermain, semakin cepat kami dapat menghitung pecahan senilai.
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
57
Buat Meja Yuk!
Perhatikan tampak atas sebuah meja seperti terlihat pada gambar. Bagian meja yang berbentuk lingkaran dan berwarna coklat/hitam terbuat dari kayu jati, sedangkan bagian meja yang berbentuk persegi terbuat dari kaca. Jika diameter meja tersebut 98 cm, tentukanlah luas dari: l Kaca yang dibutuhkan? l Kayu jati yang diperlukan? Buatlah desain benda yang memadukan dua bangun datar dari bangun datar berikut: lingkaran, persegi, atau bidang datar lainnya. Tentukan pula ukuran dan kebutuhan bahannya.
58
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
Melalui DBE 3, Matematika Menemukan Rumahnya Kembali Nunung Komariah, S.Pd, Guru Matematika MTs Al-Rohmah Karangpawitan, Garut, Jawa Barat
S
aya sebagai guru matematika telah lama merasakan ketidakpuasan menyaksikan hasil proses pembelajaran matematika yang saya lakukan. Hasil belajar siswa rendah dan motivasi mereka untuk mengikuti pelajaran matematika rendah. Pada saat pembelajaran berlangsung, yang aktif dalam diskusi maupun menyelesaikan soal-soal hanya siswa yang tergolong cerdas itupun satu hingga dua orang saja dalam setiap kelas. Kondisi ini kadang membuat saya frustasi. Berdasarkan pengamatan dan hasil bincang-bincang dengan siswa, saya mengetahui bahwa ternyata Siswa mempersentasikan hasil kerja kelompok. matematika di mata mereka adalah mata pelajaran yang kurang perlahan saya menemukan pencerahan dan saya menyenangkan untuk dipelajari dan bahkan menemukan jawaban atas pertanyaan yang selama cenderung ditakuti dan dihindari siswa. ini mengganggu saya. Di samping itu muncul Berdasarkan fakta tersebut bergelayut pertanyaan yang selalu mengganggu pikiran saya: Mengapa siswa berpendapat demikian? dan bagaimana agar pelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan untuk dipelajari? Dalam rangka menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut, saya sering bertanya pada rekan-rekan guru yang saya anggap mampu menjawabnya, sedikit membaca buku, atau mempraktikkan dalam pembelajaran ide-ide yang saya peroleh dari rekanrekan guru atau ide saya sendiri. Dari kegiatankegiatan yang saya lakukan itu sebagian saya menemukan jawaban dan sebagian lagi tidak. Sementara masih dalam proses pencarian, bergema sebuah istilah yang baru saya dengar ”Decentralized Based Education (DBE) 3”. Melalui serangkaian pelatihan yang dilaksanakan, mulai dari Better Teaching and Learning 2 (BTL 2) hingga BTL 3 yang saya ikut di dalamnya sebagai peserta, secara
semangat baru dalam diri saya sebagai seorang guru dan memperoleh banyak keterampilan baru yang sebelumnya tidak saya miliki. Melalui kegiatan-kegiatan dalam pelatihan DBE, kami diajari banyak hal diantaranya adalah tentang perubahan sikap dan pola pikir dalam mengajar. Dulu, kami mengajar semata-mata adalah bagaimana agar siswa mampu memahami dan mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Istilah karya siswa tidak kami kenal dalam pelajaran matematika. Karya siswa kami anggap hanya sesuai untuk mata pelajaran keterampilan. Namun kini, kami sadar bahwa karya siswa merupakan salah satu bukti hasil belajar siswa yang sama pentingnya dengan kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal yang kami berikan. Karya siswa yang dihasilkan tidak berhenti sampai di situ saja namun kami pilih yang terbaik dan dipajangkan di dinding kelas pada tempat yang telah disiapkan sebelumnya. Tujuan pemajangan
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
59
Siswa bekerja bersama-sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Proses kerja kelompok ini melatih siswa memecahkan masalah bersama-sama. Siswa bisa berbagi pengatahuan dan pengalamannya. tersebut adalah di samping sebagai sumber belajar juga sebagai bentuk penghargaan kepada siswa atas karyanya. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan ternyata sikap siswa lebih antusias dalam belajar. Mereka termotivasi untuk menghasilkan karya yang terbaik, untuk menyampaikan pendapatnya dalam diskusi, dan banyak lagi hal positif lain ditunjukkan siswa yang sebelumnya jarang terjadi di kelas kami. Bentuk lain dari perubahan pola pikir yang kami alami adalah pada Lembar Kerja (LK). Dulu, kami menganggap LK kurang bermanfaat bagi pembelajaran. LK yang kami gunakan pada umumnya diperoleh di pasaran dan tidak pernah ada upaya untuk menganalisis apakah LK tersebut sesuai dengan Standar Isi matematika atau tidak, apakah sesuai dengan konteks lingkungan siswa di sekolah kami atau tidak. Ringkasnya kami hanya menggunakan LK yang kami peroleh di pasaran tanpa keinginan mengetahui lebih lanjut apa dan bagaimana isi dari LK itu. Kini, kami menganggap bahwa LK adalah bagian penting dari proses pembelajaran di kelas. LK sangat membantu dalam pencapaian kompetensi yang akan kami belajarkan. Dengan demikian LK harus sesuai dengan konten dan konteks keseharian siswa. Konsekwensinya adalah kami harus menganalisis LK yang sudah ada dan ujung-ujungnya kami harus
60
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
membuat sendiri LK yang akan kami gunakan karena hampir tidak ada LK yang ada di pasaran yang sesuai dengan harapan kami. Melalui latihan dan diskusi dengan teman-teman alumni pelatihan BTL 2 dan BTL 3, akhirnya kami dapat merumuskan berbagai LK matematika yang telah kami cobakan di kelas. LK yang kami buat tersebut jauh berbeda dengan LK yang ada di pasaran. Di samping LK yang kami buat kami sesuaikan dengan standar isi juga kami arahkan agar LK tersebut dapat menghasilkan karya siswa. Sebagai contoh, saya buat sebuah LK untuk materi mencari Luas Lingkaran. Di dalam LK terdapat beberapa perintah seperti dibawah ini: l Buatlah sebuah lingkaran dan bagi kedalam 16 juring yang sama bentuk dan ukuran, kemudian potong. l Bagilah setiap juring menjadi 2 potongan yang sama besar. l Susun kembali potongan-potongan tersebut sehingga membentuk sebuah persegi panjang. l Selidiki luas persegi panjang tersebut dengan memperhatikan unsur-unsur lingkaran (jari-jari dan dan keliling lingkaran). Semua siswa mengerjakan perintah-perintah tersebut, dengan mudah saya membantu dan mengarahkan siswa untuk menemukan hasil yang akan dicari.
Pada saat itu terlihat sekali kebanggaan di raut muka mereka ketika menyelesaikan pekerjaannya yaitu menemukan rumus luas lingkaran. Mereka dengan penuh semangat segera mengacungkan tangan seraya berkata lantang “Bu, saya sudah selesai!!” atau secara tidak sengaja saya mendengar kata “a ha!” dan hal-hal lain yang sebelumnya jarang dirasakan. Berdasarkan pengamatan tersebut dapat saya disimpulkan bahwa LK yang kami buat tersebut dapat merangsang dan menggiring mereka untuk berfikir dan berbuat (learning by doing) sehingga pembelajaran terpusat pada siswa. Saya merasa bahwa saat pembelajaran berlangsung, saya tidak lagi banyak memberikan informasi dalam bentuk ceramah seperti sebelumnya namun saya lebih banyak berperan sebagai fasilitator.
Suasana pembelajaran di kelas terasa menyenangkan. Saya sebagai guru bersemangat membelajarkan siswa, mereka sebagai siswa bersemangat mengikuti proses pembelajaran. Hubungan kami dengan siswa terasa sangat dekat. Kami ibarat sebuah keluarga. Saya ibunya, mereka anak-anak saya. Kelas adalah rumah kami. Kami sadar bahwa rumah harus menjadi surga bagi kami. Oleh sebab itu kami harus meningkatkan eksistensi kami sebagai “tuan rumah” Di rumah kami, kami dapat meningkatkan rasa bangga. Kami nyaman melakukan aktivitas kami sehari-hari. Maka dengan bangga kami mengatakan, “Inilah rumah kami.”
Siswa maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok.
Praktik yang Baik: Pembelajaran Bermakna Matematika
61