FUSI GEN KITINASE Aeromonas caviae WS7b DENGAN PROMOTOR sigB DARI Bacillus subtilis 168 DAN EKSPRESINYA PADA Escherichia coli
ADE SAPUTRA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRAK ADE SAPUTRA. Fusi Gen Kitinase Aeromonas caviae WS7b dengan Promotor sigB dari Bacillus subtilis 168 dan Ekspresinya pada Escherichia coli . Dibimbing oleh GIYANTO. Hama dan penyakit adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh petani dalam sistem pertanian. Banyak metode pengendalian yang dilakukan oleh petani untuk mengurangi kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit, salah satunya adalah penggunaan agens antagonis. Di alam, banyak organisme yang berpotensi menjadi agens antagonis bagi patogen tanaman. Organsime yang memiliki potensi tersebut dan digunakan dalam penelitian ini adalah Aeromonas caviae WS7b. Bakteri ini mampu mengendalikan beberapa cendawan patogen tanaman. Bakteri ini memiliki gen yang mampu menghasilkan enzim kitinase, yaitu gen chiA. Enzim ini mendegradasi dinding sel cendawan yang tersusun dari kitin. Tetapi bakteri ini tidak dapat langsung dilepas di alam sebagai agens antagonis karena bakteri ini bersifat patogen pada manusia. Sehingga perlu dilakukan rekayasa genetik terhadap gen chiA tersebut. Gen chiA ini akan digabung dengan promotor gen sigB yang terdapat pada Bacillus subtilis 168, gen sigB ini akan terekspresi sebagai respon terhadap cekaman lingkungan secara umum. Sehingga gen chiA ini akan terekspresi saat bakteri berada dalam cekaman lingkungan. Tahap awal penelitian ini adalah ekstraksi DNA total dari Bacillus subtilis 168 dan Aeromonas caviae WS7b dengan metode yang berbeda untuk masing-masing bakteri. Kemudian dilakukan amplifikasi terhadap gen chiA dan promotor gen sigB menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Fragmen promotor sigB dan chiA berhasil diamplifikasi dengan PCR. Tahap berikutnya adalah penyiapan plasmid pDL2 yang akan digunakan sebagai pembawa gen rekombinan. Plasmid pDL2 diperbanyak dengan cara mentransformasikannya ke dalam bakteri Escherichia coli DH5 . Kemudian bakteri E. coli tersebut diperbanyak pada media nutrient agar (NA) yang mengandung ampisilin dengan konsentrasi 50 µg/ml. E. coli DH5 yang telah tertransformasi oleh pDL2 dibiakan pada media ampisilin dengan konsentrasi yang sama dengan saat melakukan trasnformasi. Plasmid yang telah diperbanyak dalam sel bakteri E. coli DH5 , kemudian diekstraksi. Hasil amplifikasi fragmen promoter sigB dan chiA, dipotong menggunakan enzim restriksi. Promoter gen sigB dipotong menggunakan enzim restriksi HpaI dan NheI, sedangkan gen chiA dipotong menggunakan NheI dan ApaI. Promotor gen sigB dan chiA digabungkan dengan enzim ligasi. Kedua fragmen tersebut telah berhasil digabungkan, sehingga menjadi gen rekombinan. Plasmid pDL2 yang telah dipurifikasi, dipotong menggunakan dua enzim restriksi, yaitu HpaI dan ApaI, sehingga membentuk ujung yang sama dengan gen rekombinan. Kemudian gen rekombinan yang telah dihasilkan sebelumnya, digabungkan dengan plasmid dan direkatkan dengan enzim ligasi. DNA rekombinan yang telah disambungkan dengan plasmid, berhasil ditransfomasikan ke dalam sel bakteri E. coli DH5 . Bakteri transforman ini menunjukkan aktivitas kitinase pada media kitin, karena di sekitar koloni bakteri transforman tersebut terbentuk zona bening. Hal ini menandakan bahwa gen kitinase A. caviae WS7b mampu terekspresi dengan baik di bawah promotor sigB dari B. subtilis 168.
FUSI GEN KITINASE Aeromonas caviae WS7b DENGAN PROMOTOR sigB DARI Bacillus subtilis 168 DAN EKSPRESINYA PADA Escherichia coli
ADE SAPUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Penelitian Nama Mahasiswa
: Fusi Gen Kitinase Aeromonas caviae WS7b dengan Promotor sigB dari Bacillus subtilis 168 dan Ekspresinya pada Escherichia coli : Ade Saputra
NRP
: A34053156
Disetujui Pembimbing
Dr. Ir. Giyanto, MSi. NIP: 19670709 199303 1 002
Diketahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP: 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus : 23 November 2009
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 6 Oktober 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Reddy Susanto dan Nunik Kustianti. Penulis menyelesaikan sekolah di SMUN 6 Surabaya pada tahun 2005 dan diterima di IPB melalui jalur UMPTN pada tahun yang sama. Pada tahun kedua masuk ke Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah penulis pernah mengikuti lomba karya tulis dalam bidang penelitian, seminar dan kepanitiaan serta organisasi sebagai anggota ITRC (Insect Teaching & Research Collection) (2007). Selain itu penulis juga pernah magang di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman (2007), menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Entomologi Umum dan Dasar-Dasar Proteksi Tanaman.
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya, penelitian yang berjudul “ Fusi Gen Kitinase Aeromonas caviae WS7b dengan Promotor sigB dari Bacillus subtilis 168 dan Ekspresinya pada Escherichia coli” dapat diselesaikan oleh penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan adikku tercinta (Reddy Susanto H, Nunik Kustianti dan Evi Yulianti), Dr. Giyanto, Dr. Kikin H Mutaqin, Dr. Tri Asmira Damayanti, Dr Dadan Hindayana, dan rekan-rekan Laboratorium Bakteriologi (Mbak Didi, Mbak Saksak, Mas Eko, Mbak Sulis, Mbak Nisa, Mbak Methy, Mbak Reni, Mbak Anggie, Mbak Ika, Mas Hakim, dan Mas Yoyo) serta teman-teman DPT’42 yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian.
Bogor, November 2009
Ade Saputra
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3 Manfaat Penelitian .............................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA Bacillus subtilis Sebagai Agens Hayati ............................................... Aeromonas caviae................................................................................ Teknologi DNA Rekombinan ............................................................. Enzim Kitinase ................................................................................... BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu .............................................................................. Uji aktivitas kitinase A. caviae WS7b dan B. subtilis 168 ..................... Uji potensi antagonisme A. caviae WS7b dan B. subtilis 168 terhadap cendawan patogen ............................................................................... Preparasi DNA kromosom dan plasmid pDL2 Ekstraksi DNA kromosom A. caviae WS7b .................................. Ekstraksi DNA Bacillus subtilis 168 ............................................ Amplifikasi Gen chiA dan promotor sigB Amplifikasi promotor sigB dengan PCR ...................................... Amplifikasi promotor sigB dengan PCR ...................................... Purifikasi fragmen chiA dan promotor sigB ................................. Penyambungan fragmen promotor sigB dan chiA Pemotongan fragmen promotor sigB dan chiA ............................ Ligasi fragmen promotor sigB dan chiA ....................................... Penyisipan fragmen sigB-chiA pada plasmid pDL2 Pemotongan dan purifikasi plasmid pDL2 .................................... Ligasi fragmen sigB-chiA dengan pDL2 ....................................... Transformasi plasmid rekombinan pada E. coli DH5 Penyiapan E. coli DH5 kompeten .............................................. Transformasi plasmid rekombinan ke dalam E. coli DH5 ........... Pengujian aktivitas kitinase transforman E. coli DH5 ........................ HASIL DAN PEMBAHASAN Uji aktivitas kitinase A. caviae WS7b dan B. subtilis 168 ..................... Uji potensi antagonisme A. caviae WS7b dan B. subtilis 168 terhadap cendawan ............................................................................................ Ekstraksi DNA A. caviae WS7b dan B. subtilis 168 ............................ Amplifikasi promotor sigB dengan PCR ............................................. Amplifikasi fragmen chiA dengan PCR .............................................. Penyambungan fragmen promotor sigB dan chiA ...............................
4 5 7 7 8 8 8 9 9 10 11 11 12 13 14 15 15 15 16 17 17 19 20 22 24
Penyisipan fragmen sigB-chiA pada plasmid pDL2 ............................. 25 Transformasi plasmid rekombinan ke dalam E. coli DH5 .................. 26 Pengujian aktivitas kitinase transforman E. coli DH5 ........................ 27 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................... 28 Saran .................................................................................................. 28 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 29
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1
Aktivitas enzim kitinase A. caviae WS7b pada media kitin .......
6
Gambar 2
Skema uji dual culture antara bakteri dan cendawan uji ............
9
Gambar 3 Uji aktivitas kitinase E. coli transforman dan E. coli pembawa pDL2 pada media kitin .............................................................. 16 Gambar 4
Aktivitas kitinase A. caviae WS7b pada media agar kitin ........... 17
Gambar 5 Uji dual culture Pythium sp dengan B. subtilis 168 dan A.caviae WS7b ....................................................................................... 18 Gambar 6 Uji dual culture R. solani dengan B. subtilis 168 dan A.caviae WS7b ....................................................................................... 18 Gambar 7 Uji dual culture F. oxysporum dengan B. subtilis 168 dan A.caviae WS7b ......................................................................... 19 Gambar 8
Hasil ekstraksi DNA total A. caviae WS7b dan B. subtilis 168 .. 20
Gambar 9 Hasil amplifikasi fragmen promotor sigB.................................... 21 Gambar 10 Sekuen nukleotida promotor sigB .............................................. 22 Gambar 11 Hasil amplifikasi fragmen gen chiA .......................................... 23 Gambar 12 Sekuen nukleotida fragmen gen chiA dengan ukuran 2,9 kb ...... 24 Gambar 13 Situs restriksi pada fragmen promotor sigB ............................... 24 Gambar 14 Situs restriksi pada fragmen promotor chiA .............................. 25 Gambar 15 Hasil penggabungan fragmen sigB-chiA ................................... 25 Gambar 16 Hasil pemotongan plasmid pDL2 .............................................. 25 Gambar 17 Skema hasil penggabungan fragmen sigB-chiA dengan pDL2 .. 25 Gambar 18 Skema letak fragmen DNA rekombinan pada plasmid pDL2 .... 26 Gambar 19 Hasil transformasi plasmid pDL2 ke dalam bakteri E. coli DH5 (a) Kontrol (b) pDL2 pembawa DNA rekombinan ......... 26 Gambar 20 Aktivitas kitinase E. coli DH5 transforman pada media kitin .. 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Hama dan penyakit merupakan salah satu masalah utama dalam sistem pertanian. Teknik pengendalian yang digunakan oleh petani untuk mengatasi masalah ini, antara lain dengan pestisida, kultur teknis, mekanis, dan menggunakan musuh alami. Namun, pengendalian terhadap hama dan penyakit yang paling sering dilakukan oleh petani adalah pengendalian secara kimiawi. Penggunaan pestisida secara tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah di lingkungan. Menurut Delph (1994), fungisida yang telah dipergunakan oleh masyarakat Jepang selama bertahun-tahun dan pada tahun 1971 terjadi resistensi pada fungisida berbahan aktif kasugamicin dan diikuti oleh beberapa jenis fungisida lainnya, seperti benzimidazole, dicarboximid, organofos, oksicarboksin, sterptomicin, dan lain-lain. Penggunaan agens hayati di lapangan merupakan salah satu alternatif pengendalian terhadap hama dan penyakit tanaman. Penggunaan agens hayati di lapangan memiliki beberapa
keuntungan, antara lain
meningkatkan produktivitas tanaman dengan sumberdaya yang ada, mencegah terjadinya resistensi pathogen terhadap bahan kimia, aman bagi lingkungan, sesuai dengan konsep pertanian berkelanjutan (Cook & Baker 1996). Menurut Soglio et al.. (1998), Trichoderma harzianum Th008 mampu menghambat pertumbuhan cendawan Rhizoctonia solani pada perakaran kedelai. Selain menjadi agens pengendali hayati, juga ada yang mikroorganisme yang menjadi pemicu pertumbuhan tanaman, sehingga lebih tahan terhadap serangan penyakit, seperti Bacillus subtilis, dan Pseudomonas fluorescens (Siddiqui 2006). Pada kondisi lapang di Thailand, plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) yang terdiri atas campuran B. amyloliquefaciens strain IN973a dan B. pumilus strain IN973a, dapat menginduksi ketahanan sistemik pada tanaman terhadap penyakit hawar daun yang disebabkan oleh Sclerotium rolfsii, antraknosa pada cabai yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides, dan mosaik pada mentimun yang disebabkan oleh CMV (Siddiqui 2006). Menurut Soglio et al. (1998), Trichoderma harzianum Th008 dapat menghambat pertumbuhan cendawan Rhizoctonia solani pada perakaran kedelai
2 karena adanya aktifitas enzim kitinase di daerah perakaran yang dikoloni oleh Trichoderma harzianum Th008. Aeromonas caviae menunjukkan aktivitas enzim kitinase yang tinggi pada saat ditumbuhkan pada media kitin. Enzim kitinase yang dihasilkan oleh A. caviae mampu menghambat pertumbuhan cendawan patogen (Inbar & Chet,1991). Menurut Armini (2005), gen kitinase dari A. caviae WS7b yang dikloning pada tanaman kentang mampu menghambat pertumbuhan miselia cendawan Fusarium oxysporum f.sp lycopersici dan tidak mempengaruhi ukuran umbi. Tetapi untuk dilepas di lapang sebagai agens hayati, A. caviae sangat berbahaya karena dapat menyebabkan diare akut pada anak-anak (Janda 1991) dan dewasa (Joseph 1996). Sehingga perlu dilakukan rekayasa genetik untuk memodifikasi gen penghasil kitinase yang ada pada A. caviae WS7B ini dan memindahkannya ke bakteri lain yang aman untuk dilepas ke lapang. Bakteri yang dipilih sebagai inang DNA rekombinan ini adalah Bacillus subtilis, karena bakteri ini terbukti aman bagi lingkungan dan diketahui sebagai salah satu bakteri plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). Bacillus subtilis memiliki kemampuan merespons cekaman lingkungan secara umum. Gen yang menyandikan kemampuan tersebut adalah gen sigB. Saat akan terjadi ekspresi suatu gen, ada dua proses yang harus dilalui yaitu transkripsi dan translasi. Dalam proses transkripsi, daerah promotor dari suatu gen akan selalu dikenali oleh RNA polimerase, demikian halnya dengan gen sigB. RNA polimerase akan mengenali promotor sigB saat akan terjadi proses transkripsi. Promotor gen ini memiliki potensi untuk meningkatkan frekuensi ekspresi dari gen yang disambungkan dengannya saat terjadi cekaman. Gen yang akan digabung dengan promotor tersebut dalam adalah gen chiA yang terdapat pada A. caviae WS7b. Gen ini pada A. caviae telah diketahui potensinya sebagai pengasil enzim kitinase (Sitrit et al. 1995). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mendapatkan fusi gen kitinase Aeromonas caviae WS7b dengan promotor sigB dari Bacillus subtilis 168 dan ekspresinya pada Escherichia coli DH5 .
3
TINJAUAN PUSTAKA Bacillus subtilis Sebagai Agens Hayati Louis Pasteur pertama kali menggunakan Bacillus anthracis (Genus Bacillus) sebagai vaksin antibakteri. Pada pertengahan abad ke-20, Bacillus telah diketahui secara keseluruhan peranannya dalam menginfeksi manusia, hewan, dan serangga, serta diketahui bahwa bakteri ini menghasilkan antibiotik, protease, dan produk berguna lainnya.
Kemampuan Bacillus spp membentukan spora,
diketahui sebagai suatu fenomena biologi yang menarik dan menjadi salah satu faktor dalam patogenesis. Penggunan B. subtilis sebagai percobaan untuk mempelajari regulasi gen, metabolisme, dan perbedaan bisa menjadi cara untuk mempelajari bakteri ini. (Sonenshein 2002). Menurut Hornby (1990), B. subtilis mampu menghasilkan antibiotik iturin A. Grup Bacillus mampu menghasilkan jenis antibiotik iturin yang lain, seperti mycosubtilin, bacillomycin, fengymycin, mycobacillin, dan mycocerein yang telah terbukti sangat efektif menghambat pertumbuhan cendawan, sehingga mampu dilepas ke lapang sebagai agens hayati cendawan patogen. Bacillus subtilis starin 168 juga bermanfaat dalam bidang bioteknologi, yaitu sebagai inang kloning gen karena memiliki karakteristik, antara lain
mampu tumbuh pada
media murah, non-patogenik, mampu menangkap molekul DNA, stabil dan kultur, mempunyai informasi genetik yang lengkap, mempunyai genotipe spesifik untuk efektifitas hasil kloning (Madigan et al. 1997). Saat ini, Informasi genetik pada B. subtilis 168 telah diketahui secara lengkap. Terdapat 4.107 gen yang diduga ada dalam genom B. subtilis, sekitar 1.500 gen memiliki fungsi yang spesifik, dan 1.000 gen lainnya dapat diklasifikasikan sebagai gen yang belum diketahui fungsi spesifiknya. Salah satu gen yang bekerja berdasarkan respons lingkungan dan telah diketahui fungsinya adalah sigB ( B). Gen sigB adalah gen yang respons terhadap berbagai jenis cekaman lingkungan, antara lain cekaman oxidatif (Mostertz & Hecker 2003), Heat-shock (Benson & Haldenwang 1993), suhu rendah (Brigulla et al. 2003), etanol (Delumeau 2002), kadar garam tinggi asam, dan cekaman sumber energi
4 (Price 2002). Sintesis protein dari gen ini bisa terjadi untuk melindungi sel bakteri dari cekaman lingkungan. Respons ini menjadikan bakteri dapat bertahan pada lingkungan alaminya, seperti pada saat sumber yang tersedia tidak mencukupi dan interaksi antara bakteri tersebut dengan beberapa patogen. Respons terhadap cekaman lingkungan ini diduga disandikan oleh lebih dari 200 gen yang secara langsung atau tidak langsung dikendalikan sigB. Dalam beberapa kasus, operon yang dikendalikan sigB memiliki promotor yang kompleks dan bisa diaktivasi oleh faktor sigma yang lain (Helmann 2002). Dalam proses transkripsi ada beberapa hal yang terjadi, antara lain mengenali promotor, inisiasi, elongasi dan terminasi. Jadi pengenalan terhadap promotor adalah hal yang sangat penting dalam melakukan transkripsi secara normal. Promotor adalah bagian dari segmen DNA yang dikenali oleh RNA polimerase (Price 2002).
Aeromonas caviae Aeromonas caviae adalah bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang, bakteri yang bersifat anaerob fakultatif yang hidup di perairan, bakteri ini masuk ke dalam famili Aeromonadaceae. Bakteri jenis ini memiliki kemiripan karakteristik biokimia dengan anggota dari Enterobacteriaceae, yang membedakan hanya sifatnya yang oxidase positif (Popoff 1984). Aeromonas spp. menghasilkan berbagai jenis enzim hidrolisis seperti arilamidase, amilase, deoksiribonuklease, esterase, peptidase, elastase, kitinase, dan lipase (Carnahan et al. 1988). A. caviae menunjukkan aktivitas kitinase yang tinggi pada saat ditumbuhkan pada media kitin. Pada kondisi rumah kaca, A. caviae mampu mengurangi perkembangan Rhizoctonia solani sebesar 78% dan Fusarium oxysporum f.sp. vasinfectum sebesar 57% pada tanaman kapas, sedangkan pada tanaman kacang buncis mampu mengurangi perkembangan Sclerotium rolfsii sebesar 60% (Inbar & Chet 1991). Menurut Soglio et al. (1998), pada Trichoderma harzianum Th008, enzim ini bisa menghambat pertumbuhan Rhizoctonia solani. Sehingga berpotensi sebagai agens pengendali hayati cendawan patogen. Menurut Sitrit et al. (1995), gen yang yang menyandi enzim kitinase pada Aeromonas caviae adalah gen chiA. Menurut Malik (2000), gen
5 kitinase yang dihasilkan oleh A. caviae dapat menjadi masukkan penting untuk pengembangan biokontrol atau untuk merakit tanaman transgenik dengan ekspresi kiitinase asal bakteri. Selama ini gen kitinase yang dipakai umumnya berasal daria Serratia marcescens, yang hanya memiliki kemiripan 73% sekuen asam amino turunan dengan produk kitinase dari gen chiA pada A. caviae WS7B. Bakteri A. caviae yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah A. caviae WS7B. Menurut Wenuganen (1996), isolat bakteri tanah ini diperoleh dari Pulau Bangka, Propinsi Sumatera Selatan, yang diisolasi dari areal pertanian yang mengandung relatif sedikit nematoda patogen tumbuhan. Setelah dilakukan pengujian menggunakan media kitin, bakteri ini menunjukkan aktivitas kitinase yang tinggi (Gambar 1). Gen kitinase ini dikloning oleh Wenuganen (1996) pada vektor plasmid pUC19 dan diberi nama pWS506. Gen kitinase tersebut dapat diekspresikan dengan baik E. coli DH5 di bawah promotor gen penyandi enzim -galaktosidase (lacZ). Menurut Price (2002), mekanisme general strees respon yang disandikan oleh gen sigB pada B. subtilis, berawal dari studi yang telah dipelajari pada E. coli. Pada B. subtilis banyak penanda genetik yang sama dengan E. coli (Slepecky & Hemphill 1992). Pada E. coli juga terdapat mekanisme global stress respon, tetapi disandikan oleh gen barA yang memiliki kemiripan gen hingga 94% dengan gen yang sejenis pada bakteri lain (Nagasawa et al. 1992). Sehingga ada kemungkinan untuk mengkonstruksi gen chiA di bawah promotor sigB dengan vektor kloning E. coli DH5
dan gen hasil konstruksi ini akan
terekspresi,
Gambar 1 Aktivitas enzim kitinase A. caviae WS7b pada media kitin
6 Teknologi DNA Rekombinan Teknologi DNA rekombinan disebut juga kloning gen atau molekuler kloning, adalah memindahkan informasi genetik (DNA) dari suatu organism ke organism lainnya. Eksperimen DNA rekombinan secara umum meliputi, (i) pengekstraksian DNA dari organism donor, baik untuk DNA klon, DNA sisipan, DNA target, maupun DNA asing, atau hasil pemotongan secara enzimatis, dan penyambungan ke DNA vector untuk membentuk molekul DNA rekombinasi baru, (ii) transfer hasil konstruksi vektor kloning-DNA sisipan ke dalam suatu sel inang, dan pemeliharaan di dalam sel tersebut (transformasi) dan (iii) identifikasi sel-sel inang yang menangkap dan membawa konstruksi DNA (transformans), dan seleksinya (iv) konstruksi DNA mampu menghasilkan protein yang diinginkan pada sel inang (Glick & Pasternak 2003). Enzim Kitinase Kitinase adalah enzim yang memiliki kemampuan mendegradasi kitin (Gambar 1), yaitu polisakarida yang dibangun oleh satuan N-asetilglukosamin dengan ikatan
(1-4) merupakan biopolimer yang paling melimpah di alam
karena merupakan komponen structural dinding sel cendawan kecuali oomycetes, kerangka luar artropoda, kerangka luar molusca, cangkang luar crustacean dan nematoda (Cabib 1987 dalam Malik 2000). Kitinase bakteri adalah kitinase yang dihasilkan oleh bakteri, mempunyai mekanisme aktivitas anti cendawan yang berbeda dari kitinase tanaman. Kitinase bakteri berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekologis dengan mendegradasi dan merubah kitin menjadi bentuk biologis yang bermanfaat, disamping memanfaatkan kitin sebagai sumber nutrisi (Roberts & Selitrennikoff 1988). Menurut Gan et al. (2007), hasil kloning gen penghasil enzim kitinase (Lpchi1) yang dihasilkan oleh Lecanicilium psalliotae (syn. Verticillium psalliotae) mampu mendegradasi cangkang telur Meloidogyne incognita. Telur nematoda yang diberi perlakukan enzim kitinase hasil purifikasi tidak menetas dan beberapa tidak berbentuk, sedangkan telur yang diberi perlakuan kombinasi
7 antara kitinase dan protease terhambat penetasannya hingga 56,5%. Menurut Downing et al. (2000), kointroduksi gen cry1Ac7 dan kitinase pada P. fluorescens mampu meningkatkan kemampuan biokontrol terhadap serangga hama, dengan konsentrasi Cry1Ac7 yang lebih rendah. Hal ini merupakan suatu keuntungan karena dapat mengurangi resistensi serangga hama terhadap protein Cry1. Enzim kitinase (ChiA dan ChiB) yang dihasilkan Serratia marcescens dan telah ditransformasikan ke dalam sel bakteri P. fluorescens atau E. coli menjadi agens biokontrol baru yang mampu menghambat pertumbuhan cendawan patogen tanaman (Brurberg et al. 2000). Menurut Downing & Thomson (2000), P. fluorescens yang membawa gen chiA yang telah dikloning dengan promoter tac, efektif mengendalikan R. solani pada pembenihan buncis pada kondisi optimum. Bahkan menurut Brurberg et al. (2000), kitinase (chiA) hasil kloning yang ditransformasikan ke dalam sel E. coli, mampu mengurangi penyakit yang disebabkan disebabkan S. rolfsii pada buncis dan R. solani pada kapas.
8
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2009 sampai Oktober 2009. Uji Aktivitas Kitinase Aeromonas Caviae WS7b dan Bacillus subtilis 168 Bakteri yang diuji adalah Aeromonas caviae WS7b dan Bacillus subtilis 168. Kedua bakteri ini merupakan isolat koleksi Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Isolat bakteri tersebut ditumbuhkan pada media NA (nutrient agar), kemudian setelah diinkubasi selama 1 hari, kedua bakteri ini ditumbuhkan pada media LB (luria broth) masing-masing 10 ml, kemudian dishaker selama 12 jam. Bakteri yang telah ditumbuhkan selama 12 jam tersebut, diteteskan sebanyak 10 µl di atas media kitin. Uji Potensi Antagonisme Aeromonas caviae WS7b dan Bacillus subtilis 168 terhadap Cendawan Patogen Bakteri Aeromonas caviae WS7b dan Bacillus subtilis 168 ditumbuhkan pada media LB selama 12 jam, kemudian diteteskan sebanyak 2 tetes di bagian tepi media PDA (potato dextrose agar) sebanyak 5 µl (Gambar 2). Kedua bakteri tersebut masing-masing di uji dengan beberapa cendawan, yaitu Rhizoctonia solani, Sclerotium Rolfsii, Pyricularia oryzae, Fusarium oxysporum, dan Pythium sp.
Gambar 2 Skema uji dual culture antara bakteri dan cendawan uji
9 Preparasi DNA Kromosom dan Plasmid pDL2 Ekstraksi DNA Kromosom Aeromonas caviae WS7b Bakteri A. caviae ditumbuhkan pada 10 ml LB (luria broth) atau media cair lainnya selama 12 jam (sangat baik jika bakteri dipanen pada saat memasuki fase stasioner, yaitu pada saat OD600 sebesar 1,2). Kemudian sel bakteri dipanen sebanyak 2 ml dengan sentrifugasi berkecepatan 8000 rpm selama 5 menit, dibilas dengan volume yang sama (2 ml) menggunakan 0,85% larutan NaCl dan didiamkan selama 5 menit. Setelah itu, dibilas dengan larutan TES Buffer, yang terdiri atas 10 mM tris-HCl pH 8, 25 mM EDTA, 150 mM NaCl. Sel disuspensikan ke dalam 1 ml TE yang terdiri atas 10 mM tris-HCl pH 8 dan 25 mM EDTA, kemudian ditambahkan lisozim sebanyak 2 mg/ml TE dan 20% SDS sebanyak 0,05 ml. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 370C hingga suspensi terlihat jernih. Suspensi tersebut kemudian diekstraksi dengan fenol-klorofomisoamilalkohol sebanyak 1 ml, campurkan secara merata dengan cara membalikbalikkan tabung reaksi. Setelah tercampur merata, suspensi tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Fase atas diambil menggunakan pipet tip yang telah digunting bagian ujungnya dengan gunting steril. Jika fase atas yang terbentuk masih belum jernih bisa diambil (dipisahkan dari fenol), maka perlu ditambahkan TE dan SDS (10% SDS sebanyak 0,1 ml/ml TE), dicampurkan dengan baik dan diekstrak kembali dengan fenol-klorofom-isoamilalkohol sebanyak 1 ml serta disentrifugasi kembali pada suhu ruangan karena pada suhu rendah SDS akan berpresipitasi. Fase yang telah dipisahkan, ditambahkan 3 M sodium asetat dengan pH 4,8 sebanyak 1/10 volume dan ditambahkan etanol 100% sebanyak 2 kali volume, dicampurkan secara merata. DNA yang terbentuk bisa dipancing dengan pipet tip serta dibilas dengan alkohol 70% dan dikeringanginkan atau dipresipitasikan dengan sentrifugasi berkecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Kemudian DNA dilarutkan pada TE atau air steril. Ekstraksi DNA Kromosom Bacillus subtilis 168 Sel bakteri B. subtilis yang telah dibiakkan di dalam media cair selama 12 jam, dipanen menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 5
10 menit. Sel bakteri yang telah dipelet ditambahkan dengan 100 ml larutan TKE 1X, yang terdiri atas 100 mM tris-HCl pH 8, 1 M KCl, dan 200 mM EDTA, serta ditambahkan pula lisozim sebanyak 1-2 mg/ml TKE. Kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 370C dan ditambahkan larutan sarkosil (N-lauryl sarcosinate) hingga konsentrasi akhirnya 1%. Campuran tersebut akan menjadi bening yang mengindikasikan bahwa sel telah mengalami lisis sempurna. Setelah itu, ditambahkan fenol-klorofom-isoamilalkohol sebanyak 200 µl dan larutan TKE sebanyak 100 µl, dicampurkan dengan cara divortex selama 10 detik. Campuran tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 3 menit pada suhu 40C, maka akan terlihat tiga fase. Fase paling atas diambil menggunakan pipet tip yang telah digunting bagian ujungnya dengan gunting steril. Fase atas yang telah dipisahkan tersebut, ditambahkan dengan alkohol 99% sebanayak 500 µl secara perlahan-lahan, maka akan terbentuk dua fase. DNA diambil menggunkan pipet tip dengan cara memutar-mutarkan beberapa kali, kemudian dibilas menggunakan alkohol 70% dan dikeringanginkan dengan posisi pipet terbalik. Setelah mengering, DNA dilarutkan ke dalam 50 µl H2O steril dan didiamkan selama semalam pada suhu 40C. Amplifikasi Gen chiA dan Promotor sigB Amplifikasi chiA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR dilakukan menggunakan tabung PCR dengan total volume 50 µl yang terdiri atas bufer PCR 1X, dNTPmix 0,1µM, primer forward 20 pmol, primer reverse 20 pmol, Taq polimerase 1,25 unit, DNA template 1 µg, dan air steril. Susunan primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen chiA sebagai berikut: chiAF 5’- AATGTCGCTAGCGCGTACCTAGGATAGCGGGGCC - 3’ 34 mer chiAR 5’-AATGTCGGGCCCCAGGATCTGCTGCTCAGCCTGTGG- 3’ 36 mer Susunan primer ini memiliki situs pemotongan oleh enzim restriksi NheI dan ApaI, yaitu pada nukleotida yang diberi garis bawah. Program yang digunakan untuk mengamplifikasi chiA terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah pre-denaturation pada suhu 950C selama 3 menit. Tahap kedua, denaturation pada suhu 940C selama 45 detik, annealing pada suhu 530C
11 selama 1 menit, elongation pada suhu 720C selama 3,25 menit. Tahap kedua dilakukan berulang sebanyak 30 siklus. Tahap ketiga, yaitu final elongation pada suhu 720C selama 5 menit. Amplifikasi Promotor sigB dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR dilakukan pada larutan yang memiliki total volume 50 µl, terdiri atas bufer PCR 1X, dNTPmix 0,1µM, primer forward 20 pmol, primer reverse 20 pmol, Taq polimerase 1,25 unit, DNA template 1 µg, dan air steril. Susunan primer yang digunakan untuk mengamplifikasi promotor gen sigB sebagai berikut: sigBF5’-AGTATCGTTAACCGGTTTCTTGGAGCGTCCTGATCTG-3’(37 mer) sigBR 5’- AATGTCGCTAGCCAGAAACATCGAGGAATTCGGC - 3’ (34 mer) Susunan nukleotida pada primer yang diberi garis bawah adalah situs pemotongan enzim restriksi HpaI dan NheI. Dalam proses amplifikasi promotor sigB ini, program PCR yang akan dilalui terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah pre-denaturation pada suhu 940C selama 2 menit. Tahap kedua, denaturation pada suhu 940C selama 30 detik, annealing pada suhu 550C selama 30 detik, elongation pada suhu 720C selama 3,5 menit. Tahap kedua ini dilakukan secara berulang sebanyak 30 siklus. Tahap ketiga, yaitu final elongation pada suhu 720C selama 10 menit. Purifikasi Fragmen chiA dan Promotor sigB dari Agarose Purifikasi hasil amplifikasi gen dengan polymerase chain reaction (PCR) dari kedua jenis bakteri tersebut menggunakan Hi YieldTM Gel/PCR DNA Extraction Kit (Research Biotech Corporation). Fragmen gen chiA dan promotor sigB dielektroforesis menggunakan agarose. Agarose dipotong tepat di sekitar fragmen gen yang telah diamplifikasi dan dielektroforesis. Gel yang telah dipotong, dimasukkan ke dalam tabung efendof terpisah untuk masing-masing fragmen, kemudian dilelehkan pada suhu 550C. Gel agarose yang telah cair ditambahkan bufer DF sebanyak 5 kali volume dan dicampurkan merata dengan cara divortek. Setelah tercampur merata, larutan tersebut dipindahkan ke dalam
12 kolom DF yang ditempatkan pada tabung pengumpul dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 30 detik. Supernatan yang terbentuk pada tabung pengumpul dibuang, lalu tabung pengumpul dikembalikan pada posisi sebelumnya. Bufer pencuci yang telah ditambahkan etanol dimasukkan ke dalam kolom DF sebanyak 500 µl, setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 8000 selama 30 detik, supernatan yang terbentuk pada tabung pengumpul, dibuang dan diletakkan kembali tabung pengumpul pada posisi semula. Untuk tujuan pengeringan sisa-sisa cairan, tabung pengumpul dan DF disentrifugasi kembali dengan kecepatan 14000 rpm selama 2 menit. Kolom DF dipindahkan ke dalam tabung mikro yang baru dan ditambahkan bufer pelarut sebanyak 15 µl pada bagian tengah kolom DF, didiamkan dengan posisi berdiri selama 2 menit. Setelah bufer pelarut terserap sempurna pada bagian tengah kolom DF, dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm selama 2 menit. Penyambungan Fragmen Promotor sigB dan chiA Pemotongan Fragmen Promotor sigB dan chiA Fragmen promotor sigB dipotong menggunakan dua enzim restriksi, yaitu NheI dan HpaI. Enzim restriksi yang digunakan memiliki buffer yang berbeda, sehingga pemotongan gen menggunakan enzim restriksi dilakukan satu per satu. Enzim yang pertama digunakan adalah NheI. Fragmen promotor sigB diambil sebanyak 10 µl,
kemudian ditempatkan di dalam tabung efendof. Suspensi
restriksi fragmen promotor sigB terdiri atas bufer tango 1X, 1 unit enzim NheI, dan air steril. Suspensi tersebut diinkubasi selama 12 jam pada suhu 370C. Setelah diinkubasi selama 12 jam, fragmen yang telah terpotong dipurifikasi dengan metode presipitasi etanol. Ke dalam larutan yang mengandung fragmen hasil pemotongan, ditambahkan 3M sodium asetat dengan pH 4,8 sebanyak 1/10 volume total larutan, kemudian ditambahkan etanol 99% sebanyak 2X volume total larutan, campurkan larutan tersebut secara merata. Sebelum disentrifugasi, larutan diinkubasi selama 2 jam pada suhu -800C. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm pada suhu 40C. Supernatan yang terbentuk dibuang, sedangkan pelet yang terbentuk dibilas dengan etanol 70% sebanyak 2 kali,
13 kemudian dikeringanginkan. Setelah kering, ditambahkan air steril atau TE sebanyak 50 µl. Enzim restriksi kedua yang digunakan adalah HpaI. Larutan fragmen promotor sigB yang telah dipurifikasi, diambil sebanyak 10 µl,
kemudian
ditempatkan di dalam tabung efendof. Larutan restriksi fragmen promotor sigB terdiri bufer B 1X, 1 unit enzim HpaI, dan air steril. Larutan tersebut diinkubasi selama 12 jam pada suhu 370C. Kemudian dipurifikasi menggunakan metode presipitasi etanol yang sebelumnya telah dijelaskan. Fragmen chiA juga dipotong menggunakan dua enzim restriksi, yaitu NheI dan ApaI. Enzim restriksi yang digunakan memiliki bufer yang berbeda pula, sehingga pemotongan gen menggunakan enzim restriksi dilakukan satu per satu. Enzim yang pertama digunakan adalah NheI. Fragmen gen chiA diambil sebanyak 10 µl, kemudian ditempatkan di dalam tabung efendof. Larutan restriksi fragmen gen chiA terdiri atas bufer tango 1X, 1 unit enzim NheI, dan air steril. Suspensi tersebut diinkubasi selama 12 jam pada suhu 370C. Setelah diinkubasi selama 12 jam, fragmen yang telah terpotong dipurifikasi dengan metode presipitasi etanol. Enzim restriksi kedua yang digunakan adalah ApaI. Fragmen chiA yang telah dipurifikasi, diambil sebanyak 10 µl, kemudian ditempatkan di dalam tabung efendof. Larutan restriksi fragmen gen chiA terdiri atas buffer B 1X, 1 unit enzim ApaI, dan air steril. Suspensi tersebut diinkubasi selama 12 jam pada suhu 370C. Kemudian dipurifikasi menggunakan metode presipitasi etanol. Ligasi Fragmen Promotor sigB dengan chiA Proses ligasi promotor gen sigB dan chiA ini menggunakan DNA Ligation Kit ver. 1 (Takara Bio. Inc). Larutan dari masing-masing gen ditempatkan pada tabung efendof dengan volume untuk tiap gen sebanyak 5 µl. Ke dalam larutan campuran kedua gen tersebut ditambahkan solution A sebanyak 40 µl dan solution B sebanyak 10 µl, suspensi tersebut dicampurkan secara merata. Kemudian suspensi tersebut diinkubasi selama 4 jam pada suhu 160C. Setelah diinkubasi,
14 hasil ligasi dipurifikasi menggunakan metode purifikasi etanol yang sama dengan sebelumnya. Penyisipan Fragmen sigB-chiA pada Plasmid pDL2 Pemotongan dan Purifikasi Plasmid pDL2 Plasmid pDL2 yang telah dipurifikasi, dipotong menggunakan dua enzim restriksi, yaitu HpaI dan ApaI. Enzim restriksi yang digunakan memiliki bufer yang sama, sehingga pemotongan plasmid ini dapat langsung dilakukan oleh dua enzim restriksi sekaligus. Hasil purifikasi plasmid pDL2 diambil sebanyak 10 µl, kemudian ditempatkan di dalam tabung efendof. Ke dalam larutan plasmid tersebut ditambahkan bufer B 1X, 5 unit enzim HpaI, 2 unit enzim ApaI, dan air steril. Larutan restriksi plasmid tersebut diinkubasi selama 12 jam pada suhu 370C. Setelah diinkubasi selama 12 jam, plasmid yang telah terpotong dipurifikasi dengan metode presipitasi etanol. Ke dalam larutan hasil resriksi plasmid ditambahkan 3M sodium asetat dengan pH 4,8 sebanyak 1/10 volume, kemudian ditambahkan etanol 99% sebanyak 2X volume, campurkan larutan tersebut secara merata. Sebelum disentrifugasi, larutan diinkubasi selama 2 jam pada suhu -800C. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm pada suhu 40C. Supernatan yang terbentuk dibuang, sedangkan pelet yang terbentuk dibilas dengan etanol 70% sebanyak 2 kali, kemudian dikeringanginkan. Setelah kering, ditambahkan air steril atau TE sebanyak 50 µl. Ligasi Fragmen sigB-chiA dengan pDL2 Larutan dari pDL2 hasil restriksi dan fragmen DNA hasil rekombinan ditempatkan pada tabung efendof masing-masing sebanyak 5 µl. Ke dalam campuran plasmid dan fragmen rekombinan tersebut ditambahkan solution A sebanyak 40 µl dan solution B sebanyak 10 µl, suspensi tersebut dicampurkan secara merata. Kemudian suspensi tersebut diinkubasi selama 4 jam pada suhu 160C. Setelah diinkubasi, suspensi dipurifikasi menggunakan metode presipitasi etanol.
15 Transformasi Plasmid Rekombinan pada E. coli DH5 Penyiapan E. coli DH5 Kompeten E. coli DH5 dikulturkan di dalam 5 ml media LB pada suhu 370C selama 12 jam, kemudian kultur bakteri tersebut diinokulasikan sebanyak 300 µl ke dalam 30 ml LB baru dan di-shaker selama 2 jam pada suhu 370C (nilai OD550 = 0,2-0,25). Bakteri tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit pada suhu 40C dan dipisahkan dengan supernatannya. Pelet bakteri tersebut dicampurkan dengan 50 mM CaCl2 sebanyak 15 ml, kemudian campuran tersebut
didiamkan di dalam wadah berisi es selama 30 menit, setelah itu
disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit pada suhu 40C dan dipisahkan dengan supernatannya. Pelet tersebut dicampurkankan kembali dengan larutan stok yang terdiri atas 50 mM CaCl2 dan 20% gliserol sebanyak 3 ml. Suspensi tersebut didiamkan di dalam lemari es pada suhu -700C. Transformasi Plasmid Rekombinan ke dalam E. coli DH5 Sebanyak 100 µl E. coli DH5 kompeten didiamkan di dalam es selama 30 menit untuk mencairkan stok bakteri kompeten tersebut. Setelah itu ditambahkan 100 µl sel bakteri kompeten ke dalam larutan DNA yang terdiri atas 5 µl plasmid pDL2, 10 µl 500 mM MgCl2-100 mM CaCl2, 8 µl polyethyleneglycol 30%, dan H2O steril hingga volume akhirnya mencapai 100 µl dicampurkan secara merata dan diinkubasi pada kondisi dingin selama 20 menit. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 420C selama 3 menit (heat shock), setelah itu diletakkan dalam es selama 2 menit. Kemudian ditambahkan 500 µl LB ke dalam campuran tersebut, setelah itu pindahkan ke dalam tabung reaksi steril dan diinkubasi pada suhu 370C selama 60 menit sambil di-shaker. Sel bakteri ditempatkan pada tabung efendof dan dipanen dengan sentrifugasi berkecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang terbentuk disisakan sebanyak 100 µl dan dicampurkan kembali dengan pelet bakteri transforman dengan cara divortek selama 5-10 detik. Campuran tersebut disebarkan di atas NA yang mengandung antibiotik ampisilin dengan konsentrasi 50 µg/ml. Kemudian bakteri transforman diinkubasi pada suhu 370C selama 12 jam.
16 Pengujian Aktivitas Kitinase E. coli DH5 Transforman Bakteri yang digunakan sebagai uji adalah bakteri E. coli DH5 transforman dan E. coli DH5 pembawa plasmid pDL2. Kedua Bakteri E. coli DH5 tersebut ditumbuhkan pada media NA + ampisilin 50 µg/ml media, kemudian setelah diinkubasi selama 1 hari, bakteri ini ditumbuhkan pada media LB + ampisilin 50 µg/ml media masing-masing 10 ml, kemudian dishaker selama 12 jam. Bakteri yang telah ditumbuhkan tersebut, diteteskan sebanyak 5 µl di atas media kitin (Gambar 3). Pengamatan terhadap aktivitas kitinolitik kedua bakteri tersebut dilakukan pada dua hari setelah perlakuan.
Gambar 3 Uji aktivitas kitinase E. coli transforman dan E. coli pembawa pDL2 pada media kitin
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aktivitas Kitinase Aeromonas Caviae WS7b dan Bacillus subtilis 168 Pengujian aktivitas kitinase terhadap Aeromonas caviae WS7b dan Bacillus subtilis 168, menunjukkan hasil positif pada A. caviae dan hasil negative pada B. subtilis. Seperti yang terlihat pada Gambar 4, zona bening terbentuk di sekitar koloni A. caviae, sedangkan di sekitar B. subtilis tidak terlihat zona bening. Menurut Wenuganen (1996), A. caviae WS7b menunjukkan aktivitas kitinase yang kuat pada media agar kitin. Gen yang menyandikan aktivitas kitinase pada A. caviae adalah gen chiA (Sitrit et al. 1995).
Gambar 4 Aktivitas kitinase A. caviae WS7b pada media agar kitin Uji Potensi Antagonisme Aeromonas caviae WS7b dan Bacillus subtilis 168 terhadap Cendawan Patogen Pengujian dual culture A. caviae dan B. subtilis terhadap beberapa cendawan menunjukkan bahwa terjadi penghambatan pertumbuhan cendawan oleh A. caviae, sedangkan pada B. subtilis tidak terlihat aktivitas penghambatan terhadap cendawan (terlihat pada Gambar 5, 6, dan 7). Hal ini disebabkan, A. caviae memiliki aktivitas kitinolitik yang mampu mendegradasi kitin yang menyusun dinding sel cendawan. Kemampuan menghambat A. caviae WS7b terhadap F. oxysporum terlihat paling besar. Miselia cendawan tidak mampu tumbuh di sekitar A. caviae WS7b, sedangkan cendawan uji lainnya masih dapat tumbuh di sekeliling koloni A. caviae WS7b. Seperti yang telah dijelaskan
18 sebelumnya, bahwa aktivitas kitinase aktif ini disandikan oleh gen chiA (Sitrit et al. 1995). Pada kondisi rumah kaca, A. caviae mampu mengurangi perkembangan Rhizoctonia solani sebesar 78% dan Fusarium oxysporum f.sp. vasinfectum sebesar 57% pada tanaman kapas, sedangkan pada tanaman kacang buncis mampu mengurangi perkembangan Sclerotium rolfsii sebesar 60% (Inbar & Chet 1991). Menurut Soglio et al.. (1998), pada Trichoderma harzianum Th008, enzim ini bisa menghambat pertumbuhan Rhizoctonia solani. Menurut Boer & Veen (2001), mekanisme kitinolitik yang dilakukan bakteri untuk mendegradasi kitin belum diketahui secara jelas. Pada pengujian A. caviae WS7b terhadap Pythium sp terlihat zona penghambatan, walaupun dinding sel cendawan ini tidak tersusun dari kitin, karena cendawan ini masuk ke dalam kelompok Oomycetes. Hal ini menunjukkan terdapat mekanisme penghambatan lain yang dilakukan oleh A. caviae WS7b terhadap Pythium sp (Gambar 5).
Gambar 5 Uji dual culture Pythium sp dengan B. subtilis 168 dan A. caviae WS7b
Gambar 6 Uji dual culture R. solani dengan B. subtilis 168 dan A. caviae WS7b
19
Gambar 7 Uji dual culture F. oxysporum dengan B. subtilis 168 dan A.caviae WS7b Ekstraksi DNA Aeromonas caviae WS7b dan Bacillus subtilis 168 Hasil yang didapatkan dari ekstraksi DNA kromosom kedua bakteri tersebut menunjukkan bahwa DNA kromosom total berhasil diekstraksi dengan baik. Seperti pada Gambar 8, terlihat bahwa DNA kromosom total kedua jenis bakteri tersebut utuh/tidak pecah dan tidak terdapat campuran 16S rRNA atau 23S rRNA. DNA kromosom total dari Bacillus subtilis 168 dan Aeromonas caviae WS7b didapatkan dengan metode yang berbeda karena kedua bakteri tersebut dari golongan gram yang berbeda. B. subtilis adalah bakteri golongan gram positif, yang berarti memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal, sehingga untuk menghancurkan sel bakteri tersebut membutuhkan lisozim. Sedangkan A. caviae adalah bakteri gram negatif yang memiliki lapisan peptidoglikan tipis, sehingga untuk menghancurkan sel bakteri tersebut penggunaan lisozim tidak terlalu dipentingkan. Hasil ekstraksi DNA B. subtilis 168 total menunjukkan perpendaran warna kuning yang lebih terang dibandingkan hasil ekstraksi DNA total terhadap A.caviae WS7b, hal ini disebabkan metode yang digunakan untuk mengekstraksi DNA total B. subtilis telah mengalami optimasi, sehingga memberikan hasil yang optimal dan khusus untuk mengekstraksi DNA dari B. subtilis, sedangkan metode yang digunakan untuk mengekstraksi DNA total dari A. caviae adalah metode yang biasa digunakan untuk mengekstraksi DNA total bakteri secara umum. DNA total Bacillus subtilis 168 memiliki ukuran 4.214.630 pasang basa (MBGD 2009), sedangkan untuk ukuran dari DNA total A. caviae belum diketahui.
20
Gambar 8 Hasil ekstraksi DNA total A. caviae WS7b dan B. subtilis 168 Menurut Sambrook et al. (2000), proses pendegradasian dinding sel dilakukan secara enzimatik seperti penggunaan lisozim, sedangkan untuk mendegradasi membran sel menggunakan deterjen.pada metode yang digunakan yang berfungsi sebagai deterjen adalah sodium dedoxyl sulfat atau N lauryl sarcocinate. Penggunaan EDTA dalam proses ektraksi DNA bertujuan untuk menghindari rusaknya DNA karena larutan ini mengikat Mg2+. Ion ini dibutuhkan oleh enzim DNase untuk mendegradasi DNA. Metode pemancingan DNA kromosom menggunakan ujung tip bertujuan untuk meminimalkan terjadinya campuran bahan-bahan lain yang tidak diinginkan, sehingga dengan penggunaan metode ini hanya DNA kromosom yang terambil. Menurut Old & Primrose (1986), pada dasarnya tahap yang dilalui dalam ekstraksi DNA kromosom antara lain (i) penghancuran dinding sel, baik secara mekanis atau enzimatis, sebagai contoh penggunaan lisozim, (ii) pelisisan sel, dapat dilakukan dengan penambahan deterjen, seperti SDS, (iii) pembersihan debris sel menggunakan pelarut organic fenol, kloroform, dan isoamil alcohol, (iv) pengandapan DNA dari lisat jernih dengan menambahkan etanol dan garam natrium. Amplifikasi Promotor sigB dengan Polymerase Chain Reaction Terlihat pada Gambar 9, bahwa fragmen promotor sigB telah teramplifikasi dengan baik dan tidak terdapat fragmen-fragmen non-spesifik. Fragmen promotor sigB hasil amplifikasi yang telah dielektroforesis, menunjukkan perpendaran
21 warna kuning yang tajam. Hal ini menunjukkan bahwa fragmen promotor sigB berhasil diamplifikasi dalam jumlah yang sangat banyak.
1650 1000
Gambar 9 Hasil amplifikasi fragmen promotor sigB Gen-gen yang terdapat pada B. subtilis 168, termasuk gen sigB paling mudah diamplifikasi karena bakteri tersebut memiliki subunit . Subunit
adalah
protein yang sangat asam dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap RNA polimerse in vitro, tapi tidak berpengaruh pada proses yang terjadi secara in vivo. Keberadaan subunit
pada proses transkripsi secara in vitro meningkatkan
selektivitas transkripsi, menekan terjadinya inisiasi pada bagian yang bukan promoter (Helman & Moran dalam Sonenshein et al. 2002). Gen sigB dalam DNA B. subtilis total terletak pada urutan 522417 - 523211 basa (MBGD 2009). Menurut GenBank (2009), gen sigB memiliki ukuran sekitar 800 bp terletak pada 522862 – 523650 bp dengan persentase GC sebesar 45,374%. Gen sigBMenurut Price (2002), gen ini berperan merespon cekaman lingkungan secara umum. 1 61 121 181 241 301 361 421 481 541 601 661 721 781
agaacggaaaacggtttcttggagcgtcctgatctgcagaagctcattgaggaacatatg tgttcctctgcgcaggaaatggtcaaaaacatttatgacagcctcctcaaattgcaggat tttcagcttcacgatgattttacgttaattgttttgcggagaaaggtttaacgtctgtca gacgagggtataaagcaactagtgatttgaaggaaaatttgaggtgatacgaatgaatat aaatgttgatgtgaagcaaaacgagaatgatatacaagtaaacattgcaggagaaattga tgtatactcagccccggtgcttagagagaagctcgttcctctggcagaacaaggagctga cttaagaatttgcctgaaagatgtcagctacatggacagtaccggattgggcgtttttgt agggacctttaaaatggtgaaaaaacaaggtggttcgctgaaacttgaaaatctttctga acggctgatccgactgtttgacattacaggcttgaaggacatcattgatatttctgcaaa gtcagaaggtggagtgcaatgaagaataatgctgattacatcgaaatgaaagtgccggcc caacctgaatatgtgggaattataagactgacgctgtcaggggtcgcaagcagaatgggc tatacgtacgatgaaattgaagacttgaaaatcgcagtcagtgaggcgtgcacaaatgcg gttcagcacgcttacaaagaagataaaaatggggaagtgtcaatacgattcggtgtgttt gaagaccgtttagaggttattgtggcggatgaaggagacagctttgactttgatcaaaag
22 841 901 961 1021 1081 1141 1201 1261 1321 1381 1441
cagcaggatctagggccgtacacaccttcgcacacagttgatcaattatcagaaggaggg ctcggtctatatttaatggaaacgctcatggatgaagtcagagtgcaaaaccactccggc gtcaccgtagcgatgacaaagtatttaaatggggagcgagttgatcatgacacaaccatc aaaaactacgaaactaactaaagatgaagtcgatcggctcataagcgattaccaaacaaa gcaagatgaacaagcgcaggaaacgcttgtgcgggtgtatacaaatctggttgacatgct tgcgaaaaaatactcaaaaggcaaaagcttccacgaggatctccgccaggtcggcatgat cgggctgctaggcgcgattaagcgatacgatcctgttgtcggcaaatcgtttgaagcttt tgcaatcccgacaatcatcggtgaaattaaacgtttcctcagagataaaacatggagcgt tcatgtgccgagacgaattaaagaactcggtccaagaatcaaaatggcggttgatcagct gaccactgaaacacaaagatcgccgaaagtcgaagagattgccgaattcctcgatgtttc tgaagaagaggttcttgaaacgatggaaatgggcaaaagctatcaagccttatccgttga
Gambar 10 Sekuen nukleotida promotor sigB Sekuens nukleotida hasil amplifikasi fragmen promotor sigB dengan PCR memiliki ukuran sekitar 1.4 kb. Pada hasil amplifikasi tersebut juga terdapat situs restriksi untuk enzim HpaI dan NheI. Seperti yang terlihat pada Gambar 10, sekuen nukleotida yang diberi kotak warna hitam adalah situs penempelan primer saat proses amplifikasi, sedangkan sekuen nukleotida yang ditebalkan hurufnya (TTG) adalah metionin, yang menjadi kodon inisiasi proses translasi oleh RNA polimerase saat terjadi ekspresi gen. Sekuen nukleotida fragmen sigB yang diberi garis bawah adalah sekuen konsensus. Menurut Kalman et al. (1991) pada fragmen sigB B. subtilis 168 terdapat sekuen konsensus, yaitu daerah yang dikenali oleh sigma faktor dalam proses transkripsi nukleotida -10 (GGGTAT), dan -35 (AGGTTTAA), juga terdapat kodon yang diketahui sebagai kodon inisiasi transkripsi +1 (TAG). Amplifikasi Fragmen Gen chiA dengan Polymerase Chain Reaction Fragmen chiA telah berhasil diamplifikasi dengan baik, namun masih terdapat produk PCR non-spesifik yang memiliki ukuran lebih kecil dan terletak tepat di bawah fragmen chiA. Dalam proses purifikasi fragmen chiA hasil amplifikasi, agarose dipotong tepat di sekitar fragmen gen yang diinginkan, sehingga produk PCR non-spesifik tersebut tidak terambil. Perpendaran warna kuning pada hasil amplifikasi menunjukkan bahwa fragmen ini berhasil teramplifikasi dalam jumlah yang banyak. (Gambar 11).
23
3000 2000
Gambar 11 Hasil amplifikasi fragmen gen chiA Menurut Malik (2005), sekuen nukleotida lengkap gen chiA dari A. caviae WS7b terdiri dari 2.937 pasang basa (Gambar 12), yang mengandung suatu kerangka baca terbuka sepanjang 2.595 nukleotida yang menyandikan 865 residu asam amino. Pada kerangka baca tersebut tidak ditemukan daerah promotor berupa sekuen consensus -35 dan -10, tetapi terdapat sinyal inisiasi transkripsi berupa sekuen mirip sekuen pengikatan ribosom. Persentase GC dari gen ini sebesar 63,74% (1656 basa), sedangkan persentase AT adalah 36,26% (936 basa). 1 61 121 181 241 301 361 421 481 541 601 661 721 781 841 901 961 1021 1081 1141 1201 1261 1321 1381 1441
ccggtctaag gccaagccat gttaattcca ggcgcttctg caccattggc ctacaaccag ctggtccggt aggcccggcc gatgcaggtg ggtcgccgat caagccttac ctatggtcgc cggcttcacc cagcttcgag tgatccctgg caagggcaac gccgtctgtc gcgcgatacc cgtggacatc gaatgacggc ggaagccgag gattgccaag ctacgacttc ctccagctgg tcagggggtg
ggtctgcgta ggctgcgatg ataacgaaat gtcggggggc tccggcccca ttggtgaccg gacgtcggac ttcgccgcgg gccctgtgca accgacggca gccaacaagt aagttcaccg cccatctgcg gcgttgcagc gcggcgatcc ttcggcaacc ggcggatgga ttcgtcgcct gactgggagt gccacctatg accggccgcc gtggattatc agcggcgcct gatccggcca acaccgggca
cctaggatag ttgtctgcgt aaggaagttc tttgcactac ccaagtttgc tccacaagga agaccgccaa gtaccgccaa acgcccatgg gccacctggc ccggcaaggt tggacaagat gtggcaacgg gctcctgtgc agatgtccca tgatggcgct ccctctcaga cggtcaaaga tcccgggcgg tggtgctgat agtatgagct aggcggctca tcgacctgac ccaagtacac agattgtggt
cggggccacc acaggttgta tcgtccatgg tacctggcag gttgcgttgc ctttttcgtt aaatatgtta agtccaaaac tttccctgct ctccgccttc gccgctgccc cgggcaaacc catcgttgaa gtcaatcagg ccgcttcggc tggcgctccc gtcagcgtga cctggaacct ggtactgctc gacggcaagg aggtgtggtc cttcaaggtc accaaggggg ggcgttacca ctgcaccctc tccgacaaga aggagctgat gccgctcaat gcgcccctca aggagaacaa ggtgggggcc tactacgtgg agtggggggt cccggcccag aacctgaccc atatcctcta catcaacgac agcctcaaag agatctccgg gggccgcgaa gacttcaagg tctccatcca gggcaacctc agcgcctggg atgagcccta caaacaggcc catccggacc tcaagatcct tcccttctat ttcctgggtg acaagaccaa gttcctgcag acctggaaat tcttcgacgg acagggggcc aaccccagcc tgggcggccc gaaggagctg cgagccatgc tcgatgaact gacctcggcc atcagcgccg gcggtgacaa gcagtacatg gaccacatct tcctgatgag gaatctgccc caccagacca acctctttgc cgccgacaag ggcgtcaagg cgctgctggg gggggcggcc atgtatggcc gtggcatgac
24 1501 1561 1621 1681 1741 1801 1861 1921 1981 2041 2101 2161 2221 2281 2341 2401 2461 2521 2581 2641 2701 2761 2821 2881
cggagtgaag aactaccagg ccggcaaccc ctgcaccggc accgccaccg cggtacctgg gaaaatggcg tggtggatta ccgcgacatc gtcaacaacc aggctgggag cagggctatg acgagtcggc cgaggccccc tatgtcttca tggtgacctc atcaccttcg acaacgaccg ctcggtcaag gccaaggggc ggcgaaccag ctcggcggtc tgttcgcctg ggaaattgat gcggacaacg caacgccatg cacgaggggc tgggccacgg cgagggtacg ctgccgccgg gccggttgcc aatgccggca gcgatctgag tgccaccggc ccggccgagg gggcagtgcc tcccacgatc cggaaaacgg ggcgctgacc tacagctgga cggaccccag gccagcctgc tggatgccac ccaggccaag gcccgtgtgg cgtcagcagc gacatcaatc tggtgttcga gctgaccgtg accgacgatc ggccaaggat caggtggtgg tcaccaacaa ggcgccgcag ccgaacctgc cagcgtaccg gccagtgcga ccgtcgaggc cggcaagcag gtgagcatca ttccgacccc aatggtgatg ccctgagcta tcagtggaca gtgccggccg caccggtctg gacagcgcga ccctggtggt cacgggctcg aacgtgacca ctacgatctg accctggtgg tcaccgacgg ggcgctggat gccacagccg gaccgtcaag ccggccagta caggtggtgg ctgtgaggcc tgcgatccgg ccacccggcc tggagtgcag gtaccgtcta caacaccaat gacaaggtga gctggtgtgg caggccaagt attggaccca gggcaacgag ccgagccgca gtggaaactg gtgagccagg tgcaactggg ttgggatgcc ggagtggtct tgatgtcacc agccacaacg gccgtaagtg gaaggcccag tactggtcca gcccggcaag gccgccgtct gggtcgatca gggcgcggcg agctgcaact gatgaaaaat ggggccgagg ggatttttgt cttgcgtggt cgggtgtgtg ggggaaaggc gcactcgctt tgtcaaaaag gcccgtcagg gccttttttc accggttcac agcggttttt gccacaggct gagcagcaga tcctg
gaccggtgag gcatgggcgc aggccagcag agtacgtgct gcgacatcct tcaacaagcc tgaccctcaa aacaggtctc tactggatgc aggggctctc cccccgtggt aggccaccgc ggctcagcgc gtgacacggc ttacccgcct atgcggccaa gccacaacca ccgccgatca acaacggtgg agggcgatga gatctgccgt ttccctgtca atggtatgtc
Gambar 12 Sekuen nukleotida fragmen gen chiA dengan ukuran 2,9 kb Menurut Malik (2005) Sekuen gen chiA memiliki situs pengikatan ribosom (shine Dalgarno) AGGA, kodon inisiasi translasi ATG, kodon terminasi translasi TGA , dan sekuen ulang terbalik sebagai terminasi transkripsi (hairpin structure). Sekuen nukleotida yang diberi kotak warna hitam adalah situs penempelan primer saat proses amplifikasi. Penyambungan Fragmen Promotor sigB dan chiA Hasil amplifikasi fragmen promotor sigB memiliki situs restriksi yang sesuai dengan pDL2 dan fragmen chiA. Fragmen promotor sigB yang terpotong oleh enzim restriksi HpaI memiliki bentuk ujung tumpul, sedangkan fargmen yang terpotong dengan enzim restriksi NheI memiliki bentuk ujung berperekat (Gambar 13). Semua situs pemotongan pada fragmen gen bersifat palindromik.
Gambar 13 Situs restriksi pada fragmen promotor sigB
25 Hasil amplifikasi gen chiA memiliki situs restriksi yang sesuai dengan pDL2 dan fragmen sigB. Fragmen chiA yang terpotong oleh enzim restriksi NheI dan ApaI memiliki bentuk ujung berperekat pada kedua sisinya (Gambar 14).
Gambar 14 Situs restriksi pada fragmen promotor chiA Seperti yang terlihat pada Gambar 15, hasil restriksi fragmen promotor sigB dan chiA, disambung menggunakan enzim ligase yang terdapat di dalam DNA Ligation Kit ver. 1 (Takara Biotech.Inc). Ujung berperekat memiliki peluang menyambung yang lebih besar daripada ujung tumpul. Hasil ligasi antara kedua fragmen ini memiliki ukuran sekitar 4,3 kbps.
Gambar 15 Hasil penggabungan fragmen sigB-chiA Penyisipan Fragmen sigB-chiA pada Plasmid pDL2 Plasmid pDL2 memiliki situs restriksi yang mampu dipotong oleh enzim restriksi HpaI dan ApaI. Pemotongan ini akan menyebabkan pDL 2 memiliki ujung tumpul dan ujung berperekat pada masing-masing sisi perpotongannya (Gambar 16).
Gambar 16 Hasil pemotongan plasmid pDL2 Hasil ligasi fragmen sigB dengan chiA disambungkan dengan plasmid pDL2 yang memiliki situs restriksi yang terpotong oleh enzim HpaI dan ApaI (Gambar 17 dan 18).
Gambar 17 Skema hasil penggabungan fragmen sigB-chiA dengan pDL2
26
Gambar 18 Skema letak fragmen DNA rekombinan pada plasmid pDL2 Transformasi Plasmid rekombinan ke dalam E. coli DH5 Hasil transformasinya akan berupa koloni bakteri yang tumbuh pada media NA (nutrient agar) yang telah diberi antibiotik penanda, yaitu ampisilin. Plasmid pDL2 membawa gen penyandi resisten terhadap ampisilin, sehingga bakteri yang tidak mengandung plasmid pDL2 tidak akan tumbuh pada media tersebut, kecuali bakteri tersebut mengalami mutasi secara spontan. Plasmid pDL2 yang digunakan memiliki ukuran 9193 bps. Keberhasilan transformasi plasmid pDL2 terlihat dengan perbandingan jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada kontrol. Jumlah koloni yang tumbuh pada kontrol harus jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah koloni yang tumbuh pada biakan yang mengandung plasmid (Gambar 19).
a b Gambar 19 Hasil transformasi plasmid pDL2 ke dalam bakteri E. coli DH5 . (a) Kontrol (b) pDL2 pembawa DNA rekombinan
27 Pengujian Aktivitas Kitinase E. coli DH5 Transforman E. coli DH5
yang membawa plasmid pDL2 tidak memiliki aktivitas
kitinase, sedangkan E. coli DH5
yang digunakan sebagai vektor DNA
rekombinan memiliki aktivitas kitinase. Hal ini terlihat pada Gambar 20, pada saat kedua bakteri ini dibiakkan pada media kitin, bakteri yang memiliki plasmid rekombinan akan membentuk zona bening di sekitar koloni, sedangkan bakteri yang tidak memiliki plasmid rekombinan tidak membentuk zona bening di sekitar koloninya. Bakteri E. coli DH5 transforman menegkspresikan sifat kitinase yang dibawa oleh plasmid pDL2.
E. coli pembawa DNA rekombinan
E. coli pembawa pDL2
Gambar 20 Aktivitas kitinase E. coli DH5 transforman pada media agar kitin
28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Gen kitinase (chiA) Aeromonas caviae WS7b dengan promoter sigB dari Bacillus subtilis 168 berhasil disambungkan menjadi fragmen DNA rekombinan. Fragmen DNA rekombinan ini disisipkan ke dalam plasmid pDL2 dan ditransformasikan ke dalam bakteri Escherichia coli DH5 . Di dalam bakteri transforman ini terdapat fragmen DNA rekombinan yang telah disisipkan ke dalam pDL2 dan mampu mengekspresikan aktivitas kitinasenya. Hal ini telah dibuktikan dengan adanya pembentukan zona bening pada media kitin di sekitar koloni bakteri pembawa DNA rekombinan dan penambahan ukuran plasmid pDL2 hasil rekombinan. Gen chiA mampu terekspresikan dengan baik di bawah promoter sigB. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mentransformasikan
plasmid
hasil rekombinan tersebut ke dalam bakteri B. subtilis 168 dan pengujian lanjutan potensi antagonis bakteri transforman terhadap cendawan patogen.
DAFTAR PUSTAKA Benson AK, Haldenwang WG. 1993. The sigB-dependent promoter of the Bacillus subtilis sigB operon is induced by heat shock. J Bacteriol 175(7): 1929–1935. [jurnal on-line]. http://www.ncbi.nlm.nih.gov [14 Jun 2008]. Boer W, Veen JA. 2001. Are Chitinolytic Rhizosphere Bacteria Really Beneficial to Plants?. Netherland: CAB International. Brigulla M , Hoffmann T , Krisp A, Völker U, Bremer E, Völker A. 2003. Chill induction of the Sigb-dependent general stress response in Bacillus subtilis and its contribution to low-temperature adaptation [abstrak]. J Bacteriol 185(15): 4305–4314. http://www.ncbi.nih.gov/articlerender.fcgi? [31Mar 2008]. Brurberg MB, Synstad B, Klemsdal SS, van Aalten DMF,,Eijsink VG. 2001. Chitinases from Serratia marcescens. Rec Res Dev Microbiol 5: 187–204. Cabib E. 1987. The synthesis and degradation of chitin. Di dalam: Malik A. 2000. Pengklonan gen kitinase bacterial menggunakan teknik mutagenesis transposon dan DNA pelacak heterologus [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Carnahan AM, O'Brien M, Joseph SW, Colwell RR. 1988. Enzymatic characterization of three aeromonas species using API Peptidase, API "Osidase," and API Esterase test kits. Diagnostic Microbiology & Infectious Disease 10(4):195-203. Chaudhury, A., G. Nath, B. N. Shukla, and S. C. Sanyal. 1996. Biochemical characterisation, enteropathogenicity and antimicrobial resistance plasmids of clinical and environmental Aeromonas isolates. Journal of Medical Microbiology 44(6):434-437. Cook R, Baker KF. 1996. The nature & practice of biological control of plant pathogens. Minnesota: APS Press. Delph CJ (ed). 1994. Fungicide Resistance Experience in Japan. Minnesota: The American Phytopathological Society. Delumeau O, Lewis RJ, Yudkin MD. 2002. Protein-protein interactions that regulate the energy stress activation of b in Bacillus subtilis [abstrak]. J Bacteriol 184(20): 5583–5589. http://www.ncbi.nih.gov/articlerender.fcgi? [31Mar 2008]. Downing KJ, Leslie G, Thomson JA. 2000. Biocontrol of the Sugarcane Borer Eldana saccharina by Expression of the Bacillus thuringiensis cry1Ac7 and Serratia marcescens chiA Genes in Sugarcane-Associated Bacteria. Applied And Environmental Microbiology 66 (7): 2804-2810. Downing KJ, Thomson JA. 2000. Introduction of the Serratia marcescens chiA gene into an endophytic Pseudomonas fluorescens for the biocontrol of phytopathogenic fungi. Can J Microbiol 46(4): 363-369.
30 Gan Z, Yang J, Tao N, Liang L, Mi Q. 2007. Cloning of the gene Lecanicillium psalliotae chitinase Lpchi1 and identification of its potential role in the biocontrolof root-knot nematode Meloidogyne incognita. . Appl Microbiol Biotechnol DOI 10.1007/s00253-007-1111-9. Glick BR, Pasternak JJ. 2003. Molecular Biotechnology: Principles and Application of Recombinant DNA Third Edition. Washington DC: ASM Press. Helman JD, Moran JR. RNA Polymerase and Sigma Factor. Di dalam: Sonenshein A L Hoch JA, Losick R (ed). 2002. Bacillus subtilis and Its Closest Relatives: from Genes to Cells. Washington: ASM Press. Hornby D, Cook RJ, Henis Y, Ko WH, Rovira AD (ed). 1990. Biological Control of Soil Borne Plant Pathogens. Wallingford: CAB International. Inbar J, Chet I. 1991. Evidence that chitinase produced by Aeromonas caviae is involved in the biological control of soil-borne plant pathogens by this bacterium. Soil. Biol Biochem 23: 973-978. Janda JM (1991). Recent advances in the study of the taxonomy, pathogenicity, and infectious syndromes associated with the genus Aeromonas. Clinical Microbiology Reviews, 4:397–410. Joseph SW (1996). Aeromonas gastrointestinal disease: a case study in causation? Di dalam: Austin B, Altwegg M, Gosling P, Joseph SW (ed). The genus Aeromonas. London, Wiley: 311–335. Kalman S, Duncan ML, Thomas SM, Price CW. 1990. Similkar organization of the sigB and spoAII operons encoding alternate sigma factors of Bacillus subtilis RNA polymerase. J Bacteriol 172: 5575-5585. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 1997. Brock, Biology of Microorganisms 8th ed. New Jersey: Prentice Hall. Malik A. 2000. Pengklonan gen kitinase bacterial menggunakan teknik mutagenesis transposon dan DNA pelacak heterologus [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [MBGD].2009. Bacillus subtilis 168. [14 Mei 2009]. http://mbgd.nlm.nih.gov. Mostertz J, Hecker M. 2003. Patterns of protein carbonylation following oxidative stress in wild-type and sigB Bacillus subtilis cell. J Molecular Genetics and Genomics 5 (269): 640-648. Nagasawa S, Tokishita S, Aiba H, Mizuno T. 1992. A novel sensor regulator protein that belongs to the homologous family of signal-transduction proteins involved in adaptive responses in Escherichia coli. Mol. Microbiol. 6:799–807. Old RW, Primrose SB. 1994. Principles of Gene Manipulation. Fifth Edition Blackwell Scientific Publication: London
31 Price CW. 2002. General stress response. Di dalam: Sonenshein A L Sonenshein AL, Hoch JA, Losick R (ed). Bacillus subtilis and Its Closest Relatives: from Genes to Cells. Washington: ASM Press. Popoff M (1984). Genus III Aeromonas Kluyver and van Niel 1936 398AL. Di dalam: Krieg NR, Holt JG, eds. Bergey’s manual of systematic bacteriology, Vol. 1.Baltimore, MD, Williams & Wilkins: 545–548. Roberts PW & Selitrennikof CP. 1988. Plant and bacterial chitinase differ inantifungal activity. J Gen Microbiol 134: 169-176. Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 2000. Molecular Cloning. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Cold Spring: New York. Siddiqui ZA. 2006. PGPR: Biocontrol and Biofertilization. Netherlands: Springer. Sitrit Y, Vorgias CE, Chet I, Oppenheim AB.. 1995. Cloning and Primary Structure of The chiA Gene from Aeromonas caviae. J Bacteriol 177: 41874189. Slepecky RA, Hemphill HE. The Genus Bacillus-Nonmedical. Di dalam: Balows A, Truper HG, Dworkin M, Harder W, Schleifer KH (ed). 1992. The Prokaryotes Second Edition. Springer-Verlag: New York. Soglio FK, Bertagnoli BL, Sinclair JB, Yu GY, Eastburn DM. 1998. Production of Chitinolytic Enzymes and Endoglucanase in the Soybean Rhizosphere in the Presence of Trichoderma harzianum and Rhizoctonia solani. J Biological Control 12: 111-117. Sonenshein AL, Hoch JA, Losick R (ed). 2002. Bacillus subtilis and Its Closest Relatives: from Genes to Cells. Washington: ASM Press. Wenuganen S. 1996. Pengklonan gen kitinase bacterial menggunakan teknik mutagenesis transposon dan DNA pelacak heterologus [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wiendi NMA. 2005. Konstruksi Fusi Transkripsi Gen Kitinase Asal Aeromonas caviae WS7b dan Ekspresinya pada Tanaman Kentang Kultivar Desiree [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.