TESIS
KEBERADAAN GEN VIRULENSI ESCHERICHIA COLI PADA LAWAR BALI DI WILAYAH KUTA DAN KAITANNYA DENGAN HIGIENE SANITASI
NI PUTU EKA TRISDAYANTI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
KEBERADAAN GEN VIRULENSI ESCHERICHIA COLI PADA LAWAR BALI DI WILAYAH KUTA DAN KAITANNYA DENGAN HIGIENE SANITASI
NI PUTU EKA TRISDAYANTI NIM 1392161001
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i
KEBERADAAN GEN VIRULENSI ESCHERICHIA COLI PADA LAWAR BALI DI WILAYAH KUTA DAN KAITANNYA DENGAN HIGIENE SANITASI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI PUTU EKA TRISDAYANTI NIM 1392161001
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 10 JULI 2015 Pembimbing I,
Pembimbing II,
Ir. I Nengah Sujaya, M.Agr. Sc., Ph.D NIP. 196612311993111002
dr. Anak Agung Sagung Sawitri, MPH NIP. 196809141999032001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH NIP. 194810101977021001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 10 Juli 2015 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 2024/UN14.4/HK/2015, Tanggal 7 Juli 2015
Ketua : Ir. I Nengah Sujaya, M.Agr. Sc., Ph.D Anggota : 1. Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH 2. Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si., Sp.MK 3. dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc.,PhD 4. dr. Anak Agung Sagung Sawitri, MPH
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama
: Ni Putu Eka Trisdayanti
NIM
: 1392161001
Program Studi
: Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tesis
: Keberadaan Gen Virulensi Escherichia coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta dan Kaitannya dengan Higiene Sanitasi
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI Nomor 17, tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Denpasar, 10 Juli 2015
Ni Putu Eka Trisdayanti
v
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Keberadaan Gen Virulensi Escherichia coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta dan Kaitannya dengan Higiene Sanitasi” ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. I Nengah Sujaya, M.Agr. Sc., Ph.D selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Ibu dr. Anak Agung Sagung Sawitri, MPH selaku pembimbing II yang penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan, semangat, dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Bapak Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD(KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku Ketua PS MIKM Unud. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada sekretariat PS MIKM Unud, Koordinator Peminatan Epidemiologi Lapangan PS MIKM Unud, dan para dosen dan staf PS MIKM Unud. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis ini, yaitu Bapak Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH, Bapak Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK, dan Ibu dr. Ni Wyn Arya Utami, M.App.Bsc., PhD yang telah memberikan masukan dan koreksi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Puskesmas Kuta I, Kepala Puskesmas Kuta II, Kepala Puskesmas Kuta Utara, dan Kepala Puskesmas Kuta Selatan yang memberikan ijin penelitian dan kepada para pemegang program kesling puskesmas dan bidang P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten vi
Badung yang telah membantu dalam pengumpulan data. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada para responden yaitu penjual dan pengolah lawar yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk mengadakan wawancara dan observasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Amy Yelly Kusmawati, S.KM., MP dan Ibu Wayan Nursini, S.TP., MP yang sangat membantu dalam uji laboratorium. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Bapak Udayana Bagian Laboratorium Bahasa Unud yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan abstrak tesis ini. Terima kasih yang sebesarbesarnya penulis ucapkan kepada civitas akademika Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan serta atas dukungan moral dan material. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga dan para sahabat yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Denpasar, 10 Juli 2015
Ni Putu Eka Trisdayanti
vii
ABSTRAK KEBERADAAN GEN VIRULENSI ESCHERICHIA COLI PADA LAWAR BALI DI WILAYAH KUTA DAN KAITANNYA DENGAN HIGIENE SANITASI Tidak semua jenis Escherichia coli (E.coli) berbahaya bagi kesehatan manusia. Infeksi karena strain E.coli pathogen merupakan penyebab foodborne illnesses. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan E.coli yang patogen dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) belum banyak dilakukan khususnya pada lawar Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi keberadaan E.coli patogen yang mungkin ada pada lawar dan kaitannya dengan higiene sanitasi di Kuta, Bali. Penelitian ini merupakan penelitian crossectional analitik dengan jumlah sampel sebanyak 43 warung (total sampling) yang menjual lawar putih (tanpa penambahan darah segar) di wilayah Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan. Penerapan higiene sanitasi (personal hygiene, sanitasi warung, sanitasi peralatan, dan fasilitas sanitasi) diperoleh dari hasil wawancara dan observasi dengan penjual lawar. Selanjutnya dilakukan uji laboratorium pada sampel lawar untuk mengetahui jumlah koloni bakteri dengan Total Plate Count (TPC), keberadaan E.coli dengan teknik pemupukan, dan deteksi gen virulen E.coli dengan teknik PCR. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan Regresi Logistik. Ditemukan sebanyak 44,2% lawar yang mengandung jumlah koloni bakteri 6 >10 CFU/gr; 46,5% lawar positif mengandung E.coli, dan 20% dari sampel yang positif E.coli mempunyai gen yang susunannya serupa dengan SLT-I yang belum diidentifikasi, sehingga perlu diteliti lebih lanjut identitas pita yang terbentuk dengan melakukan sekuensing DNA. Analisis multivariat menunjukkan bahwa higiene penjual yang tidak baik 7,29 kali lebih berisiko terhadap keberadaan E.coli dibandingkan dengan higiene penjual yang baik (Crude PR = 7,29; 95% CI : 1,47336,088; p = 0,015). Simpulan penelitian ini yaitu higiene penjual lawar tergolong kurang baik berhubungan dengan keberadaan E.coli pada lawar serta ditemukan gen yang serupa dengan SLT-I yang patogenik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi dinas kesehatan dan puskesmas untuk meningkatkan pembinaan/pelatihan keamanan pangan pada penjual/pengolah lawar khususnya di wilayah Kuta. Kata kunci : Escherichia coli, gen, virulensi, higiene, sanitasi, lawar
viii
ABSTRACT THE EXISTENCE OF VIRULENCE GENES OF ESCHERICHIA COLI IN BALINESE LAWAR IN KUTA AREA AND ITS RELATION TO HYGIENE SANITATION Not all kinds of E.coli dangerous to human health. Infection because of strains E.coli pathogen is cause of foodborne illnesses. Examination to detect the presence of E.coli pathogen with polymerase chain reaction technique has not been done especially in Balinese lawar. This study aimed to determine the potential presence of E. coli pathogens that may exist in lawar and its relation to hygiene and sanitation in Kuta, Bali. This study was a cross-sectional analytical study with a total sample of 43 stalls (total sampling), which sell white lawar (without the addition of fresh blood) in the area of North Kuta, Kuta, and South Kuta. The application of sanitary hygiene (personal hygiene, stall sanitation, equipment sanitation, and sanitary facilities) was obtained from interviews and observations of the sellers. Further laboratory tests were conducted on lawar samples to determine the number of bacterial colonies with Total Plate Count (TPC), the presence of E. coli with fertilization techniques, and the detection of E. coli virulence genes by PCR. Data were analyzed using univariate, bivariate, and multivariate analysis using logistic regression analysis. It was found that as many as 44.2% of lawars contained bacterial colony 6 >10 CFU/g; 46.5% of lawars positively contained E. coli, and 20% of the samples of positive E. coli had a gene a similar to the SLT-I, which has not been identified, so it needs further investigation of the band identity formed by DNA sequencing. Multivariate analysis showed that the sellers with bad hygiene had 7.29 times risks of the presence of E. coli in the lawar compared with those having good hygiene (Crude PR = 7,29; 95% CI : 1,473-36,088; p = 0,015). The conclusion of this research was that the lawar-sellers’hygiene classified as bad was correlated with the presence of E. coli in the lawar and it was found that there were genes similar to pathogenic SLT-I. The result is expected to be an input for health offices and health centers to improve supervision or training of food safety for lawar sellers or processor especially in the Kuta area, Bali. Key words : Escherichia coli, virulence, genes, hygiene, sanitation, lawar
ix
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ............................................................................................ i PRASYARAT GELAR ..................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI .................................................................. iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .................................................. v UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vi ABSTRAK ......................................................................................................... viii ABSTRACT ....................................................................................................... ix DAFTAR ISI ...................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ........................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................
1 1 4 4 4 4 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1 Karakteristik Bakteri Escherichia coli .......................................... 2.2 Metode Pemeriksaan Laboratorium Untuk Menganalisis Kontaminasi Bakteri Terhadap Makanan ..................................... 2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan E.coli pada Makanan ............................................................................... 2.4 Lawar Bali dan Kualitas Mikrobiologisnya ..................................
7 7 9 13 19
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN .................................................................................... 3.1 Kerangka Berpikir ......................................................................... 3.2 Kerangka Konsep .......................................................................... 3.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................
22 22 23 24
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................... 4.1 Rancangan Penelitian .................................................................... 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 4.3 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 4.4 Penentuan Sumber Data ................................................................ 4.4.1 Populasi dan Sampel ............................................................ 4.4.2 Teknik Pengambilan Sampel ................................................
26 26 26 26 27 27 27
x
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ................. 4.5.1 Variabel Penelitian ............................................................... 4.5.2 Definisi Operasional Variabel .............................................. 4.6 Instrumen Penelitian ...................................................................... 4.7 Prosedur Penelitian ........................................................................ 4.8 Analisa Data .................................................................................. 4.9 Pertimbangan Etika .......................................................................
27 27 29 32 32 37 40
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 5.1 Jumlah Koloni Bakteri dan E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta ............................................................................ 5.2 Deteksi Gen Virulen E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta ...... 5.3 Karakteristik Responden dan Penerapan Higiene Sanitasi pada Warung Lawar Bali di Wilayah Kuta ........................................... 5.4 Hubungan Higiene Sanitasi dengan Kualitas Mikrobiologis Lawar Bali di Wilayah Kuta ......................................................... 5.5 Faktor Independen yang Mempengaruhi Kualitas Mikrobiologis Lawar Bali di Wilayah Kuta .........................................................
42 42 45 48 51 54
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................. 56 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 65 7.1 Simpulan ........................................................................................ 65 7.2 Saran .............................................................................................. 66 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 68 LAMPIRAN ....................................................................................................... 73
xi
DAFTAR TABEL Halaman 3.1 Definisi Operasional Variabel ................................................................... 29 4.2 Primer yang dipergunakan untuk analisis patogroup E. Coli ................... 37 5.1 Sampel Penelitian di Wilayah Kuta .......................................................... 42 5.2 Hasil Total Plate Count dan Identifikasi E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Tahun 2015 ........................................................................ 43 5.3 Jumlah Koloni Bakteri dan Keberadaan E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Tahun 2015 ........................................................................ 44 5.4 Deteksi Gen Virulen E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta ................ 45 5.5 Jumlah Koloni Bakteri dan Keberadaan E.coli pada Lawar Bali Berdasarkan Kecamatan di Wilayah Kuta Tahun 2015 ............................ 48 5.6 Karakteristik Penjual dan Pengolah Lawar di Wilayah Kuta Tahun 2015 ................................................................................................ 48 5.7 Penerapan Higiene Sanitasi Warung Lawar di Wilayah Kuta Tahun 2015 ............................................................................................... 49 5.8 Hasil Observasi Penerapan Higiene Sanitasi Warung Lawar di Wilayah Kuta Tahun 2015........................................................................................ 50 5.9 Hasil Observasi Penerapan Higiene Sanitasi Warung Lawar Berdasarkan Kecamatan di Wilayah Kuta Tahun 2015 ................................................. 51 5.10 Crude Prevalen Ratio Karakteristik Responden dan Variabel Higiene Sanitasi dengan Jumlah Koloni Bakteri pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Tahun 2015 ....................................................................................... 52 5.11 Crude Prevalen Ratio Karakteristik Responden dan Variabel Higiene Sanitasi dengan Keberadaan E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Tahun 2015 ................................................................................................ 53 5.12 Hasil Analisis Regresi Logistik yang Berhubungan dengan Keberadaan E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Tahun 2015 ............................. 54
xii
DAFTAR GAMBAR
3.1 5.1 5.2
Halaman Kerangka Konsep .................................................................................... 23 Gel Elektroforesis PCR E.coli Target SLT-I pada sampel M = marker, P = kontrol positif gen SLT-I pada ATCC 43894 ................................... 46 Gel Elektroforesis PCR E.coli Target SLT-I pada sampel M = marker, P = kontrol positif gen SLT-I pada ATCC 43894 ................................... 47
xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH SINGKATAN BPOM
: Badan Pengawas Obat dan Makanan
CDC
: Center for Disease Control & Prevention
Dikpora
: Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
DIY
: Daerah Istimewa Yogyakarta
DNA
: Deoxyribonucleic acid
EAEC
: Enteroaggregative E. coli
EAF
: Escherichia coli Adherence Factor
E.coli
: Escherichia coli
EHEC
: Enterohemorrhagic E.coli
EIEC
: Enteroinvasive E. coli
EMBA
: Eosin Methylene Blue Agar
EPEC
: Enterophatogenic E.coli
EtBr
: Ethidium bromida
ETEC
: Enterotoxigenic E.coli
HUS
: Hemolytic uremic syndrome
KLB
: Kejadian Luar Biasa
LB
: Lactose Broth
LT
: Labile toxin
PCR
: Polymerase Chain Reaction
Permenkes RI: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia PKMT
: Pusat Kajian Makanan Tradisional
PS.IKM
: Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
SIKer
: Sistem Informasi Keracunan
SLT
: Shiga-like Toxin
SNI
: Standar Nasional Indonesia
STEC
: Shiga-toxin producing E.coli
ST
: Stable toxin
TBC
: Tuberculosis
TPC
: Total Plate Count Agar xiv
UGM
: Universitas Gajah Mada
UU
: Undang-undang
WHO
: World Health Organization
xv
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Kuesioner Wawancara dan Observasi Surat Ijin Penelitian Hasil Analisis Statistik Stata Dokumentasi Penelitian
xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling utama, sehingga pemenuhan konsumsi pangan yang cukup wajib diwujudkan. Selain segi kuantitas makanan, dari segi kualitas juga harus diperhatikan yaitu makanan yang sehat tidak hanya mengandung gizi seimbang, tetapi juga harus aman untuk dikonsumsi sehingga tidak menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne illnesses) pada orang yang mengonsumsinya. Lebih dari 250 jenis foodborne illnesses disebabkan oleh berbagai bakteri patogen atau toksinnya (Linscott, 2011). Kejadian foodborne illnesses diakibatkan oleh konsumsi pangan yang mengandung patogen seperti bakteri, virus, parasit, atau pangan yang tercemar akibat bio-toksin (WHO, 2011). Berdasarkan data dari Sentra Informasi Keracunan (SIKer) Nasional BPOM, pada tahun 2013 (semester 1) kasus keracunan yang disebabkan oleh makanan sebanyak 597 kasus dan yang disebabkan oleh minuman sebanyak 416 kasus. Kejadian penyakit akibat pangan ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Kejadian luar biasa (KLB) di Bali
akibat mengonsumsi pangan yang tercemar terjadi di wilayah sebelah utara Duda Kabupaten Karangasem pada Februari 2008 yang menimpa 600 orang dengan empat orang meninggal (Sujaya dkk., 2010). Kejadian serupa juga terjadi di Kabupaten Jembrana pada 28 Agustus - 4 September 2008 dengan 64 orang terinfeksi dan satu meninggal (Putra, 2008). Selain dialami oleh masyarakat lokal kejadian foodborne illnesses juga pernah dialami oleh wisatawan. Kejadian luar
1
2
biasa (KLB) keracunan makanan terjadi pada 20 wisatawan China pada 22 Mei 2013 setelah mengonsumsi makanan di berbagai tempat makan di wilayah Kuta (Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, 2013). Kejadian serupa juga terjadi pada 24 Juli 2014 yang menimpa 18 wisatawan China di Kedonganan, Kuta (Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, 2014).
Data tersebut menunjukkan masih
tingginya kejadian foodborne illnesses di Indonesia dan di Bali khususnya, dan kemungkinan besar angka tersebut lebih tinggi dari angka yang ada karena masih banyak kejadian di masyarakat yang tidak dilaporkan. Pengembangan pariwisata di Bali tidak terlepas dari makanan sebagai salah satu daya tarik wisata. Apalagi pangan etnik merupakan salah satu tujuan wisata kuliner yang digemari oleh masyarakat lokal dan wisatawan. Hal ini dibuktikan dari hasil observasi awal oleh peneliti di salah satu warung makan khas Bali di daerah Kuta Selatan yang menjual babi guling dan lawar sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan dari Jepang, Korea, Taiwan, dan bahkan memiliki pelanggan tetap dari Australia, dengan rata-rata jumlah pengunjung 20-50 wisatawan per hari. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya ada program penyehatan makanan dan minuman khususnya pada pangan etnik Bali agar tidak menimbulkan kejadian foodborne illnesses, namun informasi dari petugas kesehatan lingkungan di empat puskesmas wilayah Kuta, warung-warung makan khususnya warung lawar di wilayah Kuta tidak dilakukan pemeriksaan higiene sanitasi dan kualitas mikrobiologis makanan secara rutin, pemeriksaan rutin dilakukan di hotel dan restoran, sedangkan warung-warung lawar tersebut juga berpotensi dikunjungi oleh wisatawan dan masyarakat lokal.
3
Pangan etnik Bali yang diproduksi menggunakan metode tradisional berpengaruh selain pada rasa tetapi juga pada keamanan pangan tersebut (Sujaya, 2013). Beberapa studi tentang kualitas mikrobiologis pangan etnik Bali telah dilakukan. Penelitian kualitas mikrobiologis pada sate lilit ikan languan di Pantai Lebih Kabupaten Gianyar, Bali diperoleh hasil bahwa dari 13 sampel sate lilit ikan languan terkontaminasi oleh E.coli sebanyak 9 sampel (69,2%) (Primaningrum, 2006). Penelitian pangan etnik Bali yang lain yaitu pada lawar di daerah Sanur Kota Denpasar, dari 10 warung lawar, 6 sampel (60%) lawar terkontaminasi E.coli (Candra dkk., 2013). Penelitian pada lawar juga pernah dilakukan di wilayah Ubud, dari 24 sampel lawar merah (babi) di wilayah Ubud ditemukan 20 sampel (83,3%) terkontaminasi E.coli serta terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan, praktek personal hygiene, dan fasilitas sanitasi dengan keberadaan bakteri E.coli (Kinanthini, 2014). Keberadaan E.coli pada pangan etnik Bali tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/PER/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran, yang menyatakan bahwa angka E.coli dalam makanan 0/gram contoh makanan. Berdasarkan beberapa literatur tidak semua jenis E.coli berbahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa jenis E.coli yang berbahaya yang dapat menyebabkan keracunan makanan yang sangat serius bagi manusia seperti E.coli tipe O157:H7 (Enterohemorrhagic E.coli) (Arisman, 2009). Infeksi karena strain E.coli pathogen atau E.coli yang virulen merupakan penyebab foodborne illnesses (Hartono dan Widyastuti, 2005). Penelitian-penelitian sebelumnya masih
4
berdasarkan pada teknik pemupukan (culture based approaches) dengan menggunakan media pertumbuhan bakteri untuk melihat jumlah koloni E.coli yang terdapat dalam makanan, sedangkan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan E.coli yang patogen dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) mempergunakan primer spesifik (DNA based approaches) belum banyak dilakukan di Indonesia, khususnya pada pangan lawar di Bali. Berdasarkan situasi tersebut, penelitian ini penting untuk mengetahui potensi keberadaan E.coli patogen yang mungkin ada pada lawar dan kaitannya dengan higiene sanitasi, utamanya di daerah-daerah pariwisata seperti di Kuta, Bali. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang perlu diteliti yaitu apakah terdapat gen virulensi E.Coli pada lawar di wilayah Kuta Bali dan bagaimanakah kaitannya dengan higiene sanitasi? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui keberadaan gen virulensi E.coli pada lawar di wilayah
Kuta Bali dan kaitannya dengan higiene sanitasi. 1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik mikrobiologis yang terdiri dari jumlah koloni bakteri, proporsi E.coli, dan proporsi gen virulensi E.coli pada lawar di wilayah Kuta Bali.
5
2. Untuk mengetahui karakteristik dan praktek higiene tenaga penjual dan pengolah lawar serta sanitasi peralatan, fasilitas sanitasi, dapur dan warung lawar di wilayah Kuta Bali. 3. Untuk mengetahui hubungan praktek higiene tenaga penjual dan pengolah lawar (praktek cuci tangan, keadaan kuku, pemakaian sarung tangan, kondisi kesehatan, perilaku selama mengolah lawar, dan kebersihan pakaian) dengan jumlah koloni bakteri pada lawar di wilayah Kuta Bali. 4. Untuk
mengetahui
hubungan
sanitasi
peralatan
(pencucian
dan
penyimpanan) dengan jumlah koloni bakteri pada lawar di wilayah Kuta Bali. 5. Untuk mengetahui hubungan sanitasi warung makan dan dapur tempat pengolahan lawar (kondisi tempat pengolahan dan keberadaan vektor) dengan jumlah koloni bakteri pada lawar di wilayah Kuta Bali. 6. Untuk mengetahui hubungan fasilitas sanitasi (air bersih, kondisi saluran air limbah, tempat sampah, waktu pembuangan sampah, ketersediaan lap bersih, dan letak toilet dengan dapur/warung) dengan jumlah koloni bakteri pada lawar di wilayah Kuta Bali. 7. Untuk mengetahui hubungan praktek higiene tenaga penjual dan pengolah lawar (praktek cuci tangan, keadaan kuku, pemakaian sarung tangan, kondisi kesehatan, perilaku selama mengolah lawar, dan kebersihan pakaian) dengan keberadaan E.coli pada lawar di wilayah Kuta Bali. 8. Untuk
mengetahui
hubungan
sanitasi
peralatan
(pencucian
dan
penyimpanan) dengan keberadaan E.coli pada lawar di wilayah Kuta Bali.
6
9. Untuk mengetahui hubungan sanitasi warung makan dan dapur tempat pengolahan lawar (kondisi tempat pengolahan dan keberadaan vektor) dengan keberadaan E.coli pada lawar di wilayah Kuta Bali. 10. Untuk mengetahui hubungan fasilitas sanitasi (air bersih, kondisi saluran air limbah, tempat sampah, waktu pembuangan sampah ketersediaan lap bersih, dan letak toilet dengan dapur/warung) dengan keberadaan E.coli pada lawar di wilayah Kuta Bali. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi lembaga yang berwenang khususnya empat puskesmas di wilayah Kuta dan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung tentang usaha warung lawar yang perlu mendapat pembinaan keamanan pangan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Bakteri Escherichia coli Makanan yang berkualitas tidak hanya mengandung zat gizi yang dibutuhkan, akan tetapi juga aman untuk dimakan. Menurut UU No. 18 tahun 2012 tentang Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran fisik, biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Jadi makanan yang aman dikonsumsi adalah makanan yang bebas dari cemaran fisik, biologis, dan kimia, sehingga kejadian penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne illnesses) dapat dicegah. Sebagian besar kejadian foodborne illnesses diakibatkan oleh konsumsi pangan yang mengandung patogen seperti bakteri, virus, parasit, atau pangan yang tercemar akibat bio-toksin (WHO, 2011). Sehingga diperlukan pemeriksaan kualitas makanan dari segi mikrobiologis. Berbagai jenis bakteri dapat menyebabkan kejadian foodborne illnesses, salah satu bakteri tersebut adalah bakteri Escherichia coli (E.Coli). Bakteri ini berasal dari kotoran manusia dan hewan. Bakteri E. coli merupakan golongan bakteri gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak), menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa.
7
8
E. coli merupakan flora normal di dalam usus dan akan menimbulkan penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan lain. E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare (BPOM, 2008). Pada Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1098/Menkes/Per/VI/2003 angka bakteri E.coli 0/gr contoh makanan. Hal ini berarti dalam makanan tidak boleh terdapat bakteri E.coli. Infeksi E. coli biasanya melalui konsumsi makanan yang tercemar, seperti daging yang mentah, daging yang dimasak setengah matang, dan susu mentah. Gejala infeksi E.coli yaitu kram pada perut, diare, kadang bisa diare berdarah, demam, dan muntah-muntah. Penderita bisa sembuh setelah 10 hari namun terkadang bisa mengancam hidup manusia (WHO, 2014). Selain menyebabkan diare, E.coli juga bisa menginfeksi saluran kencing, saluran pernafasan, dan pneumonia. Jenis bakteri E.coli menurut CDC (2014) ada lima seperti diuraikan di bawah ini. 1. Enterohemorrhagic E.coli (EHEC) Jenis EHEC yang paling sering menjadi penyebab wabah foodborne illnesses karena EHEC mampu membentuk toksin yang dikenal dengan Shigatoxin. Karena mampu memproduksi Shiga-toxin, EHEC juga dikenal dengan Shiga-toxin producing E.coli atau STEC. EHEC terdiri dari 2 kategori yaitu E.coli O157 dan non-O157.
9
2. Enterotoxigenic E.coli (ETEC) ETEC merupakan penyebab traveler’s diarrhea dan negara miskin khususnya pada anak-anak. ETEC memproduksi toksin yang menstimulasi bagian dari usus sehingga mengeluarkan cairan berlebihan sehingga menyebabkan diare. Toksin dan penyakit akibat dari ETEC tidak ada hubungan dengan E.coli O157:H7. ETEC memproduksi 2 toksin yaitu heat-stable toxin (ST) dan heatlabile toxin (LT). 3. Enterophatogenic E.coli (EPEC) EPEC merupakan penyebab gastroenteritis yang tidak spesifik, menjadi penyebab penting diare pada bayi dan anak, khususnya di negara berkembang. 4. Enteroaggregative E. coli (EAEC) EAEC menyebabkan diare yang akut dan kronik pada masyarakat yang hidup di negara berkembang. 5. Enteroinvasive E. coli (EIEC) EIEC menyebabkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus. EIEC menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Penyakit yang paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan para wisatawan yang menuju negara tersebut. 2.2 Metode Pemeriksaan Laboratorium Untuk Menganalisis Kontaminasi Bakteri Terhadap Makanan Cemaran bakteri dalam makanan tidak bisa dilihat secara kasat mata, sehingga pemeriksaan laboratorium berperan penting untuk mendeteksi keberadaan bakteri dalam makanan. Untuk menganalisis kualitas mikrobiologis
10
makanan (jumlah koloni bakteri, keberadaan E.coli, dan gen virulensi E.coli) diperlukan pemeriksaan laboratorium dengan rincian seperti di bawah ini. 1. Metode Total Plate Count (TPC) Metode Total Plate Count Agar (TPC) merupakan salah satu metode untuk menentukan jumlah koloni bakteri. Menurut Fardiaz (1992), prinsip kerja analisis TPC adalah penghitungan jumlah bakteri yang ada di dalam sampel dengan pengenceran. Metode hitung cawan ini merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik. Sampel yang telah diencerkan secara seri bertingkat dengan larutan Bacteriological Peptone (OXOID), disebar dengan menggunakan batang kaca bengkok pada media Plate Count Agar (PCA), kemudian media agar yang sudah tersebar sampel diinkubasi dalam suhu 37ºC selama 24 jam, setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni bakteri (Sujaya dkk., 2013). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), belum ada standar SNI untuk persyaratan jumlah koloni bakteri pada lawar, sehingga peneliti merujuk pada penelitian Suter dkk. (1997), yang membandingkan dengan jumlah koloni bakteri pada pangan segar dengan jumlah jumlah koloni bakteri tidak melebihi 106 cfu/gr. 2. Uji E.coli pada media EMBA Sampel yang telah diencerkan secara seri bertingkat dengan larutan Bacteriological Peptone (OXOID), disebar dengan menggunakan batang kaca bengkok pada cawan petri yang sesuai. Untuk uji E.coli pada makanan dapat digunakan media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), kemudian diinkubasikan
11
pada suhu 37ºC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dan dicurigai sebagai bakteri E. coli yang terdapat pada media EMBA tersebut akan terlihat warna hijau metalik dan bagian pusat koloni berwarna gelap (Sujaya dkk., 2013). Media EMBA mengandung Eosin dan metilen biru, yang menghambat pertumbuhan bakteri gram positif, maka media ini dipilih untuk bakteri gram negatif. Media EMBA juga mengandung karbohidrat laktosa, dengan adanya karbohidrat laktosa bakteri gram negatif terdiferensiasi berdasarkan pada kemampuan mereka untuk memfermentasi laktosa. Warna hijau metalik mengkilat menunjukkan E.coli dapat memfermentasi laktosa menghasilkan produk akhir bersifat asam kuat (Bhaskara dkk., 2012). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/Per/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran, angka E.coli dalam makanan harus nol/gram contoh makanan. 3. Teknik Biologi Molekuler Polymerase Chain Reactions (PCR) Tidak semua jenis E.coli berbahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa jenis E.coli yang berbahaya yang dapat menyebabkan keracunan makanan yang sangat serius bagi manusia seperti E.coli tipe O157:H7 (Enterohemorrhagic E.coli) (Arisman, 2009). Infeksi karena strain E.coli pathogen atau E.coli yang virulen merupakan penyebab foodborne illnesses (Hartono dan Widyastuti, 2005). Untuk menganalisis keberadaan E.coli yang patogen dilanjutkan dengan menggunakan teknik yang berbasiskan DNA dengan teknik PCR spesifik yang menggunakan primer dan oligonukleotida spesifik. Polymerase Chain Reactions (PCR) adalah suatu metode memperbanyak jumlah DNA atau target gen yang
12
diinginkan secara in vitro, melalui serangkaian reaksi enzymatic. Secara umum reaksi berjalan dalam beberapa tahapan dimana tahap awal dimulai dengan denaturasi DNA template menjadi bentuk single strand, dan selanjutnya suhu diturunkan secara cepat untuk memberikan kondisi terjadinya annealing (penempelan/hibridisasi primer) pada bagian yang mempunyai susunan basabasa yang komplementer pada template. Pada saat yang bersamaan enzyme polymerase bekerja untuk menggabungkan susunan basa-basa yang sesuai. Setelah itu terjadi reaksi ekstensi (elongation) dimana perpanjangan reaksi pembentukan rantai DNA dengan sempurna. Jadi karena setiap double strand DNA akan dicetak menjadi 2 rantai single strand, maka setiap satu kali siklus reaksi menghasilkan 2 rantai double strand dari satu rantai DNA template (double strand). Dengan metode ini akan dihasilkan DNA dalam jumlah yang sangat besar dari sejumlah template DNA yang sangat terbatas. Dalam teknik molekuler biologi yang berhubungan dengan DNA dan teknik yang melibatkan PCR, elektroforesis merupakan bagian terintegrasi yang tidak bisa dihindari. Teknik ini bertujuan untuk memastikan apakah DNA bisa terisolasi dengan baik dan seberapa jauh kemurnian DNA yang diperoleh, dan yang lebih penting lagi adalah setelah dilakukan pencetakan fragment DNA (PCR), apakah reaksi amplifikasi sudah berlangsung dengan baik, atau apakah besar (panjang) produk yang terbentuk sudah sesuai dengan besarnya target gen, atau apakah primer yang digunakan cukup spesifik pada reaksi PCR. Ini semua dilakukan dengan menganalisis pita yang muncul pada gel setelah dilakukan elektroforesis. (Sujaya, 2005).
13
2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Escherichia coli pada Makanan Makanan dengan kandungan zat gizinya yang sangat dibutuhkan bagi manusia dapat memberikan kesehatan, namun sebaliknya melalui makanan manusia dapat terkena penyakit seperti diare dan keracunan makanan. Sehingga makanan yang dimakan harus memenuhi persyaratan keamanan makanan. Beberapa studi pemeriksaan E.coli pada makanan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan E.coli tersebut telah dilakukan. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan E.coli pada makanan yaitu : 1. Penjamah makanan Menurut Permenkes RI Nomor 1098/MENKES/PER/VII/2003 penjamah makanan merupakan orang-orang yang berhubungan langsung dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian makanan. Seorang tenaga penjamah makanan wajib menerapkan personal hygiene yang baik. Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1098/MENKES/PER/VII/2003, penerapan personal hygiene penjamah makanan yang baik yaitu wajib memiliki badan yang sehat, berperilaku bersih ketika mengolah makanan seperti mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, tidak bercakap-cakap,
perlindungan
kontak
langsung
dengan
makanan,
tidak
merokok/makan/minum, selalu menggunakan pakaian kerja yang bersih, dan tidak menggunakan perhiasan kecuali cincin kawin yang polos. Beberapa penelitian terkait pengaruh personal hygiene penjamah makanan terhadap keberadaan bakteri E.coli telah dilakukan. Seperti penelitian pada
14
makanan jajanan SD di wilayah Cimahi Selatan dan wilayah Kecamatan Bangkinang diperoleh hasil bahwa penjamah makanan yang tidak menerapkan personal hygiene dengan baik memiliki risiko 14 kali dan 4,5 kali makanan yang dijual tercemar E.coli dibandingkan dengan penjamah makanan yang sudah menerapkan personal hygiene yang baik (Riyanto dan Abdillah, 2012; Kurniadi dkk., 2013). Berdasarkan beberapa studi, keberadaan E.coli pada makanan sebagian besar dipengaruhi oleh perilaku penjamah makanan yang tidak mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum menjual makanan (Riyanto dan Abdillah, 2012; Makalew, 2013; Setyorini, 2013; Mohede dan Saptorini, 2014). Selain itu, kuku yang kotor dan panjang juga mempengaruhi keberadaan E.coli pada makanan (Riyanto dan Abdillah, 2012; Setyorini, 2013; Mohede dan Saptorini, 2014). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor
1098/MENKES/PER/VII/2003 yaitu tenaga pengolah makanan wajib menjaga kebersihan tangan termasuk juga kebersihan kuku. Menurut Lelieveld, dkk. (2003) dalam PKMT UGM dan Dinas Dikpora DIY (2010), kulit manusia merupakan tempat tumbuh mikroorganisme yang sangat baik, sehingga mencuci tangan perlu dilakukan untuk memutus jalur transisi mikroorganisme (Marriot (1999) dalam PKMT UGM dan Dinas Dikpora DIY (2010)). Kebiasaan mencuci tangan dapat menurunkan penyakit diare sebanyak 40%, hal ini dinyatakan oleh Larsen (2003) dalam PKMT UGM dan Dinas Dikpora DIY (2010). Menurut Fathonah S. (2005) dalam
Mohede dan Saptorini (2014), pencucian tangan
dengan sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air
15
mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme. Oleh karena tangan dan kuku merupakan tempat sarang bakteri, maka semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan pemakaian sarung tangan sekali pakai, alat penjepit makanan, dan sendok/garpu (Kemenkes, 2003). Hal ini sesuai dengan beberapa studi yang menyatakan bahwa menjamah makanan tanpa menggunakan alat/sarung tangan menyebabkan makanan terkontaminasi bakteri E.coli (Makalew, 2013; Setyorini, 2013). Perilaku jorok tenaga penjamah makanan juga berhubungan dengan keberadaan E.coli seperti merokok, menggaruk anggota badan, serta tidak menggunakan pakaian atau celemek yang bersih (Riyanto dan Abdillah, 2012), pada saat bersin tidak menggunakan tisu serta mengobrol saat menangani makanan (Makalew, 2013). 2. Peralatan Peralatan merupakan segala macam alat yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan seharusnya halus, tidak bercelah, tidak mengelupas, dan tidak menyerap air, sebab kondisi tersebut merupakan salah satu sumber kontaminasi bagi makanan yang diolah (PKMT UGM dan Dinas Dikpora DIY, 2010). Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1098/MENKES/PER/VII/2003, pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih atau deterjen dan disimpan pada tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus, dan hewan lainnya.
16
Sanitasi peralatan mempengaruhi keberadaan bakteri E.coli pada makanan atau minuman. Hal ini dibuktikan dari penelitian pada makanan jajanan SD di wilayah Cimahi Selatan, peralatan yang tidak bersih memiliki risiko 4,5 kali dibandingkan peralatan yang bersih. Beberapa pedagang tidak menggunakan air mengalir pada saat mencuci peralatan, tetapi menggunakan air yang ditampung dalam ember dan air tersebut tidak selalu diganti, peralatan dikeringkan dengan lap yang digunakan berkali-kali, serta penyimpanan alat pada tempat yang terbuka dan kotor (Riyanto dan Abdillah, 2012). 3. Fasilitas sanitasi Berdasarkan Permenkes RI
Nomor 1098/MENKES/PER/VII/2003,
fasilitas sanitasi adalah sarana fisik bangunan dan perlengkapannya yang digunakan untuk memelihara kualitas lingkungan atau mengendalikan faktorfaktor lingkungan fisik yang dapat merugikan kesehatan manusia antara lain sarana air bersih, jamban, peturasan, saluran limbah, tempat cuci tangan, bak sampah, kamar mandi, lemari pakaian kerja (locker), peralatan pencegahan terhadap lalat, tikus dan hewan lainnya serta peralatan kebersihan. Fasilitas sanitasi mempengaruhi keberadaan bakteri E.coli pada makanan. Berdasarkan beberapa studi faktor fasilitas sanitasi yang paling dominan berhubungan dengan keberadaan E.coli yaitu sarana air bersih. Penggunaan air yang ditampung dalam ember dan digunakan berkali-kali berhubungan dengan keberadaan E.coli pada makanan (Estrada-Garcia et al., 2004; Kurniadi, dkk., 2013; Riyanto dan Abdillah, 2012). Tersedianya air bersih, terutama air yang mengalir, sangat penting untuk menunjang sanitasi (PKMT UGM dan Dinas
17
Dikpora DIY, 2010). Pada beberapa kasus, tidak tersedianya air mengalir untuk fasilitas pencucian, pemasakan, dan air minum merupakan penyebab terjadinya cemaran pada bahan pangan, hal ini disampaikan oleh Lucca dan Torres (2002) dalam PKMT UGM dan Dinas Dikpora DIY (2010). Selain sarana air bersih, fasilitas sanitasi lain yang mempengaruhi keberadaan E.coli yaitu penggunaan lap berkali-kali (Kurniadi dkk., 2013; Riyanto dan Abdillah, 2012), kekurangan fasilitas toilet (Estrada-Garcia et al., 2004), tidak terdapat tempat sampah yang tertutup, pembuangan sampah dilakukan lebih dari 1x24 jam sehingga sampah menumpuk, serta tidak memiliki saluran air limbah yang kedap air (Kurniadi dkk., 2013). 4. Bahan makanan Persyaratan bahan makanan yang baik juga diatur dalam Permenkes RI Nomor 1098/MENKES/PER/VII/2003, karena untuk menghasilkan makanan yang berkualitas, bahan makanan harus dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak membusuk, bahan makanan berasal dari sumber resmi yang terawasi, bahan makanan kemasan, bahan tambahan makanan dan bahan penolong memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, penempatannya terpisah dengan makanan jadi, dan bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis dengan suhu yang sesuai (Kemenkes, 2003). Penelitian di Kota Mexico terhadap 48 pedagang jalanan di pasar terbuka, dilakukan pemeriksaan 103 sampel saos taco diperoleh hasil 44 (43%) mengandung E.coli. Faktor waktu, suhu, dan tempat penyimpanan mempengaruhi
18
keberadaan dari bakteri-bakteri tersebut yaitu saos taco disiapkan sehari sebelumnya dan dibiarkan di pasar tanpa perlindungan (Estrada-Garcia et al., 2004). Penelitian makanan jajanan SD di wilayah Cimahi Selatan menunjukkan bahwa bahan makanan jajanan yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 3,1 kali makanan tersebut mengandung E.coli dibandingkan dengan bahan makanan yang memenuhi syarat. Pedagang menyimpan bahan makanan mentah dengan makanan siap saji yang tidak terpisah, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya cross contamination (kontaminasi silang) dari bahan mentah ke makanan jajanan yang siap saji (Riyanto & Abdillah, 2012). Penelitian di Uganda keberadaan E.coli selain dipengaruhi oleh personal hygiene penjamah makanan juga disebabkan oleh penyimpanan bahan makanan pada temperatur yang tidak sesuai (Mugampoza et al., 2013). 5. Tempat pengolahan makanan Sanitasi lingkungan atau tempat pengelolaan makanan juga mempengaruhi tingkat kontaminasi E.coli. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1098/MENKES/PER/VII/2003, lokasi rumah makan dan restoran lebih dari 100 m dari sumber pencemaran seperti pabrik, toilet umum, tempat sampah umum, dan sumber pencemaran lainnya. Infrastruktur bangunan seperti langit-langit, dinding, pintu, jendela, dan lantai harus dalam keadaan yang baik dan bersih. Penelitian Musa (2013) mengenai hubungan higiene sanitasi dengan keberadaan E.coli pada es kelapa muda di Kota Gorontalo, diperoleh hasil bahwa tempat pengolahan berada di tempat yang tidak tertutup dan tidak bebas dari vektor berhubungan dengan keberadaan E.coli.
19
2.4 Lawar Bali dan Kualitas Mikrobiologisnya Pengembangan pariwisata di Bali tidak terlepas dari makanan sebagai salah satu daya tarik wisata. Apalagi pangan etnik merupakan salah satu tujuan wisata kuliner yang digemari oleh masyarakat lokal dan wisatawan. Lawar merupakan salah satu pangan etnik Bali yang sudah terkenal. Menurut Panji (1985) dalam Suter (2009), lawar adalah sejenis lauk pauk yang dibuat dari campuran daging dengan sayuran dan bumbu. Saat ini lawar tidak hanya tersedia pada saat upacara dan hari-hari besar keagamaan di Bali, tetapi bisa dikonsumsi setiap hari dan dengan mudah didapatkan di rumah makan atau restoran dan warung-warung pinggir jalan. Menurut Suter dkk. (1997) dalam Kinanthini (2014), pada umumnya jenisjenis lawar di Bali dikategorikan berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan lawar yaitu lawar sapi (lawar yang menggunakan daging sapi), lawar babi (lawar yang menggunakan daging babi), lawar penyu, lawar ayam, dan lawar itik. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat lawar adalah daging, sayur, kelapa, bumbu, dan kadang-kadang darah segar dari hewan yang berfungsi sebagai pewarna merah. Daging yang digunakan sebagai bahan lawar seperti daging babi, ayam, sapi, itik, penyu, dan lain-lainnya. Sayur yang digunakan adalah buah nangka muda, buah pepaya muda, berbagai jenis daun seperti daun belimbing, dan daun jarak, kacang-kacangan seperti kacang panjang. Sedangkan untuk bumbu yang digunakan dalam pembuatan lawar jenisnya sangat bervariasi. Umumnya bumbu terdiri dari lengkuas, jahe, kunyit, kencur, kemiri, bawang merah, bawang putih, ketumbar, merica, kelapa, terasi, cabe rawit, daun ginten,
20
dan sereh. Jumlah masing-masing bahan bumbu ini belum ada takaran yang pasti. Demikian pula tentang komposisi bahan penyusun lawar seperti daging, kulit hewan yang dagingnya digunakan sebagai bahan lawar, sayur, kelapa, dan bumbu yang digunakan belum ada acuan yang pasti, sangat tergantung pada selera pengolah lawar. Cara membuat lawar yaitu bahan penyusun lawar yang telah dipersiapkan dicampur merata menjadi satu dalam wadah baskom. Setelah semua bahan ditambahkan, campuran diaduk menjadi satu dengan menggunakan tangan sampai merata. Setelah selesai dicampur, lawar ini siap disajikan dan disantap. Namun dalam mengolah lawar sampai saat ini masyarakat Bali masih menggunakan tradisi yang diwariskan turun-menurun, tanpa mengacu resep tertentu sehingga mutu lawar yang dihasilkan sangatlah beragam antara pedagang lawar satu dengan yang lainnya (Suter, 2009). Dalam pembuatan masakan tradisional ini yang perlu diperhatikan adalah dari segi sanitasi lingkungan, higiene penjamah, kebersihan bahan dan alat yang dipakai ketika masakan tersebut dibuat (Budaarsa, 2012), karena hal-hal tersebut mempengaruhi kualitas masakan lawar yang dibuat. Pangan etnik Bali yang diproduksi menggunakan metode tradisional berpengaruh selain pada rasa tetapi juga pada keamanan pangan tersebut (Sujaya, 2013). Beberapa studi tentang kualitas mikrobiologis pangan etnik Bali Lawar telah dilakukan. Hasil Penelitian Yusa (1996), yang mengambil sampel lawar di Kodya Denpasar melaporkan baik lawar putih maupun lawar merah yang dijual di Kodya Denpasar ternyata tercemar oleh bakteri E.coli, hal ini juga dibuktikan oleh Suter dkk. (1997) dalam Kinanthini (2014) yang membeli sampel lawar di Kota
21
Gianyar, Tabanan, dan Denpasar ternyata hasil pengujian menemukan lawar di tiga kota tersebut 50% positif mengandung bakteri E.coli, dan 66,67% lawar total mikrobanya melebihi 106 koloni/gram, yaitu lebih tinggi dari total mikroba pada pangan segar 106 koloni/gram. Arihantana (1993) juga melaporkan dalam penelitiannya E.coli yang ada pada lawar bersumber dari daging mentah, kulit, sayuran yang digunakan, dan juga dari talenan bekas yang dipergunakan. Cemaran E.coli pada lawar dari dulu hingga sekarang masih saja terjadi. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian lawar tahun 2013 dan tahun 2014. Penelitian pada lawar tahun 2013 ditemukan 60% lawar yang dijual di daerah Sanur terkontaminasi E.coli (Candra dkk., 2013). Penelitian pada lawar tahun 2014 di wilayah Ubud, dari 24 sampel lawar merah (babi) di wilayah Ubud ditemukan 20 sampel terkontaminasi E.coli (Kinanthini, 2014). Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa lawar merupakan makanan yang sangat peka terhadap kerusakan terutama oleh bakteri yang sangat berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan seperti diare.
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Berdasarkan kajian pustaka, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas mikrobiologis makanan yaitu 1) penjamah makanan, faktor pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh penjamah makanan akan mempengaruhi perilaku personal hygiene, apabila perilaku tenaga penjamah makanan tidak sesuai dengan standar higiene dan sanitasi maka akan dapat mengontaminasi makanan yang diolahnya; 2) faktor lingkungan seperti peralatan, fasilitas sanitasi, dan tempat pengolahan makanan. Faktor kebersihan alat, tempat pencucian, tempat penyimpanan peralatan, serta kondisi peralatan yang masih baik seperti tidak rusak, tidak gompal, dan tidak cacat mempengaruhi kualitas makanan yang dihasilkan, peralatan yang tercemar bakteri dapat mencemari makanan. Mengenai fasilitas sanitasi faktor ketersediaan dan kualitas fasilitas sanitasi seperti air bersih, saluran air limbah, tempat sampah, tempat cuci tangan, jamban/toilet juga mempengaruhi kualitas mikrobiologis makanan yang dihasilkan. Kebersihan tempat pengolahan makanan yang tidak bersih, lokasinya yang dekat dengan sumber pencemaran dan infrastuktur bangunan yang tidak baik berisiko tinggi mencemari makanan yang diolah di tempat tersebut; 3) faktor bahan makanan, bahan makanan yang dalam kondisi tidak baik seperti busuk/rusak akan berisiko menghasilkan makanan yang tidak baik pula, oleh karena itu pemilihan bahan makanan, cara penyimpanan bahan, suhu dan waktu penyimpanan, dan tempat penyimpanan bahan mempengaruhi kualitas mikrobiologis makanan.
22
23
3.2 Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Tergantung Higiene tenaga penjual dan pengolah lawar - praktek cuci tangan - keadaan kuku - pemakaian sarung tangan - kondisi kesehatan - perilaku selama mengolah lawar - kebersihan pakaian
Kualitas mikrobiologis (jumlah koloni bakteri dan keberadaan E.coli) serta keberadaan gen virulensi E.coli pada lawar
Sanitasi Lingkungan: ‐ Sanitasi warung lawar dan dapur • Kondisi tempat pengolahan • Keberadaan vektor ‐ Sanitasi peralatan • Pencucian • Penyimpanan ‐ Fasilitas sanitasi • Air bersih • Kondisi saluran air limbah • Tempat sampah • Waktu pembuangan sampah • Ketersediaan lap bersih • Letak toilet dengan dapur/warung
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
24
3.3 Hipotesis Penelitian 1. Higiene tenaga penjual dan pengolah lawar (praktek cuci tangan, keadaan kuku, pemakaian sarung tangan, kondisi kesehatan, perilaku selama mengolah lawar, dan kebersihan pakaian) berhubungan dengan jumlah koloni bakteri pada lawar di wilayah Kuta Bali. 2. Sanitasi warung makan dan dapur tempat mengolah lawar (kondisi tempat pengolahan dan keberadaan vektor) berhubungan dengan jumlah koloni bakteri pada lawar di wilayah Kuta Bali. 3. Sanitasi peralatan (pencucian dan penyimpanan) berhubungan dengan jumlah koloni bakteri pada lawar di wilayah Kuta Bali. 4. Fasilitas sanitasi di lingkungan warung (air bersih, kondisi saluran air limbah, tempat sampah, waktu pembuangan sampah, ketersediaan lap bersih, dan letak toilet dengan dapur/warung) berhubungan dengan jumlah koloni bakteri pada lawar di wilayah Kuta Bali. 5. Higiene tenaga penjual dan pengolah lawar (praktek cuci tangan, keadaan kuku, pemakaian sarung tangan, kondisi kesehatan, perilaku selama mengolah lawar, dan kebersihan pakaian) berhubungan dengan keberadaan E.coli pada lawar di wilayah Kuta Bali. 6. Sanitasi warung makan dan dapur tempat mengolah lawar (kondisi tempat pengolahan dan keberadaan vektor) berhubungan dengan keberadaan E.coli pada lawar di wilayah Kuta Bali. 7. Sanitasi peralatan (pencucian dan penyimpanan) berhubungan dengan keberadaan E.coli pada lawar di wilayah Kuta Bali.
25
8. Fasilitas sanitasi di lingkungan warung (air bersih, kondisi saluran air limbah, tempat sampah, waktu pembuangan sampah, ketersediaan lap bersih, dan letak toilet dengan dapur/warung) berhubungan dengan keberadaan E.coli pada lawar di wilayah Kuta Bali.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan atau desain penelitian ini adalah crossectional analitik. Tiaptiap warung lawar diukur higiene tenaga penjual dan pengolah lawar serta sanitasi peralatan, fasilitas sanitasi, dan sanitasi dapur/warung lawar. Pengukuran kualitas mikrobiologis lawar dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium pada sampel lawar dari masing-masing warung, dan dilakukan analisis kualitas mikrobiologis, keberadaan gen virulensi, serta kaitannya dengan higiene sanitasi. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yaitu warung makan yang menjual lawar di wilayah Kuta Bali yang terdiri dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Kuta, dan Kecamatan Kuta Selatan. Untuk pemeriksaan laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Biosains dan Bioteknologi Universitas Udayana. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian ini selama enam bulan. Penggunaan waktu tersebut meliputi penyusunan proposal, seminar proposal, pengajuan proposal ke komisi etik, administrasi surat ijin penelitian, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, serta penyusunan laporan tesis. 4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam bidang kesehatan lingkungan, mikrobiologi, dan biologi molukuler. Materi yang dikaji dalam penelitian ini tentang keberadaan gen virulensi E.coli pada lawar Bali dan kaitannya dengan higiene tenaga penjual dan pengolah lawar dan sanitasi lingkungan warung lawar.
26
27
4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1
Populasi dan Sampel Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh warung makan yang
menjual lawar putih di wilayah Kuta Bali yang berjumlah 43 warung yang tersebar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kuta Utara terdapat 16 warung, Kecamatan Kuta terdapat 13 warung, dan Kecamatan Kuta Selatan terdapat 14 warung. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode total sampling yang artinya seluruh warung lawar (43 warung) di wilayah Kuta dijadikan sampel penelitian. 4.4.2 Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel lawar di masing-masing warung dengan cara membeli lawar putih (tanpa penambahan darah), kemudian sampel dimasukkan ke dalam plastik steril, isi label pada wadah tiap sampel yang berisi nomor sampel dan waktu pengambilan, selanjutnya ditaruh ke dalam cooler box yang berisi ice tube, dan segera dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Sampel dianalisis secepat mungkin, dan kalau harus dilakukan penyimpanan, maka sampel disimpan dalam lemari pendingin pada temperatur 5ºC dalam waktu yang tidak lebih dari 24 jam. Pengambilan sampel maksimal 10 sampel lawar dalam satu hari. 4.5 Variabel dan Definisi Operasional 4.5.1
Variabel Penelitian
1. Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini yaitu : - higiene tenaga penjual dan pengolah lawar (praktek cuci tangan, keadaan kuku, pemakaian sarung tangan, kondisi kesehatan, perilaku selama mengolah lawar, dan kebersihan pakaian)
28
- sanitasi dapur dan warung lawar (kondisi tempat pengolahan dan keberadaan vektor) - sanitasi peralatan (pencucian dan penyimpanan) - fasilitas sanitasi (air bersih, kondisi saluran air limbah, tempat sampah, waktu pembuangan sampah, ketersediaan lap bersih, dan letak toilet dengan dapur/warung) 2. Variabel dependen (tergantung) Variabel dependen (tergantung) dalam penelitian ini yaitu kualitas mikrobiologis (jumlah koloni bakteri dan keberadaan E.coli) serta keberadaan gen virulensi E.coli pada lawar.
4.5.2
Variabel
Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Cara Ukur Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Skala Analisis
Umur
Umur kronologis responden berdasarkan tanggal, Diukur dari Kuesioner bulan, dan tahun kelahiran tanggal, bulan dan tahun lahir
Umur responden dalam tahun
Interval
Ordinal
Jenis kelamin
Jenis kelamin responden berdasarkan penampilan Dilihat dari Kuesioner fisik yang terdiri dari laki-laki atau perempuan. penampilan fisik responden
Jenis kelamin responden laki-laki atau perempuan
Nominal
Nominal
Pendidikan
Pendidikan terakhir yang dimiliki oleh responden.
Kuesioner Menanyakan kepada responden ijazah terakhir yang dimiliki
Pendidikan responden
Ordinal
Ordinal
Diukur dari Kuesioner tahun mulai bekerja hingga saat ini
Masa kerja dalam satuan waktu (tahun)
Interval
Ordinal
Skor observasi
Numerik
Nominal
Masa kerja
Masa kerja responden berdasarkan tahun mulai bekerja hingga saat ini
Adalah tindakan dari tenaga penjual lawar saat Observasi dan Kuesioner dan Check List menjual lawar diamati dari beberapa aspek wawancara meliputi : – mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun sebelum mengambil lawar
Higiene tenaga penjual lawar
30 Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Skala Analisis
– Keadaan kuku pendek dan bersih – Mengambil lawar menggunakan alat – Tenaga penjual lawar tidak dalam keadaan sakit/mengidap suatu penyakit – Tidak berperilaku jorok selama menjual lawar seperti banyak berbicara, mengupil, memegang rambut, garuk-garuk kepala, dll – Berpakaian bersih dan rapi Higiene tenaga pengolah lawar
– Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun sebelum mengolah lawar – Keadaan kuku pendek dan bersih – Mengolah lawar menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai – Mencicipi lawar dengan menggunakan sendok – Tenaga pengolah lawar tidak dalam keadaan sakit/mengidap suatu penyakit – Tidak berperilaku jorok selama mengolah lawar seperti banyak berbicara, mengupil, memegang rambut, garuk-garuk kepala, dll – Berpakaian bersih dan rapi
Observasi dan Kuesioner dan Check Skor observasi wawancara List
Numerik
Nominal
Sanitasi peralatan
– Pencucian menggunakan air bersih dan sabun / detergent. – Penyimpanan peralatan terlindung dari pencemaran tikus, serangga, & hewan lainnya
Observasi
Numerik
Nominal
Check List
Skor observasi
31 Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Skala Analisis
dan Numerik
Nominal
Sanitasi warung
– Tempat mengolah lawar di tempat yang tidak terbuka – Warung/dapur bebas dari vektor seperti lalat
Observasi dan Check list dan wawancara kuesioner
Skor observasi wawancara
Fasilitas sanitasi
-
Observasi dan Kuesioner dan Check wawancara List
Skor observasi
Numerik
Nominal
Jumlah koloni bakteri
Jumlah koloni bakteri yang terdapat di dalam Pemeriksaan sampel lawar yang diukur sesuai metode TPC laboratorium (Sujaya dkk., 2013)
Menggunakan metode Total Plate Count (TPC) dengan media Plate Count Agar (PCA)
Jumlah koloni bakteri
Numerik
Nominal
Keberadaan E.coli
Analisis keberadaan E.coli yang terdapat di dalam Pemeriksaan lawar menggunakan media EMBA (Sujaya dkk., laboratorium 2013)
Menggunakan media spesifik Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) Menggunakan teknik biologi moleluker (PCR)
Positif atau negatif Nominal E.coli dalam media EMBA
Nominal
Positif atau negatif gen Nominal virulensi E.coli dan apabila positif dapat dilihat jenis serotype E.coli
Nominal
Adanya air bersih yang mengalir Adanya saluran air limbah yang tertutup Adanya tempat sampah yang tertutup Sampah sudah dibuang tidak lebih dari 24 jam Adanya lap dalam keadaan bersih Adanya toilet yang tidak berhubungan langsung dengan dapur/warung
Keberadaan Analisis keberadaan gen virulensi dengan teknik Pemeriksaan gen virulensi PCR (Sujaya, 2005) laboratorium E.coli
4.6 Instrumen Penelitian Dalam pengumpulan data penelitian digunakan beberapa alat atau instrumen penelitian. Alat-alat / instrumen penelitian yang dimaksud adalah : 1. Kuesioner yang berpedoman pada Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran Permenkes RI No. 1098/MENKES/PER/VII/2003. 2. Pedoman observasi berdasarkan Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran Permenkes RI No. 1098/MENKES/PER/VII/2003. 4.7 Prosedur Penelitian Cara-cara pengumpulan data dalam penelitian ini secara rinci diuraikan sebagai berikut. 1. Wawancara dan observasi Kunjungan pertama ke warung lawar untuk melakukan wawancara observasi untuk menggali data tentang karakteristik responden, personal hygiene, sanitasi lingkungan warung makan dan dapur, dan fasilitas sanitasi. 2. Pemeriksaan laboratorium Kunjungan kedua ke warung lawar untuk membeli sampel lawar di tiaptiap warung lawar di wilayah Kuta Bali, dengan jumlah sampel yang diambil per hari maksimal 10 sampel yang kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah koloni bakteri, keberadaan E.coli, dan keberadaan gen virulensi E.coli. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah koloni bakteri, keberadaan E.coli, dan keberadaan gen virulensi E.coli dilakukan dengan
32
33
prosedur sebagai berikut. 1. Persiapan Bahan Kerja Adapun bahan yang digunakan dalam pemeriksaan laboratorium yaitu Media Plate Count Agar (PCA), Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), Lactose Broth (LB), glycerol, Pengencer air aquadest steril. Peralatan untuk pemeriksaan sampel : autoclave, inkubator, timbangan, tabung reaksi, rak tabung reaksi, labu erlenmeyer, gelas takaran, lampu spiritus, pinset, spidol, cawan petri, micropipet, jarum ose, batang kaca bengkok, pisau, kapas, aluminium foil, kertas buram. Peralatan dan bahan untuk PCR : tabung PCR 200 mikro liter, pipetman 0,5 – 10 mikro liter dan 10-200 mikroliter dengan tipnya, mesin PCR, sentrifuge, vortex, DNA template, air steril, es batu, elektroforesis set, master mix PCR, primer, SDW, TE-buffer. Peralatan dan bahan untuk elektroforesis : elektroforesis set, pipetman 10 mikroliter dengan tipnya, transluminator, kamera, DNA hasil isolasi, agarose 1%, loading buffer, bufer Tris-Asam asetat-EDTA, Ethidium bromida (EtBr). 2. Uji Jumlah Koloni Bakteri dan Identifikasi E.coli Untuk uji jumlah koloni bakteri pertama yang dilakukan yaitu membuat media PCA dengan cara melarutkan 18 gr PCA dalam 750 ml aquadest di dalam erlenmeyer 1000 ml, kemudian dihomogenkan. Membuat media EMBA dengan cara melarutkan 9 gr EMBA dalam 250 ml aquadest di dalam erlenmeyer 500 ml, kemudian dihomogenkan. Menuangkan 90 ml aquadest dalam botol pengencer dan 9 ml aquadest dalam tabung reaksi. Mensterilkan dengan memasukkan alatalat seperti cawan petri, batang bengkok, botol pengencer dan tabung yang berisi
34
aquadest, media PCA dan EMBA, dan pipet ke dalam autoclave. Semua alat dan bahan tersebut disteril di autoclave pada suhu 121º C selama 15 menit. Setelah selesai autoclave, BSC (Biosafety Cabinet) dinyalakan dan tekan tombol UV selama 30 menit, kemudian UV dimatikan dan dihidupkan fan dan lampunya, menyalakan api spiritus dan menuang media PCA dan EMBA yang sudah dibuat ke dalam cawan petri di dalam BSC (Biosafety Cabinet). Setelah media dituang, ditunggu media sampai beku kemudian diinkubasi dalam incubator selama 18 – 24 jam. Selanjutnya dilakukan penanaman sampel pada media. Mengeluarkan media dari dalam incubator, media yang steril digunakan untuk penelitian, media yang terkontaminasi tidak dipakai. Memberikan kode-kode sampel pada botol pengencer, tabung-tabung pengencer, dan media. Menyiapkan pipet ukur 1000 µl dan 200 µl, batang bengkok, pipet (blue tips dan yellow tips), dan ose. Sepuluh gram lawar diencerkan secara seri bertingkat dengan 9 ml larutan aquadest steril dengan menyesuaikan kode sampel dengan kode botol dan tabung larutan pengencer. Untuk melihat jumlah koloni bakteri sebanyak 0,1 ml sampel yang sudah diencerkan (10-4 - 10-6) disebar dengan menggunakan batang kaca bengkok pada cawan petri yang berisi media PCA yang sesuai. Untuk mengetahui keberadaan E.coli, penanaman sampel dilakukan pada media EMBA dengan cara memanaskan ose di api spiritus hingga berwarna merah kemudian dicelupkan dalam tabung pengencer yang berisi sampel lawar kemudian ose yang ada sampel tersebut digores dalam empat radian. Media PCA dan EMBA yang sudah diratakan dengan sampel diinkubasi pada suhu 37º C selama 18 – 24 jam di dalam inkubator. Setelah diinkubasi, dilanjutkan dengan menghitung jumlah koloni
35
bakteri dan keberadaan E.coli. Menghitung jumlah koloni sesuai dengan seri pengenceran. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni bakteri dengan rumus sebagai berikut : Koloni (cfu/gr) = jumlah koloni/cawan x (1/faktor pengenceran) data yang diperoleh dianalisis dan dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri pada pangan segar yang dinyatakan aman apabila jumlah koloni bakteri tidak melebihi 106 cfu/gr. Untuk keberadaan E.coli pada EMBA ditunjukkan dengan koloni berwarna hijau metalik. Kemudian dilakukan pengecatan Gram dengan menunjukkan batang berwarna merah (batang Gram negative). Sampel yang positif E.coli disub kultur ke media EMBA yang lain dan disimpan dalam lemari pendingin untuk dilanjutkan pemeriksaan gen virulensi E.coli dengan PCR. 3. Identifikasi E.coli dengan Uji SIM (Sulphite Indol Motility) Selain dengan media EMBA, identifikasi E.coli juga dilakukan dengan uji SIM (Sulphite Indol Motility). Sebanyak 1,5 gr media SIM dilarutkan dalam 50 ml aquadest kemudian dipanaskan hingga larut dan dituang ke tabung. Tabung yang berisi media SIM di autoclave pada suhu 121º C selama 15 menit. Isolat dinokulasikan pada media SIM berbentuk agar tegak dengan cara menusukkan dari bagian atas media sampai dasar tabung dengan menggunakan jarum ent (ose lurus). Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. 4. Pemeriksaan Keberadaan Gen Virulensi E.coli Sampel yang positif E.coli dilanjutkan dengan pemeriksaan keberadaan gen virulensi E.coli. Pemeriksaan ini diawali dengan ekstraksi DNA dengan cara kerja yaitu melarutkan 0,7gr Lactose broth (LB) dalam 50 ml aquadest, kemudian
36
dipanaskan sampai larut. Media LB yang sudah larut dipipet masing-masing 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung. Sampel yang positif E.coli, diambil stoknya di dalam freezer kemudian dikultur pada Lactose broth (LB), kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Setelah 24 jam sebanyak 0,1 ml sampel yang dikultur pada LB dipipet dan dimasukkan ke dalam masing-masing tabung Eppendorf, kemudian disentrifugasi 5000 rpm selama 5 menit. Supernatant dibuang sehingga hanya sel saja yang masih di dalam tabung Eppendorf. 100µl aquadest steril (SDW) dimasukkan lagi ke dalam masing-masing tabung Eppendorf , kemudian di vortex dan disentrifugasi 5000 rpm selama 5 menit. Supernatant masing-masing tabung Eppendorf dibuang kemudian masukkan 50µl aquadest steril (SDW), di vortex, direbus selama 5 menit, masukkan dalam freezer 20-30 menit, kemudian rebus kembali dan masukkan dalam freezer 20-30 menit. Setelah ekstraksi DNA, dilanjutkan dengan PCR gen virulensi. Campuran reaksi PCR terdiri dari 6,25µl Master Mix GoGreen, 1 µl primer Forward 10pmol, 1 µl primer Reverse 10pmol, 3,25 µl deionized water, 1 µl DNA bakteri lawar, sehingga diperoleh volume akhir campuran PCR sebanyak 12,5 µl. Reaski PCR dilakukan sebagai berikut : pre-denaturasi pada suhu 94oC selama 5 menit; diikuti dnegan 30 siklus pada 94oC (30 detik), annealing pada 55oC (30 detik), polimerasi pada 72oC (2 menit). Pada tahap akhir ditambahkan dengan elongasi pada suhu 72oC selama 5 menit dan selanjutnya didinginkan pada suhu 5oC. Setelah PCR selesai, sebanyak 5 µl produk PCR dielektroforesis pada agarose 2% dan selanjutnya keberadaan pita divisualisasi dengan UV trans ilmuminator. Produk PCR yang sesuai dibandingkan dengan 100bp DNA ladder
37
dan dicocokan dengan data yang sudah dipublikasikan tentang ukuran produk PCR. Hasil yang positif ditunjukkan dengan terbentuknya pita/band dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran pita yang sudah dipulikasikan sebelumnya.
Pathogroup ETEC
Tabel 4.2 Primer yang dipergunakan untuk analisis patogroup E. Coli Primer seq. Gene Reff. (‘5 3’) LT TCT GAC TGT GCA TAC GGA GC Olive,D.M., 1989 CCA TAC TGA TTG CCG CAAT LT1
GGC GAC AGA TTA TAC CGT GC CCG AAT TCT GTT ATA TAT GTC
Schultsz, C., 1994
EAF
CAG AAA AGA AAG ATG ATA A TAT GGG GAC CAT GTA TTA TCA
Franke et al., 1994
EHEC and SLTI CAG TTA ATG TGG TGG CGA AGG shiga like (LP30/31) CAC CAG ACA ATG TAA CCG CTG toxin E. Coli EIEC iai CTG GAT GGT ATG GTG AGG GGA GGC CAA CAA TTA TTT CC
Cebula et al., 1995
EPEC
Schoolnik, 1993
4.8 Analisis Data Data dianalisis dengan bantuan program STATA. Sebelum data dianalisis maka terlebih dahulu dilakukan pengolahan data dengan beberapa tahapan di bawah ini. 1. Coding Pada masing-masing jawaban hasil observasi dan wawancara ditentukan kode pada variabel karakteristik responden, penerapan higiene sanitasi, dan hasil pemeriksaan jumlah koloni bakteri, E.coli, dan gen virulensi E.coli. Variabel karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, dan masa kerja dikategorikan menjadi dua dan ditentukan kodenya. Untuk variabel higiene sanitasi dan hasil uji laboratorium diberikan kode 0 untuk jawaban yang
38
menunjukkan perilaku tidak berisiko dan hasil yang memenuhi syarat pada hasil laboratorium dan kode 1 untuk jawaban yang menunjukkan perilaku berisiko dan hasil yang tidak memenuhi syarat pada hasil laboratorium. 2. Data Entry Setelah ditentukan kodenya, kemudian peneliti memasukkan data-data ke dalam komputer menggunakan program Microsoft excel, kemudian tiap-tiap sampel penelitian dilakukan penghitungan skor pada masing-masing variabel higiene sanitasi dan membuat kategori penerapan higiene sanitasi baik atau buruk berdasarkan hasil skor. Untuk penerapan higiene sanitasi yang baik diberikan kode 0 dan untuk higiene sanitasi yang tidak baik diberi kode 1 yang selanjutnya dipindahkan ke dalam program STATA 12.0 untuk dianalisis. 3. Data Cleaning Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer dilakukan untuk menghindari kesalahan data yang dianalisis. Setelah data diolah maka selanjutnya dilakukan analisis data. 1.
Analisis Univariat Analisis univariat menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari
tiap-tiap variabel. Adapun variabel-variabel yang di analisis univariat yaitu : -
Kondisi umum responden seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, dan masa kerja. Variabel umur dan masa kerja direcode menjadi kelompok umur dan kelompok masa kerja
39
-
Higiene tenaga penjual dan pengolah lawar Masing-masing tenaga penjual dan pengolah lawar dinilai kondisi higienenya dan dihitung skornya. Kemudian dibuatkan tabel distribusi frekuensi dan persentase yang menunjukkan gambaran higiene pembuat lawar. higiene tenaga pengolah lawar baik bila total skor ≥ 70% , diberi kode 0; higiene tenaga pengolah lawar buruk bila total skor < 70%, diberi kode 1.
– Sanitasi lingkungan warung seperti sanitasi warung makan dan dapur, sanitasi peralatan, dan fasilitas sanitasi. Variabel-variabel yang termasuk dalam sanitasi lingkungan ini juga dihitung skornya dan dibuatkan tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui gambaran sanitasi masing-masing warung makan. a. sanitasi peralatan baik bila total skor ≥ 70% , diberi kode 0; sanitasi peralatan buruk bila total skor < 70%, diberi kode 1. b. sanitasi warung baik bila total skor ≥ 70% , diberi kode 0; sanitasi warung buruk bila total skor < 70%, diberi kode 1 c. fasilitas sanitasi baik bila total skor ≥ 70% , diberi kode 0; fasilitas sanitasi buruk bila total skor < 70%, diberi kode 1. - Jumlah koloni bakteri (numerik) direcode menjadi data nominal : 0 = memenuhi syarat bila jumlah koloni bakteri ≤ 106 ; 1 = tidak memenuhi syarat bila jumlah koloni bakteri > 106; kemudian dibuatkan tabel distribusi frekuensi dan persentase yang menunjukkan gambaran jumlah jumlah koloni bakteri pada lawar.
40
- Gambaran E.coli pada lawar 0 = Memenuhi syarat (jumlah E.coli 0 pada sampel) ; 1 = Tidak memenuhi syarat (ada E.coli pada sampel); kemudian dibuatkan tabel distribusi frekuensi dan persentase yang menunjukkan gambaran E.coli pada lawar - Keberadaan gen virulensi E.coli Untuk sampel yang positif E.coli dideteksi keberadaan gen virulensi penyandi toksin pada serotype E.coli (EPEC, ETEC, EIEC, EAEC, EHEC) pada pangan etnik Bali lawar. Data keberadaan gen virulensi dianalisis secara deskriptif yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase yang menunjukkan keberadaan gen virulensi E.coli pada lawar. 2
Analisa Bivariat dan Multivariat Data yang terkumpul diolah secara statistik digunakan untuk menguji
hubungan antara kondisi higiene tenaga penjual dan pengolah lawar dan sanitasi lingkungan warung dengan jumlah koloni bakteri, dan keberadaan E.coli. Analisa bivariat digunakan Chi square dengan signifikansi α = 0,05 dan analisa multivariat untuk menganalisis variabel yang independen berhubungan dengan variabel tergantung digunakan teknik analisis regresi logistik. 4.9 Pertimbangan Etika Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan dua kali kunjungan ke masing-masing warung lawar di wilayah Kuta, Bali. Pada kunjungan pertama yaitu dengan melakukan wawancara dan observasi. Kunjungan pertama ini,
41
peneliti akan menginformasikan maksud kunjungan dan meminta persetujuan dari pedagang/pemilik warung/tenaga pengolah lawar. Kunjungan kedua peneliti melakukan pengambilan sampel lawar dengan membeli
lawar
tanpa
pemberitahuan/permohonan
persetujuan
kepada
pedagang/pemilik warung bahwa sampel lawar yang diambil akan diteliti keberadaan bakteri. Hal ini dilakukan berdasarkan infromasi dari petugas kesehatan lingkungan di puskesmas wilayah Kuta dan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, bahwa pemeriksaan sampel lawar di warung-warung makan tidak dilakukan secara rutin karena keterbatasan dana pemerintah, sedangkan membebankan biaya kepada pemilik warung juga belum bisa dilakukan.. Pemeriksaan rutin dilakukan di restoran dan hotel karena dana berasal dari restoran/hotel itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, petugas mengkhawatirkan pemilik keberatan memberikan sampel lawar untuk diuji laboratorium. Kemungkinan besar pedagang/pemilik akan merasa sangat khawatir dengan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap keberlanjutan usaha warungnya, walaupun peneliti menyatakan akan menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan, sehingga peneliti membeli lawar dari masing-masing warung makan. Peneliti melihat ada kepentingan publik yang lebih besar yaitu kewajiban untuk menjaga keamanan pangan. Peneliti memiliki komitmen untuk menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan laboratorium agar tidak merugikan usaha warung lawar.
42
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Koloni Bakteri dan E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Pada penelitian ini total warung yang diteliti sebanyak 43 warung dengan rincian sebagai berikut. Tabel 5.1 Sampel Penelitian di Wilayah Kuta Kecamatan
Jumlah Warung Hasil Survei Awal 12 15
Kuta Utara Kuta
Jumlah Warung yang Diteliti 16 13
Kuta Selatan
18
14
Total
45
43
Keterangan Ditemukan 4 warung baru 5 warung tidak menjual lawar putih dan ditemukan 3 warung baru 6 warung tidak menjual lawar putih dan ditemukan 2 warung baru
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, jumlah warung hasil survei awal berjumlah 45, setelah dilakukan penelitian di lapangan jumlah warung yang memenuhi persyaratan sampel untuk diteliti sebanyak 43 warung. Dari total 43 warung yang sesuai dengan persyaratan sampel (lawar putih), terdapat 4 responden yang menolak untuk diwawancarai dan diobservasi, dengan alasan sibuk dan penolakan yang sangat keras (1 responden) dan dengan alasan tidak berani menerima peneliti oleh karena tidak ada pemilik warung (3 responden). Peneliti sudah berusaha mengunjungi kembali ke 3 warung tersebut namun tidak bertemu dengan pemilik warung, dan pegawainya mengatakan bahwa kedatangan pemilik warung tidak menentu, dan pegawai tidak berani memberikan nomor telepon pemilik warungnya. Walaupun 4 responden tersebut menolak untuk wawancara dan observasi, sampel lawar putih yang dijual tetap diteliti di laboratorium. Jadi total
43
responden yang diwawancarai dan diobservasi yaitu 39 responden dan total sampel lawar yang diteliti di laboratorium berjumlah 43. Tabel 5.2 Hasil Total Plate Count dan Identifikasi E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Kode Sampel 1 KU 2 KU 3 KU 4 KU 5 KU 6 KU 7 KU 8 KU 9 KU 10 KU 11 KU 12 KU 13 KU 14 KU 15 KU 16 KU 1K 2K 4K 5K 6K 7K 9K 11 K 12 K 13 K 14 K 15 K 16 K 1 KS 2 KS 4 KS 5 KS 6 KS 7 KS 8 KS 9 KS 10 KS 11 KS 12 KS 13 KS 14 KS 15 KS
Hasil TPC (CFU/gram) 3,9 x 106 1,1 x 106 4,7 x 107 4,0 x 104 6,6 x 105 6,0 x 106 4,0 x 105 1,1 x 106 5,1 x 106 3,7 x 105 2,2 x 105 7,9 x 105 2,6 x 105 2,3 x 106 8,8 x 105 2,1 x 106 2,0 x 105 1,4 x 107 5,1 x 106 6,0 x 104 2,0 x 104 1,2 x 105 3,8 x 106 1,5 x 105 2,5 x 105 8,3 x 106 4,3 x 105 3,6 x 106 3,4 x 107 2,2 x 105 7,0 x 104 7,0 x 104 1,7 x 105 2,7 x 105 2,2 x 106 1,0 x 107 5,0 x 104 2,2 x 105 1,1 x 107 4,4 x 105 2,0 x 104 1,1 x 106 4,1 x 106
E.coli (EMBA) Positif Positif Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Negatif
E.coli (SIM) Positif Positif Positif TD TD Positif Positif TD TD Positif TD Positif Positif Negatif Positif Positif Positif Positif TD TD TD TD Positif TD TD TD TD Positif Positif TD TD Positif Positif TD Positif TD TD TD TD Positif Positif TD TD
Keterangan : TD = tidak dilakukan
Keterangan
Menolak diobservasi
Menolak diobservasi
Menolak diobservasi Menolak diobservasi
44
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, untuk identifikasi E.coli dengan media EMBA terdapat 21 sampel positif E.coli, namun setelah dikonfirmasi dengan media SIM terdapat satu sampel yang menunjukkan reaksi sulfit positif sehingga sampel tersebut negatif E.coli. Hasil Total Plate Count (jumlah koloni bakteri) dan identifikasi E.coli tidak selalu sejalan. Terdapat 10 sampel yang jumlah koloni bakterinya memenuhi syarat (jumlah koloni bakteri ≤ 106 CFU/gr), namun positif E.coli yaitu pada kode sampel 7KU, 10KU, 12KU, 13KU, 15KU, 1K, 4KS, 5KS, 12KS, dan 13KS. Begitu juga sebaliknya, terdapat delapan sampel yang jumlah koloni bakterinya tidak memenuhi syarat (jumlah koloni bakteri >106 CFU/gr), namun negatif E.coli yaitu pada kode sampel 8KU, 9KU, 4K, 13K, 8KS, 11KS, 14KS, dan 15KS. Hasil Total Plate Count (jumlah koloni bakteri) dan identifikasi E.coli pada tabel 5.2 di atas dikategorikan menjadi dua yaitu memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 5.3 Jumlah Koloni Bakteri dan Keberadaan E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Tahun 2015 Kategori Uji Laboratorium Jumlah Sampel MS TMS Jumlah koloni bakteri 43 24 (55,8%) 43 23 (53,5%) E.coli Keterangan : MS = memenuhi syarat TMS = tidak memenuhi syarat
19 (44,2%) 20 (46,5%)
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, dapat dilihat bahwa untuk jumlah koloni bakteri 55,8% sampel memenuhi syarat (jumlah koloni bakteri ≤ 106 CFU/gr) dan 44,2% tidak memenuhi syarat (jumlah koloni bakteri >106 CFU/gr). Dari 43
45
sampel lawar yang diteliti, 20 (46,5%) sampel positif E.coli. Hasil pengecatan Gram yaitu bakteri berbentuk batang dan koloni berwarna merah. 5.2 Deteksi Gen Virulen E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Untuk 20 sampel lawar yang positif E.coli dilanjutkan dengan PCR yang dilakukan dengan tahapan-tahapan dari ekstraksi DNA, amplifikasi dengan PCR, dan deteksi DNA dengan elektroforesis dengan gel agarose 2% untuk mengetahui keberadaan gen virulensi E.coli pada lawar. Primer yang digunakan ketika PCR yaitu EAF/EAR, LT1F/LT1R, LP30/LP31, IAI2F/IAI2R dan dengan kontrol positif ATCC 43894. Adapun hasil PCR disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 5.4 Deteksi Gen Virulen E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Primer Kode EAF/EAR LT1F/LT1R LP30/LP31 IAI2F/IAI2R Sampel 1 KU Neg Neg 2 KU Neg Neg 3 KU Neg Neg 6 KU Neg Neg 7 KU Neg Neg 10 KU Neg Neg 12 KU Neg Neg 13 KU Neg Neg 15 KU Neg Neg 16 KU Neg Neg 1K Neg Neg 2K Neg Neg 9K Neg Neg 15 K Neg Neg 16 K Neg Neg 4 KS Neg Neg 5 KS Neg Neg 7 KS Neg Neg 12 KS Neg Neg 13 KS Neg Neg Keterangan : Pos = Positif Neg = Negatif
Neg Pos Neg Pos Neg Neg Neg Neg Neg Pos Pos Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg
Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg Neg
46
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, untuk primer EAF/EAR, LT1F/LT1R, IAI2F/IAI2R menunjukkan hasil yang negatif yaitu ditunjukkan dengan semua sampel tidak menampakkan pita/band yang diharapkan, sedangkan untuk Gene SLT-I (LP30/LP31) terdapat empat sampel yang menunjukkan gen yang serupa dengan SLT-I yaitu ditunjukkan dengan munculnya band yang ukuran (expected size) hampir sama dengan SLT-I (348 bp). Untuk hasil lebih jelasnya disajikan dalam gambar di bawah ini. 2 ku
3 ku
6 ku
7 ku
10 ku
12 ku
13 ku
P
M
15 ku
16 ku
400bp
SLT-I (348bp)
300bp
Gambar 5.1 Gel Elektroforesis PCR E.coli Target SLT-I pada sampel. M = marker, P = kontrol positif gen SLT-I pada ATCC 43894. Keterangan : ada 3 sampel yang posisi pita hampir sama dengan SLT-I (348bp) yaitu sampel nomor 2KU, 6KU, dan 16KU.
47
1 ku
1 k
9 k
P
M
16 k
5 k
7 ks
12 ks 400bp
SLT-I (348bp)
300bp
Gambar 5.2 Gel Elektroforesis PCR E.coli Target SLT-I pada sampel. M = marker, P = kontrol positif gen SLT-I pada ATCC 43894 Keterangan : ada 1 sampel yang posisi pita hampir sama dengan SLT-I (348bp) yaitu sampel nomor 1K
Pada gambar 5.1 dan 5.2 menunjukkan hasil elektroforesis produk PCR semua sampel dengan primer SLT-I, dimana empat sampel posisi pitanya hampir sama dengan 348 bp yaitu sampel nomor 2 KU, 6 KU, 16 KU, dan 1 K. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya gen lain yang mempunyai susunan sekuens serupa dengan SLT-I, namun belum diidentifikasi. Apabila hasil uji laboratorium sampel lawar dilihat berdasarkan kecamatan, dapat dilihat bahwa Kecamatan Kuta Utara merupakan kecamatan yang persentase jumlah koloni bakteri dan proporsi keberadaan E.coli tertinggi pada kategori tidak memenuhi syarat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.5 di bawah ini.
48
Tabel 5.5 Jumlah Koloni Bakteri dan Keberadaan E.coli pada Lawar Bali Berdasarkan Kecamatan di Wilayah Kuta Tahun 2015 Jumlah koloni bakteri E.coli Jumlah Kecamatan ≤ 106 Sampel >106CFU/gr Negatif Positif CFU/gr Kuta Utara 16 8 (50,0%) 8 (50,0%) 6 (37,5%) 10 (62,5%) Kuta 13 7 (53,9%) 6 (46,2%) 8 (61,5%) 5 (38,5%) Kuta 14 9 (64,3%) 5 (35,7%) 9 (64,3%) 5 (35,7%) Selatan Selain hasil jumlah koloni bakteri dan E.coli, untuk deteksi gen virulen E.coli, Kecamatan Kuta Utara sebagian besar ditemukan gen virulen yang serupa dengan SLT-I (LP30/31) yang dapat dilihat pada tabel 5.4. Dari empat sampel yang serupa dengan SLT-I, tiga sampel merupakan lawar yang dijual di wilayah Kuta Utara. 5.3 Karakteristik Responden dan Penerapan Higiene Sanitasi pada Warung Lawar Bali di Wilayah Kuta Di bawah ini diuraikan mengenai gambaran karakteristik responden dan penerapan higiene sanitasi dalam beberapa tabel berikut. Tabel 5.6 Karakteristik Penjual dan Pengolah Lawar di Wilayah Kuta Tahun 2015 Karakteristik Kelompok umur ≤ 35 th > 35 th Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Pendidikan dasar Pendidikan menengah ke atas Kelompok masa kerja ≤ 5 th > 5 th
Penjual (N=39) n (%)
Frekuensi Pengolah (N=39) n (%)
20 (51,3) 19 (48,7)
11 (28,2) 28 (71,8)
5 (12,8) 34 (87,2)
12 (30,8) 27 (69,2)
13 (33,3) 26 (66,7)
16 (41,0) 23 (59,0)
27 (69,2) 12 (30,8)
23 (59,0) 16 (41,0)
Keterangan : Sebanyak 21 penjual sekaligus sebagai pengolah. Yang diwawancarai untuk mengetahui karakteristik di atas yaitu penjual.
49
Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat dilihat bahwa penjual lebih banyak pada kelompok umur ≤ 35 th (51,3%), sedangkan pengolah lawar lebih banyak pada kelompok umur > 35 tahun (71,8%). Sedangkan untuk karakteristik yang lain, baik penjual maupun pengolah lawar lebih banyak perempuan, lebih banyak pada kelompok pendidikan menengah ke atas, dan dengan kelompok masa kerja < 5 tahun. Penerapan higiene sanitasi responden di warung lawar dinilai berdasarkan hasil observasi. Untuk tenaga pengolah lawar, peneliti tidak bisa mengobservasi semua perilaku higiene pengolah lawar. Terdapat 15 warung yang bisa diobervasi kegiatan pengolahan lawar oleh peneliti, dan sisanya (24 warung) peneliti melakukan wawancara terkait perilaku pengolah lawar ketika mengolah lawar, dikarenakan lawar sudah selesai diolah ketika peneliti mengunjungi warung. Tabel 5.7 Penerapan Higiene Sanitasi Warung Lawar di Wilayah Kuta Tahun 2015 Frekuensi Variabel penelitian Jumlah Baik Buruk n (%) n (%) Higiene penjual 16 (41,0) 23 (59,0) 39 Higiene pengolah (observasi) 7 (46,7) 8 (53,3) 15 Higiene pengolah (wawancara) 21 (87,5) 3 (12,5) 24 Sanitasi warung 21 (53,9) 18 (46,2) 39 Fasilitas sanitasi 18 (46,2) 21 (53,9) 39 Sanitasi peralatan 27 (69,2) 12 (30,8) 39 Berdasarkan tabel 5.7 di atas, persentase higiene penjual lawar lebih tinggi pada kategori buruk (59,0%), begitu juga dengan persentase higiene pengolah lawar yang diperoleh dari hasil observasi (53,3%). Higiene pengolah lawar dengan cara wawancara menunjukkan hasil yang sangat baik yaitu 87,5% pengolah lawar mengaku telah menerapkan perilaku yang baik dan bersih,
50
berbeda dengan hasil observasi yang menunjukkan pengolah lawar lebih tinggi menunjukkan perilaku higiene yang buruk. Selain higiene penjual lawar, karakteristik fasilitas sanitasi juga lebih tinggi pada kategori buruk (53,9%), sedangkan untuk variabel sanitasi warung dan sanitasi peralatan tergolong kategori baik dengan persentase berturut-turut 53,9% dan 69,2%. Penerapan higiene sanitasi responden secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5.8 Hasil Observasi Penerapan Higiene Sanitasi Warung Lawar di Wilayah Kuta Tahun 2015 Kategori Variabel penelitian Ya (%) Tidak (%) Higiene penjual (n = 39) - Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun 7,7 92,3 sebelum menjual lawar - Kuku bersih 89,7 10,3 - Kuku pendek 94,9 5,1 - Mengambil lawar dengan alat/sendok 43,6 56,4 - Tidak melakukan tindakan jorok 46,2 53,9 Higiene pengolah (n = 15) - Mencuci tangan dengan air mengalir 40,0 60,0 - Mencuci tangan dengan sabun 20,0 80,0 - Kuku bersih 86,7 13,3 - Kuku pendek 93,3 6,7 - Mengolah lawar dengan sarung sekali pakai 33,3 66,7 - Mencicipi lawar dengan alat/sendok 26,7 73,3 - Tidak melakukan tindakan jorok 80,0 20,0 Sanitasi warung (n = 39) - Tempat penyimpanan lawar tertutup 74,4 25,6 - Tempat penyimpanan lawar bebas lalat 53,9 46,2 Fasilitas sanitasi (n = 39) - Air bersih mengalir 74,4 25,6 - Saluran limbah tertutup 94,9 5,13 - Sampah dibuang tidak lebih dari 24 jam 89,7 10,3 - Penggunaan lap bersih 79,5 20,5 - Letak toilet yang tidak berhubungan langsung 89,7 10,3 dengan tempat mengolah lawar Sanitasi peralatan (n = 39) - Mencuci peralatan dengan air mengalir 69,2 30,8 - Mencuci peralatan dengan sabun 100 0 - Tempat penyimpanan alat tertutup 2,6 97,4
51
Berdasarkan tabel 5.8 di atas, perilaku higiene penjual dan pengolah lawar masih kurang dan perlu ditingkatkan. Sebagian besar para penjual dan pengolah tidak mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, ditambah lagi tangan penjual dan pengolah kontak langsung dengan lawar seperti mengambil lawar tanpa menggunakan alat/sendok, mengolah lawar tidak menggunakan sarung tangan sekali pakai, dan mencicipi lawar tanpa menggunakan alat/sendok. Selain higiene penjual dan pengolah lawar yang tidak baik, untuk tempat penyimpanan peralatan hampir semua warung tidak menyimpan peralatan pada tempat yang tertutup. Apabila dilihat berdasarkan kecamatan, penerapan higiene sanitasi di Kecamatan Kuta Utara tergolong masih kurang. Baik pada variabel higiene penjual, fasilitas sanitasi, sanitasi warung, dan sanitasi peralatan, Kecamatan Kuta Utara memiliki persentase tertinggi dalam penerapan higiene sanitasi yang tidak memenuhi syarat. Tabel 5.9 Hasil Observasi Penerapan Higiene Sanitasi Warung Lawar Berdasarkan Kecamatan di Wilayah Kuta Tahun 2015 Penerapan Higiene Kuta Selatan Kuta Kuta Utara Sanitasi yang TMS TMS TMS Tidak Baik n (%) n (%) n (%) Higiene Penjual 6 (26,1) 5 (21,7) 12 (52,2) Fasilitas Sanitasi 2 (9,5) 9 (42,9) 10 (47,6) Sanitasi Warung 4 (22,2) 6 (33,3) 8 (44,4) Sanitasi Peralatan 2 (16,7) 4 (33,3) 6 (50,0) Keterangan: TMS = tidak memenuhi syarat 5.4 Hubungan Higiene Sanitasi dengan Kualitas Mikrobiologis Lawar Bali di Wilayah Kuta Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan masing-masing faktor karakteristik responden dan higiene sanitasi terhadap kualitas mikrobiologis
52
lawar (jumlah koloni bakteri dan keberadaan E.coli). Hasil analisis dapat dilihat Crude Prevalen Ratio (PR), CI, dan nilai p. Tabel 5.10 Crude Prevalen Ratio Karakteristik Responden dan Variabel Higiene Sanitasi dengan Jumlah Koloni Bakteri pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Tahun 2015 Jumlah koloni bakteri Crude Variabel penelitian 95% CI p MS TMS PR n (%) n (%) Kelompok umur ≤ 35 tahun 10 (50,0) 10 (50,0) > 35 tahun 11 (57,9) 8 (42,1) Jenis kelamin Perempuan 18(52,9) 16 (47,1) Laki-laki 3 (60,0) 2 (40,0) Pendidikan Dasar 6 (46,2) 7 (53,9) Menengah ke atas 15 (57,7) 11 (42,3) Kelompok masa kerja ≤ 5 tahun 15 (55,6) 12 (44,4) > 5 tahun 6 (50,0) 6 (50,0) Kelompok warung Kuta Selatan 9 (64,3) 5 (35,7) Kuta 6 (54,6) 5 (45,5) Kuta Utara 6 (42,9) 8 (57,2) Higiene penjual Baik 10 (62,5) 6 (37,5) Tidak baik 11 (47,8) 12 (52,2) Sanitasi warung Baik 11 (52,4) 10 (47,6) Tidak baik 10 (55,6) 8 (44,4) Fasilitas sanitasi Baik 11 (61,1) 7 (38,9) Tidak baik 10 (47,6) 11 (52,4) Sanitasi peralatan Baik 13 (48,2) 14 (51,9) Tidak baik 8 (66,7) 4 (33,3) Keterangan : MS = memenuhi syarat TMS = tidak memenuhi syarat
1 (ref) 0,73
0,206-2,574
1 (ref) 0,75
0,111-5,074
1 (ref) 0,63
0,165-2,399
1 (ref) 1,25
0,320-4,883
0,748
1 (ref) 1,54 1,80
0,329-7,226 0,415-7,7814
0,582 0,433
1 (ref) 1,82
0,495-6,681
0,368
1 (ref) 0,88
0,249-3,115
0,843
1 (ref) 1,73
0,482-6,199
0,401
1 (ref) 0,46
0,113-1,917
0,289
0,621 0,768 0,497
53
Dari hasil analisis bivariat pada tabel 5.10 di atas, tidak ada variabel yang bermakna signifikan secara statistik terhadap jumlah koloni bakteri yang dilihat dari nilai p semua variabel > 0,05. Tabel 5.11 Crude Prevalen Ratio Karakteristik Responden dan Variabel Higiene Sanitasi dengan Keberadaan E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Tahun 2015 Keberadaan E.coli Crude Variabel penelitian 95% CI p Negatif Positif PR n (%) n (%) Kelompok umur ≤ 35 tahun 9 (45,0) 11 (55,0) 1 (ref) > 35 tahun 11 (57,9) 8 (42,1) 0,59 0,168-2,113 0,422 Jenis kelamin Perempuan 18 (52,9) 16 (47,1) 1 (ref) Laki-laki 2 (40,0) 3 (60,0) 1,69 0,249-11,416 0,592 Pendidikan Dasar 7 (53,9) 6 (46,2) 1 (ref) Menengah ke atas 13 (50,0) 13 (50,0) 1,17 0,307-4,429 0,821 Kelompok masa kerja ≤ 5 tahun 15 (55,6) 12 (44,4) 1 (ref) > 5 tahun 5 (41,7) 7 (58,3) 1,75 0,442-6,928 0,425 Kelompok warung Kuta Selatan 9 (64,3) 5 (35,7) Kuta 6 (54,6) 5 (45,5) 1,125 0,236-5,371 0,883 Kuta Utara 5 (35,7) 9 (64,3) 3,0 0,676-13,309 0,148 Higiene penjual Baik 13 (81,3) 3 (18,8) 1 (ref) Tidak baik 7 (30,4) 16 (69,6) 9,91 2,128-46,101 0,003 Sanitasi warung Baik 13 (61,9) 8 (38,1) 1 (ref) Tidak baik 7 (38,9) 11 (61,1) 2,55 0,700-9,311 0,156 Fasilitas sanitasi Baik 13 (72,2) 5 (27,8) 1 (ref) Tidak baik 7 (33,3) 14 (66,7) 5,20 1,317-20,539 0,019 Sanitasi peralatan Baik 14 (51,9) 13 (48,2) 1 (ref) Tidak baik 6 (50,0) 6 (50,0) 1,08 0,276-4,197 0,915 Berdasarkan hasil analisis bivariat pada tabel 5.11 di atas, terdapat dua variabel yang bermakna secara signifikan terhadap keberadaan E.coli pada lawar
54
yakni higiene penjual lawar (Crude PR = 9,91; 95% CI 2,128-46,101; p = 0,003) dan fasilitas sanitasi (Crude PR = 5,20; 95% CI : 1,317-20,539; p = 0,019). 5.5 Faktor Independen yang Mempengaruhi Kualitas Mikrobiologis Lawar Bali di Wilayah Kuta Untuk mengetahui faktor yang secara independen mempengaruhi kualitas mikrobiologis lawar Bali yaitu dengan melakukan analisa multivariat. Dari analisis bivariat, kualitas mikrobiologis yang memungkinkan untuk dilanjutkan dengan analisis multivariat yaitu keberadaan E.coli. Untuk variabel jumlah koloni bakteri tidak memungkinkan untuk dilanjutkan karena dari hasil analisa bivariat tidak ada variabel higiene sanitasi yang berhubungan
dengan jumlah koloni
bakteri. Untuk analisis multivariat terdapat hasil yang memungkinkan untuk dilakukan analisis multivariat, yaitu variabel yang memiliki nilai p < 0,20. Variabel yang nilai p < 0,20 untuk dianalisis lebih lanjut adalah kelompok warung, higiene penjual, sanitasi warung, dan fasilitas sanitasi. Pada penelitian ini menggunakan analisis Regresi Logistik, untuk variabel kelompok warung dan sanitasi warung dikeluarkan dari model dengan metode backward. Adapun hasil analisis multivariat disajikan dalam tabel 5.12 di bawah ini. Tabel 5.12 Hasil Analisis Regresi Logistik yang Berhubungan dengan Keberadaan E.coli pada Lawar Bali di Wilayah Kuta Tahun 2015 Variabel penelitian Higiene penjual Baik Tidak baik Fasilitas sanitasi Baik Tidak baik
Crude PR
95% CI
p
1 (ref) 7,29
1,473-36,088
0,015
1 (ref) 3,24
0,706-14,916
0,131
55
Berdasarkan hasil analisis multivariat diperoleh hasil bahwa variabel higiene penjual lawar di wilayah Kuta Tahun 2015 yang tidak baik berisiko 7,29 kali lebih berisiko terhadap keberadaan E.coli dibandingkan dengan higiene penjual yang baik (Crude PR = 7,29; 95% CI : 1,473-36,088; p = 0,015).
56
BAB VI PEMBAHASAN Kualitas mikrobiologis lawar Bali di wilayah Kuta kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya proporsi jumlah koloni bakteri yang tidak memenuhi syarat (jumlah koloni bakteri >106 CFU/gr) sebanyak 44,2% (95% CI: 29,36% - 59,04%), sebanyak 46,5% (95% CI: 31,59% – 61,41%) menunjukkan keberadaan E.coli dan 20% sampel yang positif E.coli menunjukkan pita yang mirip dengan gen virulensi SLT-I (348bp). Penelitian mengenai jumlah koloni bakteri, E.coli, dan gen virulensi E.coli pada lawar sulit dibandingkan dengan penelitian serupa di daerah lain di Indonesia karena lawar merupakan jenis makanan khas Bali. Terlebih lagi penelitian ini khusus pada lawar putih sedangkan penelitian-penelitian serupa dilakukan pada lawar merah. Proporsi jumlah koloni bakteri yang tidak memenuhi syarat (>106 CFU/gr) pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian pada lawar merah yang dilakukan di Kota Gianyar, Tabanan, dan Denpasar (66,67%) (Suter dkk.,1997), dan penelitian lawar merah di Sanur, Nusa Dua, Ubud, Kuta, dan Denpasar (100%) (Sujaya dkk., 2013). Demikian juga dengan proporsi E.coli dalam penelitian ini (46,5%) lebih rendah dibandingkan penelitian pada lawar merah yang dilakukan di Kota Gianyar, Tabanan, dan Denpasar (50%) (Suter dkk.,1997), di Sanur (60%) (Candra dkk. 2013), di Sanur, Nusa Dua, Ubud, Kuta, dan Denpasar (100%) (Sujaya dkk., 2013) dan di Ubud (83,3%) (Kinanthini, 2014).
57
Perbedaan angka ini kemungkinan dikarenakan faktor penambahan darah segar pada lawar dan faktor higiene sanitasi. Penelitian ini meneliti lawar putih (tanpa penambahan darah segar), sedangkan penelitian lainnya meneliti lawar merah (penambahan darah segar), sehingga angka cemaran pada lawar merah cenderung lebih tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian Suter dkk. (1997) dalam Suter (2009), yang menyatakan bahwa merebus daging babi dan tanpa penambahan darah segar jumlah E.coli dari lawar yang dihasilkan lebih rendah (3,00 koloni/g) daripada jumlah E.coli lawar yang dibuat dengan daging babi mentah dan ditambahkan dengan darah segar yaitu sebesar 29,67 koloni/g. Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti lawar putih, namun sebagian besar warung juga menjual lawar merah, sehingga kemungkinan besar proporsi tercemarnya bakteri pada lawar di wilayah Kuta menunjukkan hasil yang lebih tinggi. Kualitas mikrobiologis dari aspek angka total plate count atau lempeng total (TPC) dan keberadaan E coli tidak selalu sejalan. TPC diperoleh menggunakan media pertumbuhan yang memungkinkan sebagian besar mikroorgansisme dalam makanan untuk di tumbuhkan (Fardiaz, 1992), sehingga TPC lebih menunjukkan pada beban mikroba yang ada pada lawar. Beban mikroba berpotensi untuk menyebabkan beberapa perubahan yang terjadi pada lawar. Dengan demikian tingginya beban mikroba pada makanan menjadi salah satu pertimbangan dimana sebuah bahan pangan dapat diterima (acceptable) apa tidak (NSW Food Authority, 2009) karena semakin tinggi beban mikroba maka kesegaran bahan makanan menjadi semakin menurun. Selama pertumbuhannya, mikroba menghasilkan berbagai metabolit. Mikroba pendegradasi karbohidrat
58
menyebabkan perubahan makanan menjadi asam, sementara mikroba proteolitik menyababkan lawar berbau amonia atau busuk (Fardiaz, 1992). Sedangkan E coli adalah salah satu mikroba indikator, artinya bakteri ini tidak boleh ada pada makanan (Permenkes RI Nomor 1098/Menkes/Per/VI/2003). Keberadaan bakteri E.coli menunjukkan lawar tercemar oleh isi saluran pencernaan hewan dan manusia, sehingga aspek keamanan dari lawar menjadi berkurang. Di samping itu, E.coli setelah keluar dari saluran pencernaan cenderung bersifat patogen, sehingga E.coli tidak boleh ada dalam makanan. Hasil deteksi gen virulensi pada E.coli menunjukkan beberapa E.coli menghasilkan pita yg mirip dengan E.coli EHEC ATCC 43894. Namun, beberapa pita positif justru mempunyai ukuran yang lebih besar dari gen SLT-I pada ATCC sehingga masih belum diketahui identitas gen tersebut, apakah mempunyai susunan yang mirip SLT-I atau gen lain yang diamplifikasi oleh primer. Kesalahan (miss priming) bisa saja terjadi manakala kondisi PCR tidak spesifik seperti konsentrasi ion MgCl2 pada reaksi PCR terlalu tinggi atau suhu penempelan primer dengan target gen (annealing) terlalu rendah, dimana dalam penelitian ini suhu annealing sebesar 55ºC lebih rendah dibandingkan dengan publikasi sebelumnya yang digunakan sebagai rujukan primer untuk analisis E.coli sebesar 64ºC (Cebula et al., 1995). Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut identitas pita yang terbentuk dengan melakukan sekuensing DNA-nya. Apabila gen tersebut merupakan gen yang virulen, maka tentu hal ini berdampak tidak baik bagi kesehatan masyarakat. Seperti kejadian luar biasa (KLB) diare yang pernah terjadi di Kabupaten Karangasem Bali pada Februari hingga Maret
59
tahun 2008, dengan 600 kasus diare dan lima orang meninggal. Kejadian luar biasa (KLB) tersebut disebabkan oleh E. coli pembentuk shiga like toxin tipe I (Sujaya dkk., 2010). Gen Shiga-like toxin I (SLT-I) merupakan toksin yang dibentuk
oleh
enterohemorrhagic
Escherichia
coli
(EHEC).
Karena
kemampuannya membentuk toksin inilah, jenis EHEC paling sering menjadi penyebab wabah foodborne illnesses dan juga dikenal dengan Shiga-toxin producing E.coli atau STEC (CDC, 2014). Selain KLB di Karangasem tersebut, wabah infeksi STEC O157:H7 akibat mengonsumsi romaine lettuce yang tercemar pernah terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2011, dari 58 kasus yang teridentifikasi, 67% dirawat di rumah sakit, dan 6,48% berlanjut ke hemolytic uremic syndrome (HUS) (Slayton et al., 2013). Selain faktor darah segar pada lawar, faktor higiene sanitasi juga bisa mempengaruhi kualitas mikrobiologis lawar. Walaupun secara statistik belum tentu semua faktor higiene sanitasi signifikan, namun apabila dilihat dari penerapan higiene sanitasi, dalam penelitian Kinanthini (2014) di Ubud persentase faktor higiene sanitasi yang tidak baik lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini, hal ini sejalan dengan lebih tingginya proporsi lawar yang positif E.coli pada penelitian Kinanthini (2014). Higiene penjual lawar yang tidak baik dalam penelitian ini 59,0%, pada penelitian Kinanthini (2014) di Ubud 79,17%. Persentase warung dengan tingkat kebersihan tidak baik pada penelitian ini sebanyak 46,2%, dan pada studi Kinanthini (2014) di Ubud 58,33%. Sebanyak 53,9% fasilitas sanitasi dalam penelitian ini kurang baik, dan penelitian Kinanthini (2014) sebanyak 66,67%. Selain itu, pada penelitian Candra, dkk (2013) di Sanur,
60
sebagian besar penjual lawar tidak menggunakan sarung tangan untuk mengolah dan menyajikan lawar, hanya mencuci tangan dengan air yang ditampung dalam baskom, 60% dengan tempat pengolahan yang kurang bersih, dan penggunaan peralatan seperti talenan yang digunakan untuk memotong bahan mentah dan bahan yang sudah matang, tanpa talenan tersebut dicuci sebelumnya. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa masih rendahnya penerapan higiene sanitasi warung lawar, yang dapat meningkatkan risiko tercemarnya lawar oleh berbagai bakteri. Faktor intrinsik pertumbuhan bakteri pada lawar juga mendukung alasan mengapa lawar sangat rentan tercemar bakteri (kaitannya dengan hasil total plate count). Faktor intrinsik merupakan sifat-sifat dari bahan lawar itu sendiri, mengingat lawar berbahan dasar daging yang mudah mengalami kerusakan oleh bakteri karena pH daging mendekati 7,0 (Gaman dan Sherrington, 1994). Selain itu, kelapa yang merupakan bahan pembuatan lawar memiliki kandungan karbohidrat sederhana (gula) yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan risiko pertumbuhan bakteri khususnya bakteri asam laktat, dimana bakteri ini akan memfermentasikan gula menjadi asam laktat yang menyebabkan perubahan pada makanan yaitu lawar menjadi asam (Fardiaz, 1992). Informasi petugas kesehatan lingkungan di empat puskesmas wilayah Kuta dan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, menunjukkan bahwa pemeriksaan higiene sanitasi dan kualitas mikrobiologis makanan tidak dilakukan secara rutin pada warung-warung makan khususnya warung lawar di wilayah Kuta. Pemeriksaan rutin dilakukan di hotel dan restoran karena biaya pemeriksaan
61
berasal dari pihak hotel dan restoran, sedangkan pemeriksaan warung-warung tersebut dilakukan dengan metode pemilihan sampel secara acak oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Badung dengan jumlah warung yang diperiksa tergantung anggaran pemerintah. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Badung menyatakan bahwa sampel yang diambil belum bisa mewakili populasi warung yang ada, umumnya pemeriksaan dilakukan setiap tahun di masing-masing puskesmas dengan menentukan sampel secara acak, biasanya sampel yang diperiksa yaitu dua pedagang kaki lima, tiga warung makan, dan delapan jasa boga, sehingga tidak semua warung diperiksa higiene sanitasi dan kualitas mikrobiologis makanan yang dijual. Karena warung-warung tersebut juga berpotensi dikunjungi oleh masyarakat lokal dan wisatawan, maka potensi penularan foodborne illnesses masih tinggi. Pada penelitian ini, apabila dilihat berdasarkan kecamatan, ketiga kecamatan tersebut perlu dibina guna peningkatan keamanan lawar. Kecamatan Kuta Utara perlu mendapat prioritas pembinaan karena walaupun secara statistik tidak signifikan, namun jika dilihat berdasarkan kualitas mikrobiologis lawar yang dijual di Kuta Utara menunjukkan angka cemaran bakteri (jumlah koloni bakteri dan E.coli) tertinggi dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Ditambah pula, dari empat sampel yang terdapat gen virulen yang serupa dengan SLT-I, tiga diantaranya merupakan lawar yang dijual di Kecamatan Kuta Utara dan ditambah dengan penerapan higiene sanitasi yang terendah. Berdasarkan hasil analisa multivariat faktor yang secara independen mempengaruhi keberadaan E.coli pada lawar Bali yaitu higiene penjual lawar. Higiene penjual lawar yang tidak baik berisiko 7,29 kali terhadap keberadaan
62
E.coli dibandingkan dengan higiene penjual yang baik (Crude PR = 7,29; 95% CI : 1,473-36,088; p = 0,015). Hal ini sesuai dengan penelitian Kinanthini (2014), yang menyatakan bahwa praktik personal hygiene memiliki pengaruh sebesar 5,67 kali terhadap keberadaan bakteri E.coli pada lawar di Ubud Bali. Dengan melihat besarnya pengaruh higiene penjamah lawar terhadap keberadaan E.coli, maka penting sekali untuk meningkatkan penerapan personal hygiene para penjamah lawar. Untuk variabel fasilitas sanitasi, berdasarkan analisis multivariat variabel ini bukan merupakan faktor yang secara independen mempengaruhi keberadaan E.coli pada lawar Bali yang dijual di wilayah Kuta. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kinanthini (2014), yang menyatakan bahwa fasilitas sanitasi berpengaruh terhadap keberadaan E.coli pada lawar di Ubud Bali. Terdapat perbedaan metode analisis penelitian ini dengan penelitian Kinanthini (2014). Dalam penelitian Kinanthini (2014) menggunakan analisis bivariat saja dan tanpa dilanjutkan dengan analisis multivariat, sehingga kemungkinan besar fasilitas sanitasi masih dipengaruhi oleh variabel yang lain dan bukan merupakan faktor yang secara independen mempengaruhi keberadaan E.coli pada lawar. Untuk variabel sanitasi warung, dalam penelitian ini baik dari hasil analisis bivariat dan multivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan variabel tersebut dengan keberadaan E.coli. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kinanthini (2014), yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kebersihan lingkungan warung terhadap keberadaan E.coli pada lawar di daerah Ubud, Bali.
63
Untuk variabel sanitasi peralatan, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan variabel tersebut dengan keberadaan E.coli. Hasil penelitian ini tidak bisa dibandingkan dengan penelitian lawar yang lain, oleh karena belum ada penelitian lawar yang menghubungkan faktor sanitasi peralatan dengan keberadaan E.coli. Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yaitu selain jumlah sampel yang sedikit, tidak semua tenaga pengolah lawar dapat diobservasi perilaku
kebersihannya.
Untuk
higiene
pengolah
lawar,
peneliti
bisa
mengobservasi 15 tenaga pengolah lawar dikarenakan lawar sudah selesai diolah dan siap untuk dijual ketika peneliti mendatangi warung, sehingga untuk 24 warung peneliti melakukan wawancara untuk menanyakan perilaku higiene ketika mengolah lawar. Hasil higiene pengolah lawar dengan cara wawancara menunjukkan hasil yang sangat baik yaitu 87,5% pengolah lawar mengaku telah menerapkan perilaku yang baik dan bersih, berbeda dengan hasil observasi yang menunjukkan pengolah lawar lebih tinggi menunjukkan perilaku higiene yang buruk. Dalam wawancara cenderung tenaga pengolah mengaku sudah melakukan penerapan higiene dengan baik, berbeda dengan observasi yang peneliti melihat langsung perilaku tenaga pengolah lawar yang masih kurang dalam praktek kebersihan (53,3%). Hal ini menunjukkan bahwa untuk menilai perilaku tenaga penjamah makanan sebaiknya dengan menggunakan cara observasi dibandingkan wawancara, karena dengan wawancara seorang tenaga penjamah makanan cenderung menjawab hal yang baik-baik saja, dan belum tentu sesuai dengan kenyataan di lapangan. Selain hal tersebut, proses pengambilan sampel pun masih
64
ada kelemahan. Sampel lawar pada saat diambil tanpa memperhitungkan waktu sejak lawar diolah sampai dengan pengambilan sampel. Peneliti tidak menganalisis waktu lawar diolah sampai diambil oleh peneliti sehingga waktu penyimpanan lawar setelah diolah berbeda-beda pada sampel, yang tentunya waktu penyimpanan tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Walaupun demikian, untuk menjaga kualitas sampel, ketika sampel diambil sudah mengikuti prosedur yaitu disimpan dalam kantong plastik steril, dimasukkan dalam cooler box yang berisi ice tube, sampel dianalisis secepat mungkin, dan kalau harus dilakukan penyimpanan, sampel disimpan dalam lemari pendingin pada temperatur 5ºC dalam waktu yang tidak lebih dari 24 jam. Penelitian ini telah dapat mewakili kondisi di wilayah Kuta, namun belum bisa dilakukan generalisasi untuk daerah Bali.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Adapun simpulan penelitian ini diuraikan sebagai berikut. 1. Proporsi jumlah koloni bakteri yang tidak memenuhi syarat (jumlah koloni bakteri >106 CFU/gr) pada lawar putih (tanpa darah) di wilayah Kuta sebanyak 44,2% (95% CI: 29,36% - 59,04%). 2. Proporsi keberadaan E.coli pada lawar putih (tanpa darah) di wilayah Kuta sebanyak 46,5% (95% CI: 31,59% – 61,41%). 3. Untuk keberadaan gen virulensi E.coli, dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang negatif untuk gen EAF/EAR, LT1F/LT1R, IAI2F/IAI2R , namun terdapat 20% dari sampel yang positif E.coli ditemukan adanya gen yang menunjukkan pita yang hampir sama dengan dengan SLT-I (Shiga-like toxin type I) yang belum diidentifikasi. 4. Penerapan sanitasi warung dan sanitasi peralatan sebagian besar tergolong dalam kategori baik, namun untuk higiene penjual dan fasilitas sanitasi sebagian besar tergolong kategori tidak baik. 5. Kecamatan Kuta Utara perlu mendapat prioritas pembinaan karena walaupun secara statistik tidak signifikan, namun jika dilihat berdasarkan kualitas mikrobiologis lawar yang dijual di Kuta Utara menunjukkan angka cemaran bakteri (jumlah koloni bakteri, E.coli, gen yang serupa dengan SLT-I)
65
66
tertinggi dibandingkan dengan kecamatan yang lain ditambah dengan penerapan higiene sanitasi yang terendah. 6. Tidak ada variabel higiene sanitasi yang bermakna signifikan secara statistik terhadap jumlah koloni bakteri pada lawar putih di wilayah Kuta. 7. Terdapat hubungan higiene penjual dengan keberadaan E.coli pada lawar Bali di wilayah Kuta Tahun 2015, higiene penjual yang tidak baik 7,29 kali lebih berisiko terhadap keberadaan E.coli dibandingkan dengan higiene penjual yang baik (Crude PR = 7,29; 95% CI:1,473-36,088; p = 0,015). 8. Variabel sanitasi warung, sanitasi peralatan, dan fasilitas sanitasi tidak terbukti secara statistik berhubungan dengan keberadaan E.coli pada lawar putih di wilayah Kuta. 7.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, Puskesmas Kuta I, Puskesmas Kuta II, Puskesmas Kuta Utara, dan Puskesmas Kuta Selatan perlu meningkatkan pembinaan keamanan lawar melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan penerapan higiene sanitasi bagi para penjual dan pengolah lawar, kemudian melakukan tindak lanjut kegiatan tersebut dengan melakukan pengawasan
penerapan
higiene
sanitasi
dan
pemeriksaan
kualitas
mikrobiologis lawar secara rutin dan berkesinambungan. 2. Untuk penelitian selanjutnya perlu diteliti lebih lanjut identitas pita yang terbentuk dengan melakukan sekuensing DNA-nya dan sebelum sekuensing
67
dilakukan kondisi PCR perlu dioptimasi.
68
DAFTAR PUSTAKA Arihantana, M.B. 1993. Tingkat Cemaran Coliform, Faecal Coliform dan Eschericia coli pada Proses Penyediaan Lawar di Restauran Warung Makanan di Sekitar Denpasar. Denpasar: Universitas Udayana. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. 9 (2). ISSN 1829-9334. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. 2013. Sentra Informasi Keracunan (SIKer) Nasional BPOM., (cited 2014, Sept 22). Available from: http://ik.pom.go.id/v2013/. Blongkod. 2012.”Studi Hygiene Sanitasi Rumah Makan di Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo 2012”(skripsi). Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo. Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali Dari Beternak, Kuliner, Hingga Sesaji. Denpasar : Buku Arti. Candra, P., Oktafia, S., Citra, M., & Cahyani, M. 2013. Cemaran Eschericia coli dan coliform pada lawar merah yang dijual di daerah pariwisata (unpublished). Cebula, T.A., Payne, W.L., & Feng,P. 1995. Simultaneous Identification of Strain of Escherichia coli Serotype O157:H7 and Their Shiga Like Toxin Type by Mismatch Amplification Mutation Assay Multiplex PCR.J.Clin.Microbiol.,33: 248-250. Center for Disease Control and Prevention (CDC). 2014. E.coli (Escherichia coli)., (cited Sept 22, 2014). Available from : http://www.cdc.gov/ecoli/general/index.html. Chukuezi, C.O. 2010. Food Safety and Hyienic Practices of Street Food Vendors in Owerri , Nigeria. Studies in Sociology of Science , 1(1), pp.50–57.(cited Sept 22,2014). Available from : http://www.cscanada.net. Dewan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia SNI No. 01 - 6366 2000 tentang bahan makanan asal hewan. Dinas Kesehatan Kabupaten Badung. 2013. Laporan Hasil Penyelidikan Kejadian Keracunan Makanan pada Wisatawan di Kedonganan, Kuta. Seksi P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten Badung.
69
Dinas Kesehatan Kabupaten Badung. 2014. Laporan Hasil Penyelidikan Kejadian Keracunan Makanan pada Wisatawan di Kedonganan, Kuta. Seksi P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten Badung. Djaja. 2003. Kontaminasi E. Coli pada Makanan dari Tiga Jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) di Jakarta Selatan 2003. Makara, Kesehatan, Vol. 12, No. 1.Jakarta:Universitas Indonesia. Estrada-Garcia, T., Lopez-Saucedo, C., Zamarripa-Ayala, B., Thompson, M.R., Gutierrez-Cogco, L., Mancera-Martinez, A., and Escobar-Gutierrez, A. 2004. Prevalence of Escherichia coli And Salmonella Spp. in Street-vended Food of Open Markets (Tianguis) And General Hygienic and Trading Practices in Mexico City. Epidemiology and Infection, 132(6), pp.1181–1184. [cited January 2, 2014]. Available from: http://www.journals.cambridge.org/abstract_S0950268804003036. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Franke, J.S., Franke, H. Schmidt, A. Schwarzkopf, L.H.Wieler, G. Baljer, L.Beutin, and H.Karch. 1994. Nucleotide Sequence Analysis of Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) Adherence Factor Probe and Development of PCR for Rapid Detection of EPEC Harboring Virulence Plasmids.J.Clin.Microbiol.32: 2460-2463. Gaman dan Sherrington. 1994. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hartono dan Widyastuti. 2005. Penyakit Bawaan Makanan. Jakarta: EGC. Isnawati. 2012. Hubungan Higiene Sanitasi Keberadaan Bakteri Coliform Dalam Es Jeruk di Warung Makan Kelurahan Tembalang Semarang.Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.1/No.2.Semarang: Universitas Diponegoro. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/Per/VII/2003 tentang Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga.
70
Kinanthini,A. 2014. “Kualitas Mikrobiologis dan Higiene Pedagang Lawar di Wilayah Ubud, Bali” (skripsi). Denpasar: Universitas Udayana. Kurniadi, Y.,Saam, Z., Afandi, D. 2013. Faktor Kontaminasi Bakteri E.coli pada Makanan Jajanan di Lingkungan Kantin Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Bangkinang. Jurnal Ilmu Lingkungan Universitas Riau 2013:7(1). (cited Desember 11,2014). Available from : http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIL/article/view/1492. Linscott, A. J. 2011. Food-Borne Illnesses. Clinical Microbiology Newsletter, 33(6), 41-45.doi:10.1016/j.clinmicnews.2011.02.004. Makalew. 2013. “Hubungan Hygiene Sanitasi dan Perilaku Penjamah Kue dengan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Kue Popaco di Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2013”(skripsi). Gorontalo:Universitas Gorontalo. Mohede dan Saptorini. 2014. “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Bakteri Escherichia coli pada Sambal Makanan yang Dijual oleh Warung Makan di Sekitar Universitas Dian Nuswantoro Semarang Tahun 2014” (skripsi). Semarang: Universitas Dian Nuswantoro. Mugampoza, D., Byarugaba,G.W.B., Nyonyintono, A., and Nakitto,P. 2013. Occurrence of Escherichia coli and Salmonella spp. in Street-vended Foods and General Hygienic and Trading Practices in Nakawa Division, Uganda. American Journal of Food and Nutrition, 3(3):167-175. (cited Desember 11, 2014). Available from :http://www.scihub.org/AFJN. Muliawati, R. 2011. “Hubungan Antara Higiene Pedagang dan Sanitasi dengan Jumlah Bakteri Koliform pada Jus Jambu di Sekitar Kampus Undip Tembalang” (tesis). Semarang: Universitas Diponogoro. Musa. 2013. Hubungan Higiene Sanitasi dengan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Jajanan Es Kelapa Muda (Suatu Penelitian di Kota Gorontalo Tahun 2013). Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo. NSW Food Authority. 2009. Microbiological quality guide for ready-to-eat foods a guide to interpreting microbiological results. NSW/FA/CP028/0906. (cited June 28, 2015). Available from : www.foodauthority.nsw.gov.au Olive, D.M. 1989. Detection of Enterotoxigenic Escherichia coli After Polymerase Chain Amplification with Thermostable DNA Polymerase Reaction.J.Clin. Microbiol. 27: 261-265.
71
Onyeneho, S.N. & Hedberg, C.W., 2013. An assessment of food safety needs of restaurants in Owerri, Imo State, Nigeria. International journal of environmental research and public health, 10(8), pp.3296–309. [cited October 8, 2013]. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3774439&tool=pm centrez&rendertype=abstract. PKMT UGM dan Dinas Dikpora DIY. 2010. Panduan Pangan Sehat untuk Semua. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Primaningrum, W. 2006. “Higiene Perseorangan Penjamah Makanan dan Kualitas Mikrobiologis Sate Ikan Languan Yang Dijual Di Pantai Lebih Kabupaten Gianyar” (skripsi). Denpasar: Universiats Udayana. Putra, W.A.E. 2008. Laporan Kejadian Luar Biasa Muntah Berak di Kabupaten Jembrana Bali.POKJA KLB PSIKM Universitas Udayana. (unpublished). Rahayu, S. 2007.” Hubungan Antara Higiene Sanitasi Lingkungan Warung Dan Praktek Pengolahan Mie Ayam di Kota Purwodadi Tahun 2007”(tesis). Semarang: Universitas Diponegoro. Riyanto dan Abdillah. 2012. Faktor yang Mempengaruhi Kandungan E.coli Makanan Jajanan SD di Wilayah Cimahi Selatan. Majalah Kedokteran Bandung.2012; 44(2):77-82. (cited Desember 11, 2014). Available from : http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/127. Schoolnik, G. K. 1993. PCR detection of Shigella species and enteroinvasive Escherichia coli, p. 277–281. In D. H. Persing, T. F. Smith, F. C. Tenover, and T. J. White (ed.), Diagnostic molecular microbiology: principles andapplications. Mayo Foundation, Rochester, N.Y. Schultsz,C. 1994. Detection of Enterotoxigenic Escherichia coli in Stool Samples by Using Nonradioactively Labeled Oligonucleotide DNA Probes and PCR.J.Clin. Microbiol. 2393-2397. Setyorini. 2013. Hubungan Praktek Higiene Pedagang dengan Keberadaan Escherichia coli pada Rujak yang Dijual di Sekitar Kampus Universitas Negeri Semarang. Unnes Journal of Public Health (UJPH) 2 (3) (2013). (cited Desember 11,2014). Available from : http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph.
72
Slayton R.B., Turabelidze G., Bennett S.D., Schwensohn C.A., Yaffee A.Q., Khan F., Butler C., Trees E., Ayers T.L., Davis M.L., Laufer A.S., Gladbach S., Williams I.,,Gieraltowski L.B., 2013. Outbreak of Shiga Toxin-Producing Escherichia coli (STEC) O157:H7 Associated with Romaine Lettuce Consumption, 2011. PLoS ONE 8(2): e55300. doi:10.1371/journal.pone.0055300 [cited June 15, 2015]. Available from: http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0055300 Sujaya, I.N. 2005. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana. Denpasar : Universitas Udayana. Sujaya, I.N., Aryantini, D., Nursini, N.W, Purnama,SGD., Dwipayanti, Artawan,IG., Sutarga,IM. 2010. Identifikasi Penyebab Diare di Kabupaten Karangasem, Bali Kesmas, Jurnal Kesma.4,186-192. Sujaya, I N. 2013. Kualitas mikrobiologis pangan etnik Bali. (unpublised). Sujaya, I N., Ramona Y., Nocianitri A. 2014. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Cemaran Mikrobiologis Pangan Etnik Bali Dianalisis dengan Teknik Pemupukan dan PCR Spesifik Gen Virulensi Patogen Penyebab Keracunan Pangan. Denpasar: Universitas Udayana. Suter, K. 2009. Lawar. Program Studi Teknologi Pertanian. Denpasar : Universitas Udayana. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. World Health Organization (WHO). 2014. Hygiene.,(cited 2014, Sept 22). Available from: http://www.who.int/topics/hygiene/en/. World Health Organization (WHO). 2014. Escherichia coli Infections., (cited 2014, Sept 22). Available from http://www.who.int/topics/escherichia_coli_infections/en/. World Health Organization (WHO). 2011. Initiative to estimate the Global Burden of Foodborne Diseases: Information and publications., (cited 2014, Sept 22). Available from : http://www.who.int/foodsafety/foodborne_disease/ferg/en/index7.html. Yusa, N.M. 1996. “Studi Tentang Kandungan Gizi dan Keamanan Pangan Makanan Tradisional Lawar Bali”(tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
73
PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN SEBELUM WAWANCARA DAN OBSERVASI Penelitian ini merupakan penelitian dibidang kesehatan terkait program penyehatan makanan di wilayah Kuta. Adapun proses penelitian ini yaitu peneliti akan memberikan pertanyaan terkait kebersihan selama pengolahan lawar dan melakukan observasi lingkungan warung. Berkat partisipasi Anda dalam penelitian ini maka Anda telah memberikan sumbangan yang amat berarti terkait program penyehatan makanan dan minuman khususnya pada makanan khas Bali yaitu Lawar. Keikutsertaan dalam studi ini bersifat sukarela dan Anda berhak tidak menjawab/menolak/mengundurkan diri selama penelitian berlangsung. Kami akan menjaga kerahasiaan dan anonimitas Anda. Semua informasi yang dikumpulkan akan disimpan hanya dengan mencantumkan kode, dimana nama Anda dan warung/rumah makan Anda sama sekali tidak akan ada di laporan penelitian ini. Selain itu data penelitian juga akan ditempatkan pada tempat yang aman dan dengan cara sedemikian rupa sehingga informasi itu tidak dapat dikaitkan dengan Anda. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik. Anda dapat menyimpan lembaran penjelasan ini sebagai informasi untuk Anda sendiri, dan setiap saat saya persilahkan Anda untuk menghubungi saya bila Anda mempunyai pertanyaan lebih lanjut tentang penelitian ini. Anda bisa menghubungi Ni Putu Eka Trisdayanti di Unud Denpasar (pada telepon nomer 081805463692). No. telepon komisi etik (0361) 244534
PERSETUJUAN RESPONDEN Kode Responden:_________
Nama Petugas Lapangan: ___________
Persetujuan untuk berpartisipasi pada penelitian kesehatan terkait program penyehatan makanan dan minuman. Bahwa saya telah membaca informasi yang diberikan kepada saya dibacakan untuk saya), dan saya telah memahami tujuan penelitian ini.
(atau telah
Nama [kode]: ____________________________________________ Tandatangan[kode]:______________________Tanggal:______/______/______
74
KUESIONER DAN PEDOMAN OBSERVASI PENELITIAN KESEHATAN TERKAIT PROGRAM PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN
A. Identitas Responden (Penjual/Pengolah Lawar) 1. Tgl/bln/thn wawancara & Tgl: _____, Bln: ________, Thn: ______ observasi 2. Nomer urut responden 3. Bulan & tahun lahir
Bln: ________, Thn: ______
4. Umur 5. Jenis kelamin 6. Pendidikan terakhir 7. Tahun mulai bekerja 8. Masa Kerja No. sampel
75
I. LEMBAR OBSERVASI NO. PERNYATAAN Sanitasi Warung Makan dan Dapur 1.
YA
Tempat pengolahan lawar
TIDAK
…………………………. ………………………….
2. 3.
Lawar yang telah diolah diletakkan di tempat yang tertutup Tempat mengolah/meletakkan lawar bebas dari vektor seperti lalat Fasilitas Sanitasi 1. Keberadaan air bersih yang mengalir seperti PAM (ledeng) 2. Keberadaan saluran air limbah yang tertutup 3. a. Keberadaan tempat sampah b. Apabila jawaban Ya, Kondisi tempat sampah : - Tertutup - Bahan tempat sampah …………………………… ……………………. 4. Kain lap yang digunakan selama (menjual/mengolah)* lawar dalam keadaan bersih 5. a. Keberadaan toilet b. Deskripsi letak toilet (berhubungan langsung/tidak dengan…………………………. dapur/tempat pengolahan lawar) …………………………. Sanitasi Peralatan 1. Peralatan/wadah untuk (menjual/mengolah)* lawar terkesan bersih 2. Peralatan dicuci menggunakan air mengalir 3. Peralatan dicuci menggunakan sabun / detergent 4. Tempat penyimpanan peralatan terlindung dari pencemaran tikus, serangga, & hewan lainnya (tertutup) Higiene Penjual Lawar 1. Mencuci tangan dengan air mengalir sebelum mengambil lawar 2. Mencuci tangan dengan sabun sebelum mengambil lawar 3. Kuku dalam keadaan bersih 4. Kuku dalam keadaan pendek 5. Mengambil lawar dengan : - Tangan - Alat/sendok 6. Penjual lawar berpakaian bersih dan rapi 7. Ketika menjual lawar, apakah melakukan tindakan yang jorok seperti : - menggaruk pantat - banyak berbicara
76 NO.
PERNYATAAN YA TIDAK Ketika menjual lawar, apakah melakukan tindakan yang jorok seperti : - mengupil - merokok - menggaruk-garuk kepala - memegang rambut - batuk/bersin di atas makanan - lainnya …………………………. ………………………….
Higiene Pengolah Lawar 1. Mencuci tangan dengan air mengalir sebelum membuat lawar 2. Mencuci tangan dengan sabun sebelum membuat lawar 3. Kuku dalam keadaan bersih 4. Kuku dalam keadaan pendek 5. a. Mengolah lawar menggunakan sarung tangan plastik b. Apabila jawaban ya, Apakah diganti setiap hendak mengolah lawar baru 6. a. Pengolah lawar mencicipi lawar yang telah diolah b. Apabila jawaban ya, mencicipi lawar dengan : - tangan - alat/sendok 7. Pengolah lawar berpakaian bersih dan rapi 8. Ketika mengolah lawar, apakah melakukan tindakan yang jorok seperti : - menggaruk pantat - banyak berbicara - mengupil - merokok - menggaruk-garuk kepala - memegang rambut - batuk/bersin di atas makanan - lainnya …………………………. ………………………….
Keterangan : * coret yang tidak diobservasi Petugas Observasi
77
LEMBAR WAWANCARA No. Pertanyaan Fasilitas Sanitasi 1. Dalam satu minggu terakhir berapa kali Anda membuang sampah warung?
Jawaban
2.
Berapa kali Anda mengganti lap yang digunakan selama menjual/mengolah lawar dalam 1 hari? Higiene Penjual dan Pengolah Lawar 1. Pada saat apa saja Anda mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dalam 1 hari ?
2.
Berapa kali seminggu Anda memotong kuku?
3.
a. Apakah saat ini Anda sedang sakit atau sehat? b. Apabila sakit, jelaskan Anda sedang sakit apa?
Terima kasih atas kesediaan Anda berpartisipasi dalam menjawab kuesioner ini.
Pewawancara,
78
III. LEMBAR HASIL UJI LABORATORIUM NO EMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Jumlah koloni bakteri 2.
Keberadaan E.coli
3.
Keberadaan gen virulensi E.coli
HASIL
79
80
Gambar 1. Observasi dan wawancara dengan penjual sekaligus pengolah lawar
Gambar 2. Observasi proses pengolahan lawar
Gambar 3. Tempat penyimpanan lawar dengan penutup gorden
Gambar 4. Tempat penyimpanan lawar dengan penutup kaca
81
A
Gambar 5. Tempat penyimpanan peralatan terbuka
Gambar 6. Tempat penyimpanan peralatan dalam rak tertutup
Gambar 8. Pencucian peralatan dengan air yang ditampung dalam baskom
Gambar 7. Tempat sampah tanpa tutup
82
Gambar 9. Sampel lawar
Gambar 10. Proses pengenceran dan penanaman sampel pada media
Gambar 11. Memasukkan media yang telah ditanam sampel ke inkubator
Gambar 12. Media PCA yang telah ditumbuhi bakteri dan dihitung jumlah koloni bakteri
83
Gambar 13. Media EMBA yang telah ditumbuhi E.coli
Gambar 14. Uji identifikasi E.coli dengan media SIM
Gambar 15. Hasil pengecatan Gram
Gambar 16. E. coli positif pada media EMBA
84
Gambar 16. Proses persiapan PCR
Gambar 17. Proses PCR
Gambar 17. Proses Elektroforesis
Gambar 18. Proses Elektroforesis
85
Gambar 19. Hasil Elektroforesis yang negatif (tidak muncul band/pita)
Gambar 20. Hasil Elektroforesis yang muncul band/pita