EKSPRESI HETEROLOG ENDO-β-XILANASE DARI Bacillus pumilus BCRS-01 PADA Escherichia coli
ARIF SETIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ekspresi Heterolog endoβ-xilanase dari Bacillus pumilus BCRS-01 pada Escherichia coli adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing Prof Dr Ir Antonius Suwanto, MSc serta Prof Dr Anja Meryandini, MS dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Arif Setiawan P051130251
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus berdasarkan pada perjanjian kerjasama terkait
RINGKASAN ARIF SETIAWAN. Ekspresi Heterolog Endo-β-Xilanase dari Bacillus pumilus BCRS-01 pada Escherichia coli. Dibimbing oleh ANTONIUS SUWANTO dan ANJA MERYANDINI. Xilanase adalah kelompok enzim glikosil hidrolase yang mampu menghidrolisis xilan pada dinding sel tanaman. Endo-β-xilanase merupakan salah satu enzim utama yang mampu memecah ikatan β-1,4-glikosida dari rantai utama xilan yang menghasilkan xilooligosakarida (XOs) dan monomer xilosa. Cairan rumen sapi memiliki bakteri penghasil xilanase. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bakteri penghasil xilanase dari cairan rumen sapi dan melakukan ekspresi secara heterolog gen xynA pengkode endo-β-xilanase pada Escherichia coli. Sebanyak 29 isolat bakteri penghasil xilanase telah berhasil diisolasi dari cairan rumen sapi pada media padat selektif yang mengandung substrat birchwood xylan. Isolat bakteri BCRS-01 adalah isolat terpilih yang mampu menghasilkan aktivitas xilanase tertinggi. Hasil identifikasi berdasarkan gen pengkode 16S rRNA, isolat BCRS-01 memiliki kemiripan 99% dengan Bacillus pumilus (nomor akses NR043241). Xilanase kasar dari BCRS-01 memiliki aktivitas optimum pada suhu 55oC dan pH 7. Karakterisasi selanjutnya, xilanase memiliki stabilitas pH yang luas dari pH 4-10. Inkubasi xilanase selama 60 menit pada pH 4 dan 10 memperlihatkan aktivitas tertinggal sebanyak 60% dan 40% secara berurutan. Pada pengujian stabilitas suhu, juga memperlihatkan aktivitas stabil pada suhu 2550oC serta memiliki aktivitas tertinggal sebesar 80% dan 50% ketika diinkubasi pada suhu 50oC selama 30 dan 60 menit. Aktivitas xilanase dihambat kuat oleh ion-ion Ca2+ dan Cu2+ pada konsentrasi 10 mM, serta juga sedikit dihambat ion Mn2+ pada konsentrasi 1 mM. Oleh karena itu, xilanase ini berpotensi digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan pakan unggas di industri pakan ternak. Sekuen DNA gen xynA pengkode endo-β-xilanase telah berhasil diamplifikasi dan diperbanyak ke dalam vektor ekspresi pET-15by yang dikendalikan oleh T7 promoter. Protein rekombinan juga berhasil diekspresikan pada Escherichia coli BL21 (DE3) pLysS. Bobot molekul protein diperkirakan berukuran 26.7 kDa menggunakan SDS-PAGE. Protein rekombinan endo-βxilanase menunjukkan aktivitas enzim sebesar 56 U mL-1 dengan menggunakan substrat birchwood xylan yang diinkubasi selama 10 menit pada suhu 55oC. Kata kunci: Bacillus pumilus, cairan rumen sapi, endo-β-xilanase, ekspresi heterolog
SUMMARY ARIF SETIAWAN. Heterologous Expression of Endo-β-xylanase from Bacillus pumilus strain BCRS-01 in Escherichia coli. Supervised by ANTONIUS SUWANTO and ANJA MERYANDINI. Xylanases are glycoside hydrolase family 11 which depolymerise xylan in the plant cell wall, the most excessive form of hemicellulose. Endo-β-xylanases (EC 3.2.1.8) are most important to breakdown β-1,4-glicoside bond of xylan to produce disaccaride xyloolygosaccaride (XOs) and xylose (monomer). Bovine rumen fluids have potential to obtain endo-β-xylanase produced of bacteria. The objectives of this study were to obtain xylanase producing bacteria and to express xynA gene encoding endo-β-xylanase from bacterium in Escherichia coli. Twenty nine isolate bacteria have been succesfully isolated from bovine rumen fluid in agar medium containing birchwood xylan. Isolate BCRS-01 bacterium was previously screened for the high production of xylanase. Based on 16S rRNA gene sequence analysis, BCRS-01 showed high similarity (99%) to Bacillus pumilus (accession number NR043241). The crude xylanase had optimal activity at 55oC, pH 7.0. Furthermore, the crude xylanase exhibited broad pH stability from 4.0 to 10.0 and remained more than 60% and 40% of its activity after incubation at pH 4.0 until 10.0, respectively for 60 min. It also showed a stability at temperature 25-50oC since it retained 80% and 50% of its activity when incubated at 50oC or 30 and 60 min, respectively. The xylanase activity was strongly inhibited by Ca2+ and Cu2+ at concentration 10 mM, and as little as 1 mM for Mn2+. Therefore, this xylanase has potentially used as additive feeds in animal feed industry. The DNA sequence xynA gene encoded endo-β-xylanase was amplified and cloned into the expression vector pET-15by under the control of T7 promoter. The recombinant protein had succesfully expressed in Escherichia coli BL21 (DE3) pLysS. A protein recombinant of approximately, 26.7 kDa was observed on the SDS-PAGE analysis. Crude extract of recombinant endo-β-xylanase demonstrated activity of enzyme at 56 U mL-1 using birchwood xylan as a substrate at 55oC for 10 min. Keywords: Bacillus pumilus, bovine rumen fluid, endo-β-xylanase, heterologous expression.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EKSPRESI HETEROLOG ENDO-β-XILANASE DARI Bacillus pumilus BCRS-01 PADA Escherichia coli
ARIF SETIAWAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Dosen Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Ir Utut Widyastuti, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah mengenai Ekspresi gen endo-β-xilanase secara heterolog dari Bacillus pumilus BCRS-01 ke Escherichia coli. Terima kasih kepada Rektor IPB, Dekan SPs IPB yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan dana kuliah pada program beasiswa BPPDN calon Dosen tahun 2013-2015, serta kepada Ketua Program Studi Bioteknologi IPB beserta staf atas semua bantuan administrasi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Antonius Suwanto MSc dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini MS selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Utut Widyastuti, MSi yang telah memberi saran pada saat ujian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Esti Puspitasari dan Ludovika Jessica Virginia beserta staf dan teknisi R&D Bioteknologi PT Wilmar Benih Indonesia Cikarang, yang telah membantu selama pengumpulan data, beserta teman seperjuangan Albert Sembiring, SSi, MSi, Natalia Lusianingsih SSi, MSi, Retno Tri Astuti, SSi, MSi dan Jekmal Malaoe SSi, MSi di Laboratorium Bioteknologi, rekan-rekan mahasiswa S2 Bioteknologi (BTK’ers) angkatan 2013, serta pihak lain yang tidak dapat disebut nama satu persatu atas dukungan dan kebersamaannya selama menempuh perkuliahan. Ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada keluarga besar penulis. Terima kasih yang sangat dalam kepada ayahanda (Bapak Abdul Razak) dan Ibunda (Ibu Wiji Astutik) yang telah berjasa membesarkan, mendidik dan membentuk karakter penulis, kepada kakak dan adik serta keluarga besar, penulis ucapkan terima kasih atas dukungan, segala doa dan kasih sayang yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2016 Arif Setiawan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Enzim Xilanase Aplikasi Enzim Xilanase Teknologi DNA Rekombinan Ekspresi Gen dan Sistem Ekspresi Protein Rekombinan
3 3 5 7 9
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Penelitian
14 14 14 14 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Bakteri Penghasil Xilanase dan Aktivitas Xilanase Identifikasi dan Pohon Filogenetik Isolat BCRS-01 Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Xilanase BCRS-01 Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Xilanase BCRS-01 Spesifisitas Substrat dan Kinetika Enzim Xilanase Amplikon Gen xynA Pengkode Endo-β-xilanase BCRS-01 Perbandingan Sekuen Asam Amino xynA BCRS-01, ARA dan ATCC 7061 Kloning dan Ekspresi Gen xynA Pengkode Endo-β-xilanase di E. coli Pembahasan
22 22 22 24 25 26 27
5 SIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
38
RIWAYAT HIDUP
40
27 28 30
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Komposisi gel SDS-PAGE Hasil BLAST isolat BCRS-01 berdasarkan gen pengkode 16S rRNA Pengaruh ion logam terhadap aktivitas xilanase Uji aktivitas enzim kasar xilanase terhadap berbagai substrat
21 23 25 26
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Mekanisme hidrolisis xilan oleh xilanase Sistem ekspresi protein rekombinan di pET Konstruksi vektor ekspresi Pengaruh penggunaan kodon dalam proses translasi Peta plasmid vektor kloning pGEM-T Easy Peta plasmid vektor ekspresi pET-15by Zona bening di sekitar koloni bakteri penghasil xilanase pada media agar yang mengandung substrat birchwood xylan Amplikon gen pengkode 16S rRNA pada 0.8% gel agarosa Konstruksi pohon filogenetik isolat BCRS-01 berdasarkan gen pengkode 16S rRNA Pengaruh pH terhadap aktivitas xilanase BCRS-01 pada pH 7 Pengaruh suhu terhadap aktivitas xilanase BCRS-01 pada pH 7 Amplikon gen xynA pada 1% gel agarosa menggunakan PCR Estimasi bobot molekul (MW) dan titik isoelektrik (pI) protein rekombinan XynA menggunakan software ExPASy Perbandingan sekuen asam amino gen xynA pengkode endo-β-xilanase dari B. pumilus BCRS-01 dengan strain ARA dan ATCC 7061 Verifikasi plasmid rekombinan pGEM-xynA pada 1% gel agarosa Konstruksi plasmid rekombinan pET-15by -xynA Ekspresi protein rekombinan XynA pada SDS-PAGE
5 11 12 13 18 20 22 23 24 24 25 26 27 27 28 29 29
DAFTAR LAMPIRAN 1 Urutan basa nitrogen plasmid rekombinan pET-15by-xynA 2 Struktur model 3 dimensi protein xynA B. pumilus BCRS-01 3 Standar xilosa
38 38 39
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, industri kelapa sawit menghasilkan biomassa dalam jumlah yang besar setiap tahun. Produk samping agro-industri seperti palm kernel meal atau PKM merupakan biomassa yang dapat menjadi sumber alternatif yang murah dan berkelanjutan untuk memproduksi pakan ternak. Produksi pembuatan pakan ternak merupakan sektor agribisnis penting yang dapat mencapai lebih dari 600 juta ton atau kira-kira 200 juta US dolar di dunia (Polizeli et al. 2005; Kallel et al. 2014). Dalam proses pembuatan pakan ternak, xilanase merupakan enzim yang digunakan sebagai bahan tambahan untuk membuat pakan khususnya ternak non ruminansia seperti unggas dan babi (Nagar et al. 2012; Barekatain et al. 2013). Peranan xilanase adalah untuk meningkatkan ketersediaan nutrisi pakan (Tan 2001; Qiu et al. 2010; Zang dan Sang 2015) bagi ternak serta dapat mengurangi masalah kesehatan karena serat tanaman yang sulit dicerna (Kulkarni et al. 1999). Pada dinding sel tanaman, xilan adalah hemiselulosa dan heteropolimer polisakarida yang paling banyak setelah selulosa (Dhiman et al. 2008). Heteropolimer ini memiliki rantai dasar D-xilopiranosa yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-glikosida (Anthony et al. 2003) dan terdapat cabang manosa, arabinosa, asam glukoronat serta gugus asetil. Hidrolisis xilan merupakan tahapan paling penting dalam pemanfaatan lignoselulosa yang melimpah (Saha 2003). Enzim hemiselulase secara umum digunakan dalam bentuk campuran (cocktail) yang terdiri atas berbagai enzim hidrolitik untuk memecah hemiselulosa (Bhalla et al. 2014). Salah satu kelompok enzim hemiselulase adalah xilanase. Xilanase adalah kelompok enzim glikosil hidrolase yang berfungsi menghidrolisis kompleks xilan. Xilanase terdiri atas berbagai macam enzim seperti endo-βxilanase, β-xilosidase, α-glukuronidase, α-arabinofuranosidase dan esterase. Endo-1,4-β-xilanase (EC 3.2.1.8) merupakan enzim utama untuk mendegradasi xilan yang secara acak menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosida menghasilkan xilooligosakarida (XOs) dan xilosa (Collins et al. 2005). Xilanase banyak dihasilkan oleh fungi dan bakteri. Fungi yang menghasilkan xilanase antara lain Aspergillus (Betini et al. 2009), Trichoderma (Gomes et al. 1992), Rhizopus (Bakir et al. 2001) dan Penicillium (Belancic et al. 1995; Cui et al. 2009). Xilanase dari fungi telah banyak dikomersilkan untuk industri, namun baru-baru ini bakteri lebih disukai untuk produksi xilanase. Bakteri lebih menguntungkan karena pertumbuhannya yang cepat sehingga tingkat produksi enzim biasanya lebih tinggi (Shanti dan Roymon 2014). Karakter xilanase yang dihasilkan oleh fungi atau bakteri menunjukkan aktivitas optimum yang berbeda misalnya pH netral terdapat pada bakteri atau sedikit lebih asam terdapat pada fungi dengan suhu mesofil (rata-rata antara 40-55oC) (Collins et al. 2005; Wang et al. 2012). Dalam proses pembuatan pakan ternak, dibutuhkan campuran enzim. Salah satunya Roxazyme G2 yang memiliki 3 macam enzim yaitu xilanase, selulase dan glukanase (European Food Safety Authority 2012). Roxazyme G2 (banyak enzim) lebih baik dibandingkan nutrase xyla (satu enzim) dalam meningkatkan berat badan anak ayam (Adeniji dan Jimoh 2007). Untuk memproduksi pakan ternak
2 diperlukan xilanase dengan karakter pH dan suhu optimum untuk proses fermentasi. Beberapa enzim komersial seperti Allzym VegProPT memiliki aktivitas optimum pada pH 5.5 dan suhu 65oC, Xilanase GS35 (pH 4.5 dan suhu 40oC), Sumizyme X Shin Nihon (pH 5 dan suhu 55oC) dan Roxazyme G2 G/L (pH 5 dan suhu 40oC). Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk memperoleh xilanase yang dapat diaplikasikan langsung sebagai bahan tambahan pembuatan pakan ternak. Sumber mikroba penghasil xilanase yang paling diminati adalah dari ternak ruminansia. Ternak ruminansia dapat menghasilkan enzim xilanase yang merupakan sekresi dari bakteri rumen. Flint dan Bayer (2008) menyebutkan bahwa xilanase yang diperoleh dari rumen paling diminati karena efisiensinya dalam menghidrolisis polisakarida tanaman. Pada rumen sapi terdapat sisa-sisa makanan yang tidak tercerna secara sempurna dan banyak mengandung hemiselulosa yang merupakan sumber potensial untuk memperoleh bakteri xilanolitik. Xilanase yang dihasilkan oleh bakteri memiliki keragaman metabolisme yang tinggi sehingga banyak digunakan secara luas untuk memproduksi xilanase di industri (Bajaj dan Singh 2010). Beberapa penelitian xilanase yang dihasilkan oleh bakteri telah berhasil diklon dan dikarakterisasi enzimnya. Bakteri Pseudobutyrivibrio xylanivorans Mz5T dari rumen sapi telah diklon dan memiliki aktivitas optimum pada suhu 38oC dan pH 5.6 (Cepeljnik et al. 2004). Mohana et al. (2008) menyebutkan bahwa xilanase Burkholderia sp. juga memiliki aktivitas optimum pada pH 8.6 dan suhu 50oC, serta Acinetobacter junii (Lo et al. 2010) pada pH 7.0 dan suhu 60oC. Xilanase Bacillus pumilus asal tanah telah diklon dan diekspresikan secara heterolog pada Escherichia coli dengan aktivitas optimum pada pH 6.6 dan suhu 50oC (Yasinok et al. 2008; Qu dan Shao 2011). Pada penelitian ini, pencarian bakteri mesofilik penghasil xilanase yang berasal dari cairan rumen sapi berguna untuk memperoleh xilanase mesofil. Suhu pada cairan rumen sapi dapat mencapai antara 35-40oC (mesofil), meskipun demikian xilanase yang berasal dari lingkungan ini biasanya aktif pada suhu diatas 50oC (termofil). Banyak xilanase khususnya endoxilanase termofil memiliki struktur yang homolog dengan mesofil. Termostabilitas xilanase termofil disebabkan karena adanya tambahan jembatan disulfida, adanya residu N-terminal prolin yang menghasilkan konformasi bebas, ikatan garam dan adanya rantai samping hidrofobik (Turunen et al. 2001). Hakulinen et al. (2003) menyatakan bahwa perbandingan urutan dan struktur enzim xilanase termofil dengan mesofil sebagai berikut: 1. Pada struktur primer, persentase residu arginin yang tinggi sehingga meningkatkan interaksi kutub dan rasio treonin/serin yang tinggi dapat meningkatkan termostabilitas xilanase termofil; 2. Pada struktur sekunder, α-helix memiliki banyak asam aspartat dan arginin pada xilanase termofil dan β-sheet lebih panjang dibandingkan xilanase mesofil. Perumusan Masalah Mikroorganisme bersifat ubiquitous yaitu dapat diperoleh pada lingkungan. Cairan rumen sapi memiliki bakteri penghasil xilanase karena terdapat sisa-sisa
3 makanan yang tidak tercerna secara sempurna yang banyak mengandung hemiselulosa salah satunya xilan yang tinggi pada tanaman. Akan tetapi secara alami bakteri penghasil xilanase tidak mudah untuk menghasilkan enzim xilanase dalam jumlah besar. Untuk memenuhi kebutuhan enzim tersebut, teknik rekombinasi DNA merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk memperbaiki produksi xilanase. Galur bakteri rekombinan yang dihasilkan akan memproduksi enzim fungsional dari gen target sekaligus dapat meningkatkan produktivitas enzim.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan isolasi bakteri penghasil xilanase asal rumen sapi dan ekspresi gen xynA pengkode endo-β-xilanase secara heterolog pada E. coli.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam proses rekayasa produksi enzim. Harapan selanjutnya akan diperoleh xilanase yang dapat menyediakan nutrisi seperti gula sederhana dalam pakan sehingga dapat mengurangi gangguan pencernaan pada ternak ayam dan bebek.
2 TINJAUAN PUSTAKA Enzim Xilanase Klasifikasi Xilanase termasuk dalam kelompok enzim hidrolase yang menghidrolisis xilan. Enzim xilanase disebut juga dengan 1,4-β-D-xilan xilanohidrolase (Rahman 2005). Berdasarkan Nomenclature Committee of The International Union of Biochemistry and Molecular Biology (NC-IUBB) enzim ini termasuk ke dalam golongan E.C.3.2.1. Angka di depan kode tersebut menunjukkan bahwa xilanase termasuk ke dalam golongan hidrolase, yang berarti enzim ini memerlukan air dalam memecah ikatan C-O, C-N, O-P dan C-S. Angka 3.2 menunjukkan bahwa enzim ini termasuk ke dalam sub golongan enzim glikosilasi. Berdasarkan kesamaan sekuen asam aminonya, xilanase secara umum diklasifikasikan ke dalam dua famili glikosil hidrolase, yaitu: famili 10 dan famili 11 (Henrissat 1991). Sisi aktif famili 10 berpusat disekitar daerah conserved residu asam glutamat (Tull et al. 1991). Menurut polizeli (2005) enzim xilanase terdiri atas lima macam enzim, yaitu: a. Endo-1,4-β-xilanase (EC 3.2.1.8) atau nama lainnya: endo-(1,4)-β-xilan xilanohidrolase; endo-1,4-xilanase; xilanase; β-1,4-xilanase; endo-1,4xilanase; endo-β-1,4-xilanase; endo-1,4-D-xilanase; 1,4-β-xylan
4
b.
c.
d.
e.
xilanohidrolase; β-xilanase; β-1,4-xilan xilanohidrolase; endo-1,4-βxilanase; β-D-xilanase. β-D-xilosidase (EC 3.2.1.37) ata nama lainnya: xilobiase; β-xilosidase; ekso-1,4-β-xilosidase; β-D-xilopiranosidase; β-xilosidase; ekso-1,4xilosidase; ekso-1,4-β-D-xilosidase; 1,4-β-D-xilan xilohidrolase. Asetilxilan esterase (EC 3.1.1.6) atau nama lainnya: C-esterase; ester asetat hidrolase; kloroesterase; p-nitrofenil asetat esterase; citrus asetilesterase. α-arabinofuranosidase (EC 3.2.1.55) atau α-L-arabinofuranosidase berperan dalam pemutusan α-L-arabinan yang mengandung ikatan (1,3)arabinoxilan dan/atau (1,5)-arabinogalaktan, menghasilkan α-arabinosida. α-glukuronidase (EC 3.2.1.139) atau nama lainnya: glikogenase; αamilase; endoamilase, Taka-amilase A; 1,4-α-D-glukan glukanohidrolase.
Sifat Endoxilanase yang masuk ke dalam glikosil hidrolase famili 10 secara umum mempunyai berat molekul yang lebih besar (lebih dari 40 kDa) bila dibandingkan dengan glikosil hidrolase famili 11 yang mempunyai berat molekul sekitar 20 kDa. Mikroba yang menghasilkan xilanase dari famili 10 biasanya juga mempunyai aktivitas selulase. Hal ini tidak terjadi pada mikroba penghasil xilanase dari famili 11. Ukuran yang kecil dan bentuk yang padat dari xilanase famili 11 membuatnya mudah masuk ke jaringan serat selulosa tanpa harus merusak serat sehingga enzim ini sangat cocok digunakan dalam biobleaching (Oakley et al. 2003). Menurut Tuncer dan Ball (1999), enzim endoxilanase yang dihasilkan oleh Themomonospora fusca mempunyai aktivitas yang relatif stabil pada kisaran pH 6.5-9.5. Kulkarni et al. (1999) melaporkan bahwa enzim xilanase dari Bacillus sp. C-59-2 memiliki aktivitas pada pH optimum berkisar antara 6-8, sedangkan aktivitas enzim xilanase yang diisolasi dari Bacillus sp. TAR C-125 dan alkalofilik Bacillus sp. NCL-86-6-10 optimal pada pH 9-10. Gupta et al. (2000) melaporkan telah berhasil mengisolasi mikroba alkalofilik obilgat, Bacillus sp. NG-27, yang dapat memproduksi xilanase yang optimal bekerja pada suhu 70oC dan pH 8.4 serta dapat mempertahankan aktivitasnya sampai 70% pada pH 11. Aktivitas Xilanase termasuk ke dalam kelompok enzim penghidrolisis senyawa polimer. Endo-β-xilanase (E.C.3.2.1.8) mampu menghidrolisis bermacam-macam xilan dan menghasilkan xilooligosakarida berantai pendek. Dekker (1983) menyatakan bahwa hidrolisis xilan merupakan hasil kerjasama enzim endo-β-1,4D-xilanase dan eksoglikosidase seperti: β-D-xilosidase, β-L-arabinosidase, dan βD-glukoronidase. Hidrolisis sempurna dari berbagai xilanase ini dapat dilihat dari jumlah D-xilosa, L-arabinosa, dan asam D-glukoronat yang dihasilkan. Polizeli (2005) menyatakan bahwa setiap enzim pendegradasi xilan yakni endo-β-1,4-xilanase, β-D-xilosidase, asetilxilan esterase, arabinase, dan αglukoronidase, mempunyai mekanisme hidrolisis xilan yang berbeda namun bekerja secara sinergis. Endo-1,4-β-xilanase menghidrolisis xilan menjadi xilooligosakarida dan xilosa. β-D-xilosidase menghidrolisis xilooligosakarida
5 menjadi xilosa. Asetilxilan esterase memutuskan O-asetil dari posisi 2 atau 3 pada β-D-xilopiranosil. Arabinase memutuskan L-arabinosa yang tersubstitusi pada posisi 2 atau 3 dari β-D-xilopiranosil. α-Glukoronidase menghidrolisis asam glukoronik dengan β-D-xilanopiranosil (Gambar 1).
Gambar 1 Mekanisme hidrolisis xilan oleh xilanase (Beg et al. 2001) Aktivitas enzim xilanase dapat diukur antara lain dengan menggunakan metode Bailey maupun Miller. Aktivitas xilanase pada metode ini ditentukan dengan mengukur gula pereduksi yang dihasilkan dari hidrolisis xilan dengan bantuan asam dinitrosalisilat (DNS). DNS merupakan senyawa aromatik yang akan bereaksi dengan gula pereduksi dan membentuk asam-3-amino-5nitrosalisilat. Senyawa ini dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan λ=540 nm (Bailey et al. 1992). Aplikasi Enzim Xilanase Aplikasi xilanase komersial dapat dimanfaatkan antara lain dalam industri kertas pada proses pemutihan bubur kertas (Ruiz-Arribas et al. 1995), pembuatan roti, pemanis rendah kalori (xilitol) dan bioetanol (Helianti et al. 2007), karena memiliki aktivitas spesifik, termostabilitas tinggi, aktif pada kisaran pH dan spesifisitas substrat yang luas (Bhalla et al. 2014). Kebanyakan xilanase komersial dihasilkan oleh fungi seperti Trichoderma, Aspergillus, Penicillium, Aureobasidium, Talaromyces sp. dan bakteri Bacillus (Li et al. 2000). a. Xilanase dalam produksi xilitol Gula xilitol yang berasal dari xilosa banyak digunakan untuk konsumsi penderita diabetes. Malaysia menggunakan gula xilitol untuk campuran pasta gigi karena dapat berfungsi memperkuat gusi. Xilosa sebagai bahan baku xilitol ini
6 diproduksi dari xilan. Xilan banyak diperoleh dari limbah pertanian dan industri makanan. Dengan demikian, pengembangan proses hidrolisis secara enzimatis juga merupakan prospek baru untuk penanganan limbah hemiselulosa (Richana dan Lestina 2003). b. Xilanase dalam proses pembuatan kertas Xilanase digunakan pada pembuatan kertas untuk menghilangkan hemiselulosa dalam proses biobleaching. Penggunaan enzim dalam industri ini sebagai pengganti penggunaan senyawa kimia, sehingga pencemaran racun limbah kimia dapat dihindari. Bahan baku kayu yang digunakan dalam proses pembuatan kertas setelah melalui proses digester dan pencucian, sebenarnya masih dalam keadaan kotor (derajat putihnya rendah). Untuk menghasilkan kertas yang bermutu tinggi perlu dilakukan proses pemutihan. Proses pemutihan bertujuan untuk menghilangkan lignin, hemiselulosa penyebab warna cokelat dan zat ekstraktif yang tersisa dari hasil pencucian dan penyaringan (Richana dan Lestina 2003). Hidrolisis hemiselulosa dapat melepaskan ikatan antara kromofor dan lignin, namun penghilangan xilan tidaklah disarankan karena akan mengurangi hasil pulp, dan jika dilakukan secara ekstrim maka penghilangan xilan akan mengurangi kekuatan pulp. Xilanase melarutkan lignin dengan cara menghidrolisis xilan yang merupakan penyususn utama hemiselulosa serta membuka struktur pulp selulosa sehingga struktur lignin tersebut terbuka dan lebih mudah larut (Polizeli et al. 2005). Kertas yang dihasilkan menggunakan xilanase memiliki kualitas kecerahan yang lebih tinggi, lebih lentur, dan permukaannya lebih halus (Rifaat et al. 2005) Penggunaan xilanase sebagai biobleaching non kimia untuk menghasilkan craft pulp memerlukan aktivitas atau reaksi yang memodifikasi residu xilan pada craft pulp. Salah satu metode untuk memperkirakan aktivitas xilanase pada craft pulp adalah dengan mengukur pelepasan kadar gula tereduksi dari pulp yang diikuti oleh hidrolisis secara enzimatis. Walaupun demikian, sampai saat ini belum ada keterangan yang jelas yang menunjukkan korelasi antara pelepasan gula reduksi selama perlakuan enzimatis dengan peningkatan pulp bleaching (Morris et al. 1998). c. Xilanase dalam pembuatan pakan ternak Van paridon et al. (1992) telah melakukan penelitian pemanfaatan xilanase untuk campuran makanan ayam boiler, dengan melihat pengaruhnya terhadap bobot badan yang dicapai dan efisiensi konversi makanan serta hubungannya dengan viskositas pencernaan, hal yang yang sama juga dilakukan oleh Bedord dan Classen (1992). Para peneliti diatas melaporkan bahwa campuran makanan ayam boiler dengan xilanase ternyata mampu memperbaiki penyerapan gizi, sehingga meningkatan pencapaian berat dan efisiensi konversi makanan. d. Xilanase dalam produksi roti Penelitian tentang xilanase yang berasal dari Aspergillus niger var awamori setelah ditambahkan ke dalam adonan roti ternyata menghasilkan kenaikan volume spesifik roti. Kombinasi penambahan amilase dan xilanase juga dapat meningkatan kualitas roti (Richana dan Lestina 2003).
7 Teknologi DNA Rekombinan Kloning Gen Istilah kloning menjadi lebih populer setelah lahirnya domba dolly yang merupakan hasil kloning (reproduktif) dari induknya. Sejak itu kloning menjadi istilah yang sangat populer dipakai oleh kalangan ilmuan untuk menjelaskan duplikasi material biologis walaupun diperoleh dengan proses yang berbeda. Dalam pengertian umum sebuah klon adalah suatu cetakan yang identik dari suatu organisme, organ, sel tunggal, maupun makromolekul DNA (Helianti 2010). Terdapat 5 komponen umum yang dibutuhkan untuk melakukan kloning gen adalah vektor kloning DNA, fragmen DNA target yang akan diklon, enzim restriksi, enzim ligase dan bakteri inang yang kompeten. Vektor kloning adalah molekul DNA yang dapat membawa DNA asing (target) ke dalam sel inang, bereplikasi didalam sel, dan menghasilkan cetakan dari dirinya sendiri dan DNA asing yang dibawanya. Karakter substansial yang harus dimiliki oleh sebuah vektor DNA diantaranya adalah dapat melakukan propagasi didalam sel inang, mempunyai multiple cloning untuk memasukkan DNA asing/target ke dalamnya, dan mempunyai gen marker (gen tahan antibiotik atau gen reporter) yang memungkinkan untuk menyeleksi bakteri rekombinan yang mengandung plasmid dengan DNA asing (Helianti 2010). Terdapat berbagai macam vektor yang biasa digunakan dalam rekayasa genetika. Diantaranya adalah plasmid, faga, kosmid, Bacterial Artificial Chromosomes (BAC) dan Yeast Artificial Chromosomes (YAC). Plasmid adalah molekul DNA sirkular yang terdapat bebas dalam sel bakteri. Di dalam sel, posisinya terpisah dengan kromosom dan plasmid mempunyai gen-gen ori (origin of replication) sehingga mampu mereplikasi sendiri tanpa harus tergantung pada kromosom (Muladno 2002). Plasmid memiliki beberapa kelebihan yang dapat digunakan sebagai vektor kloning. Rangkaian basa yang lengkap pada banyak plasmid sudah diketahui, karena itu, lokasi situs pemotongan yang tepat oleh enzim restriksi untuk menyisipkan DNA asing sudah dapat dipetakan. Plasmid berukuran lebih kecil daripada kromosom inang sehingga mudah dipisahkan dari kromosom tersebut, dan DNA yang diinginkan mudah dilepaskan lewat pemotongan plasmid dengan enzim yang spesifik untuk enzim restriksi yang ke dalamnya disisipkan potongan asli DNA (Murray et al. 2003). Faga adalah turunan dari virus yang menginfeksi bakteri, bisa berasal dari faga λ ataupun faga M13. Faga biasanya mempunyai molekul DNA linear yang ke dalamnya dapat disisipkan DNA asing pada beberapa situs enzim restriksi. DNA kimera dikumpulkan setelah faga berkembang lewat siklus lisisnya dan menghasilkan partikel faga yang matang serta infektif. Kelebihan utama pada vektor faga adalah kemampuannya untuk menerima fragmen DNA dengan panjang 10-20 kb, sementara plasmid hanya mampu menerima potongan DNA dengan panjang sekitar 6-10 kb (Murray et al. 2003). Fragmen DNA yang lebih besar dapat diklonkan di dalam kosmid, yang menggabungkan sifat terbaik plasmid dan faga. Kosmid merupakan plasmid yang mengandung rangkaian DNA, yang dinamakan tapak cos, yang diperlukan untuk mengemas DNA λ ke dalam partikel faga. Vektor ini tumbuh dalam bentuk plasmid ke dalam bakteri, tetapi karena banyak DNA λ yang tidak diperlukan
8 sudah dikeluarkan, maka lebih banyak DNA kimera yang dapat dikemas ke dalam kepala faga. Tidak jarang kosmid membawa sisipan DNA kimerik yang panjangnya 35-50 kb. Bahkan potongan DNA yang lebih besar dapat disatukan ke dalam BAC dan YAC. Vektor ini menerima dan memperbanyak sisipan DNA yang panjangnya beberapa ratus kb atau lebih (Murray et al. 2003). Enzim restriksi atau endonuklease restriksi adalah enzim yang memotong DNA pada rangkaian DNA spesifik di dalam molekul. Keberadaannya pada suatu bakteri tertentu akan membatasi pertumbuhan virus bakteri yang disebut bakteriofaga. Enzim restriksi memotong DNA dari sumber apapun menjadi potongan yang pendek dengan cara yang spesifik menurut rangkaiannya. Enzim defensif ini melindungi DNA bakteri yang menjadi inang dari DNA yang berasal dari organisme asing terutama organisme yang infektif. Meskipun demikian, enzim tersebut hanya terdapat pada sel yang juga mempunyai enzim pendamping yang melakukan metilasi DNA inang sehingga membuatnya menjadi substrat yang tidak sesuai untuk dicernakan oleh enzim restriksi (Murray et al. 2003). Enzim restriksi diberi nama menurut bakteri yang merupakan asal enzim tersebut diisolasi. Misalnya EcoRI berasal dari E. coli, dan BamHI dari B. amyloliquefaciens. Tiga huruf pertama pada enzim restriksi terdiri dari huruf pertama yang menyatakan genus (E), dan dua huruf berikutnya yang menyatakan spesies (co). Tiga huruf ini dapat diikuti dengan simbol strain (R) dan angka romawi (I) untuk menunjukkan urutan penemuan. Setiap enzim akan mengenali dan memotong rangkaian DNA untai ganda yang spesifik, yaitu rangkian dengan panjang 4-7 pb. Potongan DNA ini akan menghasilkan ujung tumpul (blunt end) atau ujung lengket (sticky-end) menurut mekanisme pemotongan yang dilakukan oleh enzim tersebut (Murray et al. 2007). Jika nukleotida didistribusikan secara acak dalam suatu molekul DNA tertentu, kita akan dapat menghitung frekuensi pemotongan bagian DNA oleh enzim tertentu. Untuk setiap posisi dalam molekul DNA terdapat empat kemungkinan yaitu A, C, G, dan T. Oleh karena itu enzim restriksi yang mengenali rangkaian 4 pb akan memotong rata-rata sekali setiap 256 pb (44), sedangkan enzim lainnya yang mengenali rangkaian 6 pb akan memotong sekali setiap 4096 pb (46). Potongan tertentu DNA mempunyai susunan linear yang khas untuk berbagai enzim, dengan demikian dapat dibuat peta restriksi. Jika DNA dicerna dengan enzim restriksi tertentu, ujung semua ragmennya akan mempunyai rangkaian DNA yang sama. Fragmen yang dihasilkan dapat diisolasi dengan elektroforesis pada agarosa atau poliakrilamida. Perlakuan ini merupakan tahap yang esensial dalam proses kloning (Murray et al. 2003). Enzim ligase menyambungkan kedua ujung fragmen DNA dengan membentuk ikatan fosfodiester antara kedua fragmen tersebut. Pada umumnya enzim ligase yang digunakan dalam rekayasa genetika adalah enzim yang dimurnikan dari E. coli yang telah diinfeksi oleh faga T4. Enzim ini dikenal dengan nama T4 DNA ligase (Brown 2010). Kloning gen adalah memasukkan molekul DNA ke dalam sel bakteri. Masuknya molekul DNA rekombinan ke dalam ini disebut transformasi (Muladno 2002). E. coli adalah bakteri inang yang paling umum digunakan untuk menerima gen asing dalam proses kloning gen. Kelebihan bakteri ini adalah mudah dimanipulasi dan dikultur, tingkat pertumbuhannya cepat, dapat menerima gen
9 asing dengan berbagai macam teknik yang telah diuji coba, serta telah banyak diketahui informasinya (Mc Kane dan Kandel 1996). E. coli dalam keadaan normal sulit mengakomodasi DNA dari luar. Bakteri harus mengalami perlakuan fisika atau kimia, untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengambil DNA di lingkungan. Sel yang telah mengalami perlakuan ini disebut sel yang bersifat kompeten (Brown 1991). Ekspresi Gen dan Sistem Ekspresi Protein Rekombinan Salah satu fungsi dasar yang harus dijalankan oleh DNA sebagai materi genetik adalah fungsi fenotipik. Artinya, DNA harus mampu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi individu organisme sehingga dihasilkan suatu fenotipe tertentu. Fenotipe organisme sangat ditentukan oleh hasil interaksi protein-protein didalam sel. Setiap protein tersusun dari sejumlah asam amino dengan urutan tertentu, dan setiap asam amino pembentukannya disandi oleh urutan basa nitrogen didalam molekul DNA. Rangkaian proses ini, mulai dari DNA hingga terbentuknya asam amino, dikenal sebagai dogma sentral biologi molekuler (Susanto 2002). Perubahan urutan basa di dalam molekul DNA menjadi urutan basa molekul RNA dinamakan transkripsi, sedangkan penerjemahan urutan basa RNA menjadi urutan asam amino suatu protein dinamakan translasi. Jadi, proses transkripsi dan translasi dapat dilihat sebagai tahap-tahap ekspresi urutan basa DNA. Namun, tidak semua urutan basa DNA akan diekspresikan menjadi urutan asam amino. Urutan basa DNA yang pada akhirnya menyandi urutan asam amino disebut sebagai gen. Dengan demikian, secara kimia gen adalah urutan basa nitrogen tertentu pada molekul DNA yang dapat diekspresikan melalui tahap-tahap transkripsi dan translasi menjadi urutan asam amino tertentu (Susanto 2002). Translasi, atau sintesis protein, berlangsung di dalam ribosom, suatu struktur organel yang banyak terdapat di dalam sitoplasma. Ribosom terdiri dari dua subunit, besar dan kecil, yang akan menyatu selama inisiasi translasi dan terpisah ketika translasi telah selesai. Ukuran ribosom sering dinyatakan atas dasar laju pengendapannya selama sentrifugasi sebagai satuan yang disebut Svedberg (S). Pada kebanyakan prokariot ribosom mempunyai ukuran 70S, sedangkan pada eukariot biasanya sekitar 80S. Tiap ribosom mempunyai dua tempat pengikatan tRNA, yang masing-masing dinamakan tapak aminoasil (tapak A) dan tapak peptidil (tapak P). Organisme menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan melalui ekspresi gen yang terus berubah. Proses perubahan ekspresi gen telah diteliti secara rinci pada bakteri serta virus, dan umumnya melibatkan interaksi protein pengikat spesifik dengan berbagai region DNA tepat disekitar situs awal transkripsi. Proses ini dapat memberi efek positif atau negatif terhadap transkripsi. Sel-sel eukariota menggunakan paradigma dasar ini walaupun juga memanfaatkan mekanisme lain untuk mengatur transkripsi. Proses seperti penggalakan (enhancement) atau represi ekspresi spesifik jaringan, pengaturan oleh hormon, logam berat dan zat-zat kimia, amplifikasi gen, penyusunan kembali gen, modifikasi pascatranskripsi dan stabilitas RNA juga dipakai untuk mengontrol ekspresi gen (Murray et al. 2003).
10 Menurut Karp (2008), gen yang mengkode jalur metabolik enzim pada bakteri biasanya dikelompokkan bersama dalam kromosom menjadi kompleks fungsional tertentu yang disebut operon. Semua gen pada operon dikoordinasikan dan dikontrol oleh suatu mekanisme yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1961 oleh Francois Jacob dan Jacques Monod dari Patteur Institute di Paris. Secara umum operon bakteri terdiri atas: - Gen struktural: adalah gen yang mengkode enzim itu sendiri. Gen struktural pada operon biasanya terletak berdampingan satu sama lain, dan RNA polimerase berpindah dari satu gen struktural ke gen struktural yang lain, mengubah gen-gen tersebut menjadi mRNA tunggal. Perpanjangan mRNA ini kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai enzim spesifik dalam jalur metabolik. - Promoter: adalah daerah dimana RNA polimerase terikat pada DNA sebagai awal dari proses transkripsi. - Operator: adalah daerah yang terletak berdekatan atau tumpang tindih dengan promoter, dan merupakan tempat perlekatan protin yang disebut represor. Represor adalah contoh dari protein regulator yaitu protein yang mengenali sekuen spesifik tertentu dan berikatan dengan sekuen tersebut dengan afinitas tinggi. - Gen regulator: gen yang mengkode protein represor. Kunci pada ekspresi operon berada pada represor. Bila represor mengikat operator, promoter tidak dapat berikatan dengan polimerase dan transkripsi tidak terjadi. Aktivitas xilanase yang digunakan pada industri kertas diharapkan bebas dari aktivitas selulase, oleh sebab itu, Biely (1985) mengatakan bahwa tujuan dari kloning gen xilanase adalah (i) untuk mengkonstruksi produser yang menghasilkan sistem xilanolitik yang bebas dari enzim selulolitik; (ii) memperbaiki karakteristik industrial mikroorganisme dengan memasukkan gen xilanase dan xilosidase. Sejumlah gen xilanase telah dikloning baik secara heterologous maupun homologous. Pada kloning heterologous menggunakan E. coli sebagai inang aktivitas xilanase sering mengalami penurunan yang disebabkan oleh adanya modifikasi pasca-translasi dan adanya akumulasi xilanase rekombinan di dalam sel (Kulkarni et al. 1999). Untuk menghindari hal tersebut, teknik overekspresi banyak dilakukan dengan menggunakan promoter kuat pada vektor yang digunakan. Pada tahun 1998, Chen dan Westpheling telah berhasil melakukan kloning gen xilanase dari Streptomyces coelicolor yang mempunyai kemiripan 99% dengan gen xynB dari Streptomyces lividans. Daerah promoter gen ini ditentukan dengan cara transcriptional fusion antara daerah upstream gen xynB dari S. coelicolor dengan reporter gen xylE. Selanjutnya, Chen dan Wetpheling menggabungkan gen xynA dari Thermotoga maritima dengan gen xynB yang mengandung promoter tadi. Gen xynA T. maritima telah diketahui sebelumnya mengkode xilanase termostabil yang dapat digunakan dalam bleaching craft pulp. Penggabungan antara gen xynB promoter dan xynA ini kemudian disubklon dan diekspresikan pada Streptomyces dan menghasilkan xilanase yang termostabil serta terdapat pada fraksi supernatan (ekstraseluler).
11 Sistem Ekspresi pET Vektor ekspresi pET dikembangkan untuk melakukan klon dan ekspresi protein rekombinan pada E. coli. Gen target yang diklon dalam plasmid pET dikendalikan oleh sinyal kuat transkripsi bakteriofaga T7. Ekspresi diinduksi oleh T7 RNA polimerase dalam sel inang. T7 RNA polimerase paling selektif dan aktif ketika diinduksi dan hampir dikonversi untuk ekspresi gen target oleh sel; beberapa jam setelah induksi, produk yang diinginkan terdiri lebih dari 50% protein total sel. Meskipun sistem ini sangat kuat, dengan menurunkan konsentrasi induser berfungsi untuk menurunkan tingkat ekspresi. Penurunan tingkat ekspresi dapat meningkatkan yield beberapa protein target. Manfaat lain yang penting dari sistem ini adalah kemampuannya untuk mempertahankan gen target disaat tidak diinduksi. Pada umumnya, kloning gen target menggunakan inang yang tidak mengandung gen pengkode polimerase T7 RNA, sehingga menghilangkan ketidakstabilan plasmid karena produksi protein bersifat racun bagi sel inang. Ketika menggunakan sel inang yang bukan untuk ekspresi, ekspresi protein target mungkin diawali dengan menginfeksi sel inang dengan λCE6, sebuah faga yang membawa gen T7 RNA polimerase dikendalikan λ Ƥ L dan promotor Ƥ I, atau dengan memasukkan plasmid ke sel inang untuk mengekspresikan gen pengkode T7 RNA polimerase yang berada di kromosom dan ekspresi gennya dikendalikan oleh lacUV5. Pada kasus kedua, ekspresi gen diinduksi dengan penambahan IPTG ke dalam biakan bakteri. Dua jenis promotor T7 dan beberapa sel inang yang berbeda dalam menekan ekspresi basal, memberikan fleksibilitas yang baik dan mampu untuk mengoptimalkan ekspresi berbagai gen target (Novagen 2003).
Gambar 2 Sistem ekspresi protein rekombinan di pET (Clark dan Padzernik 2009) Vektor pET memiliki promoter T7/lac, beberapa situs kloning dan terminator T7. Transkripsi gen yang dikendalikan oleh promoter T7/lac membutuhkan T7 RNA polimerase. E. coli memiliki gen yang mengkode enzim T7 RNA polymerase hasil rekasaya di dalam kromosom, tetapi memiliki lacI
12 untuk merepresi gen dalam operon lac. Ketika IPTG ditambahkan, hal ini untuk menginduksi pelepasan protein lacI (represor) dan mengekspresikan gen target. Selanjutnya, T7 RNA polimerase mengenali promoter T7/lac untuk mentranskripsi gen dan akan menghasilkan protein rekombinan (Gambar 2). Setelah gen dikloning, protein dapat diproduksi dalam jumlah besar dengan relatif lebih mudah. Ekspresi gen yang menghasilkan protein untuk produksi skala besar membawa masalah serius dibandingkan di laboratorium. Banyaknya salinan gen di dalam sel menghasilkan protein yang lebih tinggi. Jadi kloning gen ke dalam plasmid high copy number biasanya menghasilkan protein lebih tinggi. Namun, plasmid high copy sering tidak stabil, terutama dalam biakan bakteri yang digunakan dalam industri. Meskipun terdapat gen resistensi antibiotik pada sebagian plasmid, hal ini adalah sebuah metode untuk mempertahankan plasmid dalam biakan. Salah satu solusi untuk mencegah hilangnya plasmid adalah dengan mengintegrasikan gen asing ke dalam kromosom sel inang (Clarck dan Pazdernik 2009). Konstruksi Vektor Ekspresi Ribosom bakteri mengikat mRNA dengan mengenali situs pengikatan ribosom (RBS) (juga dikenal sebagai urutan Shine-Dalgarno). RBS berpasangan dengan urutan AUUCCUCC pada subunit kecil ribosom 16S rRNA. Konsensus RBS adalah urutan UAAGGAGG yang diikat kuat. Umumnya, ini menyebabkan inisiasi pada translasi lebih efisien. Selain itu, RBS harus berada pada jarak yang dekat dengan kodon start AUG untuk mengoptimalkan translasi.
Gambar 3 Konstruksi vektor ekspresi (Clark dan Padzernik 2009) Vektor ekspresi dirancang untuk mengoptimalkan ekspresi gen pada saat transkripsi. Namun, hal ini juga memungkinkan untuk mendesain vektor ekspresi dalam memaksimalkan inisiasi translasi. Vektor ini memiliki sebuah konsensus
13 RBS ditambah kodon start ATG yang terletak (8 pb) pada bagian hilir RBS. Gen yang telah diklon dimasukkan ke sebuah situs pengklonan yang tumpang tindih dengan kodon start ATG. Situs pemotongan enzim NcoI sangat cocok karena situs pengenalan (C/CATGG) mengandung urtan ATG. Oleh karena itu memungkinkan untuk menyisipkan gen target sehingga ATG gen target tepat persis dengan ATG dalam vektor ekspresi (Gambar 3). Gen yang diekspresikan dipotong dengan NcoI pada ujung 5'-ATG dan dengan enzim restriksi lain yang cocok di ujung 3'-end. Pengaruh Penggunaan Kodon (Codon Usage) Ketika gen dari satu organisme diekspresikan dalam sel inang yang berbeda terdapat beberapa masalah yaitu penggunaan kodon (codon usage). Kode genetik dapat mengartikan lebih dari satu kodon yang berbeda dan dapat mengkodekan asam amino yang sama. Jadi meskipun protein memiliki urutan asam amino tetap, terdapat penggunaan kodon lain yang cocok. Pada prakteknya, organisme yang berbeda memiliki kodon yang berbeda untuk asam amino yang sama. Sebagai contoh, asam amino lisin dikodekan oleh kodon AAA atau AAG. Pada E. coli, AAA digunakan 75% lebih banyak digunakan dan AAG hanya 25%. Sebaliknya, Rhodobacter menggunakan AAG 75% lebih banyak, meskipun E. coli dan Rhodobacter termasuk kelompok bakteri Gram negatif. Kodon dibaca oleh tRNA. Ketika sel menggunakan kodon yang jarang digunakan, sel memiliki tingkat tRNA lebih rendah dalam membaca kodon jarang. Oleh karena itu, jika gen dengan banyak kodon AAA dimasukkan ke dalam sel yang jarang menggunakan kodon AAA yang mengkode asam amino lisin, tRNA yang sesuai mungkin dalam jumlah sedikit sehingga sintesis protein berlangsung lambat (Clark dan Padzernik 2009). Bakteri lebih menyukai satu kodon untuk mengkode asam amino tertentu dibandingkan kodon lainnya untuk asam amino yang sama. Pada Gambar 4, ribosom menghentikan proses translasi yang disebabkan karena menunggu tRNA lisin yang membawa antikodon UUU. E. coli tidak menggunakan kodon ini dan memiliki keterbatasan persediaan tRNA ini (Clark dan Padzernik 2009).
Gambar 4
Pengaruh penggunaan kodon dalam proses translasi (Clark dan Padzernik 2009)
14 Dalam mengoptimalkan produksi protein, penggunaan kodon harus diperhatikan. Meskipun membutuhkan tambahan pekerjaan, urutan DNA sebuah gen mungkin diubah sehingga mengubah banyak kodon berlebihan. Hal ini dilakukan oleh sintesis buatan urutan DNA dari keseluruhan rekayasa gen. Gen yang telah dioptimasi kodonnya untuk inang yang baru mungkin menunjukkan peningkatan 10 kali lipat dalam memproduksi protein (Clark dan Pazdernik 2009). Hal ini disebabkan proses elongasi rantai polipeptida oleh ribosom pada saat sintesis protein berlangsung lebih cepat. Pendekatan ini telah berhasil digunakan untuk memproduksi protein Cry yang bersifat racun bagi serangga. Protein rekombinan ini berasal dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis, yang telah diklon ke dalam tanaman transgenik jagung dan kapas untuk membunuh serangga utama Ostrinia nubilialis (Koziel et al. 1993).
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2014 sampai Juni 2015. Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi, PT. Wilmar Benih Indonesia Cikarang Jawa Barat.
Bahan Reagen DNS, substrat Birchwood xylan (Sigma), xilosa (Sigma), reagen Bradford, Bovine Serum Albumin (BSA), bufer (sodium asetat, sodium fosfat, Tris-HCl, Glisin-NaOH, KCl-NaOH), media Luria Bertani (LB), dan agar. Bahan yang digunakan untuk penelitian molekuler adalah E. coli strain DH5α dan strain BL21 (DE3) pLysS (Invitrogen), isopropil-β-D-tiogalaktopiranosida (IPTG), 5bromo-kloro-3-indol-β-D-galaktopiranosida (X-Gal), Wizard® Genomic DNA Purification Kit (Promega), QIAquick® Extraction kit (Qiagen), QIAprep SpinMiniprep kit (Qiagen), enzim restriksi NotI dan SacI (New England Biolabs, NEB), T4 DNA ligase (NEB), vektor pGEM-T Easy (promega) dan vektor ekspresi pET-15by (Novagen).
Alat Alat-alat yang umum digunakan antara lain alat-alat gelas, shaker incubator (Thermo Scientific), heating block (Grant Bio), Magnetic stirrer (Velp Scientifica), vortex mixer (Ika® Genius 3), sentrifuga (Thermo Scintifica) dan microtube (Axigen), millipore (Hartech), freezer -20oC dan -80oC (ThermoScientific), elektroforesis DNA, gel documentation UV XR+ (BioRad), thermal cycler PCR (Bio Rad), perangkat sekuensing Applied Biosystem ABI Prism 3130 Genetic Analyzer, komputer yang terpasang Geneious software, microtube PCR (Axigen) dan sonikator. Alat-alat ukur yang digunakan adalah mikropipet (Gilson), pH meter (Mettler Toledo), pH indicator strip (Universal indicator dari Merck),
15 termometer, timbangan analitik (OHAUS pioneerTM), Nano drop 2000 (Thermo Scientific) dan spektrofotometer.
Prosedur Penelitian Isolasi Bakteri Penghasil Xilanase Sampel Cairan rumen sapi diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan PT. Elders Indonesia, Bogor. Cairan rumen sapi diambil pada 3 organ rumen sapi yang berbeda lalu dicampur dalam satu botol steril. Isolasi bakteri penghasil xilanase dilakukan dengan mencampurkan 5 mL (1%) sampel ke dalam 45 mL 0.85% (b v-1) NaCl, lalu 100 µL hasil pengenceran berseri dari pengenceran 10-1 sampai 10-8 disebar secara merata ke dalam media selektif padat (spread plate) yang mengandung (b v-1): 0.1% tripton, 0.1% ekstrak khamir, 0.02% MgSO4, 0.1% (NH4)2SO4, 0.14% KH2PO4, dan substrat 0.5% birchwood xylan (Sigma) 1.5% bakto agar, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam (Viet et al. 1991). Bakteri penghasil xilanase ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar koloni yang menghasilkan xilanase ekstraseluler. Isolat bakteri penghasil xilanase ditumbuhkan pada 5 mL media Luria bertani (LB) yang mengandung (b v-1): (1% tripton, 1% NaCl, 0.5% ekstrak khamir) selama 16 jam pada suhu 37oC sebagai starter. Sebanyak 0.2 mL (1%) starter diinokulasikan pada 20 mL media xilan cair dan diinkubasi dengan kecepatan 200 rpm, suhu 37oC selama 24 jam untuk memproduksi xilanase (Nawel et al. 2011). Enzim dipanen dengan sentrifugasi 6000 rpm, pada suhu 4oC selama 15 menit. Fraksi ekstraseluler pada supernatan adalah enzim kasar xilanase dan diukur aktivitas enzimnya. Uji Aktivitas Enzim Kasar Xilanase Aktivitas xilanase ditentukan dengan menghitung kadar xilosa atau gula tereduksi yang dihasilkan menggunakan metode 3,5-asam dinitrosalisilat (DNS) (Miller 1959). Xilosa yang terbentuk dihitung berdasarkan kurva standar xilosa. Satu unit (U) aktivitas xilanase didefinisikan sebagai sejumlah enzim yang dibutuhkan untuk melepaskan 1 µmol xilosa per menit. Isolasi DNA Kromosom Bakteri Satu isolat bakteri yang memiliki aktivitas xilanase tertinggi diisolasi DNA genomnya menggunakan wizard genomic DNA purification kit (Promega). Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam 5 ml media Luria bertani (LB) cair dan diinkubasi selama 16 jam dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 37oC. Kultur bakteri dituang kedalam tabung mikrosentrifuga 1.5 mL dan disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 3 menit. Supernatan dibuang dan pelet sel diresuspensi dengan 600 µL Nuclei Lysis Solution, kemudian diinkubasi pada suhu 80oC selama 5 menit. Campuran didinginkan pada suhu ruang, lalu ditambah 3 µL RNase solution untuk mendegradasi RNA, dan dibolak-balikan (inversi) tabung. Campuran diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 30 menit dan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian campuran ditambahkan 20 µL Protein Precipitation Solution lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit.
16 Pelet sel yang diperoleh dibuang dan supernatan yang mengandung DNA genom dipindah ke dalam tabung mikrosentrifuga 1.5 mL baru yang berisi 600 µL isopropanol. Campuran dihomogenkan dengan membolak-balikan tabung dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit. Supernatan dibuang dan pelet DNA ditambah dengan ethanol 70% untuk pencucian. Sentrifugasi dilakukan untuk mendapatkan DNA, dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit. DNA yang diperoleh dikeringkan pada suhu 40oC selama 10 menit, kemudian ditambah 25 µL Nuclease Free Water (NFW) untuk mengelusi DNA dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 1 jam. Konsentrasi DNA kromosom yang diperoleh dapat diukur menggunakan Nano Drop 2000. Analisis Gen Pengkode 16S rRNA DNA kromosom bakteri diamplifikasi gen pengkode 16S rRNAnya untuk menentukan jenisnya. Amplifikasi daerah 16S rRNA dilakukan dengan menggunakan Thermal Cycler PCR (Marchesi et al. 1998). Komposisi reaksi PCR (total volume reaksi 50 µL): 1 µL DNA kromosom bakteri (100 ng µ L-1) sebagai templat, 25 µL 2x GoTaq Green PCR mastermix (Promega), 1 µL (10 picomol) primer 63F (5’-CAGGCCTAACACATGCAAGTC-3’), primer 1387R (5GGGCGGAA/TGTGTACAGGC-3’) dan 13 µL dH2O. Program PCR untuk reaksi PCR adalah pra-denaturasi pada suhu 95oC selama 5 menit, siklus amplifikasi sebanyak 25 siklus yang terdiri dari suhu denaturasi 95oC selama 30 detik; penempelan 56oC selama 30 detik; pemanjangan 72oC selama 75 detik dan diakhiri pasca-PCR 72oC selama 5 menit. Produk PCR dimigrasikan pada 0.8% (b v-1) gel agarosa selama 60 menit pada 80 V. Visualisasi pita gel dilihat pada Gel Doc UV XR+ (BIORAD). Selanjutnya satu pita pada gel agarosa dilakukan tahapan purifikasi. Purifikasi DNA dan Sekuensing Sebelum sekuensing kualitas produk hasil PCR harus baik yaitu satu pita DNA terlihat jelas. Jika memiliki mixing bands (pita yang tercampur), maka dilakukan pemurnian produk hasil PCR. Produk PCR dimurnikan pada 0.8% gel agarosa mengikuti prosedur QIAquick® Extraction kit (Promega). Purifikasi hasil PCR dilakukan melalui pemotongan gel agarosa yang mengandung pita DNA hasil PCR. Potongan gel ditimbang sebanyak 100 mg kemudian dimasukkan dalam tabung mikrosentrifuga 1.5 mL dan ditambahkan 300 μL bufer QG (3x volume gel). Sampel diinkubasi selama 10 menit pada 50oC sampai potongan gel tersebut bisa bercampur. Sampel dimasukkan dalam kolom QIAquick yang sebelumnya telah ditempatkan pada tabung koleksi (2 mL). Sentrifugasi dilakukan pada 3000 rpm selama 1 menit sehingga cairan pada kolom akan pindah ke tabung koleksi. Cairan pada tabung koleksi di buang dan kolom QIAquick ditempatkan kembali pada tabung koleksi. Kemudian ditambah 500 µL bufer QG dan disentrifugasi pada 10000 rpm selama 1 menit sampai semua bufer pindah ke tabung koleksi dan buang cairannya. Tabung kolom ditambah 500 µL bufer PB lalu dilakukan quick spin selama 2 detik. Kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang dan disentrifus pada 10.000 rpm selama 1 menit. Cairan pada tabung koleksi dibuang dan pada kolom ditambah 750 µL bufer PE. Lalu dilakukan sentrifugasi sebanyak 2 kali pengulangan dengan kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya kolom diinkubasi pada heating block pada suhu 40oC
17 selama 10 menit untuk menghilangkan etanol. Sebanyak 25 µL Nuclease Free Water (NFW) ditambahkan ke dalam kolom untuk mengelusi DNA dan diinkubasi pada suhu 50oC selama 5 menit. Kolom ditempatkan ke dalam tabung mikrosentrifuge steril. Sentrifugasi dilakukan pada kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit. Cairan dalam tabung mikrosentrifuga merupakan DNA murni dan disimpan pada suhu -20oC. Gen pengkode 16S rRNA dilakukan sekuensing menggunakan Applied Biosystems Hitachi 3130 Genetic Analyzer. Hasil sekuensing dianalisis menggunakan software Geneious dan dibandingkan dengan sekuen 16S rRNA pada GenBank dengan tool BLAST (Basic Local Alignmet Search Tools) menggunakan server online (www.ncbi.nlm.nih.gov.) untuk menentukan jenis bakteri. Karakterisasi Enzim Kasar Xilanase Penentuan pH optimum terhadap aktivitas xilanase diukur dengan menginkubasi enzim dalam berbagai bufer dengan rentang pH 4-11 yang mengandung substrat 1% birchwood xylan selama 10 menit pada suhu 50oC. Berbagai larutan bufer pH yang digunakan adalah Na-Asetat pH 4, 5, 6; Na-Fosfat pH 6, 7, 8; Tris-HCl pH 8, 9; glisin-NaOH pH 9, 10; KCl-NaOH 10, 11; dengan konsentrasi 100 mM. Stabilitas enzim pada berbagai pH diuji dengan menginkubasi enzim pada berbagai pH 4-11 selama 30 dan 60 menit pada 4oC. Suhu optimum aktivitas xilanase ditentukan dengan prosedur pH optimum aktivitas xilanase sebelumnya selama 10 menit pada pH optimumnya dengan rentang suhu 25-70oC. Termostabilitas enzim diuji dengan menginkubasi enzim pada rentang suhu 25-70oC selama 30 dan 60 menit. Pada stabilitas pH dan suhu, enzim direaksikan dengan substrat birchwood xylan dalam bufer Na-fosfat pada kondisi optimum. Aktivitas enzim sisa (residual enzyme activities) dihitung dengan membandingkan aktivitas masing-masing perlakuan dengan aktivitas maksimal xilanase yang diukur . Pengaruh ion logam Cu2+, Fe2+, Ca2+, Mg2+, Mn2+, Zn2+, Na2+, EDTA (konsentrasi 1 dan 10 mM) pada aktivitas enzim xilanase diuji setelah prainkubasi enzim dalam berbagai macam ion logam selama 30 menit dan pada pH optimumnya dengan konsentrasi akhir 100 mM. Aktivitas relatif enzim dihitung dengan membandingkan aktivitas perlakuan dan tanpa adanya tambahan ion logam. Spesifisitas substrat pada aktivitas xilanase diuji menggunakan berbagai substrat antara lain beecwood xylan (Sigma), carboxymethyl cellulose (CMC: Fluka), palm kernel meal (PKM) dan Locus Bean Gum (LBG: Sigma). Aktivitas enzim ditentukan dengan mengukur gula tereduksi dari masing-masing substrat. Spesifik substrat ditunjukkan sebagai persentase relatif yang dibandingkan dengan birchwood xylan. Isolasi Gen xynA Pengkode Endo-β-xilanase DNA genom bakteri terpilih digunakan sebagai cetakan untuk amplifikasi gen xynA pengkode endo-β-xilanase menggunakan sepasang primer (F-ATGxynA: 5’-ATGAATTTGAA/GAAA/GATTA/GAGGC-3’; R-3End-xynA: 5’-TT AGTG/TA/GCCAATAAACAGCT-3’). Reaksi PCR yang digunakan adalah 100 ng DNA cetakan, 5 U Taq DNA polimerase High fidelity (New England
18 Biolabs/NEB), 5 µL bufer High Fidelity (1x) (NEB), 5 µL dNTP mix (1x), 10 picomol primer dan dH2O sampai volume total 25 µL. PCR dilakukan pada suhu pra-denaturasi 98oC 30 detik, diikuti dengan 30 siklus; denaturasi 98oC 10 detik, penempelan 51oC 1 menit, pemanjangan 72oC selama 1 menit dan diakhiri dengan pasca-PCR 72oC selama 5 menit. Hasil PCR dimigrasikan pada gel agarosa 1% selama 60 menit 100 V. Pita gen yang diinginkan dipotong dan dimurnikan menggunakan QIAquick Extraction Purification Kit (Qiagen). Hasil pemurnian gen xynA disekuensing menggunakan Applied Biosystem ABI Prism 3130 Genetic Analyzer. Geneious software digunakan untuk analisis data hasil sekuensing. Sekuen DNA hasil sekuensing dianalisis kemiripannya dengan sekuen gen endoβ-xilanase pada GenBank dengan tool BLASTp (untuk protein). Kloning Gen xynA Pengkode Endo-β-xilanase Gen xynA yang telah diisolasi, diligasikan pada vektor kloning pGEM-T Easy (Promega) menggunakan enzim T4 ligase (NEB). Reaksi ligasi yang digunakan adalah 35 ng insert/fragmen hasil PCR (xynA), 25 ng vektor pGEM-T Easy, bufer T4 ligase 1x (NEB), dan 400 U enzim T4 DNA ligase, dan dH2O sampai volume total 10 µL, lalu diinkubasi pada suhu 16oC selama 16 jam. Peta plasmid pGEM-T Easy disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Peta plasmid vektor kloning pGEM-T Easy Transformasi Plasmid Rekombinan ke E. coli DH5α Sebelum dilakukan transformasi, E.coli DH5α harus dipersiapkan menjadi kompeten sel agar mempunyai efisiensi yang tinggi dalam menerima DNA dari luar pada proses transformasi. Kultur E. coli DH5α dari stok digores pada media LB agar, dan diinkubasi ±16 jam pada suhu 37oC. Koloni tunggal E. coli DH5α dari cawan diinokulasi ke dalam 10 ml media LB cair lalu diinkubasi pada incubator shaker dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 37oC selama 16 jam sebagai starter. Sebanyak 2% kultur starter diinokulasi kedalam 100 mL media LB cair lalu diinkubasi pada 200 rpm dengan suhu 37oC sampai nilai OD600 nm= 0.5. Kultur diinkubasi dalam es dingin setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm pada suhu 4oC selama 1 menit. Supernatan yang diperoleh dibuang
19 kemudian pelet yang mengandung sel diresuspensi dengan 1 mL CaCl2 solution (20 mM CaCl2; 80 mM MgCl2). Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 2500 x g selama 1 menit suhu 4oC kemudian supernatan dibuang. Pelet yang diperoleh ditambah dengan 100 µL 0.1 M CaCl2 dan 40 µL gliserol 50%. Keseluruhan proses pembuatan sel kompeten dilakukan dalam keadaan dingin (on ice). Hasil ligasi ditransformasikan ke dalam sel kompeten E. coli DH5α dengan metode dengan metode heat-shock atau kejut panas (Sambrook dan Russell 2001). Sebanyak 10 μL hasil ligasi dimasukkan ke kompeten sel tersebut, resuspensi dengan tangan sampai tercampur sempurna, diinkubasi dalam es selama 30 menit. Kemudian segera diinkubasi dalam waterbath pada suhu 42oC selama 1 menit dan diinkubasi kembali dalam es selama 2 menit. Setelah itu ditambahkan medium LB sebanyak 800 μL dan diinkubasi dalam shaker inkubator 200 rpm, 37oC selama satu jam. Setelah itu, sel disentrifugasi 2500 rpm selama 10 menit, sebanyak 800 μL supernatan dibuang, dan sisanya diresuspen kembali dengan pelet dan ditumbuhkan pada media LB agar yang mengandung ampisilin (konsentrasi akhir 100 µg mL-1) 0.1 mM isopropil-β-D-tiogalaktopiranosida (IPTG), 80 µg mL-1 5bromo-kloro-3-indolil-β-D-galaktopiranosida (X-Gal) yang diinkubasi semalam pada suhu 37oC. Setelah itu dilakukan seleksi koloni putih-biru. Koloni putih diverifikasi dengan PCR koloni menggunakan primer FM13 (5’-CGCCAGGGTT TTCCCAGTCACGAC-3’) dan RM13 (5’-TCACACAGGAAACAGCTATGAC3’). Hasil PCR dimigrasikan ke dalam 1% gel agarosa pada tegangan 100 V selama 60 menit. Koloni yang diduga positif (koloni putih) lalu di ambil dan dikultur dalam media LB-ampisilin cair untuk melakukan isolasi plasmid. Isolasi Plasmid Rekombinan Koloni bakteri yang berwarna putih yang diduga mengandung plasmid rekombinan diisolasi menggunakan QIAprep SpinMiniprep kit (Qiagen). Pada prinsipnya menggunakan metode alkaline lysis (Birnboim & Doly 1979). Sebanyak 5 mL kultur E. coli rekombinan dalam LB mengandung ampisilin yang telah ditumbuhkan semalaman di incubator shaker pada suhu 37oC 200 rpm, lalu disentrifugasi 8000 rpm selama 3 menit. Pelet yang terpisah dari supernatan diresuspensi dengan 250 µL P1+RNase dan 250 µL P2 (NaOH) lalu dibolak-balik 6 kali. Kemudian ditambah 350 µL bufer N3 (guanidin hidroklorida, asam asetat) dan dibolak-balik sebanyak 6 kali. Sampel DNA disentrifugasi pada 13.000 rpm selama 10 menit dan supernatan dipindah ke dalam kolom SpinMiniprep QIAprep tube yang telah ditempatkan pada tabung koleksi dan disentrifus pada 6000 x g selama 1 menit. Cairan pada tabung koleksi dibuang dan ditambah 500 µL bufer PB (guanidin hidroklorida dan isopropanol) ke dalam tabung kolom lalu disentrifugasi kembali pada 13.000 rpm selama 1 menit. Untuk mencuci DNA dari pengotor lainnya, ditambah 750 µL PE ke dalam kolom dan disentrifus pada 13.000 rpm selama 1 menit dengan 2 kali pengulangan. Setelah itu, kolom ditempatkan pada tabung mikrosentrifuga baru yang steril dan pada tabung kolom ditambah 50 µL Nuclease Free Water (NFW) dan disentrifugasi pada 13.000 rpm selama 1 menit. Cairan pada tabung mikrosentrifuga merupakan sampel DNA plasmid lalu diukur konsentrasinya menggunakan Nano Drop 2000.
20 Konstruksi Vektor Ekspresi pET-15by dan Ekspresi Gen xynA Plasmid pET-15by (Novagen) digunakan sebagai vektor ekspresi gen xynA pada E. coli BL21 (DE3) pLysS. Peta vektor ekspresi pET-15by disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Peta plasmid vektor ekspresi pET-15by Primer gen xynA didesain dengan menambahkan situs restriksi (F_ATGSacI: 5’-ATTGAGCTCATGAATTTGAGAAGATTGAGGC-3’ dan R3End-NotI: 5’-ATTGCGGCCGCTTAGTTGCCAATAAACAGCT-3’). Gen xynA yang terligasi pada plasmid pGEM-T Easy dipotong menggunakan enzim restriksi SacI dan NotI (NEB). Fragmen yang diperoleh dimurnikan dan diligasi ke dalam vektor pET-15by yang mengandung hexahistidine tagged dengan enzim T4 ligase, lalu diinkubasi pada suhu 16oC selama 16 jam. Hasil ligasi ditransformasikan ke dalam sel kompeten E. coli BL21 (DE3) pLysS. E. coli transforman disebar pada media LB agar yang mengandung ampisilin 100 µg mL-1, kloramfenikol 35 µg mL-1, 0.1 mM IPTG dan diinkubasi semalaman pada suhu 37oC. Verifikasi transforman dilakukan dengan PCR koloni menggunakan primer T7. Koloni transforman positif ditumbuhkan pada media LB cair (ampisilin dan kloramfenikol) untuk mengisolasi plasmid. Plasmid hasil isolasi disekuensing menggunakan primer T7. Satu klon E. coli BL21 (DE3) pLysS rekombinan open reading frame (ORF) pET-15by-xynA telah berhasil diperoleh. Koloni tunggal E. coli rekombinan ditumbuhkan semalam dalam 5 ml media LB mengandung antibiotik ampisilin (100 µg mL-1) dan kloramfenikol (35 µg mL-1) sebagai starter. Selanjutnya sebanyak 1 mL (2%, v v-1) starter diinokulasikan ke dalam 50 mL media LB-ampisilin-kloramfenikol. Bakteri tersebut ditumbuhkan selama 2 jam,
21 pada suhu 37oC, lalu diinduksi 0.5 mM IPTG setelah sel mengalami fase eksponensial pada OD600: 0.5. Setelah diinduksi, kultur diinkubasi selama 16 jam pada suhu 30oC dan digoyang dengan kecepatan 200 rpm. Kultur bakteri dipanen dengan sentrifugasi dingin selama 15 menit. Pelet sel dipecah menggunakan sonikator dengan menambahkan 5 mL (10% volume produksi) 100 mM bufer Nafosfat pH 7 pada pelet dan diresuspensi. Suspensi sel disonikasi selama 2x5 menit dan disentrifus dengan 13.000 rpm pada suhu 4oC selama 15 menit. Supernatan yang mengandung enzim endo-β-xilanase diukur aktivitas enzimnya. Analisis Bobot Molekul Protein dengan SDS-PAGE Sampel xilanase kasar (B. pumilus BCRS-01) dan rekombinan (E. coli) dipisahkan berdasarkan bobot molekul protein menggunakan metode sodium dodesil sulfat-poliakrilamida gel elektroforesis (SDS-PAGE) (Laemmli 1970). Elektroforesis gel poliakrilamida yang dikombinasikan dengan suatu deterjen sodium dodesil sulfat (SDS) digunakan untuk memisahkan dan menentukan jumlah dan ukuran (berat molekul) rantai subunit protein. Tabel 1 Komposisi gel SDS-PAGE Pereaksi 30%/0.8% (b v ) akrilamida/bisakrilamida 1.5 M Tris HCl pH 8.8 0.5 M Tris HCl pH 6.8 10% (b v-1) sodium dodesil sulfat Akuades 10% (b v-1) amonium persulfat N,N,N,N’-tetra-metil-etilendiamin Volume total -1
Separating 12% 4.0 mL
Stacking 4% 650 µL
2.6 mL 100 µL 3.2 mL 100 µL 10 µL 10 mL
1.25 mL 50 µL 2975 µL 50 µL 5 µL 5 mL
Elektroforesis SDS-PAGE dilakukan dengan menambahkan 24 µL sampel protein ke dalam 6 µL bufer sampel dengan perbandingan 4:1 (v v-1) dan 0.5 µL marker protein (low range BIORAD) ke dalam 6 µL bufer sampel, lalu dipanaskan pada suhu 100ºC selama 10 menit untuk denaturasi protein. Kemudian didinginkan pada suhu ruang. Sampel dimasukkan ke dalam sumur gel dengan volume 30 µL, sedangkan volume marker protein yang digunakan sebanyak 6 µL. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 15 mA selama ± 2 jam dalam 1x bufer elektroforesis. Kemudian gel diwarnai menggunakan larutan pewarna (Coomassie Brilliant Blue CBB R-250) selama 30 menit. Pelunturan warna (destaining) pada gel dilakukan dengan larutan peluntur secara berulang kali sampai diperoleh pita protein berwarna biru dengan latar gel bening. Estimasi ukuran protein dihitung dengan nilai mobilitas relatif (Rf) marker dan log berat molekul (BM). Sebagai perbandingan, berat molekul protein xynA diprediksi berdasarkan urutan asam amino melalui software ExPASy (http://web.expasy.org/compute_pi).
22
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Bakteri Penghasil Xilanase dan Aktivitas Xilanase Hasil skrining yang dilakukan terhadap 29 isolat bakteri cairan rumen sapi pada media birchwood xylan Agar menunjukkan bahwa 20 isolat bakteri menghasilkan zona bening disekitar koloni, sedangkan 9 isolat bakteri lainnya tidak membentuk zona bening. Bakteri penghasil xilanase menghasilkan zona bening di sekitar koloni (Gambar 7). Zona bening merupakan hasil dari hidrolisis xilan dalam media padat oleh xilanase ekstraseluler.
Gambar 7 Zona bening di sekitar koloni bakteri penghasil xilanase pada media padat selektif Berdasarkan hasil uji aktivitas, diperoleh sebanyak 7 isolat bakteri memiliki aktivitas xilanase yang tinggi sedangkan 13 isolat bakteri lainnya memiliki aktivitas xilanase yang rendah. Aktivitas xilanase 7 isolat bakteri BCRS 01, 04, 12, 16, 18, 20 dan 28 yaitu 140, 33.1, 47.9, 29.2, 38.9, 29.4, dan 30.6 U mL-1 pada suhu 50oC selama 10 menit menggunakan substrat 1% birchwood xylan dalam bufer 100 mM Na-fosfat pH 7.0. Isolat bakteri BCRS-01 memiliki aktivitas tertinggi yang dipilih untuk didentifikasi secara molekuler, selanjutnya dikarakterisasi xilanase yang dihasilkannya. Identifikasi dan Filogenetik Isolat BCRS-01 Hasil amplifikasi DNA pengkode 16S rRNA isolat BCRS-01 pada Gambar 8 menunjukkan bahwa pita DNA hasil PCR dengan pasangan primer 63F dan 1387R (1) tampak di antara dengan pita DNA marker yang berukuran 1000 dan 2000 bp. Hal ini relevan dengan hasil yang diharapkan yaitu fragmen DNA berukuran 1324 pb. Tidak adanya pita pada kontrol negatif (2) menunjukkan bahwa amplikon yang dihasilkan bukan berasal dari kontaminan. Hasil elektroforesis gel agarosa tersebut juga tampak bahwa seluruh produk PCR yang didapatkan merupakan pita tunggal. Hal ini mengindikasikan bahwa sepasang primer dapat mengamplifikasi secara spesifik fragmen DNA yang diharapkan.
23 pb
2000
1324 pb
1000
Gambar 8 Amplikon gen pengkode 16S rRNA pada 0.8% gel agarosa; (M) Marker 1 Kb, (1) BCRS-01, (2) kontrol negatif, (3) kontrol positif Pada tabel 2, pencarian kemiripan sekuen gen pengkode 16S rRNA hasil BLAST dari data GenBank menunjukkan bahwa isolat BCRS-01 memiliki kemiripan 99% dengan Bacillus pumilus. Dari data tersebut kemudian dibuat pohon filogenetik untuk menggambarkan hubungan kekerabatan. Tabel 2 Hasil BLAST isolat BCRS-01 berdasarkan gen pengkode 16S rRNA Nomer Akses NR074977.1 NR112637.1 NR043242.1 NR118439.1 NR042336.1 NR042337.1 NR118381.1
Deskripsi Bacillus pumilus strain SAFR-032 16S ribosomal RNA gene, complete sequence Bacillus pumilus strain NBRC 12092 16S ribosomal RNA gene, partial sequence Bacillus pumilus strain ATCC 7061 16S ribosomal RNA gene, partial sequence Bacillus aerius strain 24K 16S ribosomal RNA gene, partial sequence Bacillus stratosphericus strain 41KF2a 16S ribosomal RNA gene, partial sequence Bacillus altitudinis strain 41KF2b 16S ribosomal RNA gene, partial sequence Bacillus pumilus strain SBMP2 16S ribosomal RNA gene, partial sequence
Nilai Eror 0.0
Kemiripan (%) 99
0.0
99
0.0
99
0.0
99
0.0
99
0.0
99
0.0
99
Hasil analisis pohon filogenetik menunjukkan bahwa isolat BCRS-01 memiliki kekerabatan yang dekat dengan B. pumilus strain NBRC 12092 (NR1126371), ATCC 7061 (NR043242) dan SAFR-032 (NR074977) dengan nilai bootstrap sebesar 95%. Nilai tersebut memperlihatkan tingginya tingkat kepercayaan terhadap cabang yang terbentuk. Skala 0.001 menunjukkan jarak evolusi pada panjang cabang dan angka pada cabang menunjukkan nilai bootstrap (Gambar 9).
24
Gambar 9 Konstruksi pohon filogenetik isolat BCRS-01 berdasarkan gen pengkode 16S rRNA Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Xilanase dari BCRS-01 Uji enzimatis pada berbagai pH menunjukkan bahwa xilanase mencapai aktivitas optimum pada pH 7 (bufer Na-fosfat) dan kehilangan hampir 50% aktivitasnya pada pH 6 dan 8 (Gambar 10A). Namun xilanase yang dihasilkan B. pumilus memiliki stabilitas pH yang luas yaitu lebih dari 60% aktivitas xilanase tetap dipertahankan setelah inkubasi selama 30 dan 60 menit pada pH 4 hingga 10 (Gambar 10B). Aktivitas xilanase yang dihasilkan pada berbagai suhu memiliki suhu optimum pada 55oC (Gambar 11A) dan lebih dari 70% aktivitasnya tetap dipertahankan setelah diinkubasi selama 30 menit pada suhu 25-50oC dan 60 menit pada suhu 25-40oC (Gambar 11B). A
B 120 Aktivitas xilanase (U mL-1)
Aktivitas xilanase (U mL-1)
160 140 120 100 80 60 40 20
100 80 60 40 20 0
0
3
4
5
6
7
pH
8
9
10
11
3
4
5
6
7
8
9
10
11
pH
Gambar 10 Pengaruh pH terhadap aktivitas xilanase CRS-01. (A) pH optimum, (B) stabilitas pH
12
25
B
A
180
Aktivitas xilanase (U mL-1)
Aktivitas xilanase (U mL-1)
160 140 120 100 80 60 40 20
.
160 140 120 100
30 menit
80
60 menit
60 40 20 0
0
25
30
35
40
45
50
Suhu
oC
55
60
65
70
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
Suhu oC
Gambar 11 Pengaruh suhu terhadap aktivitas xilanase BCRS-01 pada pH 7. (A) suhu optimum, (B) stabilitas suhu
Pengaruh Ion Logam Terhadap Aktivitas Enzim Xilanase BCRS-01 Pengaruh ion-ion logam terhadap aktivitas xilanase ditentukan dengan menambahkan garam pada campuran reaksi enzim dengan berbagai konsentrasi. Tabel 3 menunjukkan bahwa penambahan Zn2+ (1 mM) memiliki aktivitas xilanase paling tinggi, sedangkan penambahan Ca2+, Mg2+, Na2+, dan EDTA (1 mM) sedikit mempengaruhi aktivitas xilanase dan aktivitas tetap dipertahankan pada kisaran 82-97%. Ion Mn2+ memiliki penghambatan hampir 50% terhadap aktivitas xilanase pada konsentrasi (1 dan 10 mM). Pada konsentrasi 10 mM, ion Cu2+ dan Ca2+ juga memiliki pengaruh penghambatan lebih dari 50%. Tabel 3 Pengaruh ion logam terhadap aktivitas xilanase Ion Logam Kontrol Cu2+ Fe2+ *) Ca2+ Mg2+ Mn2+ Zn2+ Na2+ EDTA
Aktivitas relatif (%) 1 mM 10 mM 100±1.12 100±1.12 74±0.51 45±0.46 85±0.91 87±0.24 86±1.62 42±3.02 97±0.90 68±1.71 53±1.04 50±0.59 124±1.16 84±0.23 82±2.12 78±1.81 82±0.84 62±3.19
*) Aktivitas xilanase tidak dapat ditentukan karena FeSO4.7H2O menghasilkan warna kuning sehingga mengganggu pengukuran pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm
26 Spesifisitas Substrat dan Kinetika Enzim Xilanase Aktivitas xilanase dari B. pumilus BCRS-01 memiliki spesifisitas enzim terhadap beechwood xylan sedikit lebih rendah dibandingkan birchwood xylan (aktivitas relatif 86%). Xilanase B. pumilus BCRS-01 tidak mampu memecah substrat LBG dan CMC (tidak memiliki aktivitas), sedangkan pada PKM memiliki aktivitas xilanase yang kecil (aktivitas relatif 2%). Selain itu, xilanase ini tidak memiliki aktivitas selulase sehingga merupakan kandidat baik untuk proses pemutihan bubur kertas (pulp biobleaching process). Tabel 4 Uji aktivitas enzim kasar xilanase terhadap berbagai substrat pada pH 7 suhu 55oC Substrat 1% (b v-1) Birchwood xylan Beechwood xylan Locus Bean Gum (LBG) Palm Kernel Meal (PKM) Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Aktivitas relatif (%) 100±0.12 85±1.27 0 2±1.55 0
Amplikon Gen xynA Pengkode Endo-β-xilanase dari BCRS-01 Hasil amplifikasi PCR gen xynA dari DNA kromosom isolat BCRS-01 dengan primer F_ATG-xynA dan R_3End-xynA menghasilkan produk berukuran ±700 pb (Gambar 12).
pb
1000 687 pb 500
Gambar 12 Amplikon gen xynA pada 1% gel agarosa menggunakan PCR; (M) Marker 100 pb, (1) sampel DNA kromosom isolat BCRS-01, (2) kontrol negatif Gen ini diprediksi akan menghasilkan protein rekombinan dengan berat molekul 25.47 kDa serta memiliki titik isoelektrik (pI) 9 menggunakan software ExPASy (Gambar 13).
27
Gambar 13 Estimasi bobot molekul (MW) dan titik isoelektrik (pI) protein rekombinan XynA menggunakan software ExPASy Perbandingan Sekuen Asam Amino XynA BCRS-01, ARA dan ATCC 7061 Gen xynA yang diperoleh dari BCRS-01 memiliki ukuran 687 pb yang mengkodekan residu 228 asam amino. Untuk menganalisis homologi sekuen dan melihat perbedaan antara asam amino dengan strain B. pumilus lainnya, dilakukan penyejajaran menggunakan ClustalW. Hasil alignment seperti yang terlihat dalam Gambar 14.
Gambar 14 Perbandingan sekuen asam amino XynA dari B. pumilus strain ARA (ADK27486) dan ATCC 7061 (EDW20924); asam amino yang conserved ditunjukkan dengan tanda bintang Tanda berwarna kuning menunjukkan perbedaan sekuen asam amino. Perbandingan sekuen asam amino dari endo-β-xilanase BCRS-01 dengan strain B. pumilus memiliki kemiripan dengan strain ATCC 7061 (94%, EDW20924) dan ARA (91%, ADK27486). Pada Gambar 14, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan 13 asam amino pada strain ATCC 7061 dan 19 asam amino pada strain
30 rekombinan pada E. coli BL21 (DE3) rekombinan yang telah diinduksi dengan IPTG. Berdasarkan perhitungan nilai mobilitas relatif, protein rekombinan menghasilkan pita tebal protein rekombinan yang diestimasi dengan berat molekul protein N-terminal His6-tagged-xynA sebesar 26.7 kDa (Gambar 17). Ukuran ini berbeda dari prediksi oleh ExPASy yang memperkirakan berat molekul xynA sebesar 25.47 kDa (Gambar 13). Rekombinan protein juga menghasilkan aktivitas xilanase sebesar 56 U mL-1 pada substrat birchwood xylan selama 10 menit pada suhu 55oC.
Pembahasan Secara kualitatif, 20 isolat bakteri dari carian rumen sapi menghasilkan zona bening di sekitar koloninya. Semakin lebar dan jelas zona bening yang terbentuk maka semakin banyak xilan yang dihidrolisis oleh xilanase (Stauffer 1998). Selain itu, xilanase yang dihasilkan oleh bakteri telah dilaporkan bersifat inducible enzymes yang artinya enzim ini membutuhkan induser. Xilan berfungsi sebagai induser untuk memproduksi xilanase. Adanya induser berperan penting dalam memproduksi dan mengekspresikan gen xilanase (Parachin et al. 2009; Hiremath dan Patel 2011). Waktu optimum produksi enzim kasar dilakukan selama 24 jam. Waktu yang terlalu singkat akan menghasilkan enzim yang tidak optimum karena bakteri belum beradaptasi dengan lingkungannya, sedangkan waktu yang terlalu lama akan menyebabkan enzim mengalami inhibisi akibat akumulasi produk reaksi enzim dengan substrat. Menurut Mountfort dan Asher (1989), penurunan aktivitas setelah waktu optimum mungkin karena akumulasi xilosa dalam media. BCRS-01 memiliki kemiripan dengan B. pumilus yang telah dilaporkan menghasilkan enzim xilanase (Yasinok et al. 2008). Selain itu, aktivitas xilanase kasar BCRS-01 memiliki kondisi optimum pada pH 7 yang serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan Gupta et al. (1992) yang menunjukkan bahwa xilanase yang diperoleh dari Bacillus sp. NG-27 memiliki pH optimum 7 yang stabil pada kisaran 6-10. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Esteban et al. (1982) yang mengisolasi xilanase dari B. circulans WL-12 memiliki pH otimum pada kisaran 5.5-7. Tan et al. (2001) menyebutkan bahwa xilanase kasar yang dihasilkan oleh B. thermoleovorans IT-08 memiliki pH optimum 6 dan memiliki kestabilan aktivitas xilanase pada pH 7-9. Menurut Beg et al. (2001), pH optimum xilanase dari bakteri adalah 5-9. Hal ini menunjukkan bahwa pH optimum dari xilanase isolat BCRS-01 berada dalam kisaran pH optimum bakteri penghasil xilanase pada umumnya. Selain faktor pH, suhu juga berpengaruh terhadap sifat katalitik enzim xilanase BCRS-01 yang bersifat enzim mesofilik pada kondisi suhu optimum 4055°C dan rentang pH asam sampai netral (Wang et al. 2012). Ihsanawati et al. (2005), mengatakan bahwa kisaran suhu untuk mencapai aktivitas optimum xilanase adalah antara 45-90oC. Xilanase kasar yang dihasilkan oleh isolat BCRS01 berbeda dari B. pumilus M1 yang memiliki aktivitas maksimum pada suhu 60oC (Yasinok et al. 2008). Banyak xilanase tidak menghasilkan stabilitas pada pH basa dan suhu yang tinggi (Collins et al. 2005). Sehingga stabilitas suhu xilanase dari BCRS-01 ini yang tergolong sedang merupakan kandidat yang baik untuk proses fermentasi pakan ternak. Saat ini, xilanase komersial yang digunakan
31 memiliki aktivitas enzim pada pH 5 dan suhu 40oC (European Food Safety Authority 2012). Xilanase BCRS-01 memiliki ketahanan terhadap ion Ca2+, Mg2+, Na2+ dan EDTA (1 mM) dan aktivitas tetap dipertahanakan lebih dari 80%. Penambahan ion Cu2+ juga menurunkan aktivitas xilanase BCRS-01. Ion Cu2+ diketahui sebagai inhibitor kuat dalam aplikasi industri (Yamaura et al. 1997), sehingga ion Cu2+ harus dihindari dalam proses di industri. Ion Mn2+ juga memiliki penghambatan aktivitas yang kuat pada konsentrasi 1 mM. Selain itu, EDTA juga dilaporkan memiliki pengharuh penghambatan enzim pada beberapa xilanase. Namun, pada penelitian ini, 1 mM EDTA tidak memberikan pengaruh terhadap aktivitas xilanase. Hal ini mengindikasikan bahwa xilanase BCRS-01 bukan tergolong metaloenzim. Pada Birchwood xylan, hampir 94% karbohidrat mengandung rantai xilosa yang baik sebagai substrat untuk standarisasi dari berbagai aktivitas xilanase, sedangkan beechwood xylan memiliki 86% rantai xilosa. Perbedaan panjang rantai xilosa dan sejumlah rantai samping pada substrat xilan mempengaruhi kemampuan xilanase dalam menghidrolisis xilan yang mengakibatkan aktivitasnya rendah. Hal ini dapat menurunkan pengikatan xilanase terhadap substrat (Li et al. 2000). Pada substrat CMC, xilanase ekstrak kasar BCRS-01 juga tidak menunjukkan aktivitas selulase. Shanthi dan Roymon (2014) menyebutkan bahwa xilanase yang bebas dari aktivitas selulolitik kandidat baik untuk pemutihan bubur kertas karena dapat menghancurkan serat selulosa dan mengurangi kualitas kertas. Endo-β-xilanase yang dihasilkan oleh B. pumilus dari tanah telah berhasil dikloning gennya ke dalam E. coli (Qu dan Shao 2011). Pada penelitian ini, juga telah berhasil melakukan isolasi dan mengekspresikan gen xynA B. pumilus BCRS-01 pengkode endo-β-xilanase dari famili 11 ke E. coli BL21 (DE3) pLysS. Helianti et al. (2007) telah berhasil mengamplifikasi, mengklon dan mengekspresikan gen pengkode endo-β-1,4-xilanase dari B. licheniformis strain I5. Sekuen nukleotida berukuran 642 pb yang memperlihatkan satu daerah Open Reading Frame (ORF) pengkode xilanase. Berdasarkan sekuen nukleotidanya, berat molekul dari enzim tersebut sebesar 23 kDa. Xilanase ini diperkirakan mempunyai putative signal peptide, namun pada E. coli protein aktif sebagian besar berlokasi pada bagian intraselular. Aktivitas xilanase dapat terdeteksi baik pada supernatan kultur maupun fraksi periplasmik pada E. coli rekombinan. Asam amino gen ini mempunyai kemiripan sebesar 91% terhadap endoxilanase dari Bacillus subtilis. Aktivitas optimal dari enzim rekombinan ini adalah pada pH 7 dan suhu 55oC. Ekspresi protein rekombinan dilakukan dengan menambahkan IPTG sebagai induser yang digunakan untuk menginduksi regulator lac yang dapat memberikan pengaruh nyata terhadap ekspresi (Khlebnikov dan Keasling 2002). IPTG mengikat dan memicu pelepasan tetramerik LacI pada operator lac sehingga T7 RNA polimerase mentranskripsi gen target yang mengenali promoter T7/lac (Sorensen dan Mortensen 2005). Pada analisis SDS-PAGE, ekspresi protein rekombinan XynA BCRS-01 memiliki bobot molekul protein yang sama dengan yang dilakukan oleh Qu dan Shao (2011) dan Yasinok et al. (2010). Analisis aktivitas dengan sekuen gen native memiliki aktivitas yang rendah yaitu sebesar 56 U mL-1. Hal ini diduga bahwa ketika gen diekspresikan secara
32 heterolog pada E. coli memiliki hubungan dengan penggunaan kodon yang berbeda dari organisme asli. Pada proses translasi, mRNA gen xynA diduga mengalami premature translational termination. Wang et al. (2009) telah berhasil menaikan suhu optimum xilanase dari B. pumilus BG sampai 5oC menjadi 55oC. menggunakan site-directed mutagenesis pada situs-situs gennya. Selain itu, Qu dan Shao (2011) juga berhasil meningkatkan aktivitas xilanase hingga 16 kali lipat dengan menggunakan metode SDM. Oleh karena itu, untuk meningkatkan aktivitas xilanase rekombinan XynA BCRS-01 dapat dilakukan optimasi kodon dengan metode site-direct mutagenesis (SDM).
5 SIMPULAN BCRS-01 merupakan isolat penghasil xilanase yang memiliki kemiripan dengan Bacillus pumilus berdasarkan gen pengkode 16S rRNA. Xilanase kasar memiliki aktivitas optimum pada pH 7 dan suhu 55oC dan tahan pada suhu dan pH yang luas (25-50oC, 4-10). Gen xynA pengkode endo-β-xilanase BCRS-01 telah berhasil diisolasi dengan ukuran 687 pb dan diinsersi ke vektor ekspresi pET-15by. Ekspresi protein rekombinan E. coli BL21 (DE3) pLysS memiliki berat molekul 26.7 kDa dan memiliki aktivitas xilanase sebesar 56 U mL-1.
DAFTAR PUSTAKA Adeniji AA, Jimoh A. 2007. Effects of replacing maize with enzymesupplemented bovine rumen content in the diets of pullet chicks. Inter J Poultry Sci. 6(11):814-817. Ahmed S, Riaz S, Jamil A. 2009. Molecular cloning of fungal xylanases: an overview. Appl Microbiol Biotechnol. 84(1):19-35. Anthony T, Raj KC, Rajendran A, Gunasekaran P. 2003. High molecular weight cellulase-free xylanase from alkali-tolerant Aspergillus fumigatus AR1. Enzyme Microb Technol. 32(6):647-654. Anuradha P, Vijayalakshmi K, Prassana ND, Sridevi K. 2007. Production and properties of alkaline xylanases from Bacillus sp. isolated from sugar cane fields. Curr Sci. 92:1283-1286. Bailey MJ, Biely P, Poutanen K. 1992. Interlaboratory testing of methods for assay of xylanase activity. J Biotechnol. 23(3):257-270. Bakir U, Yavascaoglu S, Guvenc F, Ersayin A. 2001. An endo-β-1,4-xylanase from Rhizopus oryzae: production partial purification and biochemical characterization. Enzyme Microb Technol. 29(6-7):328-334. Barekatain MR, Antipatis C, Choct M, Iji PA. 2013. Interaction between protease and xylanase in broiler chicken diets containing sorghum distillers dried grains with soluble animal feed. Sci Technol. 182(1-4):71-81. Beg QK, Kapoor M, Mahajan L, Hoondal GS. 2001. Microbial xylanases and their industrial applications: a review. Appl Microbiol Biotechnol. 56:26-38.
33 Belancic A, Scarpa J, Peirano A, Diaz R, Steiner J, Eyzayuirre J. 1995. Penicillium purpurogenum produces several xylanases: purification and properties of two of the enzymes. Biotechnol J. 41(1):71-79. Betini JHA, Michelin M, Peixoto-Nogueira SC, Jorge JA, Terenzi HF, Polizeli MLTM. 2009. Xylanases from Aspergillus niger, Aspergillus niveus and Aspergillus ochraceus produced under solid-state fermentation and their application in cellulose pulp bleaching. Bioproc Biosyst Eng. 32(6):819-824. Bhalla A, Bischoff KM, Uppugundla N, Balan V, Sani RK. 2014. Novel thermostable endo-xylanase cloned and expressed from bacterium Geobacillus sp. WSUCF1. Biores Technol. 165:14-18. Biely P. 1985. Microbial xylanolytic systems. Trends Biotechnol. 3:286-290. Birnboim HC, Doly J. 1979. A rapid alkaline lysis procedure for screening recombinant plasmid DNA. Nucleic Acids Res. 7:1513-1522. Brown TA. 1991. Pengantar Kloning Gen. Muhammad SA & Praseno, penerjemah. Yogyakarta (ID): Yayasan Essentia Medica. Terjemahan dari: Gene Cloning: An Introduction. Ed ke-2. Brown TA. 2010. Gene Cloning and DNA Analysis: an introduction sixth edition. Oxford (GB): Blackwell Publishing. Cepeljnik T, Krizaj I, Marinsek-Logar R. 2004. Isolation and characterization of the Pseudobutyrivibrio xylanivorans Mz 5T xylanase xynT - the first family 11 endoxylanase from rumen Butyrivibrio-related bacteria. Enzyme Microb Technol. 34:219-227. Chen CC, Westpheling J. 1998. Partial characterization of the Streptomyces lividans xlnB promoter and its use for expression of a thermostable xylanase from Thermotoga maritima. Appl Environ Microbiol. 64:4217-4225. Clark DP, Pazdernik NJ. 2009. Biotechnology: Applying the genetic revolution. California (US): Elsevier Academic Pr. Collins T, Gerday C, Feller G. 2005. Xylanases, families and extremophilic xylanases. FEMS Microbiol Rev. 29:3-23. Cui F, Li Y, Li Y, Liu Z, Zhao H, Ping L, Ping L, Yang Y, Xue Y, Yan L. 2009. Optimization of fermentation conditions for production of xylanase by a newly isolated strain, Penicillium thiersii ZH-19. World J Microbiol Biotechnol. 25(4):721-725. Dekker RFH. 1985. Biodegradation of the hemicellulases, In T. Higuchi (ed.), Biosynthesis and Biodegradation of Wood Components. Orlando, Florida (US): A. P. Inc. Dhiman SS, Sharma J, Rattan B. 2008. Industrial applications and future prospect prospects of microbial xylanases: A Review. Bioresources. 3:1377-1402. Donahue JRA, Bebee RL. 1999. BL21-SITm competent cell for protein expression in Escherichia coli. Life Technologies. 21:49-51. Esteban R, Villanueva JR, Villa TG. 1982. β-D-xylanases of Bacillus circulans WL-12. Can J Microbiol. 28(7):733-739. European Food Safety Authority. 2012. Scientific Opinion on the safety and efficacy of Roxazyme® G2 G/L (endo-1,4-β-xylanase, endo-1,4-β-glucanase and endo-1,(3)4-β-glucanase) as a feed additive for poultry and piglets. EFSA J. 10(11):2930-2952.
34 Flint HJ, Bayer EA. 2008. Plant cell wall breakdown by anaerobic microorganisms from the Mammalian digestive tract. Ann NY Acad Sci. 1125: 280-288. Gomes I, Gomes J, Steiner W, Esterbauer H. 1992. Production of cellulase and xylanase by a wild strain of Trichoderma viride. Appl Microbiol Biotechnol. 36(5):701-707. Gupta N, Vohra RM, Hoondal GS. 1992. A thermostable extracellular xylanase from alkalophilic Bacillus sp. NG-27. Biotechnol Lett. 14(11):1045-1046. Gupta N, Reddy VS, Maiti S, Ghosh A. 2000. Cloning, expression, and sequence analysis of the gene encoding the alkali-stable, thermostable endoxylanase from alkalophilic, mesophilic Bacillus sp. strain NG-27. Appl Environ Microbiol J. 66(6):2631-2635. Hakulinen N, Turunen O, Janis J, Leisola M, Rouvinen J. 2003. Threedimensional structures of thermophilic beta-1,4-xylanases from Chaetomium thermophilum and Nonomuraea flexuosa. Comparison of twelve xylanases in relation to their thermal stability. Eur J Biochem. 270:1399-1412. Helianti I, Nurhayati N, Wahyuntari W. 2007. Cloning, sequencing, and expression of a β-1,4-endoxylanase gene from Indonesian Bacillus licheniformis strain I5 in Escherichia coli. World J Microbiol Biotechnol. 24(8):1273-1279. Helianti I. 2010. Materi workshop biologi molekuler kloning dan transformasi pada Bacillus. Tangerang (ID): (LAPTIAB)-BPPT. Henrissat B. 1991. A classification of glycosyl hydrolases based on amino acid sequence similarities. Biochem J. 280:309-316. Hiremath KS, Patil CS. 2011. Isolation, production and characterization of alkalothermostable xylanase from newly isolated Bacillus sp. Int J Biotechnol App. 3(1):48-51. Hobson PN. 1989. The Rumen Microbial Eco-system. London (GB): Elsevier Science. Ihsanawati, Kumasaka T, Kanek T, Morokuma C, Yatsunami R, Sato T, Nakamura S, Tanaka N. 2005. Structural basis of the substrate subsite and the highly thermal stability of xylanase 10B Thermotoga maritima MSB8. Tokyo (JP): Tokyo Institute of Technology Pr. Karp G. 2008. Cell and Molecular Biology Concepts and Experiments. Hoboken (US): J Wiley. Khlebnikov A, Keasling JD. 2002. Effect of lacY expression on homogeneity of induction from the P(tac) and P(trc) promoters by natural and synthetic inducers. Biotechnol Prog. 18(3):672-674. Koziel MG, Beland GL, Bowman C, et al. 1993. Field performance of elite transgenic maize plant expressing an insecticidal protein derived from Bacillus thuringiensis. Biotechnol. 11:194-200. Kulkarni N, Shendye A, Rao M. 1999. Molecular and biotechnological aspects of xylanases. FEMS Microbiol Rev 23:411-456. Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural protein during the assembly of the heat of bacteriophage T4. Nature. 227(5259):680-685. Liab K, Azadi P, Collins R, Tolan J, Kim JS, Eriksson KEL. 2000. Relationships between activities of xylanases and xylan structures. Enzyme Microb Technol. 27(1-2):89-94.
35 Lo YC, Lu WC, Chen CY, Chen WM, Chang JS. 2010. Characterization and high-level production of xylanase from an indigenous cellulolytic bacterium Acinetobacter junii F6-02 from southern Taiwan soil. Biochem Eng J. 53(1):77-84. Mackie RI, Aminov RI, White BA, Mc Sweney CS. 2000. Ruminant Physiology : Digestion, Metabolism, Growth and Reproduction. New York (US): CAB. Publishing. Marchesi JR, Sato T, Weightman AJ, Martin TA, Fry JC, Hiom SJ, Wade WG. 1998. Design and evaluation of useful bacterium-specific PCR primers that amplify genes coding for bacterial 16S rRNA. Appl Environ Microbiol. 64(2):795-799. Miller GJ. 1959. Use of dinitrosalicilic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal Chem. 31(3):426-428. Mohana S, Shah A, Divecha J, Madamwar D. 2008. Xylanase production by Burkholderia sp. DMAX strain under solid state fermentation using distillery spent wash. Biores Technol. 99(16):7553-7564. Morris DD, Gibbs MD, Chin CWJ, Koh MH, Wong KKY, Allison RW, Nelson PJ, Bergquist PL. 1998. Cloning of the xynB gene from Dictyoglomus thermophilum Rt46B.1 and action of the gene product on kraft pulp. Appl Environ Microbiol J. 64(5):1759-1765. Mountfort DO, Asher RA. 1989. Production of xylanase by the ruminal anaerobic fungus Neocallimastix frontalis. Appl Environ Microbiol. 55(4):1016-1022. Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor (ID): Pustaka Wirausaha Muda Pr. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Jakarta (ID): EGC Pr. Nawel B, Said B, Estelle C, Hakim H, Duchiron F. 2011. Production and partial characterization of xylanase produced by Jonesia denitrificant isolated in Algerian soil. Proc Biochem. 46(22):519-525. [NC-IUBMB] Nomenclature Committee of the International Union of Biochemistry and Molecular Biology. 2008. Recommendations of the Nomenclature Committee of the International Union of Biochemistry and Molecular Biology on the Nomenclature and Classification of Enzymes by the Reactions they Catalyse. [Diunduh 2015 Juli 29]. Tersedia pada: http://www.chem.qmul.ac.uk/iubmb/enzyme/. Novagen. 2003. pET system manual 10th Ed. Darmstadt (DE): EMD Biosciences, Inc. Oakley AJ, Heinrinch T, Thompson CA, Wilce MC. 2003. Characterisation of a family 11 xylanase from Bacillus subtilis B230 used for paper bleaching. Acta Crystallogr. 4:627-636. Parachin NS, Siqueira S, de Faria FP, Torres FAG, de Moraes LMP. 2009. Xylanase from Crypyococcus flavus isolate I-11: enzymatic profile, isolation and heterologous expression of CFXYN1 in Saccharomyces cerevisiae. J Mol Catal. 59(1-3):52-57. Polizeli MLTM, Rizzatti ACS, Monti R, Terenzi HF, Jorge JA, Amorim DS. 2005. Xylanases from fungi: properties and industrial applications. Appl Microbiol Biotechnol. 67(5):577-591.
36 Qu W, Shao W. 2011. Cloning, expression and characterization of glycoside hydrolase family 11 endoxylanase from Bacillus pumilus ARA. Biotechnol Lett. 33(7):107-1416. Rahman T. 2005. Karakterisasi xilanase dari bakteri termofilik isolat lokal dan Bacillus stearothermophilus DSM22 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Richana N. 2006. Kajian proses produksi xilanase dari isolat bakteri alkalofilik menggunakan media xilan tongkol jagung [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Richana N, Lestina P. 2003. Produksi xilanase untuk biokonversi limbah biji kedelai. http://indobiogen.or.id/terbitan/prosiding_2003.php. Rifaat HM, Nagieb ZA, Ahmed YM. 2005. Production of xylanases by Streptomyces species and their bleaching effect on rice straw pulp. Appl Ecol Environ. 4(1):151-160. Ruiz-Arribas A, Fernandes-Abalos JM, Sanchez P, Garda, AL, Santamaria RI. 1995. Overproduction, purification, and biochemical characterization of a xylanase (Xys1) from Streptomyces helstedii JMB. Appl Environ Microbiol. 61(6):2414-2419. Saha BC. 2003. Hemicellulose bioconversion. J Ind Microbiol and Biotechnol. 30(5):279-291. Sajjad M, Andrabi SMH, Akhter S, Afzal M. 2008. Application of biotechnology to improve post-ingestion forage quality in the rumen. Pakist J Nutr. 7(1):7074. Sambrook J, Russell. 2001. Molecular Cloning: a Laboratory Manual. Ed ke-3. New York (US): Cold Spring Harbor Lab. Pr. Shanthi V, Roymon MG. 2014. Isolation and screening of alkaline thermostable xylanase producing bacteria from soil in Bhilai-Durg region of Chhattisgarh, India. Inter J Curr Microbiol Appl Sci. 3(8):303-311. Sorensen HP, Mortensen KK. 2005. Advanced genetic strategies for recombinant protein expression in Escherichia coli. J Biotechnol. 115(2):113-128. Stauffer CE. 1998. Enzyme Assay for Food Scientist. New York (US): Van Nostrand Reinhold. Susanto AH. 2002. Bahan Ajar Genetika Dasar. Purwokerto (ID): Universitas Soedirman Pr. Tan I. 2001. Eksplorasi enzim xilanolitik termofilik. Kloning gen penyandi xilanase [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tan I, Suwanto A, Suhartono MT, Purwadaria T. 2001. Thermophilic bacterium isolated from Gunung Pancar hot spring, West Java. Biotropia. 17:1-8. Tull D, Withers SG, Gilkes NR, Kilburn DG, Warren RAJ, Aebersold R. 1991. Glutamic acid 274 is the nucleophile in the active site of a exoglucanase from Cellulomonas fimi. J Biol Chem. 266:15621-15625. Tuncer M, Ball AS. 1999. Purification and partial characterization of αarabinofuranosidase produced by Thermomonospora fusca. Folia Microbiologica. 48(2):168-172. Turunen O, Etuaho K, Fenel F, Vehmaanperä J, Wu X, Rouvinen J, Leisola M. 2001. A combination of weakly stabilizing mutations whit a disulfide bridge in the α-helix region of Trichoderma reesei endo-1,4-β-xylanase II increases the thermal stability through synergism. J Biotechnol. 88:37-46.
37 Van Paridon PA, Boonman JCP, Selen GCM, Geerse C, Barug D, de Bot PHM, Hemke G. 1992. The Application of Fungal Endoxylanase in Poultry Diets. Amsterdam (NL): Elsevier. Viet DN, Kamio Y, Abe N, kaneko J, Izaki K. 1991. Purification and properties of β-1,4-xylanase from Aeromonas caviae W-61. Appl Environ Microbiol. 57(2):445-449. Wang J. 2009. An alkali-tolerant xylanase produced by the newly isolated alkaliphilic Bacillus pumilus from paper mill effluent. Mol Biol Rep J. 37:3297-3302. Wang YW, Fu Z, Huang HQ, Zhang HS, Yao B, Xiong HR, Turunen O. 2012. Improved thermal performance of Thermomyces lanuginosus GH11 xylanase by engineering of an N-terminal disulfide bridge. Biores Technol. 112:275-279. Yamaura I, Koga T, Matsumoto T, Kato T. 1997. Purification and some properties of endo-1,4-b-D-xylanase from a fresh-water mollusc, Pomacea insularus (de Ordigny). Biosci Biotechnol Biochem. 61:615-620. Yasinok EA, Sahin FI, Haberal M. 2008. Isolation of endopyhtic and xylanolytic Bacillus pumilus strains from Zea mays. Tarim Bilim Derg. 14(4):374-380. Yasinok AE, Biran S, Kocabas A, Bakir U. 2010. Xylanase from a soil, Bacillus pumilus: gene isolation, enzyme production, purification, characterization and one-step separation by aqueous-two-phase system. World J Microbial Biotechnol. 26(9):1641-1652.
38 Lampiran 1 Urutan basa nitrogen plasmid rekombinan pET-15by-xynA Bgl II T7 Promoter lac operator Xba I AGATCTCGATCCCGCGAAATTAATACGACTCACTATAGGGGAATTGTGAGCGGATAACAATTCCCCTCTAGA Nco I
rbs
His.Tag
AATAATTTTGTTTAACTTTAAGAAGGAGATATACCATGGGCAGCAGCCATCATCATCATCATCACAGCAGCG Nde I
thrombin
Kpn I
Sac I
His His His His His His
GCCTGGTGCCGCGCGGCAGCCATATGGGTACCGAGCTCATGAATTTGAGAAGATTGAGGCTTTTGTTTGTGG Leu Val Pro Arg Gly Ser
TGTGTATTGGATTTGTGCTGACACTGACGGCTGTGCCAGCTGATGCGAAAACGATTTATAATAATGAAATGG GTACACATAGCGGATACGATTATGAATTATGGAAGGATTATGGAAACACCTCAATGACACTCAATAACGGCG GGGCATTTACTGCAGGCTGGAACAGTATCGGAAATGCTTTATTTCGGAAAGGAAAGAAGTTTGATTCCACTA AAACTCATCATCAGCTTGGCAACATCTCCATCAATTACAACGCAAACTTTAACCCAGGCGGGAATTCCTATT TATGTGTCTATGGCTGGACACAATCTCCATTAGCAGAATACTACATTGTTGATTCATGGGGCACATATCGTC CAACAGGAGCGTATAAAGGATCATTCTATGCAGATGGAGGCACATATGACATTTATGAAACGACCCGCGTTA ATCAGCCTTCCATTATCGGGATCGCGACCTTCAAGCAATATTGGAGTGTACGACAAACAAAGCGTACAAGCG GAACGGTCTCCGTCAGTGCGCATTTTAATAAATGGGAAAGCTTAGGCATGCCAATGGGTAAAATGTATGAAA CAGCATTTACTGTAGAAGGCTACCAGAGCAGTGGAAGTGCGAATGTGATGACCAACCAGCTGTTTATTGGCC Not I
Xho I
BamHI
ACTAAGCGGCCGCACTCGAGGGATCCGGCTGCTAACAAAGCCCGAAAGGAAGCTGAGTTGGCTGCTGCCACC T7 Terminator
GCTGAGCAATAACTAGCATAACCCCTTGGGGCCTCTAAACGGGTCTTGAGGGGTTTTTTG
Lampiran 2 Struktur model 3 dimensi protein xynA B. pumilus BCRS-01. Struktur enzim dibuat dengan Swiss-Pdb Viewer dan VMD software.
39 Lampiran 3 Standar xilosa
Absorbansi λ 540 nm
3.0 2.5 2.0
y = 2.5344x - 0.0831 R² = 0.9969
1.5
standar xilosa 1.0
Linear (standar xilosa)
0.5 0.0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Xilosa (mM)
40
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember, Jawa Timur pada tanggal 23 Maret 1990 sebagai putra dari pasangan Bapak Abdul Razak dan Ibu Wiji Astutik. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis telah dinyatakan lulus sebagai Sarjana Sains dari Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember (UNEJ) pada tahun 2013. Selama kuliah penulis mempublikasikan 1 paper ilmiah berjudul Aktivitas Proteolitik dan Fibrinolitik Isolat Bakteri dari Perairan Pantai Papuma Kabupaten Jember pada jurnal ilmu dasar UNEJ. Selain itu, penulis mengikuti konferensi internasional IGN-TTRC pada tahun 2013 di UNAIR Surabaya dengan mempresentasikan poster hasil penelitian berjudul Exploration of Phosphate Solubilizing Bacteria from Tobacco Plantation In Jember as a Biofertilizer Agent. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi strata S2 di Program Studi Bioteknologi (BTK) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus pada tahun 2015. Selama menempuh Program Pascasarjana, penulis mendapatkan Beasiswa Program Pendidikan Dalam Negeri Pendidikan Tinggi (BPPDN, DIKTI) sebagai Calon Dosen periode 2013-2015. Sebagian dari hasil penelitian ini telah di-submit pada HAYATI journal of Bioscience dengan judul Heterologous expression of endo-β-xylanase from Bacillus pumilus BCRS-01 in Escherichia coli. Setelah lulus S2, penulis mendapatkan pekerjaan di Bunda International Clinic (BIC) Morula IVF Jakarta, PT Bunda Medik. Morula IVF merupakan klinik fertilitas untuk program bayi tabung. Penulis merupakan staf Andrology dan Pre-implantation Genetic Screening (PGS) Laboratory.