Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
Studi Deskriptif Help Seeking Behaviour Pada Remaja yang Pernah Mengalami Parental Abuse Ditinjau dari Tahap Perkembangan (Masa Awal Anak-anak – Masa Remaja) dan Identitas Gender
Frita Aulia (5090123) Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana help seeking behaviour yang dilakukan oleh remaja yang pernah mengalami parental abuse dari masa anak-anak hingga masa remaja, baik laki-laki dan perempuan. Subjek penelitian berjumlah 58 laki-laki dan 142 perempuan. Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan angket. Angket parental abuse disusun berdasarkan jenis-jenis parental abuse oleh Lawson (Huraerah, 2006), sedangkan angket help seeking behaviour disusun dengan memodifikasi angket Aqtual Help Seeking Questionnaire (AHSQ) yang diadaptasi dari Rickwood & Braithwaite (1994). Hasil penelitian menunjukkan bahwa parental abuse lebih banyak terjadi secara kontinyu dari masa anak-anak - masa remaja. Remaja yang pernah mengalami parental abuse lebih banyak yang tidak melakukan help seeking behaviour. Help seeking behaviour dipengaruhi oleh usia dan gender. Perspektif yang digunakan untuk membahas persoalan ini adalah teori social learning oleh Bandura (1986) yang juga menjelaskan proses model perubahan help seeking behaviour yang dikemukakan Liang et. al (2005). Kata kunci: parental abuse, help seeking behaviour, tahap perkembangan, identitas gender
Abstract
The purpose of this study was to describe how help seeking behaviour committed by adolescents who have experienced parental abuse from childhood to adolescence , both men and women. Subjects numbered 58 men and 142 women . Data were collected by distributing questionnaires. Parental abuse structured questionnaire based on the types of parental abuse by Lawson (Huraerah, 2006), while the help seeking behaviour questionnaire prepared by modifying the questionnaire Aqtual Help Seeking Questionnaire (AHSQ) adapted from Rickwood & Braithwaite (1994). Results showed that parental abuse occurs more continuously from childhood-adolescence. Adolescents who had experienced parental abuse over many who do not do help seeking behaviour . Help seeking behaviour is influenced by age and gender. Perspective is used to address this issue is by Bandura's social learning theory (1986) which also describes the process of help seeking behaviour change model proposed Liang et. al (2005). Keywords: parental abuse, help seeking behaviour, stage of development, gender identity
1
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
penderitaan yang terjadi berulang, melalui
Pendahuluan
pemukulan Fakta
di
Indonesia
bahwa
sengaja,
yang hukuman
dilakukan badan
dengan
yang
tak
kekerasan pada laki-laki dan perempuan
terkendali, perendahan diri, dan cemoohan
semakin meningkat tiap tahunnya. Data
permanen atau kekerasan seksual, yang
Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA)
biasanya dilakukan orangtua atau pihak
menunjukkan:
lain Histogram 1.1
yang
bertanggung
jawab
atas
pengasuhan anak).
Jumlah korban kekerasan terhadap anak pada 2009-2011
Hasil elisitasi menunjukkan bahwa
(Komnas Perlindungan Anak)
10 mahasiswa mengaku pernah mengalami kekerasan dari orang tua/wali (parental abuse) ketika masa anak-anak hingga masa remaja (SMA) bahkan tujuh diantaranya masih mengalaminya hingga kini. Bentuk Data tahun 2011 menunjukkan bahwa
kekerasan yang dialami mulai dari fisik,
kekerasan terhadap anak yang dilakukan
verbal, dan emosional, sedangkan seksual
oleh orangtua kandung sebanyak 44,32%
tidak tampak pada mereka.
dan
sisanya
dilakukan
oleh
teman,
Munculnya
kekerasan
biasanya
tetangga, orangtua tiri, guru, dan saudara.
mengikuti adanya konflik yang terjadi
Sedangkan tahun 2012 data yang berbeda
antara
didapat dari Komisi Perlindungan Anak
maupun perempuan ketika menjalani masa
Indonesia (KPAI) yaitu 3871 kasus dan
anak-anak hingga masa remaja. Ketika
tahun
Januari-Februari
mengalami perlakuan itu, reaksi anak
sebanyak 919 kasus, baik laki-laki maupun
mungkin berbeda dari masa anak-anak
perempuan.
hingga
2013
sejak
orangtua-anak
masa
remaja,
baik
karena
laki-laki
adanya
Menurut Barker (dalam Yudistira,
perbedaan tingkat perkembangan daya
2009) “the recurrent infliction of physical
pikir maupun lingkungan sosialnya. Hal
or emotional injury on a dependent minor,
ini
through intentional beatings, uncontrolled
pandangan yang lebih luas terkait dengan
corporal punishment persistent redicule
kekerasan yang dialami, karena cara
and degradation, or sexual abuse, usually
berpikir
commited by parents or others in charge of
berkembang. Akibatnya, berdampak pada
the child’s care”. (kekerasan terhadap
cara
anak adalah tindakan hukuman fisik atau
(coping) masalah mereka ketika masa 2
menyebabkan
mereka
mereka
mereka
dalam
yang
memiliki
semakin
menyelesaikan
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
anak-anak hingga masa remaja yang
yang dialami pada teman maupun pacar,
mungkin akan berbeda. Perbedaan coping
dan dua diantaranya juga pernah bercerita
mereka akan mengarah pada perilaku
pada saudara yang usianya hampir sama.
mereka dalam mencari bantuan, karena
Hanya saja, belum ada dari mereka yang
perilaku
dianggap
menceritakan pada psikolog, dokter, polisi,
untuk
dll. Hal itu didukung dengan Rickwood et.
dan
al (dalam Vaswani, 2011) di masa remaja
pembelajaran (Rijt et. al, 2012), salah
mereka akan berusaha untuk menegaskan
satunya untuk mengurangi dampak yang
kemerdekaan mereka dan mengurangi
muncul akibat kekerasan dari orangtua
jumlah sumber bantuan dari anggota
yang dialami.
keluarga saat mencari bantuan dan itu
mencari
sebagai
bantuan
langkah
memecahkan
penting
masalah
(coping)
Perilaku mencari bantuan (help seeking
behaviour)
diartikan
adalah bagian dari pola perkembangan
sebagai
perilaku normal.
“behaviour that we expect people to adopt
Perspektif yang digunakan adalah
when they encounter difficulties”, (perilaku
model
yang kita duga akan dilakukan orang lain
bantuan yang dikemukakan oleh Liang et.
ketika
kesulitan)
al (2005). Model ini cenderung berfokus
(Chan & Kiyoshi, 2010). Menurut Barker
pada proses internal (penilaian terhadap
(2007) perilaku mencari bantuan dapat
diri sendiri, hubungan dengan orang lain,
mencakup bantuan baik secara formal
dan kultur sosial) dan proses kognitif yang
(seperti:
konselor,
mencakup tiga tahap yaitu pengakuan dan
psikolog, staf medis, atau pemimpin
pendefinisian terhadap masalah, keputusan
agama) maupun secara informal (seperti:
untuk mencari bantuan, dan pemilihan
kelompok
teman-teman,
sumber bantuan. Kedua proses tersebut
kelompok
akan saling mempengaruhi satu sama lain.
kekerabatan dan / atau orang dewasa yang
Model ini merupakan proses dan penilaian
ada pada masyarakat).
terhadap perilaku mencari bantuan. Model
mereka
anggota
sama
menghadapi
layanan
sebaya keluarga,
klinik,
dan atau
perubahan
perilaku
mencari
Hasil elisitasi pada subjek yang
ini mengandung perspektif belajar sosial
menunjukkan
(social learning) oleh Bandura (1986)
bahwa
dari
tiga
mahasiswa laki-laki, dua diantaranya yang
yaitu
mencari bantun, sedangkan dari tujuh
perilaku, lingkungan, dan kognisi sebagai
mahasiswa perempuan , baru satu yang
faktor
tidak
(Santrock, 2003), dan ketiganya akan
mencari
bantuan..Delapan
dari
mereka mengaku menceritakan kekerasan
pandangan
utama
yang
dalam
menekankan
perkembangan
saling mempengaruhi satu sama lain. 3
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
Dari
yang
disebut sebagai parental abuse. Oleh
dilakukan, peneliti belum menemukan
karena itu,dalam penelitian ini parental
studi
perilaku
abuse diartikan sebagai tindakan semena-
seeking
mena yang dilakukan oleh orangtua/wali,
behaviour) pada remaja laki-laki dan
berupa kekerasan secara fisik, emosi atau
perempuan
psikologis, verbal, dan seksual pada anak.
yang
pencarian
review
literatur
menggambarkan bantuan
yang
(help
mengalami
parental
abuse ketika masa anak-anak hingga masa remaja,
sehingga
peneliti
Menurut
melakukan
Yudhistira
(2009)
kekerasan yang dialami oleh anak dapat
penelitian yang melihat help seeking
bermula sejak masa
sekolah bahkan
behaviour padaremaja dilihat dari tahap
adapula yang mengalaminya di masa
perkembangan dan identitas gender.
sebelum sekolah dan banyak diakui oleh mereka kekerasan tersebut dialami secara berulang dari tahapan ke tahapan.
Kajian Pustaka
Menurut psikiater anak yaitu Terry
Parental Abuse Kekerasan terhadap anak biasanya
E. Lawson (dalam Huraerah, 2006) dan
diistilahkan dengan child abuse atau child
diperkuat oleh sebuah tulisan dari Yayasan
maltreatment. Gelles (dalam Huraerah,
Jurnal Perempuan (dalam Sianturi, 2007)
2006) mengartikan child abuse sebagai
kekerasan terhadap anak (child abuse) dapt
“intentional acts that result in physical or
digolongkan menjadi empat bentuk yaitu:
emotional harm to children. The term child
1. Kekerasan fisik (physical abuse), dapat
abuse covers a wide range of behaviour,
berupa
tamparan,
from actual physical assault by parents or
menendang
other adult caretakers to neglect at a
sengaja.
chlid’s basic needs”, (kekerasan terhadap
2. Kekerasan
yang
pukulan,
dan
dilakukan
emosional
secara
(emotional
anak adalah perbuatan disengaja yang
abuse), seperti rasa cemburu atau rasa
menimbulkan
bahaya
memiliki yang berlebihan, mengancam
terhadap anak-anak secara fisik, maupun
untuk bunuh diri, melukai orang yang
emosional. Istilah child abuse meliputi
dianggap dekat dengan pasangannya,
berbagai macam bentuk tingkah laku, dari
dan
tindakan ancaman fisik secara langsung
manipulasi.
kerugian
atau
oleh orangtua atau orang dewasa lainnya
melakukan
3. Kekerasan
verbal
pengawasan
(verbal
dan
abuse),
sampai kepada penelantaran kebutuhan-
seperti orangtua mengolok-olok anak
kebutuan dasar anak). Ketika perilaku itu
mereka saat mereka menunjukkan ingin
dilakukan oleh orangtua/wali maka dapat
diperhatikan, seperti berkata “kamu 4
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
memang bodoh” atau “kamu anak yang
Pencarian
tidak berguna”.
mengandung tiga kategori dari dukungan
4. Kekerasan
seksual
(sexual
abuse),
bantuan
mungkin
akan
atau bantuan sosial yaitu (a) dukungan
meliputi pelecehan atau penghinaan
emosional
seksual dan melakukan hubungan seks
pengertian, atau dorongan); (b) dukungan
dengan paksa yang dilakukan oleh
informasi
orangtua.
menyelesaikan masalah); dan (c) bantuan
Menurut Halpenny et. al (2010) bahwa
orangtua
yang
(perhatian,
(saran
penerimaan,
untuk
membantu
instrumental (bantuan dengan tugas dan
dalam
kontribusi sumber daya material).
mendisiplinkan anak dengan menggunakan
Menurut Frydenberg (1997, dalam
strategi psikologi agresif dan hukuman
Barker, 2007) perilaku mencari bantuan
fisik disebut sebagai teori power assertion.
pada remaja adalah setiap tindakan yang
Gershoff (dalam Halpenny et. al, 2010)
dilakukan oleh remaja yang memandang
menganggap bahwa cara mendisiplinkan
dirinya
anak
fisik
membutuhkan bantuan orang lain seperti
menendang)
bantuan psikologis, afektif, atau pelayanan
disebut sebagai kekerasan secara fisik.
kesehatan maupun sosial dengan tujuan
Hukuman fisik dapat dilakukan setelah
untuk memenuhi kebutuhan secara positif.
ancaman verbal, seperti mengancam untuk
Perilaku
memukul atau menampar.
didefinisikan oleh Rickwood et. al (dalam
menggunakan
(memukul,
hukuman
menampar,
sebagai
seseorang
mencari
yang
bantuan
juga
Houle et. al, 2013) sebagai salah satu komunikasi seseorang dengan orang lain
Help Seeking Behaviour Asley
&
Vangie
(2005)
untuk mendapatkan bantuan dalam hal
mendefinisikan help seeking behaviour
memahami,
memberi
saran,
memberi
sebagai “seeking assistance of others has
informasi,
mengobati,
dan
memberi
obvious instrumental benefits for the
bantuan secara umum dalam menanggapi
person in need; for example, it is likely to
masalah atau pengalaman menyedihkan
expedite the solution of one’s problem”,
yang dialami.
(suatu pencarian bantuan kepada orang
Bantuan yang dicari seseorang
lain yang jelas memiliki peran karena akan
dapat diminta dari sumber bantuan secara
menguntungkan
bagi
(Rickwood et al, dalam Houle, 2013):
membutuhkan,
misalnya,
orang
yang
kemungkinan
1. Informal, yang terdiri dari anggota
untuk mempercepat penemuan solusi dari
keluarga (orangtua, saudara kandung,
masalah
yang
dialami
seseorang). 5
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
keluarga/kerabat)
atau
rekan-rekan
Reichl et. al (dalam Ashley & Vangie,
(teman atau sahabat).
2005) juga menambahkan bahwa selain
2. Formal, yang teridiri dari profesional
dipengaruhi
oleh
gender,
pemilihan
kesehatan (dokter, psikolog, guru, dan
sumber bantuan juga turut dipengaruhi
pekerja sosial) dan organisasi berbasis
oleh struktur keluarga dan pendidikan
masyarakat.
orangtua.
Dalam
hal
pemilihan
sumber
Tidak
menutup
kemungkinan
bantuan ini, individu memiliki beberapa
individu tidak bersedia mencari bantuan
kecenderungan untuk memilih sumber-
untuk
sumber
mengatasi
Ditemukan bahwa beberapa alasan mereka
masalahnya, yaitu sejak remaja secara
untuk tidak mencari bantuan setelah
alami mereka cenderung untuk mencari
mengalami kekerasan, yaitu:
bantuan
dalam
bantuan informal yaitu dari orang-orang
meng-coping
1. Ingin menjaga
masalahnya.
kejadian pribadi,
terdekat seperti orangtua, teman, dan
karena mereka beranggapan bahwa
keluarga
kekerasan yang dialami merupakan
yang
juga
menjadi sumber
bantuan utama, sedangkan melihat bantuan
kejadian
formal seperti dari guru BK dan psikolog
(Reichert et. al, 2010)
sebagai pilihan terakhir (Houle et. al, 2013
yang
sifatnya
pribadi
2. Takut terjadi kekerasan lebih lanjut
& Rickwood et. al, 2005).
(Reichert et. al, 2010)
Keputusan untuk mencari bantuan
3. Malu
pada
orang
lain
jika
oleh korban kekerasan mungkin akan
mengalami kekerasan (Reichert et.
berbeda. Boldero & Rickwood (dalam
al, 2010)
Ashley & Vangie, 2005) menemukan
4. Tidak terpikir bahwa itu akan dapat
bahwa gender, ras, dan tingkat usia dapat
membantu menyelesaikan masalah
mempengaruhi remaja dalam mencari
(Reichert et. al, 2010)
bantuan untuk masalah mereka, baik
5. Tidak ingin/butuh bantuan (Reichert
masalah keluarga, hubungan interpersonal,
et. al, 2010)
kesehatan, pendidikan, emosional, dan
6. Tidak
terpikir
bahwa
sumber
kesehatan mental. Hal itu didukung oleh
pemberi bantuan dapat melakukan
Dubow et. al (dalam Raviv et. al, 2000)
apapun (Reichert et. al, 2010)
yang
menemukan
bahwa
remaja
7. Tidak terpikir bahwa mereka dapat
perempuan lebih cenderung untuk mencari
dipercaya (Reichert et. al, 2010)
dan menerima bantuan daripada remaja laki-laki. Saunders et. al & Schonert6
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
8. Tidak
ingin
hubungan
korban
Tahap Perkembangan
dengan pelaku kekerasan berakhir
Masa Anak-anak
(Reichert et. al, 2010)
Masa
9. Tidak terpikir untuk mencari bantuan
awal
anak-anak
adalah
periode perkembangan yang dimulai dari
(Reichert et. al, 2010)
akhir masa bayi hingga usia sekitar 5
10. Terlalu kecil (Reichert et. al, 2010)
tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
11.
Piaget bahwa periode perkembangan pada
Dapat mengatasi masalahnya sendiri (Bevan, 2010)
12.
masa ini berlangsung dari usia sekitar 2-7
Terlalu malu untuk mencari
tahun (dalam Santrock, 2007). Periode ini
bantuan (Bevan, 2010) 13.
disebut
Lebih memilih berbicara
“masa
prasekolah”.
Erikson (dalam Feist & Feist, 2010; terj.
dengan keluarga dan teman-teman
Handriatno) menyebutkan bahwa pada
tentang masalah mereka (Bevan,
usia ini, dunia sosial mereka meluas di luar
2010)
orangtua yaitu keluarga, sehingga orangtua
14.
Tidak memiliki waktu dan
dan keluarga termasuk relasi-relasi yang
uang untuk mencari bantuan
signifikan.Namun
(Bevan, 2010)
kemungkinan jika teman dan tetangga juga
15.
Tidak tahu kemana akan
dari
Bevan
Perkembangan
bebas, dan imajinatif. Sesuai dengan teori kognitif Piaget (dalam Santrock, 2002)
lebih memilih untuk berbicara dengan
perkembangan masa awal anak-anak ini
keluarga dan teman tentang masalah
dinamakan tahap praoperasional. Pada
mereka dan malu untuk mencari bantuan
tahap ini konsep yang stabil dibentuk,
dibandingkan dengan laki-laki yang lebih
penalaran mental muncul, egosentrisme
mungkin untuk melihat masalah mereka
mulai kuat dan kemudian melemah, dan
sebagai hal yang tidak cukup serius untuk mengurusi
yang
berkembang pesat dengan semakin kreatif,
tidak mencari bantuan umumnya karena
bantuan,
kognitif
terjadi pada masa prasekolah ini mulai
(2010)
menunjukkan bahwa alasan perempuan
mencari
menutup
masa ini merupakan masa bermain.
Sedangkan jika dikaitkan dengan gender, penelitian
tidak
merupakan relasi yang signifikan karena
mencari bantuan (Bevan, 2010)
hasil
sebagai
terbentuknya
masalah
keyakinan
terhadap
hal
magis. Selain itu, memori jangka pendek
mereka sendiri, dan tidak memiliki waktu
juga meningkat pada masa ini (dalam
dan uang untuk mencari bantuan.
Santrock, 2009).
7
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
Ketika anak-anak berada di masa
keluarga, mencakup teman dan guru
ini, orangtua berubah secara luas dari masa
sekolah, lingkungan tempat tinggal, dan
yang
panutan dewasa lainnya, sehingga mereka
sebelumnya,
dengan
memberi
penalaran, nasehat moral, dan memberi atau
tidak
memberi hak-hak
termasuk relasi-relasi yang signifikan.
khusus
Perkembangan kognitif pada masa
(Santrock, 2003). Pemberian dari orangtua
ini menjadi lebih mampu berpikir secara
tersebut bisa saja munculpada saat terjadi
konkrit, rasional/logis, objektif, memiliki
penyimpangan atau penolakan terhadap
bentukan
standar-standar
penalaran
yang
dimiliki
oleh
konsep-konsep mental,
yang
tetap,
namun
masih
orangtua. Dengan cara berpikir anak-anak
menonjolkan
sikap
egosentrisme
dan
di masa ini yang masih konkret, maka
membentuk
sistem-sistem
mereka menerima begitu saja tindakan
magis. Sesuai dengan pendapat Piaget
orangtua yang menjadi lebih keras dan
(dalam Santrock, 2002), pemikiran anak
muncul tekanan-tekanan ketika standar-
pada masa sekolah adalah operasional
standar yang dimiliki ditentang oleh
konkret namun masih belum sempurna dan
mereka.
tidak terorganisir dengan baik. Sesuai
keyakinan
Masa pertengahan dan akhir anak-
dengan perkembangan kognitifnya yang
anak merupakan lanjutan dari masa awal
semakin matang sehingga memungkinkan
anak-anak,
dengan
orangtua untuk bermusyawarah dengan
masuknya anak ke sekolah dasar. Periode
mereka tentang penolakan, penyimpangan,
ini berlangsung dari usia 6 tahun hingga
dan pengendalian perilaku mereka, serta
tiba saatnya anak menjadi matang secara
lebih
seksual.
sikap-sikap dan motivasi orangtua dan
yang
Sesuai
perkembangan
yang
ditandai
dengan
periode
dinyatakan
oleh
banyak
memahami
memperlajari
aturan
keluarga
mengenai
(dalam
Piaget berlangsung dari usia sekitar 7-11
Santrock, 2002). Sehingga ketika orangtua
tahun (dalam Santrock, 2007). Periode ini
mulai bertindak keras atau terjadi tekanan
disebut sebagai “masa sekolah”, maka
akibat adanya penyimpangan terhadap
akan muncul banyak peristiwa penting
standar-standar orangtua, anak akan lebih
yang akan merubah sikap, nilai, dan
bisa
perilaku mereka dari yang sebelumnya.
interaksi dengan orangtua,
Erikson (dalam Feist & Feist, 2010; terj.
mereka
Handriatno) mengungkapkan bahwa pada
waktunya untuk berinteraksi dengan teman
usia ini, dunia sosial mereka semakin
sebaya.
bertambah luas di luar orangtua dan 8
menerima.Dengan
mulai
menurunnya
meluangkan
ternyata banyak
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
Menurut penelitian yang dilakukan
sekolah, lingkungan tempat tinggal, dan
oleh Tannen (dalam Santrock, 2009)
panutan dewasa lainnya, yaitu kelompok
menyimpulkan bahwa perempuan lebih
teman sebaya, sehingga mereka termasuk
berorientasi pada hubungan daripada laki-
relasi-relasi yang signifikan.
laki. Penelitian Tannen juga didukung dengan
penelitian
lainnya
menyebutkan bahwa lebih
terlibat
Perkembangan kognitif pada masa
yang
ini mengalami peningkatan mengenai cara
anak perempuan
berpikir yaitu abstrak, idealis, dan logis.
dalam
pengungkapan
Ketika itu pula, remaja mulai berpikir
(komunikasi pribadi mengenai detail diri
secara lebih egosentris dan sering merasa
mereka) dalam hubungan dekat dan lebih
berada di panggung, unik, dan tidak
baik mendengarkan secara aktif dalam
terkalahkan. Sebagai bagian dari berpikir
sebuah percakapan daripada anak laki-laki
lebih
(Leaper & Friedman, dalam Santrock,
bayangan situasi ideal. Mereka dapat
2009).
berpikir mengenai bagaimana orangtua
abstrak,
remaja
menciptakan
ideal seharusnya dan membandingkan orangtua mereka dengan standar ideal ini.
Masa Remaja Remaja dalam bahasa Latin adalah
Mereka
mulai
mempertimbangkan
adolescrene yang berarti dalam bahasa
kemungkinan-kemungkinan masa depan.
Inggris “to grow to maturity” yaitu
Dalam
memecahkan
“tumbuh
berpikir
secara
menjadi
dewasa”.
Menurut
masalah,
remaja
lebih
sistematis,
hipotesis
mengenai
Santrock (2002) masa remaja adalah masa
mengembangkan
perkembangan transisi antara masa anak-
mengapa sesuatu terjadi dengan cara
anak dan masa dewasa yang mencakup
tertentu.
perubahan bilogis terkait dengan tubuh,
Banyak orangtua melihat remaja
kognitif terkait dengan pemikiran yang
mereka berubah dari seorang anak yang
konkret,
selalu menurut menjadi seseorang yang
dan
sosioemosional
terkait
hubungan dengan lawan jenis. Piaget
tidak
mengatakan masa ini berawal dari usia
menentang standar-standar orangtua. Bila
sekitar
(dalam
ini terjadi, orangtua cenderung berusaha
Santrock, 2007). Erikson (dalam Feist &
mengendalikan dengan keras dan banyak
Feist,
Handriatno)
tekanan kepada remaja agar menaati
menambahkan bahwa dunia sosial pada
standar-standar orangtua (Collims, dalam
usia ini memang bertambah lebih luas di
Santrock, 2003). Dari sinilah remaja
luar orangtua, keluarga, teman dan guru
belajar
11-18
2010;
tahun/dewasa
terj.
9
mau
menurut,
tentang
melawan,
bagaimana
dan
merespon
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
pengendalian dengan keras dan tekanan
Berdasarkan suatu studi jarak jauh
pada dirinya. Hal ini terjadi karena remaja
mengenai stereotipe peran gender dari
mengalami perubahan dalam cara berpikir.
sejumlah mahasiswa di tiga puluh negara, diketahui bahwa stereotipe maskulin dan feminin sudah mengakar (Williams &
Gender Gender mengacu pada dimensi
Best, dalam Santrock, 2002). Laki-laki
sosial sebagai laki-laki dan perempuan
diyakini
secara
luas
sebagai
(Santrock, 2002). Adapula pendapat Lips
pemimpin, agresif, ambisius, memiliki
(2008) yang menjelaskan bahwa “Gender
kepribadian yang kuat dan maskulin,
to the nonphysiological aspects of being
individualistis,
female or male−the cultural expectations
kebutuhannya sendiri, tidak mengandalkan
for femininnity and masculinity” yang
perasaan, mempertahankan keyakinannya,
berarti gender adalah aspek non-fisiologis
bersedia mengambil resiko, dan dominan.
untuk menjadi laki-laki dan perempuan
Sementara itu, perempuan diyakini secara
atau lebih jelasnya harapan dari budaya
luas sebagai sosok yang penuh perasaan,
untuk menjadi maskulin dan feminin.
memiliki kepribadian yang lemah lembut
mampu
sosok
memenuhi
Dua aspek gender mengandung
dan feminin, dianggap sosok yang lemah
sebutan khusus yaitu identitas gender dan
karena penuh belas kasih, sensitif terhadap
peran gender. Menurut Santrock (2002)
kebutuhan
identitas gender merupakan rasa sebagai
memenuhi kebutuhannya sendiri, simpatik,
laki-laki atau perempuan, yang diperoleh
ingin
oleh sebagian anak-anak pada waktu
terluka, dan penurut.
orang
lain,
menentramkan
tidak mampu
perasaan
yang
mereka berusia 3 tahun, sedangkan peran gender merupakan seperangkat harapan
Teori Social Learning dalam Model
yang menggambarkan bagaimana laki-laki
Perubahan Help Seeking Behaviour
dan
perempuan
seharusnya
berpikir,
Dalam
perspektif
bertindak, dan merasa. Peran gender akan
individu
cenderung
perilaku akan saling berinteraksi untuk
gender, mengarah
terkait
dimana pada
dengan peran
stereotipe
gender
perilaku
lebih
(kognisi),
Bandura,
menghasilkan
lingkungan,
perilaku
dan
selanjutnya.
sedangkan
Dengan kata lain, ketiga komponen itu
stereotipe gender lebih mengarah pada
tidak bisa dipahami secara terpisah-pisah.
kayakinan dan sikap tentang maskulin dan
Bandura (1986, dalam Hergenhahn &
feminin.
Matthew, 2008; terj. Tri Wibowo B. S.)
10
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
meringkas tiga komponen itu sebagai
akhirnya muncul adanya penilaian dan
berikut:
kondisi
eksternal.
Ketiga,
bantuan
yang
melibatkan
pemilihan adanya
pengidetifikasian sumber bantuan (formal
PERSON(P)
dan
informal)
dan
akan
menjadi
pengalaman mereka untuk dijadikan acuan dalam mencari bantuan selanjutnya. Ketiga tahap ENVIRONMENT(E)
BEHAVIOUR(B)
untuk
Person dalam perspektif belajar
mencari
Ketiga
sendiri (individu) dalam model perubahan
bantuan
terhadap
tahap
di
atas
akan
dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama,
perilaku mencari bantuan oleh Liang et. al
individu itu sendiri artinya,bagaimana ia
(2005), begitu juga dengan environment
sendiri memaknai dan menilai pengalaman
sama dengan hubungan dengan orang lain
kekerasannya,
(interpersonal) dan kultur sosial, dan
sehinggamuncul
adanyakeinginan untuk mencari bantuan
behaviour sama dengan tiga tahapan dalam
sampai pada pemilihan sumber bantuan.
proses perilaku mencari bantuan.
Kedua, interpersonal (relasinya dengan
Liang et. al (2005) mengemukakan
orang
bahwa proses perilaku mencari bantuan
lain)
artinya,
bagaimana
hubungannya ia dengan orang lain baik
yang cenderung berfokus pada internal
dengan
(dalam diri) dan proses kognitif indvidu,
pelaku
terdekatnya,
yang mencakup tiga tahap. Pertama,
maupun
orang-orang
sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan untuk menilai pengalaman
pengakuan masalah dan definisi yang
kekerasannya,
penjelasannya tergantung dari individu itu ia
mempengaruhi
masalahnya.
sosial sama dengan penilaian terhadap diri
bagaimana
akan
keputusan mereka dalam hal kesediaan
Gambar 2.2. Proses Social Learning (Bandura, 1986)
sendiri
tersebut
memutuskan
mencari
bantuan sampai pada pemilihan sumber
memaknai
bantuannya. Ketiga, kultur sosial artinya,
masalahnya. Tahap ini berfokus pada
bagimana hubungannya ia dengan kultur
bagaimana individu mengevaluasi dan
sosial yang menyangkut interaksi antar
menentukan kesulitan masalahnya. Kedua,
gender dan budaya, sehingga ia dapat
keputusan untuk mencari bantuan, yang
memaknai
bergantung pada bagaimana ia memaknai
dan
menilai
pengalaman
kekerasannya, memutuskan untuk mencari
masalah yang ia hadapi dan itu berasal dari
bantuan sampai pada pemilihan sumber
pengakuan dan definisi masalah, sehingga
bantuan. Dalam melakukan tiap tahap 11
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
proses perilaku mencari bantuan tidak
Pada laki-laki dan perempuan yang
dapat terpisah dari pengaruh tiga faktor
mengalami kekerasan, tampak bahwa lebih
tersebut.
banyak yang tidak melakukan pencarian
Metode
bantuan. Namun, dalam hal ini laki-laki yang lebih banyak tidak mencari bantuan
Penelitian ini merupakan penelitian metode kuantitatif. Metode penelitian yang
dibandingkan
dengan
digunakan adalah metode survey, dengan
meskipun
menyebarkan angket atau questionnaire.
perbedaan. Alasan laki-laki tidak mencari
Pengambilan data dilakukan dengan secara
bantuan adalah pertama, mereka merasa
accidental sampling. Subjek penelitian
kekrasan yang dialami “dapat diatasi
berjumlah 200 remaja yaitu 58 laki-laki
sendiri”, baru kemudian dianggap sebagai
dan 142 perempuan. Angket parental
“hal pribadi”, sedangkan pada perempuan
abuse disusun berdasarkan jenis-jenis
yang menjadi alasan pertama justru karena
kekerasan oleh Lawson (dalam Huraerah,
“hal pribadi” setelah itu “dapat diatasi
2006), sedangkan angket help seeking
sendiri”.
jumlah
perempuan,
keduanya
memiliki
behaviour disusun dengan memodifikasi
Dari mereka yang mencari bantuan,
angket Aqtual Help Seeking Questionnaire
boleh jadi di satu tahap mereka mencari
(AHSQ) yang diadaptasi dari Rickwood &
bantuan namun, di tahap yang lain mereka
Braithwaite (1994).
tidak mencari bantuan sekalipun mereka mengalami kekerasan kembali. Jumlah laki-laki dan perempuan dalam mencari
Hasil Penelitian Hasil
penelitian
menunjukkan
bantuan tampak meningkat pada tahap
bahwa kekerasan yang dialami oleh remaja
ketiga (masa remaja) dibandingkan dengan
tidak
tahap-tahap sebelumnya (mas anak-anak).
tampak
ada
perbedaan
yang
menonjol dari tahap ke tahap, baik pada
Namun,
yang menarik adalah 100%
laki-laki maupun perempuan. Kebanyakan
jumlah laki-laki yang mencari bantuan
mereka mengalami kekerasan di ketiga
melakukannya
tahapan dibandingkan dengan di dua
sedangkan tidak begitu pada perempuan.
pada
tahap
ketiga,
tahapan atau satu tahapan saja. Bentuk
Pada mereka yang mencari bantuan
kekerasan yang diterima juga beragam dari
baik laki-laki maupun perempuan, dari
tahap ke tahap, dan hampir di setiap tahap
tahap ke tahap sumber bantuan yang
terdapat ragam kekerasan yang sama yang
paling banyak dipilih adalah keluarga inti,
tampak menonjol.
keluarga besar, dan lingkungan sekitar. Lain halnya dengan tenaga professional 12
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
karena hanya satu orang laki-laki yang
hanya diharapkan oleh perempuan dan
memilihnya dan dipilih ketika berada di
tidak oleh laki-laki. Respon yang paling
tahap ketiga (masa remaja). Jika dilihat
banyak diterima laki-laki dan permepuan
secara lebih detail, baik laki-laki maupun
adalah “memahami” dan “membantu”,
perempuan tampak bahwa pada tahap
sedangkan
pertama dan kedua (masa anak-anak)
“menyalahkan”
hanya
sumber bantuan pertama yang dipilih
sebagin
dari
adalah keluarga (keluarga inti dan keluarga
kepuasan yang dirasakan mereka adalah
besar) setelah itu lingkungan sekitar,
beragam dari yang “tidak puas”, “netral”,
sedangkan
hingga “puas”.
pada
tahap
ketiga
(masa
tidak
kecil
“peduli”
dan
diterima mereka.
oleh
Tingkat
remaja) sebalikntya yaitu sumber bantuan pertama adalah lingkungan sekitar setelah
Penutup
itu keluarga (keluarga inti dan keluarga
Kesimpulan
besar).
Kekerasan
dari
orangtua/wali
Pemilihan pihak sumber bantuan
(parental abuse) hampir semua terjadi
tampak lebih beragam pada perempuan
secara berulang dari tahapan ke tahapan
dibandingkan dengan laki-laki dari tahap
baik pada laki-laki maupun perempuan.
ke tahap. Pada laki-laki, ibu dan panti
Ragam kekerasan juga hampir semua
asuhan tidak menjadi pilihan bagi mereka
dialami oleh mereka yaitu secara fisik
dalam mencari bantuan, sedangkan pada
maupun
perempuan semua pihak dipilih oleh
kekerasan ini dilakukan orangtua dengan
mereka. Namun, pada laki-laki tampak ada
alasan untuk mendisiplinkan anak-anak
satu dari mereka yang mencari bantuan
mereka baik dengan kekerasan secara fisik
pada psikolog, sedangkan hal yang sama
(hukuman
tidak tampak pada perempuan.
ditampar, dll) maupun verbal/emosional
Dalam mencari bantuan, baik lakilaki
dan
perempuan
badan,
seperti:
Seringkali
dipukul,
(seperti: mengancam, dll). Hal ini terjadi
banyak
karena orangtua memiliki power untuk
cara
melakukan segala hal karena menganggap
“cerita/mengadu” dibandingkan dengan
dirinya berhak atas apa yang dilakukan
“meminta perlindungan”. Harapan paling
terhadap anak-anak mereka.
melakukannya
paling
verbal/emosional.
dengan
banyak adalah
“dibantu”
terulang
(konsekuensi
lagi
dan “tidak
Dari mereka yang mengaku pernah
setelah
mengalami kekerasan dari orangtua/wali,
dibantu)”, sedangkan “dihibur/mengurangi
ternyata hanya 32% yang mengaku pernah
beban” merupakan harapan terakhir yang
melakukan pencarian bantuan. Jika melihat 13
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
jumlah data yang bisa diidentifikasi,
mencari
kecenderungan
penyimpulan
sedangkan tidak begitu pada perempuan.
pada laki-laki harus berhati-hati karena
Hal ini terjadi karena cara berpikir mereka
jumlahnya
jika
yang semakin berkembang menjadi logis,
dibandingkan dengan jumlah perempuan.
abstrak, dan idealis, salah satunya mereka
Namun, ada indikasi bahwa semua tahapan
mampu
yang lebih banyak mencari bantuan adalah
tertentu dalam mencari bantuan. Dan tidak
perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
menutup kemungkinan cara berpikir laki-
Mereka
yang mengaku tidak pernah
laki menjadi lebih mau untuk terbuka
mencari bantuan, ternyata ada 10% dari
karena sudah mampu mempertimbangkan
mereka
dampak dari perilaku mencari bantuan.
terhadap
sangat
sedikit
yang ingin mencari bantuan
bantuan
menjadi
seluruhnya
mempertimbangkan
hal-hal
namun, tidak tahu kemana akan mencari.
Dalam memilih ragam sumber
Dan lainnya hanya merasionalkan dengan
bantuan, tidak tampak adanya pola yang
alasan lain yang paling banyak adalah
berbeda pada laki-laki dan perempuan. Hal
karena
diatasi
ini dikarenakan semakin bertambahnya
sendiri”, dan “demi kebaikan”. Ketiga
usia maka semakin bertambah pula relasi
alasan itu bisa jadi muncul karena adanya
yang akan dihadapi dan itu akan menjadi
pengaruh
akses
“hal
pribadi”,
pembelajaran
learning) masyarakat.
tentang
“dapat
sosial
untuk
mencari
bantuan.
Jika
norma-norma
berbicara terkait pihak dari ragam sumber
masyarakat
bantuan, memang ada pola yang agak
Dimana,
mengkonstruksikan
(social
tentang
orangtua
berbeda
pada
subjek
laki-laki
dan
sebagai sosok yang harusnya dipatuhi oleh
perempuan di semua tahapan. Pola yang
anak dan dijaga nama baiknya sehingga,
berbeda juga tampak pada cara, harapan,
ada pembenaran terhadap diri sendiri
respon sumber
dengan tiga alasan yang dimiliki tersebut.
kepuasan dari respon sumber bantuan
bantuan,
dan
tingkat
Jika dilihat dari semua tahap
dalam melakukan pencarian bantuan di
perkembangan, tidak tampak adanya pola
semua tahapan. Jika dibandingkan dengan
yang berbeda pada perilaku pencarian
laki-laki, perempuan lebih berorientasi
bantuan sesuai dengan identitas gender.
pada hubungan (relasi dengan orang lain)
Pada laki-laki maupun perempuan yang
dan
mencari bantuan tampak meningkat di
pengungkapan
masa remaja (13-18 tahun) dibandingkan
mengenai detail diri mereka)
masa-masa sebelumnya. Namun, yang
dengan kekerasan yang dialami dalam
menarik adalah di usia ini laki-laki yang
hubungan dekat dengan orang lain. 14
juga
lebih
terlibat
(komunikasi
dalam pribadi terkait
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)
Lips, H. (2008). Sex and gender: An introduction. 6th ed. Americas: New York. Raviv, A., Alona, R., Idit, V. G., & Abby, S. F. (2009). The personal service gap: Factors affecting adolescent willingness to seek help. Journal of Adolescence 32, 483-499. Reichert, J., Sharyn, A., & Lindsay, B. (2010). Victimization and helpseeking behaviours among female prisoners in illnois. Illnois Criminal Justice Information Authority. Rijt, J. V. D., Piet, V. D. B., Margje, W. J. V. D., Sven, D. M., Wim, H. G., & Mien, S. R. S. (2012). Asking for help: A relational perspective on help seeking in the workplace. Original Paper. Vocation and Learning. Santrock, J. W. (2002). Life span development: Perkembangan masa hidup jilid 2. Buku edisi 5. Penerjemah: Achmad, C. & Juda, D. Penerbit: Erlangga, Jakarta. Santrock, J. W. (2009). Masa perkembangan anak. Buku 2 edisi 11. Penerbit: Slemba Humanika, Jakarta 2011. Santrock, J. W. (2007). Remaja. Buku edisi 11 Jilid 1. Editor: Wibi Hardani M.M. Penerbit: Eirlangga, Jakarta. Sianturi, M., N. (2007). Skripsi: Konsep remaja yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Diunduh pada 10 Oktober 2012 dari http://eprints.undip.ac.id/10418/1/SK RIPSI.pdf Vaswani, N. (2011). Encouraging helpseeking behaviour among young men: A literature review. Report for the Child Protection Committee. Yudhistira (2009). Pengalaman parental child abuse dan penerimaan diri. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Surabaya. http://www.kpai.go.id/index.php/compone nt/search/?searchword=kekerasan%2 0anak&ordering=newest&searchphr ase=all&limit=20
Daftar Pustaka Ashley, O. S. & Vangie, A. F. (2005). Adolescent help-seeking for dating violence: prevalence sociodemographic correlates, and sources of help. Journal of Adolescent Health. Barker, G. (2007). Adolescents, social support and help-seeking behaviour. An international literature review and proggamme consultation with recommendations for action. Penerbit: Instituto PROMUNDO, Brazil. Bevan, N. (2010). Psychological helpseeking: Understanding men’s behaviour. The University of Adelaide, Australia. Chan, R. K. H. & Kiyoshi, H. (2010). Gender roles and help-seeking behaviour: Promoting proffesional help among Japanese men. Journal of Social Work. Feist, J. & Feist, G. J. (2010). Teori kepribadian. Buku 1, Edisi 7. Penerjemah: Handriatno. Penerbit: Salemba Humanika, Jakarta. Halpenny, A. M., Elizabeth, N., & Dorothy, W. (2010). Parent’s perspectives on parenting styles and disciplining shildren. The National Children’s Strategy Research Series: Department of Health and Children. Houle, J., Francois, C., Denis, L., Real, L., dan Katherine, B., P. (2013). Correlates of help-seeking behavior in adolescents experiencing a recent negative life event. Journal of Family and Youth. Huraerah, A. (2006). Kekerasan terhadap anak. Penerbit: Nuansa Komp. Cijambe Indah, UjungberungBandung. Liang, B., Lisa, G., Pratyusha, T. N., & Sarah, W. (2005). A theoretical framework for understanding helpseeking processes among survivors of intimate partner violence. American Journal of Community Psychology, Vol. 30 Nos. (1/2)
15