SIKAP MAHASISWA TERHADAP GAGASAN LEGALISASI GANJA DI INDONESIA (Studi pada Mahasiswa Aktif Program Sarjana Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2013/2014) Mira Natasya Aulia Siregar Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poitik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia Communication Science Department, Faculty of Social and Political Sciences, University of Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak Ganja merupakan tamanan yang ilegal di Indonesia saat ini. Indonesia bahkan mengeluarkan Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009 tentang larangan proses produksi, distribusi sampai tahap konsumsi dari tanaman ganja. Namun terdapat fenomena yang sangat menarik ditandai dengan kehadiran sebuah gerakan yang mendukung legalisasi ganja di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan sikap seseorang terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan sikap tersebut. Lingkup penelitian dibatasi pada mahasiswa, menggunakan paradigma post-positivis dengan uji statistik non parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa ternyata bersikap netral terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia, dengan penjelasan setuju kepada pemanfaatan ganja untuk industri dan medis, namun tidak setuju untuk rekreasional. Dan sikap tersebut dipengaruhi oleh empat faktor, yakni gender, self experience, significant others, dan media. Attitude of Indonesian University Students about The Idea of Marijuana Legalization in Indonesia (research on active students of Universitas Indonesia 2013/2014 academic year) Abstract As of today, Indonesian law still prohibit the process of production, distribution, and consumption of marijuana according to Indonesian law about narcotics No. 35 year 2009. However, there is a quite interesting phenomenon signed by a public act supporting marijuana legalization in Indonesia. This research is conducted to explain society’s attitude about the idea of legalizing marijuana in Indonesia and the influencing factors of the attitude. The subject of this research is limited to the university student society. This post-positivist research is using non-parametric statistic method. And the result of this research shows that university students in Indonesia are taking neutral side in the idea of legalizing marijuana. They agree in the use of marijuana for industrial and medical purposes, but disagree in the recreational purpose of marijuana. This attitude is influenced by four factors: gender, self experience, significant others, and media. Keywords:
attitude, marijuana legalization, media, culture, gender
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Ganja merupakan tamanan yang ilegal di Indonesia saat ini. Indonesia bahkan mengeluarkan undang-undang tentang larangan proses produksi, distribusi sampai tahap konsumsi dari tanaman ganja. Berdasarkan Lampiran I butir 8 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tanaman ganja termasuk dalam narkotika golongan I. Dijelaskan dalam Pasal 7 UU 35/2009, narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Penjelasan Pasal 7 UU 35/2009, diterangkan bahwa yang dimaksud dengan “pelayanan kesehatan” adalah termasuk pelayanan rehabilitasi medis. Yang dimaksud dengan “pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi” adalah penggunaan narkotika terutama untuk kepentingan pengobatan dan rehabilitasi, termasuk untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan, penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap narkotika. Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan adalah termasuk untuk kepentingan melatih anjing pelacak narkotika dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bea dan Cukai serta Badan Narkotika Nasional serta instansi lainnya (Tobing, 2013). Hal ini membuat ganja menjadi tanaman yang kontroversial karena sejarahnya yang lekat dengan budaya di Indonesia. Di Aceh, tanaman ini berfungsi sebagai penyedap masakan untuk berbagai jenis masakan, seperti gulai kambing, dodol Aceh, mie Aceh, kopi Aceh dan sebagainya untuk menambah cita rasa makanan (Gobel, 2011). Menurut sejarah, tanaman ganja masuk ke wilayah Aceh sejak abad ke-19 dari India. Ketika itu, Belanda membuka perkebunan kopi di Dataran Tinggi Gayo dan menggunakan ganja sebagai obat alami untuk menghindari serangan hama pohon kopi atau ulat pada tanaman tembakau. Setelah bertahuntahun dan tumbuh menyebar hampir di seluruh Aceh, ganja mulai dikonsumsi, terutama dijadikan 'rokok enak,' yang lambat laun menjadi tradisi di Aceh hingga daerah lain di Sumatera sebagai tambahan rempah dalam resep masakan. Tradisi ini memang sulit dihilangkan (acehpedia.org, 23 Juni 2014). Mulai dari era 60-an hingga era 80-an, ganja memang sangat populer di dunia. Munculnya era dimana ganja menjadi menu utama sehari-hari bagi komunitas yang menyatakan dirinya sebagai Flower Generation dalam bentuk lintingan-lintingan dan dikonsumsi seperti cara merokok (antonwijaya.com, 24 Juni 2014). Flower Generation, adalah anak-anak muda
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
berumur di bawah 30 tahun yang hidup di era akhir 1960-an. Di Indonesia, ganja “naik daun” pada tahun 1970an, bersamaan dengan gelombang Flower Generation tersebut di Amerika, yang orang-orangnya populer dengan sebutan Hippies. Di Jogyakarta, salah satu daerah di Indonesia, ganja banyak dibawa turis-turis asing di Malioboro, dikonsumsi sebagai rokok yang disebut “gelek”. Ganja semakin populer disebut “cimeng” dan dipakai sebagai zat pengganti bila heroin tak bisa didapat (Wicaksana, 2011). Ini menimbulkan dampak yang berbahaya karena diaggap dapat merusak generasi muda. Sehingga di era ini peredaran ganja sangat dilarang. Semakin banyak pula argumen yang juga memperkuat bahwa ganja memiliki unsur zat adiktif yang membahayakan penggunanya. Prof. Dr, H. Dadang Hawari mengatakan bahwa perubahan perilaku tersebut meliputi palpitasi (jantung yang berdebar-debar), halusinasi dan delusi, perasaan waktu berlalu dengan lambat, dan adaptis (acuh tak acuh, masa bodoh, tidak perduli terhadap tugas dan fungsinya sebagai mahluk sosial). Dalam praktek sehari-hari ternyata penyalahgunaan ganja dapat menjadi pencetus bagi terjadinya gangguan jiwa (psikosis). Frekuensi yang tinggi dalam mengonsumsi ganja secara rekreasional juga terbukti berpotensi untuk depresi dan kecemasan yang berlebihan (Patton, Coffey, Carlin, Degenhardt, Lynskey, dan Hall, 2002). Di luar negeri, ganja dibedakan menjadi dua bagian, yaitu ganja untuk kepentingan industri maupun medis yaitu ganja jenis Hemp, dan ganja terlarang sering disebut Cannabis. Hemp mengandung THC di bawah 0,3%, sedangkan cannabis bisa mencapai 6% sampai 20% (Hart, 2009). Sementara di Indonesia tidak mengenal perbedaan ini, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa ganja termasuk sebagai narkotika golongan 1. Penyalahgunaan pemakaian ganja sering dilakukan kalangan muda, biasanya mereka menggunakan untuk meningkatkan rasa percaya diri. Data jumlah penyalahguna narkoba per provinsi menurut jenis narkoba tahun 2011, yang diterbitkan oleh BNN (Badan Nasional Narkotika) dan Puslitkes UI pada bulan Maret 2012, menyebutkan bahwa jumlah penyalahguna ganja adalah 2.816.429 orang. Dari data tersebut dapat dilihat dengan sangat jelas bahwa ganja menduduki peringkat pertama, 65.9% dari total penyalahguna narkoba di Indonesia. (www.legalisasiganja.com, 24 Juni 2014). Hal ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan berdasarkan data terbaru dari BNN mengenai jumlah pengguna Narkoba di Indonesia hingga April 2013 yang telah mencapai 4 juta orang. Dari total pengguna Narkoba
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
di Indonesia sebagian besar anak-anak usia remaja. Hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) lainnya juga menunjukkan, prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang. Sedangkan berdasarkan data Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) cabang DKI Jaya, mayoritas pengguna narkotika berumur 20-25 tahun dan dengan proporsi 90% pria. Remaja di kota-kota besar seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar menjadi daerah tujuan pasar narkotika Internasional (BKKBN, 2002). Menurut lensaindonesia.com, saat ini Jawa Barat menempati urutan terbesar kedua setelah Aceh, dalam peredaran narkotika jenis ganja di Indonesia dan besarnya jumlah peredaran ini berhubungan dengan banyaknya angka pengguna ganja. Statistik besarnya peredaran ganja di Jabar itu diketahui berdasarkan hasil penelitian oleh Universitas Indonesia (UI). Hal itu diungkapkan Ketua BNN Anang Pratanto kepada wartawan di sela-sela peringatan Hari Anti Narkoba se Dunia yang dilaksanakan BNP Prov Jabar, Sabtu (14/7/2012) di halaman Gedung Sate, Jl Diponegoro Bandung. Berdasarkan perjalanan kontroversial ganja yang menjadi ilegal dan diatur keras dalam hukum Indonesia saat ini, padahal sangat lekat dengan budaya sebagian daerah Indonesia beserta kegunaan lainnya yang memberi manfaat, lahirlah suatu fenomena yang sangat menarik. Hal ini ditandai dengan kehadiran sebuah gerakan yang mendukung legalisasi ganja. Gagasan ini menjadi suatu gerakan yang disasarkan kepada masyarakat untuk setuju dan percaya bahwa ganja seharusnya menjadi tanaman yang legal, khususnya di Indonesia. Padahal jelas secara hukum ganja sangat dilarang dan secara medis juga mendukung bahwa ganja merupakan tanaman yang memiliki dampak buruk bagi seseorang apabila dikonsumsi tanpa ketentuan medis yang diperbolehkan. Salah satu penggagas legalisasi ganja di Indonesia adalah Organisasi Lingkar Ganja Nusantara. Organisasi ini berawal dari sebuah grup “Dukung Legalisasi Ganja” yang dibuat di situs jejaring sosial Facebook. Dengan tujuan untuk membuat ganja menjadi legal di Indonesia, para pengurusnya aktif menyosialisasikan manfaat tanaman ganja kepada semua elemen masyarakat (Narayana, 2010). Atas dasar ini, “Lingkar Ganja Nusantara” memiliki aktivitas sebagai organisasi yang bertugas menyebarkan informasi mengenai tanaman ganja, hubungan
serta
manfaatnya
bagi
manusia
kepada
seluas-luasnya
(legalisasiganja.tumblr.com, 11 Januari 2014).
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
masyarakat
Misalnya, dalam buku “Hikayat Pohon Ganja” mereka mengangkat argument Francis Young, mantan Kepala Administrasi Hakim Hukum di Drug Enforcement Administration (DEA) Amerika sekaligus seorang PhD dengan keterlibatan post-doktoral yang signifikan dalam masalah medis yang berhubungan dengan mariyuana atau ganja, dalam tulisannya yang berjudul “Opinion and Recommended Ruling, Finding of fact, Conclutions of Law and Decision of Administrative Law Judge” (1988). Ia menyatakan bahwa ganja, dengan konsumsi di bawah pengawasan medis, jauh lebih aman dari kebanyakan makanan yang kita konsumsi. Ganja bahkan disebut sebagai tanaman obat yang memiliki fungsi medis paling banyak dibanding tanaman obat lainnya (Ratsch, 2001). Hingga tahun 2008, 12 negara, meliputi Belanda, Jerman, Argentina, Siprus, Ekuador, Meksiko, Peru, Swiss, Spanyol, Belgia, Republik Ceko, Brazil, Chili, Uruguay, Paraguay, Kolombia Australia, dan Amerika Serikat, telah memiliki bentuk legalisasi ganja bagi pasien yang memang benar-benar memerlukan sesuai dengan resep dokter dan dapat dipertanggungjawabkan secara medis (Hart, Ksir, and Ray, 2009). Pasien penderita HIV/AIDS mengonsumsi ganja untuk mengobati berbagai gejala seperti kecemasan, kehilangan nafsu makan, dan mual-mual. (Belle-Isle, 2007). Pernyataan tersebut diperjelas dengan data survei oleh S. Sidney pada tahun 2001 yang menunjukkan bahwa penggunaan ganja untuk tujuan medis relatif umum digunakan pada pasien HIV-AIDS positif. Dari 442 responden, pasien HIV-AIDS positif, alasan yang paling umum untuk menggunakan ganja adalah untuk merasa lebih baik secara mental atau mengurangi stres (79%), meningkatkan nafsu makan atau berat badan (67%) dan mengurangi mual (66%). Survey ini dilakukan pada peserta dari klinik HIV di San Francisco, Oakland, dan medical centers of the Kaiser Permanente Medical Care Program (KPMCP) di California. Organisasi Lingkar Ganja Nusantara juga berpendapat bahwa ganja memiliki potensi tinggi untuk dimanfaatkan sebagai sumber serat tekstil, lebih baik dari tanaman kapas, atau bubur kertas. Dalam artikel berjudul “World’s Oldest Fabric in Its Newest” di New York Times, Juni 1995, Calvin Klein mengeluarkan pernyataan bahwa ganja akan menjadi serat pilihan bagi perabot rumah dan industri pakaian (Narayana, 2010). Pernyataan tersebut diamini seiring dengan perubahan persepsi terhadap tanaman ganja di negara Amerika Serikat yang sekarang menjadi salah satu icon modis. Artikel yang berjudul “Armani, Calvin Klein, & Whole Foods like hemp” yang ditulis oleh Nicolas Eyle pada tahun 2010, desainer Stella McCartney, Giorgio Armani dan Calvin Klein telah memasukkan tekstil dari serat ganja ke dalam kain bahan mereka. Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Efek yang dimunculkan dari penyebaran gagasan legalisasi ganja di Indonesia adalah terbentuknya sikap (attitude) pada masyarakat dalam menanggapinya. Sikap (attitude) tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan obyek tertentu (Hudaniah, 2003). Sikap (attitude) terdiri dari 3 dimensi yang secara bersama-sama membentuk penilaian terhadap objek sikap, yakni kognitif, afektif dan konatif/behavioural (Oskamp, 2005). Dalam hal ini objek sikap tersebut adalah pesan-pesan atau gagasasan mengenai legalisasi ganja di Indonesia. Sikap masyarakat terhadap gagasan legalisasi ganja ini menjadi penting diketahui karena akan mempengaruhi pembentukan preferensi serta penerimaan mereka terhadap gagasan yang ditawarkan secara persuasif. Sikap terhadap obyek sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni self experience, culture, significant others, media, dan gender. Järvinen dan Østergaard (2011) menyimpulkan bahwa self experience dan significant others sangat berpengaruh terhadap sikap (attitude). Mereka menemukan bahwa terdapat empat kelompok posisi sikap (attitude) terhadap penggunaan narkoba. Kelompok pertama bersikap anti-narkoba dimiliki oleh para pemuda yang tidak menggunakan obat-obatan terlarang dan tidak memiliki teman pengguna narkoba; kelompok kedua bersikap ambivalen, dipegang oleh non-pengguna namun memiliki teman pengguna narkoba; kelompok ketiga bersikap sementara, dipegang oleh pengguna ganja dengan lingkungan pertemanan yang belum menjadi pengguna, namun berpotensi untuk masuk dalam posisi pro-obat; sedang kelompok keempat bersikap pro-obat, dipegang oleh pengguna narkoba dan lingkungan pertemanan yang juga pengguna dengan orientasi kesenangan yang tinggi. Selain itu, sikap juga ternyata dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan seseorang. Laroche, Toffoli, Kim, dan Muller (1996) juga menyimpulkan bahwa variabel kebudayaan mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap sikap (attitude). Hal ini dijelaskan dengan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara sikap suku francophones (orang-orang berasal dari Prancis yang sudah lama tinggal di Kanada) dengan ontario anglophones (suku asli yang ada di Kanada). Orang Prancis dinilai memiliki sikap yang lebih peduli terhadap masalah lingkungan global dibandingkan ontario. Sementara itu pembentukan sikap juga akan berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian oleh Servaty dan Weber (2011) yang menemukan perbedaan sikap antara perempuan dan laki-laki terhadap pernikahan. Perempuan cerderung memiliki
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
sikap yang lebih kuat daripada laki-laki dalam hal komitmen dan menikahi orang yang dicintai. Sedangkan Lou, Cheng, Gao, Zuo, Emerson, dan Zabin (2011) menemukan bahwa media ternyata juga dapat mempengaruhi sikap (attitude). Mereka menemukan bahwa belajar tentang seks dari internet atau online media cenderung memiliki sikap yang lebih permisif terhadap hubungan seksual pranikah dan memiliki perilaku hubungan sex yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang belajar tentang seks dari media tradisional (termasuk radio/televisi, koran/majalah, buku, buletin, dan offline media yakni pendidikan sekolah). Berangkat dari latar belakang diatas, penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan sikap (attitude) seseorang terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia serta melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan sikap (attitude) tersebut. Hal ini menjadi penting untuk diketahui karena sikap (attitude) tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pembentukan preferensi serta penerimaan mereka terhadap gagasan legalisasi ganja yang merupakan isu yang sangat penting dibahas di Indonesia. Lingkup penelitian dibatasi pada mahasiswa karena dianggap telah mampu membuat keputusan sendiri dan peka terhadap fenomena serta isu sosial politik masyarakat yang terjadi. Selain itu, pemuda khususnya mahasiswa juga merupakan kelompok mayoritas pengguna ganja.
Tinjauan Teoritis Konsep Sikap (Attitude) Merupakan sebuah konsep multidimensional yang dikonstruksikan pada diri masing-masing individu sebagai timbal balik dari suatu perilaku komunikasi. La Pierre (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan sikap (attitude) sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Psikologi Komunikasi” menyatakan bahwa sikap (attitude) merupakan kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai (Rakhmat, 1998:39). Fungsi Sikap (Attitude) secara umum merupakan dasar motivasi yang membentuk dan memperkuat sikap positif atau negatif pada suatu objek. Menurut Katz (1964) dalam buku Wawan dan Dewi (2010:23), fungsi-fungsi tersebut meliputi Utilitarium Function (seseorang menyukai suatu gagasan dikarenakan fungsi atau manfaat yang akan didapat pada dirinya),
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
The Ego Defensife Function (keberadaan sikap akan melindungi seseorang dari ancaman eksternal maupun perasaan dari dalam dirinya), Value-Expressive Function (seseorang membentuk sikap terhadap suatu gagasan bukan karena manfaatnya, melainkan apa yang dikatakan gagasan tersebut tentang diri mereka), dan Knowledge Function (apabila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, menunjukkan tentang pengetahuan orang terhadap obyek sikap yang bersangkutan). Sikap (attitude) merupakan konsep yang ada pada tataran pikiran dan perasaan manusia. Konsep ini juga sangat relatif namun tetap bisa diukur dan dijelaskan dengan beberapa komponen dimensi. Sikap (attitude) dipandang sebagai kombinasi reaksi kognitif, afektif dan perilaku terhadap suatu objek (Breckler, 1984; Katz & Stotland, 1959; Rajecky, 1982; Brehm & Kassin, 1990; dalam Azwar, 2005). Ketiga komponen tersebut secara bersama mengorganisasikan sikap individu. Uraian tersebut dikenal dengan nama skema triadik, atau pendekatan tricomponent yang diuraikan secara lebih rinci pada penjelasan berikut: Kognitif, terdiri dari pikiran-pikiran dan keyakinan-keyakinan seseorang terhadap objek sikap, misalnya wujud, gagasan atau konsep. Afektif, berkaitan dengan perasaan yang menyangkut reaksi emosi seseorang terhadap objek sikap. Konatif/behavioural, terdiri dari tindakan atau kecenderungan orang untuk berperilaku yang nampak terhadap objek sikap. Masing-masing aspek tersebut memang merupakan komponen yang kontrak teoritiknya berbeda satu sama lain. Sikap merupakan suatu konsep multidimensional yang terdiri dari kognitif, afektif dan konatif seperti yang telah diuraikan di atas. Sekalipun kesemua komponen berada pada suatu kontinum evaluatif akan tetapi pernyataan masing-masing dapat berbeda (Breckler, 1984; Ostrom, 1969; dalam Azwar, 2005). Gagasan Legalisasi Ganja di Indonesia Obyek sikap dalam penelitian ini adalah gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ide/gagasan adalah rancangan yang tersusun di pikiran. Menurut Schramm, gagasan merupakan pesan yang disampaikan atau dinyatakan jika terjadi komunikasi terhadap dua pihak untuk memperoleh pandangan mengenai objek tertentu (Amir Purba, 2006). Dalam studi komunikasi, ide/gagasan inilah yang menjadi pesan dalam perjalanan proses komunikasi berlangsung, tentu saja baik melalui lisan, tulisan, verbal, maupun non-verbal. Legalisasi berasal dari kata serapan to legalize/legalization, yang memiliki bermacam makna tergantung konteks yang hendak dibicarakan. Namun pada intinya legalisasi adalah proses membuat sesuatu menjadi legal/sah/resmi. Proses itu sendiri juga Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
bermacam-macam mulai dari pembuatan hukum positif (UU, Perpres, Perda dll), ratifikasi, pembuatan akta-akta hukum, hingga keputusan hakim/pengadilan (hukum.kompasiana.com). Berdasarkan pengertian diatas maka legalisasi ganja dapat diartikan sebagai upaya membuat tanaman ganja yang saat ini illegal dan diatur dalam Undang-Undang Narkotika, menjadi legal penggunaannya. Legal disini adalah resmi dan sah oleh negara, namun tidak terlepas pula dari peraturan perudang-undangan. Gagasan legalisasi ganja di Indonesia banyak digaungkan oleh organisasi Lingkar Ganja Nusantara. Legalisasi ganja yang dimaksud adalah adanya pembentukan UU Pengelolaan Ganja Republik Indonesia yang seirama dengan ajaran Pancasila dengan argumen-argumen yang dibangun atas dasar pengetahuan mengenai tiga manfaat utama pohon ganja, yakni dalam bidang industri, medis dan rekreasional (Narayana, 2010). Faktor yang Mempengaruhi Sikap (Attitude) Dari berbagai referensi yang ditelusuri oleh peneliti, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap (attitude), antara lain: - Self Experience (Pengalaman Pribadi) Pembentukan sikap diri dipengaruhi oleh keadaan emosional dan latar belakang serta pengalaman (experience) seseorang. Middlebrook dalam Azwar (2005) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu obyek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih lama membekas. Penelitian yang dilakukan oleh Margaretha Järvinen dan Jeanette Østergaard pada tahun 2011 dengan judul Dangers and Pleasures: Drug Attitudes and Experiences Among Young People merupakan studi tentang sikap (attitude) kalangan muda terhadap penggunaan narkoba yang illegal, apakah dinilai sebagai sesuatu yang berbahaya dan/atau menyenangkan. Penelitian ini menerapkan metode campuran menggunakan instrument pengumpulan data dengan survei dan focus group discussion. Dari peneltian ini dapat ditemukan suatu kesimpulan, yakni terdapat posisi sikap yang berbeda pada penggunaan narkoba antara 17 sampai 19 tahun berdasarkan pengalamannya. Pengguna narkoba (user)
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
berada di posisi yang lebih pro-obat dibandingkan dengan yang tidak menggunakan narkoba (non-user) yang cenderung bersikap anti-narkoba. - Culture (Budaya) Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar (2005) sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement) yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 2005). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Laroche, Toffoli, Kim, dan Muller (1996) yang berjudul The Influence of Culture on Pro-Environmental Knowledge Attitudes and Behavior: a Canadian Perspective menyimpulkan bahwa variabel kebudayaan mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap sikap (attitude). Hal ini dijelaskan dengan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara sikap suku francophones (orang-orang berasal dari Prancis yang sudah lama tinggal di Kanada) dengan ontario anglophones (suku asli yang ada di Kanada). Orang Prancis dinilai memiliki sikap yang dinilai lebih peduli terhadap masalah lingkungan global dibandingkan ontario. - Significant Others Pembentukan sikap dipengaruhi oleh orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus. Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Penelitian dengan judul yang sama oleh Margaretha Järvinen dan Jeanette Østergaard (2011), selain meneliti tentang perbedaan posisi sikap (attitude) anak muda antara user dan non-user, juga menjelaskan hubungan antara sikap anak muda terhadap obat-obatan hingga minuman keras dengan pengalaman kedekatannya dengan teman. Hasil penelitian akhirnya menemuan bahwa terdapat empat kelompok posisi sikap (attitude), kelompok pertama bersikap anti-narkoba, dimiliki oleh para pemuda yang tidak menggunakan obat-obatan terlarang dan tidak memiliki teman pengguna narkoba. Kelompok kedua bersikap ambivalen, dipegang oleh non-pengguna namun memiliki teman pengguna narkoba. Kelompok ketiga bersikap sementara, dipegang oleh pengguna ganja, dengan lingkungan Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
pertemanan yang belum menjadi pengguna, namun berpotensi untuk masuk dalam posisi pro-obat. Sedang kelompok keempat bersikap pro-obat, dipegang oleh pengguna narkoba dan lingkungan pertemanan yang juga pengguna dengan orientasi kesenangan yang tinggi. - Media Media dapat berupa media cetak dan elektronik, offline, maupun online. Dalam penyampaian
pesan,
media
akan
membawa
pesan-pesan
sugestif
yang
dapat
mempengaruhi opini kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal, hingga membentuk sikap tertentu. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan individu. Media memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. Penelitian yang berjudul Media’s Contribution to Sexual Knowledge, Attitudes, and Behaviors for Adolescents and Young Adults in Three Asian Cities oleh Lou, Cheng, Gao, Zuo, Emerson, dan Zabin (2011) menemukan bahwa media dapat mempengaruhi sikap (attitude). Mereka menemukan bahwa belajar tentang seks dari internet atau online media cenderung memiliki sikap yang lebih permisif terhadap hubungan seksual pranikah dan memiliki perilaku hubungan seks yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang belajar tentang seks dari media tradisional (termasuk radio/televisi, koran/majalah, buku, bulletin, dan offline media yakni pendidikan sekolah) - Gender Penelitian Robin Hall (1993) menyimpulkan bahwa sikap anak-anak terhadap perang dan perdamaian dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya gender. Penelitian ini dilakuan pada 608 siswa berusia 4-16 tahun di 10 sekolah negeri dan swasta di NSW, Australia. Anak laki-laki cenderung memiliki sikap yang lebih militeristik, sementara anak perempuan memiliki sikap lebih pacific. Penelitian lain mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap sikap (attitude) berjudul “The Relationship between Gender and Attitudes towards Marriage” tahun 2011 oleh Lisa Servaty dan Kirsten Weber. Penelitian ini menemukan adanya perbedaan antara sikap perempuan dan pria terhadap pernikahan. Perempuan cerderung memiliki sikap yang lebih kuat daripada laki-laki dalam hal komitmen dan menikahi orang yang dicintai.
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Figure 1. Model Analisis Penelitian
KOGNITIF
AFEKTIF
KONATIF
Dimensi dari Variabel Sikap (Attitude)
Self Experience
Gender
Culture
Media Significant Others
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivisme dengan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan tujuannya, jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian eksplanatif dimana peneliti berusaha menjelaskan hubungan antara variabel satu dan yang lain serta membuktikan hubungan atau pengaruh antar variabel tersebut (Zulganef, 2008:11). Maka dari itu, penelitian ini berusaha menjelaskan faktor apa saja yang berpengaruh secara signifikan serta menganalisa perbedaan-perbedaan sikap yang diakibatkan karenanya. Berdasarkan manfaatnya, maka penelitian ini tergolong ke dalam penelitian murni (basic research) dan dilakukan pada satu waktu tertentu serta tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Juni 2014. Unit analisis pada penelitian ini adalah individu dengan populasi seluruh mahasiswa aktif Program Sarjana Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2013/2014. Ukuran sampel berjumlah 100 orang responden seperti yang disarankan untuk digunakan diberbagai situasi penelitian survei kuesioner. Jumlah sampel ini sesuai dengan apa yang dikatakan Hair (2006:98-99) bahwa ukuran sampel yang direkomendasikan adalah tidak kurang dari 50 observasi, dan disarankan ukuran sampel 100 atau lebih. Sampel tersebut diambil dengan menggunakan teknik non probability sampling--accidental sampling.
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Metode pengumpulan data utama yang dilakukan peneliti adalah melalui survei dengan cara menyebarkan kuesioner. Metode pengukuran yang digunakan yakni skala Likert 1-5. Kuesioner yang digunakan diuji terlebih dahulu reabilitasnya menggunakan pre-test terhadap 30 responden. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan meliputi analisis deskriptif univariat, yakni dengan menggunakan distribusi frekuensi, modus, dan mean. Serta analisis bivariat dengan uji beda non-parametrik untuk melihat apakah ada perbedaan sikap pada konsumen didasarkan jenis kelaminmaupun faktor lain yang mempengaruhi sikap (attitude). Teknik analisis non parametrik yang digunakan adalah Uji U Mann-Whitney untuk dua kelompok sampel independen. Uji U Mann-Whitney adalah uji terkuat yang digunakan sebagai alternatif Uji parametrik T test. Selanjutnya digunakan pula Uji Kruskal-Wallis. Dasar pengujian ini adalahuntuk membandingkan variabel independent dengan kategori nilai lebih dari dua kelompok (Eriyanto, 2011).
Hasil Penelitian Konsep Sikap (AttitudeMerupakan sebuah konsep multidimensional yang dikonstruksikan pada diri masing-masing individu sebagai timbal balik dari suatu perilaku komunikasi. La Pierre (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan sikap (attitude) sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi fenomena serta isu sosial politik masyarakat yang terjadi. Selain itu, pemuda khususnya mahasiswa juga merupakan kelompok mayoritas pengguna ganja. Karakteristik responden yang ditemukan dalam penelitan ini nyaris berimbang dari segi jenis kelamin, yakni 53% lai-laki dan 47% perempuan. Sedangkan dari segi budayanya, mayoritas adalah responden yang tidak pernah menggunakan ganja sebagai bumbu masakan dalam budaya dan lingkungannya (76%), didalamnya terdapat Jawa (37%), Sunda (18%), Tionghoa (6%), Betawi (4%), Lampung (3%), Bugis (4%), Manado (2%), Toraja (1%), dan Arab (1%). Sisanya sebanyak 24% yang menggunakan ganja sebagai rempah bagi masakan tradisional mereka yang didalamnya adalah suku Batak (10%), Minang (9%) dan Aceh (5%). Dari 100 responden yang diperoleh dalam penelitian ini dengan studi pada Mahasiswa Aktif Program Sarjana Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2013/2014, mayoritas mahasiswa UI tidak pernah mengonsumsi ganja, yakni sebanya 92%. Selebihnya 8% mengaku sebagai pengguna (user) atau pernah mengonsumsi ganja. Sedangkan jika dilihat dari lingkungan pertemanannya, 56% responden memiliki teman pengguna ganja.
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Dari segi penerimaan informasi, mayoritas responden (70%) mengaku pernah mendengar gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Namun sebanyak 30% responden belum pernah mendengar. Media paling banyak digunakan responden yang pernah mendengar informasi terkait gagasan legalisasi ganja adalah media baru/online media/social media. Akan tetapi, persentase terbanyak ada pada frekuensi penerimaan informasi yang jarang. Selanjutnya adalah analisis univariat dari variabel sikap (attitude) yang dituangkan dalam tabel dibawah berikut: Tabel 1. Mean Indikator Dimensi Kognitif No 1
Indikator Saya mengetahui ganja tidak menyebabkan kecanduan/ketergantungan
Mean 2.46
Kategori Rendah
2
Saya mengetahui UU Narkotika No. 35 Tahun 2009
2.67
Sedang
3
Saya mengetahui advokasi amandemen UU Narkotika No. 35 Tahun 2009
2.36
Rendah
4
Saya mengetahui bahwa ganja termasuk dalam golongan narkotika
4.02
Tinggi
5
Saya mengetahui pengguna/penjual/distributor/ penanam ganja akan dikenakan sanksi hukuman pidana
4.29
Sangat Tinggi
6
Saya mengetahui adanya gagasan legalisasi ganja di Indonesia
3.44
Tinggi
7
Saya mengetahui adanya upaya advokasi UU Pengelolaan Ganja Republik Indonesia Saya mengetahui bahwa mengonsumsi ganja merupakan hak pribadi masing-masing individu Saya mengetahui bahwa mengonsumsi ganja tidak mengganggu orang lain Saya mengetahui bahwa ganja memiliki manfaat dalam segi industri (misalnya penggunaan serat ganja untuk kertas, rempah, bio fuel, sabun, kosmetik, cat, pernis, pakaian, kanvas, tali, dll) Saya mengetahui bahwa ganja memiliki manfaat dalam segi medis (misalnya anti muntah, penenang dan meningkatkan nafsu makan yang biasa digunakan pada penderita insomnia, reumatik, gangguan pencernaan, kolera, tetanus, epilepsi, bronkitis, asma, kanker, paru-paru, migrain, HIV, dll)
2.89
Sedang
3.25
Sedang
2.65
Sedang
3.61
Tinggi
3.84
Tinggi
8 9 10 11
Tabel 2. Mean Indikator Dimensi Afektif No
Indikator
Mean
Kategori
1
Saya menyukai informasi bahwa ganja tidak menyebabkan kecanduan
2.75
Sedang
2
Saya menyukai adanya UU Narkotika No. 35 Tahun 2009
3.18
Sedang
3
Saya menyukai advokasi amandemen UU Narkotika No. 35 Tahun 2009
3.18
Sedang
4
Saya menyukai bahwa ganja termasuk golongan narkotika
3.13
Sedang
5
Saya menyukai peraturan sanksi hukuman pidana untuk pengguna/penjual/distributor/penanam ganja
3.40
Sedang
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
6
Saya menyukai adanya gagasan legalisasi ganja di Indonesia
3.00
Sedang
7
Saya menyukai adanya upanya advokasi UU Pengelolaan Ganja Republik Indonesia Saya menyukai pernyataan bahwa mengonsumsi ganja merupakan hak pribadi masing-masing individu Saya menyukai pernyataan bahwa mengonsumsi ganja tidak mengganggu orang lain Saya menyukai pernyataan bahwa ganja memiliki manfaat dalam segi industri (penggunaan serat ganja untuk kertas, rempah, bio fuel, sabun, kosmetik, cat, pernis, pakaian, kanvas, tali, dll) Saya menyukai pernyataan bahwa ganja memiliki manfaat dalam segi medis (anti muntah, penenang dan meningkatkan nafsu makan yang biasa digunakan pada penderita insomnia, reumatik, gangguan pencernaan, kolera, tetanus, epilepsi, bronkitis, asma, kanker, paru-paru, migrain, HIV, dll)
3.53
Tinggi
3.17
Sedang
2.68
Sedang
3.71
Tinggi
3.74
Tinggi
Indikator Saya mendukung bahwa ganja tidak menyebabkan kecanduan/ketergantungan Saya mendukung pelaksanaan UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 Saya mendukung advokasi amandemen UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 Saya mendukung bahwa ganja termasuk golongan narkotika Saya mendukung peraturan sanksi hukuman pidana untuk pengguna/penjual/distributor/penanam ganja Saya mendukung adanya gagasan legalisasi ganja di Indonesia
Mean 2.53
Kategori Rendah
3.39 3.43
Tinggi Tinggi
3.46 3.56
Tinggi Tinggi
3.08
Sedang
Saya mendukung adanya upanya advokasi UU Pengelolaan Ganja Republik Indonesia berdasarkan Pancasila Saya mendukung pernyataan bahwa mengonsumsi ganja merupakan hak pribadi masing-masing individu Saya mendukung pernyataan bahwa mengonsumsi ganja tidak mengganggu orang lain Saya mendukung pernyataan bahwa ganja memiliki manfaat dalam segi medis (anti muntah, penenang dan meningkatkan nafsu makan yang biasa digunakan pada penderita insomnia, reumatik, gangguan pencernaan, kolera, tetanus, epilepsi, bronkitis, asma, kanker, paru-paru, migrain, HIV, dll) Saya mendukung pernyataan bahwa ganja memiliki manfaat dalam segi industri (penggunaan serat ganja untuk kertas, rempah, bio fuel, sabun, kosmetik, cat, pernis, pakaian, kanvas, tali, dll)
3.63
Tinggi
3.12
Sedang
2.70
Sedang
3.75
Tinggi
3.74
Tinggi
8 9 10 11
Tabel 3. Mean Indikator Dimensi Konatif No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
Hasil analisis bivariat yang ditemukan dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan mean yang cukup besar antara sikap mahasiswa pengguna ganja (user) dengan mahasiswa bukan pengguna ganja (non-user). Dilanjutkan dengan hasil Uji Mann Whitney yang menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0.001 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap mahasiswa pengguna ganja (user) dengan sikap mahasiswa bukan pengguna ganja (non-user) terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Dilihat dari mean
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
tersebut, responden pengguna ganja memiliki sikap yang lebih positif/mendukung dibandingkan responden bukan pengguna ganja. Sama halnya dengan analisis bivariat antara sikap (attitude) dengan significant others. Hasil Uji Mann Whitney menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0.002 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap mahasiswa yang memiliki teman pengguna ganja (user) dengan mahasiswa tidak memiliki teman pengguna ganja terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Mean keduanya menunjukkan bahwa responden yang memiliki teman pengguna ganja memiliki sikap yang lebih postif (mendukung) dibandingkan responden yang tidak memiliki teman pengguna ganja. Namun, Uji Mann Whitney pada variabel Culture dan Sikap menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara sikap mahasiswa terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia berdasarkan budaya/suku dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0.326. Selanjutnya adalah hasil analisis bivariat antara variabel media dan sikap (attitude). Uji yang digunakan adalah Kruskal Wallis. Nilai Chi-Square 24.097 yang dihasilkan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara sikap mahasiswa terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia berdasarkan media. Responden yang medapatkan informasi mengenai legalisasi ganja di Indonesia menggunakan media sosial dan offline (tatap muka) memiliki sikap yang lebih positif/medukung dibandingkan dengan responden yang mendapatkan informasinya dari media konvensional seperti televisi, radio, majalah, atau koran. Sama halnya dengan uji beda non-parametrik antara variabel gender dan sikap (attitude). Uji Mann Whitney ini menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0.015 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap laki-laki dan perempuan terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Laki-laki cenderung lebih mendukung gagasan legalisasi ganja di Indonesia dibandingkan dengan perempuan.
Pembahasan Konsep Sikap (attitude) dipandang sebagai kombinasi reaksi kognitif, afektif dan perilaku terhadap suatu objek (Breckler, 1984; Katz & Stotland, 1959; Rajecky, 1982; Brehm & Kassin, 1990; dalam Azwar, 2005). Dimensi kognitif merupakan dimensi yang terdiri dari pikiran-pikiran dan keyakinan-keyakinan seseorang terhadap objek sikap, misalnya wujud, gagasan atau konsep. Dalam penelitian ini, pengetahuan tersebut adalah mengenai gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Gagasan tersebut meliputi advokasi Undang-Undang Pengelolaan Ganja Republik Indonesia dan amandemen UU Narkotika No. 35 Tahun 2009
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
dengan argumen legalisasi ganja untuk pemanfaatannya dalam bidang industri, medis dan rekreasional. Dari hasil analisis deskriptif dapat dilihat bahwa pada dimensi kognitif, responden mayoritas memberikan penilaian yang positif. Hal ini dapat terlihat dari nilai rata-rata (mean) serta distribusi frekuensi yang dimiliki oleh masing-masing indikator dimensi kognitif. Lebih dari setengah indikator memiliki jawaban positif yang tinggi, artinya responden, yang dalam hal ini mahasiswa UI, secara garis besar memiliki pengetahuan yang baik seputar gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Ditandai dengan tingginya pengetahuan responden mengenai upaya advokasi UU Pengelolaan Ganja Republik Indonesia. Responden yang dalam penelitian ini mahasiswa UI juga mengetahui bahwa ganja memiliki manfaat dalam segi medis dan industri. Akan tetapi pengetahuan responden akan hak-hak individu terhadap ganja sedikit berbeda. Mereka mengetahui bahwa mengonsumsi ganja merupakan hak masing-masing individu walaupun mengonsumsinya tetap saja dapat mengganggu orang lain. Selanjutnya dimensi afektif berkaitan dengan perasaan yang menyangkut reaksi emosi seseorang terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Gagasan tersebut meliputi advokasi Undang-Undang Pengelolaan Ganja Republik Indonesia dan amandemen UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 dengan argumen legalisasi ganja untuk pemanfaatannya dalam bidang industri, medis dan rekreasional. Dari hasil analisis deskriptif dapat dilihat bahwa pada dimensi afektif, responden mayoritas memberikan penilaian yang netral. Hal ini dapat terlihat dari nilai rata-rata (mean) serta distribusi frekuensi yang dimiliki oleh masing-masing indikator dimensi afektif. Artinya responden yang dalam hal ini mahasiswa UI memiliki reaksi emosi yang tidak secara ekstrim berpihak untuk menyukai ataupun tidak menyukai gagasan legalisasi ganja di Indonesia, melainkan memilih untuk netral. Posisi netral tersebut terjadi karena terdapat ketertarikan yang berbada pada masing-masing poin gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Mayoritas responden mengatakan menyukai poin bahwa ganja memiliki manfaat dalam segi industri dan medis. Akan tetapi mereka juga tetap menyukai pernyataan bahwa ganja dapat menyebabkan kecanduan dan dapat mengganggu orang lain. Hal ini memperkuat posisi ketidaksukaan responden terhadap poin gagasan legalisasi ganja dalam hal rekreasional karena cukup banyak yang menganggap ganja merupakan bagian dari narkotika dan menyukai peratuan sanksi hukuman pidana bagi pengguna/penjual/distributor/penanam ganja di Indonesia meskipun
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
mayoritas dari mereka menyukai pernyataan bahwa mengonsumsi ganja merupakan hak masing-masing individu. Dimensi konatif merupakan dimensi yang terdiri dari tindakan atau kecenderungan orang untuk berperilaku yang nampak terhadap obyek sikap (attitude). Dalam dimensi ini akan berkaitan dengan perilaku mahasiswa terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Gagasan tersebut meliputi advokasi Undang-Undang Pengelolaan Ganja Republik Indonesia dan amandemen UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 dengan argumen legalisasi ganja untuk pemanfaatannya dalam bidang industri, medis dan rekreasional. Dari hasil analisis deskriptif dapat dilihat bahwa mayoritas responden memberikan penilaian yang positif. Hal ini dapat terlihat dari nilai rata-rata (mean) serta distribusi frekuensi yang dimiliki oleh masing-masing indikator pada dimensi konatif. Dari sebelas indikator, 6 indikator memiliki jawaban positif yang tinggi. Akan tetapi, apabila dilihat dari rata-rata (mean) keseluruhan yang sebesar 3.31 artinya responden yang dalam hal ini mahasiswa UI secara garis besar berada pada tingkatan sedang untuk mendukung gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Analisis lebih detil untuk menjelaskan posisi netral pada dimensi konatif ini akan dijabarkan lebih lanjut. Mayoritas mahasiswa mendukung bahwa ganja masuk dalam golongan narkotika dan
mereka
juga
mendukung
peraturan
sanksi
hukuman
pidana
bagi
pengguna/penjual/distibutor/penanam ganja di Indonesia karena mengonsumsi ganja dinilai akan mengganggu orang lain dan menyebabkan kecanduan, meskipun sebanyak sebagian responden secara mayoritas mendukung pernyataan bahwa mengonsumsi ganja merupakan hak masing-masing individu. Akan tetapi, peneliti juga menemukan mahwa mayoritas responden juga ternyata tidak mendukung sepenuhnya pelaksanaan UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 di Indonesia saat ini. Wawancara lebih lanjut yang dilakukan oleh 10 responden mengatakan bahwa alasan mereka tidak mendukung pelaksanaan undang-undang tersebut meskipun mereka mendukung sanksi pidana untuk pengguna/penjual/distributor/penanam ganja adalah terdapat pada poin keputusan hukum yang diberikan. Mereka mengatakan setuju dengan komponen isi peraturan perundang-undangan beserta ketentuan sanksinya, akan tetapi pelaksanaan realitanya dilapangan kerap tidak sesuai dengan peraturan yang sebenarnya. Ada beberapa keputusan yang dirasa kurang adil, namun ada pula yang dirasa terlalu ringan. Maka dari itu perlu ditinjau kembali pelaksanaan dan evaluasi mengenai perundang-undangan tersebut. Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Selanjutnya mayoritas responden ternyata mendukung adanya legalisasi ganja di Indonesia secara umum terutama pada pemanfaat ganja dalam industri dan medis. Ketiga komponen tersebut secara bersamaan mengorganisasikan sikap individu. Masingmasing aspek tersebut memang merupakan komponen yang kontrak teoritiknya berbeda satu sama lain. Sikap merupakan suatu konsep multidimensional yang terdiri dari kognitif, afektif dan konatif seperti yang telah diuraikan di atas. Sekalipun kesemua komponen berada pada suatu kontinum evaluatif akan tetapi pernyataan masing-masing dapat berbeda (Breckler, 1984; Ostrom, 1969; dalam Azwar, 2005). Sebagai contoh dalam penelitian ini, mahasiswa yang mengetahui gagasan legalisasi ganja di Indonesia (kognisi positif) bisa saja tidak menyukai keberadaan gagasan legalisasi ganja tersebut (afeksi negatif), tetapi bersedia mendukung segala kegiatan yang berhubungan dengan upaya legalisasi ganja di Indonesia (konasi positif). Secara keseluruhan, rata-rata (mean) variabel sikap (attitude) adalah 3,25. Angka ini termasuk dalam kategori netral. Responden secara general tidak terlihat setuju ataupun tidak setuju dalam keseluruhan gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Sejalan dengan sikap mahasiswa yang juga netral atas amandemen UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 di Indonesia (nilai mean 3.00) dan advokasi Undang Undang Pengelolaan Ganja Republik Indonesia (nilai mean 3.33) Akan tetapi apabila dianalisis lebih detil dan terpisah, responden ditemukan setuju dengan poin legalisasi ganja dalam pemanfaatannya untuk bidang industri dan medis. Hal ini dapat dilihat dari nilai mean yang sangat tinggi pada indikator pemanfaatan ganja dalam bidang industri dan bidang medis tersebut. Hal yang membuatkan sikap mahasiswa menjadi netral secara keseluruhan adalah karena sangat rendahnya nilai mean pada gagasan legalisasi ganja untuk rekresional. Hal ini diukur dari indikator poin hak individu dan ketergangguan seseorang terhadap pengguna ganja (indikator 8 dan 9 pada setiap dimensi). Jika dilihat dari persentase pada seluruh indikator yang ada, sikap yang tidak setuju akan gagasan legalisasi ganja di Indonesia untuk rekreasional bisa dikarenakan pengetahuan yang sangat sedikit mengenai UU Narkotika No.35 Tahun 2009 sendiri dan anggapan yang masih mendominasi bahwa ganja menyebabkan ketergantungan dan bisa mengganggu orang lain. Sedangkan sikap setuju yang tinggi terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia dalam bidang industri dan medis bisa pula dikarenakan pengetahuan yang sudah sangat baik terhadap informasi tersebut.
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Sikap tersebut ternyata juga dipengaruhi oleh empat faktor, yakni self experience, significant others, media, dan gender. Pertama pengalaman pribadi (self experience). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap responden pengguna ganja (user) dengan sikap responden bukan pengguna ganja (non-user) terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Responden pengguna ganja memiliki sikap lebih positif atau setuju dengan gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Meskipun presentase responden pengguna ganja jauh lebih sedikit dibandingan bukan pengguna, namun perbedaan yang dihasilkan tetap signifikan.Penemuan ini telah membuktikan pernyataan dari konsep utilitarium function dan the ego defensife function yang dikemukakan oleh Katz (1964) sebagai fungsi dari sikap. Utilitarium function mengatakan bahwa seseorang meyetujui atau menyukai suatu gagasan dikarenakan fungsi atau manfaat yang akan didapat pada dirinya. Responden pengguna ganja akan cenderung menyetujui gagasan legalisasi ganja ini karena mereka merasakan manfaatnya apabila terealisasikan. Manfaat dalam hal ini adalah mengonsumsi ganja itu sendiri dengan bebas tanpa tebatasi oleh ancaman hukuman pidana seperti yang berlaku hingga saat ini. Sedangkan the ego defensife function merupakan konsep yang menjelaskan bahwa keberadaan sikap akan melindungi seseorang dari ancaman eksternal maupun perasaan dari dalam dirinya. Hal ini berlaku untuk kedua responden. Responden pengguna ganja membentuk sikap postif tegas dikarenakan untuk melindungi dirinya dari ketidaktenangan yang dirasakan selama ganja masih dilarang di Indonesia. Dan bagi responden bukan pengguna ganja, sikap yang tidak mendukung merupakan bukti dari upaya mereka dalam melindungi citra diri dari keraguan, bahwa mereka memiliki pendirian. Faktor kedua yang mempengaruhi sikap adalah significant others atau lingkungan pertemanan yang berpengaruh. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki teman pengguna ganja memiliki sikap lebih positif atau mendukung gagasan legalisasi ganja di Indonesia dibandingkan responden yang tidak memiliki teman pengguna ganja. Jalaluddin Rakhmat (1998) dalam bukunya “Psikologi Komunikasi” mengatakan bahwa sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir melainkan hasil dari pembelajaran. Karena itu sikap dapat dibentuk atau diubah, tergantung dari lingkungan pembelajaran seseorang. Bisa saja sikap awal seorang yang kontra terhadap legalisasi ganja pada awalnya, berubah menjadi sangat pro ketika ia telah sering bergaul di lingkungan pertemanan pengguna ganja.
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Faktor ketiga yang berpengaruh dalam pembentukan sikap seseorang adalah media. Ditemukan bahwa responden yang mengaku menerima informasi mengenai gagasan legalisasi ganja di Indonesia melalui social media memiliki sikap yang jauh lebih positif terhadap gagasan tersebut dibandingkan dengan responden yang menerimanya melalui media konvensional seperti televisi, radio, majalah, dan koran. Hal ini sejalan pula dengan frekuensi penerimaan informasi mengenai gagasan legalisasi ganja yang diterima. Responden yang mendapatkan informasi tersebut melalui media sosial memang lebih intens dibandingkan dengan responden yang menerima informasi dari media konvensional. Hal ini diakibatkan saluran utama dari gerakan legalisasi ganja ini adalah media-media sosial yang dianggap lebih efisien dan efektif untuk menyasar target khalayak. Namun penemuan yang menarik juga didapatkan melalui penelitian ini terkait media. Ternyata responden yang juga memiliki sikap sangat positif atau mendukung legalisasi ganja di Indonesia ini mengaku menerima informasinya melalui media offline, yakni tatap muka dalam acara kampanye atau special event. Walaupun frekuensi penerimaan informasinya terbilang jauh lebih sedikit dibandingkan media sosial dan konvensional, tetapi sikap yang dibentuk tetap bisa positif. Ini dikarenakan bahwa orang-orang yang biasanya hadir dalam acara offline gerakan legalisasi ganja di Indonesia ini merupakan simpatisan atau anggota organisasi Lingkar Ganja itu sendiri. Dengan kata lain, mereka memang telah memiliki latar belakang pendukung gagasan legalisasi ganja ini. Faktor terakhir atau keempat yang mempengaruhi sikap seseorang adalah gender. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa responden laki-laki cenderung lebih positif atau mendukung gagasan legalisasi ganja di Indonesia dibandingkat perempuan yang cenderung netral. Ini dikarenakan pengguna narkotika (termasuk ganja) di Indonesia sebagian besar adalah pemuda berumur 20-25 tahun yang 90% nya adalah pria. Survey ini dilakukan oleh Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) cabang DKI Jaya. Dengan demikian maka hasil ini dapat dikaitkan pula dengan self experience responden sehingga membuat ia memutuskan untuk mendukung. Dari kelima, faktor yang diteliti, ternyata hanya empat yang memiliki pengaruh signifikan terhadap sikap seseorang terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Variabel yang tidak terbukti memiliki pengaruh adalah budaya. Ini menunjukkan bahwa budaya tidak selamanya berpengaruh terhadap pebentukan sikap seseorang. Dalam penelitian Laroche, Toffoli, Kim, dan Muller (1996) budaya memiliki pengaruh terhadap sikap masyarakat Kanada terhadap masalah lingkungan global. Suku francophones (orang-orang berasal dari Prancis yang sudah lama tinggal di Kanada) dinilai memiliki sikap yang lebih peduli terhadap Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
masalah lingkungan global dibandingkan ontario anglophones (suku asli yang ada di Kanada). Namun hal ini tiak berlaku dalam konteks legalisasi ganja. Bisa juga dikarenakan sebagian besar responden merupakan perantauan lama yang telah menetap di Ibu Kota Jakarta sedari kecil. Sehingga kebanyakan budaya tradisional atau asli yang mereka miliki tidak terlalu berpengaruh.
Kesimpulan Penelitian ini menyimpulkan bahwa responden yang dalam hal ini mahasiswa UI, memiliki sikap netral terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia. Netral tersebut terjadi karena adanya perbedaan sikap responden pada masing-masing poin legalisasi ganja. Responden cenderung tidak setuju apabila ganja dilegalkan untuk rekreasional, namun sangat setuju apabila ganja menjadi legal pemanfaatannya dalam bidang industri dan medis. Sikap ini dipengaruhi oleh empat faktor, yakni gender, media, pengalaman pribadi (self experience), dan lingkungan pertemanan (significant others).
Saran Peneliti merekomendasikan agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai sikap (attitude) masyarakat terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia, secara kuantitatif dengan melihat hubungannya dengan kampanye atau komunikasi persuasif dengan penarikan sampel yang probabilita, sehingga generalisasinya lebih kuat. Selain itu penelitian lanjutan secara kualitatif juga diperlukan dengan wawancara mendalam sehingga bisa menggali informasi apa saja, dan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi sikap tersebut dapat mempengaruhi seseorang. Dengan wawancara mendalam juga bisa ditemukan faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap dengan analisis yang lebih mendalam pula. Sedangkan, saran dalam tataran praktis ditujukan kepada para pihak yang berupaya untuk menyebarkan gagasan legalisasi ganja di Indonesia bahkan hingga sampai tahapan persuasif untuk mengadvokasi amandemen UU Narkotika No.35 Tahun 2009 atau pembuatan UndangUndang Pengelolaan Ganja Republik Indonesia agar lebih menganalisa lagi poin-poin legalisasi ganja yang akan diajukan. Melihat posisi ganja yang kontroversial namun telah ditetapkan dalam tempo yang cukup lama terdahulu sebagai tanaman yang termasuk dalam golongan narkotika golongan 1 serta dapat menganggu serta membahayakan orang lain dan
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
penggunanya. Hal ini untuk menghindari upaya legalisasi ganja yang oportunis, dengan kata lain untuk menguntungkan pengguna rekreasionalnya saja agar tidak mendapatkan hukuman pidana bila mengonsumsi/menjual/mendistribusi/menanam ganja tersebut. Ini telah dibuktikan dari penelitian ini dengan ketidaksetujuan resposden khususnya mahasiswa terhadap pemanfaatan ganja untuk rekreasional. Namun mahasiswa setuju gagasan legalisasi ganja dalam bidang industri dan media tentunya dengan sistem dan pengelolaan yang baik dan benar.
Daftar Referensi Buku Azwar, Saiffudin. 2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Babbie, E. 1992. The Practice of Social Research. 6th Edition. California: Wardsworh Publishing Company. Bagus, M. Ghojali. 2010. Buku Ajar Psikologi Komunikais. Surabaya: Fakultas Psikologi Unair. Rakmat, Jalaluddin. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Cresswell, John W. 2009. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Denzin, Norman K. dan Lincoln, Yvonna S. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Eriyanto. 2011. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, Prenada Media Group. Hair, dkk. 2006. Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. New Jersey : Pearson Education Hart, Carl L. At all. 2009. Drugs, Society and Human Behavior. New York: McGraw-Hill. Hawari, Dadang. 2006. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hudaniah dan Dayakisni, T. 2003. Psikologi sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah. Husein, Umar.1999. Metode Penelitian: Aplikasi dalam Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Lattimore, D., Baskin, O., Heiman, S. T. dan Toth. E. L. 2009. Public Relations: The Profession and Practice. Third Edition. New York: McGraw-Hill. Malhotra, Naresh K. 2007. Marketing Research An Applied Orientation. Fifth Edition. New Jersey: Pearson Education.
Narayana, Dhira dkk. 2011. Hikayat Pohon Ganja. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Neuman, W.Laurence.2003.Social Research Method: Qualitative and Quatitative Approaches. 4th Edition. Boston: Allyn and Bacon. Oskamp, Stuart dan Schultz, P. Wesley. 2005. Attitudes and Opinions. London: Lawrence Erlbaum Associates. Patton, George C dkk. 2002. Cannabis Use and Mental Health in Young People: Cohort Study. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2005. Metode-Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Purba, Amir, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Medan: Pustaka Bangsa Press. Ruben, D. Brandon & Steward, P. Lea. 2006. Communication and Human Behavior. Boston: Pearson Education Inc. Ruslan, Rosady. 2004. Metode Penelitian Public Relations & Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Salim, Agus. 2006. Teori Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. Salomon, Michael R. 2004. Consumer Behaviour: Buying, Having and Being. New Jersey: Pearson Education. Setiawan, Nugraha. 2005. Statistik Nonparametrik untuk Penelitian Sosial Ekonomi Peternakan. Bandung: Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Siegel, Sidney. 1992. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : Gramedia. Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sugiharto, et.al. 2001. Teknik Sampling. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sugiono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tim Merah Putih. 2012. UU Narkotika No 35 Tahun 2009. Jakarta. Merah Putih. Umar, Husein. 2013. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi 2. Jakarta: Rajawali Press. Widiyanto, Joko. 2012. SPSS For Windows. Surakarta: Badan Penerbit-FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wawan. A dan M. Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia Dilengkapi contoh Kuesioner. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Nuha Medika. Zulganef. 2008. Metode Penelitian Sosial & Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Skripsi Adriyanti, Luzi. 2004. Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Terhadap Psikiatri. Depok: Universitas Indonesia. Chahyani, Isti. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Mahasiswa Reguer FIK UI terhadap RUU Keperawatan. Depok: Universitas Indonesia. Leonita. 2012. Analisis Sikap Konsumen pada Co-Branding Walls Buavita. Depok: Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Lestari, Putri Arum. 2012. Persepsi Mahasiswa di Surabaya Terhadap Akun Lingkar Ganja Nusantara (LGN) dalam Situs Jejaring Sosial Facebook. Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Sukaedah, Een. 2001. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Sikap Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Siswa Kelas Dua SMU Negeri Kota Tangerang. Depok: Universitas Indonesia. Sutedjo, Mansur. 1997. Sikap Staf Perpustakaan Pergurua Tinggi di Pulau Jawa terhadap Automasi Perpustakaan. Depok: Universitas Indonesia.
Jurnal Ilmiah Ayu, Nila Desanda Dara Ayu dan Tantri Widiastuti. 2011. Pengaruh Faktor Kebudayaan, Sosial, Pribadi dan Psikologi terhadap Perilaku Pembelian. Aset hal. 165-174 Vol. 13 No. 2 ISSN 1693-928X. Diakses dari http://resources.widyamanggala.ac.id/aset/132/1327.pdf pada Kamis, 17 April 2014. Belle- Isle, L. dan A. Hathaway. 2007. Barriers to Access to Medical Cannabis for Canadians Living with HIV/AIDS Care. April 2007; 19(4):500,506. Hall, Robin. 1993. How Children Think and Feel about War and Peace: An Australian Study. Journal of Peace Research Vol.30 No. 2 pp. 181-196. Diakses dari http://www.jstor.org/discover/10.2307/425198?uid=3738224&uid=2129&uid=2&uid=70&uid=4&sid=21 104426795033 pada Senin, 14 April 2014. Järvinen, Margaretha dan Jeannete, Østergaard. 2011. Dangers and Pleasures: Drug Attitudes and Experiences Among Young People. Acta Sociologica Vol. 54 No. 4 Desember, pp. 333-350. DOI: 10.2307/41330470. Diakses dari http://www.jstor.org/discover/10.2307/41330470 pada Jumat, 18 April 2014. Lou, Chauhua dkk. 2011. Media’s Contribution to Sexual Knowledge, Attitudes, and Behaviors for Adolescents and Young Adults in Three Asian Cities. Journal of Adolescent Health 50 (2012) S26-S36. Davis, Melinda F. dkk. 2002. Attitudes toward Child Abuse Preventions. Journal of the Arizona-Nevada Academy of Science Vol. 34 No. 2 pp. 112-119.Diakses dari http://www.jstor.org/stable/10.2307/40022783 pada Senin, 14 April 2014. Laroche, Michel dkk. 1996. The Influence of Culture on Pro-Environmental Knowledge, Attitudes, and Behavior: a Canadian Perspective. NA - Advances in Consumer Research Volume 23, eds. Kim P. Corfman and John G. Lynch Jr., Provo, UT : Association for Consumer Research, Pages: 196-202. Diakses dari http://www.acrwebsite.org/search/view-conference-proceedings.aspx?Id=7942 pada Sabtu, 19 April 2014. Ours, Jan C. Van dan Jenny Williams. 2011. Cannabis Use and Mental Health Problems. Journal of Applied Econometrics Vol. 26 No. 7 November-Desember 2011. DOI: 10.2307/41336500. Diaksesdari http://www.jstor.org/discover/10.2307/41336500 pada Minggu, 13 April 2014. Patton, George C dkk. 2002. Cannabis Use and Mental Health in Young People: Cohort Study. British Medical Journal Vol. 325 No. 7374 November 2002 pp. 1195-1198. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/25452958 pada Minggu, 13 April 2014. Ratsch, Christian. 2001. Marijuana Medicine: a world tour of the healing and visionary powers of cannabis. Inner Traditions/Bear & Company. Servaty, Lisa dan Kirsten Weber. 2011. The Relationship between Gender and Attitudes toward Marriage. UWStout Journal of Student Research. Diakses dari http://minds.wisconsin.edu/handle/1793/53228 pada Jumat, 18 April 2014. Sidney, S. 2001. Marijuana Use in HIV-Positive and AIDS Patients: Results of an Anonymous Mail Survey. J Cannabis Ther 2001(3/4):035-41. Diakses dari http://www.cannabismed.org/index.php?tpl=journal&id=224&lng=en&fid=:&red=journallist pada Jumat, 16 Mei 2014.
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Wang. 2004. An Investigation Of Chinase Immigrant Consumer Behaviour In Toronto, Kanada. Journal of Retailing and Consumer Service No 11, pp 307-320.
Website Audifax. (7 April 2014). Flower Generation. Diakses http://www.andriewongso.com/articles/details/12998/Flower-Generation pada Selasa 24 Juni 2014.
dari
Carpenter, Susan. (18 April 2010). Hemp, from hippie to hip. Diakses http://articles.latimes.com/2010/apr/18/image/la-ig-hemp-20100418 pada Jumat, 11 April 2014.
dari
Chaniago, Taslim. Menyoal Legalisasi Ganja di Indonesia, Mungkinkan?. http://www.padangekspres.co.id/?news=nberita&id=436 pada Selasa, 24 Juni 2014.
dari
Diakses
Eyle, Nicolas. (17 April 2010). Armani, Calvin Klein, & Whole Foods Like Hemp. Diakses dari http://www.reconsider.org/wordpress/?p=326 pada 19 Maret 2014. Fajar Widiantoro, Fajar. (22 Juli 2009). 'Legalisasi Ganja' Tembus 11 Ribu Dukungan di Facebook. Diakses dari http://inet.detik.com/read/2009/07/22/142256/1169451/398/legalisasi-ganja-tembus-11-ribu-dukungan-difacebook pada 28 Mei 2014. Gobel, Fatmah Afrianty. (November 2011). Ganja Aceh Untuk Medis, Halalkah?. Diakses dari http://www.atjehcyber.net/2011/11/ganja-aceh-demi-dunia-medis.html pada Senin, 23 Juni 2014. Husein. (15 Juli 2012). Jabar Rangking Kedua Pemakai Ganja Terbesat di Indonesia. http://www.lensaindonesia.com/2012/07/15/jabar-rangking-kedua-pemakai-ganja-terbesar-diindonesia.html pada Selasa, 24 Juni 2014. Khadavi, Robbi. (9 Mei 2014). Ganja Bukan Untuk Terapi Medis. http://rsudtpi.kepriprov.go.id/read_more2.php?idberita=11 pada Rabu, 25 Juni 2014. Li,
Diakses
dari
Okti. (9 Mei 2014). Menyikapi Global Marijuana March Indonesia. Diakses dari http://tetehokti.com/2014/05/09/menyikapi-global-marijuana-march-indonesia/ pasa Jumat, 11 April 2014.
Muslihah, Eni. (20 Februari 2014). Polisi Tangkap Pemuda Pembawa Ganja 50 Kg di Bakauheni. Diakses dari http://regional.kompas.com/read/2014/02/20/2225564/Polisi.Tangkap.Pemuda.Pembawa.Ganja.50.Kg.di. Bakauheni pada Jumat, 11 April 2014. Nesiarise. (14 Maret 2014). Universitas Indonesia, Laksana Miniatur Indonesia. Diakses dari http://news.liputan6.com/read/2022755/universitas-indonesia-laksana-miniatur-indonesia pada Rabu, 25 Juni 2014. Permana, M Sidik. (16 Mei 2013). Mahasiswa Bandar Ganja Dicokok Polisi. Diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2013/05/16/064480886/Mahasiswa-Bandar-Ganja-Dicokok-Polisi pada Selasa, 24 Juni 2014. Sabanah. (15 November 2013). UI-BNN Menggelar Diskusi Kontroversi Legalisasi Ganja. Diakses dari http://www.ui.ac.id/id/news/archive/6911 pada Rabu 19 Maret 2014. Shaleh. (September 2011). Ganja Aceh, Mau?. Diakses dari http://www.atjehcyber.net/2011/09/di-aceh-menjadipenikmat-ganja-tak.html pada Selasa, 24 Juni 2014. Sharley, Delvi. (17 Juli 2012). Budaya Ganja di Aceh. Diakses dari http://www.legalisasiganja.com/budayaganja-di-aceh/ pada Selasa, 24 Juni 2014. Tobing, Letezia. (2 September 2013). Hukum Menanan Cannabis (Ganja). Diakses dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt522150607489f/hukum-menanam-cannabis-(ganja) pada Rabu, 19 Maret 2014. Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
Wicaksana, Inu. (27 Mei 2011). Jaman Dulu ‘Gelek’, Sekarang ‘Cimeng’, Itulah Ganja Pengganti HeroinI. Diakses dari http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2011/05/27/jaman-dulu-gelek-sekarang-cimengitulah-ganja-pengganti-heroin-368354.html pada Selasa, 24 Juni 2014. Regulasi Ganja: Diperlukan atau Tidak?. Diakses http://medicalmarijuana.procon.org/view.source.php?sourceID=191 pada Selasa, 24 Juni 2014.
dari
(12 Maret 2009). Ganja Aceh. Diakses dari http://acehpedia.org/Ganja_Aceh pada Senin, 23 Juni 2014. (29
Maret 2014). Bahaya Pengguna Ganja. Diakses ganja/#ixzz36OiirQXA pada Selasa 24 Juni 2014.
dari
http://doktersehat.com/bahaya-pengguna-
(9 Juni 2013). Most Wanted Drug Part 1-Cannabis. Diakses Dari http://antoniwijaya.com/?p=130 pada Selasa, 24 Juni 2014. http://analisisjalur.blogspot.com/2014/03/buku-metode-statistika-parametrik-dan_13.html ini buku statistik ( 16 Juni 2014, pukul 23.23) http://hukum.kompasiana.com/2011/01/10/legalisasi-makna-dan-penggunaanya-332125.html (18 Maret 2014, pukul 22.13) http://isjournal.org/representative/?p=320 (24 Juni 2014, pukul 19.45) http://www.legalisasiganja.com/gmm2014/ (18 Maret 2014, pukul 22.15) http://www.legalisasiganja.com/profil/ (18 Maret 2014, pukul 22.15) http://www.legalisasiganja.com/regulasi-ganja/ (24 Juni 2014, pukul 23.39) http://www.legalisasiganja.com/uu-narkotika/ (11 Januari 2014, pukul 23.33) http://legalisasiganja.tumblr.com/ (11 Januari 2014, pukul 23.30) http://www.njspotlight.com/stories/14/03/30/in-state-where-marijuana-is-now-legal-lessons-and-challenges-fornew-jersey/ (30 Maret 2014, pukul 14.20) http://www.psychologymania.com/2012/09/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-sikap.html pukul 21.22)
Universitas Indonesia
Sikap Mahasiswa terhadap..., Mira Natasya Aulia Siregar, FISIP UI, 2014
(10
Januari
2014,