ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENGAMBILAN PEMBIAYAAN DAN PENILAIAN EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH BAGI USAHA KECIL PADA BMT DANA INSANI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI YOGYAKARTA
Aulia Noviandi Barus A14104054
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
AULIA NOVIANDI BARUS. Analisis Faktor-Faktor Pengambilan Pembiayaan dan Penilaian Efektivitas Pembiayaan Syariah Bagi Usaha Kecil pada BMT Dana Insani Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI) Salah satu kendala bagi usaha kecil adalah lemahnya permodalan yang dirasakan oleh para pelaku usaha baik yang bergerak disektor pertanian maupun sektor non pertanian. Langkah awal yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi lemahnya sumber modal untuk operasional usaha kecil adalah meningkatkan permodalan melalui lembaga keuangan yang menawarkan sistem administrasi lebih sederhana dari pada kalangan perbankan pada umumnya. Ini tercermin dari jumlah syarat pengajuan yang lebih sedikit dan tidak memberatkan para pelaku usaha kecil. Lembaga keuangan seperti ini yang disebut sebagai lembaga keuangan mikro (LKM). Lembaga keuangan mikro sebagai salah satu penopang perekonomian negara indonesia dengan memberikan pembiayaan terhadap usaha kecil sangat diharapkan dapat membantu dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Salah satunya adalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang memiliki standar operasional yang berbasis syariah. BMT menyelenggarakan usaha pelayanan jasa keuangan dalam skala mikro, kecil dan menengah memiliki misi sosial dan bisnis. BMT Dana Insani adalah salah satu lembaga keuangan mikro di Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta yang berlandaskan sistem syariah dalam operasionalnya sudah berdiri selama kurang lebih 7 tahun sejak tanggal 1 Juni 2001. Selama perkembangannya, BMT Dana Insani telah mendirikan dua kantor cabang di dua kecamatan berbeda untuk meningkatkan pelayanan terhadap para nasabahnya. Dalam penyaluran pembiayaan, BMT Dana Insani menerapkan konsep prosedur yang sederhana sehingga memudahkan bagi para nasabahnya yang ingin mendapatkan pembiayaan. Tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) menganalisis tingkat efektivitas pembiayaan yang berlangsung pada BMT Dana Insani, (2) menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan syariah pada BMT Dana Insani. Dari tujuan tersebut dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis menggunakan skala Likert dan regresi linear berganda yang hasilnya disajikan secara deskriptif. Selang penilaian penyaluran pembiayaan dinilai dari skor penilaian. Pada tahap pengajuan pembiayaan memiliki nilai skor yang paling tinggi diantara tahapan-tahapan lainnya dalam pembiayaan yaitu sebesar 334. Skor tersebut mengindikasikan bahwa BMT Dana Insani memiliki kemudahan prosedur pembiayaan yang dirasakan oleh seluruh nasabahnya. Aspek kemudahan prosedur dan keramahan petugas dalam melayani pengajuan dinilai sangat baik oleh responden dibanding aspek-aspek lainnya dalam tahap pengajuan pembiayaan yaitu dengan skor 90. Sedangkan aspek jaminan pembiayaan memiliki skor paling rendah yaitu 65, dalam mempengaruhi penilaian pengajuan pembiayaan.
Dari keseluruhan skor dalam tahap-tahap pembiayan sampai dampak terhadap nasabah diperoleh rata-rata skor dengan nilai 310. Ini menunjukkan bahwa tahapan prosedur pembiayaan sampai dengan dampak pembiayaan yang dirasakan oleh nasabah sudah memenuhi kriteria efektif dalam penilaian. Ini berarti bahwa keseluruhan prosedur sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi pada bagian pemanfaatan pembiayaan, pihak BMT masih belum cukup optimal dalam memberikan bantuan teknik dan pengawasan rutin terhadap nasabahnya yang mendapatkan modal pembiayaan untuk menjalankan usaha. Seluruh responden mengatakan bahwa tidak adanya bantuan teknik yang diberikan oleh pihak BMT. Ini dikarenakan kekurangan sumber daya manusia pada pihak BMT itu sendiri yang bertugas untuk memberikan pengawasan dan bantuan teknik secara langsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan oleh nasabah di BMT Dana Insani yaitu faktor skala usaha (lnSU) dan jangka waktu realisasi pembiayaan (lnJWR) pada koefisien keyakinan 99 persen. Faktor jangka waktu angsuran (lnJW) dan sektor usaha (D) berpengaruh terhadap jumlah pembiayaan yang diambil pada koefisien keyakinan 90 persen. Dan faktor jumlah karyawan (lnJK) berpengaruh terhadap jumlah pengambilan pembiayaan pada koefisien kepercayaan 85 persen. Dari segi sektor usaha nasabah, pihak BMT untuk saat ini lebih memfokuskan kepada nasabah yang memiliki usaha sebagai pedagang. Hal ini dikarenakan perputaran uang di sektor ini lebih cepat dibandingkan sektor-sektor usaha lainnya. BMT Dana Insani dinilai perlu meningkatkan pengawasan, pembinaan dan juga bimbingan teknik terhadap para nasabah yang meminjam pembiayaan untuk modal kerja. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan terjadwal oleh pihak BMT sehingga dapat mengetahui sejauh mana perkembangan usaha nasabah. Selain itu juga dapat meminimalkan resiko pembiayaan yang bermasalah. Oleh karena itu, pihak pemerintah diharapkan lebih fokus untuk mengentaskan masalah kemiskinan dengan memfasilitasi pengadaan pelatihan-pelatihan bagi peningkatan keahlian para pelaksana BMT. Pihak BMT diharapkan memperhatikan sektor usaha selain perdagangan dalam memberikan pembiayaan. Contohnya pada bidang pertanian, karena sektor ini juga sangat membutuhkan sejumlah modal pembiayaan yang akan digunakan untuk kegiatan usahanya. Dari penelitian ini menyebutkan bahwa sektor pertanian berpengaruh nyata dan memiliki tanda estimasi negatif, yang berarti bahwa nasabah yang memiliki usaha disektor pertanian mengalami penurunan jumlah pengambilan pembiayaan bila dibandingkan sektor non petanian. Dalam pelaksanaannya BMT harus selalu melakukan monitoring dan pembinaan sehingga usaha dari nasabah yang bergerak dibidang pertanian dapat memperoleh hasil yang diharapkan.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENGAMBILAN PEMBIAYAAN DAN PENILAIAN EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH BAGI USAHA KECIL PADA BMT DANA INSANI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI YOGYAKARTA
AULIA NOVIANDI BARUS
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul
: Analisis Faktor-Faktor Pengambilan Pembiayaan dan Penilaian Efektivitas Pembiayaan Syariah Bagi Usaha Kecil pada BMT Dana Insani Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta
Nama
: Aulia Noviandi Barus
NRP
: A14104054
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 19530718 197803 2 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus : __________________
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA KARYA ILMIAH INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA ILMIAH SENDIRI DAN BELUM
PERNAH
DIAJUKAN
SEBAGAI
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Aulia Noviandi Barus A14104054
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 9 November 1986 dari ayah Alm. Simpan Barus dan ibu Zusfiarti. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan penulis pada tahun 1998 di SD Al-Azhar Medan. Pendidikan tingkat menengah diselesaikan penulis pada tahun 2001 di SLTP MMA UISU Teladan Medan. Pendidikan tingkat atas diselesaikan penulis pada tahun 2004 di SMU Negeri 3 Padang Sidempuan. Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti pendikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Pertanian periode 2007-2008 dan lembaga organisasi mahasiswa daerah Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan periode 2005-2006.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar tanpa ada hambatan berarti. Skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Pengambilan Pembiayaan dan Penilaian Efektivitas Pembiayaan Syariah Bagi Usaha Kecil pada BMT Dana Insani Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta” ini, bertujuan untuk menganalisisi prosedur pembiayaan yang terjadi, faktor-faktor penduga yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan serta efektivitas pembiayaan tersebut pada nasabahnya. Dalam skripsi ini menerangkan faktor-faktor penduga yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan syariah antara lain adalah: jumlah karyawan, pengalaman usaha, penerimaan usaha, skala usaha, pengalaman pengambilan pembiayaan, jagka waktu realisasi pembiayaan, jangka waktu angsuran pembiayaan, dan sektor usaha nasabah, dalam hal ini dilihat dari sektor pertanian dan sektor non pertanian. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang dinamika lembaga keuangan mikro khususnya BMT dalam menyalurkan pembiayaan kepada para nasabahnya untuk memenuhi kebutuhan modal usahanya. Serta dapat juga digunakan sebagai bahan evaluasi pada BMT Dana Insani dalam memberikan fasilitas layanan pembiayaan kepada pengusaha kecil baik yang bergerak di sektor pertanian ataupun sektor lain. Sepenuhnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari pihak-pihak yang terkait. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2009 Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1.
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan arahan kepada Penulis.
2.
Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama dalam ujian sidang penulis.
3.
Arif Karyadi Uswandi, S.P selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan Departemen Agribisnis.
4.
Mama yang telah mendidik dan membesarkan, memberi semangat, dan mendo’akan setiap saat dengan kasih sayang dan juga kepada kakak dan adik tercinta Kak Uli dan Mira atas perhatian, dukungan dan kasih sayang.
5.
Seluruh keluarga besar penulis om Yan, om Rul, mak Ngah, mak Uncu, mak Dang, tek Nen, tek Upik, tek Net, tek Atik, tek Rina, bi Uda, bi Tengah, uda Rahmat, uda Syahril, tante Eva, tante Neng dan semua yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
6.
Mas Fahmi selaku Manager Umum, Mas Joko selaku Manager Operasional, Mas Aris selaku Kabag Marketing dan seluruh keluarga besar BMT Dana Insani yang telah membantu dalam proses penelitian yang dijalani oleh penulis.
7.
Teman-teman AGB 41: Gandhi, Erik, Saut, Doni, Ricard, Haritz, Agus, Ica, Nuy dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
8.
Teman-teman angkatan 41 IMATAPSEL Bogor: Ilham, Insanul, Nina, Rika, Kiki, Ana, Saleh, Epit, Nora, Ade, Zami dan semua yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungannya.
9.
Pondok Saroha Crew: Bang Roy, Leo, Zamzami, Dedi, Andri terima kasih atas kebersamaannya.
10. Semua orang yang penulis sayangi dan cintai. Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan kemudahan dalam segala hal dan balasan yang setimpal atas amal baik Bapak/Ibu/Saudara/i. Amin.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................
v
DAFTAR TABEL .......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
x
I. PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................
11
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................
11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...................................................................
12
II. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
13
2.1 Sistem dan Prosedur Pembiayaan Syariah .........................................
13
2.2 Produk Pembiayaan Syariah ..............................................................
15
2.3 Lembaga Keuangan Mikro ................................................................
22
2.3.1 Pengertian Lembaga Keuangan Mikro .....................................
22
2.3.2 Prinsip Lembaga Keuangan Mikro ...........................................
23
2.3.3 Jenis-jenis LKM di Indonesia ...................................................
23
2.4 Karakteristik Usaha BMT ..................................................................
24
2.5 Aspek Legalitas BMT ........................................................................
25
2.6 Visi Misi dan Tujuan BMT ................................................................
26
2.7 Prinsip Operasional BMT ..................................................................
27
2.8 Efektivitas Pembiyaan .......................................................................
29
2.9 Penelitian Terdahulu ..........................................................................
32
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................
36
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................
36
3.2 kerangka Pemikiran Operasional .......................................................
39
v
IV. METODE PENELITIAN.....................................................................
42
4.1 Lokasi danWaktu Penelitian ..............................................................
42
4.2 Metode Pengumpulan Data ................................................................
42
4.3 Penentuan dan Sumber Data ..............................................................
43
4.4 Metode Penenteuan Responden .........................................................
43
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ..............................................
44
4.6 Definisi Operasional ..........................................................................
52
V. GAMBARAN UMUM BMT .................................................................
54
5.1 Sejarah Singkat BMT Dana Insani ....................................................
54
5.2 Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi BMT Dana Insani ..............
56
5.2.1 Ruang Lingkup Organisasi BMT Dana Insani .........................
56
5.2.2 Struktur Organisasi BMT Dana Insani .....................................
57
5.3 Produk-Produk BMT Dana Insani .....................................................
58
5.4 Perkembangan BMT Dana Insani ......................................................
61
5.4.1 Kondisi Keanggotaan................................................................
61
5.4.2 Kondisi Keuangan.....................................................................
62
5.5 Pelaksanaan Pembiayaan di BMT Dana Insani .................................
63
5.5.1 Tahap Pengajuan Pembiayaan ..................................................
63
5.5.2 Tahap Pencairan Pembiayaan ...................................................
65
5.5.3 Tahap Pemanfaatan dan Pengembalian Pembiayaan ................
66
VI. ANALISIS EFEKTIVITAS DAN FAKTOR-FAKTOR PENGAMBILAN PEMBIAYAAN SYARIAH ..................................
69
6.1 Analisis Efektivitas Prosedur Pembiayaan di BMT Dana Insani ......
69
6.1.1 Analisis Efektivitas Tahap Pengajuan Pembiayaan ..................
69
6.1.2 Analisis Efektivitas Tahap Pencairan Pembiayaan ...................
71
6.1.3 Analisis Efektivitas Tahap Pemanfaatan Pembiayaan ..............
73
6.1.4 Analisis Efektivitas Tahap Pengembalian Pembiayaan ............
75
6.1.5 Analisis Dampak Pembiayaan Bagi Nasabah ...........................
77
6.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Pembiayaan ..................................................................
80
vi
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
87
7.1 Kesimpulan ........................................................................................
87
7.2 Saran ..................................................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
89
LAMPIRAN .................................................................................................
91
vii
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman
Perkembangan Jumlah Bank Syariah di Indonesia dan Unit Usaha Syariah Tahun 2002-2007 (unit) ..........................................................
3
2.
Perbedaan Operasional antara BMT dan Koperasi Konvensional ......
28
3.
Aspek-aspek yang Mempengaruhi Ketidakefektifan Pembiayaan Sistem Syariah .................................................................
4.
Jumlah Nasabah Responden Dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap Pengajuan Pembiayaan Pada BMT Dana Insani ......................
5.
78
Rekapitulasi Tanggapan Responden Terhadap Pembiayaan Yang Diberikan Oleh BMT ..........................................................................
10.
75
Jumlah Nasabah Responden Dalam Menanggapi Dampak Pembiayaan Yang Diberikan Oleh BMT Dana Insani ........................
9.
74
Jumlah Nasabah Responden Dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap Pengembalian Pembiayaan Pada BMT Dana Insani ................
8.
71
Jumlah Nasabah Responden Dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap Pemanfaatan Pembiayaan Pada BMT Dana Insani ..................
7.
69
Jumlah Nasabah Responden Dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap Pencairan Pembiayaan Pada BMT Dana Insani .......................
6.
31
79
Hasil Penduga Koefisien Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Pembiayaan Pada BMT Dana Insani ............................
81
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Jenis-jenis Pembiayaan ........................................................................
14
2. Pembiayaan Musyarakah .....................................................................
17
3. Pembiayaan Mudharabah ....................................................................
19
4. Pembiayaan Al-Muzara’ah ..................................................................
21
5. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian .......................................
41
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Struktur Organisasi BMT Dana Insani ................................................
91
2.
Penjelasan fungsi perangkat organisasi BMT Dana Insani .................
92
3.
Perkembangan Keanggotaan BMT Dana Insani..................................
95
4.
Perkembangan Keuangan BMT Dana Insani ......................................
96
5.
Contoh Akad Pembiayaan ...................................................................
97
6.
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ..............................................
98
7.
Hasil Analisis Uji White Heterokedasticity .........................................
99
8.
Kuisioner Responden Mitra BMT Dana Insani ...................................
100
9.
Kuisioner Responden Mitra BMT Dana Insani ...................................
105
x
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan bank syariah melaju dengan pesat di Indonesia. Hal ini diawali sejak tahun 1992, yang ditandai dengan dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagai landasan hukum yang menjadi dasar perkembangan
perbankan syariah nasional. Kemudian pada tahun 1998,
pemerintah dan DPR melakukan penyempurnaan undang-undang perbankan tersebut menjadi UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang didalamnya diatur mengenai perbankan syariah dengan lebih jelas. Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah islam dan dasar operasionalnya menggunakan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Berbeda dengan pembiayaan menggunakan sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional, pembiayaan dengan sistem bagi hasil lebih memberikan citra keadilan (Antonio, 2001). Sistem bagi hasil lebih adil karena hasil yang diperoleh tergantung pada keberhasilan pengusaha yang mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan syariah. Sistem bunga bersifat lebih eksploitasi karena tidak melihat kondisi ekonomi riil dari pengusaha. Jika tingkat keuntungan lebih rendah, nasabah akan mengalami kesulitan mengembalikan pinjaman pokok dan bunganya.
Tidak hanya pada bank syariah, penerapan skim atau pola bagi hasil menjadi dasar pembiayaan yang diterpakan oleh lembaga keuangan mikro, yang lebih lanjut dapat disebut dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). LKMS merupakan lembaga keuangan yang melakukan jasa keuangan untuk pengusaha mikro dan masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan memakai pola pembiayaan syariah. Lembaga yang termasuk pada LKMS antara lain: Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Koperasi Baitul Maal wat Tamwil (KBMT), Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KSP Syariah). Bagi Indonesia, perbankan syariah adalah sesuatu yang relatif baru sekalipun konsep ini telah mulai dioperasikan oleh Bank Muamalat jauh sebelum krisis terjadi di Indonesia yaitu pada tahun 1992. Perbankan syariah yang menerapkan sistem bebas bunga di Indonesia saat ini telah memasuki periode perkembangan yang ditandai dengan dibukanya unit layanan perbankan yang berbasis syariah pada bank-bank konvensional. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dimana pada periode tahun 2002
sampai dengan tahun 2007 mengalami
pertumbuhan yang signifikan, dengan volume pertumbuhan usaha perbankan syariah hingga akhir tahun 2007 terjaga pada tingkat yang cukup tinggi yaitu 36,7 persen (Direktorat Perbankan Syariah BI, 2007).
2
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Bank Syariah di Indonesia dan Unit Usaha Syariah 2002-2007 (unit). Tahun Kelompok Bank 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Bank Umum Syariah 2 2 3 3 3 3 PT. Bank Muamalat 1 1 1 1 1 1 PT. BSM 1 1 1 1 1 1 PT. Bank Syariah Mega Indonesia 0 0 0 1 1 1 Unit Usaha Syariah 6 8 8 8 8 8 PT. Bank IFI 1 1 1 1 1 1 PT. BNI 1 1 1 1 1 1 PT. Bank Jabar 1 1 1 1 1 1 PT. BRI 1 1 1 1 1 1 PT. Bank Danamon 1 1 1 1 1 1 PT. Bank Bukopin 1 1 1 1 1 1 PT. BII 0 1 1 1 1 1 HSBC.Ltd. 0 1 1 1 1 1 BPRS 83 84 88 92 105 114 Total 91 94 99 103 116 125 Sumber: Direktorat Perbankan Syariah BI (2007)
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa perkembangan bank syariah sangat signifikan yaitu mengalami pertumbuhan sebesar 72,8 persen dari tahun 2002 sampai tahun 2007. Dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya nilai pertumbuhan pada periode tahun 2007 menunjukkan perbankan syariah akan terus tumbuh, sehingga pada masa yang akan datang dapat diprediksi sektor syariah menjadi unit pelayanan pembiayaan utama pada masyarakat disamping bank-bank konvensional yang masih menerapkan sistem bunga pada proses pembiayaan. Melihat perkembangan jumlah bank syariah maupun cabang unit usaha syariah pada Tabel 1, bisa disimpulkan bahwa cabang unit syariah menjadi salah satu unit ekonomi yang diharapkan dapat mendongkrak perekonomian Indonesia menjadi lebih baik karena pada operasionalnya lembaga keuangan syariah baik yang berbentuk bank ataupun lainnya lebih mengedepankan layanannya kepada masyarakat kecil. Meskipun demikian, hal ini belum dapat dikatakan berhasil untuk dapat mendongkrak perekonomian rakyat yang salah satunya dengan 3
penyaluran pembiayaan untuk menanggulangi kemiskinan. Ini dikarenakan perkembangan bank syariah masih terbatas dalam hal jumlah jaringannya. Peranan bank syariah belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat yang berada di pedesaan, dikarenakan masih terfokus di kota-kota besar (Direktorat Perbankan Syariah BI, 2003)1. Pendirian jaringan kantor sebuah bank umum syariah dalam upaya pemerataannya tentu membutuhkan investasi yang besar. Dengan begitu perlu adanya pola kemitraan antara bank umum syariah dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Keuangan mikro adalah merupakan jasa keuangan untuk pengusaha mikro dan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Lembaga keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan tersebut adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Jasa keuangan mikro yang dilaksanakan oleh lembaga keuangan mikro (LKM) memiliki ragam yang luas, antara lain memberikan jasa pinjaman (kredit), penghimpunan dana (saving) yang terkait dengan persyaratan pinjaman atau bentuk pembiayaan lainnya. Pengembangan lembaga keuangan pertanian pedesaan berada dibawah kerangka keuangan mikro. Lembaga Keuangan tersebut dikembangkan berdasarkan semangat untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat miskin, baik untuk kegiatan produktif yang dilakukan oleh berbagai kegiatan mikro, maupun kegiatan konsumtif keluarga masyarakat miskin tersebut (Deptan, 2002). Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia belakangan ini semakin pesat. Salah satu jenis LKM yang pesat berkembang di Indonesia adalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang menjalankan prinsip syariah agama Islam. Pada tahun 2007 Bank Muamalat Indonesia (BMI) bersama dengan Pusat
1
www.bi.go.id, Direktorat Perbankan Syariah (diakses pada 2 April 2008)
4
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) mendirikan sebanyak 525 BMT2. BMT adalah lembaga keuangan yang termasuk kepada lembaga keuangan mikro disamping lembaga keuangan formal dan memiliki peranan penting untuk menyalurkan kredit UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Pembiayaan kepada UMKM memiliki potensi dan peluang. Berdasarkan salah satu hasil survei Bank Indonesia (BI) tahun 2005 mengenai profil UMKM di Indonesia adalah bahwa UMKM masih enggan mengambil kredit ke bank konvensional karena tidak adanya agunan atau terlalu tingginya suku bunga bank. Selain itu, survei BI tersebut juga mendukung realita mengapa jumlah UMKM di Indonesia hanya sekitar 12 persen saja yang mengambil kredit ke bank. Hal ini dikarenakan pada umumnya bank konvensional telah mensyaratkan dilengkapinya berbagai dokumen seperti ijin usaha dan legalitas perusahaan (badan hukum), sedangkan kedua hal ini masih jarang dimiliki oleh sebagian besar UMKM. Munculnya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang memfokuskan kegiatan usahanya kepada pengusaha mikro, kecil dan menengah termasuk sektor pertanian diduga dapat memberikan dampak yang positif bagi para pengusaha, misalnya dengan peningkatan kesejahteraan keluarga pengusaha tersebut yang diakibatkan dari terpenuhinya modal usaha, sehingga usaha dapat berjalan dengan lancar seperti yang diharapkan. Sistem bagi hasil yang ditawarkannya mengakibatkan para pengusaha kecil menjadi leluasa bergerak karena tidak terbebani akan adanya bunga yang terus bertambah. BMT dipandang sebagai salah satu alternatif sehubungan dengan usaha untuk memperjuangkan nasib pengusaha kecil. BMT
2
www.republika.co.id, BMI Gandeng Pinbuk Dirikan 525 BMT Tahun Ini (Senin, 02 April 2007)
5
dapat mengurangi atau meniadakan syarat-syarat yang dipandang memberatkan pengusaha kecil dan petani tersebut. Perkembangan BMT dari sisi kuantitas telah mencatat hasil yang cukup mengesankan. Pada tahun 1992 adalah awal mulanya berdiri BMT, sampai tahun 2000 berjumlah 2938 unit yang lokasinya tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Pada tahun 2001, pertumbuhan BMT mengalami kenaikan sebesar 2,7 persen atau jumlahnya menjadi 3017 unit (PINBUK, 2004). Pertumbuhan tersebut sangatlah kecil bila dibandingkan dengan awal-awal pertumbuhannya yaitu sekitar tahun 1998, dimana pada tahun tersebut terdapat program dari pemerintah berupa perancangan pendirian 10.000 BMT. Sebagai salah satu lembaga keuangangan mikro yang berbasis syariah, BMT memiliki peran langsung dalam penyediaan jasa-jasa keuangan kepada penduduk yang berpendapatan rendah dan termasuk dalam kelompok miskin. Pemerintah melalui departemen terkait bekerja sama dengan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) untuk memfasilitasi fakir miskin dalam memanfaatkan fasilitas pembiayaan yang mudah melalui BMT. BMT yang didirikan merupakan wadah kegiatan usaha simpan pinjam dalam membantu fakir miskin untuk mempermudah penambahan pemupukan modal usaha, pembinaan produksi, pemasaran dan jaringan usaha3. Rakyat miskin dalam cakupan luas pada umumnya membutuhkan dana bagi tiga kebutuhan utama mereka, yaitu kebutuhan siklus kehidupan (life cycles needs), kebutuhan darurat (emergency needs), dan kebutuhan untuk memenfaatkan peluang (opportunity needs). Melihat situasi dan
3
M. Amin Azis, Pedoman Pendirian BMT, Pinbuk Press, Jakarta 2004
6
karakteristik yang dihadapi oleh rakyat miskin, maka LKM dalam berbagai pendekatannya perlu mencakup dua elemen penting, yaitu: 1.
Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan. Dalam cakupan ini LKM diharuskan menyediakan pelayanan keuangan yang beragam seperti tabungan, pinjaman, pembayaran, deposito, maupun asuransi. Beragamnya pelayanan keuangan yang diberikan karena memang keuangan mikro didesain tidak dari prinsip dan metodologi perbankan modern akan tetapi didesai dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan riil rakyat yang dilayani.
2.
Melayani rakyat miskin. Keuangan mikro hidup dan berkembang karena melayani rakyat yang terpinggirkan oleh sistem keuangan formal yang ada, karenanya keuangan mikro memiliki karakteristik yang khas sesuai dengan rakyat miskin. Menurut laporan program Dana Bergulir Syariah (DBS) Kementrian
Koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM), kinerja BMT semakin baik yang diindikasikan dengan dana yang disalurkan sejak tahun 2003 kepada 127 BMT mencapai Rp. 6,35 milyar. Sedangkan kredit macetnya (Non Performing Loan) juga kecil, yaitu 2 persen. Implikasi dari keberhasilan tersebut, pada tahun 2005 dana untuk program ditambah menjadi Rp. 53 milyar yang diberikan kepada 256 BMT di seluruh Indonesia. Peningkatan BMT dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor usaha kecil dan menengah tidak terlepas dari sistem yang diterapkan di BMT (PINBUK, 2007). Sistem yang diterapkan di BMT merupakan prinsip syariah yang pelaksanaannya mengutamakan kesejahteraan bersama tanpa ada salah satu pihak
7
yang dirugikan, kejujuran, kepercayaan dan mendukung peran serta nasabahnya. Untuk itu BMT harus mampu berkembang tidak hanya kuantitas lembaganya saja, tetapi kualitas harus selalu dijaga dan pada akhirnya diarahkan pada efisiensi dan efektivitas kerja. Efektivitas pembiayaan suatu lembaga keuangan (BMT) menjadi satu hal yang mendesak terutama bagi masyarakat ekonomi lemah. Apabila efektivitas pembiayaan dapat dicapai maka akan berdampak positif bagi nasabah dan BMT itu sendiri. Meningkatnya kesejahteraan nasabah melalui peningkatan produksi, peningkatan pendapatan nasabah, peningkatan nilai asset, perbaikan rumah, mampu membuka usaha baru, peningkatan modal, dan peningkatan konsumsi. Bagi BMT yaitu terjaminnya keberlangsungan kegiatan pembiayaan karena perputaran modal lancar, sehingga penting kiranya topik analisis efektivitas pembiayaan syariah pada lembaga keuangan mikro (LKM) untuk dikaji. 1.2. Perumusan Masalah Lembaga keuangan mikro sebagai salah satu penopang perekonomian negara Indonesia dengan memberikan pembiayaan terhadap usaha kecil sangat diharapkan dapat membantu dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Salah satunya adalah BMT yang memiliki standar operasional yang berbasis syariah. Berbeda dengan lembaga keuangan konvensional lainnya, BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah dinilai lebih memudahkan bagi setiap pengusaha untuk memenuhi kebutuhan modalnya yang menjadi salah satu kendala utama dalam setiap usaha. Disebutkan memudahkan karena melayani pembiayaan bebas bunga atau biasa dikenal dengan sistem bagi hasil (loss and profit sharing), dan juga memudahkan dengan memberikan pembiyaan dengan meniadakan agunan seperti
8
yang biasanya menjadi ciri khas utama setiap lembaga keuangan konvensional dalam memberikan pinjaman modal. Pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan mikro tersebut memiliki prospek berkembang yang sangat baik, terlihat dari komposisi pembiayaan yang relatif lebih tinggi dibandingkan perbankan nasional, serta rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang mencapai (FDR) 99,8 persen (BI, 2007). FDR adalah besarnya penggunaan dana yang diterima dalam penyaluran kredit. Semakin tinggi nilai persentasi FDR mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai dana yang disalurkan. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan syariah berfungsi sangat baik sebagai financial intermediary institution. Selain itu ditunjukkan bahwa Non Performing Financings (NPFs) perbankan syariah mengalami peningkatan per Desember 2007 sebesar 4,05 persen dibandingkan pada akhir tahun 2006 masih mencapai 4,27 persen. nilai NPFs yang masih dibawah 5 persen ini menunjukkan relatif terkendalinya pembiayaan bermasalah yang menerapkan pola syariah (BI, 2007). NPFs mengindikasikan pembiayaan non lancar atau kredit macet yang terjadi. Dengan kata lain bahwa semakin rendah nilai persentasi NPFs maka semakin kecil pula tunggakan terhadap pengembalian pinjaman yang terjadi. Rendahnya nilai NPFs disebabkan oleh sistem operasional bank syariah yang kebanyakan menerapkan pola kemitraan, yaitu pola keterikatan antara pihak bank dan nasabah sehingga nasabah selalu mendapatkan perhatian dari pihak bank untuk menjalankan usahanya tersebut. Dari data yang tersebut di atas dapat terlihat bahwa pertumbuhan usaha perbankan syariah melalui lembaga keuangan mikro yang berbasiskan syariah
9
diimbangi dengan kinerja yang cukup baik. Ini tercermin dari kualitas pembiayaan non lancar (NPFs) lembaga keuangan mikro syariah yang relatif rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kredit non lancar perbankan nasional, yaitu 4,27 persen pada perbankan syariah dan 8,19 persen pada perbankan nasional. Pemilihan BMT sebagai media pembiayaan untuk pemenuhan modal dari para pemilik usaha tidak terlepas dari sistem dan kemudahan yang mungkin ditawarkan oleh pihak pengelola BMT sehingga dengan leluasa para pemilik usaha dapat meminjam sejumlah dana untuk modal kerja. Kemudian terdapat faktor-faktor penduga yang menimbulkan ketertarikan para pemilik usaha untuk meminjam modal kepada lembaga keuangan mikro khususnya BMT diantaranya adalah jumlah tanggungan keluarga, jangka waktu anggsuran, dan lain sebagainya. Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan pembiayaan dilakukan untuk melihat hal-hal yang berpengaruh maupun tidak begitu mempengaruhi nasabah untuk mengambil pembiayaan yang diberikan oleh pihak BMT. BMT Dana Insani adalah salah satu lembaga keuangan mikro di Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta yang berlandaskan sistem syariah dalam operasionalnya telah berdiri selama kurang lebih 7 tahun. Dalam perkembangannya, BMT Dana Insani dinilai telah membantu masyarakat dalam menajalankan usaha mereka dengan memberikan pembiayaan modal kerja. Dalam penyaluran pembiayaan, BMT Dana Insani menerapkan konsep prosedur yang sederhana sehingga memudahkan bagi para nasabahnya yang ingin mendapatkan pembiayaan. Dengan penjelasan tersebut dapat ditarik beberapa permasalahan yang menarik untuk dibahas, yang dirumuskan sebagai berikut:
10
1.
Bagaimanakah tingkat efektivitas pembiayaan pada BMT Dana Insani?
2.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan syariah pada BMT Dana Insani?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Menganalisis tingkat efektivitas pembiayaan yang berlangsung pada BMT Dana Insani.
2.
Menganalisis
faktor-faktor
yang mempengaruhi jumlah pengambilan
pembiayaan syariah pada BMT Dana Insani.
1.4. Manfaat Penelitian Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya ataupun untuk berbagai kalangan umumnya. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain: 1.
Memberikan pemahaman yang mendalam tentang lembaga keuangan mikro dan dinamikanya.
2.
Memberikan informasi yang berguna bagi BMT dan instansi terkait tentang efektivitas
produk-produk
layanan
pembiayaan
yang diberikan
dan
ditawarkan.
11
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang sistem dan prosedur pembiayaan syariah serta efektivitasnya terhadap nasabah dalam hal ini nasabah yang melakukan peminjaman pembiayaan untuk modal kerja atau dengan kata lain untuk menjalankan usaha baik di sektor pertanian maupun lainnya. Dalam penelitian ini hanya mengkaji sejauh mana kinerja pembiayaan yang telah dilakukan BMT Dana Insani yang dilihat dari sistem dan prosedur pembiayaan, faktor-faktor pengambilan
pembiayaan,
tahap-tahap
pembiayaan
serta
dampak
yang
ditimbulkan dari pembiayaan tersebut terhadap nasabahnya. Kinerja pembiayaan didasarkan pada efektivitas pembiayaannya yang diukur berdasarkan persepsi nasabah.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Dan Prosedur Pembiayaan Syariah Pembiayaan menurut Karim dalam Antonio (2001) merupakan salah satu pokok tugas bank, yaitu pemberian fasilitas penyedia dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak
yang merupakan defisit unit atau pihak yang
membutuhkan. Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu: 1.
Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
2.
Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakanuntuk memenuhi kebutuhan. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua:
1.
Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: a. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun
secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil
produksi. b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkataan utility of place dari suatu barang. 2.
Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal/capital goods serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
Prosedur pembiayaan adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk memperoleh
pembiayaan.
Serangkaian
proses
tersebut
dilakukan
untuk
meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dari kegiatan usaha calon peminjam. Setiap lembaga keuangan mikro memiliki kriteria dalam melakukan analisa pembiayaan yang diajukan peminjam. Dalam melakukan analisia pihak lembaga keuangan mikro menentukan beberapa aspek untuk menentukan kelayakan pemberian pembiayaan. Diantaranya adalah: 1.
Layak nilai, yaitu kualitas akhlak calon peminjam pada lembaga keuangan mikro dapat memberikan jaminan kepercayaan.
2.
Layak pembiayaan, yaitu bantuan modal yang diberikan oleh lembaga keuangan mikro dinilai dapat meningkatkan omset usaha calon peminjam sekaligus menaikkan pendapatannya. Secara umum jenis-jenis pembiayaan dapat digambarkan sebagai berikut
(Antonio, 2001):
Pembiayaan
Konsumtif
Produktif
Modal Kerja
Investasi
Gambar 1. Jenis-jenis Pembiayaan Sumber: Antonio (2001).
14
2.2 Produk Pembiayaan Syariah Ada beberapa produk pembiayaan syariah yang ditawarkan oleh lembaga keuangan baik bank ataupun non bank antara lain4: 1.
Produk simpanan (al-wadi’ah) Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari suatu pihak kepihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja sipenitip menghendaki. Atau dengan kata lain alwadi’ah adalah perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang dititipkan kepadanya. Bentuk produk simpanan, yaitu: giro wadi’ah dan tabungan wadi’ah.
2.
Produk bagi hasil (syirkah) a. Musyarakah Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana,
barang
perdagangan
(trading
asset),
kewiraswastaan
(entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau integible asset (seperti hak paten), kepercayaan/reputasi dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing 4
Muhammad Syafi’i Antonio,Buku Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani, Jakarta 2001
15
pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel. Secara teknis bank menyediakan sebagian dana dan mitra usaha (nasabah) menanggung selebihnya dalam membiayai suatu proyek. Dalam hal ini bank dapat turut serta mengelolanya. Seandainya bank turut serta mengelola proyek tersebut, maka terlebih dahulu diadakan kesepakatan tentang pembagian keuntungan. Pembagian keuntungan tidak harus sebanding dengan jumlah yang disetor, tetapi berdasarkan perjanjian kedua belah pihak. Namun, kerugian yang terjadi ditanggung bersama sesuai dengan pangsa pembiayaan masing-masing. Manfaat pembiayaan Musyarakah: Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tetentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative-spread. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benarbenar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil benar-benar terjadi itulah yang dibagikan. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga dimana bank akan menagih penerimaan pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun
16
keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. Skmema Musyarakah Perjanjian Bagi Hasil Bank Syariah
Nasabah
Proyek Usaha
Pembagian Keuntungan Gambar 2. Pembiayaan Musyarakah Sumber: Pusat Pembiayaan Pertanian DEPTAN (2007)5
Berdasarkan Direktorat Perbankan Syariah BI tahun 2001 terdapat beberapa ketentuan umum untuk pembiayaan musyarakah, antara lain: Semua modal disatukan untuk jadi modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan tidak boleh melakukan tindakan seperti: 1. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi 2. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnya 3. Memberi pinjaman kepada pihak lain 5
Skim Pola Pembiayaan Bagi Hasil/Syariah Untuk Usaha Sektor Pertanian, Pusat Pembiayaan Pertanian DEPTAN 2007
17
4. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain 5. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila: menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia, tidak cakap hukum 6. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi dengan porsi kontribusi modal 7. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad dan setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank b. Mudharabah Mudharabah merupakan hubungan berserikat antara dua pihak, yaitu pemilik dana menyediakan dana dan pihak yang memiliki pengalaman, keahlian (entrepreneur) menyalurkan dana tersebut sehingga menciptakan nilai tambah, misalnya bank. Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
18
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, Mudharabah diterapkan pada: 1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa, dan sebagainya. 2. Special Investment (deposito spesial), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja. Adapun dari sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: 1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa. 2. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqqayadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syaratsyarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal. Skema Mudharabah Perjanjian Bagi Hasil Nasabah (Mudharib)
Keahlian/ Keterampilan
Modal 100%
Bank (Shahibul Maal)
Usaha/Proyek
Nisbah X %
Pembagian Keuntungan
Nisbah Y %
MODAL Gambar 3. Pembiayaan Mudharabah Sumber: Pusat Pembiayaan Pertanian DEPTAN (2007)
19
Berdasarkan Direktorat Perbankan Syariah BI tahun 2001 terdapat beberapa ketentuan umum untuk pembiayaan mudharabah, antara lain: 1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. 2. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: a. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) b. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing) 3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung
seluruh
kerugian
kecuali
akibat
kelalaian
dan
penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana. 4. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan nasabah, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cedera janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan sanksi administrasi. c. Al-Muzara’ah Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian
20
kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.
Skema Al-Muzara’ah Perjanjian Bagi Hasil Penggarap
Pemilik lahan Lahan Benih Pupuk Dsb.
Lahan Pertanian
Keahlian Tenaga Waktu
Lahan Pertanian
Gambar 4. Pembiayaan Al-Muzara’ah Sumber: Pusat Pembiayaan Pertanian DEPTAN (2007)
3.
Produk jual beli (ba’i) a. Murabahah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya pada waktu jatuh tempo. Bank memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual-beli yang telah disepakati. b. Salam, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa yang sudah wujud tetapi masih harus menunggu waktu penyerahannya, dengan kewajiban mengembalikan
21
talangan dana tersebut secara menyicil atau dibayar sekaligus sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. c. Istishna, yaitu kontrak atau order yang ditanda tangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu. 4.
Produk sewa (ijarah) Prinsip antara pemilik barang dengan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.
5.
Produk biaya administrasi (al qard al hasan) Perjanjian pinjam meminjam uang atau barang dengan tujuan untuk membantu penerima pinjaman.
2.3 Lembaga Keuangan Mikro 2.3.1 Pengertian Lembaga Keuangan Mikro Keuangan mikro adalah merupakan jasa keuangan untuk pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal dan informal. Lembaga keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan tersebut disebut lembaga keuangan mikro. Jasa keuangan mikro yang dilaksanakan oleh lembaga keuangan mikro (LKM) memiliki ragam yang luas, antara lain memberikan jasa pinjaman (kredit), penghimpunan dana (saving) yang terkait dengan persyaratan pinjaman atau bentuk pembiayaan lainnya. Pengembangan lembaga keuangan pertanian pedesaan berada dibawah kerangka keuangan mikro. Lembaga keuangan tersebut dikembangkan berdasarkan semangat untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat miskin, baik untuk kegiatan produktif yang dilakukan
22
oleh berbagai kegiatan mikro, maupun kegiatan konsumtif keluarga masyarakat miskin tersebut.
2.3.2 Prinsip Lembaga Keuangan Mikro Dalam pedoman pemberdayaan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), terdapat prinsip lembaga keuangan mikro merupakan bentuk pelayanan pembiayaan dengan prinsip-prinsip, yaitu: 1.
Lembaga keuangan mikro tumbuh dari, oleh dan untuk anggota atas dasar kesadaran.
2.
Lembaga keuangan mikro harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian.
3.
Modal lembaga keuangan mikro harus bersumber dari anggotanya sendiri yang dihimpun dari simpanan pokok dan simpanan wajib dan dapat pula ditambahkan simpanan pokok khusus sebagai penguat modal serta dapat pula membuka jenis-jenis tabungan (simpanan sukarela).
4.
Pelayanan kredit/pinjaman (pembiayaan) hanya diberikan kepada anggota LKM saja, tidak boleh kepada bukan anggota.
5.
Jaminan barang (collateral) boleh diterapkan, namun pertimbangan yang terbaik tetap atas watak/karakter peminjam sendiri.
2.3.3 Jenis-jenis LKM di Indonesia Secara umum LKM di Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis, bersifat formal dan informal6.
6
Buku Kemiskinan dan Keuangan Mikro, Gema PKM Indonesia 2003
23
1.
LKM formal terdiri dari: a. Bank : BKD (Badan Kredit Desa), BPR (Bank Perkreditan Rakyat), BKK (Bank Kredit Kecamatan), BRI Unit, Mandiri Unit Mikro, DSP (Danamon Simpan Pinjam), ULM BNI (Unit Layanan Mikro BNI). b. Non Bank : LDKP (Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan), KSP (Koperasi Simpan Pinjam, dan KUD (Koperasi Unit Desa), Perum Pegadaian.
2.
LKM Non Formal terdiri dari: LSM
(Lembaga Swadaya
Masyarakat), KSM
(Kelompok Swadaya
Masyarakat), BMT (Baitul Maal Wa Tamwil), LEPM (Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri), UEDSP (Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam), dan lain-lain.
2.4 Karakteristik Usaha BMT BMT adalah singkatan dari Baitul Maal Wat Tamwil. Baitul Maal adalah lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba dan Baitut Tamwil yang kegiatannya menghimpun dana serta menyalurkannya kepada masyarakat dan bersifat profit motive. Sumber dana diperoleh dari zakat, infak, dan sedekah atau sumber lain yang halal. Kemudian seluruh dana yang sudah terhimpun disalurkan kepada mustahik yang berhak ataupun untuk kebaikan. Dalam segi operasi, BMT tidak lebih dari sebuah koperasi. Karena ia dimiliki oleh masyarakat yang menjadi anggotanya, menghimpun simpanan anggota dan menyalurkannya kembali kepada anggota melalui produk pembiayaan/kredit. Oleh karena itu, legalitas BMT pada saat ini yang paling cocok adalah berbadan hukum koperasi. Baitul Maal-nya sebuah BMT, berupaya
24
menghimpun dana dari anggota masyarakat yang berupa zakat, infak, dan shodaqoh dan disalurkan kembali kepada pihak yang berhak menerimanya ataupun dipinjamkan kepada anggota yang benar-benar membutuhkan melalui produk pembiayaan qordhul hasan (pinjaman dengan bunga nol persen). Sementara Baitut Tamwil, berupaya menghimpun dana masyarakat yang berupa simpanan pokok, simpanan wajib, sukarela dan simpanan berjangka serta penyertaan pihak lain, yang sifatnya merupakan kewajiban BMT untuk mengembalikannya. Dana yang terhimpun diputar secara produktif bisnis kepada para anggotanya dengan pola syariah.
2.5 Aspek Legalitas BMT Ketentuan pembentukan BMT berbadan hukum koperasi diperkuat oleh PP No.9/1995, dimana dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 membolehkan penerapan sistem bagi hasil pada koperasi, sebagai berikut: 1.
Jumlah pendiri minimal 20 orang.
2.
Jumlah pengurus minimal 3-5 orang
3.
Jumlah pengelola mnimal 3-5 orang, dimana mereka telah mengikuti pelatihan BMT dan manejer dengan pendidikan formal terakhir minimal D3.
4.
Anggota terdiri dari anggota pendiri dan anggota biasa. Anggota pendiri meliputi
tokoh
masyarakat
yang
bersedia
menjadi
sponsor
dalam
menyediakan modal awal. Anggota biasa adalah para penyimpan (penabung) dan debitur. 5.
Simpanan-simpanan yang ada meliputi: simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, dan simpanan pendiri. Simpanan pokok adalah simpanan
25
tertentu yang harus disimpan oleh anggota pada saat pendaftaran diri atau saat transaksi untuk pertama kalinya. Simpanan wajib adalah simpanan dalam jumlah tertentu yang diberikan anggota secara rutin. Simpanan pendiri adalah modal awal yang berasal dari para pendiri dalam jumlah tertentu berdasarkan hasil kesepakatan bersama, dimana simpanan ini tidak dapat diambil dan tidak memperoleh imbalan jasa bagi hasil tabungan. 6.
Tumbuh dan berkembang di tempat-tempat yang belim atau tidak terjangkau oleh lembaga-lembaga keuangan yang ada, dengan bentuk awal berupa KSM (kelompok swadaya masyarakat).
7.
Pengurus BMT sekaligus berfungsi sebagai Badan Pemeriksa dan mensupervisi manajemen (pelaksanaan) BMT.
2.6 Visi Misi dan Tujuan BMT Visi BMT adalah menjadi lembaga yang profesional, terpercaya, dan terkemuka
di
Indonesia
dalam
penanggulangan
kemiskinan
melalui
pengembangan LKM BMT dan Kelompok-kelompok usaha Mikro yang mandiri, berkelanjutan dan mengakar di masyarakat (Aryati, 2006). Selanjutnya Misi yang diemban BMT dapat dirumuskan sebagai berikut: “Pemberdayaan masyarakat bawah sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan tawar, kemampuan mengakses sumber daya ekonomi, politik dan sosial. Sehingga terwujud hubungan kemanusiaan yang adil dengan berlandaskan pada syariat Islam”. (Hidayat, 2004) Tujuan BMT diantaranya adalah: 1.
Mewujudkan ekonomi umat yang produktif dan berkesinambungan.
26
2.
Menciptakan peluang lapangan pekerjaan dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan ekonomi.
3.
Memperluas kesempatan berusaha serta menumbuhkan wira usaha yang mandiri.
4.
Membangun lembaga mikro yang kuat tatanan kelembagaannya dengan menciptakan sumber daya manusia yang handal, terdidik dan terampil.
2.7 Prinsip Operasional BMT Menurut Hamidi (2002), prinsip operasional BMT tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan oleh bank-bank Islam yaitu prinsip simpan (tabungan), bagi hasil, jual beli, sewa, jasa. Ada tiga prinsip yang dilaksanakan oleh BMT, yaitu: 1.
Sistem Bagi Hasil, dimana sistem ini meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana. Pembagian hasil ini dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana (penabung). Bentuk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah.
2.
Sistem jual beli dengan Mark Up (keuntungan), dimana sistem ini merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberikan kuasa untuk melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual yang menjual barang tersebut kepada nasabah dengan sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT (mark up/margin). Keuntungan yang diperoleh BMT akan
27
dibagikan juga kepada penyedia/penyimpan dana. Bentuk produk ini adalah murabahah dan Ba’i Bit’tsaman Ajil. 3.
Sistem Non Profit, atau disebut juga dengan pembiayaan kebajikan atau lebih bersifat sosial. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak memerlukan biaya, tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut diatas. Bentuk pembiayaan ini disebut Qordhul Hasan. Koperasi syariah (BMT) dan koperasi konvensional tetap memiliki
kekhasasan dalam operasionalnya yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Perbedaan Operasional antara BMT dan Koperasi Konvensional Keterangan Koperasi Syariah Koperasi Konvensional (BMT) Orientasi Laba dan sosial Laba Bentuk Usaha Kelompok Swadaya Koperasi Masyarakat (KSM) Landasan Operasional Syariah Islam dan Peraturan perundang-undangan perundang-undangan Operasional Pembiayaan Bagi hasil Menetapkan jasa (Profit and loss sharing) pinjaman pada anggota dengan sistem bunga Sumber Laba Laba dari pengelolaan Sisa Hasil Usaha dana anggota (SHU) dengan sistem bagi hasil/ mark up/sewa Pelayanan Proaktif ke lapang Pasif, sebatas di kantor dengan sistem “jemput bola” Permodalan Tabungan dan dana ZIS Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Simpanan Sukarela Anggota Dibedakan atas anggota Tidak membedakan pendiri dan anggota biasa status keanggotaan Sumber: Hidayat (2004) dalam Aryati (2006)7
7
Dikutip dari skripsi Aryati dengan judul “Analisis Permintaan Dan Efektivitas Pembiayaan Usaha Kecil Pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah”, IPB 2006
28
2.8 Efektivitas Pembiayaan Pembiayaan
adalah
penyediaan
uang
atau
tagihan
yang
dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998). Menurut Aryati (2006) dalam skripsinya menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/calon nasabah, serta memberikan dampak positif. Hamid dalam Hidayat (2004) menyatakan bahwa efektivitas pembiayaan dapat diukur dengan cara melihat kemantapan prosedur pembiayaan yang berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: a.
Jumlah nasabah yang menunjukkan bahwa sistem pembiayaan dapat diterima dan mampu menjangkau sasaran secara luas
b.
Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukkan fleksibilitas prosedur pembiayaan yang dijalankan
c.
Frekuensi pinjaman nasabah, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam mengambil pembiayaan
d.
Frekuensi tunggakan, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam menunggak pembayaran dalam satu proses peminjaman
29
e.
Pelayanan pembiayaan, sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi pembiaayaan. Sementara itu penelitian ini ditujukan untuk melihat efektivitas
pembiayaan yang terjadi dan juga melihat faktor-faktor penduga yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan pada lembaga keuangan mikro tersebut. Rora (2007) dalam skripsinya menyebutkan ada beberapa faktor-faktor penduga yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan pada lembaga keuangan miko, antara lain adalah: 11. Jumlah karyawan, jumlah anggota pekerja usaha tersebut 12. Pengalaman usaha, lama seseorang dalam menjalankan usahanya tersebut 13. Penerimaan usaha perbulan, besar pemasukan yang diperoleh dari usaha tersebut setiap bulannya 14. Skala usaha yang diukur dengan besar modal yang digunakan untuk menjalankan usaha tersebut 15. Pengalaman pengambilan pembiayaan, adalah frekuensi nasabah dalam melakukan permohonan pembiayaan 16. Jangka waktu realisasi pembiyaan adalah rentang waktu pencairan pembiayaan dari awal permohonan sampai pemberian pembiayaan 17. Jangka waktu angsuran, selang waktu yang diberikan oleh lembaga keuangan untuk mengangsur pengembalian pembiayaan Jika dilihat dari segi ketidakefektifannya, menurut Yumanita dalam Syafar (2005) bahwa beberapa pakar telah mengidentifikasi sumber-sumber penyebab tidak efektifnya pembiayaan sistem syariah dapat dilihat dari empat aspek, yaitu:
30
1) internal lembaga keuangan syariah, 2) nasabah, 3) regulasi dan 4) pemerintah dan institusi lain. Dengan rincian yang diperlihatkan pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Ketidakefektifan Pembiayaan Sistem Syariah Aspek Masalah Utama a. Kualitas sumber daya insani (SDI) yang belum memadai untuk menangani, memproses, memonitor, menyelia dan mengaudit beberapa proyek syariah. b. Lembaga Keuangan Syariah belum dapat menanggung resiko besar, karena belum memiliki bentuk keahlian yang 1. Internal dibutuhkan untuk memroses, memonitor, menyelia bagi hasil. Lembaga c. Kompetisi ketat dengan bank konvensional memaksa bank Keuangan syariah harus menyediakan pembiayaan alternatif yang Syariah beresiko lebih kecil. d. Tidak dapat membiayai proyek jangka panjang, karena rumit dan makan waktu dari sisi prosedur, kurangnya pengalaman dan keahlian SDI, dan kurangnya penggunaan dana akibat modal tertanam untuk jangka waktu lama. a. Sebagian nasabah penyimpan/peminjam bersifat risk averse, karena belum terbiasa dengan kemungkinan rugi dan sudah terbiasa dengan sistem bunga. 2. Nasabah b. Moral hazard, karena pengusaha enggan menyampaikan laporan keuangan/laba yang sebenarnya untuk menghindar pajak dan menyembunyikan keuntungan sebenarnya. c. Permintaan pembiayaan masih kecil dari nasabah. a. Kurangnya dukungan dari regulator, karena tidak melakukan inesiatif-inesiatif untuk mengadakan perubahan-perubahan peraturan dan institusional yang diperlukan untuk 3. Regulasi mendukung bekerjanya sistem perbankan dengan baik. b. Tidak adanya institusi pendukung untuk mendorong penggunaan bagi hasil. c. Tidak adanya prosedur operasional yang seragam. a. Tidak adanya kebijakan pendukung yang mendorong penggunaan pembiayaan bagi hasil untuk proyek-proyek pemerintah. b. Perlakuan pajak yang tidak adil, yang memperlakukan 4. Pemerintah keuntungan sebagai objek pajak sedangkan bunga bebas dari pajak. c. Pasar sekunder instrumen keuangan syariah belum ada, sehingga menyulitkan bank untuk menyalurkan atau mendapatkan akses likuiditas. Sumber: Yuanita dalam Syafar (2005)
31
Dalam penelitian ini efektivitas pembiayaan akan dilihat dari: 1.
Prosedur pembiayaannya, yaitu: a. Mekanisme pengajuan pembiayaan. b. Mekanisme penyaluran pembiayaan. c. Mekanisme pengembalian pembiayaan.
2.
Dampak pembiayaan terhadap kondisi usaha nasabah, yaitu: a. Peningkatan pendapatan perbulan. b. Penigkatan keuntungan. Pembiayaan ini diberikan kepada nasabah untuk modal atau tambahan
modal usaha dikatakan efektif apabila prosedur pembiayaan tergolong mudah, pembiayaan yang diberikan dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan usaha nasabah.
2.9 Penelitian Terdahulu Rora (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Penilaian dan Faktor-Faktor Penyaluran Pembiayaan Syariah dalam Pembiayaan Agribisnis Pada KBMT Khidmatul Ummah”, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan bagi hasil (mudharabah), antara lain: kepercayaan antara mitra dan BMT, keterbukaan atau transparansi dalam mengelola usaha, pemahaman mengenai sistem bagi hasil, kemampuan manajemen usaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan mudharabah oleh mitra antara lain: rasa aman dalam pembagian bagi hasil, pendampingan usaha yang diberikan KBMT, dan kerugian yang ditanggung KBMT.
32
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyaluran pembiayaan murabahah, antara lain: kejelasan barang yang akan diperjual belikan, pengenalan calon mitra dalam hal karakter dan usahanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiyaan murabahah, antara lain: variabel skala usaha (SU), jangka waktu angsuran (JWA), jumlah tanggungan (JT), pendapatan usaha (PDU), frekuensi pembiayaan (FP), dan sektor usaha (D2) yang berpengaruh sangat nyata pada koefisien keyakinan 85 persen. Selang penilaian penyaluran pembiayaan dinilai dari skor penilaian. Skor 85 menunjukkan penyaluran pembiayaan yang dilakukan KBMT dinilai cukup baik oleh mitra pembiayaan. Faktor persyaratan awal dinilai sangat baik oleh responden bila dibandingkan dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi penilaian penyaluran dengan skor 84. Sedangkan faktor pengetahuan mengenai prinsip syariah menurut responden memiliki skor yang paling rendah yaitu 45, dalam mempengaruhi penilaian penyaluran. Hidayat
(2004) dalam
penelitiannya
yang berjudul
“Efektifitas
Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Hubbul Wathon, Kecamatan Cimalaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat”, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan oleh nasabah di BMT Kopontren Hubbul Wathon yaitu faktor besar tunggakan dan jangka waktu angsuran pada taraf nyata 90 persen. Diantara faktor-faktor tersebut faktor jangka waktu angsuran yang memiliki tingkat elastisitas tertinggi. Secara keseluruhan pembiayaan yang telah diberikan oleh pihak BMT Kopontren Hubbul Wathon dapat dirasakan manfaatnya oleh nasabah dan sesuai dengan apa yang diharapkannya, seperti prosedur yang sederhana, kemudahan
33
dalam prasaratannya dengan tidak adanya jaminan, realisasinya relatif cepat, kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas BMT yang ramah dan tidak kaku dalam berhubungan, lokasi BMT yang dekat, dan yang terpenting yaitu sebagian besar nasabah responden merasakan dampak positif atas pembiayaan yang diberikan oleh BMT. Namun, hal tersebut tidaklah cukup karena dampak pembiayaan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak BMT, sehingga efektivitas atas pembiayaan yang telah dilakukan belum sepenuhnya tercapai. Hal ini dibuktikan dengan frekuensi pinjaman yang rendah serta tunggakan pembiayaan yang semakin meningkat. Putra (1995) dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Efektivitas Penyaluran Kredit Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Bagi Usaha Kecil Pedesaan, BMT Dompet Dhuafa Al-Abror, Kabupaten Garu, Jawa Barat”, menyatakan hasil evaluasi terhadap penyaluran kredit BMT DD Al-Abror menunjukkan bahwa penyaluran kredit tersebut efektf menurut kriteria nasabah BMT. Sedangkan efektivitas menurut pengelola terlihat dari besarnya jumlah kredit yang diberikan disertai dengan kelancaran dalam pengembaliannya, diantaranya tidak terjadinya kredit macet ataupun ragu-ragu. Menurut kriteria nasabah penyaluran kredit BMT belum efektif, tercermin dari sangat lambatnya realisasi kredit (70 persen nasabah membutuhkan waktu lebih dari 16 hari dalam realisasi kredit). Namun variabel lainnya sudah menunjukkan kriteria yang baik. Seperti persyaratan yang mudah, yaitu tidak mutlaknya unsur jaminan (90 persen menggunakan jaminan immaterial). Prosedur sederhana karena fleksibelnya pengelola BMT terutama dalam pengangsuran kredit (40 persen nasabah didatangi petugas dalam mengangsur).
34
Penelitian yang saya lakukan menggunakan analisis regresi linear berganda
dengan
memasukkan
faktor-faktor
penduga
dalam
keputusan
pengambilan pembiayaan berbeda dengan kedua penelitian terdahulu diatas. Sementara itu penentuan efektivitas dinilai dari persepsi nasabah, yaitu menilai keefektifan prosedur pembiayaan yang dilakukan pihak BMT juga dampak yang ditimbulkan dari pembiayaan tersebut terhadap kondisi usaha nasabah dan peningkatan kesejahteraan nasabah. Pengukuran ini menggunakan teknik pemberian skor-skor pada kategori penilaian efektivitas yang telah ditentukan sebelumnya jenjang nilai yang menentukan efektif atau tidak pembiayaan yang dilakukan. Persamaan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menilai keefektifan dari pembiayaan yang diberikan menurut persepsi nasabah dari lembaga keuangan mikro tersebut. Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan dalam penelitian ini menggunakan perpaduan faktorfaktor penting yang digunakan oleh Hidayat (2004), Putra (1995), dan Rora (2007).
35
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Lembaga-lembaga keuangan, baik bank konvensional, bank syariah bagi hasil maupun BMT menjadi penengah dalam kebutuhan keuangan. Ia mengambil posisi tengah diantara orang-orang yang memiliki kelebihan dana (penyimpan, penabung atau deposan) dan orang-orang yang membutuhkan atau kekurangan dana (peminjam, debitor atau investor). Lembaga keuangan syariah dapat bertahan dan berkembang jika mampu menawarkan keserbapraktisan dan kelebihpraktisan bagi masyarakat dalam urusan keuangan, baik dari sisi pengerahan dana maupun sisi penyaluran dana terutama untuk usaha kecil (Putra, 1995). Lembaga keuangan syariah harus mampu memberikan kepastian kepada masyarakat calon nasabahnya dalam mendapatkan kredit berikut dengan segala konsekuensinya, dalam menyediakan imbalan bagi simpanan yang dititipkan nasabahnya, serta harus berhasil menekan resiko, ongkos informasi dan ongkos transaksi, agar masyarakat tertarik menjadi nasabah. Program pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan suatu program pembiayaan yang bertujuan untuk mengayomi dan mengangkat kaum golongan menengah kebawah. Dengan demikian, kriteria efesiensi dalam pengertian ekonomis tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam mengevaluasi program pembiayaan sejenis ini. Kriteria efektivitas dirasakan lebih tepat dibandingkan dengan kriteria efesiensi, dalam arti sejauh mana program pembiayaan tersebut dapat dengan cepat dan luas menjangkau sasaran mereka.
Efektivitas pembiayaan pada BMT dapat dinilai dari efektivitas tahap pengajuan pembiayaan, tahap penyaluran pembiayaan, tahap pemanfaatan pembiayaan dan tahap pengembalian pembiayaan. Keberhasilan suatu program pembiayaan ditandai dengan adanya hubungan timbal balik antara pihak shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (debitur) sehingga manfaat yang dihasilkan dapat diperoleh oleh keduanya. Dilihat melalui perbandingan dengan bank konvensional yang masih menerapkan sistem bunga dalam penyaluran pembiayaan, BMT dinilai lebih memberikan kemudahan dalam pelaksanaannya. Dalam pemberian pembiayaan bank konvensional dalam tahap pengajuan pembiayaannya selalu meminta agunan yang mungkin dirasakan berat oleh para pelaku usaha kecil dan menengah. Kemudian prosedur yang sulit karena bank akan melakukan seleksi tertentu untuk permohonan pembiayaan dan memakan waktu yang lama untuk mendapatkan jawaban dari pihak bank konvensional atas pengajuan permohonan pembiayaan. Berbeda dengan BMT yang langsung menjadikan nasabah sekaligus anggota dalam pemberian pembiayaan. Prosedur yang diberikan juga tidak dianggap menyulitkan nasabah karena biasanya BMT tidak mensyaratkan adanya agunan dalam permohonan pembiayaan. Dan juga terdapatnya pendampingan yang ditujukan untuk membantu pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dinilai menjadi nilai tambah yang biasanya tidak dimiliki oleh bank konvensional pada umumnya. Juga BMT tidak mensyaratkan adanya legalitas hukum dari usaha para nasabahnya karena kebanyakan pelaku usaha kecil tidak memiliki hal tersebut dalam menjalankan usahanya.
37
Efektivitas
pembiayaan
menurut
mudharib
berdasarkan
beberapa
parameter, antara lain (Hidayat, 2004): a.
Prosedur pembiayaan yang menunjukkan kemudahan bagi calon nasabah untuk memahaminya
b.
Persyaratan pembiayaan yang menunjukkan kesanggupan/kemudahan bagi calon nasabah pembiayaan untuk memenuhinya, termasuk ada/tidak adanya jaminan
c.
Waktu pencairan atau realisasi yang menunjukkan kecepatan pihak BMT untuk mewujudkan pembiayaanyang diajukan
d.
Lokasi BMT yang menunjukkan kemudahan bagi nasabah pembiayaan untuk mengakses sumber permodalan yang disediakan
e.
Dampak pembiayaan yang menunjukkan tingkat kemanfaatan pembiayaan Menurut Tomo dalam Hidayat (2004), suatu lembaga keuangan yang
melayani golongan ekonomi menengah kebawah dalam upaya memperluas jangkauan pemberian pembiayaannya di pedesaan harus memperhatikan beberapa unsur yaitu: hubungan antara kreditur dengan nasabah harus bersifat hubungan informal, dalam pemberian pembiayaan maupun penagihannya harus aktif dalam arti harus sering mengunjungi tempat tinggal atau tempat usaha nasabah, pengawasan serta pembinaan harus dilakukan secara terus-menerus, kondisi sosial budaya setempat, bantuan teknik perlu ditingkatkan disamping bantuan dana yang selama ini diberikan. Jadi, keberhasilan suatu program keuangan tidak hanya dilihat dari jumlah pembiayaan yang dapat disalurkan oleh lembaga keuangan yang bersangkutan, tetapi juga dilihat dari tingkat pengembaliannya karena tingkat pengembalian 38
pembiayaan akan mempengaruhi program keuangan selanjutnya. Suatu program keuangan dikatakan efektif apabila dapat menghapuskan hambatan-hambatan yang timbul akibat dari kebiasaan pinjam-meminjam untuk keperluan konsumsi, salah satunya yaitu hambatan berupa kelemahan dalam melunasi hutang.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Tahapan pertama dalam penelitian ini yaitu mencari informasi tentang prosedur pembiayaan syariah yang dilakukan oleh BMT dan selanjutnya penelitian difokuskan kepada tahapan-tahapan pembiayaan, faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan serta dampak yang ditimbulkan dari pembiayaan terhadap nasabah. Selanjutnya dilihat dari sisi nasabah yang dalam hal ini difokuskan nasabah mengambil pembiayaan modal kerja. Pembiayaan pola bagi hasil ini selanjutnya akan dianalisis tahapan-tahapan pembiayaan yang meliputi (Hidayat, 2004): 1.
Tahap pengajuan pembiayaan
2.
Tahap pencairan/penyaluran pembiayaan
3.
Tahap penggunaan dana pembiayaan
4.
Tahap pengembalian pembiayaan Serta dampaknya terhadap nasabah berupa:
1.
Kondisi usaha
2.
Peningkatan pendapatan
3.
Peningkatan kesejahteraan
4.
Pemilikan asset
39
Dari sisi nasabah yang dalam hal ini adalah para pemilik usaha, dampak pembiayaan adalah mengacu kepada tingkat kesejahteraan. Asumsi keberhasilan atau efektivitas pembiayaan syariah bagi nasabah adalah terpenuhinya kebutuhan sehari-hari dari setiap anggota keluarga serta kesinambungan dalam usaha yang dikelola oleh nasabah itu sendiri. Analisis yang dilakukan mencakup analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan guna mengatahui tingkat efektivitas prosedur pembiayaan syariah yang telah dilakukan oleh BMT Dana Insani serta dampak pembiayaan tersebut terhadap nasabah, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan syariah yang diambil oleh nasabahnya. Hasil dari kedua analisis tersebut berupa langkahlangkah perbaikan dalam mencapai pengelolaan pembiayaan yang efektif. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat terlihat pada Gambar 5
40
Lemahnya permodalan UKM sektor pertanian dan sektor non pertanian
BMT Dana Insani
1. Bagaimana Tingkat Efektivitas Pembiayaan di BMT 2. Faktor-Faktor Apa yang Mempengaruhi Jumlah Pengambilan Pembiayaan
Penilaian Efektivitas Pembiayaan Melalui Analisis : aa Skala Likert 1. 2. Deskriptif
Penilaian Efektivitas 1. Tidak Efektif 2. Kurang Efektif 3. Cukup Efektif 4. Efektif
Analisis Faktor-Faktor Penduga Berpengaruh Terhadap Pengambilan Pembiayaan Syariah Melalui Analisis Kuantitatif Menggunakan Model Regresi Linear Berganda Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi 1. Jumlah Karyawan 2. Pengalaman Usaha 3. Penerimaan Usaha 4. Skala Usaha 5. Pengalaman Pengambilan Pembiayaan 6. Jangka Waktu Realisasi Pembiayaan 7. Jangka Waktu Agsuran Pembiayaan 8. Sektor Usaha
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
41
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian dilakukan di BMT Dana Insani yang berlokasi di kabupaten Gunung Kidul propinsi Yogyakarta. Periode penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2008. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan berbagai pertimbangan diantaranya adalah sejak berdirinya BMT tersebut mengalami pertumbuhan yang melaju dengan pesat sehingga telah mampu membuka
beberapa kantor cabang pembantu untuk memudahkan
pelayanan kepada nasabahnya.
4.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode wawancara. Dalam hal ini, informasi yang diperoleh langsung dari responden atau informan dengan cara tatap muka serta berbincang-bincang dan alat yang digunakan untuk mengumpulkan informasi adalah berupa kuisioner yang akan diberikan kepada responden yang merupakan anggota dari BMT tersebut yang telah mendapatkan pembiayaan. Kuisioner yang diberikan terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai identitas responden, kuisioner bagian kedua berisi pertanyaan-pertanyaan tentang karakteristik keragaan usaha dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan, dan kuisioner bagian tiga berisi tentang penilaian efektivitas penyaluran pembiayaan beserta dampak dari pembiayaan itu sendiri terhadap nasabah. Kuisioner bagian tiga terdiri dari 20 pertanyaan yang
didistribusikan masing-masing secara merata kepada responden, yang isinya menyangkut tahap pembiayaan yang meliputi pengajuan pembiayaan, penyaluran pembiayaan,
pemanfaatan/penggunaan
dana
pembiayaan,
pengembalian
pembiayaan dan dampak pembiayaan terhadap nasabah. Pengumpulan data tersebut dimaksudkan untuk menganalisis kegiatan pembiayaan dari BMT tersebut untuk menilai apakah sudah efektif atau belum. Penilaian ini berdasarkan persepsi para responden yang dengan ini adalah nasabah dari BMT itu sendiri dengan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pembiayaan di BMT dan dari faktor-faktor tersebut akan diketahui faktor-faktor mana yang sudah baik dan juga faktor-faktor mana yang perlu diperbaiki lagi.
4.3 Penentuan Data dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, sedangkan sifatnya adalah data kualitatif dan kuantitatif yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer didapatkan dari wawancara kepada pihak pengelola BMT dan penyebaran kuisioner kepada para responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai arsip dan administrasi BMT yang mendukung penelitian ini serta berbagai pustaka dan literatur-literatur yang juga mendukung untuk penulisan tugas akhir ini.
4.4 Metode Penentuan Responden Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Jumlah dari sampel yang diambil adalah 30 orang. Pengambilan sampel secara
43
sengaja ini dengan mempertimbangkan kemudahan dan juga keterwakilan dari seluruh nasabah BMT tersebut.
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif. Sebelum diolah dan dianalisa, data terlebih dahulu dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor penduga yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan dan penilaian efektivitas pembiayaan. Kemudian melakukan skoring terhadap data agar data bisa digolongkan dan dikelompokkan dalam beberapa kategori jawaban. Cara penentuan total skor tiap katagori adalah: Total Skor = Jumlah responden × Nilai skor tiap kategori Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk uraian, gambar dan tabel. Pengolahan data dan analisis data untuk menjawab tujuan penelitian dilakukan dengan dua metode, yaitu: a.
Analisis Kualitatif Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui apakah pembiayaan yang
dilakukan pihak BMT telah efektif dalam pengelolaannya serta dampak yang ditimbulkan terhadap nasabah, baik dalam peningkatan usaha, pendapatan, penambahan jumlah asset, modal usaha, peningkatan kesejahteraan, serta pemenuhan kebutuhan hidup juga tanggungan keluarga. Analisis dilakukan dengan melakukan perbandingan kondisi sebelum pembiayaan dengan sesudah pembiayaan. Data kualitatif yang diperoleh dari kuisioner diukur dengan skala Likert. Pemilihan penggunaan skala Likert dikarenakan skala ini dapat mengukur sikap
44
masyarakat terhadap masalah yang sedang diteliti. Jenjang skor yang digunakan yaitu tiga, ini mempertimbangkan karakteristik dari polpulasi nasabah yang memiliki kemungkinan berpendidikan rendah sehingga dapat membedakan pendapatnya dengan lebih tajam. Sedangkan skor yang diberikan ada tiga, yaitu skor tiga untuk responden yang menjawab meningkat, dua untuk yang menjawab tetap, dan satu untuk responden yang menjawab menurun. Penilaian tanggapan responden terhadap tahapan-tahapan pembiayaan pada BMT serta dampaknya akan dibagi kepada empat kategori yaitu efektif, cukup efektif, kurang efektif dan tidak efektif. Pembagian skor penilaian digunakan
untuk
mengidentifikasi
permasalahan
pada
pengelolaan
pembiayaannya dan juga dampak terhadap nasabah. Total skor untuk setiap prosedur adalah antara 120-360. Skor ini diperoleh dari pengalian skor terendah dan tertinggi dengan jumlah pertanyaan dalam setiap prosedur dan juga jumlah responden. Selang diperoleh dari selisih total skor tertinggi yang mungkin dibagi jumlah kategori jawaban kemudian dikurangi satu (Hidayat, 2004). Selang =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛
− 1
Kemudian diperoleh selang untuk setiap penilaian adalah 59. Kemudian dari selang tersebut akan diperoleh pengelompokan kategori beserta nilai skornya, yaitu: 1.
Tidak efektif bila total skor antara 120-179
2.
Kurang efektif bila total skor antara 180-239
3.
Cukup efektif bila total skor antara 240-299
4.
Efektif bila total skor antara 300-360
45
Setelah data diolah dan kemudian didapatkan skor-skor untuk penilaian, kemudian skor penilaian tersebut diinterpretasikan sehingga diketahui tahapantahapan pembiayaan serta dampaknya terhadap nasabah yang memiliki penilaian efektif, cukup efektif, kurang efektif dan tidak efektif. Dari penilaian tersebut bisa diberikan alternatif-alternatif untuk memperbaiki hal-hal yang masih dianggap kurang di BMT tersebut. b.
Analisis Kuantitatif Data kuantitatif yang diperoleh dari responden penelitian kemudian diolah
dan dianalisis dengan menggunakan metode statistik guna memberikan dasar bertolak untuk menjelaskan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan syariah oleh nasabah. Analisis yang dilakukan menggunakan persamaan regresi linier berganda. Persamaan regresi linier berganda digunakan untuk menguji keterkaitan antara variabel bebas dan tidak bebas di dalam model yang kemudian akan diuraikan secara deskriptif. Penelitian ini dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan pada BMT dilakukan dengan melalui pendekatan fungsi permintaan dimana pembiayaan dipandang sebagai barang ekonomi (Hidayat, 2004). Fungsinya dapat ditulis dalam bentuk matematis sebagai berikut: Yi=f(X1, X2, X3,......, Xn) Dimana
Yi diasumsikan sebagai jumlah pembiayaan yang diambil
nasabah, sedangkan
X1, X2, X3,....., Xn adalah faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi pengambilan pembiayaan. Penelitian ini dalam mengestimasi fungsi permintaan tersebut menggunakan model Cobb-Douglas. Model ini cocok
46
untuk mengestimasi fungsi produksi dan fungsi permintaan karena persamaan tersebut adalah fungsi paling logis dari fungsi permintaan dan bentuk aljabar fungsi ini dapat ditransformasikan menjadi sebuah hubungan linear dengan menggunakan logaritma sehingga dapat diestimasi dengan metode OLS (Hidayat, 2004). Model ini dapat ditulis dengan notasi Yule dengan cara sebagai berikut (Guzarati, 1978): Yi = aX1b1X2b2.......e Persamaan ini dapat dinyatakan dengan lebih mudah dalam bentuk logaritma sebagai berikut: lnYi = ao + b1 lnX1 + b2 lnX2 + bk lnXk + e dimana : Y = peubah tidak bebas (dependent) X = peubah bebas (independent) b = koefisien persamaan a0 = intercept e = galat (peubah pengganggu) Dalam
penelitian
ini
faktor-faktor
yang
diduga
mempengaruhi
pengambilan pembiayaan adalah sebagai berikut: 18. Jumlah karyawan adalah jumlah anggota pekerja usaha tersebut. Faktor diduga ini berimplikasi terhadap anggaran pembiayaan usaha. 19. Pengalaman usaha adalah lama seseorang dalam menjalankan usahanya tersebut. Semakin lama memiliki pengalaman usaha maka akan lebih memiliki
kemampuan
untuk
memperhitungkan
jumlah
kebutuhan
pembiayaan dalam menjalankan usahanya tersebut. Sehingga dapat memanfaatkan pembiayaan yang diberikan.
47
20. Penerimaan usaha perbulan adalah besar pemasukan yang diperoleh dari usaha tersebut setiap bulannya. Adalah suatu indikator dalam menilai kemampuan untuk membayar angsuran dari pembiayaan. 21. Skala usaha adalah besar kecilnya usaha yang dijalankan. Diukur dengan besar modal yang digunakan untuk menjalankan usaha tersebut. Semakin besar modal yang digunakan untuk menjalankan usah tersebut, maka semakin besar pula skala usaha tersebut. 22. Pengalaman pengambilan pembiayaan, adalah frekuensi nasabah dalam melakukan permohonan pembiayaan. Semakin tinggi frekuensi melakukan pinjaman maka akan semakin menimbulkan kepercayaan pihak BMT kepada nasabah. 23. Jangka waktu realisasi pembiyaan adalah rentang waktu pencairan pembiayaan dari awal permohonan sampai pemberian pembiayaan. 24. Jangka waktu angsuran, selang waktu yang diberikan oleh lembaga keuangan untuk mengangsur pengembalian pembiayaan. Semakin lama waktu yang diberikan oleh BMT untuk mengangsur maka akan memberikan keleluasaan nasabah dalam mengembalikan pembiayaan 25. Sektor usaha responden dibagi menjadi dua kategori yaitu sektor pertanian dan non sektor pertanian. Sektor pertanian yang dimaksud adalah sektor pertanian dalam arti luas, termasuk peternakan, kehutanan, dan perikanan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka faktor-faktor yang diduga mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan secara matematis dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:
48
lnYi = a0 + b1 lnJK + b2 lnPU + b3 lnPRU + b4 lnSU + b5 lnPPM + b6 lnJWR + b7 lnJW + cD + ei Dugaan nilai parameter: b2, b3, b4, b6 > 0 dan b1, b5, b7, c > 0 Dimana: lnYi
= Jumlah pembiayaan yang diambil (Rp)
lnJK
= Jumlah karyawan (orang)
lnPU
= Pengalaman usaha (tahun)
lnPRU
= Penerimaan usaha (Rp/bulan)
lnSU
= Skala usaha dengan besar modal (Rp)
lnPPM
= Pengalaman pengambilan pembiayaan (kali)
lnJWR
= Jangka waktu realisasi (hari)
lnJW
= Jangka waktu angsuran (bulan)
D
= Sektor usaha responden (dummy) = 1, jika sektor pertanian = 0, jika non sektor pertanian
e
= galat (disturbance term)
a0
= intercept Untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh
nyata digunakan uji, sebagai berikut: 1.
Pengujian serentak seluruh parameter dugaan (uji-F) Statistik uji:
Fhitung =
𝑆𝑆𝑅 /(𝑘−1) 𝑆𝑆𝐸 /(𝑛−1)
49
Dimana: SSR
= jumlah kuadrat regresi
SSE
= jumlah kuadrat residual
k
= banyaknya parameter dugaan termasuk intercept
n
= jumlah sampel
Hipotesa: H0
: seluruh variabel bebas dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
H1
: ada sedikitnya satu variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
Kriteria uji:
2.
H0 ditolak apabila
: Fhitung > Ftabel, derajat bebas tertentu
H0 diterima apabila
: Fhitung < Ftabel, derajat bebas tertentu
Pengujian parameter dugaan (uji-t) Statistik uji:
t hitung =
𝑏𝑖 𝑆(𝑏𝑖 )
Dimana: bi
= parameter dugaan
S(bi) = standar deviasi parameter bi Hipotesa: H0
: masing-masing variabel bebas dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
H1
: masing-masing variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
50
Kriteria uji:
3.
H0 ditolak apabila
: thitung > ttabel, derajat bebas tertentu
H1 diterima apabila
: thitung < ttabel, derajat bebas tertentu
Pengujian terhadap adanya masalah multikolinear, autokorelasi, dan heterokedastisitas. Pengujian dilakukan multikolinear dengan melihat nilai Value Inflation Factor (VIF) yang diperoleh dari setiap variabel bebas yang diperoleh. Kemudian autokorelasi diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson yang dianalisa menggunakan software Minitab versi 14, dan heterokedastisitas diuji dengan menggunakan White Heteroskedasticity yaitu dengan cara melihat nilai probabilitas obs*R-squared-nya yang dianalisa dengan menggunakan software E-Views versi 4. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar daripada taraf nyata yang digunakan dalam analisis maka hasil estimasi tersebut lolos dari adanya masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika nilai probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan maka hasil estimasi tersebut mempunyai masalah dengan heteroskedastisitas.
4.
Pengujian kebaikan suatu model. Pengujian dilakukan dengan melihat besarnya nilai koefisien determinasi (R2) yang bertujuan untuk mengetahui berapa jauh keragaman besarnya pembiayaan dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang dipilih. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut: 𝐽𝐾𝑅 ∑𝑒𝑖 2 𝑅 = =1− 𝐽𝐾𝑇 ∑𝑦𝑖 2 2
51
Dimana: ∑ei2 = Jumlah kuadrat unsur sisa (galat) ∑yi2 = Jumlah kuadrat total Semakin besar nilai dari R2 berarti model yang dijelaskan akan semakin baik dan eror yang ditimbulkan akan semakin kecil. Untuk taraf uji (α) yang digunakan adalah 1 persen, 10 persen dan 15 persen.
4.6 Defenisi Operasional 1.
Pembiayaan syariah adalah pola pembiayaan yang berdasarkan syariat Islam yang bebas bunga dan bebas dari riba.
2.
Jumlah pembiayaan yang diambil nasabah adalah merupakan besarnya realisasi pembiyaan yang diberikan pihak BMT kepada nasabah (dalam satuan rupiah)
3.
Jumlah tanggungan keluarga merupakan besarnya jiwa yang ditanggung oleh nasabah, baik anggota keluarga sendiri maupun anggota keluarga lain (orang)
4.
Pengalaman usaha adalah lamanya nasabah dalam menjalankan usaha baik sebelum maupun sesudah mendapat pembiayaan (tahun)
5.
Penerimaan usaha keluarga adalah pendapatan yang diperoleh nasabah dari seluruh kegiatan usaha yang dijalankan dalam memanfaatkan pembiayaan dikurangi modal yang digunakan (Rp/bulan)
6.
Skala usaha adalah ukuran besar atau kecilnya usaha yang dijalankan. Skala usaha diukur dengan modal yang digunakan pada usaha tersebut (rupiah)
7.
Pengalaman pengambilan pembiayaan, adalah frekuensi nasabah dalam melakukan permohonan pembiayaan.
52
8.
Jangka waktu realisasi pembiyaan adalah rentang waktu pencairan pembiayaan dari awal permohonan sampai pemberian pembiayaan.
9.
Jangka waktu angsuran adalah selang waktu yang diberikan pihak BMT kepada nasabah untuk mengangsur dan melunasi pinjamannya yang lamanya telah disepakati bersama antara pihak BMT dan pihak nasabah (bulan)
10. Sektor usaha responden dibagi menjadi dua kategori yaitu sektor pertanian dan non sektor pertanian. 11. Tahap pengajuan pembiayaan adalah permohonan dari nasabah untuk mendapatkan pembiayaan dari BMT Dana Insani. 12. Tahap penyaluran pembiayaan adalah pencairan dana pembiayaan dari pihak BMT kepada nasabah yang besarnya disesuaikan dengan kesepakatan kedua belah pihak. 13. Tahap pengelolaan pembiayaan adalah kemampuan nasabah dalam memanfaatkan pembiayaan yang diberikan BMT. 14. Tahap pengembalian adalah kemampuan nasabah dalam mengangsur sejumlah pembiyaan yang dipinjamnya dari BMT. Pengembalian pinjaman ini dibatasi oleh jangka waktu angsuran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. 15. Dampak pembiayaan yang diberikan oleh BMT dilihat dari kondisi usaha, peningkatan pendapatan, peningkatan kesejahteraan, dan pemilikan asset.
53
V. GAMBARAN UMUM BMT
5.1. Sejarah Singkat BMT Dana Insani BMT Dana Insani merupakan lembaga keuangan yang operasionalnya berdasarkan prinsip syariah dan prinsip koperasi atas dasar azas kekeluargaan. Dalam usahanya BMT Dana Insani berperan sebagai lembaga perantara (intermediary) antara mereka yang memiliki dana berlebih tapi tidak memiliki kemampuan untuk berniaga dengan mereka yang memiliki kemampuan berniaga tetapi tidak memiliki dana. BMT Dana Insani terdiri dari dua lembaga yaitu: 1. Baitul Maal yaitu lembaga yang bertugas menghimpun dana anggota dan masyarakat dalam bentuk zakat, infaq, shadaqoh dan hibah serta didistribusikan kepada yang berhak (8 asnaf dalam Al Qur’an yaitu faqir, miskin, ghorim, hamba sahaya, fisabilillah, mualaf, amil). 2. Baitul Tamwil yaitu lembaga yang bertugas menghimpun dana dari anggota dan masyarakat luas dalam bentuk simpanan, kemudian dana tersebut digunakan untuk pembiayaan produktif anggota. Dana yang disimpan di BMT Dana Insani merupakan amanah yang harus ditunaikan oleh BMT Dana Insani untuk mengembangkan usaha sehingga menghasilkan keuntungan. Selain itu karena BMT diberi amanah menggunakan dana tersebut untuk memperoleh keuntungan, maka BMT memberika bagi hasil atau bonus kepada para penabung/penyimpan sesuai pendapatan yang diperoleh BMT setiap bulannya. Kehadiran BMT Dana Insani berawal dari hasil kajian dan pendampingan dari ekonomi akar rumput yang diadakan oleh aktivis pemuda Yogyakarta dengan
beberapa aktivis pemuda Gunung Kidul pada akhir tahun 1999 sampai awal tahun 2001. Dari hasil pendampingan dan kajian yang dilakukan diperoleh bahwa banyak masyarakat yang mempunyai usaha ekonomi produktif seperti pedagangpedagang kecil di pasar dan para pengusaha kecil lainnya sulit untuk memanfaatkan jasa perbankan. Sementara mereka terjerat dengan lembaga non formal atau rentenir yang memberikan bunga terlalu tinggi. Hal ini terpaksa mereka lakukan karena tidak ada lembaga keuangan alternatif lain yang memberikan pelayanan kepada mereka. Selepas dari pendampingan tersebut beberapa aktivis pemuda, tokoh agama, dan masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan ekonomi kerakyatan, pada tanggal 1 Februari 2001 diprakarsai berdirinya BMT Dana Insani dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Juni 2001. Pada tanggal 31 Desember 2002, BMT Dana Insani telah memiliki badan hukum koperasi dengan nomor badan hukum 518.003/BH/XII/2002 sebagai lembaga keuangan alternatif yang dapat memberikan pembiayaan/pinjaman kepada masyarakat yang mempunyai usaha ekonomi produktif. Setelah perjalanan selama 7 tahun, BMT telah membuka 2 kantor cabang di wilayah Kabupaten Gunung Kidul. Kantor cabang pertama dibuka pada tanggal 19 Maret 2005, berlokasi di Kecamatan Semin yang sebagian besar anggotanya adalah pedagang. Kantor cabang kedua dibuka pada tanggal 15 Februari 2008, berlokasi di Kecamatan Ponjong yang sebagian besar anggotanya adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani binaan BMT Dana Insani. Pada tanggal 30 Desember 2004, BMT Dana Insani memperoleh dana bantuan dari Kementrian Koperasi yang akan disalurkan kepada anggota yang
55
membutuhkan sebagai pembiayaan usaha produktif. Setelah itu pada bulan Juni 2007 BMT Dana Insani bekerja sama dengan Kementrian Perumahan Rakyat guna menyalurkan kredit perumahan rakyat swadaya bersubsidi yang memang sudah menjadi program kerja pemerintah guna memberantas kemiskinan.
5.2. Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi BMT Dana Insani 5.2.1. Ruang Lingkup Organisasi BMT Dana Insani Kegiatan-kegiatan usaha yang telah dilakukan BMT Dana Insani hingga tahun 2008 sudah memuaskan yang dapat dilihat dari perkembangan usahanya dan telah mempu membuka dua kantor cabang untuk memperluas wilayah pelayanannya. Dengan dilakukannnya kerja sama antara BMT Dana Insani dengan Kementrian Perumahan Rakyat membuktikan bahwa BMT Dana Insani memiliki eksistensi yang cukup baik dikalangan lembaga keuangan alternatif lainnya. Kegiatan-kegiatan usaha yang dilakukan oleh BMT Dana Insani terdiri dari kegiatan-kegiatan intern dan ekstern. Kegiatan yang bersifat intern dilakukan di dalam ruangan oleh para staf, antara lain: mengadakan transaksi simpan pinjam dan menabung, menganalisis ulang calon mitra pembiayaan, mengolah data pembiayaan, dan mengadakan rapat evaluasi.
Sedangkan
kegiatan
yang
bersifat
eksten
meliputi
funding
(penghimpunan dana) dan landing (pembiayaan). Funding meliputi: a. Menjelaskan visi dan misi BMT Dana Insani kepada pemilik dana dengan harapan mereka dapat mempercayakan dananya kepada BMT untuk disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.
56
b. Mengenalkan produk-produk BMT Dana Insani kepada pemilik dana. Sedangkan kegiatan landing seperti mencari calon mitra pembiayaan yang benarbenar amanah terhadap dana yang diberikan. Untuk kegiatan landing (pembiayaan), BMT Dana Insani selalu melakukan survei lokasi usaha dan juga survei lokasi tempat tinggal terhadap calon mitra yang kemudian hasil survei tersebut dibawa ke dalam rapat evaluasi untuk memutuskan layak atau tidaknya calon mitra tersebut mendapatkan pembiayaan.
5.2.2. Struktur Organisasi BMT Dana Insani BMT Dana Insani memiliki dasar hukum koperasi, sehingga keputusan tertinggi ada pada Rapat Anggota Tahunan (RAT). Dalam menjalankan organisasi RAT mengamanahkan kepada Badan Pengawas dan Badan Pengurus. Selanjutnya Badan Pengurus membawahi manajemen BMT sebagai pelaksana teknis operasional yang dipimpin oleh seorang manajer umum yang berfungsi sebagai orang yang merencanakan, mengkordinasikan dan mengendalikan seluruh aktivitas lembaga yang meliputi penghimpunan dana dan penyaluran dana yang merupakan kegiatan utama lembaga serta kegiatan-kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas utama tersebut dalam upaya mencapai target. Struktur organisasi dan fungsi perangkat organisasi BMT Dana Insani dapat dilihat pada lampiran 1. Perangkat manajemen yang diterapkan BMT Dana Insani memungkinkan setiap perangkat menjalankan fungsinya secara profesional. Pada perangkat manajemen tidak terdapat sumber daya manusia yang menjalankan dua peran sekaligus. Setiap perangkat menjalankan perannya masing-masing sesuai fungsi
57
kerja yang telah ditentukan. Dalam hal ini kebutuhan SDM di BMT Dana Insani sudah sangat mencukupi, sehingga sampai saat ini dapat menjalankan kegiatan usahanya secara optimal tanpa terkendala oleh kekuarangan sumber daya manusia.
5.3. Produk-Produk BMT Dana Insani BMT sebagai lembaga keuangan alternatif yang berlandaskan syariah Islam menjalankan perannya dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana. Pada penghimpunan dana BMT akan berhadapan dengan penyimpan dana sedangkan pada penyaluran dana BMT akan berhadapan dengan pengguna dana. Produk-produk keuangan dalam penghimpunan dana dan penyaluran dana yang dijalani oleh BMT Dana Insani adalah sebagai berikut: A. Modal 1. Produk Simpanan Umum a. Simpanan
Wadiah
yaitu
simpanan
dengan
model
titipan
yang
memungkinkan anggota melakukan transaksi penyimpanan dan penarikan dananya setiap saat. Setiap bulan akan diberikan bonus sesuai pendapatan BMT. b. Simpanan Mudhorobah yaitu simpanan yang dikelola dengan prinsip syariah. Anggota dapat melakukan transaksi penyimpanan dan penarikan dananya setiap saat. Setiap bulan akan diberikan bagi hasil sesuai proporsi nisbah. c. Simpanan Qurban yaitu simpanan yang direncanakan oleh anggota untuk mewujudkan niatnya beribadah Qurban. Penarikan simpanan dilakukan
58
menjelang Hari Raya Idul Adha dalam bentuk tunai ataupun hewan Qurban. d. Simpanan Masa Depan (SIMAPAN) yaitu simpanan yang direncanakan oleh anggota untuk mempersiapkan masa depan putra/putri dan masa depan keluarga. Setoran simpanan dilakukan setiap bulan dan jumlah setoran bersifat tetap setiap bulannya sesuai kesepakatan. Penarikan simpanan dilakukan sesuai dengan jangka waktu simpanan yang diinginkan, pilihan jangka waktu: 5, 10 dan 15 tahun. e. Simpanan Perumahan yaitu simpanan yang diperuntukan bagi anggota yang mengikuti program perumahan bersubsidi KPRS. Penarikan simpanan dilakukan sesuai dengan berakhirnya program KPRS. f. Simpanan
Walimah
yaitu
simpanan
yang
dimaksudkan
untuk
merencanakan niat suci Walimah/Pernikahan. Penarikan simpanan dilakukan menjelang pelaksanaan pernikahan dalam bentuk dana tunai. g. Simpanan Haji yaitu simpanan yang dimaksudkan untuk merencanakan niat suci menunaikan Ibadah Haji. Penarikan simpanan dilakukan setelah simpanan akan digunakan untuk membayar Ongkos Naik Haji (ONH). 2. Produk Simpanan Berjangka Adalah bentuk simpanan bagi anggota dalam bentuk investasi yang halal dan berprinsip syariah dengan jangka waktu: 3, 6, 12 dan 24 bulan. Dana dari anggota disalurkan pada berbagai macam usaha halal dan produktif guna mendukung peningkatan ekonomi umat.
59
3. Produk Modal Penyertaan Modal penyertaan merupakan produk eksklusif BMT bagi anggota dalam bentuk investasi yang halal dan berprinsip syariah dengan jangka waktu minimal 36 bulan. Dana dari anggota akan disalurkan pada berbagai macam usaha halal dan produktif guna mendukung peningkatan ekonomi umat. B. Pembiayaan Pembiayaan yang diberikan oleh pihak BMT meliputi segala bentuk usaha nasabahnya baik usaha di bidang pertanian maupun non pertanian. Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pembiayaan Produktif a.
Musyarakah merupakan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan proporsi penyertaannya, selanjutnya pembagian hasil dilakukan sesuai kesepakatan bersama berdasarkan proporsi pendapatan.
b.
Mudharabah merupakan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, BMT selaku pemilik dana memberikan modal kepada anggota untuk usaha yang telah disepakati bersama dan nisbah bagi hasil disepakati kedua belah pihak.
2. Pembiayaan Konsumtif a. Jual beli (Murabahah) Murabahah yaitu pembiayaan dengan prinsip jual beli dengan pembayaran cicilan barang yang dijual oleh pihak BMT. Pihak BMT memperoleh kadar keuntungan dari harga barang yang dibeli anggota.
60
b. Pembiayaan Ijarah Ijarah pembiayaan dengan prinsip sewa, dimana BMT akan membelikan barang tertentu sesuai pesanan anggota dan selanjutnya disewakan kepada anggota untuk diangsur sesuai kemampuan. Apabila jangka waktu pembiayaan selesai maka barang tersebut menjadi hak milik anggota. c. Pinjaman (Qordhul Hasan) Qordhul Hasan adalah pembiayaan kebajikan tanpa dikenakan bagi hasil atau
keuntungan
dan
pengembalian
pinjaman
hanya
dituntut
mengembalikan modal pinjaman saja.
5.4. Perkembangan BMT Dana Insani 5.4.1. Kondisi Keanggotaan Keanggotaan BMT Dana Insani mengalami kenaikan setiap tahunnya ini dapat dilihat hingga pada bulan Juli 2008 tercatat sekitar 200 orang calon anggota yang telah mendaftar, terjadi kenaikan jumlah pendaftar sebanyak 120 orang dari tahun 2007 yang berjumlah 80 orang calon anggota (Lampiran 3). Semakin banyaknya calon anggota yang mendaftar didasarkan kepada ketersediaan dana di BMT Dana Insani tersebut sehingga para calon anggota mempercayakan lembaga keuangan ini untuk penyaluran pembiayaan. Pertanggal 31 Juli 2008 tercatat sebanyak 2.018 orang yang menjadi penabung aktif. Dihitung dari tahun 2007, tercatat kenaikan jumlah penabung sebanyak 631 orang dari catatan jumlah terakhir sebanyak 1.387 orang penabung. Sementara itu jumlah peminjam mengalami penurunan sebanyak 144 orang dari catatan tahun 2007 sebanyak 846 orang menjadi 702 orang peminjam
61
per tanggal 31 Juli 2008 (Lampiran 3). Penurunan jumlah peminjam tersebut mungkin disebabkan oleh peningkatan taraf ekonomi nasabah yang telah melakukan pinjaman modal usaha dari BMT Dana Insani. Ini tidak terlepas dari peran aktif BMT dalam melakukan kontrol usaha mitranya, sehingga BMT dapat meminimalkan resiko kemacetan pengembalian pinjaman oleh nasabah. 5.4.2. Kondisi Keuangan Perkembangan perputaran pembiayaan dan penerimaan pada BMT Dana Insani semakin meningkat terhitung sampai pada bulan Agustus 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa jarang sekali terjadi pembiayaan yang bermasalah yang dapat menyebabkan terjadinya kemacetan pengembalian pembiayaan oleh para anggota yang telah melakukan pinjaman modal pada BMT Dana Insani. Semua ini tidak terlepas dari kinerja seluruh staff BMT Dana Insani yang bekerja secara profesional dan amanah. Pada awal-awal tahun berdirinya tahun 2001, BMT Dana Insani memiliki asset modal sebesar Rp 42.380.947,00 yang digunakan untuk pembiayaan kepada anggota sebesar Rp 24.150.250,00. Terhitung per tanggal 31 Agustus 2008 BMT memiliki asset modal sebesar Rp 3.266.302.921,00. Secara keseluruhan akumulasi pembiayaan yang telah diberikan oleh BMT Dana Insani hingga bulan Agustus 2008 sebesar Rp 2.791.708.998,00 dan penerimaannya sebesar Rp 291.024.657,00 (Lampiran 4). Dalam jangka waktu tujuh tahun operasional BMT telah memiliki asset modal sebesar kurang lebih 3,26 miliyar rupiah. Dengan kata lain BMT tersebut dinilai berhasil dalam menjalankan usahanya untuk memberikan pembiaayan kepada masyarakat yang membutuhkan.
62
5.5. Pelaksanaan Pembiayaan di BMT Dana Insani Pembiayaan yang diberikan oleh BMT Dana Insani kepada mitranya yang keseluruhan dananya diperoleh dari perputaran uang, keuntungan nisbah bagi hasil dan juga dari modal penyertaan dana pihak ke tiga. Prosedur pembiayaan telah ditetapkan oleh pihak BMT dengan mempertimbanggakan kemudahan dan juga minimalisasi resiko pembiayaan tersebut. 5.5.1. Tahap Pengajuan Pembiayaan Pada tahap pengajuan pembiayaan, calon nasabah/mitra disyaratkan mempersiapkan beberapa hal: a. Aplikasi
permohonan
pembiayaan
(APP)
serta
pendapatan
dan
pengeluaran keluarga (PPK) b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) c. Fotokopi Kartu Keluarga (KK) d. Fotokopi surat nikah (bagi yang sudah menikah) e. Fotokopi jaminan pembiayaan f. Uang pendaftaran menjadi anggota koperasi (simpanan pokok) sebesar Rp 10.000,00 bagi yang belum menjadi anggota g. Uang simpanan wajib Rp 2.000,00 Selanjutnya syarat-syarat tersebut diberikan kepada Customer Service (CS) untuk diperiksa kelengkapannya. Kemudian pihak CS menanyakan pertanyaan dasar tentang usaha dan keluarga mitra dan selanjutnya menerangkan kepada calon mitra pembiayaan tentang proses pembiyaan di BMT tersebut. Kemudian berkas pengajuan pembiayaan dan kelengkapan lainnya diserahkan kepada Account Officer (AO) untuk diperiksa lebih lanjut. Setelah itu pihak CS mencatat pada
63
buku pengajuan pembiayaan tentang permohonan pembiayaan dan kemudian membuat formulir pembiayaan. Setelah semuanya selesai kemudian mitra dipersilahkan pulang dan akan dihubungi kembali oleh pihak BMT dalam jangka waktu maksimal tiga hari untuk proses lebih lanjut. Kemudian pihak AO melakukan wawancara kepada calon mitra untuk memperoleh informasi yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan putusan pembiayaan. Dalam hal ini pihak AO BMT telah mempersiapkan form wawancara yang berisi berbagai pertanyaan yang menjauhi dari kesan mengintrogasi calon mitra. Analisa dan wawancara yang dilakukan mengenai: a. Karakter, meliputi keadaan pribadi dan keluarga nasabah, kepatuhan memenuhi kewajiban (PBB, simpanan pokok, simpanan wajib bagi nasabah yang telah menjadi anggota, dll.) b. Kemampuan usaha dan kemampuan mengembalikan pembiayaan, meliputi bidang usahanya, penghasilan usaha per hari/per minggu/per bulan dan jumlah tanggungan keluarga c. Modal, meliputi modal yang ditananmkan dan sarana usaha yang dimiliki d. Jaminan. Dalam hal ini pihak BMT Dana Insani mensyaratkan adanya jaminan pembiayaan yang gunanya adalah untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi dari pembiayaan tersebut e. Kondisi usaha. Dalam hal ini pihak BMT melakukan kunjungan ke lapang (On The Spot/OTS). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan usaha yang dijalankan calon nasabah. Kemudian setelah melakukan wawancara, semua hasil wawancara dicatat oleh AO dan selanjutnya dibuatkan memorandum analisis pembiayaan (MAP) yang
64
kemudian akan dibawa dalam rapat komite untuk menentukan keputusan layak atau tidaknya mitra tersebut diberikan pembiayaan oleh BMT. 5.5.2. Tahap Pencairan Pembiayaan Pencairan pembiayaan akan dilakukan setelah hasil rapat komite menyetujui
permintaan
pembiayaan
calon
nasabah.
Lamanya pencairan
pembiayaan tergantung dari jumlah dana pembiayaan yang diajukan oleh nasabah dan juga tenggang waktu setelah prosedur terpenuhi sampai diadakannya rapat komite untuk mengambil keputusan. Rata-rata lamanya pencairan pembiayaan yaitu antara tiga sampai dengan tujuh hari. Dalam melakukan pembiayaan pihak BMT tidak memberikan batas maksimal dalam satu kali pengajuan permohonan pembiayaan. Hal ini dikarenakan BMT Dana Insani memiliki jumlah asset modal yang cukup besar yang akan digunakan untuk pembiayaan kepada para nasabahnya. Setelah permohonan disetujui, maka mitra akan dipanggil ke BMT untuk menandatangani slip pembiayaan dan juga pembacaan akad pembiayaan yang akan dilakukan oleh AO. Di dalam akad dijelaskan tentang jumlah pembiayaan, nisbah bagi hasil yang telah disepakati bersama, dan jumlah angsuran pokok yang harus dibayarkan oleh nasabah. Selanjutnya kasir akan menerima slip penarikan, akad pembiayaan, kartu angsuran dan kartu pengawasan pembiayaan yang telah dibuat oleh Administrasi Legal yang telah diperiksa dan disetujui oleh manajer. Setelah itu kasir akan menyerahkan sejumlah uang yang sesuai dengan jumlah yang tertera pada kuitansi yang telah ditandatangani oleh nasabah beserta kartu angsuran, dan kartu pembiayaan kepada nasabah pembiayaan.
65
5.5.3. Tahap Pemanfaatan dan Pengembalian Pembiayaan Dana yang telah cair, dapat langsung digunakan oleh nasabah untuk menambah modal usaha. BMT hanya merekomendasikan pembiayaannya hanya kepada nasabah yang telah menjalankan usahanya bukan yang memulai dari nol. Dalam memanfaatkan pembiayaan ini, mitra BMT mempunyai kekuasaan penuh untuk mengelola usahanya. Namun pihak BMT selalu mengadakan pengawasan secara aktif kepada nasabah untuk mengontrol keadaan usahanya, tidak ada jadwal pasti yang dibuat oleh pihak BMT untuk melakukan kunjungan ke lokasi usaha nasabah yang mendapatkan pembiayaan. Pihak BMT juga melakukan pembinaan usaha kepada seluruh mitra usahanya yang mendapatkan pembiayaan untuk menambah modal usaha. Pengembalian pembiayaan dalan BMT Dana Insani berbentuk angsuran baik harian, mingguan maupun bulanan. Jangka waktu angsuran ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antara kedua belah pihak, sedangkan besarnya angsuran telah ditetapkan oleh BMT Dana Insani dari perhitungan nisbah bagi hasil yang telah disepakati bersama dalam akad perjanjian. Dalam pelaksanaannya pembayaran angsurannya, pihak BMT langsung mengunjungi lokasi usaha mitra. Karena BMT telah membuat ketetapan untuk memberikan kemudahan kepada mitra dalam proses pengembalian angsuran dengan sistem jemput bola. Angsuran yang dibayarkan oleh mitra terdiri dari 3 macam pembayaran, yaitu angsuran pokok, bagi hasil untuk BMT dan tabungan pembiayaan. a. Angsuran pokok adalah angsuran yang dibayarkan oleh mitra untuk mengembalikan pinjaman pembiayaan. Besarnya ditentukan berdasarkan besarnya jumlah pembiayaan dibagi dengan jangka waktu pembiayaan.
66
Misalkan: Jumlah Pembiayaan
= Rp 5.000.000,00
Jangka waktu
= 10 bulan/250 hari
Angsuran pokok perhari (A)
= Rp 20.000,00/hari
b. Profit BMT adalah besarnya keuntungan yang diterima oleh BMT atas modal yang telah diberikan, dalam hal ini pihak BMT Dana Insani biasa disebut dengan bagi hasil. Nisbah bagi hasil ini sebelumnya telah disepakati bersama antara kedua belah pihak yaitu mitra yang mendapatkan pembiayaan dengan pihak BMT. Penetapan bagi hasil yang berlaku di BMT Dana Insani yaitu berdasarkan pendapatan (revenue sharing), bukan berdasarkan keuntungan yang diperoleh nasabah (profit sharing). Besarnya nisbah bagi hasil mempertimbangkan pada tingkat keuntungan yang ingin diperoleh BMT. Misakan: Nisbah bagi hasil yang telah disepakati adalah 80 : 20 80 persen untuk mitra sementara 20 persen adalah keuntungan yang diharapkan oleh pihak BMT. Maka perhitungannya adalah: Rp 5.000.000,00/10 bulan = Rp 500.000,00/bulan Keuntungan per bulan yang diharapkan BMT adalah: Rp 500.000,00 : 20 persen = Rp 100.000,00/bulan Maka: Keuntungan yang diharapkan BMT
= Rp 100.000,00
Bagi hasil (B) = Rp100.000,00 : 25 hari = Rp 4.000,00/hari Maka, besar angsuran per hari (A+B)
= Rp 24.000,00
67
c. Tabungan pembiayaan adalah simpanan anggota yang mendapatkan fasilitas pembiayaan dari BMT. Besar tabungan ini disesuaikan dengan kemampuan nasabah atau bahkan hanya untuk menggenapkan total angsuran saja. Tabungan ini dapat diambil bila pembiayaan telah lunas dan jika yang bersangkutan tidak membayar angsuran pembiayaan, maka pihak BMT berhak memotong sejumlah dana di tabungan pembiayaan. Selain itu, tabungan pembiayaan ini tidak mendapatkan imbalan bagi hasil.
68
VI. ANALISIS EFEKTIFITAS DAN FAKTOR-FAKTOR PENGAMBILAN PEMBIAYAAN SYARIAH
6.1. Analisis Efektifitas Prosedur Pembiayaan di BMT Dana Insani 6.1.1. Analisis Efektivitas Tahap Pengajuan Pembiayaan Pada tahap pengajuan pembiayaan ada beberapa prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak BMT untuk meminimalkan pembiayaan yang bermasalah. Seluruh mitra yang berkehendak untuk mendapatkan pembiayaan dari pihak BMT terlebih dahulu harus memenuhi segala prosedur yang diberlakukan BMT. Dari beberapa mitra yang menjadi responden penelitian ini mengatakan bahwa prosedur pembiayaan yang dilakukan oleh BMT Dana Insani sangat sederhana dan mudah untuk dipenuhi oleh para mitranya (Tabel 4) Tabel 4. Jumlah Nasabah Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap Pengajuan Pembiayaan pada BMT Dana Insani Tahun 2008 No Aspek Pengajuan Pembiayaan Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total Skor 1
Kemudahan prosedur
30
0
0
90
2
Persyaratan pembiayaan
29
1
0
89
3
Jaminan
7
21
2
65
4
Keramahan petugas dalam melayani pengajuan pembiayaan Total Skor
30
0
0
90 334
Keterangan : Skor 3 untuk jawaban mudah, ringan, kecil dan ramah Skor 2 untuk jawaban sedang dan biasa saja Skor 1 untuk jawaban berbelit-belit, berat, besar dan tidak ramah
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh keterangan bahwa proses pengajuan pembiayaan yang terjadi di BMT Dana Insani sudah efektif, dalam artian prosedur pada tahap pengajuannya dapat diterima oleh nasabah. Hal ini diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi calon nasabah lainnya untuk mengajukan pembiayaan.
Efektivitas
proses
pengajuan
pembiayaannya
dapat
dilihat
dari
sederhananya prosedur pembiayaan menurut nasabah yang ditetapkan BMT walaupun pihak BMT meminta banyak persyaratan yang antara lain: fotokopi KTP, fotokopi KK (kartu keluarga), fotokopi surat nikah (bagi yang sudah menikah) dan uang pendaftaran menjadi anggota BMT. Uang pendaftarannya (simpanan pokok) masih terhitung murah yaitu sebesar Rp 10.000,00 yang masih dibawah rata-rata koperasi lainnya yang biasanya menetapkan uang pendaftaran diatas Rp 20.000,00. Untuk meminimalkan resiko bermasalahnya pengembalian pembiayaan oleh nasabah, pihak BMT mensyaratkan adanya jaminan pembiayaan. Biasanya jaminan tersebut adalah surat-surat berharga seperti BPKB kendaraan bermotor, surat tanah dan sebagainya. Ada 21 orang atau 70 persen dari 30 orang nasabah yang menjadi responden mengatakan bahwa jaminan tersebut sebanding dengan jumlah pembiayaan yang diperoleh, 7 orang atau sekitar 23 persen mengatakan jaminan tersebut lebih ringan dari jumlah pembiayaan yang diambil dan 2 orang atau sekitar 7 persen nasabah mengatakan bahwa jaminan tersebut lebih mahal nilainya dibandingkan jumlah pembiayaan yang diambil. Jaminan yang disyaratkan oleh BMT tidak menjadi kendala besar bagi sebagian nasabah yang mendapatkan pembiayaan dari BMT Dana Insani. Berdasarkan total skor yang didapat yaitu sebesar 334, maka prosedur tahap pengajuan pembiayaan di BMT Dana Insani sudah efektif.
70
6.1.2. Analisis Efektivitas Tahap Pencairan Pembiayaan Kateristik nasabah pada umumnya mengajukan pinjaman pada saat membutuhkan tambahan modal bagi usahanya. Sehingga mereka sangat membutuhkan dana pinjaman dalam waktu cepat untuk keberlangsungan usahanya. Pihak BMT Dana Insani mengusahakan sesingkat mungkin waktu pencairan atau realisasi pembiayaan. Rata-rata waktu yang diperlukan dari proses pengajuan sampai pencairan kurang lebih satu minggu. Jika realisasi pembiayaan lebih dari satu minggu, ini biasanya disebabkan waktu pengajuan merupakan moment hari libur nasional, hari raya atau terlambatnya proses pengecekan ke tempat usaha. Tabel 5. Jumlah Nasabah Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap Pencarian Pembiayaan pada BMT Dana Insani Tahun 2008 No Aspek Pencairan Pembiayaan Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total Skor 1
Realisasi pembiayaan
27
3
0
87
2
Biaya administrasi saat pencairan
30
0
0
90
3
Besar pembiayaan yang diberikan
4
26
0
64
4
Kemampuan dalam memenuhi permintaan pembiayaan Total Skor
30
0
0
90 331
Keterangan : Skor 3 untuk jawaban cepat, ringan, besar dan mampu Skor 2 untuk jawaban sedang dan kurang mampu Skor 1 untuk jawaban lama, berat, kecil dan tidak mampu Berdasarkan Tabel 5 diperoleh keterangan bahwa tanggapan nasbah responden terhadap lamanya realisasi pembiayaan yaitu sebesar 90 persen mengatakan cepat dan sisanya sebanyak 10 persen mengatakan jangka waktu realisasi pencairan pembiayaan sedang (jangka waktu 1 minggu sampai dengan 1 bulan sejak pengajuan). Beberapa responden yang mengatakan jangka waktu pencairan lebih dari 1 minggu dikarenakan kebanyakan adalah nasabah dari BMT
71
yang baru pertama kali mengajukan permohonan pembiayaan. Sebagian besar nasabah BMT Dana Insani setelah melunasi pembiayaannya langsung mengajukan permohonan kembali. Dalam hal biaya administrasi yang harus dikeluarkan tersebut diperlukan untuk materai, buku tabungan, infak, serta biaya administrasi lainnya. Dari keseluruhan responden mengatakan biaya yang administrasi yang dikeluarkan pada saat permohonan pembiaayaan adalah ringan. Ini menunjukkan bahwa tidak adanya kendala yang dirasakan oleh nasabah berkaitan dengan jumlah biaya administrasi yang harus dikeluarkan mitra untuk memperoleh pembiayaan dari BMT tersebut. Dari segi besarnya jumlah pembiayaan yang diberikan oleh pihak BMT Dana Insani, sebanyak 13 persen dari jumlah responden mengatakan jumlah pembiayaan yang diberikan oleh pihak BMT besar dan sisanya sebanyak 87 persen dari jumlah responden mengatakan jumlahnya mencukupi untuk modal usaha, dalam artian jumlah yang diperoleh lebih kecil dari pada yang diajukan oleh nasabah dalam permohonan pembiayaan. Hal ini dilakukan BMT karena kebanyakan dari pemohon adalan mitra yang baru ingin bergabung dengan BMT Dana Insani. BMT Dana Insani dalam memberikan pembiayaan kepada nasabahnya dilakukan secara bertahap, menurut frekuensi peminjaman yang telah dilakukan terutama bagi nasabah baru. Semakin sering nasabah melakukan peminjaman maka jumlah modal yang diberikan akan semakin besar dan sebaliknya, nasabah yang baru mengajukan pembiayaan akan diberi modal yang sedikit dahulu. Strategi tersebut dilakukan oleh BMT Dana Insani untuk melihat
72
kesungguhan dari nasabah dalam pemenuhan kewajibannya untuk membayar angsuran kepada BMT. Kemampuan BMT dalam memenuhi permohonan pembiayaan yang diajukan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penerimaan angsuran pembiayaan. Terlihat dari keseluruhan responden mengatakan bahwa BMT Dana Insani mampu memenuhi permintaan mereka dalam pembiayaan. Secara keseluruhan berdasarkan total skor yang didapat yaitu sebesar 331, BMT Dana Insani dapat dikatakan sudah efektif dalam hal prosedur penyaluran pembiayaan.
6.1.3. Analisis Efektivitas Tahap Pemanfaatan Pembiayaan Efektivitas pemanfaatan pembiayaan mengukur sejauh mana ketepatan BMT Dana Insani dalam memberikan pembiayaannya serta pengelolaannya. Hal ini bertujuan agar pembiayaan yang diberikan benar-benar dimanfaatkan untuk usaha produktif, sehingga pengembalian pembiayaannya tidak mengalami kemacetan. Dalam hal pemanfaatannya seluruh nasabah menggunakannya untuk modal kerja. Namun dalam pengelolaannya, pihak BMT kurang melakukan pengawasan dan pembinaan atas pembiayaan yang telah diberikan kepada nasabahnya. Berdasarkan Tabel 6 di bawah ini, diperoleh keterangan bahwa sebagian kecil tidak mendapatkan pengawasan dan pembinaan dari pihak BMT Dana Insani yaitu sebesar 40 persen dari jumlah responden. Sementara itu sisanya sebesar 60 persen mengatakan bahwa pihak BMT kurang aktif dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap usaha mereka.
73
Tabel 6. Jumlah Nasabah Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap Pemanfaatan Pembiayaan pada BMT Dana Insani Tahun 2008 No Aspek Pemanfaatan Pembiayaan Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total Skor
2
Pengawasan dan pembinaan terhadap usaha nasabah Bantuan teknik
3
Sikap dalam hal konsultasi
30
0
0
90
4
Keaktifan petugas dalam kunjungan ke tempat usaha nasabah Total Skor
18
12
0
78
1
0
18
12
48
0
0
30
30
246
Keterangan : Skor 3 untuk jawaban aktif, sering dan ramah Skor 2 untuk jawaban kurang aktif, jarang dan biasa saja Skor 1 untuk jawaban tidak aktif, tidak pernah dan tidak ramah
Hal ini disadari oleh pihak BMT Dana Insani yang mengatakan bahwa program kerja untuk pengawasan, pembinaan dan bantuan teknik kepada para nasabah yang memiliki usaha belum sepenuhnya diberlakukan secara optimal. Ini didasarkan kepada belum tersedianya staff di BMT Dana Insani yang memiliki fungsi kerja untuk melakukan pembinaan secara terjadwal. Selama ini hanya staff AO yang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap para nasabahnya yang telah mendaptkan pembiayaan dari BMT tersebut. Sementara itu seluruh responden mengatakan tidak adanya bantuan teknik yang diberikan oleh pihak BMT untuk menunjang kemajuan usaha mereka. Pihak BMT. Hal ini disadari oleh BMT Dana Insani yang merasa bahwa hampir seluruh nasabahnya merasa mampu untuk menjalankan usahanya sendiri, terutama pada usaha yang membutuhkan skill khusus seperti pengrajin tembaga. Dalam hal konsultasi mengenai pembiayaan ataupun mengenai usaha seluruh responden mengatakan bahwa sudah dilakukan dengan baik oleh pihak BMT Dana Insani. Berdasarkan total skor yang didapat yaitu sebesar 246 menunjukkan bahwa tahap pemanfaatan pembiayaan di BMT Dana Insani dapat dikatakan cukup efektif.
74
6.1.4. Analisis Efektivitas Tahap Pengembalian Pembiayaan Jangka waktu pembayaran angsuran dan pelunasan pembiayaan oleh nasabah ditentukan oleh kesepakatan bersama. Biasanya untuk pembayaran angsuran pihak BMT menanyakan kepada nasabah tentang jadwal pengambilan angsuran. Kebanyakan dari anggota nasabah yang mendapatkan pembiayaan adalah para pedagang di pasar tradisional Kepek Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul, yang membayar angsurannya perhari. Ini dirasakan lebih memudahkan para nasabah karena jumlahnya yang dibayarkan setiap harinya lebih kecil nilainya dibandingkan apabila pembayaran dilakukan setiap bulan ataupun pada saat jatuh tempo. Tabel 7. Jumlah Nasabah Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap Pengembalian Pembiayaan pada BMT Dana Insani Tahun 2008 No Aspek Pengembalian Pembiayaan Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total Skor 1
Besar angsuran
29
1
0
89
2
Jangka waktu angsuran
14
16
0
74
3
Presentase bagi hasil yang diberikan
6
24
0
66
4
Keaktifan petugas dalam penagihan
30
0
0
90
Total Skor
319
Keterangan : Skor 3 untuk jawaban kecil, lama, ringan dan aktif Skor 2 untuk jawaban sedang dan kurang aktif Skor 1 untuk jawaban besar, cepat, berat dan tidak aktif
Berdasarkan Tabel 7 diperoleh keterangan bahwa sebesar 97 persen dari jumlah responden mengatakan besarnya angsuran yang ditetapkan ringan, sedangkan sisanya sebesar 3 persen mengatakan besarnya anggsuran sedang (masih terjangkau tapi terkadang telat dibayar). Hal ini menunjukkan secara umum besarnya angsuran pembiayaan tidak memberatkan, karena sebelumnya pihak BMT sudah menganalisis kemampuan calon nasabah dalam membayar
75
angsuran. Sedangkan dalam hal jangka waktu angsuran yang diberikan oleh pihak BMT, sebanyak 47 persen dari jumlah responden mengatakan lama dan sisanya sebanyak 53 persen mengatakan sedang yang terutama disebabkan jumlah pinjaman yang dirasakan oleh nasabah tidak sebanding dengan waktu yang diberikan BMT untuk melunasi pinjamannya tersebut. Mengenai bagi hasil atau keuntungan yang harus diberikan kepada BMT, sebagian besar nasabah yang menjadi responden mengatakan sedang (nasabah merasa sama-sama untung dengan pihak BMT) sebesar 80 persen dan sisanya sebesar 20 persen mengatakan ringan (nasabah tidak merasa dirugikan). Sebagian besar nasabah kurang paham tentang prinsip bagi hasil ini dan mereka menganggapnya sebagai bunga, sehingga sering dibandingkan dengan bunga rentenir yang rata-rata tiap bulannya 10 hingga 15 persen. Untuk penarikan pembiayaan pihak BMT menerapkan metode jemput bola yang artinya pihak BMT yang selalu melakukan penarikan angsuran nasabahnya langsung ke lokasi usahanya ataupun ke tempat tinggal dari nasabah yang mendapatkan pembiayaan. Dari Tabel 7 dapat dilihat seluruh responden mengatakan bahwa pihak BMT selalu aktif dalam melakukan penagihan. Ini menunjukkan bahwa BMT Dana Insani telah memiliki SDM yang menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Dari total skor yang didapat yaitu sebesar 319, tahap pengembalian pembiayaan pada BMT Dana Insani dapat dikatakan sudah efektif.
76
6.1.5. Analisis Dampak Pembiayaan Bagi Nasabah Kehadiran BMT Dana Insani di wilayah Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul dirasakan sangat bermanfaat bagi warga setempat. Alasannya yaitu dapat membuka akses permodalan diluar dari akumulasi keuntungan usaha sendiri, membantu menjaga keberlangsungan usaha khususnya dirasakan oleh para pedagang di pasar tradisional setempat. Selain itu juga berperan menutup akses masyarakat yang terjerat kepada para rentenir dalam peminjaman modal usaha. Dampak ekonomi yang cukup banyak dirasakan oleh nasabah responden yaitu perbaikan kondisi usaha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Pembiayaan yang didapat para nasabah dari BMT Dana Insani sebagian besar digunakan untuk modal usaha, sehingga manfaatnya secara langsung yang dirasakan adalah perbaikan kondisi usaha. Perbaikan usaha yang dirasakan oleh nasabah berbeda-beda tergantung jenis usahanya, seperti penigkatan modal sehingga omset penjualan dapat meningkat bagi nasabah yang berusaha di bidang perdagangan dan menjaga keberlangsungan usaha bagi para pengrajin, nasabah yang bergerak di bidang usaha peternakan serta para nasabah yang menjadi petani sawah. Sebagian besar nasabah responden mengatakan bahwa pembiayaan yang diberikan oleh BMT Dana Insani bermanfaat bagi peningkatan usaha mereka, yaitu sebesar 93 persen. Dimana sebesar 7 persen mengatakan bahwa tidak ada perubahan bagi usahanya. Perbaikan kondisi usaha yang dirasakan oleh para nasabah yang menjadi responden mempengaruhi kepada pendapatan yang mereka dapatkan. Sedangkan 77 persen nasabah mengatakan bahwa tingkat pendapatan mereka meningkat seiring dengan perbaikan usaha yang dirasakan setelah
77
mendapatkan pembiayaan dari BMT Dana Insani, sisanya sebanyak 23 persen mengatakan tidak ada perubahan pendapatan baik sebelum ataupun sesudah mendapat pembiayaan. Adapun respon nasabah dalam menanggapi dampak pembiayaan yang diberikan BMT Dana Insani dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini: Tabel 8. Jumlah Nasabah Responden dalam Menanggapi Dampak Pembiayaan yang Diberikan oleh BMT Dana Insani Tahun 2008 No Aspek Ekonomi Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total Skor 1
Kondisi usaha
28
2
0
88
2
Tingkat pendapatan
23
7
0
83
3
Kesejahteraan keluarga
20
10
0
80
4
Asset yang dimiliki
8
22
0
68
Total Skor
319
Keterangan : Skor 3 untuk jawaban meningkat Skor 2 untuk jawaban tetap Skor 1 untuk jawaban menurun
Peningkatan pendapatan yang diperoleh nasabah tersebut sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk kebutuhan konsumsi dan kebutuhan sekolah anaknya. Sedangkan penggunaan tambahan pendapatan adalah untuk memperbesar volume usaha. Ini terlihat dari pendapat nasabah mengenai kesejahteraanya yang meningkat setelah mendapatkan pembiayaan. Kesejahteraan tersebut sebagian besar berupa kemampuan pemenuhan kebutuhan konsumsi yang meningkat dan kemampuan untuk menyekolahkan anaknya. Sebesar 67 persen nasabah responden mengatakan kesejahteraannya meningkat dan 33 persen mengatakan tidak ada yang berubah dari kesjahteraan mereka.
78
Jarang sekali nasabah yang menggunakan kelebihan pendapatannya untuk menambah asset mereka dengan artian bahwa kelebihan pendapatan digunakan sepenuhnya untuk modal usaha dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Asset ini tidak terbatas pada barang-barang elektronik semata, tetapi juga mencakup pada peralatan usaha. Hal ini dikarenakan peningkatan pendapatan yang diperoleh tidak terlalu besar sehingga habis untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Nasabah responden yang mengatakan adanya peningkatan asset hanya sebesar 27 persen dan sebagian besar mengatakan tetap yaitu sebesar 73 persen. Berdasarkan skor yang didapat yaitu sebesar 319, maka manfaat pembiayaan yang diberikan oleh BMT Dana Insani sudah efektif. Secara keseluruhan dapat diperoleh rata-rata skor data dari data yang telah diolah dan ditampilkan pada Tabel 5 sampai dengan Tabel 8 sebagai berikut: Tabel 9. Rekapitulasi Tanggapan Responden Terhadap Pembiayaan Yang Diberikan Oleh BMT No Tanggapan Mitra BMT Total Skor 1
Tahap Pengajuan Pembiayaan
334
2
Tahap Pelaksanaan Pembiayaan
331
3
Tahap Pemanfaatan Pembiayaan
246
4
Tahap Pengembalian Pembiayaan
319
5
Dampak Pembiayaan Terhadap Nasabah
319
Rata-Rata Skor
310
Dari keseluruhan skor dalam tahap-tahap pembiayan sampai dampak terhadap nasabah diperoleh rata-rata skor dengan nilai 310. Ini menunjukkan bahwa tahapan prosedur pembiayaan sampai dengan dampak pembiayaan yang dirasakan oleh nasabah sudah memenuhi kriteria efektif dalam penilaian. Ini berarti bahwa keseluruhan prosedur sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi pada
79
bagian pemanfaatan pembiayaan, pihak BMT masih belum cukup optimal dalam memberikan bantuan teknik dan pengawasan rutin terhadap nasabahnya yang mendapatkan modal pembiayaan untuk menjalankan usaha. Seluruh responden mengatakan bahwa tidak adanya bantuan teknik yang diberikan oleh pihak BMT. Ini dikarenakan kekurangan sumber daya manusia pada pihak BMT itu sendiri yang bertugas untuk memberikan pengawasan dan bantuan teknik secara langsung.
6.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Pembiayaan Penelitian ini dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan adalah menggunakan analisis ekonometrika dengan model persamaan regresi linear berganda. Model persamaan regresi linear berganda digunakan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan nyata atau tidak berpengaruh nyata. Model persamaan yang didapat dari hasil analisis regresi linear selanjutnya dianalisa secara deskriptif. Variabel yang digunakan dalam analisis regresi linear berganda adalah jumlah karyawan (lnJK), pengalaman usaha (lnPU), penerimaan usaha (lnPRU), skala usaha (lnSU), pengalaman pengambilan pembiayaan (lnPPM), jangka waktu realisasi pembiayaan (lnJWR), jangka waktu angsuran (lnJW) serta sektor usaha yang terbagi menjadi sektor pertanian dan sektor non pertanian (D) yang diduga mempengaruhi pengambilan oleh mitra BMT Dana Insani. Hasil regresi linear berganda dari responden BMT Dana Insani dapat dilihat pada Tabel 10 dan hasil secara terperinci dengan menggunakan software Minitab versi 14 dapat dilihat pada Lampiran 6.
80
Tabel 10. Hasil Penduga Keofisien Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Pembiayaan pada BMT Dana Insani dengan Peubah Tak Bebas Ln Y (jumlah pembiayaan yang diambil nasabah) Variabel Koefisien T-hitung P-value lnJK (jumlah karyawan) 0,395 1,65 0,115 * lnPU (pengalaman usaha) - 0,153 - 1,21 0,239 lnPRU (penerimaan usaha) 0,0012 0,01 0,990 lnSU (skala usaha) 0,373 4,71 0,000 *** lnPPM (pengalaman pembiayaan) - 0,289 - 1,25 0,225 lnJWR (jangka waktu realisasi) 0,972 4,95 0,000 *** lnJW (jangka waktu angsuran) 0,642 2,90 0,009 ** D (sektor usaha. D1: sektor pertanian, D2: - 0,223 - 1,74 0,096 ** sektor non pertanian ) Intercept 2,61 4,58 0,000 *** R2 = 88,3 persen Keterangan : *** (nyata pada taraf 1 persen) ** (nyata pada taraf 10 persen) * (nyata pada taraf 15 persen)
Pengujian pertama dilakukan terhadap koefisien-koefisien yang diperoleh dengan menggunakan uji F. Nilai P-value yang diperoleh pada uji F adalah 0 yang mana lebih kecil dari α (α = 1 persen), berarti sedikitnya ada satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat nilai P-value dari masing-masing parameter (uji t), ternyata ada dua variabel yang berpengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 99 persen yaitu lnSU (skala usaha dan lnJWR (jangka waktu realisasi pembiayaan). Ada dua variabel yang berpengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 90 persen yaitu variabel jangka waktu angsuran (lnJW) dan sektor usaha mitra pembiayaan (D). Sementara itu variabel jumlah karyawan (lnJK) berpengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 85 persen. Nilai koefisien determinasi (R 2) yang diperoleh sebesar 88,3 persen, artinya bahwa 88,3 persen variasi pengambilan pembiayaan oleh nasabah responden dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat dalam model, sedangkan 11,7 persen lainnya diterangkan oleh error.
81
Pengujian selanjutnya yaitu pengujian asumsi kenormalan regresi linear klasik. Pengujian pertama yaitu pengujian multikolinearitas untuk memastikan tidak ada hubungan linear antara variabel penjelas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan cara melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Apabila VIF sama dengan satu berarti tidak ada masalah multikolinearitas dan bila nilai VIF lebih dari 10 maka menunjukkan adanya gejala multikolinearitas. Nilai VIF yang diperoleh dari hasil perhitungan berkisar antara 1,4 sampai dengan 4,4. Hasil ini dapat menunjukkan bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan gejala multikolinearitas (Lampiran 6). Pengujian kedua adalah uji autokorelasi yang digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan/korelasi antara faktor pengganggu. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan metode Durbin-Watson. Hasil yang didapatkan dari uji Durbin-Watson sebesar 2,81244. Hal ini menunjukkan bahwa model yang diperoleh tidak memperlihatkan gejala autokorelasi karena nilai yang didapatkan masih dalam kisaran angka 2. Pengujian ketiga adalah uji heterokedastisitas yang digunakan untuk melihat ada atau tidaknya variasi dari faktor pengganggu yang berbeda. Uji yang digunakan
untuk
melihat
masalah
heterokedastisitas
adalah
uji
White
Heteroskedasticity (Lampiran 7). Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai probability obs*R-squared pada model persamaan yaitu sebesar 0,094828, artinya nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 1 persen. Oleh karena itu model pada persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah heterokedastisitas.
82
Berdasarkan hasil analisis, variabel yang tidak berpengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 85 persen adalah variabel pengalaman usaha (lnPU), variabel penerimaan usaha (lnPRU) dan variabel pengalaman pengambilan pembiayaan (lnPPM). Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pengalaman usaha tidak berpengaruh secara nyata. Hal ini terjadi karena dalam penyaluran pembiayaan, pihak BMT tidak terlalu mempermasalahkan penerimaan usaha per bulan dan pengalaman usaha dari mitra pembiayaan. Karena pihak BMT sebelumnya telah melakukan wawancara untuk melihat karakter mitra calon pembiayaan, sehingga mitra yang dinilai amanah dalam pembiayaan yang akan diberikan pembiayaan. Tetapi untuk meminimalkan resiko BMT selalu memprioritaskan bagi mitra yang telah menjalankan usahanya sebelum melakukan permohonan pembiayaan. Variabel penerimaan usaha tidak berpengaruh secara nyata dikarenakan pihak BMT telah mensyaratkan adanya jaminan dalam pembiayaan. Sehingga pihak BMT secara tidak langsung memiliki kepercayaan kepada mitra pembiayaan akan lancarnya dalam proses pengembalian angsuran pinjaman. Dan juga karena BMT memiliki asset modal pembiayaan dalam jumlah besar yang belum tersalurkan, maka dari itu faktor penerimaan usaha nasabah tidak menjadi tolak ukur utama dalam penilaian layak atau tidaknya seorang mitra mendapatkan pembiayaan dari BMT. Variabel pengalaman pengambilan pembiayaan juga tidak berpengaruh secara nyata dikarenakan BMT Dana Insani kurang mempertimbangkannya dalam mengambil keputusan suatu pengajuan pembiayaan. Dalam hal ini BMT memandang semua orang yang benar-benar membutuhkan pembiayaan layak
83
untuk diberikan pembiayaan tersebut. Dalam pelaksanaannya pihak BMT selalu memantau mitra yang baru pertama kali mendapatkan pembiayaan sehingga dapat memperkecil resiko pengembalian pembiayaan yang bermasalah. Berdasarkan hasil analisis variabel yang berpengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 85 persen, antara lain: 1. Jumlah Karyawan Variabel jumlah karyawan dalam model dugaan memiliki nilai probability untuk menerima kesalahan taraf α sebesar 0,115 dan tanda estimasi yang sesuai dengan parameter dugaan yaitu positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin bertambahnya jumlah karyawan maka akan bertambah pula biaya operasional usaha sehingga berimplikasi pada modal usaha yang harus dikeluarkan untuk menjalankan usaha atau sebaliknya. Ini akan menjadi pertimbangan pihak BMT dalam pemberian pembiayaan untuk melihat kemampuan dalam mengangsur pembiayaan. Nilai koefisien jumlah karyawan dalam persamaan model adalah 0,395 yang artinya apabila jumlah karyawan naik (turun) sebesar 1 persen maka akan jumlah pembiayaan akan naik (turun) sebesar 0,395 persen, cateris paribus. 2. Skala Usaha Variabel skala usaha dalam model dugaan memiliki nilai probability untuk menerima kesalahan taraf α sebesar 0,000 dan tanda estimasi yang sesuai dengan parameter dugaan yaitu positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan meningkatnya skala usaha akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Skala usaha merupakan ukuran besar atau kecilnya usaha yang dijalankan. Pada penelitian ini skala usaha
84
diukur dengan besarnya modal yang digunakan dalam usaha tersebut. Untuk meningkatkan skala usaha seorang pengusaha perlu menambah modal untuk usaha tersebut. Dengan asumsi modal sendiri yang digunakan dalam usaha relatif terbatas, maka diperlukan tambahan modal dari sumber pembiayaan yang lain. Semakin besar skala usaha maka akan semakin besar pula modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha tersebut. Nilai koefisien skala usaha dalam model persamaan adalah 0,373 yang artinya apabila skala usaha naik (turun) sebesar 1 persen maka jumlah pembiayaan akan naik (turun) sebesar 0,373 persen, cateris paribus. 3. Variabel jangka waktu realisasi pencairan pembiayaan dalam model dugaan memiliki nilai probability untuk menerima kesalahan taraf α sebesar 0,000 dan tanda estimasi sesuai dengan parameter dugaan yaitu positif. Hal ini menjelaskan bahwa semakin cepatnya realisasi pembiayaan menunjukkan bahwa seorang mitra pembiayaan memiliki seluruh persyaratan yang dibutuhkan dalam permohonan pengajuan. Pihak BMT dalam hal ini sangat mempertimbangkan seluruh kelengkapan yang disyaratkan kepada mitra sebelum memberikan keputusan pembiayaan. Semakin besarnya jumlah nominal pembiayaan yang diminta akan berimplikasi terhadap waktu realisasinya pembiayaan tersebut atau sebaliknya. Nilai koefisien jangka waktu realisasi pembiayaan dalam model dugaan adalah sebesar 0,972 yang artinya apabila jangka waktu realisasi naik (turun) sebesar 1 persen maka jumlah pembiayaan akan naik (turun) sebesar 0,972 persen, cateris paribus.
85
4. Variabel jangka waktu angsuran dalam model dugaan memiliki nilai probability untuk menerima kesalahan taraf α sebesar 0,009 dan tanda estimasi sesuai dengan parameter dugaan yaitu positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jangka waktu angsuran akan berpengaruh pada peningkatan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Jangka waktu angsuran merupakan selang waktu dalam mengangsur pembiayaan. Semakin lama waktu yang digunakan dalam angsuran maka semakin mudah mitra dalam melakukan pemnembalian pembiayaan. Nilai koefisien jangka waktu angsuran adalah sebesar 0,642 yang artinya apabila jangka waktu angsuran naik (turun) 1 persen maka jumlah pembiayaan yang diambil akan naik (turun) sebesar 0,642 persen, cateris paribus. 5. Variabel sektor usaha dalam model memiliki nilai probability untuk menerima kesalahan taraf α sebesar 0,096 dan tanda estimasi yang sesuai dengan parameter dugaan yaitu negatif. Hal tersebut menjelaskan bahwa mitra dengan sektor usaha pertanian berpengaruh negatif, artinya nasabah yang memilki usaha di sektor pertanian pembiayaan akan mengalami penurunan atau berkurang dari pada sektor non pertanian.
86
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Berdasarkan kajian dan analisis yang dilakukan mengenai pembiayaan pola bagi hasil pada BMT Dana Insani, Maka beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1.
Pembiayaan yang diberikan oleh BMT dinilai efektif, hal ini dibuktikan dari keseluruhan rata-rata skor pada tahap pengajuan pembiayaan sampai dengan dampak yang dirasakan oleh nasabah dari pembiayaan tersebut sudah masuk dalam selang penilaian efektif yaitu skornya adalah 310.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan oleh nasabah di BMT Dana Insani yaitu faktor skala usaha dan jangka waktu realisasi pembiayaan pada koefisien keyakinan 99 persen. Faktor jangka waktu angsuran dan sektor usaha berpengaruh terhadap jumlah pembiayaan yang diambil pada koefisien keyakinan 90 persen. Dan faktor jumlah karyawan berpengaruh terhadap jumlah pengambilan pembiayaan pada koefisien kepercayaan 85 persen. Dari segi sektor usaha nasabah, pihak BMT untuk saat ini lebih memfokuskan kepada nasabah yang memiliki usaha sebagai pedagang. Hal ini dikarenakan perputaran uang di sektor ini lebih cepat dibandingkan sektor-sektor usaha lainnya.
7.2. SARAN Berdasarkan hasil kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis-analisis yang telah dilakuakan, maka saran-saran yang dapat menjadi pertimbangan dan masukan dalam penelitian ini yaitu : 1.
BMT Dana Insani perlu meningkatkan pengawasan, pembinaan dan juga bimbingan teknik terhadap para nasabah yang meminjam pembiayaan untuk modal kerja. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan terjadwal oleh pihak BMT sehingga dapat mengetahui sejauh mana perkembangan usaha nasabah. Selain itu juga dapat meminimalkan resiko pembiayaan yang bermasalah. Oleh karena itu, pihak pemerintah diharapkan lebih fokus untuk mengentaskan masalah kemiskinan dengan memfasilitasi pengadaan pelatihan-pelatihan bagi peningkatan keahlian para pelaksana BMT.
2.
Pihak BMT diharapkan mau memperhatikan sektor usaha selain perdagangan dalam memberikan pembiayaan. Contohnya pada bidang pertanian, karena sektor ini juga sangat membutuhkan sejumlah modal pembiayaan yang akan digunakan untuk kegiatan usahanya. Dalam pelaksanaannya BMT harus selalu melakukan monitoring dan pembinaan sehingga usaha dari nasabah yang bergerak dibidang pertanian dapat memperoleh hasil yang diharapkan.
88
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Kemiskinan dan Keuangan Mikro. Gema PKM Indonesia. Jakarta. Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek. Gema Insani Press. Jakarta. Aryati. 2006. Analisis Permintaan dan Efektivitas Pembiayaan Usaha Kecil Pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus KBMT Khidmatul Ummah, Kecamatan Cibungbulang, Bogor). Skripsi. Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Aziz, A. 2004. Pedoman Pendirian BMT. Pinbuk Press. Jakarta. _________. et al 2004. Penaggulangan Kemiskinan Melalui POKUSMA dan BMT. Pinbuk Press. Jakarta. Departemen Pertanian. 2007. Skim Pola Pembiayaan Bagi Hasil/Syariah Untuk Usaha Sektor Pertanian. Jakarta. _________. 2002. Buku Pedoman Pemberdayaan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (Peningkatan Kapasitas Manajemen Keuangan dan Organisasi LKM). Jakarta. Gujarati, D dan Sumarno, Z. 1997. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. Hidayat, Y. 2004. Efektivitas Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Koperasi Pondok Pesantren (KOPPONTREN) Hubbul Wathon, Kecamatan Cimalaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hilman, I. et al. 2003. Perbankan Syariah Masa Depan. Senayan Abadi Publishing. Jakarta. Kwartono, A.M. 2003. Analisis Usaha Kecil dan Menengah. Penerbit Andi. Yogyakarta. Ma’turidi, D.H. 2007. Peran Pembiayaan Syariah Dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Perwataatmadja, K.A. et al. Bank Syariah :Teori, Praktik, dan Peranannya. Calestial Publishing. Jakarta. Putra, A.S. 1995. Evaluasi Efektivitas Penyaluran Kredit Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Bagi Usaha Kecil Pedesaan (Studi Kasus di BMT Dompet Dhuafa Al-Abror Kabupaten Garut Jawa Barat). Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rora, F. 2007. Analisis Penilaian dan Faktor-Faktor Penyaluran Pembiayaan Syariah Dalam Pembiayaan Agribisnis Pada KBMT Khidmatul Ummah. Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simorangkir, O.P. 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Ghalia Indonesia. Bogor. Syafar, M. 2006. Analisis Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah Terhadap Petani Agribisnis Sayuran Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor (Studi Kasus Petani Sayuran Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor). Skripsi. Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Walpole, E.R. 1992. Pengantar Statistika. Edisi Ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
90
LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi BMT Dana Insani
RAPAT ANGGOTA TAHUNAN PENGURUS KETUA SEKRETARIS BENDAHARA MANAJER UMUM
KABAG. OPERSIONAL
PEMBUKUAN
CS
KABAG. MARKETING
TELLER
AO
FO
OFFICER
OFFICER
KABAG ADM. PERSONALIA dan LEGAL
ADM. LEGAL
REMEDIAL
PERSONALIA
KEPALA CABANG
ADM. dan PEMBUKUAN
ACCOUNT OFFICER
CS/ TELLER
91
Lampiran 2. Penjelasan fungsi perangkat organisasi BMT Dana Insani
a.
Rapat Anggota Tahunan (RAT) Rapat Anggota Tahunan merupakan kekuasan tertinggi dalam koperasi dengan tugas menetapkan anggaran dasar. Rapat anggota merupakan perangkat organisasi koperasi yang menentukan arah dari kegiatan usaha dan organisasi melalui suatu kesepakatan bersama diantara seluruh anggota. Hasil kesepakatan tersebut kemudian dimandatkan kepada pengurus selaku wakil anggota.
b.
Badan Pengurus Badan pengurus memiliki fungsi untuk melakukan kontrol/pengawasan secara keseluruhan atas aktivitas lembaga dalam rangka menjaga kekayaan BMT dan memberikan arahan dalam upaya lebih mengembangkan dan meningkatkan kualitas BMT.
c.
Manajer Umum Merencanakan, mengkordinasikan dan mengendalikan seluruh aktivitas lembaga yang meliputi penghimpunan dana dan pihak ketiga serta penyaluran dana yang merupakan kegiatan utama lembaga serta kegiatan-kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas utama tersebut dalam upaya mencapai target.
d.
Kabag. Operasional Merencanakan, mengarahkan, mengontrol serta mengevaluasi seluruh aktivitas dibidang operasional baik yang berhubungan dengan pihak internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan profesionalisme BMT khususnya dalam pelayanan mintra maupun anggota BMT.
d.
Kabag. Marketing Merencanakan, mengarahkan serta mengevaluasi target landing dan funding serta memastikan strategi yang digunakan sudah tepat dalam upaya mencapai sasaran termasuk dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah.
92
Lanjutan Lampiran 2.
e.
Kabag. Administrasi Personalia dan Legal Merencanakan mengarahkan, mengontrol serta mengevaluasi seluruh aktivitas di bidang administrasi, legal dan personalia yang berhubungan dengan pihak internal dan eksternal dan meningkatkan profesionalitas SDM BMT.
f.
Kepala Cabang Merencanakan, mengkordinasikan dan mengendalikan seluruh aktivitas cabang operasional BMT yang meliputi penghimpunan dana dan pihak ketiga serta penyaluran dana yang merupakan kegiatan utama lembaga serta kegiatan-kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas utama tersebut dalam upaya mencapai target.
g.
Pembukuan Mengelola administrasi keuangan hingga hingga pelaporan keuangan.
h.
Customer Service (CS) Memberikan pelayanan prima kepada mitra sehubungan dengan produk funding (penghimpunan dana) yang dimiliki oleh BMT, dalam hal ini tabungan (simpanan lancar) dan deposito (simpanan berjangka).
i.
Teller Merencanakan dan melaksanakan segala sesuatu termasuk yang sifatnya tunai.
j.
Account Officer (AO) Melayani pengajuan pembiayaan, melakukan analisis kelayakan serta memberikan rekomendasi atas pengajuan pembiayaan sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan.
k.
Funding Officer (FO) Menerapkan strategi dan pola-pola tertentu dalam rangka menghimpun dana masyarakat.
l.
Administrasi Legal Mengelola administrasi pembiayaan mulai dari pencairan hingga pelunasan dan membuat surat-surat perjanjian lain.
93
Lanjutan Lampiran 2.
m. Remedial Menjemput setoran baik angsuran pembiayaan maupun setoran tabungan mitra. n.
Personalia Mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia sesuai dengan tujuan kebijakan BMT.
94
Lampiran 3. Perkembangan Keanggotaan BMT Dana Insani
Tahun 2006
Tahun 2007
PER 31 JULI 2008
Anggota
68 orang
76 orang
76 orang
Calon Anggota
80 orang
80 orang
200 orang
Pemegang Sertifikat Saham
36 orang
36 orang
36 orang
1.253 orang
1.387 orang
2,018 orang
913 orang
846 orang
702 orang
Jenis Keanggotaan
Masyarakat Yg Dilayani : - Penyimpan - Penerima Pinjaman/Kredit
95
Lampiran 4. Perkembangan Keuangan BMT Dana Insani
Tahun
Asset
Landing
Funding
Pendapatan
Biaya
2001
42.380.947
24.150.250
28.919.160
3.577.607
8.061.170
2002
95.648.094
77.418.900
63.547.765
16.689.050
17.391.930
2003
151.051.014
94.145.025
101.031.146
33.919.137
32.733.448
2004
395.536.046
177.170.875
148.733.767
45.818.890
44.786.222
2005
703.789.169
615.383.075
337.187.020
138.126.857
129.411.301
2006
1.004.655.667
885.748.200
541.053.061
226.459.609
216.565.852
2007
1.346.450.377
1.093.038.855
870.200.081
299.469.490
288.417.209
31-Agust-08
3.266.302.921
2.791.708.998
1.799.485.365
291.024.657
254.926.717
96
Lampiran 5. Contoh Akad Pembiayaan LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH BMT DANA INSANI
Amanah, Mandiri & Profesional
Kantor Pusat Jl. KH Agus Salim 109 Kepek, Wonosari, Gunungkidul Telp. 0274-7435726 Kantor Cabang Semin, Semin, Gunungkidul Jl. Raya Ponjong Wonosari km 1 Ponjong, Gunungkidul Jl. Raya Trowono-Ngrenean (Barat Pasar Trowono) Paliyan
AKAD PEMBIAYAAN MUSYAROKAH Nomor: 2649/BMT-DI/MSA/06/IX/2008
Dari Abu Hurairoh R.A. bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa meminjam dari saudaranya dengan tekad mengembalikannya, maka Allah akan membantu melunasinya. Dan barang siapa meminjam dengan niat tidak mengembalikannya maka Allah akan membuatnya bangkrut” (Hadits) Dengan memohon petunjuk dan Ridho Alloh SWT, pada hari Sabtu, 06 September 2008 kami yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : Arisno, S.Pd.I 2. Jabatan : Manajer Marketing Dalam akad ini bertindak untuk dan atas nama BMT Dana Insani, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA. 1. Nama : Sumaryanto 2. Alamat : Ngeleri Lor, Ngeleri,,Playen Gunungkidul Dalam akad ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA. Kedua belah pihak sepakat melakukan perjanjian pembiayaan Musyarokah dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Perjanjian ini dilandaskan pada ketaqwaan kepada Allah SWT, saling percaya, ukhuwah Islamiyah dan rasa tanggung jawab. 2. Pihak Kedua dengan ini mengakui dengan sebenarnya telah menerima uang sebesar Rp 2.000.000,- dari Pihak Pertama sebagai pembiayaan Musyarokah. 3. Bahwa dana tersebut dalam butir (2) oleh Pihak Kedua akan dipergunakan dengan sebenarnya untuk Tambah Modal 4. Pihak Kedua memberikan Bagi Hasil sebesar Rp 735.000,- mengembalikan dana kepada Pihak Pertama secara Bulanan sebanyak 15 kali dan jatuh tempo tanggal 06 Desember 2009 5. Besarnya angsuran adalah : Rp. 183.000,a. Angsuran Pokok : Rp. 133.400,b. Bagi Hasil : Rp. 49.000,c. CDR : Rp. 600,6. Sebagai jaminan atas Pembiayaan sebagaimana tersebut butir (3), maka bersama ini Pihak Kedua menjaminkan Tabungan. Apabila masa jatuh tempo belum bisa melunasi, maka jaminan akan dilelang oleh Pihak Pertama. 7. Hal-hal yang belum diatur dalam butir-butir tersebut di atas akan ditetapkan kemudian dengan kesepakatan kedua belah pihak. Demikian akad pembiayaan ini dibuat dan ditandatangani dengan sebenarnya tanpa unsur paksaan dari manapun. Semoga Allah SWT memudahkan segala ikhtiar kita. Amien. Pihak Pertama Pihak Kedua (Arisno, S.Pd.I)
(Sumaryanto)
Saksi : 1. Edi Haryono
(………………………..)
1. …………………….
(………….……………)
2. ………………………..
(………………………..)
2. ……………………..
(……………………….)
97
Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Regression Analysis: Ln Y versus Ln JK; Ln PU; ... The regression equation is lnY = 2,61 + 0,395 lnJK - 0,153 lnPU + 0,0012 lnPRU + 0,373 lnSU - 0,289 lnPPM + 0,972 lnJWR + 0,642 lnJW - 0,223 D Predictor Constant lnJK lnPU lnPRU lnSU lnPPM lnJWR lnJW D
Coef 2,6072 0,3947 -0,1526 0,00118 0,37348 -0,2892 0,9725 0,6424 -0,2226
S = 0,168814
SE Coef 0,5698 0,2398 0,1260 0,09479 0,07926 0,2313 0,1964 0,2214 0,1279
R-Sq = 88,3%
T 4,58 1,65 -1,21 0,01 4,71 -1,25 4,95 2,90 -1,74
P 0,000 0,115 0,239 0,990 0,000 0,225 0,000 0,009 0,096
VIF 2,4 2,5 2,9 2,7 4,4 1,4 2,0 4,3
R-Sq(adj) = 83,8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source lnJK lnPU lnPRU lnSU lnPPM lnJWR lnJW D
DF 1 1 1 1 1 1 1 1
DF 8 21 29
SS 4,51374 0,59846 5,11220
MS 0,56422 0,02850
F 19,80
P 0,000
Seq SS 0,26445 0,33924 1,07959 1,66904 0,05783 0,73537 0,28187 0,08635
Unusual Observations Obs 8 9
lnJK 0,301 0,000
lnY 6,3010 5,6990
Fit 5,9696 6,0070
SE Fit 0,0980 0,1123
Residual 0,3315 -0,3080
St Resid 2,41R -2,44R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2,81244
98
Lampiran 7. Hasil Analisis Uji White Heterokedasticity
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
2.811025 22.52208
Probability Probability
0.030284 0.094828
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/17/09 Time: 21:42 Sample: 1 30 Included observations: 30 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LN_JK LN_JK^2 LN_PU LN_PU^2 LN_PRU LN_PRU^2 LN_SU LN_SU^2 LN_PPM LN_PPM^2 LN_JWR LN_JWR^2 LN_JW LN_JW^2 DUMMY
-2.58E+09 -1046.784 0.001350 7849.939 -0.030745 19555.91 -0.014086 -8294.185 0.005637 -41.89016 0.001471 3654.163 -0.054408 -28023.98 0.133558 3.05E+08
8.95E+09 783.9830 0.001187 9377.615 0.041066 24895.42 0.020015 14438.53 0.010426 935.1191 0.001097 20171.36 0.099017 11333.95 0.052531 2.23E+08
-0.288062 -1.335212 1.137087 0.837093 -0.748682 0.785522 -0.703763 -0.574448 0.540606 -0.044797 1.340587 0.181156 -0.549481 -2.472569 2.542445 1.370308
0.7775 0.2031 0.2746 0.4166 0.4664 0.4452 0.4931 0.5748 0.5973 0.9649 0.2014 0.8588 0.5913 0.0269 0.0235 0.1922
0.750736 0.483668 1.91E+08 5.11E+17 -603.1802 2.185969
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
1.99E+08 2.66E+08 41.27868 42.02598 2.811025 0.030284
99
Lampiran 8. Kuisioner Responden Mitra BMT Dana Insani
KUISIONER PENELITIAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENGAMBILAN PEMBIAYAAN DAN PENILAIAN EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH BAGI USAHA KECIL (Studi Kasus di BMT Dana Insani Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta) Kuisioner ini digunakan dalam rangka penyusunan bahan penelitian untuk skripsi oleh Aulia Noviandi Barus, mahasiswa Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mohon Bapak/Ibu berkenan mengisi kuisioner dengan jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yan sebenarnya. Karena hal ini sangat membantu keberhasilan penelitian ini. TerimaKasih. Bagian I: identitas responden nasabah BMT Dana Insani Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin :
Pria
Wanita
Status
:
Menikah
Belum menikah
Pendidikan
:
SD
SLTP
Jenis usaha
:
Alamat
:
Data keluarga : Suami/Istri : Anak
:
Jumlah pembiayaan yang diambil :
SLTA
lain-lain
(orang) (orang)
(rupiah)
100
Lanjutan Lampiran 8. Bagian II: Kuisioner untuk perhitungan penduga faktor-faktor pengambilan dan pemanfaatan pembiayaan Petunjuk Pengisian: isilah pertanyaan berikut dengan jawaban yang tepat 1.
Pengalaman usaha
:
(tahun)
2.
Jumlah karyawan
:
(orang)
3.
Pengalaman mengambil pembiayaan
:
(kali)
4.
Jangka waktu realisasi pembiayaan
:
(hari)
5.
Jangka waktu angsuran
:
(bulan)
6. Besar modal sendiri (skala usaha)
:
(rupiah)
7. Penerimaan usaha
:
(Rp/bulan)
Bagian III. Kuisioner penilaian efektivitas penyaluran pembiayaan (skala likert) Petunjuk Pengisian: lingkarilah jawaban yang sesuai Aspek pengajuan pembiayaan 1. Kemudahan prosedur Tahapan yang harus dilalui sejak proses permohonan pembiayaan hingga realisasi pembiayaan kepada nasabah a. mudah (tidak berbelit-belit/tidak terlalu banyak tahapan pencairan dana) b. sedang (tidak terlalu berbelit-belit, tapi prosesnya lambat) c. berbelit-belit (berbelit-belit/prosesnya panjang dan lambat) 2. Persyaratan pembiayaan Ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang calon nasabah. a. ringang (mudah dipenuhi oleh nasabah) b. sedang (ada item yang tidak bisa dipenuhi) c. berat (sulit dipenuhi oleh nasabah) 3. Jaminan Jaminan umumnya diberlakukan pada nasabah baru dengan melampirkan sertifikat/akta jual beli tanah/bangunan, BPKB kendaraan (mobil/motor) a. kecil (jaminan lebih kecil daripada pinjaman) b. sedang (jaminan sebanding dengan nilai pinjaman) c. besar (jaminan lebih besar dari nilai pinjaman)
101
Lanjutan Lampiran 8. 4.
Keramahan petugas dalam melayani pengajuan pembiayaan Keramahan petugas yaitu penilaian responden pada saat pertama kali mengajukan pinjaman. a. ramah b. biasa saja c. tidak ramah Aspek pencairan pembiayaan 1. Realisai pembiayaan Cairnya pembiayaan setelah melalui tahapan proses dengan melihat ketepatan pada setiap tahap proses yang dilakukan sejak pembiayaan disetujui a. cepat (jangka waktu paling lambat 7 hari sejak pengajuan pembiayaan) b. sedang (jangka waktu 1 minggu-1 bulan sejak pengajuan pembiayaan) c. lama (jangka waktu melebihi 1 bulan sejak pengajuan pembiayaan) 2. Biaya administrasi saat pencairan Biaya yang dikeluarkan selama proses permohonan pembiayaan hingga direalisasikan a. ringan (tidak memberatkan kepada nasabah) b. sedang (nasabah mengalami kesulitan untuk mencari dana awal) c. berat (memberatkan kepada nasabah) 3. Besar pembiayaan yang diberikan Pembiayaan yang diberikan tergolong besar apabila melebihi dari kebutuhan pembiayaan, sedang apabila cukup untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, kecil apabila pembiayaan yang diberikan tidak mencukupi sebagai tambahan modal usaha a. besar b. sedang c. kecil 4. Kemampuan dalam memenuhi permintaan pembiayaan Batasan terhadap kemampuan BMT dalam memenuhi permintaan pembiayaan adalah pihak BMT selalu menyetujui permohonan pembiayaan yang diminta di mana besar pengajuan sama dengan realisasi pembiayaan (mampu), besar pembiayaan yang terealisasi jurang dari besar pengajuan (kurang mampu), besar pembiayaan jauh dari pengajuan (tidak mampu) a. mampu b. kurang mampu c. tidak mampu
102
Lanjutan Lampiran 8. Aspek pemanfaatan pembiayaan 1. Pengawasan dan pembinaan terhadap usaha nasabah Pihak BMT selalu datang terjadwal untuk melihat perkembangan usaha (aktif), terkadang tidak datang sesuai jadwal (kurang aktif), tidak pernah datang untuk melihat perkembangan usaha (tidak aktif) a. aktif b. kurang aktif c. tidak aktif 2.
Bantuan teknik Pihak BMT memberikan arahan dalam menjalankan usaha agar berjalan dengan semestinya dan hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan. Batasan ini dilihat dari komitmen pihak BMT untuk memberikan arahan untuk kemajuan usaha nasabah a. sering (dilakukan minimal 1 bulan sekali) b. jarang (dilakukan dalam rentang 1 bulan-3 bulan sekali) c. tidak pernah 3. Sikap dalam hal konsultasi Pelayanan BMT kepada nasabah ketika nasabah melakukan konsultasi untuk perkembangan usaha a. ramah b. biasa saja c. tidak ramah 4. Keaktifan petugas dalam kunjungan ke tempat usaha Pihak BMT selalu melakukan kunjungan untuk memberikan masukan maupun arahan dan motivasi dalam menjalankan usaha mnasabah tersebut a. aktif b. kurang aktif c. tidak aktif Aspek pengembalian pembiayaan 1. Besar angsuran Jumlah angsuran pembiayaan yang harus dibayar nasabah setelah pengambilan pembiayaan. Besarnya angsuran ini telah disepakati kedua belah pihak dengan mempertimbangkan kemampuan nasabah dalam mengangsur a. kecil (angsuran tidak memberatkan) b. sedang (angsuran masih terjangkau namun terkadang telat dibayar) c. besar (angsuran memberatkan)
103
Lanjutan Lampiran 8. 2.
3.
Jangka waktu angsuran Selang waktu nasabah harus mengangsur dan melunasi pinjamannya (bulan). Lama angsuran ini telah disepakati bersama oleh pihak nasabah dengan BMT a. lama b. sedang c. cepat Persentase bagi hasil yang diberikan Biaya yang harus dibayar nasabah sebagai bentuk dukungan operasional kegiatan bagi pengelola BMT. Bisanya hal tersebut telah disepakati bersama antara pihak nasabah dengan BMT a. ringan (nasabah tidak merasa dirugikan) b. sedang (sama-sama untung) c. berat (nasabah merasa rugi)
4.
Keaktifan petugas dalam penagihan Petugas selalu datang untuk mengambil angsuran (aktif), terkadang tidak datang untuk mengambil angsuran (kurang aktif), angsuran diantarkan sendiri oleh nasabah (tidak aktif) a. aktif b. kurang aktif c. tidak aktif Aspek ekonomi (Dampak pembiayaan yang diberikan) 1. Kondisi usaha a. meningkat b. tetap c. menurun 2. Tingkat pendapatan a. meningkat b. tetap c. menurun 3. 4.
Kesejahteraan keluarga a. meningkat Asset yang dimiliki a. meningkat
b. tetap
c. menurun
b. tetap
c. menurun
104
Lampiran 9. Data-Data Nasabah Responden BMT Dana Insani
Jumlah Pembiayaan yang Diambil (Rp) 1500000 1000000 1500000 2000000 1000000 1500000 5000000 2000000 500000 9000000 2000000 1500000 3000000 3000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000
Jumlah Karyawan (orang)
Pengalaman Usaha (tahun)
1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 5 2 3 3 5 2 2 2
10 14 5 10 15 3 10 25 3 14 5 5 2 5 31 40 28 30 30 9
Penerimaan Usaha (Rp) 1000000 1000000 500000 500000 1500000 500000 6000000 750000 3600000 6000000 1500000 7500000 24800000 450000 675000 450000 600000 337500 337500 300000
Skala Usaha (Rp) 1000000 1000000 1500000 2000000 1000000 1000000 10000000 2000000 3000000 11000000 500000 300000 24000000 5500000 1000000 525000 970000 455000 455000 590000
Pengalaman Pengambilan Pembiayaan (kali) 1 2 2 3 5 2 4 6 6 2 3 1 1 5 1 1 1 1 1 1
Jangka JangkaWaktu Waktu Angsuran Realisasi (bulan) (hari) 7 12 7 12 7 8 7 10 15 5 7 8 15 10 7 6 7 5 7 24 7 10 7 15 2 12 7 20 7 12 7 12 7 12 7 12 7 12 7 12
Dummy 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1
105
Lanjutan Lampiran 9.
Jumlah Pembiayaan yang Diambil (Rp) 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 5000000 75000000 5000000
Jumlah Karyawan (orang)
Pengalaman Usaha (tahun)
2 3 3 2 4 3 2 5 3 3
46 20 31 40 31 21 30 23 19 4
Penerimaan Usaha (Rp) 337500 2250000 450000 1125000 500000 450000 125000 3000000 6000000 15000000
Skala Usaha (Rp) 455000 1625000 325000 860000 800000 360000 600000 60000000 75000000 5000000
Pengalaman Pengambilan Pembiayaan (kali) 1 1 1 1 1 1 1 2 1 4
Jangka JangkaWaktu Waktu Angsuran Realisasi (bulan) (hari) 7 12 7 12 7 12 7 12 7 12 7 12 7 12 5 10 30 36 15 3
Dummy 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
106