1
FORMULIR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH RINGKAS
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dr. Myrna laksman-Huntley NIP/NUP : 196101051990032001 adalah pembimbing dari mahasiswa S1 : Nama : Nisa Nurlita Husna NPM : 0906642771 Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi : Prancis Judul Naskah Ringkas : Kritik terhadap Islamofobia di Prancis dalam Lagu Rap menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa dan disetujui untuk (pilih salah satu dengan memberi tanda silang):
√
Dapat diakses di UIANA (lib.ui.ac.id) saja. Tidak dapat diakses di UIANA karena: Data yang digunakan untuk penulisan berasal dari instansi tertentu yang bersifat konfidensial Akan ditunda publikasinya mengingat akan atau sedang dalam proses pengajuan Hak Paten/ Hak Cipta hingga tahun…………………………………………………………………… Akan dipresentasikan sebagai makalah pada Seminar Nasional yaitu: ……………………………………………………………………………………………….. yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada bulan………………… tahun…………… Akan ditulis dalam bahasa Inggris dan dipresentasikan sebagai makalah pada Seminar Internasional yaitu: ………………………………………………………………………………………………… yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada bulan………………….. tahun…………… Akan diterbitkan pada Jurnal Program Studi/Departemen/Fakultas di UI yaitu: ………………………………………………………………………………………………… yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan……………...tahun…………………. Akan diterbitkan pada Jurnal Nasional yaitu: ………………………………………………………………………………………………… yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan…………. …. tahun…………………. Akan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan terbit pada Jurnal Internasional yaitu: ………………………………………………………………………………………………… yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan…………. …..tahun………………….
Depok, 21 Februari, 2014
Dr. Myrna Laksman-Huntley
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
2
HALAMAN PENGESAHAN Karya ilmiah ini diajukan oleh Nama : Nisa Nurlita Husna NPM : 0906642771 Program Studi : Prancis Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Jenis Karya : Makalah Non Seminar Judul Karya Ilmiah : Kritik terhadap Islamofobia di Prancis dalam Lagu Rap Telah disetujui oleh dosen pengajar mata kuliah untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggah dan dipublikasikan sebagai karya ilmiah sivitas akademika Universitas Indonesia.
Dosen Pembimbing
: Dr. Myrna Laksman-Huntley
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 21 Februari 2014
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
3
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
4
KRITIK TERHADAP ISLAMOFOBIA DI PRANCIS DALAM LAGU RAP
Nisa Nurlita Husna Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat, Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak Penelitian ini membahas mengenai kritik seputar Islamofobia yang terjadi di tengah masyarakat Prancis dalam lagu rap karya grup IAM yang berjudul Pain au Chocolat. IAM merupakan grup rap asal Prancis yang kerap mengangkat tema-tema sosial dalam karyanya. Lagu Pain au Chocolat merupakan sebuah lagu dalam album Art Martiens yang dirilis pada tahun 2013. Lagu ini, menurut anggota IAM, merupakan respon terhadap sebuah polemik dengan nama yang sama, Pain au Chocolat, yang terjadi di Prancis pada tahun 2012. Polemik ini berawal dari pidato Jean-François Copé, Presiden Partai UMP, di Draguignan yang dianggap berbau Islamofobia oleh sejumlah masyarakat. Pidato Copé menyinggung adanya kaitan antara sebuah tindak kriminalitas yang ia saksikan dengan bulan Ramadhan yang merupakan momen penting bagi umat muslim. Melalui lagu ini pula, IAM menceritakan adanya ketakutan dan kekhawatiran oleh sejumlah masyarakat Prancis atas Islam dan umat muslim sesuai dengan apa yang mereka saksikan dalam kehidupan sosial. IAM juga menguraikan dampak negatif yang terjadi atas perdebatan seputar agama yang selama beberapa waktu terakhir terus terjadi di Prancis. Kata kunci: kritik, rap, Islamofobia Abstract This essay studies criticisms on Islamophobia that happens in French society in the rap song of group IAM, entitled Pain au Chocolat. IAM is a French rap group that often brings some social themes in their works. Pain au Chocolat is a song from the album Art Martiens, released in 2013. This song, according to IAM’s members, is a response to the polemic with the same name, Pain au Chocolat, which has occurred in France in 2012. The polemic originated from the speech of Jean-François Copé, the President of UMP Party, in Draguignan, is considered as Islam phobic statements by some people. In his speech, Copé mentioned a link between a crime he witnessed and Ramadan (fasting month), an important moment for Muslims. Through this song, IAM also tells the fear and anxiety of some French people towards Islam and Muslims that they have seen in social life. Moreover, IAM expresses into words the negative impacts that may arise from debates regarding religion in France. Keywords: criticism, rap, islamophobia
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
5
Pendahuluan Rap adalah suatu ekspresi dalam bentuk ucapan atau vokal yang digabungkan dengan musik. Rap, menurut Pieter Remes, merupakan sajak dengan ritme tertentu, antara tuturan dan lagu (1991: 130). Lagu rap mulai dikenal dunia melalui rap Afrika Amerika. Sekitar tahun 1970, rap muncul seiring degan tren DJ (Disc Jockeys) dan selalu diasosiasikan dengan budaya hip hop yang lahir di South Bronx, New York, (Remes, 1991: 130). Terdapat dua jenis rap, yang pertama adalah rap Afrosentrisme yaitu rap lebih menekankan pada kekhasan dan identitas Afrika, dan yang kedua adalah Gangsta rap yang menggunakan bahasa yang keras dalam lagunya seperti identitas gangster (Griffin, 1998: 2).
Di Prancis, rap berkembang sekitar tahun 1980. André J. M Prévos (1998) menerangkan bahwa musisi rap Prancis pada umumnya berasal dari daerah pinggiran Prancis. Daerah pinggiran ini identik dengan kemiskinan dan pendidikan yang rendah. Daerah yang dimaksud adalah daerah banlieue yang mencangkup HLM 1 . Oleh karena kondisi masyarakatnya, HLM menjadi simbol halhal negatif, seperti peredaran obat-obatan terlarang, kenakalan remaja dan kekerasan (Prévos, 1998: 67). Bagi musisinya, rap selain sebagai seni juga merupakan penegas dan pembangun identitas individu (Kellner, 1999). Demikian juga bagi para musisi rap Prancis. Lagu rap merupakan sebuah sarana konstruksi identitas (Lasman, 2010). Diah K. Lasman menjelaskan dalam tesisnya yang berjudul Representasi Kaum Muda Imigran di Prancis dalam Lagu Rap Karya Rohff (2010) bahwa konstruksi identitas pertama yang terlihat adalah bentuk lirik lagu-lagu rap. Lagu rap memiliki diksi serta penulisan yang tidak sesuai dengan standar ortograf dan gramatikal Prancis. Cara tersebut dapat diartikan sebagai pemenuhan atas kebutuhan rima lagu atau sebagai dobrakan atas kelaziman yang dibentuk oleh sistem. Rap juga kerap menggunakan bahasa spesial seperti bahasa slang untuk memisahkan diri dengan yang lain (Remes, 1991: 139). Dengan kata lain, tujuan penggunaan bahasa tersebut agar hanya komunitas tertentu dari mereka yang paham pesan dalam lagu tersebut.
Salah satu grup rap ternama Prancis adalah IAM. April tahun 2013, grup rap yang telah terbentuk sejak 1989 ini, kembali mengeluarkan sebuah album berjudul Art Martiens. Sejumlah lagu dalam album terbaru IAM ini berisikan kritik seputar permasalahan sosial. Salah satu lagu dalam album ini adalah Pain au Chocolat. Lagu ini sempat ramai dibicarakan oleh berbagai media massa salah satunya adalah L’Express yang memberitakan dalam sebuah artikel berjudul Pain au chocolat: la chanson d'IAM qui tacle JeanFrançois Copé yang terbit pada 24 April 2013. Lagu tersebut terinspirasi dari sebuah polemik dengan nama yang sama. Polemik tersebut timbul saat Jean-François Copé, Presiden UMP, dalam pidatonya di sebuah pertemuan di Draguignan mengatakan: « Il est des quartiers où je peux comprendre l’exaspération de certains de nos compatriotes, père ou mère de famille rentrant du travail le soir, apprenant que leur fils s’est fait arracher son pain au chocolat par des voyous qui lui expliquent qu’on ne mange pas pendant le ramadan ».2 ‘Terdapat sejumlah daerah yang dapat saya pahami kekesalan dari beberapa saudara sebangsa kita. Ayah atau ibu sebuah keluarga pulang kerja di sore hari, kemudian mengetahui bahwa kue coklat anak mereka dirampas oleh para berandalan dengan alasan bahwa mereka tidak boleh makan selama bulan Ramadhan’ Sejumlah media massa mengabarkan bahwa pernyataan tersebut disorot oleh CFCM (Conseil Français du Culte Musulman) 3 sebagai pernyataan yang mengandung rasa benci terhadap muslim (Le Figaro, 11 Oktober 2012). Pernyataan Copé juga dimaknai sebagai bentuk Islamofobia atau ketakutan/kecemasan terhadap masyarakat muslim. Berawal dari polemik ini, IAM terinspirasi membuat sebuah lagu Pain au Chocolat yang berisi kritik terhadap sikap Copé dan masyarakat. Berdasarkan paparan di atas, maka muncul masalah bagaimana IAM menghadirkan kritik mengenai Islamofobia dalam lirik lagu Pain au Chocolat.
2
1
Habitations a Loyer Modere: Hunian dengan biaya sewa yang rendah
Dikutip dari “Présidence de l'UMP: Copé, le pain au chocolat et le ramadan”, www.lexpress.fr, 6 Oktober 2012. 3 Lembaga non-profit yang merupakan wadah bagi semua umat muslim di Prancis.
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
6
IAM Kelompok Musisi Prancis Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, IAM adalah salah satu grup rap ternama di Prancis. Pada dasarnya, grup rap ini beraliran Afrosentrisme. Seth Whidden dalam penelitiannya yang berjudul French Rap Music Going Global: IAM, They Were, We Are (2007) menjelaskan bahwa nama IAM, menurut para anggotanya, memiliki banyak makna. IAM dapat diartikan sebagai “Invasion Arrivant Mars”. Mars di sini mengacu pada Marseille, sebuah kota di Prancis yang merupakan tempat asal mereka. IAM juga dapat diartikan “Imperial Asiatic Men” atau pun “Indépendentistes Autonomes Marseilles”. Akan tetapi, menurut Akhenaton selaku pemimpin grup menyampaikan bahwa makna utama dari nama IAM berasal dari bahasa Inggris, “I am”. Makna tersebut menekankan eksistensi mereka sebagai pribadi maupun grup rap. Lagu mereka berjudul Dangerous dari album “L’école du micro argent” selalu dikaitkan dengan nama mereka sehingga menekankan menjadi “I am dangerous” . Grup ini dibentuk tahun 1989 oleh Philippe Fragione (Akhenaton), Geoffroy Mussard (Shurik’n), Eric Mazel (Khéops), Pascal Perez (Imhotep) dan François Mendys (Khephren). Dalam berkarya, IAM membawa ideologi mengenai Afrika dan lebih spesifik, Mesir kuno. Hal ini terlihat dari pemilihan nama panggung dari masing-masing personilnya yang diambil dari mitologi Mesir. Pemilihan mitologi Mesir oleh IAM beralasan karena mitologi Mesir merupakan inspirasi tumbuhnya masyarakat Mediterania (Whidden, 2007: 1011). Masyarakat Mediterania sendiri merupakan masyarakat dari negara-negara yang berbatasan dengan Laut Mediterania, antara lain Mesir, Libya, Aljazair, Yunani dan negaranegara di Eropa dan Afrika lainnya. (Climagrimed, FAO, 2003). Prancis adalah salah satu negara yang berbatasan dengan laut tersebut, tepatnya di kota Marseille, kota tempat IAM berasal. Ideologi dan kepedulian IAM terhadap Afrika terwujud dalam sebuah lagu berjudul “Les TamTam de L’Afrique” yang pada tahun 1991 (Whidden, 2007: 1011). Lagu tersebut merupakan lagu rap Prancis pertama yang mengkritik mengenai perbudakan di Afrika. Ideologi mengenai Mesir kuno dan Afrika, menurut Whidden (2007), memungkinkan IAM terhubung dengan dunia Arab, yang merupakan ras terbesar penduduk Afrika bagian Utara. Arab selalu dikaitkan dengan Islam dan menurut IAM
kecenderungan Islamofobia di tengah bangsa kulit putih cukup besar. IAM sendiri mengakui, akibat ulah para muslim fundamentalis, stereotip mengenai Islam dan muslim menjadi cenderung negatif, meski tidak semua muslim berlaku tidak baik. Melalui karya dan ideologinya, IAM ingin agar Arab dan Islam lebih diterima dan ditoleransi di tengah masyarakat Prancis. Perhatian IAM terhadap Arab juga tak terlepas dari latar belakang sebagian anggota grup yang berdarah campuran Afrika Utara. Kepedulian IAM tak sebatas pada Arab dan Islam, IAM ingin masyarakat Prancis lebih berbaur tanpa memandang ras dan warna kulit. Melalui tujuh album yang mereka ciptakan sejak tahun 1991, tampak jelas kepedulian IAM terhadap permasalahan sosial di negaranya menggiring IAM untuk menghasilkan karya yang sesuai dengan ideologi mereka. Islamofobia sebagai Bentuk terhadap Kaum Muslim
Diskriminasi
Perilaku diskriminasi menurut U.S EEOC (Equal Employment Opportunity Commision) dan Pemerintah Inggris dalam situsnya Discrimination: Your Rights membagi diskriminasi menjadi beberapa jenis, antara lain diskriminasi usia, gender, sex, ras, asal negara dan agama. Diskriminasi terhadap agama terjadi dalam beberapa dekade terakhir pada Islam dan umat muslim. Perilaku tersebut disebut Islamofobia. Islamofobia adalah sebuah kata, frase atau istilah baru yang merujuk pada prasangka atau diskriminasi terhadap Islam atau muslim (Himawan, 2008: 5). Himawan juga menambahkan, Islamofobia dapat berupa tindakan kekerasan secara fisik maupun verbal yang dilakukan terhadap umat muslim, serta perusakan properti lembaga-lembaga Islam. Perilaku Islamofobia menyebar luas setelah adanya tragedi 11 September 2011 atau tragedi 9/11 di Amerika Serikat, ketika WTC (World Trade Center) dan pangkalan militer, Pentagon, diserang oleh sejumlah teroris Islam fundamentalis. Ratusan nyawa jadi korban tragedi tersebut. The Runnymed Trust 4 mengartikan Islamofobia sebagai ketakutan berlebih dan kebencian terhadap Islam dan seluruh muslim (the runnymed trust, 1997). Islamofobia juga dipandang sebagai suatu fenomena yang disebabkan karena 4
sebuah lembaga survei Inggris yang bergerak di bidang etnisitas dan keragaman budaya
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
7
masyarakat muslim tidak dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam masyarakat umum di dunia barat. The Runnymed Trust kemudian meneliti adanya dua cara pandang terhadap Islam, yaitu pandangan terbuka dan tertutup mengenai Islam. Menurut Runnymed Trust, pandangan terbuka mengenai Islam berupa rasa hormat kepada Islam dan umat muslim. Sementara itu, pandangan tertutup mengenai Islam berbanding terbalik dengan pandangan terbuka. Terdapat delapan poin pandangan tertutup terhadap Islam antara lain: 1. Islam dipandang sebagai sebuah blok monolitik, statis dan tidak responsif terhadap perubahan. 2. Islam dilihat sebagai suatu hal yang terpisah dan ‘liyan’5. Ia tidak memiliki nilai-nilai yang sama dengan budaya lain, tidak terpengaruh dan tidak mempengaruhi mereka. 3. Islam dianggap sebagai inferior dari budaya Barat. Islam juga dipandang sebagai sesuatu yang barbar, irasional, primitif, dan seksis. 4. Islam dilihat sebagai sebuah kekerasan, sesuatu yang bersifat agresif, mengancam, mendukung terorisme, dan terlibat dalam bentrokan peradaban. 5. Islam dipandang sebagai sebuah ideologi politik, yang digunakan untuk keuntungan politik atau militer. 6. Kritik dari muslim mengenai dunia Barat, ditolak mentah-mentah. 7. Permusuhan terhadap Islam digunakan untuk membenarkan praktik diskriminasi terhadap Muslim dan pengucilan Muslim dari masyarakat pada umumnya. 8. Permusuhan anti-Muslim dipandang sebagai sesuatu yang alami dan normal. Pandangan tertutup terhadap Islam inilah yang kemudian menimbulkan sikap diskriminasi. Persepsi bahwa Islam lebih inferior dibanding budaya Barat juga muncul seiring munculnya ketakutan tersebut. Bahkan sebagian cenderung memandang Islam sebagai aliran politik, bukan agama. Permasalahan terkait masyarakat muslim juga terjadi di Prancis. Tidak ada sensus resmi mengenai ras dan agama di Prancis karena sensus penduduk Prancis tak pernah menyertakan agama dan ras individu sesuai dengan hukum Prancis 6 Januari 1978, pasal 8 yang berbunyi: <
>. 5
‘Dilarang mengumpulkan atau memproses data pribadi yang tampak, langsung maupun tak langsung, rasial atau asal etnik, aliran/ pendapat politik, filosofi atau agama’(Le Figaro, 5 April 2011). Akan tetapi, media massa Le Figaro edisi 5 April 2011 memaparkan bahwa INSEE (Institut national de la statistique et des études économiques ) dan INED (l'Institut national des études démographiques) pada tahun 2010 mencatat jumlah muslim di Prancis mencapai sekitar 2,1 juta jiwa. Sementara, menurut Le Figaro, le ministère de l'Intérieur (Menteri Dalam Negeri) Prancis mencatat terdapat sekitar 5 hingga 6 juta jiwa di Prancis. Muslim di Prancis tergolong dalam kelompok minoritas yang tumbuh secara cepat (AlSayyad et al, 2002: 147). Pada tahun 2010, terdapat sekitar 5-6 juta penduduk muslim di negara ini. Penduduk muslim ini mayoritas merupakan imigran yang berasal dari kawasan Afrika Utara. Aljazair menempati urutan pertama, kemudian diikuti oleh Maroko di urutan kedua. Para imigran datang ke Prancis pasca Perang Dunia II. Mayoritas imigran ini adalah para pria yang datang dengan motif ekonomi. Kedatangan imigran pada masa pasca PD II tersebut membawa dampak sosial yang lebih besar dari kedatangan imigran sebelumnya karena adanya perbedaan budaya dan latar belakang sejarah yang terlalu jauh antara para imigran tersebut dengan masyarakat Prancis. (Miranda, 2007:1-2). Begitu pula dengan imigran asal Afrika, khususnya Afrika Utara, yang memiliki latar belakang budaya yang jauh berbeda dari masyarakat Prancis. Imigran Afrika Utara merupakan masyarakat dengan ras Arab dan mayoritas memeluk agama Islam. Agama Islam terasa asing di Prancis yang mayoritas masyarakatnya merupakan pemeluk agama Katolik. Para imigran ini kemudian menolak kembali ke negaranya dan menjalani hidup bersama para keturunannya di Prancis. Permasalahan terkait Islam dan muslim muncul kala Prancis menegakkan hukum sekulernya yang bagi sebagian masayarakat muslim di Prancis sulit dipatuhi. Misalnya adalah pelarangan mengenakan atribut agama yang diatur dalam hukum. Bagi wanita muslim, mengenakan hijab, yang merupakan atribut agama, adalah menjalankan perintah Tuhan sekaligus sebagai identitasnya. Hal ini jelas bertentangan dengan hukum di negaranya. Citra buruk terhadap Islam juga kian menguat dan menyebar di seluruh dunia
Yang lain/orang lain
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
8
kala peristiwa 9/11 terjadi, tak terkecuali di Prancis. Polemik Pain Au Chocolat yang timbul dari pidato Jean-François Copé ditambah permasalahan sosial terkait diskriminasi suatu golongan yang tengah terjadi di negaranya, membuat IAM bersuara lewat sebuah lagu yang diberi judul serupa dengan polemik yang menginspirasinya. IAM melontarkan kritik sosial dan sindiran terhadap sejumlah pihak melalui lagu ini. IAM dalam lagu ini menempatkan diri sebagai golongan minoritas yang kerap merasa mendapat perlakuan yang berbeda dari masyarakat Prancis pada umumnya. Untuk melihat isi kritik dan sindiran tersebut, lirik akan dibahas secara mendalam. Jean-François Copé dan Pidatonya yang Dianggap Berbau Islamofobia Jean-François Copé saat ini menjabat sebagai Presiden dari partai UMP (Union pour Mouvement Populaire). Tahun 2012 silam, dalam pidato kampanyenya untuk pemilihan presiden UMP di Draguignan, ia mengatakan: « Il est des quartiers où je peux comprendre l’exaspération de certains de nos compatriotes, père ou mère de famille rentrant du travail le soir, apprenant que leur fils s’est fait arracher son pain au chocolat par des voyous qui lui expliquent qu’on ne mange pas pendant le ramadan »6. ‘Terdapat sejumlah daerah yang dapat saya pahami kekesalan dari beberapa saudara sebangsa kita. Ayah atau ibu sebuah keluarga pulang kerja di sore hari, kemudian mengetahui bahwa kue coklat anak mereka dirampas oleh para berandalan dengan alasan bahwa mereka tidak boleh makan selama bulan Ramadhan’ Sejumlah media massa seperti Le Figaro pada 11 Oktober 2012 silam memberitakan CCIF dan CFCM menilai bahwa kalimat tersebut mengandung kebencian terhadap masyarakat muslim. Copé dianggap melakukan pencemaran nama baik umat muslim atas nama bulan Ramadhan (Magnenet, 2012). Pernyataan Copé
juga disangkal oleh CCIF 7 karena tidak terbukti kebenarannya. Situasi yang digambarkan Copé adalah perampasan kue coklat oleh berandalan kepada seorang anak kecil di lingkungan bermainnya atau sekolah. Sementara menurut CCIF, bulan Ramadhan beberapa tahun terakhir jatuh pada libur musim panas sehingga anak-anak tidak berangkat sekolah. CFCM dikabarkan telah melayangkan gugatan pada Copé atas pernyataannya tersebut (Francetvinfo, 10 November 2012). Sementara itu, untuk melakukan dialog dengan masyarakat terkait isu perampasan kue coklat, sejumlah relawan CCIF turun ke jalan dan membagi-bagikan kue coklat di depan stasiun Saint-Lazare (Francetvinfo, 10 November 2012). Meski demikian, permasalahan berakhir damai setelah diadakan pertemuan antara presiden CFCM, Mohammed Moussaoui dan Jean-François Copé, kemudian CFCM mencabut gugatan terhadap Copé (Le Figaro, 10 Januari 2013). Polemik tersebut menarik perhatian IAM yang lantas dalam karya terbarunya bersuara mengenai kondisi di negaranya yang tengah sibuk memperdebatkan masalah agama dan peraturan negara. Dalam lagu ini IAM beberapa kali secara tegas menyindir Copé atas pidatonya: <<- Bonjour Madame - Bonjour Jean-François ça va ? - Oui - Je te sers quoi aujourd'hui ? - Je voudrais un pain au chocolat s'il vous plait - Mhmm, tu ne dois pas être au courant mais c'est assez dangereux d'en manger en ce moment. - Ah bon ? - Je te suggère plutôt un croque monsieur ou vraiment le plus sur, le rouleau à la saucisse pure porc >> ‘– Selamat pagi, Bu - Pagi Jean François, apa kabar? - Baik. - Kamu mau apa hari ini? - Saya mau roti coklat - Mhmm, kamu pasti tidak tahu tapi agak berbahaya memakannya saat ini - Oh, ya? - Saya lebih menyarankan un croque monsieur atau yang lebih pasti, le rouleau à la saucisse pure porc’ 7
6
Dikutip dari “Présidence de l'UMP: Copé, le pain au chocolat et le ramadan”, www.lexpress.fr, 6 Oktober 2012.
CCIF (Le Collectif Contre l'Islamophobie en France): Sebuah asosiasi hukum yang bertujuan untuk melawan diskriminasi, prasangka buruk serta agresi terhadap muslim oleh pelaku Islamofobia
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
9
‘Selalu ada yang mempertanyakan apa yang kami lakukan di sana, boubou9 dan jilbab kami’ Terkait isu perampasan roti coklat oleh berandalan pada bulan Ramadhan. Penjual roti menyarankan pada Jean-François untuk membeli dua jenis roti tersebut dibanding roti coklat. Biasanya un croque monsieur diisi dengan daging babi dan le rouleau à la saucisse pure porc juga menggunakan sosis dari daging babi. Kedua jenis roti tersebut sama-sama mengandung daging babi yang haram atau tidak boleh dimakan oleh umat Islam, sehingga Jean-François, sang pembeli, tidak perlu cemas rotinya akan direbut oleh para berandalan dengan alasan bulan Ramadhan. Lirik tersebut merupakan sindiran yang dialamatkan IAM kepada Jean-François Copé. Pemilihan nama Jean-François untuk pemuda kecil yang tengah membeli roti diambil dari nama Jean-François Copé. Hal ini ditujukan untuk mempertegas sindiran pada Copé. << Des couplets maladroits pour terroriser le petit Jean-François >> ‘Lirik-lirik canggung untuk meneror (menakutnakuti) Jean-François kecil.’ Kata-kata ini diulang sebanyak empat kali dalam lagu untuk menekankan sindiran terhadap JeanFrançois atas pidatonya di Draguignan. Perdebatan Terkait Atribut Agama: Identitas Umat Muslim vs. Hukum Sekuler Prancis Sebagai negara yang bersifat laïque 8 , Prancis melarang penggunaan atribut agama dalam ruang publik. Nesïbe Hïcret Soy dalam artikelnya yang berjudul Islamophobia Rises in France as Identity, Economic Crises Meet (2013) menerangkan bahwa tahun 2004, penggunaan atribut keagamaan dilarang di sekolah menengah atas di Prancis, termasuk penutup kepala, sepeti hijab. Tak lama kemudian, larangan tersebut diperluas hingga ke universitas. Terhitung April 2011, Prancis secara resmi melarang penggunaan burqa di publik. Di bawah peraturan hukum, siapa pun yang mengenakan burqa akan didenda sebesar 150 euro atau dipaksa mengikuti pendidikan kewarganegaraan Prancis. Muncul banyak perdebatan seputar isu ini. Seperti yang diungkapkan IAM: << Il y en a qui se demande toujours ce qu’on fout là, nos boubous et nos foulards.>>
8
Laïque atau sekuler: pemisahan agama dengan urusan negara.
Menurut IAM, perdebatan seputar burqa atau hijab telah berdampak negatif pada masyarakat. IAM mengungkapkan penggunaan boubou ataupun foulard masih tidak sepenuhnya diterima masyarakat. Pendapat IAM didasari oleh kondisi Prancis yang selama beberapa tahun terakhir mengalami permasalahan antara peraturan negara yang sekuler dengan fakta bahwa sekitar lima juta penduduk Prancis adalah umat muslim yang tidak lepas dari atribut keagamaan sebagai identitasnya, khususnya wanita muslim (muslimah). Para wanita muslim menolak menanggalkan atribut keagamaannya yang berarti menentang peraturan Negara Prancis. Dampaknya, para pengguna burqa atau hijab, kesulitan mengakses beberapa layanan publik, bahkan beberapa melaporkan perlakuan tidak menyenangkan yang mereka alami akibat pakaian mereka. Meski tidak seluruh masyarakat Prancis menolak pengguna hijab atau burqa, para wanita muslim ini kerap merasa terasing dari sosial dan sulit mendapatkan pekerjaan. Menurut IAM, muncul banyak perdebatan terkait penggunaan hijab dan burqa di ruang publik. Mereka juga berpendapat bahwa perdebatan tanpa hasil tersebut kerap kali hanya menimbulkan permusuhan antar golongan masyarakat tertentu di Prancis. Akhenaton, salah satu anggota IAM, menjelaskan lebih lanjut mengenai lirik ini dalam sebuah wawancara dengan Le Nouvel Obs pada 19 April 2013 silam: <> ‘Kita harus khawatir bahwa kita terikat dalam sebuah debat steril (debat tanpa hasil) mengenai hijab dan menara masjid. Sementara Prancis kehabisan darah.10’ Berbagai laporan mengenai beberapa tindak kekerasan terhadap wanita berhijab menjadi salah satu contoh permusuhan yang timbul akibat perdebatan tersebut. Permusuhan sesama warga Prancis ini yang kemudian menjadi kekhawatiran bagi IAM. <>
9
Sejenis jubah, pakaian tradisional Afrika Prancis dalam masalah besar
10
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
10
‘Ketakutan muncul dan akibatnya penuh akan kekerasan. Berlaku untuk memberikan kami citra yang menyebalkan.’ Kekerasan yang terjadi berupa kekerasan fisik maupun verbal. Menurut IAM, kekerasan verbal yang dialamatkan pada umat muslim hampir mereka terima setiap hari, termasuk dari media massa. << Toujours les mêmes mots qu’on entend, mais ça passé mieux ce coup là. Banalisé le discours se durcit, et nous, on encaisse. On sent l’impact de chaque propos relaté par la presse>> ‘Kami selalu mendengar kata-kata yang sama, meski saat ini hal tersebut menjadi lebih baik di sana. Wacana biasa yang menguat, dan kami, kami menerima. Kami merasakan dampak dari setiap kata-kata yang dikeluarkan oleh pérs.’ Menurut IAM, mereka selalu mendengar katakata yang sama. Kata-kata yang sama ini tidak dapat diartikan sebagai hal yang positif. Perkataan negatif ini merupakan bentuk kekerasan verbal yang dilakukan oleh pelaku Islamofobia. Seperti yang diberitakan oleh New York Times pada 18 Juni 2013 adalah sebuah kasus penyerangan seorang wanita muslim yang terjadi pada di Argenteuil. Wanita berusia 21 tahun yang tengah hamil empat bulan ini diserang dua orang pria asing, hingga keguguran. Pelaku penyerangan mengumpat-umpat, melepas paksa hijab sang wanita kemudian menendang perutnya yang berakibat ia kehilangan bayi dalam rahimnya. Prasangka Buruk terhadap Muslim oleh Masyarakat Prancis Perdebatan terkait muslim tak hanya sebatas pelarangan burqa, melainkan tentang stereotip negatif yang melekat pada Islam atau kaum muslim: <> ‘Sebelumnya kami adalah bougnoules,11 negro,12 atau basané 13 . Sekarang kami semua adalah 11
Bougnoule: sebutan untuk orang-orang Afrika Utara, memiliki konotasi negatif. (http://oumma.com/Le-Bougnoule-sasignification) 12 Negro: kulit hitam 13 Basané: kulit coklat, hitam karena matahari
teroris dan ahli bom. Dan mulai lagi, orang-orang jadi gila, kebencian merayakan kedatangannya kembali.’ Potongan lirik tersebut menceritakan, imigran atau keturunan imigran Afrika sebelumnya adalah bougnoule, negro, atau basané. Sebutan-sebutan berkonotasi negatif tersebut diberikan masyarakat Prancis kulit putih pada imigran atau keturunan Afrika. Sebutan rasial ini tak lepas dari stereotipe ras terkait. Tidak dipungkiri, awal kedatangan para imigran asal Afrika ini adalah untuk mencari pekerjaan di Prancis, dengan keadaan imigran yang tidak berpendidikan dan berkeahlian khusus. Pekerjaan yang mereka lakukan adalah pekerjaanpekerjaan kasar yang berat. Sebagian besar dari mereka adalah para pria yang bekerja sebagai buruh di sektor-sektor industri (AlSayyad et al, 2002: 131-132). Dalam buku Muslim Euro or Euro-Muslim karya AlSayyad dan kawan-kawan (2002) menyatakan bahwa tidak semua imigran ini mampu berbaur secara politik maupun sosial dengan masyarakat Prancis. Akibatnya, imigran Afrika dengan tingkat ekonomi sosial yang rendah ini cenderung menjadi terlihat berbeda dari masyarakat Prancis kulit putih. Stereotipe tersebut masih melekat pada keturunan-keturunan imigran meski mereka telah secara de facto merupakan warga negara Prancis. Kini sebutan buruk kepada para imigran dan keturunannya telah berganti, tak hanya sekadar dijuluki masyarakat dengan kesejahteraan yang rendah, tetapi juga disebut sebagai teroris dan ahli bom. Julukan ini merujuk pada masayarakat ras Afrika yang juga mayoritas adalah kaum muslim. Hal ini berkaitan dengan aksi terorisme yang dilakukan para muslim radikal yang melakukan tindak kriminal dengan kerap mengatasnamakan agama. Pemberitaan media mengenai pemboman yang dilakukan oleh sejumlah kaum muslim radikal atas nama terorisme, secara tidak langsung menumbuhkan pencitraan negatif terhadap umat muslim ataupun Arab di mata masyarakat Barat. Sejumlah masyarakat bahkan mengeneralisasikan bahwa semua orang Arab dan muslim identik dengan kekerasan atau terorisme. Seperti yang diungkapkan IAM: << Les plus atteints voient des Merah partout. Ils pensent qu’on est tous armés jusqu’aux dents. Attendant patiemment, une belle occase pour verser le sang >> ‘Mereka yang paling terpengaruh melihat Merah di mana-mana. Mereka pikir kami bersenjata hingga ke gigi. Menunggu dengan sabar, kesempatan baik untuk menumpahkan darah’
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
11
Mohammed Merah adalah seorang warga Prancis keturunan Aljazair. Ia diberitakan sebagai seorang teroris akibat ulahnya menghabisi tujuh nyawa, tiga di antaranya adalah anak-anak (BBC News Europe, 22 Maret 2012). Istilah teroris diberikan karena aksi pembunuhannya dikaitkan dengan aliran agama yang dianut oleh Merah.
permasalahan ekonomi atau yang menyangkut pekerjaan:
Peristiwa terkait Merah adalah salah satu tindak kriminal yang dilakukan oleh seorang muslim. Dari potongan lirik ini, IAM mengatakan bahwa satu hal yang dilakukan seorang muslim seperti Merah membuat para muslim lainnya terlihat sama seperti Merah, yakni pelaku kriminal yang mengerikan. Masyarakat lain memandang mereka (muslim) seolah bersenjata hingga ke gigi dan selalu menunggu dengan sabar kesempatan untuk menumpahkan darah, artinya bahwa kaum muslim dipandang berbahaya dan menyukai kekerasan. Dari sudut pandang IAM, ketakutan dan prasangka buruk masyarakat terhadap muslim akibat sejumlah muslim yang melakukan tindak kriminal menimbulkan kecurigaan terhadap semua muslim:
Kritik IAM ini terkait teguran Amnesty International 16 kepada beberapa negara Eropa, khususnya Prancis (Le Figaro, 25 April 2012), mengenai diskriminasi muslim di dunia kerja. Beberapa perusahaan tertentu menolak sesorang bekerja di tempatnya karena pelamar memiliki nama yang berbau Islam atau mengenakan atribut agama. Di Prancis sejak tahun 1960, 1970 dan awal 1980, para pekerja yang merupakan migran muslim terkadang dibedakan dengan pekerja lainnya oleh atasannya (AlSayyad, et al, 2002: 132). Sebuah studi milik David Laitin, Claire Adida, dan Marie-Anne Valfort yang berjudul Les Français musulmans sont-ils discriminés dans leur propre pays? Une étude expérimentale sur le marché du travail (2010) memaparkan bahwa seseorang dengan nama berbau Islam memiliki peluang 2,5 kali lebih kecil untuk mendapatkan pekerjaan dibanding mereka yang tidak memiliki nama berbau Islam. Dari 275 CV (Curriculum Vitae) yang dikirim ke sebuh perusahaan, hanya 8% kandidat muslim yang diterima.
<> ‘Kecurigaan kerap menarget kami, sungguh ini menjengkelkan... seolah keburukan menempel di wajah kami’ << Comme si les memes tuaient au Darfour et braquaient les Carrefour. Comme si les types qui à Bagdad attaquaient. Venaient dans nos rues, armés carjacker>> ‘Seolah-olah orang-orang yang sama yang membunuh di Darfour 14 dan merampok Carrefour 15 . Seolah-olah orang-orang yang menyerang di Bagdad. Datang ke jalan (tempat) kami, perampok mobil bersenjata’ Diskriminasi Muslim dalam Kehidupan Sosial Pasca tragedi 9/11, stereotip Islam dan Arab khususnya di negara barat menjadi cenderung negatif. Ketakutan dan kecemasan masyarakat terhadap muslim tercermin melalui sikap dalam kehidupan sosial. IAM melihat beberapa fenomena tersebut terjadi di negaranya. Salah satu contoh kasus yang disebutkan IAM adalah
<< Les mauvais noms sur le CV et voilà le job qui s’en va>> “Nama buruk dalam CV dan pekerjaan melayang”
Permasalahan dikriminasi ekonomi atau pekerjaan terhadap Muslim diteliti oleh Laitin dan kawan-kawan. Dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa diskriminasi pekerjaan terhadap muslim kemungkinan berkaitan erat dengan sejarah Prancis. Jumlah imigran yang datang mencari pekerjaan di Prancis sangat banyak dan beberapa dari mereka justru menimbulkan masalah bagi Prancis. Laitin mengungkapkan bahwa imigran non-muslim, tepatnya imigran umat kristian, datang lebih dulu ke Prancis. Kebanyakan dari mereka berasal dari negara-negara tetangga di benua Eropa. Beberapa tahun setelahnya, imigran muslim, yang kebanyakan berasal dari negara-negara Afrika bekas kolonial Prancis, datang mencari ke Prancis. Hal ini, menurut Laitin, dkk, berpengaruh pada permasalahan perekonomian mereka. Imigran Kristian datang terlebih dulu ke Prancis dan memiliki koneksi kerja yang lebih kuat dibanding imigran muslim yang datang setelahnya.
16
14
Sebuah kawasan di bagian timur Sudan yang tengah berkonflik sejak tahun 2003. 15 Ritel multinasional milik Prancis
Sebuah organisasi non-pemerintah yang bertujuan memperjuangkan hak asasi manusia dan beranggotakan lebih dari tiga juta orang yang tersebar di seluruh dunia.
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
12
Laitin dan kawan-kawan juga melakukan sebuah percobaan menggunakan tiga buah CV untuk melamar pekerjaan. CV pertama dari seorang kandidat yang diberi nama khas Prancis: Aurélie Ménard. Dua kandidat berikutnya diberikan nama keluarga (marga) khas Senegal, yaitu Diouf. Akan tetapi, mereka dibedakan dari nama depannya. Kandidat kedua bernama khas Islam: Khadija Diouf. Sementara kandidat ketiga bernama khas Kristen: Marie Diouf. Ketiga kandidat tersebut melamar untuk sebuah pekerjaan dengan posisi yang menuntut mereka untuk sering berhubungan dengan pelanggan atau mitra bisnis dan ketiga kandidat memiliki kriteria yang sama: usia 24 tahun, memiliki tiga tahun pengalaman kerja di bidang serupa, latar belakang pendidikan yang sama dan tempat tinggal yang berasal dari kelas ekonomi yang sama. Ketiga CV kandidat disebar di beberapa perusahaan berbeda dengan lamaran terhadap suatu posisi kerja yang sama. Dua kandidat melamar suatu perusahaan yang sama. Kandidat dijadikan berpasangan: Aurélie Ménard dan Khadija Diouf; Aurélie Ménard dan Marie Diouf. Marie Diouf dan Khadija Diouf tidak dipasangkan karena khawatir menimbulkan kecurigaan dari pihak perusahaan. Hasil dari percobaan ini adalah pasangan Aurélie Ménard dan Marie Diouf mendapat lebih banyak respon positif dibanding pasangan Khadija Diouf. Respon positif yang dimaksud adalah bahwa kandidat yang melamar dipanggil oleh pihak perusahaan untuk seleksi pegawai tahap berikutnya, sementara respon negatif artinya jika kandidat tidak mendapat panggilan dari perusahaan atau secara tegas ditolak. Secara keseluruhan, kandidat bernama Aurélie Ménard mendapat lebih banyak respon positif dibanding Marie Diouf dan Khadija Diouf. Sementara hasil perbandingan antara dua Diouf adalah Marie Diouf mendapat 100 respon positif, sementara nama Khadija Diouf mendapat 38 respon positif, hampir 2,5 kali lebih rendah dari Marie Diouf. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa muslim rata-rata mendapat penghasil sekitar 400 euro lebih rendah dibanding non-muslim. Ketidakberdayaan Menghadapi Diskriminasi Sebagian bentuk permasalahan terkait Islam dan muslim dapat dikomunikasikan dengan dialog untuk menemukan jalan keluar terbaik bagi semua pihak. Meski demikian, IAM melihat adanya beberapa permasalahan dan reaksi negatif terkait Islam dan muslim, sulit diuraikan untuk kemudian ditemukan jalan keluarnya. Dari sudut pandang
IAM, sebagian muslim yang merasa dirugikan tak mampu berbuat banyak. << Qu’est-ce qu’on peut dire ? Qu’est-ce qu’on peut faire ? Nos ambitions, tant de bouteilles à la mer, amer.>> << Qu’est-ce qu’on peut dire ? Qu’est-ce qu’on peut faire ? Flirter avec la fille de l’enfer, amer>> ‘Apa yang dapat kami katakan? Apa yang dapat kami lakukan? Ambisi kami sebanyak botol di lautan. Getir.’ ‘Apa yang dapat kami katakan? Apa yang dapat kami lakukan? Berpacaran dengan gadis dari neraka. Getir.’ <> ‘Apa yang harus kami tulis?’ Ketiga baris lirik tersebut tersebut diulang hingga empat kali dalam lagu. Lirik tersebut seolah menggambarkan ketidakberdayaan golongan yang terdiskriminasi. Menurut IAM, beberapa faktor yang menjadi alasan diskriminasi terkadang adalah sesuatu yang mereka miliki secara alami dan tak dapat terlepas dari mereka, seperti warna kulit atau negara asal mereka: <> ‘Semua tergantung dari hal yang tidak kami putuskan (kehendaki). Dari mana kita berasal, siapa kita, semua fakta ini adalah sesuatu yang tak dapat kami sangkal.’ Kebencian dan prasangka buruk masyarakat terhadap muslim tak lepas dari pandangan negatif terhadap sejumlah golongan atau ras tertentu yang diidentikkan dengan Islam. IAM melihat bahwa kebencian terhadap Islam tidak selalu muncul akibat reaksi muslim yang cenderung berbeda dari masyarakat Prancis pada umumnya, contohnya penggunaan hijab atau burqa. Namun demikian, ada hal-hal lain yang menimbulkan prasangka buruk akibat stereotip negatif suatu golongan atau ras, misalnya pada masyarakat dengan ras Arab atau campuran Arab. IAM menemukan adanya ketidakberdayaan golongan atau masyarakat dari ras ini atas perlakuan diskriminasi yang ia terima karena perlakuan diskriminasi muncul dari sesuatu yang tak dapat mereka ubah, seperti identitas dan tempat asal mereka.
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
13
Kesimpulan Lagu rap bagi para musisinya tak hanya sekadar seni melainkan sebagai penegasan identitas individu atau kelompok. Di Prancis, sebagian besar musisi rap berasal dari keturunan imigran yang tak luput dari kehidupan keras banlieue dan stereotip buruk, baik sebagai penghuni banlieue maupun sebagai masyarakat minoritas. Rap merupakan sarana aktualisasi diri mereka serta sebagai media untuk menyalurkan suara terkait kehidupan sosial. Kritik-kritik seputar kehidupan sosial kerap disisipkan para musisi rap dalam karyanya, tak terkecuali IAM. Pain au Chocolat merupakan satu dari karya-karya IAM lain yang berisi sindiran dan kritik mengenai permasalah Islamofobia yang tengah terjadi di negaranya. Islamofobia menjadi permasalahan tersendiri khususnya di negara-negara barat, termasuk Prancis. Hal ini terlihat ironi mengingat Islam saat ini menempati peringkat kedua sebagai agama yang paling banyak dianut di Prancis. Prancis tak dapat memungkiri sekitar 10% dari populasinya adalah warga negara keturunan Afrika, yang merupakan bekas kolonial Prancis. Sebagian dari mereka, khususnya mereka yang berasal dari Afrika Utara, datang dengan membawa serta budaya dan keyakinan yang menjadi gaya hidup mereka, yaitu Islam. Islamofobia di Prancis berkembang seiring maraknya serangkaian aksi terorisme yang mengatasnamakan agama Islam. IAM menemukan beberapa bentuk diskriminasi terhadap terhadap muslim akibat adanya Islamofobia ini. IAM merasa beberapa bentuk diskriminasi hanya berakibat pada perpecahan antargolongan yang menimbulkan masalah dalam sesama masyarakat Prancis sendiri. Akan tetapi, seperti halnya lagu IAM yang lain, meski memasukkan sejumlah kritik dan sindiran terhadap permasalahan sosial, IAM, dalam sebuah wawancara dengan Le Nouvel Obs pada 19 April 2013 lalu, mengaku bahwa mereka memosisikan diri sebagai pengamat yang menceritakan ulang apa yang mereka saksikan, tanpa bermaksud menggurui masyarakat.
Daftar Acuan
AlSayyad, Castell, et al. (2002). Muslim Europe or Euro-Islam. Maryland: Lexington Books. Chartier, Claire. (2013). “Islam, le danger communautariste”. L’express 27
Novembre 2013. http://www.lexpress.fr/actualite/societe/rel igion/islam-le-danger communautariste_1289891.html#HAiJWJv Zzzhue1iV.99 diakses tanggal 7 Januari 2014, 13.01 WIB. Erlanger, Steven (2013). “Muslim Woman Suffers Miscarriage After Attack in France”. The New York Times June 18 2013. http://www.nytimes.com/2013/06/19/worl d/europe/muslim-woman-suffersmiscarriage-after-attack-in-france.html, diakses tanggal 10 Januari 2014, 12.17 WIB. Government of UK (2013). “Types of Discrimination”. Discrimination: Your Rights. https://www.gov.uk/discrimination-yourrights/types-of-discrimination, diakses pada 11 Februari 2014, 16.05 WIB. Griffin, Monica Denise (1998). The Rap on Rap Music: The Social Construction of African-American Identity. Disertasi, Department of Sociology University of Virginia. http://search.proquest.com/docview/30449 2464/fulltextPDF/93E3D4F942B24A08PQ /1?accountid=17242, diakses pada 18 Februari 2014, 21.07 WIB. Hidayat, Ferry. (2003). Dampak Diskriminasi terhadap Peluang Hidup Etnis Tionghoa. Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Himawan, Eko. (2008). Islamofobia di Amerika Pasca 11 September 2001, Kasus Kapten James Yee. Tesis, Program Kajian Wilayah Amerika Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Laitin, David, Adida, Claire and Valfort, MarieAnne. (2010). Les Français Musulmans Sont-ils Discriminés dans Leur Propre Pays? Une Etude Expérimentale sur Le Marché du Travail. http://sites.univlyon2.fr/chaireegalite/IMG/pdf/testing_religion_RAPPO RTLAITIN.pdf, diakses pada 30 Desember 2013,12.47 WIB. Lasman, Diah Kartini. (2010). Representasi Identitas Kaum Muda Imigran di Prancis dalam Lagu-lagu Rap karya Rohff . Tesis,
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
14
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Magnenet, Jean-Christophe (2012). “Plainte contre Copé après ses propos sur le pain au chocolat”. Francetvinfo 11 Octobre 2012. http://www.francetvinfo.fr/france/plaintecontre-cope-apres-ses-propos-sur-lespains-au-chocolat_154107.html, diakses pada 11 Februari 2014, 20.31 WIB. Miranda, Airin. (2007). “Masalah Integrasi di Prancis”. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/airin. miranda/publication/masalahintegrasidipra ncis-amx.pdf, diakses tanggal 2 Juli 2011, 12.56 WIB. Monier, Jean-François (2012). “Présidence de l'UMP: Copé, le pain au chocolat et le ramadan”. L’Express 6 Octobre 2012. http://www.lexpress.fr/actualite/politique /cope-le-pain-au-chocolat-et-leramadan_1171072.html, diakses pada 30 Desember 2013, 10.56 WIB. Prévos, André J. M (2008). “Hip-hop, rap, and repression in France and in the United States”. Popular Music and Society. http://search.proquest.com/docview/20807 6002/fulltext/142B6AE0662776D5773/2?a ccountid=17242, diakses pada 2 Januari 2014, 12.23 WIB. Rahmania, Atika Nur. (1996). Musik Sebagai Bentuk Komunikasi. Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Remes, Pieter (1991). “Rapping: A Sociolinguistic Study of Oral Tradition in Black Urban Communities in teh United States”. Journal of the Anthropological Society of Oxford Vol XXII. http://www.isca.ox.ac.uk/fileadmin/ISCA/J ASO/1991-22-2.pdf#page=33, diakses pada 5 Februari 2014, 19.36 WIB. Sokullu, Pelin. (2013) “Islamophobia in Europe”. http://akademikperspektif.com/2013/11/04/ islamophobia-europe/ , diakses tanggal 29 Desember 2013, 15.02 WIB. Soy, Nesïbe Hïcret (2013). “Islamophobia Rises in France as Identity, Economic Crises Meet “. Today’s Zaman 22 Septembre 2013. www.todayszaman.com/news327022-islamophobia-rises-in-france-as-
identity-economic-crises-meet.html, diakses pada 20 Januari 2014, 09.10 WIB. The Runnymede Trust. (1997). Islamophobia, A Challenge of Us All. Commission on British Muslims and Islamophobia . www.runnymedetrust.org, diakses tanggal 5 Januari 2014, 13.58 WIB. Tronche, Jean-Frédéric (2013). “VIDEO. IAM met ses "Arts Martiens" sur le tapis”. Le Nouvel Obs 19 Avril 2013. http://obsession.nouvelobs.com/people/201 30417.OBS6002/video-iam-met-ses-artsmartiens-sur-le-tapis.html, diakses pada 25 Januari 2013, 19.05 WIB. U.S Equal Employment Opportunity Commision. Discrimination by Type. http://www.eeoc.gov/laws/types, diakses pada 11 Februari 2014, 15.37 WIB. Vampouille, Thomas (2011). “France : Comment est Evalué Le Nombre de Musulmans”. Le Figaro 5 Avril 2011. http://www.lefigaro.fr/actualitefrance/2011/04/05/0101620110405ARTFIG00599-france-commentest-evalue-le-nombre-de-musulmans.php, diakses pada 17 januari 21.04 WIB. Whidden,Seth (2007). “French Rap Music Going Global: IAM, They Were, We are”. The French Review, Vol. 80, No.5. www.jstor.org, diakses pada 30 Desember 2013, 14.32 WIB. Wieviorka, Michel (2004). “The Stakes in The French Sekulerism Debate”. Dissent, Summer. 2004.http://literature.proquestlearning.com /quick/displayProquestPdf.do?PQID=6729 17741, diakses pada 7 Januari 2014, 13.26 WIB. “About Mediterranean Region”. Climagrimed. http://www.fao.org/sd/climagrimed/c_2_0 2.html, diakses pada 18 Februari 2014, 20.57 WIB. “Les Musulmans Victimes de Discrimination au Travai”. Le Figaro 25 Avril 2012. http://www.lefigaro.fr/emploi/2012/04/25/ 09005-20120425ARTFIG00454-lesmusulmans-victimes-de-discrimination-au-
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014
15
travail.php, diakses pada 16 Januari 2014, 12.36 WIB. “Obituary: Toulouse gunman Mohamed Merah”. BBC News Europe 22 March 2012. http://www.bbc.co.uk/news/world-europe17456541, diakses pada 8 Januari 2014, 18.42 WIB. “«Pain au chocolat» : le CFCM retire sa plainte contre Copé”. Le Figaro 10 Janvier 2013. http://www.lefigaro.fr/politique/2013/01/1 0/01002-20130110ARTFIG00001-painau-chocolat-le-cfcm-maintient-saplainte.php, diakses pada 17 Januari 2014, 20.35 WIB.
“Pain au chocolat: plainte contre Copé”. Le Figaro 11 Octobre 2012. http://www.lefigaro.fr/flashactu/2012/10/11/9700120121011FILWWW00771-pain-auchocolat-le-cfcm-porte-plainte.php, diakses pada 17 Januari 2014, 20.45 WIB. “Pain au Chocolat: La Chanson d’IAM qui Tacle Jean-François Copé”. L’Express 24 Avril 2013. http://www.lexpress.fr/culture/musique/pai n-au-chocolat-la-chanson-d-iam-qui-taclejean-francois-cope_1243875.html" \l "qJcfsSeKhuwk3Gz7.99, diakses pada 17 Januari 2014, 20.33 WIB.
Kritik terhadap ..., Nisa Nurlita Husna, FIB UI, 2014