Formulir Persctujuan Unggah dan Pereucans$r Publikasi Naskah Ringkas
menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah di?eriksa daa disaujui untuk ditmggah di Ul-ana
mdalui lib,ui*c,idlungenh. nengma prHik*si naskah ringkes ini*:
d tl
auwtdiaks€s di Ul-ana (lib'rri-ac.id) saja Akan dit€rbitkan fe& Iurml Program Studi,lpgpartemenffakr:ltu di UI yang diprediksi akanfuublikasikan
D
pada
.,. (bular/tahrm terbit)
A.kau diprestr*asikan sebagai $akalah pada Serninar Nasiornl
:raag riiprediksi "k"n dipublikasikan 3ebag&i prooiding pada'-. -.- "..
tl
(bularltahrm terbit) Akan ditulis dalam bahasa Inggrls dan dipreseatasil
(tular/tahun terbit) Akan di.e*titkau padt Juarai Hasiooai
il
I]
tl
yai+'u-..
... ..(bulat/ahun terbit) yang diprdiksi al
Pembimbing SkripsilT*sisDisertasi+
* pilih
salah satu
Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSBTUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, sayayang bertanda tangan di bawah
Nama
:
ini
:
IVAr,rlAlrJ6 urulAN
Departemen , (eSoDAlftA!
: tur,lu P€'V6CTAHUA{V BUO'qYA Fakultas JenisKarya :WilW,n*:
K.+fy.6...lirni.an
demi pengembangan ilmu pengetahuan,
menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (It{on-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang treqjudul:
beserta perangkat yang ada
(iika diperlukair). f)eng;rn Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini
Universitas Indonesia berhak menvin:pan, mengalihn-redia/lbrmatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (dotabase), rnerarvat, dan tternublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencanfumkan nama saya sebagai penuiis/p.encipte. dan sebagai perniiik Hak Cipta. Demikian perrryaiaan ini saya buat dengan sebenamya.
Dibuat
di
,...?9?ul'
p,a"l""**a'..i
.n.q9llyl.... eCI?-
Yang menl'atakan
(
.
* Contoh Karyalhniah:.makalah non
[flx^\h .i!A0A{\')6
't]Y.?*
)
seminar, laporan kerja praktek, laporan magang, dll
Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
P[T.RNYATA.\N I]]r-RS UT LiJ I-r.{ i\ pu tri r } h.,-\s t ;
Sebagai syarat untuk ttretnenuhr kcltLILtsrlu,
st\'l
sclakLi l-utrhintbing
Naina
: NAuuAltlo ruuunrV
NPM
:090cs596]e
Program stucii
.
Departen-ren
:
Fakultas
: ILM9 P6N5€rAtl'uAN Bu0fllft
Jenis Karya
:@Karl,ailnria'k:
JAJTAA DAEtrAH U^lluk
tAs
Tl2l1
U
tt}t,r"
i.
I
L,i t },\
ilikarlcilis riari
t
l
'taltasisrva
fiwA
K6 Bu DAgnnttl
....-...
Bersantaan dengan sitrat ini sava nrer.nberikan persetujuair rnahasislya vang ber-snrgkutan tr*tuk
"
rrengunggalr karya itrniahnya -vang beiji-icr.',i
g}llR 96!191 D\VW fgrn ChPi &rArnru UJNn-H DAN JA'W6UL PfiKarurl Jh|f/ft lz,phroN SuzAt<WdA
Dernikian 1;cr-.yataa. ini sa,va bilat bLrat ticngar set,cna.rvir.
Depok:
t
J\)u
)aL5
Pernbirnbing Akadernis
Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah ini diajukan oleh Nama :NAIAN6 u]ULAN NPM .jqabceqglb Program :,$Afi'PA DAe?xfi ONT\)y. tAlf?n JH,oA
Studi Fakultas Jenis Karya
: tUn\.t .&Ncer^FlunA/
gJDT,.f\
. Makalah Non Semrnar
Nama Mata Kutiah : ReLt6t JA(,A Judul Karva llmiah :' t)Nto&'Reu6t D1LAM TftTA CAqA
Annu UTIJAH DAN JpN6EOt) ' ..penronntnry,.. .,ln "n EErnreN . Ntr$plA ]. " . ,
Telah disetujui oleh dosen pengajar mata kuliah untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggah dan tlipubrikasikan sebagai karya imiah -!io;ta,
akademika Universitas
Dosen h4ata Kuiiah
{ndonesia
:
Ditetapkan ai . .1.019.Y.. :1..Jt)Ll...Lp.Q. ...
Tangsat
Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
:
i
UNSUR RELIGI DALAM TATA CARA RIASAN WAJAH DAN SANGGUL PENGANTIN JAWA KERATON SURAKARTA Nawang Wulan, Darmoko
Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia [email protected]
Abstrak Kebudayaan Jawa selalu berkaitan dengan religi atau kepercayaan masyarakat Jawa terhadap Tuhan. Tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta sebagai salah satu aspek kebudayaan Jawa, memiliki banyak makna-makna filosofis yang di dalamnya terkandung alam pikir manusia Jawa. Alam pikir manusia Jawa melalui tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta senantiasa berkaitan dengan konsep ketuhanan dan mencari slamet atau keselamatan.
THE RELIGIOUS ELEMENTS THAT FORMS THE MANNER OF MAKE UP AND HAIR DO OF BRIDE OF SURAKARTAN JAVANESE KERATON Abstract Javanese culture always related with beliefs of Javanese society towards God. As one of Javanese Culture aspect, The tradition of make-up and hair do for the bride of Keraton Surakarta has so many philosophy which contains philosophys about the thoughts of Javanese people itself. The thoughts of Javanese people forms how their traditional manners of bride make up and hair do, is related to the concept of god and safety. Keywords: javanese culture; philosophy; thoughts; safety
1.Pendahuluan Sebagai salah satu sarana perekam kebudayaan, naskah atau teks banyak digunakan oleh pihak keraton atau kerajaan di Jawa untuk menyampaikan nilai-nilai dan kekayaan kebudayaan suatu keraton. Bahkan tradisi penulisan naskah atau teks di keraton masih ada yang bertahan hingga saat ini. Keraton Surakarta Hadiningrat, merupakan salah satu keraton Jawa yang masih menggunakan sarana naskah atau teks sebagai media penyimpan kebudayaan.
1 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
Selain terkenal sebagai salah satu keraton dengan intensitas pelestarian budaya penulisan naskah atau teks yang masih bertahan hingga saat ini. Keraton Surakarta Hadiningrat juga dikenal sebagai tempat hidupnya kebudayaan-kebudayaan lampau suku Jawa. Kebudayaankebudayaan tersebut berupa tradisi atau karya seni kebudayaan Jawa masa lampau. Tradisi-tradisi yang terdapat dalam keraton Surakarta Hadiningrat juga menjadi tolak ukur bagi tradisi-tradisi yang berkembang di sekitar keraton Surakarta Hadiningrat. Tradisi-tradisi yang berkembang tersebut biasanya mengalami berbagai bentuk perubahan baik dari segi tata cara maupun esensi yang coba disampaikan melalui tradisi. Hal tersebut tentunya tidaklah aneh, mengingat segala sesuatu yang orisinil dan dijadikan sebagai acuan ketika sudah menjadi milik bersama tentunya akan mengalami berbagai perubahan. Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena penyesuaian yang dilakukan oleh masyarakat pendukung tradisi agar lebih mudah untuk menerima keberadaan tradisi tersebut. Salah satu bentuk karya satra berbentuk teks atau naskah yang di dalamnya membahas mengenai tradisi suku Jawa secara spesifik adalah Serat Tata Cara Keraton Surakarta Hadiningrat. Serat tersebut membahas mengenai tradisi-tradisi yang masih dan selalu dilakukan oleh penghuni Keraton Surakarta Hadiningrat hingga saat ini. Salah satu tradisi yang dibahas serat tersebut adalah tradisi tata rias pengantin khas Surakarta. Pembahasan mengenai tradisi tata cara riasan pengantin Jawa Keraton Surakarta dalam serat tersebut tidak hanya terpaku pada pembahasan mengenai bentuk dan warnanya saja. Melainkan juga membahas mengenai makna-makna yang terkandung di dalam bentuk dan warna riasan yang ditampilkan. Sebagai contoh adalah pembahasan mengenai bentuk sanggul pengantin yang dinamakan Bokor Mengkurep, di dalam Serat Tata Cara Keraton Surakarta di analogikan bahwa bentuk sanggul yang menyerupai bokor (tempat menaruh nasi) memiliki makna atau harapan bahwa di dalam kehidupan berumah tangga kedua mempelai pengantin senantiasa diberkahi dan berkecukupan. Tradisi dalam kebudayaan Jawa juga dikenal sebagai tradisi yang kaya dengan nilainilai religius. Budaya dan unsur religi merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dalam hasil kebudayaan masyarakat Jawa. Perpaduan dari kedua hal tersebut menghasilkan tradisi yang sarat akan makna. Kompleksitas pemaknaan dalam tradisi Jawa tidak hanya berkaitan dengan arti dan makna, akan tetapi juga berkaitan dengan alam pikir manusia Jawa dan unsur religi yang tersembunyi di dalam arti dan makna tradisi tersebut. Sebagai salah satu tradisi Jawa yang adiluhung dan
terus dipertahankan
keberadaannya, tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta merupakan salah satu tradisi yang banyak mengalami perubahan namun juga disertai dengan 2 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
kompleksitas pemaknaan yang sulit ditelaah. Kompleksitas pemaknaan tradisi tersebut berkaitan dengan pemaknaan bentuk dan warna dalam tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta. Warna dan bentuk yang dihadirkan dalam tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta tentunya bukan sekadar warna dan bentuk biasa, mengingat tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta merupakan salah satu tradisi lampau yang merupakan warisan kebudayaan para leluhur. Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan bahwa tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta bukan hanya sekadar tradisi biasa, melainkan tradisi dengan unsur-unsur religi dan alam pikir manusia Jawa di dalamnya. Sayangnya kesakralan pemaknaan dalam tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta ini tidak dipahami secara sungguh- sungguh dan malah menimbulkan kesalahkaprahan pandangan mengenai tradisi tersebut. Permasalahan dalam kompleksitas pemaknaan ini menimbulkan banyak pemahaman yang kurang sesuai dengan pemaknaan
sesungguhnya. Banyak anggapan bahwa tradisi tata cara riasan wajah dan
sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta hanyalah tradisi turun-temurun yang harus dipertahankan keberadaannya, akan tetapi tidak ada yang benar-benar memahami makna dan konsep apakah yang sesungguhnya terkandung dalam tradisi tersebut. Hal ini tentu saja merupakan fenomena yang tidak dapat diterima begitu saja, mengingat keberadaan tradisi merupakan cerminan kebudayaan yang mampu memetakan identitas suatu komunitas kebudayaan tertentu. Menyadari hal tersebut, saya sebagai seorang akademisi yang tertarik dengan pemaknaan dan unsur religi dalam kebudayaan Jawa tertarik untuk meneliti secara lebih mendalam mengenai kompleksitas pemaknaan dan alam pikir manusia Jawa yang tertuang melalui tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta. Selain itu, pemaknaan dan hasil analisa mengenai tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta diharapkan mampu mengubah kesalahkaprahan pemahaman dan pemaknaan tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta.
1.2 Masalah Penulisan Berdasarkan uraian yang telah saya paparkan diatas, maka permasalahan yang ingin saya bahas mengenai tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta adalah : 3 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
Apa makna dari bentuk dan warna riasan wajah-sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta?
Apa unsur religi yang terkandung dalam bentuk dan warna riasan wajah-sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta?
1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan makna bentuk dan warna riasan wajahsanggul pengantin Jawa keraton Surakarta. Makna warna-bentuk riasan wajah-sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta akan menjadi bahan analisa untuk memahami alam pikir dan konsep manusia Jawa yang tertuang melalui tradisi tersebut. 1.4 Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah metode penulisan yang bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan makna-makna yang terkandung di dalam tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta.
1.5 Manfaat Penulisan Penulisan artikel ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat untuk menambah wawasan mengenai makna dan unsur religi yang terkandung dalam tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta.
2. Serat Tata Cara Keraton Surakarta Hadiningrat Sebagai Saksi Tradisi Keraton Surakarta 2.1 Deskripsi Serat Tata Cara Keraton Surakarta Hadiningrat Masyarakat Jawa memiliki cara tersendiri dalam menyimpan atau mengabadikan kebudayaan yang dimiliki. Salah satu sarana yang digunakan sebagai media penyimpan kebudayaan adalah melalui naskah atau teks. Masyarakat Jawa pada dasarnya amat senang menuangkan pengalaman dan ilmu pengetahuan tentang kehidupan yang mereka miliki melalui karya sastra. Akhirnya naskah atau teks yang telah memuat pengalaman dan ilmu pengetahuan tersebut dilisankan dan diwariskan melalui lingkup keluarga, maupun orangorang terdekat sang pujangga. Salah satu karya sastra berbentuk naskah yang di dalamnya 4 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
terkandung pengalaman dan ilmu pengetahuan tentang kehidupan adalah Serat Tata Cara Keraton Surakarta Hadiningrat. Serat Tata Cara Keraton Surakarta Hadiningrat dibuat oleh R.M Suwand pada tahun 1939, tepatnya pada masa pemerintahan Paku Buwono X. Serat ini membahas mengenai tata cara abdi dalem keraton Surakarta Hadiningrat dalam menjalankan tugasnya, serta membahas mengenai beberapa macam tradisi khas keraton Surakarta Hadiningrat diantaranya adalah tradisi rias pengantin keraton Surakarta Hadiningrat. Tata cara yang termaktub melalui Serat Tata Cara Keraton Surakarta Hadiningrat ini bukan hanya sekadar tata cara biasa, melainkan juga mengandung makna-makna simbolik tersendiri yang mencirikan alam pikir manusia Jawa. Melalui makna-makna simbolik tersebut dapat terungkap konsep religi yang di miliki oleh masyarakat Jawa. Salah satu konsep religi yang terkandung dalam Serat tersebut adalah konsep Memayu Hayuning Bawana. Selain konsep tersebut masih ada lagi beberapa konsep religi yang terkandung dalam tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta yang akan saya uraikan dalam bab-bab berikutnya. 2.2 Tradisi Tata Cara Riasan Wajah Pengantin Jawa Keraton Surakarta Keraton Surakarta telah lama dikenal sebagai salah satu tempat pelestarian tradisi lampau suku Jawa. Salah satu tradisi yang masih dan terus bertahan hingga saat ini adalah tradisi tata cara riasan wajah pengantin Jawa. Tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan tata cara riasan wajah pengantin Jawa pada umumnya. Ciri khas yang dimiliki oleh keraton Surakarta dari segi riasan wajah adalah bentuk alis pengantin perempuan yang cenderung melekuk lebih tajam bila dibandingkan dengan lekukan alis pada riasan wajah pengantin pada umumnya. Selain itu, bentuk paes keraton Surakarta cenderung membulat seperti telur. Warna yang digunakan dalam pembentukan paes tersebut adalah warna hitam dan hijau. Sesungguhnya, bentuk dari paes memiliki daya tarik tersendiri. Bentuknya yang hampir menyerupai segitiga, mengingatkan kita pada bentuk tumpeng. Selain itu, jumlah paes yang digambar adalah ganjil. Penggunaan warna hitam dan hijau pada paes juga menyiratkan makna-makna simbolik yang amat menarik untuk dipahami. Selebihnya, riasan pada bagian pipi dan bibir hampir serupa dengan riasan wajah pengantin pada umumnya. Namun tetap saja riasan tersebut memiliki harmonisasi yang sarat akan makna-makna simbolik.
5 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
2.3 Tradisi Tata Cara Riasan Sanggul Pengantin Jawa Keraton Surakarta Selain riasan wajah pengantin, riasan sanggul pengantin juga memiliki bentuk dan hiasan-hiasan yang mempesona sekaligus sarat akan makna simbolik. Penggunaan subang (tusuk konde) yang selalu berjumlah ganjil, disertai penggunaan bunga melati dan kanthil pada sanggul pengantin selain memperindah penampilan juga memiliki makna simbolik tersendiri. Bentuk sanggul pengantin yang menyerupai bokor (tempat menyimpan nasi) dilapisi oleh bunga melati yang dibentuk menyerupai jaring yang melingkupi sanggul tersebut. Untaian melati yang diikatkan pada sanggul pengantin berjumlah ganjil, dan pada ujung untaian melati tersebut dikaitkan bunga kanthil yang masih menguncup. Hal-hal tersebut tentunya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan memiliki makna dan maksud tertentu. 2.4 Simpulan Tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta bukan hanya merupakan tradisi yang sekadar memiliki ciri khas, akan tetapi juga merupakan tradisi yang sarat akan makna-makna simbolik. Di balik makna-makna simbolik tersebut terkandung alam pikir manusia Jawa yang penuh dengan filosofi-filosofi atau pandangan hidup orang Jawa. Bentuk-bentuk yang ditampilkan dan makna yang terkandung dalam bentuk-bentuk tersebut sekaligus mempertegas kearifan budaya yang terkandung dalam tradisi tersebut.
3.Makna yang Terkandung dalam Tradisi Tata Cara dan Bentuk Riasan Wajah dan Sanggul Pengantin Jawa Keraton Surakarta 3.1 Makna yang Terkandung dalam Tata Cara dan Bentuk Riasan Wajah
Pengantin
Jawa Keraton Surakarta Dalam tata rias wajah pengantin Jawa, yang paling menonjol dan menjadi ciri khas tersendiri adalah paes. Paes merupakan ciri khas riasan wajah pengantin Jawa yang tidak dimiliki oleh riasan wajah pengantin pada wilayah lain. Bentuk paes menyerupai segitiga yang ujungnya membulat seperti telur. Paes dibuat di kening pengantin perempuan. Biasanya sebelum prosesi pembuatan paes, kening pengantin perempuan dikerik atau dicukur menggunakan pisau cukur. Selain mengerik kening pengantin perempuan, rambut halus yang berada di sekitar telinga dan tengkuk pengantin perempuan digunting dengan gunting kecil. 6 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
Pada dasarnya terdapat empat jenis paes dalam sekali pembentukan paes. Paes-paes tersebut memiliki nama atau sebutan yang berbeda-beda. Paes yang berbentuk setengah bulat telur dan terletak pada tengah-tengah pelipis disebut dengan paes gajah. Dalam pembuatannya, jarak antara alis dengan ujung bulat telur adalah 3 jari dengan lebar paes gajah 2 jari. Yang selanjutnya adalah paes yang disebut dengan paes penithis. Paes penithis hampir serupa dengan paes gajah. Akan tetapi bentuknya lebih kecil dan letaknya berada di tengah-tengah antara paes pengapit dan godeg. Dalam prosesi pembuatannya, juru rias memulai dengan menentukan titik dengan jarak 3 jari dari pangkal paes gajah, kemudian mengambil titik lagi dari arah telinga dengan jarak 2 ½ jari. Kemudian menentukan suatu titik lagi yang terletak 4 jari dari tengah-tengah ujung jari, dan terletak di atas alis dengan lebar kurang lebih selebar ibu jari. Setelahnya adalah pembuatan pengapit. Yang dimaksud dengan pengapit adalah paes yang berada setelah paes gajah dan paes penithis akan tetapi posisinya sebelum godeg. Sehingga seakan-akan paes ini mengapit paes gajah dan penithis. Pembuatan paes penithis dimulai dengan membuat garis lurus diantara batas paes gajah dan paes penithis. Kemudian garis yang telah diperoleh ditarik ke kanan dan ke kiri dari ujung garis tersebut sehingga menyerupai kuncup-kuncup bunga kantil. Paes terakhir yang menjadi penutup pembentukan paes disebut dengan godeg. Godeg berbentuk menyerupai kuncup atau kudup bunga turi. Letak paes godeg berada sesudah paes pengapit dan berada di bagian samping kening pengantin perempuan. Selain paes, bentuk alis pengantin perempuan Jawa juga sangat khas. Bentuk alis pengantin perempuan Jawa dibuat sedemikian rupa menyerupai pisau mangut. Sementara itu, berdasarkan kepercayaan masyarakat Jawa. Sebelum memulai merias, pengantin perempuan harus dibersihkan bulu-bulu halus pada muka, leher, telinga, tengkuk dan dada. Sementara riasan mata pengantin perempuan dibuat dengan menggunakan eyeshadow hijau muda sebagai bayangan mata. Dan yang terakhir adalah penggunaan lipstick berwarna merah untuk menghias bibir pengantin perempuan. Dari semua yang telah dijabarkan terkait dengan proses pembuatan riasan pengantin Jawa keraton Surakarta, terdapat makna-makna simbolik yang belum diungkapkan. Pertamatama dimulai dengan penggunaan lipstick berwarna merah. Penggunaan lipstick berwarna merah memiliki maksud agar seakan-akan pengantin perempuan habis mengunyah sirih. Ada perumpamaan yang mengungkapkan bahwa sirih merupakan perlambang keanggunan, karena pada jaman dahulu para putri keraton senantiasa menggunakan sirih untuk memerahkan bibir mereka sehingga terlihat anggun. Selain itu penggunaan warna merah juga melambangkan 7 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
gairah dan nafsu dalam masyarakat Jawa. Selanjutnya adalah penggunaan eyeshadow hijau sebagai bayang-bayang mata. Penggunaan bayang-bayang mata berwarna hijau memiliki maksud untuk mencontoh putri-putri keraton jaman dahulu yang senantiasa memberikan bayangan mata dengan menggunakan pisau cukur. Sementara bila dilihat melalui pemaknaan warnanya, warna hijau melambangkan keteguhan dan kesejukan dalam masyarakat Jawa. Setelah pembahasan mengenai riasan bibir dan mata, yang selanjutnya adalah riasan alis pengantin perempuan. Riasan alis pengantin perempuan yang berbentuk menyerupai pisau mangut memiliki perlambang kecantikan perempuan melalui alisnya yang terbingkai sempurna. Dan bagian terakhir, yang merupakan bagian paling krusial dalam riasan wajah pengantin perempuan Jawa adalah paes. Paes berbentuk menyerupai segitiga yang ujungnya membulat telur. Selintas bentuk paes menyerupai tumpeng yang merupakan perlambang konsep manunggaling kawula gusti dalam masyarakat Jawa. Paes yang dibuat dibentuk terpusat mengarah pada titik pusat wajah pengantin, yaitu hidung. Hal ini dimaksudkan bahwa perempuan merupakan sumber dan kembalinya kehidupan yang dimiliki oleh manusia. Perempuan melahirkan dan menghasilkan kehidupan di dunia, dan untuk kembali menghasilkan kehidupan itu juga harus melalui seorang perempuan. Sementara dalam penggunaan warna, paes berwarna hitam kehijauan, Dalam masyarakat Jawa, warna hitam melambangkan keteguhan dan warna hijau melambangkan ketenangan atau kesejukan.
3.2 Makna yang Terkandung dalam Tata Cara dan Bentuk Riasan Sanggul Pengantin Jawa Keraton Surakarta Dalam riasan pengantin Jawa keraton Surakarta terdapat dua jenis sanggul yang biasa digunakan pengantin perempuan yaitu sanggul bangun tulak dan sanggul bokor mengkurep. Akan tetapi yang lazim dan lebih sering digunakan adalah sanggul dengan jenis bokor mengkurep. Sanggul bokor mengkurep berbentuk menyerupai bokor (tempat nasi) yang terbalik. Biasanya sanggul ini dihiasi dengan ronce melati yang berbentuk menyerupai jala yang menyelimuti sanggul tersebut. Cara membuat sanggul bokor mengkurep dimulai dengan merapikan rambut pengantin perempuan kemudian disanggul dan diberi tambahan cemara (sanggul palsu) bagi pengantin perempuan yang berambut pendek.
Setelah sanggul selesai
dibuat kemudian rajutan bunga melati yang menyerupai jala dipasang menutupi sanggul. Setelah pemasangan rajutan melati pada sanggul, kemudian sanggul dihiasi dengan cunduk mentul,centung, dan rangkaian melati. 8 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
Bentuk sanggul yang menyerupai bokor memiliki makna pengharapan agar sang pengantin dalam mengarungi bahtera rumah tangga nantinya senantiasa berkecukupan dan dilimpahi keberkahan. Bunga melati yang dirajut dan dipasang menutupi sanggul memiliki perlambang sikap pengabdian atau suci seorang istri terhadap suami yang senantiasa melindungi dan mengusahakan keberkahan bagi keluarganya. 3.3 Simpulan Bentuk dan warna pada riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta memiliki makna yang berkaitan dengan konsep ketuhanan dan pengabdian. Hal tersebut dapat diketahui melalui penggunaan warna-warna yang memiliki arti dan makna yang berkaitan dengan kepercayaan orang Jawa. Selain itu bentuk-bentuk yang dihadirkan melalui riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta juga memiliki makna yang mendalam bila benar-benar dipahami. Penggunaan dan perumpamaan yang digunakan dalam tradisi tersebut juga mencirikan sifat orang Jawa yang senantiasa melebarkan alam pikirnya dalam menyampaikan falsafah hidup. Secara umum makna yang terkandung di dalam riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta mengungkapkan mengenai konsep hidup orang Jawa yang menganggap bahwa perempuan merupakan sumber asal dan kembalinya manusia dalam memulai kehidupan. Selain itu perempuan Jawa yang baik adalah perempuan Jawa yang teguh dan tenang dalam menghadapi segala macam masalah. Senantiasa sabar dan mengutamakan keberkahan bagi keluarganya. Akan tetapi juga tidak menghilangkan gairah dalam menjalani kehidupan suami istri.
4.Unsur Religi yang Terkandung dalam Tradisi Tata Cara Riasan Wajah dan Sanggul Pengantin Jawa Keraton Surakarta 4.1 Alam Pikir Manusia Jawa yang Terkandung dalam Tradisi Tata Cara Riasan Wajah dan Sanggul Pengantin Jawa Keraton Surakarta Berdasarkan makna-makna yang telah diungkapkan pada bab dua, dapat disimpulkan bahwa alam pikir manusia Jawa yang terkandung dalam tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta
berkaitan dengan konsep ketuhanan dan
kepercayaan kontekstual yang dimiliki oleh orang Jawa. Dimulai dengan penggunaan warnawarna, bentuk-bentuk yang memiliki makna berkaitan dengan konsep pemikiran orang Jawa,
9 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
serta perumpamaan-perumpamaan yang diungkapkan berkaitan dengan konsep kepercayaan dan pandangan orang Jawa. Sudah merupakan kecenderungan orang Jawa yang senantiasa mengibaratkan bendabenda di sekeliling mereka menjadi objek yang menggambarkan pemahaman mereka. Alam pikir manusia Jawa yang terkandung di dalam tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta berkaitan dengan pemahaman orang Jawa terhadap kedudukan seorang wanita dalam kehidupan berumah tangga. Keteguhan, kesabaran, dan gairah merupakan komponen utama yang harus dimiliki seorang perempuan dalam menjalani kehidupan sebagai seorang istri. Bijaknya penyampaian mengenai hal-hal tersebut disampaikan dengan indah melalui bentuk dan warna yang mempercantik sang pengantin perempuan di hari pernikahannya.
4.2 Unsur Religi dalam Tradisi Tata Cara Riasan Wajah dan Sanggul Pengantin Jawa Keraton Surakarta Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah diutarakan diatas dapat dipastikan bahwa tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta memiliki unsur religi. Tentunya unsur religi yang terkandung di dalam tradisi tersebut adalah unsurunsur religi Jawa. Kepercayaan orang Jawa yang fanatik dengan konsep ketuhanan tertuang melalui bentuk dan warna yang terukir pada tradisi tersebut. Pemilihan warna, bentuk, dan perumpamaan yang dipilih sekaligus mengungkapkan alam pikir manusia Jawa yang senantiasa berkaitan dengan konsep ketuhanan dan keselamatan dalam kehidupan. 4.3 Simpulan Akhirnya setelah melalui beberapa tahapan untuk mengetahui unsur religi yang terkandung di dalam tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta. Menghasilkan kesimpulan bahwa tradisi tersebut mengandung konsep religi Jawa yang berkaitan dengan kedudukan seorang perempuan dalam masyarakat Jawa. Selain kedudukan seorang perempuan dalam masyarakat Jawa, unsur religi lainnya yang terkandung di dalam tradisi tersebut adalah konsep manunggaling kawula gusti, konsep tersebut terdapat dalam bentuk paes yang menyerupai tumpeng dan terpusat pada wajah sang pengantin. Hal tersebut menegaskan bahwa perempuan merupakan salah satu tempat dan cara untuk bisa bersatu dengan tuhan, karena perempuan merupakan asal kehidupan dan kembalinya 10 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
kehidupan manusia yang diperoleh melalui hubungan sanggama antara laki-laki dan perempuan.
5.Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh adalah, bahwa tradisi tata cara riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta memiliki unsur-unsur religi Jawa sebagai pembentuknya. Alam pikir dan konsep-konsep orang Jawa dituangkan ke dalam tradisi ini melalui bentuk dan warna dalam riasan wajah dan sanggul pengantin Jawa keraton Surakarta tersebut. Unsur religi yang dimaksud adalah unsur religi yang berkaitan dengan pemahaman dan alam pikir manusia Jawa tentang bagaimana sebaiknya sesuatu terjadi. Bahwa pada dasarnya seorang perempuan yang telah memulai kehidupan baru sebagai seorang istri hendaknya memiliki ketenangan,
keteguhan,
senantiasa
menjaga
dan
mengusahakan
keselamatan bagi
keluarganya, serta penuh gairah dalam melayani suami. Selain itu seorang perempuan juga harus menyadari bahwa dirinya adalah tempat untuk menghasilkan dan mengembalikan kehidupan yang dititipkan oleh tuhan di dunia. Karenanya seorang perempuan harus senantiasa sadar dengan kedudukannya dalam lingkungan maupun keluarga.
11 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013
Daftar Referensi Alisjahbana, Takdir, S. (1986). Antropologi Baru. Jakarta: PT. Dian Rakyat Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropolog. Jakarta: PT.Rineka Cipta, Endraswara, Suwardi. (2006). Metode,Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan.
Sleman :
Pustaka Widyatama Turner, Victor. (1967). The Forest of Symbols : Aspecs of Ndembu Ritual. London : Cornel paperback, Cornel University Press Hardjoworogo, Drs. Marbangun. (1989). Manusia Jawa. Jakarta : CV.Haji Masagung Ds, Drs. Slamet, dkk. (1990). Arti Perlambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin dalam Menanamkan Nilai-Nilai
Budaya Daerah Jawa Tengah.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Mulder, Niels. (2001). Mistisisme Jawa : Ideologi di Indonesia. Yogyakarta : LKIS Skripsi Wahyuningtyas, Yesi. (2009). Analisis Nilai dan Makna Simbolik Serat Tata Cara Keraton Surakarta Hadiningrat. Depok : Skripsi Pharmata, Mastiur. (2009). Tinjauan Religi dalam Serat Niti Mani. Depok : Skripsi
12 Unsur religi ..., Nawang Wulan, FIB UI, 2013