KEDUDUKAN HAK ATAS REKAMAN SUARA SEBAGAI BAGIAN DARI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL: PERSPEKTIF PENGECUALIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT NASKAH RINGKAS SKRIPSI
(1) Nama Penulis: Artna Btari (2) Abstrak dan Kata Kunci: Skripsi ini membahas mengenai posisi hak atas rekaman suara sebagai bagian dari hak terkait dalam hak kekayaan intelektual di pengecualian yang diberikan oleh pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penelitian ini adalah penelitian preskriptif eksploratif atas masalah hukum normatif. Hasil penelitian menyarankan adanya revisi atas bunyi pasal 50 huruf b sehingga mencakup pula mengenai hak terkait dan membuat penafsiran yang jelas atas pasal tersebut. Kata kunci: Hak Atas Rekaman Suara, Hak Terkait, Hukum Persaingan Usaha. Abstract This mini thesis explains regarding the position of sound recording right as a part of neighboring right in intellectual property right as an exception given from article 50(b) of Law Number 5 Year 1999 regarding Prohibition of Anti Monopoly and Unfair Business Practices. The research approach in writing this mini thesis adopt a prescriptive explorative research upon article 50 b which also includes the explanation of neighboring right and the clear definition towards the article itself. Keywords: Phonogram Rights, Neighboring Rights, Unfair Competition
1 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
(3) Pendahuluan: Ada sebuah ketidakjelasan dalam pengaturan mengenai pengecualian hal-hal mengenai hak kekayaan intelektual (HKI) dalam pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang Undang Persaingan Usaha). Di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Hal-hal mengenai hak kekayaan intelektual termasuk lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba dikecualikan dari berlakunya undang-undang persaingan usaha ini.”1 Di dalam ketentuan pasal di atas, dinyatakan lingkup hak kekayaan intelektual (HKI) yang dikecualikan dalam Undang Undang Persaingan Usaha, adalah lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang. Hal-hal ini dapat saja dijadikan batasan bagi kaum awam dalam menggunakan undang undang ini. Sementara, ada sebuah hak yang ada di dalam lingkup perlindungan hak kekayaan intelektual yang tidak termasuk dalam rumusan pasal tersebut. Hak yang dimaksud dalam tulisan ini adalah hak terkait, sebuah hak yang ada di dalam pengaturan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Hak Cipta. Hak terkait jelas berbeda dengan hak cipta, dapat dilihat dari pengaturan yang terpisah dalam undang-undang tersebut. Hak Cipta sendiri adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
1
Indonesia, Undang-Undang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999, LN No.33 Tahun 1999, TLN No.3817. Ps. 50 huruf b.
2 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
yang berlaku2, sementara yang dimaksud dengan hak terkait ini sendiri adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman
bunyinya;
dan
bagi
Lembaga
Penyiaran
untuk
membuat,
memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya3. Berarti ada tiga bagian dalam hak terkait ini, yakni: 1. Hak eksklusif bagi pelaku 2. Hak atas rekaman suara bagi produser rekaman suara 3. Hak siar bagi lembaga penyiaran. Salah satu yang menarik untuk diangkat dalam skripsi ini, dalam hak terkait adalah hak bagi produser rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, karena belum jelas pengaturan pengecualian atasnya dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999. Sebelumnya, perlu dijabarkan terlebih dahulu apa itu hak kekayaan intelektual. Ada banyak pendapat ahli mengenai definisi HKI. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah “Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI)” merujuk pada bidang hukum secara umum mengenai hak cipta, paten, disain, merek dagang dan hak-hak terkait (Bently & Sherman, 2001)4 Bagi beberapa ahli, HKI adalah hak-hak yang bisa ditegaskan menyangkut intelektualitas manusia (Alison & Surfin, 2001). Dalam Perjanjian TRIPs, HKI didefinisikan sebagai “The right (of Creators) to prevent others from using their inventions, designs, or other creations”5 hak (pencipta) untuk mencegah orang lain menggunakan penemuan, desain, atau ciptaan lain. Menurut Perjanjian TRIPs, HKI terdiri dari: •
Hak Cipta dan hak-hak terkait (Copyright and related rights);
•
Merek dagang termasuk merek jasa (Trademarks, including service
marks); 2
Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta. Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002, LN No.85 Tahun 2002, TLN No. 4220. Ps 1 Butir 1.
3
Ibid, Pasal 1 butir 9 Lionel Bently, Brad Sherman. Intellectual Property Law, Third Edition. (Oxford Press) Hlm 35 5 Publikasi WTO diakses dari http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/agrm6_e.htm pada 27 September 2012 4
3 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
•
Indikasi geografis (Geographical indications);
•
Desain Industri (Industrial designs);
•
Paten (Patents);
•
Tataletak sirkit terpadu (Layout-designs (topographies) of integrated circuits); dan,
•
Rahasia Dagang (Undisclosed information, including trade secrets) Bila dilihat di atas, dapat dilihat bahwa hak terkait merupakan bagian dari
hak kekayaan intelektual. Hal ini menjadi penting untuk diteliti karena adanya pertentangan sifat monopoli yang melekat pada HKI dapat menciptakan permasalahan tertentu jika HKI tersebut disalahgunakan. Hak-hak eksklusif menguntungkan orang yang mencipta HKI, tetapi dapat merugikan para konsumen. Contohnya adalah ketika sebuah perusahaan farmasi memiliki paten atas suatu obat di pasar bebas yang menghasilkan praktek monopoli karena pengendalian harga produk yang dilakukan oleh perusahaan tersebut6. Hal ini dapat merugikan bagi negara berkembang dan masyarakat luas. Bila dilihat secara selintas, memang seakan rezim pengaturan mengenai HKI dan Persaingan Usaha memiliki pengaturan yang berseberangan paham, karena di satu sisi HKI ingin melindungi kebebasan seseorang untuk berkarya dan mendapat insentif atas inovasinya berupa hak untuk memonopoli penggunaan karya tersebut, dan di sisi lain hukum persaingan usaha melarang adanya praktek monopoli. Namun bila diteliti lebih lanjut lagi, akan terlihat fakta bahwa kedua rezim hukum ini sebenarnya berjalan secara beriringan. Kerancuan mengenai batasan HKI dalam UU No.5 Tahun 1999 ini memang sedikit banyak menimbulkan kesulitan dalam aplikasinya, terbukti dengan dikeluarkannya Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b Tentang Pengecualian penerapan UU No.5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang dikeluarkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Indonesia pada tahun 2009 lalu, yang ditujukan untuk mendapatkan kesamaan penafsiran terhadap masing-masing unsur dalam pasal 50 huruf b, sehingga terdapat kepastian hukum dan dapat dihindari terjadinya kekeliruan atau sengketa, dan mendapat penerapan yang 6
ibid
4 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
konsisten, tepat, dan adil dalam sengketa7. Di dalam pedoman ini, sayangnya posisi mengenai hak terkait ini sendiri juga masih belum jelas. Dalam penerapannya perlu diperhatikan lagi, apakah seluruh perjanjian yang merupakan perjanjian yang berkaitan dengan HKI tersebut dikecualikan dari pengaturan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999, karena hal ini dapat menjadi peluang bagi para pengusaha yang beritikad buruk untuk menjalankan praktek monopoli maupun persaingan usaha yang tidak sehat. Selain itu perlu diperhatikan apakah hanya hak yang ada dalam lingkupan pasal 50 huruf b Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 saja yang dikecualikan, ataukah hak terkait juga dikecualikan. Karena hal ini tentunya dapat menimbulkan kerancuan bagi pembaca undang-undang. Salah satu kasus yang melibatkan perjanjian lisensi HKI di bidang persaingan usaha di Indonesia adalah kasus mengenai dugaan pelanggaran pasal 23 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyangkut persekongkolan yang mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat, dalam putusan komisi pengawasan persaingan usaha (KPPU) nomor 19/KPPUL/2007. Dalam kasus ini, terdapat aspek formil yang membahas mengenai pasal 50 huruf b Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999. Selanjutnya akan dilihat pula kasus kasus di negara lain untuk dijadikan bahan perbandingan, yakni negara yang menganut sistem hukum common law dan penerapan undang undangnya. Perlu dilihat lagi dalam kasus-kasus ini, khususnya aplikasi penerapan posisi hak atas rekaman suara sebagai bagian dari hak terkait yang ada di dalam lingkup hukum HKI dan kaitannya dengan pengecualian lisensi HKI di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 dan pengaturan di negara lain. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan masalah yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini: 7
Bab II, Tujuan Penyusunan Pedoman, Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b tentang Pengecualian penerapan UU No.5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, KPPU.
5 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
Apakah hak atas rekaman suara sebagai hak terkait dari hak cipta yang merupakan bagian dari hukum hak kekayaan intelektual (HKI) termasuk ke dalam pengecualian HKI dalam pasal 50 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat? Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk dapat menambah wawasan dan pengetahuan baik kepada peneliti dan juga pembaca lewat studi keilmuan dari sudut pandang hukum tentang bagaimana posisi hak atas rekaman suara sebagai hak terkait dalam hukum hak kekayaan intelektual (HKI) di dalam pengecualian terhadap perjanjian HKI yang diatur dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
(4) Pembahasan: Istilah “Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI)” merujuk pada bidang hukum secara umum mengenai hak cipta, paten, disain, merek dagang dan hak-hak terkait. Bagi beberapa ahli, “HKI adalah hak-hak yang bisa ditegaskan menyangkut intelektualitas manusia”.8 Dalam Perjanjian TradeRelated Aspects of Intellectual Property (TRIPs), HKI didefinisikan sebagai: “The right (of Creators) to prevent others from using their inventions, designs, or other creations”9 Hak (pencipta) untuk mencegah orang lain menggunakan penemuan, desain, atau ciptaan lain. Hak cipta, menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (UUHC) adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.10 Sementara hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya;
bagi
Produser
Rekaman
Suara
untuk
8
Lionel Bently, Brad Sherman. Intellectual Property Law, Third Edition. (Oxford Press) Hlm 35 Publikasi WTO diakses dari http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/agrm6_e.htm pada 27 September 2012 10 Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Indonesia. 9
6 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.11 Hak terkait adalah padanan dari neighboring rights atau related rights. Jangka waktu hak terkait bagi pelaku adalah 50 tahun sejak karya pertama tersebut pertama kali dipertunjukkan, atau dimasukkan ke media audio atau audio visual. Bagi produser rekaman suara juga 50 tahun sejak karya tersebut selesai disiarkan, sedangkan untuk lembaga penyiaran 20 tahun sejak karya itu pertama kali disiarkan.12 Diperlukan harmonisasi antara hukum persaingan usaha dan hukum hak kekayaan intelektual, agar tujuan dari masing masing hukum tersebut tercapai dengan baik. Dari permukaan, terlihat banyak masalah antara kedua bidang hukum ini, karena seakan keduanya sangat bertolak belakang. Persaingan di satu sisi, hukum persaingan usaha bertujuan untuk mempromosikan persaingan dan struktur pasar yang akan menguntungkan konsumen melalui harga lebih rendah.
13
Sementara di lain sisi, paham dari
hukum hak kekayaan intelektual justru berlawanan dari hal ini, yakni HKI mencegah berlakunya tujuan ini karena hukum hak kekayaan intelektual melarang pelipatgandaan suatu produk bagi pihak lain yang tidak memiliki kewenangan. Namun, melalui monopoli yang diberikan oleh HKI ini, justru memberikan sebuah kelebihan lain, yakni insentif bagi penemuan- penemuan baru. Tujuan dari kedua hukum di atas adalah untuk melindungi hubungan ekonomis dari suatu bisnis terhadap gangguan dari bisnis lain, sembari mempromosikan mengenai kompetisi usaha yang sehat14. Hak atas rekaman suara, menurut pasal 19 Undang-Undang Hak Cipta, termasuk kedalam hak terkait. Pasal tersebut memberi klasifikasi terhadap hak-hak yang termasuk sebagai hak terkait. Hak terkait, sebagaimana telah 11
Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta.Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002, LN No.85 Tahun 2002, TLN No. 4220. Ps. 1 Butir 9 12
Ibid. Ps.50.
13
Phillip C.Kissam, Symposium : Public and Private Barriers to Competitive Reform of Health Care Services Delivery Antitrust Boycott Doctrine, Hlm.69. Iowa Law Review 1177, 1984. 14 Charles R.McManis, Intellectual Property and Unfair Competition in a Nutshell. (St.Paul : 2004) Hlm.36
7 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
dijelaskan dalam sub bab sebelumnya, adalah sebuah rezim pengaturan yang berbeda dengan hak cipta. Maka, perlu ditarik garis pembeda antara hak cipta dan hak terkait. Selanjutnya, perlu diingat bahwa posisi hak kekayaan intelektual (HKI) di dalam pengaturan hukum persaingan usaha, dimana perjanjian mengenai HKI biasanya dikecualikan. Khususnya di Indonesia, pengaturan mengenai pengecualian hak kekayaan intelektual dalam persaingan usaha diatur dalam pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: “Pengecualian dalam undang-undang ini termasuk, Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.” Pengecualian HKI yang diatur dari Undang-Undang di atas hanyalah sebatas apa yang tertulis di dalam pasal tersebut,yakni lisensi, paten,merek dagang, hak cipta, desain produk indusri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang. Sedangkan hak terkait yang merupakan hak terpisah dari hak cipta, posisinya masih belum jelas dalam pengaturan pasal ini. Maka apakah bila ada perjanjian yang menyangkut hak atas rekaman suara akan secara otomatis dikecualikan dari hukum persaingan usaha atau tidak, belum secara jelas diatur dalam undang-undang. Posisi hak atas rekaman suara sebagai hak terkait dalam pengaturan hukum persaingan usaha di Indonesia belum jelas. Maka dari itulah perlu dibuktikan melalui analisis – analisis kasus di Indonesia dan negara lain untuk mendapat gambaran lebih lanjut mengenai hal ini. Dalam skripsi ini, akan dibahas mengenai kasus yang ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang Aquarius Musikindo melawan DEWA 19 dan empat pihak lainnya. Kasus ini membahas mengenai kegiatan persaingan usaha yang dilarang yakni persekongkolan dalam ranah hak kekayaan intelektual. Meski putusan atas kasus ini telah diperkuat dengan putusan di tingkat lebih tinggi, yang akan dibahas adalah putusan KPPU atas kasus ini, karena dibutuhkan pertimbangan dari komisi yang berwenang dalam
8 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
hal persaingan usaha dalam menangani hal mengenai persaingan usaha di ranah pengecualian hak kekayaan intelektual, khususnya hak atas rekaman suara. Dari kasus diatas, menurut KPPU, unsur-unsurnya telah terpenuhi. Artist Agreeement, merupakan perjanjian yang termasuk ke dalam ranah hak kekayaan intelektual. Di dalam pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999, dinyatakan bahwa : “Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;” Menurut
pembelaan
pihak
terlapor,
karena
Artist
Agreement
merupakan perjanjian di lingkup hak cipta, maka berdasarkan pasal diatas, KPPU seharusnya tidak berwenang untuk menilai dan memeriksa Artist Agreement tersebut. Sementara menurut pertimbangan majelis KPPU, yang menjadi pokok perkara a quo bukan perjanjian yang berkaitan dengan Hak Cipta, melainkan larangan persekongkolan antara pelaku usaha dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Objek dari perjanjian kerja sama itu sendiri adalah mengenai master rekaman artis secara eksklusif. Salah satu pihak dalam perjanjian itu adalah produsen rekaman, yakni PT.Aquarius Musikindo. Produsen rekaman adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau bunyi lainnya. Ia memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak rekaman suara. Disini, berarti PT.Aquarius Musikindo memiliki hak eksklusif atas rekaman suara DEWA 19, yakni rekaman suara album Laskar Cinta dan 4 lagu baru lainnya. Dengan pindahnya DEWA 19 ke EMI Music South East Asia secara ilegal,
9 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
dikhawatirkan akan ada perpindahan hak yang seharusnya tidak terjadi. Hakikat dari hak produser rekaman suara adalah untuk membuat karya rekaman suara dan salinannya tersedia bagi publik, dan apabila kontrak antara DEWA 19 dengan PT.Aquarius Musikindo ini tidak dipenuhi oleh DEWA 19, perpindahan hak secara tidak legal dapat saja terjadi, dan pemegang hak atas rekaman suara album Laskar Cinta dan khususnya 4 lagu baru yang belum diserahkan oleh DEWA 19 itu turut berpindah ke EMI Music South East Asia secara tidak legal. Tidak dipenuhinya perjanjian mengenai hak terkait tersebutlah yang menjadi awal dari permasalahan dalam kasus ini, yang diikuti oleh persekongkolan yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Di Indonesia, pengaturan mengenai pengecualian hak kekayaan intelektual dalam persaingan usaha diatur dalam pasal 50 huruf b UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: “Pengecualian dalam undang-undang ini termasuk, Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.” Pertama-tama akan kita lihat dulu posisi hak atas rekaman suara, apakah ia termasuk ke dalam pengecualian hak atas kekayaan intelektual yang ada di dalam pasal 50 huruf b tersebut. Secara eksplisit, hak atas rekaman suara tidak termasuk kedalam penulisan pasal 50 huruf b tersebut. Apakah pengecualian di dalam HKI ini dapat dianggap hanya sebatas yang tertulis dalam pasal itu saja, ataukah meluas ke hak kekayaan intelektual yang lain? Hal inilah yang perlu dijawab dalam penelitian skripsi ini, karena bahkan di dalam pedoman pelaksanaan ketentuan pasal 50 huruf b yang dikeluarkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Pedoman KPPU No.2/2009) itu sendiri tidak ada pembatasan yang jelas mengenai hal ini. Hak atas rekaman suara bukanlah termasuk pengaturan lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, rahasia dagang maupun waralaba. Hak atas rekaman suara, berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, termasuk ke
10 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
dalam pengaturan hak terkait. Pengaturan mengenai hak terkait ini ada di dalam Undang-undang Hak Cipta, yakni dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Hak terkait berbeda dengan hak cipta, meski masih ada kaitannya dengan hak cipta. Apabila kita memahami pengecualian pasal 50 huruf b sebatas apa yang tertera dalam pasal saja, tentunya hak atas rekaman suara sebagai bagian dari hak terkait tidak dikecualikan dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tersebut. Sedangkan apabila kita memahami bahwa pengecualian terhadap perjanjian yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual tersebut tidak sebatas apa yang tertera dalam pasal, maka hak terkait termasuk ke dalam pengecualian HKI tersebut. Anggapan yang paling memungkinkan untuk kita ambil adalah pilihan yang kedua, yakni pemahaman secara lebih luas, dimana hak terkait dianggap masuk ke dalam pengecualian hak kekayaan intelektual di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, karena di dalam hak atas rekaman suara sendiri mengandung hak penciptanya yang merupakan hak cipta, dan hak terkait merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual itu sendiri. Pemahaman putusan kasus ini terhadap pokok perkara a quo-nya hanya berfokus pada persekongkolan yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat tersebut. Perjanjian awal yang dijadikan acuan posisi PT.Aquarius tidak terlalu dipermasalahkan oleh mereka. Padahal,hal inilah yang menjadi titik awal permasalahan kasus ini. Perjanjian mengenai hak atas rekaman suara yang tertuang dalam perjanjian Nomor 001/JS/DW/07/04 pada tanggal 12 Juli 2004. Perjanjian tersebut berisi mengenai perikatan antara para pihak untuk menjual master rekaman artis secara eksklusif sebanyak 1 album yaitu Laskar Cinta ditambah 4 lagu baru lainnya yang akan digabung dengan lagu-lagu DEWA 19 yang lain untuk kepentingan pembuatan album kompilasi atau “the best of” atau “repackage”. Apabila kita menganggap bahwa perjanjian ini masuk ke dalam ranah pengecualian dalam pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, langkah berikutnya adalah untuk menentukan apakah perjanjian itu menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Apabila perjanjian ini menghasilkan persaingan usaha tidak sehat maka perjanjian tersebut tidak dikecualikan. Dalam perjanjian yang dilanggar oleh DEWA 19 ini, belum
11 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
menghasilkan persaingan usaha tidak sehat. Namun, pelanggaran atas perjanjian ini, yakni pindahnya DEWA 19 ke EMI Music South East Asia melalui persekongkolan, meskipun DEWA 19 memiliki hak untuk mengalihkan hak atas rekaman suara mereka sebagai pencipta, mereka telah terikat perjanjian untuk memberikan hak tersebut ke PT.Aqurius Musikindo, selanjutnya perpindahan ini juga melibatkan artist agreement antara DEWA 19 dengan EMI Music South East Asia mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat, dan tidak dikecualikan dari undang-undang persaingan usaha. Berikut ini adalah beberapa resume kasus yang berkaitan dengan persaingan usaha dan rekaman suara yang ada di Amerika Serikat: 1. Kasus Metropolitan Opera Association Inc. et al dan Columbia Records, Inc. melawan Wagner-Nichols Recorder Corporation et.al. Salah satu kasus di Amerika Serikat yang terkait dengan hak atas rekaman suara dan persaingan usaha tidak sehat adalah kasus Metropolitan Opera Association Inc. et al dan Columbia Records,Inc. melawan Wagner-Nichols Recorder Corporation et.al. Pihak penggugat adalah perusahaan opera dan perusahaan rekaman opera, sementara pihak tergugat adalah pihak yang melakukan penggandaan terhadap karya rekaman suara milik Metropolitan Opera Association Inc. secara ilegal. Dalam kasus ini, penggugat merasa dirugikan karena karya rekaman suara yang menjadi hak mereka untuk mereka publikasikan, diambil alih oleh pihak tergugat secara sepihak, dan dipublikasikan seolah-olah itu diproduksi oleh penggugat dengan harga yang lebih murah. Rekaman yang dipublikasikan tersebut diproduksi dengan kualitas yang buruk, dan tidak memenuhi standar rekaman yang dimiliki pihak penggugat. Hal ini menyebabkan pihak tergugat mampu bersaing dengan pihak penggugat dalam menjual karya rekaman suara tersebut. Di dalam kasus ini, tergugat diduga melakukan kegiatan palming off. Palming off adalah kegiatan memproduksi produk pihak lain secara illegal, dengan seolah-olah pihak lain itu sendiri yang memproduksi produknya. Kemudian barang palsu tersebut dijual oleh pihak pemalsu dengan harga yang lebih rendah sehingga dapat memasuki pasar yang sama dengan pihak produsen asli, dan
12 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Dalam kasus ini, pihak tergugat kalah atas dasar unsur palming off tersebut terpenuhi. Hak atas rekaman suara yang dimiliki oleh pihak penggugat menurut pengadilan masuk ke dalam ranah hak kekayaan intelektual, yang harus dilindungi dari dampak persaingan usaha yang tidak sehat. 2. Kasus Columbia Broadcasting System, Inc. melawan ASCAP (American Society of Composers, Authors & Publishers) Kasus berikutnya adalah kasus Columbia Broadcasting System, Inc. melawan ASCAP (American Society of Composers, Authors & Publishers) pada tahun 1979, dimana gugatan dilayangkan karena penggugat merasa tergugat telah melakukan kegiatan illegal price fixing, disebabkan oleh sistem “blanket licenses”, yakni sistem mengumpulkan beberapa lisensi hak rekaman suara di dalam satu lisensi, yang mengharuskan pembeli lisensi membeli sekelompok lisensi dalam suatu harga tertentu, yang berisi atas hak-hak rekaman suara, baik yang diinginkan maupun yang tidak. Hal ini menurut penggugat adalah hal yang termasuk kedalam kegiatan yang dilarang oleh hukum persaingan usaha. Namun, pengadilan menjatuhkan putusan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh tergugat tidak melanggar Sherman Antitrust Act, karena sistem blanket licenses merupakan suatu sistem yang diciptakan untuk mempermudah para pelaku usaha dalam melakukan transaksi di pasar. 3. Kasus A&M Records, Inc. melawan David L. Heilman (75 Cal. App. 3d 554.) Kasus ketiga dalam ranah ini adalah kasus A&M Records, Inc. melawan David L. Heilman (75 Cal. App. 3d 554.)15 Inti dari kasus ini adalah pihak penggugat, yakni perusahaan dari California bernama A&M Records, yang melakukan usaha di bidang penjualan rekaman suara dalam bentuk fisik berupa “phonograph records and prerecorded magnetic tapes, meminta pengadilan menghukum pihak tergugat (dalam hal ini David L. Heilman, founder dari perusahaan bernaa Economic Consultants, Inc. atau sering dikenal sebagai E-C Tapes, Inc, yakni perusahaan yang melakukan iklan dan penjualan atas rekaman suara yang dibajak secara diduga illegal. Dalam album 15
Diakses dari http://law.justia.com/cases/california/calapp3d/75/554.html pada 19 November 2012 Pukul 09.30
13 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
album yang pihak ini jual, pihak tergugat menjual total setidaknya 16 rekaman suara ilegal, yang 15 diantaranya adalah milik pihak penggugat. Rekaman suara yang dimiliki oleh penggugat yang diduplikasi oleh tergugat antara lain: "This Guys In Love With You;" "Close To You;" "We've Only Just Begun;" "Do You Know What I Mean;" "Wild World;" "It's Too Late;" "You Were On My Mind;" "Guantanamera;" "Whiter Shade of Pale;" "Look Of Love;" "Ticket To Ride;" "Superstar;" "Moon Shadow;" "Hello Hello;" dan "A Man and A Woman.") atas duplikasi dan pubikasi tape magnetis dan cakram rekaman suara yang mengandung bagian apapun dari rekaman suara yang merupakan hak penggugat untuk menjual, yang dilakukan oleh pihak tergugat tanpa seizin penggugat. Atas perbuatan yang dianggap merugikan penggugat ini, pihak penggugat menuntut ganti rugi sebesar $ 136,027.82. Dalam pertimbangan pengadilan atas kasus ini, pembelaan pihak tergugat adalah pihak penggugat ternyata terlibat dalam kegiatan “tying agreement”, alias perbuatan yang dilarang dalam hukum persaingan usaha, karena mengharuskan konsumen untuk membeli satu atau lebih produk yang terikat dengan suatu produk, tanpa diberi pilihan. Tying agreement adalah bentuk perjanjian distribusi berdasarkan mana distributor diperbolehkan untuk membeli suatu barang tertentu (tying product) dengan syarat harus membeli barang lain (tied product). Berdasarkan perjanjian tersebut, pihak penjual menjual produknya kepada pembeli dengan menetapkan persyaratan bahwa pembeli akan membeli produk lain dari penjual. Produk yang diinginkan oleh pembeli adalah produk pengikat (tying product) dan produk yang oleh penjual diwajibkan untuk dibeli oleh pembeli disebut sebagai produk ikatan (tied product).16 Dalam hal kewajiban untuk membeli produk ini ditetapkan secara sepihak tanpa dapat dihindari oleh pembeli karena tidak ada pilihan penjual lainnya, penjual akan memiliki posisi
tawar
yang
tinggi
(dominant
bargaining power / position) dan menjadikan perjanjiannya berat sebelah. Nilai tawar yang dimiliki
oleh penjual akan menjadi tinggi karena penjual memiliki
kekuatan pasar yang besar. Rekaman yang mereka miliki ternyata telat dijual ke pihak Harry Fox Agency, pihak ketiga darimana pihak tergugat telah membeli hak untuk komposisi musik milik penggugat tersebut, namun pihak tergugat tidak dapat memiliki hak atas lirik dan musik atas rekaman suara tersebut, tanpa meminta izin 16
Pedoman Pelaksanaan Pasal 15 UU No.5/1999 Tentang Larangan praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU. Hlm.33
14 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
dari pihak penggugat. Hal ini dapat dikategorikan sebagai tying agreement. Selanjutnya, pihak tergugat menyatakan bahwa pengadilan tidak dapat menjatuhkan vonis telah melakukan persaingan usaha tidak sehat, karena pengadilan tidak dapat membuktikan unsur “palming off” atas perbuatannya, karena pihak tergugat telah mengakui bahwa ia menjual rekaman suara yang telah ia miliki hak komposisi musiknya, dan tanpa mendompleng nama A&M records sebagai pihak penggugat. Namun, walaupun unsur “palming off” tidak terbukti, ia telah terbukti melakukan kegiatan bisnis curang dan menyalahi persaingan dengan melakukan “misappropriation of the valuable efforts of another”, karena ia telah mengakui bahwa ia telah menjual duplikasi rekaman suara milik A&M Records tanpa izin atau lisensi apapun, maka ia telah dapat dihukum atas perbuatannya tersebut. 17 Apabila kita hendak membandingkan dua kasus yang ada dalam dua sistem hukum yang berbeda di atas, dapat kita simpulkan bahwa posisi hak atas rekaman suara memiliki tempat yang berbeda di sistem hukum common law dan civil law. Di dalam sistem hukum common law, hak atas rekaman suara terdapat di dalam pengaturan hukum copyright, dan tidak dikenal pengecualian atas hak kekayaan intelektual dalam hukum persaingan usaha mereka; sementara di dalam sistem hukum civil law, hak atas rekaman suara termasuk ke dalam pengaturan hukum hak terkait. Apabila kita tarik hal-hal ini ke dalam konteks pengecualian perjanjian yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual dalam pasal 50 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, kedua posisi ini memiliki akibat-akibat tertentu. Apabila kita meniru sistem hukum common law, dimana hak atas rekaman suara dimasukkan kedalam pengaturan copyright, dengan pengaturan pasal 50 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang berbunyi sebagai berikut: ”Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang,
17
Diakses dari http://law.justia.com/cases/california/calapp3d/75/554.html, Lihat( Civ. Code, § 3369, subd. (3); Barquis v. Merchants Collection Assn., 7 Cal. 3d 94, 108-113 [101 Cal.Rptr. 745, 496 P.2d 817]; Capitol Records, Inc. v. Erickson, supra, 2 Cal. App. 3d at pp. 536-538; Annot., Unfair Competition By Direct Reproduction of Literary, Artistic, or Musical Property, 40 A.L.R.3d 566, 569572, 578-580.)
15 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;” Maka hak rekaman suara akan secara otomatis dikecualikan dari undangundang ini. Namun, karena di Indonesia kita menganut sistem hukum civil law, yang memposisikan hak atas rekaman suara di hak terkait, dan bukan di dalam hak cipta, maka hal ini tidak dapat diaplikasikan. Perlu kita tarik lagi kebelakang logika mengapa hak atas rekaman suara di Indonesia diatur dalam hak terkait dan bukan hak cipta. Pengaturan hak atas rekaman suara di dalam lingkup hak terkait, dan terpisah dari hak cipta di dalam Undang-undang adalah untuk membedakan pihak yang menggunakan hak tersebut. Hak cipta ada untuk melindungi si pencipta karya atau pemilik hak atas karya tersebut. Sementara hak terkait ada untuk memfasilitasi pula para pihak yang bukan merupakan pihak yang menciptakan karya tersebut maupun pemilik hak atas karya tersebut, namun ingin menggunakan karya tersebut untuk kepentingan tertentu seperti kepentingan komersial. Walaupun hak ini secara kasat mata dalam pengaturan undang-undang terpisah, namun seperti sebagaimana pengaturan yang ada pula di sistem hukum common law, perlindungan atas hak rekaman suara ini pada pokoknya adalah perlindungan hak kekayaan intelektual. Apabila kita hendak melihat lagi posisi hak rekaman suara dalam hak terkait dan hak cipta, kita dapat melihatnya di dalam pengaturan WIPO Performances and Phonograms Treaty (WPPT), perlindungan terhadap rekaman suara dibagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah hak dari penampil (rights of performers), yakni hak untuk menyiarkan (broadcast) dan komunikasi (communication) atas karya rekaman suara tertentu; ”Performers shall enjoy the exclusive right of authorizing, as regards their performances: (i) the broadcasting and communication to the public of their unfixed performances except where the performance is already a broadcast performance; and (ii) the fixation of their unfixed performances.”18 Hak kedua adalah hak dari produser rekaman suara yang diberi hak untuk membuat rekaman suara tersebut tersedia bagi publik (making available to the public 18
Pasal 6 WIPO Performances and Phonograms Rights Treaty.
16 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
of the original and copies of their phonograms through sale or other transfer of ownership)19 Dalam WPPT, secara jelas posisi hak atas rekaman suara tersebut diberikan kepada penampil dan produser. Sementara, yang sebenarnya tidak dapat dilupakan adalah di dalam sebuah karya rekaman suara, tetap ada hak si pencipta rekaman suara tersebut. Maka, di dalam karya rekaman suara tersebut tetap ada author’s right dalam copyright yang tetap dilindungi, maka posisi hak atas rekaman suara, meskipun pengaturan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta tetap ada di hak terkait, tetap termasuk ke dalam ranah hak kekayaan intelektual. Selanjutnya, perlu dipahami bahwa untuk menentukan apakah suatu hal mengenai hak atas rekaman suara dikecualikan atau tidak, perlu dilihat secara kasus per kasus dan tidak dapat digeneralisasikan. Hal ini juga sesuai dengan cara yang ditentukan KPPU melalui pedoman nomor 2 Tahun 2009 yang mereka terbitkan. Apabila kasus yang menyangkut hak atas rekaman suara ini berkaitan dengan hak pencipta dalam membatasi penyiaran kembali hak atas rekaman suara miliknya, maka hal seperti ini dapat masuk ke dalam pengecualian atas hak rekaman suara dalam pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, karena hal ini berkaitan dengan konsep hak eksklusif milik pencipta dalam pengaturan hak atas kekayaan intelektual. Berikutnya apabila hal atau perjanjian yang menyangkut hak atas rekaman suara ternyata mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat, dan tidak memenuhi kriteria seperti di atas, maka hal ini tidaklah masuk ke dalam pengecualian pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini merupakan suatu sinergisasi antara hukum persaingan usaha dan hukum hak kekayaan intelektual, khususnya dalam hal memenuhi tujuan kedua bidang hukum tersebut yakni memajukan kompetisi sehat dalam perekonomian Indonesia, sehingga kemajuan perekonomian dapat tercapai. Maka dari itulah, sudah seharusnya pengecualian atas hak rekaman suara di dalam pasal 50 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur secara jelas. Posisinya harus setara dengan jenis hak atas kekayaan intelektual yang lain, dan sudah seharusnya tidak disamakan dengan hak cipta. Pengaturan secara jelas ini dapat 19
Ibid. Pasal 11.
17 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
dinyatakan secara tegas di Undang-undang mengenai persaingan usaha ataupun pedoman untuk menggunakan pasal 50 huruf b Undang-undang tersebut. Hal ini merupakan tugas bagi legal drafter maupun KPPU dalam penyusunannya, agar masyarakat tidak keliru dalam menafsirkan pasal tersebut. (5) Penutup Di dalam pengaturan hukum persaingan usaha di Indonesia, yakni dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999, belum diatur secara jelas mengenai posisi hak atas rekaman suara sebagai bagian dari hak terkait dalam hal pengecualian pasal 50 huruf b Undang-undang tersebut. Padahal, permasalahan mengenai hak atas rekaman suara memiliki potensi untuk melahirkan praktek monopoli yang termasuk ke dalam ranah larangan Undang-undang tersebut. Berikutnya, di dalam sistem hukum civil law, hak atas rekaman suara merupakan bagian dari hak terkait. Hak terkait merupakan hak yang berbeda dengan hak cipta. Selanjutnya, hak terkait, apabila dikaji lebih jauh lagi di dalamnya mengandung pula konsep perlindungan terhadap pencipta, yakni hak cipta. Dengan adanya perlindungan ini, dapat disimpulkan bahwa hak atas rekaman suara memang merupakan bagian dari ranah hak kekayaan intelektual. Hal ini sama saja dengan sistem hukum common law dimana hak atas rekaman suara masuk ke dalam rezim perlindungan copyright, yakni perlindungan atas pembuat penggandaan karya dan bukan masuk ke bagian dari hak cipta, dan pengecualian atas hak kekayaan intelektual tidak dikenal dalam pengaturan hukum persaingan usaha di Amerika Serikat. Walaupun hak atas rekaman suara termasuk ke dalam ranah hak kekayaan intelektual, tidak serta merta hak atas rekaman suara ini dikecualikan dari pengaturan undang-undang persaingan usaha tidak sehat. Hal ini perlu dilihat secara kasus per kasus, khususnya dikaitkan dengan pendekatan per se illegal dan rule of reason. Dalam hal kegiatan yang dilakukan masuk ke dalam pendekatan per se illegal, maka tentunya hal tersebut tidak dikecualikan. Apabila pendekatan pasalnya adalah rule of reason, maka perlu dilihat lagi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Apabila kasus yang menyangkut hak atas rekaman suara ini berkaitan dengan hak pencipta dalam membatasi penyiaran kembali hak atas rekaman suara miliknya, maka hal seperti ini dapat masuk ke dalam pengecualian atas hak rekaman suara dalam pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, karena hal ini berkaitan dengan konsep hak eksklusif milik pencipta dalam pengaturan hak atas kekayaan
18 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
intelektual. Hal ini dengan catatan ia tidak mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Berikutnya apabila hal atau perjanjian yang menyangkut hak atas rekaman suara ternyata mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat, dan tidak memenuhi kriteria seperti dalam poin nomor 4 (empat) di atas, maka hal ini tidaklah masuk ke dalam pengecualian pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini merupakan suatu sinergisasi antara hukum persaingan usaha dan hukum hak kekayaan intelektual, khususnya dalam hal memenuhi tujuan kedua bidang hukum tersebut yakni memajukan kompetisi sehat dalam perekonomian Indonesia, sehingga kemajuan perekonomian dapat tercapai. Berdasarkan hal-hal diatas, maka penafsiran terhadap pasal 50 huruf b oleh masyarakat diharapkan tidak berbeda lagi. beberapa saran yang dapat ditawarkan atas permasalahan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Revisi atas pengaturan pasal 50 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat, dimana seharusnya posisi hak atas rekaman suara dan hak terkait lainnya dimasukkan ke dalam bunyi pasal maupun penjelasan. 2. Revisi atas pedoman KPPU Nomor 2 Tahun 2009 mengenai Pedoman penggunaan pasal 50 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat, dengan memasukkan penjelasan mengenai posisi hak terkait sendiri dalam pasal tersebut. Perlu dimasukkan pemahaman kriteria hak atas rekaman suara seperti apa yang dikecualikan dan mana yang tidak dikecualikan dalam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1999. Hal ini merupakan langkah konkret agar penafsiran masyarakat mengenai posisi hak terkait dalam pasal tersebut tidak berbeda-beda. 3. Sosialisasi mengenai posisi hak atas rekaman suara sebagai hak terkait dalam pasal 50 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat. 4. Diharapkan untuk masyarakat agar memahami lebih lanjut lagi mengenai penerapan pengecualian hak kekayaan intelektual dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya hak atas rekaman suara.
19 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
(6) Daftar Pustaka: Buku Bently, Lionel dan Brad Sherman. 2008. Intellectual Property Law, Third Edition. Ohio: Oxford Press. Bork, Robert H. The Rule of Reason and the Per se Concept: Price Fixing and Market Division. 1965. The Yale Law Journal No.5 vol 74. Craig, Paul Craig dan Grainne de Burca. 2003. EU Law, Text, Cases and Material. 3rd ed New York: Oxford University Press. Djumhana, Muhammad dan R.Djubaedillah. 1997. Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan Praktiknya di Indonesia. Bandung : Citra Adita Bakti. Artikel Publikasi
WTO
diakses
dari
http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/agrm6_e.htm pada 27 September 2012 Lionel
Bently,
Brad
Sherman.
Intellectual
Property
Law,
Third
Edition(Oxford Press) Hlm 35 Phillip C.Kissam, Symposium : Public and Private Barriers to Competitive Reform of Health Care Services Delivery Antitrust Boycott Doctrine, Hlm.69. Iowa Law Review 1177, 1984. Charles R.McManis, Intellectual Property and Unfair Competition in a Nutshell. (St.Paul : 2004) Hlm.36 Publikasi
WTO
diakses
dari
http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/agrm6_e.htm pada 27 September 2012 Diakses dari http://law.justia.com/cases/california/calapp3d/75/554.html pada 19 November 2012 Pukul 09.30 Diakses
dari
http://law.justia.com/cases/california/calapp3d/75/554.html,
Lihat( Civ. Code, § 3369, subd. (3); Barquis v. Merchants Collection Assn., 7 Cal. 3d 94, 108-113 [101 Cal.Rptr. 745, 496 P.2d 817]; Capitol Records, Inc. v. Erickson, supra, 2 Cal. App. 3d at pp. 536-538; Annot., Unfair Competition By Direct
20 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013
Reproduction of Literary, Artistic, or Musical Property, 40 A.L.R.3d 566, 569-572, 578-580.) Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Undang-Undang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999, LN No.33 Tahun 1999, TLN No.3817. Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Undang UndangNo. 8 Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821. Presiden Republik Indonesia, Keputusan Presiden Tentang Pengesahan Berne Convention For The Protection of Literary and Artistic Works. Keppres No. 18 Tahun 1997. Presiden Republik Indonesia, Keputusan Presiden tentang Pengesahan WIPO Performances and Phonograms Treaty. Keppres No.74 Tahun 2004. Presiden Republik Indonesia, Keputusan Presiden tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty. Keppres No.19 Tahun 1997.
Rome Convention Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Perjanjian Yang Berkaitan Dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, (KPPU, 2009).
21 Kedudukan hak atas..., Artna Btari, FH UI, 2013