UNIVERSITAS INDONESIA
UJI QUALITY CONTROL DETEKTOR PESAWAT SPECT DENGAN PROTOKOL IAEA DAN AAPM
Naskah Ringkas Skripsi
FERY ARDIANSYAH 0906637393
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FISIKA DEPOK NOVEMBER 2013
Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
2
UJI QUALITY CONTROL DETEKTOR PESAWAT SPECT DENGAN PROTOKOL IAEA DAN AAPM Fery Ardiansyah, Arreta Rei, Djarwani S Soejoko 1.
Fisika, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kampus UI Depok 16424, Indonesia
2.
Fisika, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kampus UI Depok 16424, Indonesia
3. Fisika, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kampus UI Depok 16424, Indonesia E-mail:
[email protected] E-mail:
[email protected] E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Citra yang baik mutlak diperlukan untuk kepentingan diagnosa, termasuk pada pemeriksaan dengan Kedokteran Nuklir. Detektor sebagai alat utama pembentuk citra harus selalu berada dalam kondisi prima sehingga Quality Control (QC) rutin perlu dilakukan. Beberapa protokol direkomendasikan untuk menguji kualitas sistem alat diantaranya protokol IAEA dan AAPM. Setiap Instalasi Kedokteran Nuklir perlu melakukan uji QC secara mandiri untuk mengetahui kondisi alat yang umumnya dilakukan oleh pihak vendor. Protokol-protokol ini patut dipelajari untuk mengetahui bagaimana uji QC masing-masing protokol pada pesawat SPECT agar memudahkan pihak Instalasi Kedokteran Nuklir melakukan uji QC sendiri. Protokol yang digunakan pada penelitian ini ialah IAEA Human Health Series No.6 dan AAPM Report No.6, No.22 dan No. 52. Uji-uji yang dilakukan pada penelitian ini diantaranya uji uniformitas, resolusi spasial, laju cacah maksimum, kebocoran shielding, COR, uniformitas tomografi dan beberapa uji lainnya. Pada penelitian ini juga dikembangkan sebuah algoritma untuk menghitung uniformitas citra dengan melihat kontribusi setiap PMT dalam pembentukkan citra. Evaluasi parameter uji mendapatkan bahwa secara keseluruhan metode-metode dari kedua protokol sebagian besar tidak jauh berbeda dan algoritma yang dibuat dapat digunakan untuk menghitung uniformitas. Keluaran penelitian ialah sebuah rancangan standard operational procedure (SOP) uji QC untuk pihak Instalasi Kedokteran Nuklir dan sebuah source code untuk mengevaluasi citra secara kuantitatif.
Quality Control Testing SPECT Camera Detector Using IAEA and AAPM Protocol ABSTRACT To provide correct diagnostic, the clear image is most important including in nuclear medicine imaging. Therefore, detector as the medical equipment which responsible to create image is necessary kept its quality in order to be always in satisfactory conditions. Several protocols are recommended to test the equipment such as IAEA and AAPM protocol. Each nuclear medicine installation needs to make own test to recognize conditions of the equipment that till now is usually done by vendor. These protocols should have been studied to find out how Quality Control (QC) testing protocols respectively in order to facilitate nuclear medicine installation make own QC test. Protocols which were used in this research are IAEA Human Health Series No.6, AAPM Report No.6, AAPM Report No.22, and AAPM Report No.52. The tests which were done such as intrinsic uniformity, intrinsic spatial resolution, maximum count rate, shielding leakage, off peak uniformity, system uniformity, centre of rotation, tomographic uniformity, and several other tests. In this research also was developed an algorithm to calculate uniformity of image by observe contribution every photomultiplier tube in image.
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
3 Evaluation of test parameters obtain that methods both of protocols overall wasn’t far different each other and algorithm that was created can be used to calculate uniformity. This research has output in term a standard operational procedure QC test ten parameters to nuclear medicine installation and a source code to evaluate image quantitatively. Keywords : Quality Control, method of IAEA protocol, method of AAPM protocol, algorithm, standard operational procedure
Pendahuluan Dewasa ini, pemeriksaan Kedokteran Nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnostik berbagai penyakit dari sisi fisiologik, patofisiologik, metabolik maupun tingkat seluler seperti kelainan pada otak, jantung, paru, kelenjar liur, tiroid, paratiroid, saluran air mata, hati dan limpa, hepatobilier, traktus gastrointestinal, lokasi perdarahan, traktus urinarius, payudara, testis, kelenjar limfe, tulang, sumsum tulang dan kasus kanker, infeksi spesifik (TBC) dan aspesifik, inflamasi, fraktur dan beberapa pemeriksaan lainnya. Prinsip pencitraan ini ialah memasukan radiotracer ke dalam tubuh yang dapat dilakukan melalui suntikan, oral, maupun inhalasi kemudian radiotracer terdistribusi sehingga pencitraan ini sering disebut juga dengan “nuclide imaging” (Wang, 3). Radiotracer ini mengemisikan sinar gamma dari dalam tubuh dan ditangkap oleh sebuah sistem detektor radiasi untuk menghasilkan citra (Bushberg et. al., 2: 670). Sistem detektor pada bidang Kedokteran Nuklir tersusun atas seperangkat komponen/alat yang disebut Kamera SPECT. Citra yang baik mutlak diperlukan untuk kepentingan diagnosa. Oleh karena itu, program Quality Control (QC) wajib dilakukan untuk menjaga kecakapan sistem Kamera SPECT agar dapat menghasilkan citra yang baik. Untuk program QC sendiri, terdapat beberapa protokol direkomendasikan untuk menguji kualitas sistem alat, diantaranya protokol International Atomic Energy Agency (IAEA) Human Health Series No. 6 dan American Association of Physicists in Medicine (AAPM) Report No. 6 dan No. 22. IAEA merupakan sebuah badan yang mengatur teknologi nuklir untuk tujuaan perdamaian seperti Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
4 mengembangkan standar keamanan pada aplikasi energi nuklir dan proteksi radiasi. AAPM merupakan organisasi yang mendedikasikan diri untuk menjamin akurasi, keamanan, dan kualitas pada penggunaan radiasi dalam aplikasi medis seperti pencitraan medis dan terapi radiasi. Oleh karena itu, setiap Instalasi Kedokteran Nuklir sebaiknya perlu melakukan QC secara mandiri untuk mengetahui kondisi alat yang selama ini umumnya dilakukan oleh pihak vendor. Dalam aspek pengujian tertentu, protokol satu dengan yang lainnya memiliki metode uji, penentuan standar pengujian, dan/atau cara evaluasi yang sedikit berbeda. Untuk cara evaluasi pada pengujian tertentu ada yang hanya ditinjau secara kualitatif. Protokol-protokol ini patut dipelajari untuk mengetahui bagaimana uji QC masing-masing protokol pada pesawat SPECT untuk mendapatkan metode uji yang dapat dilakukan pada setiap Instalasi Kedokteran Nuklir serta mengembangkan algoritma yang membuat pada pengujian tertentu dapat dievaluasi secara kuantitatif.
Tujuan Penelitian 1. Melakukan uji QC pesawat SPECT menggunakan protokol IAEA dan AAPM. 2. Mengevaluasi uji QC pesawat SPECT kedua protokol tersebut. 3. Mengembangkan algoritma yang membuat pada pengujian tertentu dapat dievaluasi secara kuantitatif. 4. Membuat Standard Operational Procedure (SOP) untuk uji Quality Control Pesawat SPECT.
Tinjauan Pustaka Pesawat SPECT memiliki
berbagai karakteristik dalam memproduksi citra.
Karakteristik ini harus baik agar performa dalam menampilkan citra menjadi baik. QC diperlukan untuk menguji berbagai karakteristik ini agar dapat berjalan seperti yang Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
5 seharusnya. 1. Uniformitas Uniformitas
merupakan
sebuah
karakteristik
dari
sistem
kamera
yang
mendeskripsikan tingkat keseragaman dari densitas dalam sebuah citra ketika sistem detektor dikenai fluks foton yang uniform secara spasial (IAEA, Human Health Series 6). Karakteristik tingkat keseragaman citra ini dipengaruhi oleh empat komponen sistem detektor, yaitu kristal NaI(Tl), PMT, PHA window dan kolimator. Kerusakan pada Kristal akan menghasilkan citra yang buruk seperti Gambar 1. Untuk menghasilkan citra yang uniform, seluruh PMT harus memiliki penguatan yang serupa dan PHA window harus dipilih tepat sehingga seluruh kontribusi sinyal dari seluruh PMT tercakup. Kerusakan pada kolimator juga akan mempengaruhi uniformitas citra (terlihat pada Gambar 2). Uniformitas bisa diukur sebagai tingkat keseragaman detektornya ketika dikenai radiasi (uniformitas instrinsik) atau diukur sebagai tingkat keseragaman detektor dan kolimator ditempatkan (uniformitas sistem). Uniformitas bisa juga diukur sebagai variasi maksimum dari densitas terhadap seluruh FOV (uniformitas integral) atau dalam bentuk laju perubahan maksimum dari densitas terhadap suatu jarak yang ditetapkan (uniformitas diferensial). Dalam hal ini, variasi atau laju perubahan kecil menandakan bahwa uniformitas alat baik/tinggi. Hasil citra dengan uniformitas baik ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 1. kerusakan pada Kristal NaI(Tl)
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
6
Gambar 2. Uniformitas kurang baik dikarenakan kerusakan pada septa kolimator
Gambar 3. Hasil uniformitas yang baik
2. Resolusi Spasial Resolusi spasial merupakan karakteristik sistem kamera yang menyatakan kemampuan sistem untuk memisahkan dua titik atau garis yang berdekatan. Resolusi spasial diukur sebagai full width at half maximum (FWHM) atau sebagai separasi minimum dari dua objek yang dapat dibedakan dari yang lain (IAEA, Human Health Series 6). Resolusi intrinsik akan meningkat dengan bertambahnya jumlah PMT untuk diameter kristal yang sama. Dalam kontrol rutin, resolusi intrinsik biasanya dievaluasi oleh sebuah bar fantom (Bushberg et al, 2: 680-681). Hasil citra untuk mengevalusi resolusi spasial terlihat pada Gambar 4.
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
7
Gambar 4. Evaluasi resolusi menggunakan bar phantom
3. Kebocoran Shielding Kepala Detektor Sistem SPECT umumnya dilengkapi dengan shielding pada daerah kepala detektor yang bertujuan mengeleminasi radiasi background dan radiasi yang tidak diinginkan (IAEA, Human Health Series 6). Shielding perlu diuji agar tidak terjadi kebocoran. Kebocoran pada shielding ini dievaluasi dengan mengukur laju cacahan radiasi gamma pada lokasi berbeda disekitar detektor. 4. Laju Cacahan Maksimum Setelah terjadi proses skintilasi, dibutuhkan waktu dari proses sinyal yang terbentuk akibat skintilasi hingga proses seleksi range energi oleh PHA window. Waktu yang dibutuhkan ini disebut pulse-pair resolving time (IAEA, TECDOC 317). Selama waktu ini, sistem tidak mampu menangani sinyal skintilasi berikutnya. Pada laju cacahan tinggi, sistem detektor akan menerima fluks foton yang tinggi sehingga akan ada saat dimana sistem tidak mampu menangani fluks foton yang tinggi. Pada saat itu, sistem seolah-seolah dalam keadaan ‘lumpuh’ yang membuat pada sistem tercatat laju cacahan kurang dari nilai sebenarnya. Nilai laju cacahan dimana sistem masih mampu menangani fluks foton secara maksimal disebut laju cacahan maksimum. 5. Uniformitas Tomografi Uniformitas tomografi merupakan uniformitas dari citra rekontruksi per slice ketika sistem diakuisisi secara tomografi dengan sebuah distribusi aktivitas yang uniform (IAEA, Human Health Series 6). uniformitas tomografi yang kurang baik dapat dilihat dengan Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
8 munculnya cincin artifak, spot hitam, dan/atau sebuah bentuk cincin. Sebuah metode untuk perkiraan non-uniformitas tomografi dilakukan dengan melihat kontras artifak yang terbentuk terhadap uniformitas background. 6. Presisi dari Sumbu Rotasi Untuk beberapa garis proyeksi dalam citra proyeksi, jarak antara titik pusat dari citra proyeksi dan titik pusat rotasi dapat diukur. Jarak ini didefinisikan sebagai centre of rotation (COR) offset. COR offset yang merupakan fungsi sudut rotasi menjadi karakteristik penting untuk sistem tomografi. Error pada COR dapat menyebabkan hilangnya resolusi dan membuat citra rekontruksi terdapat cincin artifak (IAEA, Human Health Series 6).
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan beberapa langkah diantaranya membandingkan prosedur QC protokol IAEA dan AAPM, melakukan uji QC berdasarkan protokol tersebut, mengevaluasi hasil pengujian dari
metode-metode pada protokol tersebut, membuat SOP uji
QC untuk Instalasi Kedokteran Nuklir. Pengujian pada penelitian ini dilakukan dengan 10 parameter uji seperti pada Tabel 1. Semua metode pada 10 parameter yang digunakan pada uji QC ini berdasarkan metode kedua protokol. Skema kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
9
Gambar 5. Skema Kerja Penelitian
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
10 Tabel 1. Perbandingan QC IAEA dan AAPM (IAEA Human Health Series No.6; AAPM Report 6; AAPM Report 22)
Parameter Uji
Protokol IAEA
Protokol AAPM
Fungsi
Uniformitas Intrinsik
√
√
Untuk menguji respon tingkat uniformitas detektor terhadap fluks radiasi foton yang datang menuju detektor
Uniformitas dengan laju cacah tinggi
√
√
Untuk menguji tingkat uniformitas detektor pada laju cacahan tinggi
√
Untuk menguji respon tingkat uniformitas pada saat kolimator dipasang
−
Untuk menguji pusat PHA windows apakah terletak pada energi radionuklida uji
Uniformitas Sistem Pengaturan PHA Window
√
√
Off Peak Uniformity
√
√
Untuk menguji respon tingkat uniformitas detektor jika PHA window dipersempit atau asimetris
Resolusi Spasial Intrinsik
√
√
Untuk mengetahui besar resolusi spasial intrinsik dalam FWHM
√
Untuk memastikan shielding detektor dapat mengeliminasi radiasi yang tidak diinginkan
√
Untuk mengetahui besar laju cacahan maksimum yang dapat dicapai detektor
√
Untuk menguji penyimpangan COR dan kemiringan kepala detektor terhadap sumbu rotasi
√
Untuk menguji tingkat uniformitas dari citra rekontruksi yang terbentuk melalui proses akuisisi tomografi
Kebocoran Shielding Detektor Uji Laju Cacahan Maksimum COR (Centre Of Rotation)
Uniformitas Tomografi
√
√
√
√
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
11
Hasil dan Pembahasan Dari 10 parameter uji, citra hasil rekontruksi pada uji uniformitas tomografi dan penyimpangan maksimum arah Y pada uji COR telah melewati batasan standar. Sedangkan parameter uji lainnya masih dalam batasan standar. Penelitian ini mendapatkan beberapa citra yang hanya dievaluasi secara kualitatif, yakni citra hasil pengujian uniformitas intrinsik dengan metode AAPM, citra hasil pengujian uniformitas pada laju cacah tinggi, citra hasil pengujian uniformitas sistem dengan kedua metode, citra hasil pengujian off peak uniformity dengan PHA window 15%, dan citra hasil pengujian off peak uniformity dengan PHA window 10%. Oleh karena itu, pada penelitian ini juga dikembangkan sebuah algoritma untuk memperkirakan nilai uniformitas secara kuantitatif. Algoritma ini dibuat berdasarkan asumsi bahwa nilai pada beberapa pixel tertentu merupakan kontribusi dari satu buah PMT tertentu. Nilai-nilai beberapa pixel disumasikan untuk kemudian dibandingkan dengan nilai dari kontribusi PMT lainnya. Batasan agar citra dikatakan memiliki uniformitas yang baik ialah nilai uniformitas ≤ 2%. Pada penelitian ini juga dibuat source code untuk mencari koreksi atenuasi terhadap hasil citra rekontruksi uji uniformitas tomografi. Setelah koreksi diterapkan, teramati bahwa koreksi atenuasi cukup mengubah citra rekontruksi, yakni menurunkan nilai uniformitas integral rata-rata sebesar 0,63% relatif terhadap citra sebelum dikoreksi. Rangkuman hasil pengujian 10 parameter uji dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
12
Tabel 4.5. Rangkuman hasil pengujian 10 parameter uji Parameter Uji
Protokol IAEA
Protokol AAPM
Keterangan
Unformitas integral = 2,2% Uniformitas Intrinsik
dan 1,5% Uniformitas
Uniformitas Diferensial
=
= 0,0176%
Hasil kedua metode masih dalam batasan standar
2,2% dan 1,1% Uniformitas dengan laju cacah tinggi Uniformitas Sistem Pengaturan PHA Window
Uniformitas = 0,08%
energi
(keV)
photopeak = 140,6912 dan
Rotation)
Tomografi
Penyimpangannya -
terhadap
energi
kecil Tc-99m
tidak
teramati
hidrasi Kristal
Hasil kedua metode baik Hasil kedua metode masih
4,375
dalam batasan standar
720.000 cps
720.000 cps
-
0,062%
0,0606% maksimum
pada arah y = 0,35 mm penyimpangan
maksimum
pada arah x = 0,2 mm
Uji Uniformitas
dalam batasan standar
nilai FWHM =
penyimpangan COR (Centre Of
Hasil metode AAPM masih
sebesar 140,51 keV
nilai FWHM = 4,375 dan 3,4
Detektor
=
140,67
Resolusi Spasial Sistem
Kebocoran Shielding
dalam batasan standar
pada
tidak teramati hidrasi Kristal
Maksimum
0,0125% 0,0119%
Off Peak Uniformity
Laju Cacahan
Hasil kedua metode masih
Uniformitas
Uniformitas = 12,33% Nilai
Uniformitas
maksimum kontras = 14,3 % pada slice ke-12
Hasil kedua metode masih dalam batasan standar
penyimpangan maksimum
pada
arah y = 0,84 mm
Kepala
detektor
dalam
keadaan miring
penyimpangan
nilai penyimpangan dengan
maksimum
metode IAEA masih dalam
pada
arah x = 0,53 mm beberapa
slice
memiliki
nilai
uniformitas integral yang >
batasan standar
Citra
hasil
rekontruksi
kurang baik
50%
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
13 Setelah dilakukan pengujian 10 parameter uji, secara keseluruhan jika dicermati metode-metode dari kedua protokol sebagian besar tidak jauh berbeda. Jika metode IAEA membutuhkan fantom untuk pengujian tertentu, metode AAPM pun membutuhkan fantom. Adapun perbedaan antar kedua protokol terletak pada aktivitas sumber yang digunakan, positioning, jumlah cacahan, dan cara evaluasi. Keluaran penelitian ini ialah sebuah rancangan SOP untuk metode uji Quality Control detektor pesawat SPECT yang terdapat pada Lampiran 6. Dalam SOP ini juga diberikan jadwal rutin untuk uji QC detektor pesawat SPECT. Metode-metode pada SOP sudah dipelajari lewat proses penelitian dan dipilih berdasarkan pertimbangan. Metode uji uniformitas intrinsik dipilih dari IAEA karena evaluasinya kuantitatif. Metode uniformitas pada laju cacah tinggi diambil dari dan metode uniformitas sistem diambil dari kedua metode untuk mengetahui pengaruh jarak dan jumlah cacahan. Metode off peak uniformity diambil dari IAEA untuk mengetahui pengaruh PHA window ketika dipersempit. Metode uji kebocoran shielding diambil dari IAEA karena pengujian menggunakan aktivitas sumber yang rendah. Metode resolusi spasial intrinsik diambil dari IAEA yang menggunakan bar phantom karena diperkirakan lebih familiar. Metode COR sebaiknya dilakukan yang sesuai dengan rekomendasi manufaktur. Metode uniformitas tomografi dipilih dari AAPM karena lebih mudah cara evaluasi hasil citranya. Metode uji laju cacah maksimum dipilih salah satu karena kedua protokol metode ujinya sama persis. Metode uji pusat PHA juga dimasukkan ke dalam rancangan SOP karena cukup penting untuk dilakukan.
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
14 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dari 10 parameter uji, citra hasil rekontruksi pada uji uniformitas tomografi dan penyimpangan maksimum arah Y pada uji COR telah melewati batasan standar. Sedangkan parameter uji yang tersisa masih dalam batasan standar. 2. Setelah dilakukan pengujian 10 parameter uji, metode-metode dari kedua protokol sebagian besar tidak jauh berbeda. 3. Telah dikembangkan sebuah algoritma untuk menghitung uniformitas hasil citra dengan melihat kontribusi PMT-PMT pada beberapa nilai pixel. 4. Koreksi atenuasi dapat menurunkan uniformitas integral rata-rata sebesar 0,63% relatif terhadap nilai uniformitas sebelum dilakukan koreksi
Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini, antara lain sebagai berikut: 1. Karakteristik seperti sensitivitas, resolusi energi, resolusi spasial intrinsik, dan resolusi tomografi juga perlu dilakukan jika alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengujian tersebut tersedia. 2. Rancangan SOP dari penelitian ini dapat dijadikan acuan uji QC detektor pesawat SPECT
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
15 Referensi Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN). Kedokteran Nuklir. 2010. http://www.infonuklir.com/read/detail/116/kedokterannuklir#.UqlLdyf65I: 13 Februari 2013. pk. 09.07 WIB. Yao, Wang. Lecture Notes Medical Imaging I: Physics of Nuclear Medicine. (n.d). 15 Februari 2013. pk. 14.34 WIB http://eeweb.poly.edu/~yao/EL5823/NuclearPhysics_ch7.pdf. Bushberg, Jerrold T et al. The Essential Physics of Medical Imaging. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2002. Palimirma. Meningkatkan Kualitas Layanan dengan Quality Assurance.
Vibiz
Learning Centre. 2011. http://vibizmanagement.com/journal/index/category/quality_management/109/ 13 April 2013. pk. 15.11 WIB. International Atomic Energy Agency (IAEA). Quality Assurance for SPECT Systems. Human Helath Series No. 6. Vienna: International Atomic Energy Agency, 2009. Lawson, Richard. An Introduction of Radioactivity. 1999. 15 Februari 2013. pk. 14.37 WIB. Nuclear Medicine Departement Manchester Royal Infarmary. http://www.eradiography.net/articles/Introduction%20to%20Radioactivity.pdf. Powsner, Richel A dan Edward R Powsner. Essential Nuclear Medicine Physics. 2nd ed. Garsington Road, Oxford OX4 2DQ: Blackwell Publishing Ltd, 2006. Yousef Al-Gholeeqah, K., Ali Al-Swayed, A., Thamer A Al-Dhwil Ya’a. Nuclear Medicine and Gamma Camera. (n.d). Saudi Arabia: King Saud Unviersity Publishing. American Association of Physicsts in Medicine (AAPM). Scintillation Camera Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
16 Acceptance Testing and Performance Evaluation. Report No. 6. New York: the American Institute of Physics, 1980. American Association of Physicsts in Medicine (AAPM). Rotating Scintillation Camera SPECT Acceptance Testing and Quality Control. Report No. 22. New York: the American Institute of Physics, 1987. International Atomic Energy Agency (IAEA). Quality Control Atlas for Scintillation Camera Systems. Vienna: International Atomic Energy Agency, 2003. American Association of Physicsts in Medicine (AAPM). AAPM Website. (n.d). http://www.aapm.org/default.asp: 21 November 2013. pk. 16.47 WIB. International Atomic Energy Agency (IAEA). The IAEA Mission Statement. (n.d). http://www.iaea.org/About/mission.html: 21 November 2013. pk. 16.55 WIB. International Atomic Energy Agency (IAEA). Quality Control of Nuclear Medicine Instruments. Technical Document 317. Vienna: International Atomic Energy Agency, 1984. American Association of Physicsts in Medicine (AAPM). Quantitation of SPECT Performance. Report No. 52. New York: the American Institute of Physics, 1995. Holbert, Keith E. Radiation Countung Statistics. (n.d). 6 Desember 2013. pk. 14.01 WIB http://holbert.faculty.asu.edu/eee460/RadiationCountingStatistics.pdf. Larsson, Anne. Corrections for Improved Quantitative Accuracy in SPECT and Planar Scintigraphic Imaging. Northern Sweden: Umea University Printed, 2005. Maze, Anne et al. Iterative Recontruction Methods for Nonuniform Attenuation Distribution in SPECT. Vol. 34 No. 7. 1993. 3 December 2013 Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013
17 http://jnm.snmjournals.org/content/34/7/1204.full.pdf+html?sid=30a43b06a4f7-4d49-9f00-be43d273a2c9. National Institute of Standards and Technology (NIST). X-Ray Mass Attenuation Coefficients. (n.d). http://physics.nist.gov/PhysRefData/XrayMassCoef/ComTab/air.html: 4 Desember 2013. pk. 17.35 WIB. MicroChem. PMMA Data Sheet. (n.d). 4 Desember 2013. pk. 17.46 WIB. http://microchem.com/pdf/PMMA_Data_Sheet.pdf.
Universitas Indonesia Uji quality control..., Fery Ardiansyah, FMIPA UI, 2013