UNIVERSITAS INDONESIA
TINDAK TUTUR DIREKTIF BAHASA JEPANG DALAM KONTEKS INTERLOKUTOR SUPERIOR DAN SUBORDINAT
NASKAH RINGKAS
RIANI YULIHANA NPM 1006700715
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK JUNI 2014
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NPM Program Studi
: Riani Yulihana : 1006700715 : Jepang
Fakultas Jenis Karya
: Ilmu Pengetahuan Budaya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya Ilmiah saya yang berjudul : Tindak Tutur Direktif Bahasa Jepang Dalam Konteks Interlokutor Superior dan Subordinat beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Pada tanggal
: Depok : 18 Juni 2014 Yang menyatakan
( Riani Yulihana )
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
Tindak Tutur Direktif Bahasa Jepang Dalam Konteks Interlokutor Superior dan Subordinat Riani Yulihana Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok
E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini menganalisis bentuk direktif bahasa Jepang langsung dan tidak langsung yang terjadi di perusahaan Jepang, yang diamati dari drama Hanzawa Naoki secara kualitatif yang didasari oleh tindak tutur tidak langsung Searle, batasan dari skala ketidaklangsungan Takahashi, dan dihubungkan dengan konsep Ie dan unsur-unsur sosial yang terkandung di dalamnya. Hasil menunjukkan bahwa pada perusahaan Jepang, direktif langsung lebih banyak digunakan daripada direktif tidak langsung. Akan tetapi karena dilatari oleh sistem sosial Ie, seorang subordinat tidak seperti superior, tidak memiliki bermacam pilihan pola direktif langsung untuk digunakan terhadap superior. Kata kunci: direktif, frame, ie, subordinat, superior
Japanese Directive Speech Act In The Context of Superior and Subordinate Interlocutor Abstract
The focus of this study is Japanese directive forms, both direct and indirect that take place in workplaces in Japan, observed qualitatively from Japanese drama Hanzawa Naoki using Searle’s indirect speech act as the main reference, Takahashi’s indirectness scale, and the concept of Ie−includes social norms consist in the concept of Ie. The result shows that in workplace in Japan direct directive is used more frequent than indirect directive. However, because of the social system of Ie, a subordinate cannot be like an superior, he/she doesn’t have any direct directive form option except –te kudasai to be expressed to his/her superior. Keywords: directive, ie, frame, subordinate, superior
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
Pendahuluan Manusia sebagai makhluk sosial saling berinteraksi atau berkomunikasi dengan alat yang disebut bahasa. Bahasa dipelajari lebih lanjut dalam bidang studi tindak tutur dan dikemas dalam teori tindak tutur, mencakup makna dan fungsi. Austin membagi tindak tutur menjadi dua jenis, konstatif, bahwa tuturan merupakan pernyataan, dan performatif, bahwa tuturan menghasilkan tindakan. Austin kemudian menganggap seluruh tindak tutur adalah konstatif (Austin, 1955). Sebuah tuturan menghasilkan tindakan yang terbagi atas tiga tahap, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Lokusi adalah tuturan yang maknanya langsung dipahami (eksplisit). Ilokusi adalah makna yang diterima dan merupakan perintah kepada penerima. Kemudian, perlokusi adalah tindakan yang dihasilkan oleh mitra tutur setelah mendengar tuturan penutur, atau setelah terjadi lokusi dan ilokusi. Searle (1970) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan unit dasar komunikasi. Terdapat hubungan analisis antara rangkaian tindak tutur, apa yang dimaksud penutur, apa yang dimaksud ujaran, apa yang penutur maksud, apa yang ditangkap oleh mitra tutur, dan apa aturan yang mengatur elemen linguistik. Searle menjabarkan lebih jauh mengenai tindak ilokusi dan membagi tindak ilokusi ke dalam 5 jenis, yaitu representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif. Di samping itu, tindak ilokusi tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk langsung dan tak langsung. Tindak ilokusi direktif langsung dinyatakan dalam bentuk perintah, izin, permohonan, permintaan, dan sebagainya yang membuat mitra tutur melakukan tindakan yang diinginkan oleh penutur. Sedangkan tindak tutur direktif tidak langsung biasanya dinyatakan dalam bentuk pertanyaan atau keinginan. Dalam bahasa Jepang, bentuk tindak tutur direktif disebut meireikei (命令形) atau bentuk perintah. Tuturan direktif ‘もらってきた書類を全部出 してくれ‘ dinyatakan oleh seorang superior, kepala bagian pinjaman Bank Tokyo Chuo terhadap seorang pegawai subordinat (bawahan). Di kantor, kepala bagian pinjaman Hanzawa menyatakan tuturan direktif, berupa suruhan kepada stafnya, Nakanishi setelah memeriksa tugas yang Nakanishi kerjakan. Interaksi seperti ini yang akan dianalisis pada penelitian ini secara gramatikal dan latar kontekstual. Interaksi yang terjadi dengan latar perusahaan merupakan gambaran aktivitas sehari-hari masyarakat Jepang. Interaksi inilah yang memiliki masalah,
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
bahwa interaksi pada lingkungan sosial Jepang tidak terlepas dari aturan-aturan sosial yang berlaku. Penuturan bahasa Jepang tidak terlepas dari latar kontekstual dan lingkungan masyarakat Jepang. Hal ini didasari oleh budaya tateshakai (masyarakat vertikal) yang memengaruhi pemilihan bentuk tuturan. Bentuk tuturan seorang atasan terhadap bawahan dengan tuturan seorang bawahan terhadap atasan berbeda karena seorang bawahan memiliki posisi yang lebih rendah dan harus menghotmati atasannya. Seorang penutur harus bertutur menggunakan pilihan kata-kata yang disesuaikan dengan petutur dan lingkungan kontekstual serta lingkungan masyarakatnya sehingga kadang tindak tutur direktif dituturkan dengan bentuk tidak langsung. Sistem tateshakai yang ada di dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang memengaruhi pilihan tuturan. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa tindak tutur tak langsung yang memperlihatkan kesantunan sering digunakan sebagai alternatif dalam berkomunikasi untuk menyampaikan maksud suatu ujaran (Spees, 1994: 236). Sehubungan dengan pernyataan tersebut pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah realisasi direktivitas bahasa Jepang dalam konteks interlokutor superior dan subordinat pada instansi perusahaan. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana bentuk tuturan direktif yang digunakan oleh superior terhadap subordinat dalam satu perusahaan yang sama (uchi) dan sebaliknya tuturan yang digunakan oleh subordinat terhadap superior, bagaimana kedirektivitasan tuturan penutur tersebut. Tujuan praktisnya adalah untuk memperkaya pengetahuan pembelajar bahasa Jepang akan penggunaan tindak tutur direktif bahasa Jepang, terutama dalam lingkup dunia kerja/perusahaan Jepang. Sehingga pembelajar bahasa Jepang mampu menerapkan bentuk tuturan direktif Jepang tertentu menyesuaikan dengan konteks yang mengacu pada sistem masyarakat Jepang tateshakai. Tinjauan Teoretis Searle (1970) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan unit dasar komunikasi. Searle membagi tindak ilokusi ke dalam 5 jenis, yaitu asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif. Berkaitan dengan makna, tuturan dikatakan langsung apabila maksud disampaikan oleh penutur secara terang-terangan (eksplisit) sedangkan dikatakan tidak langsung apabila disampaikan secara tersembunyi (implisit). Batasan suatu tuturan direktif langsung atau tidak langsung menggunakan parameter skala ketidaklangsungan. Skala tingkat ketidaklangsungan ini
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
dirumuskan berbeda-beda oleh beberapa ahli, seperti Ervin-Tripp (1976), Blum-Kulka (1987) dan Takahashi (1987) (Spees, Hiroko., 1994). Secara umum skala ketidaklangsungan ini terbagi atas 3 level, yaitu 1) langsung, 2) tidak langsung secara konvensional, dan 3) sangat tidak langsung (berupa petunjuk). Secara khusus skala ketidaklangsungan oleh Takahashi dibangun atas (1) dari sudut pandang penutur, (2) bukan persepsi petutur, dan (3) tidak memasukkan gagasan rasa hormat dan kesantunan. Walaupun ketidaklangsungan sering diasosiasikan dengan kesantunan, penting untuk mencatat bahwa tidak tutur tidak langsung tidak selalu sopan. Takahashi mengutip contoh Leech "would you mind leaving the room?" untuk menunjukkan hal tersebut. Takahashi mengklasifikasikan tindak tutur direktif (langsung dan tidak langsung) ke dalam 3 level ketidaklangsungan: Level 0 direktif langsung; Level 1 direktif tidak langsung; Level 2 direktif tidak langsung implisit. Kemudian, direktif tidak langsung level 1 dibagi ke dalam 9 tingkat ketidaklangsungan dan level 2 dibagi ke dalam 3 tingkat ketidaklangsungan. Erving Goffman dalam Renkema (2004) mengeluarkan konsep ‘face’. Positive face menyangkut rasa dihargai dan negative face menyangkut rasa bebas untuk tidak diganggu. Brown dan Levinson dalam Spees (1994) berpendapat bahwa strategi utama penghindaran FTA dalam lingkungan sosial Jepang adalah negative politeness. Negative politeness dalam hal ini maksudnya penutur membuat jarak dan menunjukkan formalitas dan respek. Ide (1992) dan Matsumoto (1988) menekankan kepentingan tempat dan wakimae dibandingkan kebutuhan face pada masyarakat Jepang dan memandang teori negative politeness sebagai sesuatu yang kurang. Melalui konsep wakimae, Ide ingin menunjukkan bahwa Jepang tidak dapat sepenuhnya mengaplikasikan konsep FTA Brown dan Levinson karena dalam masyarakat Jepang terdapat aturan-aturan sosial yang melatarbelakangi kehidupan tiap individu. Masyarakat Jepang hidup dalam aturan sosial atau sistem sosial seperti ie dan tateshakai, sedangkan FTA oleh Brown dan Levinson didasari oleh konsep ‘face’. Kata wakimae berasal dari verba wakimaeru (弁える) yang berarti mengetahui kebenaran dari yang salah, kemampuan khusus yang dapat diharapkan pada setiap individu dewasa Jepang (Ide, 1992). Wakimae merupakan norma sosial berdasar pada masyarakat yang diperkirakan berkelakuan sesuai dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Istilah bahasa Jepang ini dapat berbentuk nomina ‘ano hito ni wa wakimae ga aru’ yang berarti ‘ada pengamatan norma sosial pada orang itu’ dan juga dapat berbentuk verba: ‘ano hito wa wakimae te-iru’ yang artinya ‘orang itu mengamati wakimae’. Seseorang dikatakan santun apabila ia berkelakuan sesuai dengan norma yang berlaku pada situasi khusus, pada budaya dan
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
masyarakat tertentu, seperti aturan-aturan yang diikuti saat bermain suatu permainan. Seorang individu menanamkan identitas status sosial, usia, peran, jenis kelamin, etnis, budaya dan latar wilayah dalam bentuk bahasa yang ia gunakan. Di samping itu, individu yang menerapkan wakimae mampu menempatkan dirinya sesuai dengan lingkungannya, apakah ia berada dalam lingkungan ‘uchi’ atau lingkungan ‘soto’ dan bagaimana mengatur perlakuannya dalam kedua lingkungan ini. Hingga saat ini sistem ie terus diterapkan dalam lingkungan sosial masyarakat Jepang (Nakane, Chie. 1970). Berdasarkan kanjinya, ‘家’, sistem ini berkaitan dengan rumah; mengatur sistem rumah tangga masyarakat Jepang. Berdasarkan Befu (2001) konsep ie pada sistem keluarga tradisional berbentuk sistem garis keturunan ayah kepada anak laki-laki pertama. Selain sistem rumah tangga, konsep ie mengatur interaksi yang lebih luas, antarkeluarga/rumah tangga. Menurut Nakane Chie (1970) interaksi tersebut masih terlihat dalam perusahaan Jepang hingga saat ini. Konsep ini membagi masyarakat ke dalam kelompok uchi (内), pihak dalam suatu ‘rumah’ dan soto (外), pihak di luar ‘rumah’. Perusahaan Jepang, yang menerapkan sistem ie adalah ‘rumah’ bagi seluruh individu yang terikat pada instansi tersebut. ‘Uchi no mono’ secara harfiah berarti ‘milik saya‘, maksudnya adalah kesadaran seseorang akan ‘rumah’nya. Seseorang akan sadar siapa saja anggota ‘keluarga’nya dan bagaimana berinteraksi dengan keluarganya. Sedangkan ‘soto no mono’ berarti ‘orang luar’ atau orang asing, merupakan kebalikan dari uchi no mono. Perlakuan seorang individu kepada pihak soto tentu berbeda dengan perlakuannya kepada pihak dalam, atau keluarga. Frame, istilah yang dalam bahasa Jepang disebut ‘ba’ (場) adalah tempat−institusi atau hubungan tertentu− yang mengikat sekelompok individu, atau tempat berkumpulnya sekelompok individu. Ada semacam tembok tidak tampak yang membatasi individu yang terkait dengan frame ini terhadap individu dari frame yang berbeda. Di sisi lain, attribute memengaruhi interaksi antarindividu dalam suatu frame atau kelompok yang sama. Attribute adalah kedudukan atau status yang diperoleh/dimiliki seseorang, seperti dalam suatu perusahaan ada pimpinan perusahaan, kepala bagian, dan pegawai. Perlakuan seseorang terhadap orang lain yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi pada uchi berbeda dengan yang kedudukannya lebih rendah. Hal ini dikenal sebagai sistem tateshakai, yaitu masyarakat vertikal. Dalam suatu kelompok masyarakat terdapat sistem yang membagi individu berlaku sesuai kedudukannya terhadap orang lain. Dengan adanya tateshakai, dikenal istilah ‘senpai’ yang
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
berarti senior dan ‘kohai’ yang berarti junior dalam masyarakat Jepang. Perusahaan pun menerapkan tateshakai dengan adanya kedudukan superior dan subordinat. Konsep ini pun diterapkan dan tampak dalam perilaku berbahasa. Bahasa Jepang memiliki beberapa jenis pengelompokan dan pada bahasa honorifik Jepang, bahasa terbagi atas 2 jenis, yaitu sonkei go dan kenjo go. Pembagian ini tidak terlepas dari latar masyarakat Jepang, sistem uchi dan soto. Penggunaan bahasa honorifik sonkei go (尊敬語) dilakukan untuk menyatakan hal yang berkaitan dengan petutur, sebagai pihak soto dari penutur. Sedangkan jenis bahasa honorifik yang digunakan penutur untuk hal mengenai dirinya, atau kelompoknya (uchi) adalah kenjo go (謙譲語). Berkaitan dengan konsep uchi-soto ini, terdapat hipotesis bahwa masyarakat Jepang lebih banyak menggunakan TTTL terhadap orang dengan attribute yang lebih tinggi dan terhadap pihak soto. Hal ini tak terlepas dari pengetahuan kesantunan yang berlaku di Jepang. Konsep uchi-soto memengaruhi pemilihan bentuk tuturan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan dengan mengumpulkan dokumen primer dan sekunder mengenai teori dan analisis terdahulu dalam bentuk buku, jurnal, artikel, dsb melalui katalog perpustakaan pusat Universitas Indonesia, katalog perpustakaan online dan e-journal proQuest, JSTOR, serta e-book melalui libgen.info, dan pencarian melalui internet. Pengumpulan data untuk dianalisis dilakukan dengan membuat transkripsi percakapanpercakapan yang memuat tuturan direktif, baik langsung maupun tak langsung dalam drama seri Hanzawa Naoki. Sumber data ini adalah percakapan berisi tuturan direktif dari drama/film dengan latar frame bank dan biro pajak, dengan komunikasi yang dilakukan oleh penutur dengan status yang berbeda-beda. Pembuatan transkripsi dilakukan dengan menyimak tuturan yang dilontarkan oleh penutur dibantu dengan subtitle bahasa Jepang. Pemilihan data dilakukan dengan cara menyimak drama per episode, kemudian mentranskripsi percakapan yang dilakukan oleh seorang superior terhadap subordinat atau sebaliknya, yang kiranya mengandung direksi dan membuat mitra tuturnya memberikan respon berupa tindakan atau penolakan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Penulis akan memaparkan data— contoh tindak tutur direktif bahasa Jepang dari drama seri Hanzawa Naoki—, kemudian data akan dianalisis secara kualitatif. Kesimpulannya akan diambil berdasarkan data dan masalah penelitian yang tertulis di bagian sebelumnya. Sumber data penelitian ini adalah tindak tutur
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
direktif yang dituturkan dalam drama seri Hanzawa Naoki. Analisis yang dilakukan dibatasi pada tindak tutur direktif berupa percakapan berisi tuturan direktif yang terjadi dalam latar uchi atau di dalam suatu instansi (pada analisis ini di dalam bank dan di dalam biro pajak) yang dilakukan oleh superior terhadap subordinat ataupun sebaliknya. Drama seri Hanzawa Naoki1 yang tayang di Jepang selama musim panas, 7 juli sampai 22 september 2013 berkisah tentang seorang pegawai bank yang bekerja keras untuk meraih jabatan yang lebih tinggi, karena rasa dendam yang dimilikinya sejak ia kecil kepada seorang pegawai bank yang ia percaya sebagai penyebab bunuh diri ayahnya. Tempat Hanzawa bekerja, sebuah bank, merupakan frame utama analisis tuturan direktif dalam penelitian ini. Data yang diambil adalah bentuk-bentuk tindak tutur direktif yang digunakan dalam sebuah institusi dan kaitannya dengan aturan-aturan masyarakat Jepang yang berlaku. Hasil Penelitian Tuturan direktif yang menjadi data analisis merupakan tuturan direktif yang dilakukan oleh penutur superior terhadap pihak subordinat atau sebaliknya dari jumlah keseluruhan 10 episode Hanzawa Naoki. Meskipun percakapan yang terjadi dalam drama merupakan tuturan yang tidak alami atau berasal dari naskah buatan penulis cerita, percakapan yang dituturkan oleh para pemeran drama ini merupakan suatu gambaran bagaimana penutur jati Jepang berinteraksi, dalam hal ini, pada konteks perusahaan yang menerapkan sistem ie dan tateshakai. Kemudian, tindak tutur direktif ini dibagi ke dalam dua jenis, tindak tutur direktif langsung (selanjutnya disebut TTDL) dan tindak tutur direktif tidak langsung (selanjutnya disebut TTDTL) yang didasari oleh teori tindak tutur langsung dan tidak langsung Searle (1979) dan skala ketidaklangsungan Takahashi (1978). Takahashi membagi 3 level besar skala ketidaklangsungan ke dalam 13 tingkat bertambahnya level ketidaklangsungan dan menghubungkan tingkatan ini dengan bentuk direktif bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Di bawah ini ditampilkan tabel berisi keseluruhan data TTDL dan TTDTL dari superior terhadap subordinat dan subordinat terhadap superior dan dilanjutkan dengan empat tabel daftar masing-masing kelompok tuturan direktif.
1
Fukuzawa Katsuo, Dir. Iyoda Hidenore, Iida Kazutaka Prod. TBS. 半沢直樹. 2013 (7 Juli-22 September).
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
Tabel 1 Data Keseluruhan TTDL dan TTDTL
Sp
TTDL æSb Sb ä 28 6 34
Sp Sp
TTDTL æSb Sb ä 7 3 10
Sp
Berdasarkan tabel di atas, TTDL oleh superior terhadap subordinat berjumlah 28 dan TTDL oleh subordinat terhadap superior berjumlah 6 sehingga jumlah TTDL menjadi 34. Sedangkan TTDTL oleh superior terhadap subordinat berjumlah 7 dan TTDTL oleh subordinat terhadap superior berjumah 3 sehingga TTDTL seluruhnya berjumlah 10 tuturan. Sesuai skala Takahashi, TTDL terbatas pada tuturan dengan pemarkah direktif dan merupakan level 0 ketidaklangsungan. Sedangkan pengelompokan TTDTL lebih luas, dari level 1 sampai 2, pernyataan, pertanyaan, hingga pernyataan dengan makna implisit atau berupa pernyataan ironi.
Tabel 2 Pemarkah Tindak Tutur Direktif Langsung oleh Penutur Superior Terhadap Petutur Subordinat No.
Verba Pemarkah
Jumlah
1
V-てくれ (V-te kure)
8
2
V-てください (V-te kudasai)
6
3
V-ろ/え (V-ro/e)
3
4
V-たまえ (V-tamae)
3
5
V-なさい (V-nasai)
4
6
V-て (V-te)
1
7
V-てって (V-te tte)
1
8
V-てくれよ (V-te kure yo)
1
V んなよ (Vnnayo) 9 Total
1
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
28
Berdasarkan tabel 2, terdapat 9 jenis TTDL dengan total 28 tuturan oleh penutur superior terhadap petutur subordinat. Berdasarkan skala ketidaklangsungan Takahashi, tuturan direktif langsung adalah tuturan direktif yang menggunakan bentuk imperatif seperti –kudasai, -kure, dan –nasai.
Tabel 3 Tindak Tutur Direktif Langsung oleh Penutur Subordinat Terhadap Petutur Superior No. Verba Pemarkah 1 V-てください (V-te kudasai)
Jumlah 6
Berdasarkan tabel di atas, hanya ada 1 jenis pemarkah TTDL yang dituturkan oleh penutur subordinat terhadap petutur superior, yaitu V-te kudasai. Tidak ditemukan data lain yang menggunakan pemarkah selain V-te kudasai.
Tabel 4 Tindak Tutur Direktif Tidak Langsung oleh Penutur Superior Terhadap Petutur Subordinat No. 1
2
Ujaran ほてん
NH:金融庁検査まで あと2週間それまでに 120 億の補填と ホテルの再建案を検討してくれ やってくれるな?半沢! OA:分かりました。だったら 土下座でもしてみるか じ
3 4 5
6 7
前にも君は 言っていたよね地べたをはってでも土下座 をしてでもこの伊勢島ホテルを立て直してみせると ね。さあ 私に君の覚悟を見せてくれ、できないのか ね? AR:あッ でしたら お水いただけます げんちとうきょく
KS:すぐに現地当局へ連絡 けんにん
AT:ただし 当面は江島君に融資課長を兼任してもらいま す。半沢君 新規の融資に関してはしばらく 担当から 外れてください わ
りんぎしょ
ていしゅつ
AT:分かりました では稟議書の 提 出 を AT:もういいだろう 今 大事な話の最中なんだ
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
Tabel 5 Tindak Tutur Direktif Tidak Langsung oleh Penutur Subordinat Terhadap Petutur Superior No. 1
2
Ujaran HN:これはうちの支店にとどまらず。関西支部全体に関 わる戦略案件になるはずです.[...]. そのことを理解して いただければ しょうらいせい
み
こ
りすく
お
か
ち
じゅうぶん
HN: 将 来 性 を見込 んでリスク を負 う価値 は 十 分 あるとお かんが
3
考 えいただきたい[...] HN: [...]何とぞ 正しい調査 判断、お願いします
Tabel di atas menunjukkan adanya 3 data TTDTL oleh penutur subordinat terhadap penutur superior. Ketiga data ini diperoleh dari sebuah percakapan yang dilakukan oleh penutur subordinat Hanzawa (HN), seorang kepala bagian pinjaman terhadap petutur superior Kawahara (KT).
Pembahasan TTDL superior terhadap subordinat seperti yang ditampilkan pada tabel 2 memiliki verba pemarkah yang bervariasi. Ragam direktif ini berfungsi untuk menunjukkan kedudukan serta jarak atau hubungan yang ingin dibangun oleh penutur terhadap petutur. Sebaliknya, TTDL subordinat terhadap superior memiliki pemarkah yang tetap, yaitu –te kudasai, menunjukkan ketetapan kedudukan dan jarak yang harus dibentuk oleh penutur subordinat. Sedangkan TTDTL oleh superior terhadap subordinat menggunakan verba direktif atau dinyatakan secara implisit, sesuai level 1 dan 2 skala ketidaklangsungan Takahashi. Penggunaan TTDTL oleh superior lebih produktif daripada TTDTL oleh subordinat. Hal ini menunjukkan bahwa TTDTL oleh superior serupa dengan TTDL oleh superior karena memiliki verba yang bervariasi, yang dapat dipilih penutur untuk menentukan kedudukan dan hubungannya terhadap petutur. Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel-tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tuturan langsung, khususnya tuturan direktif langsung di Jepang lebih produktif daripada tuturan tidak langsung. Pada penelitian ini, ruang lingkupnya adalah instansi bank dan biro pajak, atau
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
dengan kata lain, dunia kerja. Sehingga direktif langsung lebih banyak digunakan di dalam konteks pekerjaan yang tak terlepas dari sistem masyarakat. Banyak dikatakan bahwa di Jepang tingkat ketidaklangsungan tuturan tinggi, tetapi nyatanya, baik superior terhadap subordinat maupun subordinat terhadap superior, tuturan yang lebih banyak digunakan adalah tuturan langsung. Akan tetapi, bukan berarti rasa respek kepada superior dan jarak antara superior terhadap subordinat hilang. Meskipun superior lebih bebas memilih ragam direktif terhadap subordinat, seorang subordinat menunjukkan rasa respeknya dengan hanya menggunakan pola direktif langsung –te kudasai.
Kesimpulan Tindak tutur direktif bahasa Jepang yang ditunjukkan dalam drama Hanzawa Naoki merupakan gambaran bentuk tindak tutur direktif yang digunakan antara pelaku dalam ruang lingkup suatu instansi di Jepang (bank dan biro pajak). Berdasarkan analisis, tindak tutur direktif yang muncul adalah tindak tutur direktif langsung oleh penutur superior terhadap petutur subordinat, penutur subordinat terhadap petutur superior, serta tindak tutur direktif tak langsung oleh penutur superior terhadap petutur subordinat dan oleh penutur subordinat terhadap petutur superior. TTDL superior terhadap subordinat berjumlah 29 dengan 9 variasi verba pemarkah sedangkan TTDL subordinat terhadap superior hanya berjumlah 6. Hal ini menunjukkan bahwa pihak superior lebih banyak memiliki opsi bentuk direktif saat ingin menyatakan keinginannya kepada petutur dengan kedudukan yang lebih rendah, yaitu si subordinat. Selain itu, sistem jogekankei dalam sebuah uchi memengaruhi penggunaan tindak tutur. Sesuai sistem ini, subordinat harus hormat pada superior sehingga tidak boleh sembarang bertindak tutur. hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa subordinat hanya dapat menyatakan keinginannya kepada pihak dengan kedudukan lebih tinggi--superior secara langsung menggunakan direktif V-te kudasai. Kesembilan bentuk direktif ini masuk ke dalam kelompok tindak tutur direktif level 0 (langsung) Takahashi. Sedangkan pada analisis TTDTL, terdapat 7 data TTDTL superior terhadap subordinat dan 3
data
TTDTL
subordinat
terhadap
superior.
Apabila
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
dihubungkan
dengan
skala
ketidaklangsungan, ujaran seperti ‘dogeza shite miru ka’, ‘kennin shite moraimasu’, ‘okangae itadakitai’, dan ‘omizu itadakemasu’ masuk ke dalam level 1, yaitu tindak tutur direktif yang dinyatakan tidak langsung tetapi memiliki unsur penunjuk keinginan penutur. Sedangkan ujaran ‘sono koto wo rikai shite itadakereba’, ‘teishutsu wo dan mou ii darou’ merupakan tindak tutur direktif tidak langsung yang secara implisit menyampaikan keinginan penutur. Bentuk pertanyaan akan kemampuan petutur atau pernyataan deklaratif mengenai keinginan penutur masuk ke dalam level 1, sedangkan pernyataan yang secara implisit menunjukkan keinginan penutur masuk ke dalam kelompok level 2. Tindak tutur direktif tidak langsung memiliki makna yang luas, sehingga jumlah pengaplikasiannya dalam drama Hanzawa Naoki yang berlatar instansi perusahaan/bank lebih sedikit dibandingkan tindak tutur direktif langsung. Sebaliknya, ditemukan lebih banyak tindak tutur direktif langsung dalam drama ini. Dengan kata lain, orang Jepang kerap menggunakan tindak tutur direktif langsung pada situasi yang serius--seperti dalam mengatur peminjaman uang pada drama ini--, di tempat kerja, dan terhadap subordinat maupun superior. Diduga pemilihan ragam direktif ini digunakan untuk menghindari kemungkinan miskomunikasi dalam pekerjaan atau agar lebih efisien dan efektif. Di sisi lain, banyak hipotesis bahwa bahasa Jepang pada penggunaannya relatif dengan bahasa yang tidak langsung (Spees, 1994). Berdasarkan analisis ini, pada konteks perusahaan yang dilatarbelakangi oleh nilai formal, ditemukan lebih banyak penggunaan tuturan direktif langsung.
Daftar Referensi Buku Austin, J. (1962). How to do things with words. London: Oxford University Press. Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. (2004). Sosiolinguistik: perkenalan awal. Jakarta: Rineke Cipta. Nakane, Chie. (1970). Japanese Society. California: University of California Press. Renkema, Jan. (2004). Introduction to Discourse Studies. US: John Benjamins. Searle, John R. (1979). Expression and Meaning: Studies in the Theory of Speech Act. New York: Cambridge University Press Film
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
Fukuzawa Katsuo, Dir. Iyoda Hidenore, Iida Kazutaka Prod. 2013 (7 Juli-22 September). Hanzawa Naoki. TBS. Internet Ide, Sachiko. Mosaic of Language: Essays in Honour of Professor Natsuko Okuda Meijiro Linguistic Society (MLS), 289-308 “On the Notion of Wakimae Toward an Integrated Framerok of Linguistic Politeness” 1992c http://www.sachikoide.com/bibliography/ (5 Mei 2014) “Keigo ‘Bahasa Sopan’ Jepang” https://id.manabillage.com/posts/215 (6 Juni 2014) Spees, Hiroko. (1994). Issues in Applied Linguistics “A Cross-Cultural Study of Indirectness“. http://escholarship.org/uc/item/5g98n7d6 (16 Mei 2014) Tim sensei. http://ww8.tiki.ne.jp/~tmath/language/jpverbs/lesson34.htm (01 Juni 2014)
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
Lampiran 1
Tindak Tutur Direktif Langsung Oleh Penutur Superior Terhadap Petutur Subordinat 1
Pemarkah V-te kure (1) HN:うん よくここまで仕上げてくれた てなお
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
あとの手直しは こちでやるから、もらってきた書類を全部出 してくれ moratte kita shorui o zenbu dashite kure ‘serahkan semua dokumen yang kamu terima’ HN:ここに置いといてくれ koko ni oitoite kure ‘letakkan di sini’ HN:中西 俺の家から着替えを持ってきてくれ Nakanishi ore no ie kara kigae o motte kite kure ‘Nakanishi, bawakan dari rumah pakaian ganti saya’ AT:半沢君 ここはみんなのために耐えてくれ hanzawa kun koko wa minna no tame ni taete kure ‘demi kami semua, Hanzawa bertahanlah’ AT:2年したら必ず戻す 、安心していい私は入行以来人事畑を歩 いてきた人間だ 必ず力になれる 信じてくれ 頼む Ni nen shitara kanarazu modosu, anshin shite ii watashi wa nyuukou irai jinjibatake o aruite kita ningen da kanarazu chikara ni nareru. shinjite kure tanomu ‘Setelah 2 tahun pasti akan saya kembalikan, tenang, saya telah berkutat di bagian sumber daya manusia sejak bekerja di bank ini. Pasti akan saya bantu, percayalah saya mohon.’ AT:このとおりだ 許してくれ kono toori da yurushite kure ‘anda benar, tolong maafkan saya’ KS:ちょっと待ってくれ chotto matte kure ‘tunggu sebentar’ こわ
2
(8) KS:娘の幸せを壊さないでやってくれ musume no shiawase wo kowasanaide yattekure ‘janganlah hancurkan kebahagiaan putri saya’ Pemarkah V-te kudasai (9) AT:この稟議は必ず通してください kono ringi wa kanarazu tooshite kudasai ‘dokumen ini harus anda sampaikan’ (10) ST:半沢融資課長 座ってください
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
3
4
hanzawa yuushi kachou suwatte kudasai ‘kepala direksi pinjaman Hanzawa, silakan duduk’ (11) AT: 半沢君 新規の融資に関してはしばらく 担当から外れてく ださい Hanzawa kun shinki no yuushi ni kanshite wa shibaraku tantou kara hazurete kudasai ‘Sdr.Hanzawa silakan mundur sementara waktu dari jabatan pengawas pinjaman.’ (12) AT:それだけは どうかそれだけは勘弁してください soredake wa douka sore dake wa kanben shite kudasai ‘hal itu tolonglah, hal itu tolong dimaafkan’ (13) AT:どうか告発だけは勘弁してください。 douka kokuhatsu dake wa kanbenshite kudasai. ‘Tolonglah, maafkan saya atas tuduhan itu saja.’ (14) HN:答えてください 野田さん! kotaete kudasai, Noda san ‘Harap jawab, pak Noda’ Pemarkah V-ro/e (15) HN:お前、昼まで裏で休んでろ omae, hiru made ura de yasundero ‘kamu, istirahatlah sampai siang di belakang’ (16) HN:どこがダメなんだ 言ってみろ dokoga dame nanda itte miro ‘mana yang salah coba katakan!’ (17) NH:とにかく 何とか乗り切れ! tonikaku nantoka nori kire! ‘pokoknya bagaimanapun hadapilah!’ Pemarkah Vmasu+ tamae (18) AT:ぜひ そうしてくれたまえ 期待しているよ 半沢融資課長 zehi soushitekuretamae kitaishiteiru yo hanzawa yuushikachou ‘lakukanlah saya menantikannya pak Hanzawa’ しきゅう
(19)
5
AT:会議は昼だ。今から 至 急 やりたまえ kaigi wa hiru da. ima kara shikyuu yaritamae ‘rapatnya siang ini. Sekarang cepat kerjakan’ (20) KS:悪いが もうじき来客があるんだ さっさと帰りたまえ warui ga mou jiki raikyaku ga arunda sassa to kaeritamae ‘maaf tapi sebentar lagi akan ada tamu datang. Segeralah pulang’ Pemarkah Vmasu +nasai (21) OA:浅野君 責任は…しっかり取らせなさい こういう問題は も めますからね Asano kun. Sekinin ha… shikkari torasenasai. Kouiu mondai wa momemasu kara ne ‘Asano. Tanggung jawab, buat dia pegang erat-erat. Karena
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
(22)
masalah seperti ini bisa membuat cemas ya’ OA:やめなさい。事情は よく分かりました yamenasai. jijou wa yoku wakarimashita ‘hentikan. Saya cukup paham akan keadaan anda’ さ い ど けんとう
(23)
6
7
8
9
OA: 再度 検討をしてあげなさい Saido kentou wo shite agenasai ‘Lakukanlah pertimbangan sekali lagi’ (24) KR:何が何でも 今日中に見つけなさい!いいわね? nani ga nandemo kyouchuu ni mitsukenasai! ii wa ne? ‘apapun bentuknya temukanlah dalam hari ini! Mengerti?’ Pemarkah V-te (25) HN:津川運輸 当座預金の残高調べて Tsugawa Unyu touza yokin no sankou shirabete ‘periksa balance deposit akun milik Tsugawa Unyu’ Pemarkah V-te tte (26) SN:花ちゃん 正面 置いて白いのから 先入れてって Hana chan shoumen oite shiroi no kara saki iretette ‘Hana, letakkan menghadap depan dan masukkan yang putih terlebih dulu’ Pemarkah V-te kure yo (27) HM:車、 回しといてくれよ kuruma, mawashitoite kure yo ‘Mobil, tolong putar balik’ Pemarkah Vn na yo (28) HS:ロボットみたいな仕事だけはしたらあかんぞ.それだけは 忘れんなよ Robotto mitaina shigoto dake wa shitara akan zo. Sore dake wa wasuren na yo ‘jangan sampai melakukan pekerjaan seperti robot. Jangan lupakan itu saja’
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
Lampiran 2
Tindak Tutur Direktif Langsung Oleh Penutur Subordinat Terhadap Petutur Superior
1
Pemarkah V-te kudasai (29) HN:私はトカゲの尻尾でしょうか?答えてください watashi wa tokage no shippo deshouka? Kotaete kudasai ‘apakah saya seperti ekor kadal? Jawablah’ しょぶん
(30)
(31)
(32)
KK:お願いします 常務。どうか 処分を取り消してください。 お願いします! Onegai shimasu joumu. douka shobun wo torikaeshitekudasai. Onegai shimasu! Saya mohon AR:帰る前に差し入れを と思ってつまらないものですけど皆 さんで召し上がってください kaeru mae ni sashi ire wo to omottetsumaranaimono desukedo mina san de meshiagatte kudasai. HN:もう少しだけ時間をください mou sukoshi dake jikan wo kudasai. とりしまりやくかい
(33)
(34)
しょうげん
HN: 取 締 役 会 で この報告書を認めると 証 言 してくださ い toriyakukai de kono houkoku wo mitomeru to shougen shite kudasai HN:銀行員として何をすべきかよ∼く考えてください 岸川部長 ginkouin toshite nani wo subeki ka yo~ku kangaetekudasai kishikawa buchou ‘apa yang patut dilakukan sebagai seorang pegawai bank, ha~rap pikirkan baik-baik pimpinan kishikawa’
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
Lampiran 3
Tindak Tutur Direktif Tidak Langsung Oleh Penutur Superior Terhadap Petutur Subordinat
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
Ujaran NH:やってくれるよな?半沢 Yatte kureru yo na?Hanzawa Kamu bisa kan? OA:分かりました。だったら 土下座でもしてみるか wakarimashita. Dattara dogeza demo shitemiru ka. Baiklah. Kalau begitu coba berlutut AR:あッ でしたら お水いただけます? a, deshitara omizu itadakemasu? Ah, kalau begitu boleh saya minta air? KR:すぐに現地当局へ連絡! Sugu ni genchitou kyoku e renraku! Segera hubungi kantor lokal! AT:ただし 当面は江島君に融資課長を兼任してもらいます tadashi toumen wa eshima kun ni yuushikachou o kennin shite moraimasu. Tetapi, tiba-tiba ada posisi kepala pengawas pinjaman yang digantikan oleh Sdr. Eshima. AT:では 稟議書の提出を Dewa ringisho no teishutsu wo Tolong serahkan draft surat permohonan pinjaman AT:もういいだろう。今 大事な話の最中なんだ mou ii darou. Ima daiji na hanashi no saichuu nan da ‘sudah cukup kan. Saat ini saya sedang di tengah-tengah pembicaraan penting.’
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014
Lampiran 4
Tindak Tutur Direktif Tidak Langsung Oleh Penutur Subordinat Terhadap Petutur Superior Ujaran (42) HN:これは うちの支店にとどまらず。関西支部全体に関わる せんりゃくあんけん
ながねんばなし
き
戦 略 案 件 になるはずです。長 年 話 も聞いてもらえなかっ ねんしょう
おく
ゆうりょうさき
た 年 商 50億の 優 良 先 その西大阪スチールに やっと食い込む ことができたんです。そのことを理解していただければ kore wa uchi no shiten ni todomarazu. Kansaishibu zenttai ni kakawaru senryaku anken ni naru hazu desu. Chounenbanashi mo kiitemoraenakatta nenshou go-juu oku no yuuryousaki sono nishi Osaka suchi-ru ni yatto kuikomu koto ga dekitan desu. Sono koto wo rikai shiteitadakereba ‘hal ini tidak hanya bagi bank cabang saya saja. Pasti ini akan menjadi strategi yang melibatkan seluruh bank cabang wilayah kansai. ’ ‘Hal ini tidak terbatas untuk cabang kami saja. Saya yakin ini akan menjadi strategi yang akan memengaruhi seluruh cabang Kansai. Berita yang bertahun-tahun tidak terdengar, akhirnya kami berhasil mencapai penjualan tahunan besaran pinjaman 5 miliar kepada perusahaan Nishi Osaka Steel. Apabila bapak bisa memahami hal itu’ (43) , (44) お
か
ち
HN:将来性を見込んでリスクを負う価値は十分あるとお考えいた だきたい。もちろん本部が危険だと判断されれば うちも 身を引きます。何とぞ 正しい調査 判断、お願いします Shouraisei wo mikonde risuku wo ou kachi wa juubun aru to okangae itadakitai. Mochiron honbu ga kiken da to handan sarereba uchi mo mi wo hikimasu. Nanitozo tadashii chousa handan, onegaishimasu. ‘saya ingin bapak memikirkan nilai yang cukup besar yang ada dalam estimasi risiko masa depan. Tentu apabila bagian pusat menyatakan ini berbahaya kami pun akan menarik kembali. Saya mohon, berikan keputusan investigasi yang tepat’
Tindak tutur…, Riani Yulihana, FIB UI, 2014