FORMULASI STRATEGI PT. X DALAM MEMPERTAHANKAN MARKET SHARE PADA INDUSTRI MI INSTAN
BINSAR H SILITONGA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT Binsar H Silitonga. A strategic formulation of X Company in keeping of Market Share in Instant Noodle Industry. advised by Komar Sumantadinata (Chief) and Budi Suharjo (Member). The purpose of this study generally is to arrange a company’s strategic formulation in order to face the competition in instant noodle industry. Specifically, this study is aimed (a) to identify the external and internal factors for the company, (b) to analyze the company’s competition level, and (c) to create an accurate strategic alternative for the company to keep the share market in Instant Noodle Industry. This research is taken in X company, located in Karawang District, West Java from June to August 2010. The method which is used in this research is Qualitative-Quantitative Descriptive Method, means that the collecting of data is done to answer the exist problem with the case study as the form of the research. The primary data is taken from the questionnaires and interview with the Director, Operational Director, Finance Director and a staff as the representative of the experts as the respondent for the expert judgment and the secondary data is taken from the company’s annual report, study references, and the literatures from the company, related institution and the similar type companies as the comparison. The available data is analyzed by using the suitable analysis tools. They are Descriptive Analysis, PEST Analysis, Industry Environment Analysis, Functional Analysis, Internal and External Analysis, IE Matrix, and SWOT Matrix. The result of the industry competition analysis which has done shows a description entirely that the Instant Noodle Industry has the middle or average competition intention category and can reach economic profit or enough over normal return level which means that it can only give the uniqueness of a product, the availability of the comparative profit in production, and the marketing which cannot be easily imitated by the other companies. The position of the X company today is on “Hold and Maintain” with the strategy which can be developed on this position is market penetration strategy and product development. It’s supported by the SWOT matrix with the eight developed strategic alternatives. They are the development of X product by adopting the information technology, increasing the export trades, re-increasing the promotion intensively and continuously, focusing on segmentation, targeting and positioning, optimizing the available distribution networks equally, and optimizing the west Indonesia regions market, increasing the value of the product, doing niche marketing and intensifying below the line promotion, forward integrating with the distributors which are the sister company. Key words : Instant Noodle Industry, Market share, Strategic
RINGKASAN Binsar H Silitonga. Formulasi Strategi PT. X dalam Mempertahankan Market Share Persaingan Industri Mi Instan. Dibimbing oleh Komar Sumantadinata sebagai Ketua dan Budi Suharjo sebagai Anggota Perkembangan industri mi instan menunjukkan adanya persaingan yang bergitu ketat. Hal ini disebabkan produk mi instan saat ini telah digemari penduduk Indonesia dari semua kalangan. Dengan demikian, perusahaan dituntut kemampuan adaptasi yang tinggi agar perusahaan tetap bertahan dan mampu memenangkan persaingan. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat merumuskan strategi yang tepat dalam menghadapi perubahan lingkungan dan kondisi kompetisi yang ketat. Tujuan kajian ini secara umum adalah untuk menyusun formulasi strategi bersaing perusahaan dalam mempertahankan market share pada industri mi instan. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk a) mengidentifikasi faktor eksternal dan faktor internal bagi perusahaan, b) menganalisis posisi bersaing perusahaan dan c) merumuskan alternatif strategi yang tepat bagi perusahaan untuk mempertahankan market share pada industri mi instan. Penelitian ini dilaksanakan di PT X di yang berlokasi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat dari bulan Juni - Agustus 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu dilakukan pengumpulan data untuk menjawab permasalahan yang ada dan bentuk penelitian adalah studi kasus. Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner dan wawancara dengan Direktur Utama, Direktur Operasional, Direktur Keuangan dan 1 orang mewakili pakar sebagai responden untuk expert judgement dan data sekunder diperoleh dari laporan tahunan perusahaan, bahan pustaka, serta literatur dari perusahaan dan instansi yang terkait serta perusahaan sejenis sebagai studi banding. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan alat analisis yang sesuai, yaitu analisis deskriptif, analisis PEST, analisis lingkungan industry, analisis fungsional, analisis internal dan eksternal, matriks IE dan matriks SWOT. Berdasarkan hasil identifikasi faktor eksternal terdiri dari enam peluang, yaitu kebijakan sertifikasi halal, masih rendahnya konsumsi mi instan per kapita masyarakat Indonesia, peluang dan kemudahan ekspor, globalisasi dan AFTA dan enam ancaman diantaranya; perkembangan kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil, strategi promosi pesaing yang intensif dan provokatif, peningkatan kapasitas produksi oleh pesaing, strategi produk dan harga pesaing, loyalitas konsumen pada produk market leader dan jaringan pesaing yang luas. Disisi lain, hasil identifikasi faktor internal bagi perusahaan diperoleh kekuatan sebagai berikut : citra merek baik, diferensiasi rasa mi intan inovatif, penetapan harga yang bersaing, mutu produk terjamin, aksesibilitas bahan baku baik dan lokasi perusahaan strategis dan diperoleh faktor kelemahan sebagai berikut : keterbatasan modal, Kegiatan promosi kurang intensif dan berkesinambungan, Brand awareness dan Brand loyality terhadap merek produk PT X masih lemah, jaringan distribusi belum optimal, segmentasi, target dan posisi pasar produk PT X belum fokus dan jelas, ketersediaan produk di pasar belum optimal
Hasil analisis persaingan industri yang dilakukan memberikan gambaran secara menyeluruh bahwa industri mi instan memiliki intensitas persaingan kategori sedang dengan skor sebesar 2,808. Perusahaan yang berada dalam industri mi instan kategori sedang dapat memperoleh laba ekonomi atau tingkat pengembalian di atas normal yang cukup berarti hanya sampai dapat memberikan keunikan dalam produk, adanya keuntungan komparatif dalam produksi, distribusi dan pemasaran yang tidak dapat dengan mudah ditiru oleh perusahaan-perusahaan lain. Posisi PT. X pada saat ini adalah pada sel V, yaitu pada posisi Hold and Maintain (pertahankan dan pelihara) dengan strategi yang dapat dikembangkan pada posisi ini adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Hal ini didukung oleh matrik SWOT dengan delapan alternatif strategi yang dikembangkan, yaitu pengembangan produk PT X mengadopsi teknologi informasi, meningkatkan penjualan ekspor, meningkatkan kembali promosi secara intensif dan berkesinambungan, memfokuskan segmentasi, target dan posisi pasar, mengoptimaikan jaringan distribusi yang ada agar lebih merata dan mengoptimaikan pasar wilayah Indonesia timur, meningkatkan keunggulan mutu produk, Melakukan niche marketing dan mengintensifkan promosi below the line, Integrasi ke depan dengan distributor yang juga sister company. Kata kunci : Formulasi strategi, Industri mi instan, Market share
FORMULASI STRATEGI PT. X DALAM MEMPERTAHANKAN MARKET SHARE PADA INDUSTRI MI INSTAN
BINSAR H SILITONGA
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Tugas Akhir
:
Formulasi Strategi PT. X dalam Mempertahankan Market Share pada Industri Mi Instan
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
Binsar H. Silitonga F352060235 Magister Industri Kecil Menengah
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, MSc Ketua
Dr. Ir. Budi Suharjo, MS. Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis MS,Dipl.Ing.DEA.
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc
Tanggal Ujian : ............................
Tanggal Lulus :................................
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa semua pernyataan dalam tugas akhir yang berjudul :
FORMULASI STRATEGI PT. X DALAM MEMPERTAHANKAN MARKET SHARE PADA INDUSTRI MI INSTAN
merupakan hasil gagasan dan hasil kajian saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2011
Binsar H. Silitonga F352060235
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga tugas akhir yang berjudul FORMULASI STRATEGI PT. X DALAM MEMPERTAHANKAN MARKET SHARE PADA INDUSTRI MI INSTAN berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulisan ini kiranya tidak dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, MSc, selaku pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, motivasi dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan Tugas Akhir ini. 2. Dr. Ir. Budi Suharjo, MS, selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan Tugas Akhir ini. 3. Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., MEc selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang sangat berarti guna kesempurnaan Tugas Akhir ini. 4. Dr. Sapta Rahardja, selaku ketua program studi/Mayor MPI yang secara khusus telah memberikan dorongan, bimbingan, motivasi dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan tugas akhir ini. 5. Seluruh dosen pengajar dan staf, serta karyawan PS. MPI, SPs IPB yang telah banyak membantu selama kuliah berlangsung. 6. Keluarga yang dengan tulus mendorong dengan doa dan pengorbanan yang tiada henti baik moril maupun materil sejak masa studi di MPI hingga penyelesaian tugas akhir ini . 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerja sama dan informasi yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap bahwa tugas akhir ini dapat memberikan dukungan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan, walaupun tidak luput dari berbagai
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan bagi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.
Bogor, Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA .................................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. I.
v vi vii viii
PENDAHULUAN ....................................................................... ........ 1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .........................................................
1 1 3 6 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1. Gambaran Umum Mi Instan ....................................................... 2.2. Gambaran Umum Industri Mi Instan ......................................... 2.3. Tinjauan Teoritis ........................................................................ a. Manajemen Strategik ............................................................ b. Proses Manajemen Strategik ................................................ 2.4. Tipe Strategi .............................................................................. 2.5. Tinjauan Penelitian yang Relevan .............................................
7 7 8 12 12 14 20 23
III METODE PENELITIAN .................................................................. 3.1. Penentuan Lokasi Penelitian ..................................................... 3.2. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 3.3. Metode Pengambilan responden .............................................. 3.4. Analisis Data ............................................................................ a. Analisis PEST ...................................................................... b. Analisis Lingkungan Industri .............................................. c. Analisis Fungsional ............................................................. d. Matriks EFE dan IFE ............................................................ e. Matriks IE ............................................................................ f. Matriks SWOT .....................................................................
27 27 27 28 28 29 29 30 30 34 35
IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 4.1. Gambaran Umum Perusahaan .................................................... 4.2. Analisis Lingkungan Internal ..................................................... 4.3. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan ....................................... 4.4. Analisis Lingkungan Eksternal ................................................. 4.5. Analisis Persaingan Industri ...................................................... 4.6. Identifikasi Peluang dan Ancaman ............................................ 4.7. Formulasi Strategi Perusahaan ................................................... 4.8. Alternatif Strategi Perusahaan ....................................................
36 36 36 44 46 55 64 66 75
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 5.2 Saran ......................................................................................................
84 84 85
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
86
LAMPIRAN................................................................................................
88
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Konsumsi mi instan, mi basah, mi kering dan bihun rata-rata per minggu penduduk Indonesia pada Tahun 2002-2007 .................................... 2. Market share merek mi instan ............................................................................ 3. Syarat mutu mi instan ......................................................................................... 4. Matriks SWOT .................................................................................................... 5. Tipologi Strategi Miles dan Snow ...................................................................... 6. Jenis dan Sumber Data Kuantitatif ..................................................................... 7. Jenis dan Sumber Data Kualitatif ...................................................................... 8. Alat bantu untuk analisis PEST ........................................................................... 9. Alat bantu yang dapat digunakan untuk melakukan analisis lingkungan industri 10. Alat bantu yang dapat digunakan untuk melakukan analisis fungsional ........... 11. Penilaian bobot faktor strategi internal .............................................................. 12. Penilaian bobot faktor strategi eksternal ............................................................ 13. Matriks EFE ....................................................................................................... 14. Matriks IFE ........................................................................................................ 15. Identifikasi kekuatan dan kelemahan PT X ....................................................... 16. Rekapitulasi hasil analisa persaingan industri Mi Instan ................................... 17. Rekapitulasi hasil tingkat persaingan anatar kompetitor dalam industri ............. 18. Rekapitulasi hasil ancaman produk substitusi ................................................... 19. Rekapitulasi hasil ancaman pendatang baru ...................................................... 20. Rekapitulasi hasil kekuatan tawar menawar pembeli .......................................... 21. Rekapitulasi hasil kekuatan tawar menawar pemasok ......................................... 22. Identifikasi peluang dan ancaman PT X ............................................................ 23. Matriks IFE PT X................................................................................................. 24. Matriks EFE PT X ............................................................................................. 25. Matriks SWOT PT X .........................................................................................
2 4 8 18 23 27 28 29 29 30 31 32 33 33 47 56 57 58 60 62 63 66 67 69 75
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Tingkat strategi dalam perusahaan................................................... 2. Matriks Internal-Eksternal (IE Matriks) ......................................... 3. Matriks IE PT X ...............................................................................
13 17 72
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Kuesioner ......................................................................................... 2. Pembobotan Faktor internal responden 1 ....................................... 3. Pembobotan Faktor internal responden 2 ....................................... 4. Pembobotan Faktor internal responden 3 ....................................... 5. Pembobotan Faktor internal responden 4 ....................................... 6. Pembobotan Faktor eksternal responden 1 ..................................... 7. Pembobotan Faktor eksternal responden 2 ..................................... 8. Pembobotan Faktor eksternal responden 3 ..................................... 9. Pembobotan Faktor eksternal responden 4 ..................................... 10. Rekapitulasi pembobotan faktor internal dan eksternal ................... 11. Matriks IFE lingkungan usaha mi instan produk X ........................ 12. Matriks EFE lingkungan usaha mi instan produk X .......................
89 97 97 98 98 99 99 100 100 101 102 103
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Ciri-ciri yang semakin menonjol dalam dunia bisnis di Indonesia belakangan ini adalah kompleksitas, persaingan, perubahan dan ketidakpastian. Keadaan tersebut menimbulkan persaingan yang tajam antar perusahaan, baik karena pesaing yang semakin bertambah, volume produk yang semakin meningkat maupun bertambah pesatnya perkembangan teknologi yang mampu mempengaruhi pasar.
Persaingan produk mi instan di Indonesia begitu ketat, hal ini dapat terjadi karena masyarakat Indonesia merupakan pasar yang potensial, kondisi ini meningkatkan persaingan antar produsen mi instan semakin ketat. Akibat ketatnya persaingan yang terjadi banyak perusahaan mi instan pada akhirnya menutup usahanya. Hal ini dapat terjadi karena pendapatan yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Namun sebaliknya, adapula yang tetap bertahan dan bahkan kian menguat salah satunya adalah Indomie. Di dalam bisnisnya perusahaan menghadapi persaingan yang cukup berat, produk mi instan Indomie bersaing dengan produk-produk mi instan lainnya seperti Mi Sedap, Mi Gaga, Mi ABC. Suatu perusahaan akan terus berusaha untuk meningkatkan nilai penjualan untuk dapat terus berkembang, mempertahankan posisinya dari ancaman para pesaing dan juga untuk meningkatkan pendapatan. Hal ini biasanya dicapai dengan cara meningkatkan pangsa pasar perusahaan, yaitu dengan menambah jumlah konsumen. Akan tetapi, menarik konsumen bukanlah hal yang mudah, karena perusahaan harus melakukan upaya pemasaran yang terpadu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Titik tolak kegiatan suatu industri pangan yang salah satu diantaranya adalah industri mi instan, harus mempertimbangkan kebutuhan dan permintaan konsumen terhadap produk tersebut. Konsumen akan selalu menuntut produk yang aman, berkualitas, praktis untuk dikonsumsi, rasa dan warna serta harga yang sesuai. Maka perusahaan harus dapat mempengaruhi konsumen untuk melakukan keputusan pembelian atas produknya, dengan
2
penentuan atribut produk yang tepat untuk mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Selain itu, pola konsumsi pangan masyarakat yang berubah seiring dengan perubahan pola atau gaya hidup juga mempengaruhi tingkat persaingan usaha. Pergeseran pola konsumsi masyarakat ini ternyata berdampak positif terhadap industri makanan instan, terutama industri mi instan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2002-2007, konsumsi mi instan ratarata jumlahnya paling tinggi (97,56%) dibandingkan makanan lain yang sejenis, seperti mi basah (0,04%), mi kering (1,21%) dan bihun (1,19%). Perbandingan tingkat konsumsi per penduduk tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Konsumsi mi instant, mi basah, mi kering dan bihun rata-rata per minggu penduduk Indonesia Tahun 2002-2007 Jenis Persentase (%) Makanan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rataan Mi instan 96,27 97,21 96,91 98,20 98,63 98,14 97,56 Mi basah 0,06 0,03 0,04 0,04 0,03 0,01 0,04 Mi kering 1,68 1,08 1,59 1,14 0,90 0,85 1,21 Bihun 1,99 1,68 1,46 0,62 0,44 1,00 1,19 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS, 2008 (diolah) Besarnya
tingkat
konsumsi
masyarakat
terhadap
mi
instan
disebabkan adanya perubahan pola konsumsi, dimana mi menjadi bagian dari pergeseran peran makanan pokok pengganti nasi. Penyebab lain peningkatan konsumsi mi instan adalah cita rasanya dapat diterima dibandingkan jenis makanan sereal dan cracker. Saat ini terdapat banyak produk mi instan dengan berbagai merek yang beredar di pasar. Contohnya, yaitu Indomie, Mi Sedaap, Sarimie, Salamie, Super-mie yang beredar di pasaran dengan berbagai jenis, mutu, ukuran, dan harga yang berbeda (Darmawan, 2004). Persaingan yang ketat terjadi di antara merek-merek baru yang berusaha merebut pangsa pasar dengan merek-merek yang memang sudah
3
lama dikenal oleh konsumen. Masing-masing berlomba menawarkan mi instan dengan berbagai macam rasa tambahan seperti rasa soto ayam, mi kari ayam, mi goreng dengan berbagai rasa khas daerah (mi goreng jawa) dan sebagainya. Banyaknya produk yang ditawarkan di pasar dengan spesifikasi yang relatif sama ini menyebabkan tingkat persaingan yang ketat diantara berbagai produk di pasaran. Sebagai ilustrasi, hasil survey tim monitoring Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang dimulai pada Mei 2002 hingga Mei 2004 menunjukkan bahwa struktur pasar mi instan bersifat oligopoli. Tercatat sebanyak 17 produsen yang bermain pada industri mi instan nasional. Namun dari jumlah produsen sebanyak l7 perusahaan tersebut, sekitar 88 persen pangsa pasar dikuasai Indofood yang memiliki lebih dari l0 merek dengan jumlah varian sebanyak 150 lebih jenis mi instan (Ma'arif, 2004). Sesungguhnya, market share dikuasai Indofood sebesar 88%, sehingga sekitar l2 persen diperebutkan oleh merek-merek mi instan lainnya. Diantaranya terdapat PT ABC Indonesia (President, mie ABC, Selera Rakyat), PT Unilever (Mie&Me), PT Jakaranatama (GaGa Mie), selanjutnya PT Supmi Sakti (Maggi Mie), PT Nissin Mas (Nissin Mie, Cup Noodles), PT Sentrafood Indonusa Corporation (Salam Mie), PT Delifood Sentosa (Mie Duo, Mie Gelas), PT Tiga Pilar Sejahtera (Superior, Haha Mie) dan PT Olagafood Sukses Mandiri (Alhami). Perkembangan industri mi instan menunjukkan adanya persaingan yang bergitu ketat jika dilihat dari market share tersebut. Selain itu, produk mi instan saat ini telah digemari penduduk Indonesia dari semua kalangan. Dengan demikian, perusahaan dituntut kemampuan adaptasi yang tinggi agar perusahaan tetap bertahan dan mampu memenangkan persaingan. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat merumuskan strategi yang tepat dalam menghadapi perubahan lingkungan dan kondisi kompetisi yang ketat.
1.2
Perumusan Masalah Sejak mengawali bisnisnya pada tahun 2000, PT X senantiasa berhadapan dengan berbagai macam rintangan dan hambatan. Di pasar
4
domestik, PT X menghadapi persaingan dengan perusahaan sejenis dan persaingan meningkat seiring dengan penambahan perusahaan yang memproduksi mi instan. Disamping itu, situasi politik dan ekonomi Indonesia yang langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi kinerja perusahaan. Kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan menuntut adanya perumusan manajemen strategis. Hal ini didasarkan atas keyakinan bahwa organisasi harus terus menerus memantau kondisi internal dan eksternal serta kecenderungannya, sehingga perubahan dapat secara berkala dilakukan berdasarkan kebutuhan. Berdasarkan kondisi umum PT X dalam persaingan market share dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2002 (1,0%), tahun 2003 (0,5%), tahun 2004 (0,5%) dan tahun 2005 sudah tidak termasuk 10 peringkat terbesar sampai saat ini. Secara lengkap data market share dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Market share merek-merek mi instan No
Merek 2002 68,8
Pangsa Pasar (%) 2003 2004 2005 2006 2007 75,5 72,5 66,3 64,3 65,3 13,4 22,4 22,9 10,1 11,5 7,1 4,5 3,4 2,5 2,0 2,6 3,7 3,5 2,2 1,9 1,0 2,1 1,9 1,0 0,7 1,1 1,0 0,6 0,7 0,6 1,9 1,4 0,5 1,8 0,3 2,3 4,2 2,4 0,5 0,5 0,4 0,6
1 Indomie 2 Sedaap 3 Supermi 10,2 4 Gaga 100 5 Sarimi 5,7 6 Alhami 7 Kare 8 ABC 2,5 9 Alhami 100 10 Gagamie 4,4 11 Mie 100 12 Salam Mie 1,0 13 CNI Mie Sehati 14 Pop Mie 0,3 15 Nissin 0,3 16 Miduo 0,3 17 Mie & Me 0,2 18 Mie Sakura 0,2 Sumber : diolah dari data Majalah Marketing, 2007.
5
Menurut Porter (2007), keunggulan bersaing mampu menghasilkan laba yang tinggi secara berkelanjutan sangat ditentukan dari strategi bersaing yang dipilih perusahaan. Empat faktor utama yang dipertimbangkan dalam perumusan strategi bersaing yang menentukan batas-batas yang dapat diraih perusahaan, yaitu kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan. Kekuatan dan kelemahan perusahaan adalah profil internal dari kekayaannya dan keterampilan perusahaan terhadap pesaing. Kekuatan dan kelemahan yang dipadukan dengan nilai-nilai budaya perusahaan merupakan faktor internal bagi perusahaan. Peluang dan ancaman perusahaan menentukan lingkungan persaingan, dengan risiko serta imbalan potensial yang melingkupinya. Faktor eksternal ditentukan oleh lingkungan industri dan lingkungannya yang lebih luas. Keempat faktor tersebut menjadi pertimbangan dalam menentukan tujuan, kebijakan dan strategi realitis yang akan diterapkan untuk dapat bersaing dalam industri. Dengan pertimbangan empat faktor tersebut, strategi bersaing yang baik dan tepat akan sangat membantu PT X yang telah berhasil merebut kurang lebih 1,42 persen pangsa pasar mi instan nasional dari Indofood (CIC, 2002). Untuk menciptakan keunggulan bersaing sehingga menghasilkan laba yang lebih tinggi secara berkelanjutan dapat dilakukan analisis strategi bersaing perusahaan. Faktor lain yang juga penting dalam menentukan strategi bersaing yang tepat adalah posisi persaingan perusahaan terhadap pesaingnya. Penelitian ini akan menjawab hal-hal sebagai berikut : a.
Faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal apa saja yang dapat menentukan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan bagi PT X ?
b.
Bagaimana
posisi
bersaing
perusahaan
dibandingkan
pesaing
utamanya (market leader) ? c.
Alternatif strategi perusahaan apa yang dapat dipergunaka dalam mempertahankan market share pada industri mi instan ?
6
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi faktor eksternal dan faktor internal bagi perusahaan. b. Menganalisis posisi bersaing PT X. c. Merumuskan alternatif strategi yang tepat bagi perusahaan untuk mempertahankan market share pada industri mi instan.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang terkait pengembangan industri mi instan dalam merencanakan strategi bersaing untuk mempertahankan pasar yang sudah ada dan mengetahui kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal perusahaan. Selain itu, hasil kajian ini juga diharapkan berguna sebagai referensi bagi semua pihak yang melaksanakan kegiatan penelitian strategi industri mi instan.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian difokuskan pada analisis kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal meliputi pemasaran dan distribusi, manajemen, produksi dan operasi, permodalan dan keuangan, serta pengembangan sumber daya manusia (SDM). Sedangkan kondisi eksternal meliputi lingkungan industri dan lingkungan makro (politik, ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya) perusahaan
untuk
mengetahui
posisi
perusahaan
saat
ini
dalam
merencanakan strategi PT X dalam mempertahankan market share. Penelitian ini dibatasi pada bahasan analisis tentang formulasi strategi pada PT X dan tidak membahas tahap implementasi dan evaluasi pada strategi yang telah diformulasikan.
II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Mi Instan Mi dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok, yaitu mi basah (boiled noodle), mi kering (steam and fried noodle), mi mentah (raw chinese noodle) serta mi instan (instant noodle). Mi instan tersedia dalam kemasan polictilen dan kemasan polysteren yang lebih dikenal sebagai Styrofoam (bentuk cangkir maupun mangkok). Makanan mi instan didefinisikan sebagai produk makanan yang terbuat dari tepung terigu yang ditambah dengan bumbu-bumbu pembentuk citarasa (flavouring). Dalam penyajiannya, mi instan biasa dimakan mentah ataupun dimasak terlebih dahulu (CIC, 2002). Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3551-2000 yang dikeluarkan oleh Pusat Standarisasi Departemen Industri Indonesia, mi instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama empat menit. Kelompok mi instan dapat dibagi menjadi mi yang telah diperkaya atau dicampur dengan bumbu penyedap yang terpisah kemasannya dan mi dalam kemasan styrofoam yang dilengkapi dengan bumbu, sayuran, udang atau daging kering yang terpisah. Dengan semakin berkembangnya teknologi, maka pembuatan mi tidak lagi terbatas hanya dari bahan baku utama tepung terigu saja. Pada saat ini, mi dapat dibuat dari tepung beras yang disebut bihun, dari pati kacang hijau yang disebut so’un, serta yang terbuat dari tepung terigu dan beras disebut shomein. Mi instan terdiri dari tiga bahan utama, yaitu tepung terigu, minyak sayur dan bumbu penyedap (seasoning). Secara garis besar, proses produksi mi instan terdiri dari lima tahapan, yaitu pembuatan adonan, penguntaian, pengukusan, pemotongan dan penggorengan. Untuk menjaga standar mutu mi instan yang diperdagangkan, ditetapkan syarat minimal mutu mi instan yang harus dipenuhi oleh setiap produsen. Standar yang dibuat tersebut selain untuk melindungi konsumen dari segi kesehatan dan keselamatan,
8
juga dimaksudkan untuk melindungi produsen, mendukung perkembangan industri dan menunjang ekspor non migas. Selain syarat mutu, produsen juga harus memenuhi syarat penandaan label dan syarat pengemasan. Dimana mi instan harus dikemas dalam wadah tertutup rapat, tidak mempengaruhi atau dipengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Syarat mutu mi instan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Syarat mutu mi instan No. 1 2 3 4 5 6
Uraian Keadaan (rasa, bau dan warna) Benda-benda asing Uji kematangan Air Protein Derajat keasaman
7
Bahan tambahan makanan
8
Cemaran logam Timbale (Pb) Tembaga (Cu) Raksa (Hg) Seng (Zn) Arsen Cemaran mikroba a. Angka Lempeng Total b. E.coli c. Kapang
9 10
Satuan Menit Persen persen ml N NaOH 100 gr contoh
Persyaratan Normal Tidak boleh ada Maksimal 4 Maksimal 8 Minimal 8 Maksimal 3 Sesuai SNI 0222M dan peraturan Menkes No. 722.1998
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/gr APM/grk koloni/gr
Maksimal 1,0 Maksimal 10,0 Maksimal 0,05 Maksimal 40,0 Maksimal 1 Maksimal 1,0 x 106 <3 Maksimal 1,0 x 104
Sumber : CIC, 2002
2.2
Gambaran Umum Industri Mi Instan Industri mi instan di Indonesia dimulai dengan berdirinya PT. Lima Satu Sankyu pada bulan April tahun 1968, yang merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara perusahaan domestik dengan Sankyu Shakushin Kabushiki, Jepang, yang pada akhirnya menjadi PT. Supermi Indonesia, dengan produk mi instan merek Supermi. Dengan demikian,
9
keberadaan industri mi instan Indonesia diawali oleh munculnya PT. Supermi Indonesia, sebagai perintis industri mi kering di Indonesia. Supermi telah menjadi merek umum untuk mi instan bagi masyarakat Indonesia sampai dengan akhir tahun 80-an. Pada tahun 1970, pasar mi instan diawali dengan berdirinya PT. Sanmaru Food Manufacturing, yang memproduksi mi instan merek Indomie. Kemudian dilanjutkan dengan pembangunan PT. Sarimi Asli Jaya pada tahun 1982 yang memproduksi mi instan dengan merek Sarimi. Selanjutnya industri ini mengalami perkembangan yang pesat dengan didirikannya PT. Sampurna Pangan Indonesia tahun 1972, PT Khong Ghuan Biskuit tahun 1976, PT Pandu Sari tahun 1977, PT. Asia Megah Food Manufacturing tahun 1980, PT. Supmi Sakti serta beberapa produsen pendatang baru lainnya. Sejak saat itu pasar mi instan ditandai dengan kondisi persaingan yang ketat, terutama setelah Salim Grup bersama Jangkar Jati Grup pada tahun 1984 mendirikan PT. Indofood Interna Corporation, yang merupakan cikal bakal dari Indofood Grup yang beroperasi di bawah bendera PT. Indofood Sukses Makmur. Sejak itu, Indofood dengan merek Indomie, Supermie, dan Sarimie semakin menguasai pasar mi instan di Indonesia (CIC, 2002). Struktur industri mi instan di Indonesia adalah struktur pasar oligopoli, yaitu terdiri dari beberapa produsen yang sangat peka terhadap kompetitor dan hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh kendala penyediaan bahan baku yang tergantung pada impor gandum dan pabrik pengolah gandum yang kapasitasnya masih kurang mencukupi. Adanya deregulasi di sektor terigu, sebagai bahan baku utama mi instan menjadi salah satu pemicu mengapa bisnis mi instan ini sangat diminati oleh para produsen. Sejak kran impor tepung terigu dibolehkan masuk ke Indonesia, otomatis terigu-terigu murah dari mancanegara dapat beredar di tanah air. Jika sebelumnya terigu hanya dapat dibeli dari PT. Bogasari Fluor Mills, tapi kini dapat diperoleh di pasar bebas. Saat ini, di pasar domestik beredar lebih dari l00 merek mi instan.
10
Persaingan diantara perusahaan menjadi sengit lantaran setiap perusahaan umumnya memproduksi lebih dari dua merek. Saat ini PT. Indofood Sukses Makmur (ISM) masih menguasai 88 persen market share mi instan dan semakin berhasil meraih brand equity dan menjadi household brand yang memudahkan Indofood meluncurkan produk baru maupun menguasai pasar. Dengan mengeluarkan Indomie, Supermie, Sarimie, Sakura; Pop mie, Super cup, Top mie, Chatz Mie, serta mie Selera Nusantara, Indofood menguasai industri ini dari hulu ke hilir. Sebagai pelopor munculnya industri mi instan nasional, Indofood memiliki sistem distribusi yang sangat baik. Perusahaan ini mampu untuk mendistribusikan semua produknya secara merata karena sebelumnya Indofood telah memiliki jalur dan jaringan distribusi yang kuat di seluruh tanah air. Selain itu, Indofood juga memiliki sistem promosi serta tim riset dan pengembangan yang sangat kuat. Dengan 88 persen market share dikuasai Indofood, maka sisanya diperebutkan oleh merek-merek mi instan lainnya. Dengan peluang pasar yang masih sangat lebar, apalagi ada segmen yang belum tergarap seperti pasar menengah ke atas, maka banyak perusahaan-perusahaan pesaing Indofood baik pemain lama maupun pemain baru dalam industri mi instan, bergerak agresif dan saling melancarkan strategi meluncurkan produk baru atau mendiferensiasikan produk yang sudah ada. Selain disesaki berbagai merek, produsen juga kreatif membuat aneka kemasan yang intinya tetap menyajikan kecepatan dan kemudahan dalam penyajian. Misalnya PT. Delifood Sentosa meluncurkan mi gelas dan Indofood meluncurkan Top Mie dan Pop Mie. Ciri dari kemasan itu, mi cukup diberikan dengan air panas, langsung dapat disantap tanpa perlu lagi dimasak. Grup Wings membuat kejutan pada paruh tahun 2003, sebelumnya perusahaan consumer goods yang terkenal sebagai produsen toiletries, deterjen kini mulai masuk ke industri mi instan. Dengan meluncurkan mi Sedaap, perusahaan ini langsung menantang Indofood. Betapa serius dan
11
beraninya Grup Wings ini terlihat dengan iklannya di layar kaca yang begitu gencar ditayangkan hampir di semua stasiun televisi swasta. Sebagai ilustrasi, berdasarkan hasil riset CIC (2000) menunjukkan bahwa peringkat pertama sepuluh besar pemain pasar mi instan nasional masih dipegang oleh merek Indomie yang menjual 3,972 miliar bungkus atau menguasai pasar sebesar 34,0 persen. Disusul oleh Supermie 2,979 miliar bungkus (25,2 persen), Sarimie 2,880 miliar (bungkus 24,7 persen), ABC 301 juta bungkus (2,6 persen), Gaga 300 juta bungkus (2,6 persen), Salam Mie berada diposisi keenam dengan 279 juta bungkus (2,4 persen), Maggi 220 juta bungkus (1,9 persen), Nissin 180 juta (1,5 persen), President 123 juta bungkus (1,1 persen) dan Sakura di posisi kesepuluh dengan penjualan sebesar 99 juta bungkus atau mencapai 0,9 persen. Pada awal tahun 2003, grup wingsfood meluncurkan produk mi instan dengan merek dagang mi sedaap dan tanggapan masyarakat terhadap merek mi instan yang masih baru ini sangat baik. Menurut data yang dikeluarkan majalah SWA (2004), pangsa pasar Indomie di tahun 2002 masih sebesar 90%, namun sejak hadirnya Mi Sedaap di pasar mie instan pangsa pasar Indomie terus merosot hingga 78%.
Bagi Indofood kehadiran para pemain baru tidak menyurutkan langkah untuk terus melakukan ekspansi. Untuk mereduksi biaya transportasi, Indofood membuat l7 pabrik di setiap kota yang pasarnya gemuk seperti Jakarta, Surabaya dan Medan. Hal ini dilakukan sekaligus menahan langkah lawan, Indofood juga tak lupa melakukan diversifikasi produk yang inovatif dalam bentuk kemasan dan brand baru seperti Top Mie dan pop Mie dalam kemasan styrofoam. Selain itu, juga meluncurkan merek pasto, My Noodles, pop Bihun, hingga Chatz Mie, Sakura dan Nissin Mas. Bahkan dua merek terakhir dijual dengan harga Rp 400 per bungkus ketika diluncurkan. Suatu langkah untuk mengganjal pesaingnya yang menjual dengan harga miring. Konsep produk yang juga cukup laris juga Selera Nusantara, dimana rasa yang dibuat disesuaikan dengan masakan khas propinsi setempat. Setelah sisi produk dibenahi, Indofood juga mempertajam jalur distribusi. Caranya dengan
12
mendirikan outlet khusus yang menjual 100 persen produk Indofood dengan konsep Warung Barokah dan Tokcer. Sebagai ilustrasi pada tahun 1998-2000, pasar mi instan di Indonesia masih berorientasi pada pasar domestik dan tercatat sebanyak sembilan produsen telah mengeksplorasi pasar luar negeri dengan mengekspor ke berbagai negara, perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Indofood, PT Supmi Sakti (100% untuk orientasi ekspor), kemudian PT Jakaranatama Food Industri, PT ABC President Enterprise, PT Nissin Mas, PT Radiance Food Indonesia, PT Saritama Tunggal, PT Sentrafood Indonusa Corporation dan PT Olagafood.
2.3
Tinjauan Teoritis a.
Manajemen Strategik David (2006) menyatakan bahwa manajemen strategik dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai obyektifnya. Purnomo dan Zulkieflimansyah (1996) menyebutkan bahwa manajemen strategi merupakan suatu proses sehingga senantiasa berkesinambungan dan karena lingkungan organisasi senantiasa berubah maka organisasi pun harus terus menerus dimodifikasi untuk memastikan bahwa yang diinginkan tercapai. Manajemen strategik terdiri dari tiga proses, yaitu pembuatan strategi, yang meliputi pengembangan misi dan tujuan jangka panjang, mengidentifikasi peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan dan kelemahan perusahaan, pengembangan alternatif-alternatif strategi dan penentuan strategi yang sesuai untuk diadopsi. Proses berikutnya adalah penerapan strategi, meliputi penentuan sasaran-sasaran operasional tahunan,
kebijakan
perusahaan,
memotivasi
karyawan
dan
mengalokasikan sumberdaya agar strategi yang telah ditetapkan dapat diimplementasikan.
Proses
yang
ketiga
adalah
evaluasi
atau
pengontrolan strategi, mencakup usaha-usaha seluruh hasil dari
13
pembuatan dan penerapan strategi, termasuk mengukur kinerja individu dan perusahaan serta mengambil langkah-langkah perbaikan bila diperlukan (Wahyudi, 1996). Manajemen strategi dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan tingkatan dalam struktur organisasi, yaitu strategi korporasi yang terdiri dari beberapa unit bisnis, strategi bisnis yang terdiri dari satu unit bisnis dan strategi fungsional yang terdiri dari unitunit pendukung. Strategi bisnis menitikberatkan pada pembuatan keputusan-keputusan strategik yang melibatkan posisi bersaing dari sebuah produk atau pangsa pasar tertentu pada sebuah divisi. Divisidivisi yang menerapkan strategi ini dikenal dengan Strategic Business Unit (SBU). David (2006) membagi strategi menjadi tiga tingkatan, yaitu : 1.
Strategi
tingkat
perusahaan
(corporate
strategy).
Strategi
perusahaan menggambarkan arah yang menyeluruh bagi suatu perusahaan dalam pertumbuhan dan pengelolaan berbagai bidang usaha, untuk mencapai keseimbangan produk atau jasa yang dihasilkan. Strategi pada tingkat perusahaan biasanya dibuat sebagai arahan dasar (acuan pokok) berbagai strategi pada unit usaha dan strategi fungsional yang disusun. 2.
Strategi tingkat unit bisnis (business strategy).
Strategi bisnis
menekankan pada usaha peningkatan daya saing perusahaan dalam suatu industri. atau segmen pasar. 3.
Strategi tingkat fungsional (functional strategy).
Strategi
fungsional menciptakan kerangka kerja untuk manajemen fungsi, seperti produksi, pemasaran, keuangan, litbang dan sumber daya manusia. Proses manajemen strategik dapat diuraikan sebagai suatu pendekatan yang objektif, logis, sistematis untuk membuat keputusan besar
dalam
suatu
organisasi.
Proses
ini
berusaha
untuk
mengkoordinasikan informasi kualitatif dan kuantitatif dengan cara
14
yang memungkinkan keputusan efektif diambil dalam kondisi yang tidak menentu (David, 2006). Untuk lebih sederhananya maka Gambar 1 berikut menunjukan perbedaan tingkatan tersebut. Strategi Perusahaan
Kantor Pusat Perusahaan
Strategi bisnis
Divisi A -
Strategi Fungsional
-
Litbang SDM Keuangan Produksi Pemasaran Penjualan
Divisi B -
-
Litbang SDM Keuangan Produksi Pemasaran Penjualan
Gambar 1. Tingkatan Strategi Dalam Perusahaan Sumber : Purnomo dan Zulkieflimansyah (1996)
b. Proses Manajemen Strategik Manajemen strategik diartikan sebagai suatu proses yang mengandung beberapa implikasi penting, yaitu (1) suatu perubahan pada sembarang komponen akan mempengaruhi beberapa atau semua komponen yang lainnya, (2) perumusan dan implementasi strategi terjadi secara berurutan, (3) perlunya umpan balik dari pelembagaan, tinjau ulang (review), dan evaluasi terhadap tahap-tahap awal proses ini dan (4) perlunya memandang proses ini sebagai suatu sistem yang dinamik (Pearce dan Robinson, 1997). Dalam menyusun strategi bisnis untuk menghadapi perubahan lingkungan bisnis dan persaingan, langkah awal yang perlu dilakukan adalah penetapan visi dan misi organisasi. Pearce dan Robinson (1997) menyatakan bahwa misi adalah pernyataan tentang sasaran-sasaran strategik perusahaan, tujuan utama strategi dan bagian-bagian identitas perusahaan yang penting. Pada umumnya pernyataan misi mencakup pernyataan bisnis yang dianut oleh perusahaan, landasan yang
15
digunakan perusahaan dalam mencari keunggulan bersaing dalam bisnisnya, untuk kepentingan siapa perusahaan dioperasikan dan kriteria yang digunakan untuk menilai kerja perusahaan. Setelah mengetahui misi perusahaan, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan umum, operasi dan industri. Sedangkan faktor internal terdiri dari kuantitas dan kualitas keuangan, tenaga kerja dan sumberdaya yang dimiliki serta kekuatan dan kelemahan dari manajemen, struktur organisasi, pemasaran dan produksi. David (2006) mengatakan bahwa ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam proses perumusan strategi perusahaan, yaitu tahap input, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Tahap input merangkum informasi-informasi yang diperlukan dalam formulasi strategi dengan melakukan evaluasi faktor internal (IFE) dan evaluasi faktor eksternal (EFE) perusahaan. Tahap selanjutnya adalah analisis matriks I-E untuk melihat kondisi dan posisi perusahaan saat ini. Langkah selanjutnya adalah analisis matriks SWOT untuk memilih alternatif strategi yang tepat bagi perusahaan. Analisis
SWOT
terdiri
dari
Strength
(kekuatan),
yaitu
sumberdaya, keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani oleh perusahaan. Kekuatan dapat terkandung dalam sumberdaya keuangan, citra perusahaan, kepemimpinan pasar. Weaknees (kelemahan), yaitu keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan, seperti keterampilan pemasaran dan citra merek. Opportunities (peluang), yaitu situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu sumber peluang seperti segmen pasar yang tadinya terabaikan. Threats (ancaman), yaitu situasi penting yang tidak menguntungkan
16
dalam lingkungan perusahaan, seperti masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan pasar dan sebagainya. 1.
Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal (IFE-EFE) Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks IFE. Sedangkan untuk mengarahkan perumusan strategi yang merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi,
sosial,
budaya,
demografis,
lingkungan,
politik,
pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks EFE (David, 2006). Matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah, yaitu identifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan, penentuan bobot setiap variabel dan penentuan peringkat (rating)(Rangkuti, 2006).
2.
Analisis Persaingan Industri Analisis persaingan industri (lima kekuatan Porter) bertujuan untuk menganalisis kondisi persaingan industri yang dihadapi oleh perusahaan. Adapun data tentang intensitas persaingan
industri
pemasaran
mi
instan
dinilai
dengan
menggunakan Sematic Differensial Scale yang bernilai 1 (paling rendah) sampai empat (paling tinggi). Semakin tinggi penilaian kekuatan bersaing tersebut semakin tinggi. Penilaian terhadap intansitas persaingan industri diukur dengan melakukan penilaian terhadap intensitas lima kekuatan bersaing yang masing-masing dinilai berdasarkan indikator sebagai berikut : 1) ancaman pendatang baru, 2) tingkat persaingan dalam industri, 3) kekuatan tawar menawar pemasok, 4) ancaman produk substitusi dan 5) kekuatan tawar menawar pembeli. Adapun
pembobotan
setiap
variabel
dalam
analisa
persaingan industri ditentukan dengan metode paired comparison (Kinnear dan Taylor, 1996). Nilai diberikan pada perbandingan
17
berpasangan antara 2 faktor (vertikal-horizontal) berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap persaingan di dalam industri mi instan di Indonesia. Untuk penentukan bobot setiap faktor digunakan langkah-langkah yang sama dalam analisis lingkungan internal-eksternal. Kriteria total nilai variabel dalam analisis persaingan industri ditentukan dengan kategori sebagai berikut : rendah (1,0-2,0), sedang (>2,0-3,0) dan tinggi (>3,0-4,0). Intensitas persaingan rendah diartikan dengan tekanan persaingan yang longgar yang memungkinkan perusahaan tidak efisien sekalipun untuk dapat bertahan. Laba ekonomi yang berada di atas normal bahkan dalam jangka panjang. Perusahaan adalah industri itu sendiri. Untuk memaksimalkan keuntungan, monopoli dapat menentukan harga industri dan keluaran secara bersamaan. Intensitas persaingan sedang diartikan dengan adanya perolehan laba ekonomi atau tingkat pengembalian di atas normal yang cukup berarti hanya sampai sejauh mana perusahaan dapat memberikan keunikan yang bernilai dalam barang atau jasa dan adanya keuntungan komparatif dalam produksi, distribusi atau pemasaran yang tidak dapat dengan mudah ditiru oleh perusahaanperusahaan lain. Intensitas persaingan tinggi adalah persaingan yang paling ketat dimana persaingan harga yang menyebar menekan laba perusahaan sampai ke tingkat sekedar mempertahankan investasi yang diperlukan. Untuk memperoleh keuntungan, perusahaanperusahaan harus melakukan efiesensi biaya.
3.
Matriks Internal – Eksternal (I – E Matriks) Gabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks Internal - Eksternal (IE) yang berisikan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriksmatriks IFE dan EFE (Gambar 2). Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis yang lebih detail. Diagram
18
tersebut dapat mengidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu : a.
Strategi pertumbuhan (growth strategy) yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2 dan 4)
b.
Stability Strategy, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan (3, 5 dan 7)
c.
Retrechment
Strategy
adalah
usaha
memperkecil
atau
mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel 6, 8 dan 9) Total Skor Evaluasi Faktor Internal 4.0
Kuat
Tinggi Total Skor Evaluasi Faktor Eksternal
3.0
Sedang
2.0
Lemah
I Pertumbuhan
II Pertumbuhan
III Stabilitas
IV Pertumbuhan
V Stabilitas
VI Penciutan
VII Stabilitas
VIII Penciutan
IX Likuidasi
3.0 Menengah 2.0 Rendah 1.0 Gambar 2. Matriks Internal – Eksternal (IE Matriks) Sumber : Strategic Management, David (2001)
4.
Matriks SWOT Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis strategi dengan analisis SWOT, yaitu analisis kekuatan-kelemahan dan peluang–ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat sistematik dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang dan ancaman lingkungan luar, serta strategi
yang menyajikan
1.0
19
kombinasi terbaik di antara kesempatannya. Matriks SWOT akan menghasilkan empat tipe strategi (Tabel 4) sebagai berikut : a) Strategi S-O Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b) Strategi S-T Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. c) Strategi W-O Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. d) Strategi W-T Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Terdapat 8 tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1.
Tentukan faktor-faktor peluang eksternal perusahaan
2.
Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal perusahaan
3.
Tentukan faktor-faktor kekuatan internal perusahaan
4.
Tentukan faktor-faktor kelemahan internal perusahaan
5.
Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S – O.
6.
Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W – O.
7.
Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S – T.
8.
Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W – T.
20
Tabel 4. Matriks SWOT STRENGTH – S Daftar 5-10 faktorfaktor kekuatan OPPORTUNITIES STRATEGI S – O Gunakan kekuatan –O Daftar 5-10 faktor- untuk memanfaatkan faktor Peluang peluang THREATS – T Daftar 5-10 faktorfaktor Ancaman
STRATEGI S – T Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
WEAKNESS – W Daftar 5-10 faktorfaktor kelemahan STRATEGI W – O Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang STRATEGI W – T Meminimalkan Kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2006.
2.4
Tipe Strategi Setiap perusahaan memiliki tipe strategi masing-masing di dalam menjalankan usahanya. Wheelen dan Hunger (2002) mengungkapkan pengertian tipe strategis, sebagai berikut : “A Strategic type is a category of firms based on a common strategic orientation and a combination of structure, culture, and processes consistennt with that strategy”. Dalam menganalisis tingkat intensitas persaingan dalam suatu industri atau
kelompok
strategis,
menggambarkan
berbagai
pesaing
untuk
memprediksi tujuan merupakan suatu hal yang penting. Menurut Miles dan Snow (1978) dalam Wheelen dan Hunger (2002), perusahaan pesaing dalam suatu industri dapat dikelompokkan berdasarkan orientasi strategis umum sebagai salah satu dari empat tipe dasar strategis. Setiap tipe memiliki strategi utama untuk menghadapi lingkungan dan memiliki kombinasi struktur, budaya serta proses yang konsisten dengan strategi utama tersebut. Perbedan antara tipe-tipe strategi menjelaskan alasan perusahaan-perusahaan yang menghadapi situasi yang sama, ternyata bertindak dengan cara yang berbeda dan mempertahankan cara bertindak tersebut dalam waktu yang lama.
21
Miles dan Snow (1978) dalam Jabnoun, et.al (2003) menyarankan bahwa organisasi membangun pola perilaku yang sistematis dan dapat diidentifkasi terhadap adaptasi lingkungan. Elemen utama adaptasi dan hubungan diantara adalah terkonseptualisasi oleh apa yang disebut sebuah “adaptive cycle” sepanjang waktu. Siklus mewujudkan strategi bisnis yang berbeda, merepresentasikan respon organisasi pada lingkungan persaingan. Mengklasifikasikan perusahaan dengan pola-pola keputusan adaptif pada defender, prospektor, analyzer dan reaktor. Adapun keempat tipe strategi ini dapat dilihat pada Tabel 5 dan dijelaskan sebagai berikut : a.
Defender Strategi defender meneliti pada stabilitas pasar dan menawarkan serta mencoba untuk melindungi lini produk yang terbatas untuk segmen yang sempit dari pasar yang potensial. Defender mencoba membagi-bagi dan memperbaiki ceruk pasar ke dalam industri dimana pesaing menemukanya sulit untuk penetrasi. Persaingan utamanya pada basis harga, kualitas, distribusi, dan jasa serta konsentrasi pada efisiensi operasi dan kontrol biaya yang ketat untuk memelihara persaingan. Struktur dan proses mereka terformalisasi dan terdesentralisasi (Stathakopoulos, 1998 dalam Jabnoun, et.al, 2003). Organisasi melakukan hal ini melalui tindakan ekonomis yang standar, seperti misalnya bersaing dengan harga atau menghasilkan atau menghasilkan produk berkualitas tinggi.
b. Prospektor Prospektor adalah hampir kebalikan dari defender. Kekuatan perusahaan adalah menemukan dan mengeksploitasi produk baru dan peluang pasar. Inovasi lebih penting dari pada keuntungan besar. Strategi prospektor berfokus pada inovasi produk dan peluang pasar. Perusahaanperusahaan yang mengadopsi strategi ini cenderung untuk menekankan pada kreatifitas dan fleksibilitas di atas efisiensi dalam perintah untuk merespon secara cepat pada perubahan kondisi pasar dan mengambil keuntungan dari peluang pasar baru.
22
Struktur organisasi dari perusahaan prospektor adalah informal dan terdesentralisasi untuk lebih fleksibilitas dan respon lebih cepat pada perubahan lingkungan (Stathakopolous, 1998 dalam Jabnoun, et.al, 2003).
Prospektor
cenderung
untuk
memiliki
sistem
kontrol
terdesentralisasi dan untuk menggunakan ukuran ad hoc (Miles dan Snow, 1978 dalam Jabnoun, et.al, 2003) c.
Analyzer Analyzer mencoba mengambil yang terbaik dari kedua strategi tersebut di atas, dengan meminimalkan resiko dan memaksimalkan peluang untuk memperoleh laba. Strategi yang digunakan adalah hanya akan bergerak ke produk baru atau pasar baru, setelah keberhasilannya dibuktikan oleh prospektor. Analyzer hidup dari imitasi, mengambil alih ide-ide yang sukses dari prospektor dan kemudian menirunya. Analyzer cenderung untuk beroperasi dalam paling sedikit dua wilayah pasar produk yang berbeda, yaitu satu stabil, ditekankan pada efisiensi dan satu variabel, yang lain ditekankan pada inovasi. Struktur organisasinya adalah komplek, merefleksikan pasar yang sangat luas operasinya dengan mengkombinasikan karakteritik dari organisasi mekanistik dan organik.
d. Reaktor Reaktor mewakili strategi sisa. Nama tersebut dimaksudkan untuk menjelaskan pola-pola yang tidak konsisten dan tidak stabil yang timbul jika salah satu dari ketiga strategi lainnya dikejar secara tidak benar. Pada umumnya, reaktor memberikan tanggapan secara tidak benar. Pada umumnya, berprestasi buruk, dan akibatnya segan mengikat diri secara agresif pada strategi tertentu untuk masa datang. Reaktor secara sederhana bereaksi pada perubahan lingkungan dan membuat strategik menyesuaikan hanya kapan tekanan datang. Karakteristik kurang strategi koheren dan tidak dapat untuk merespon secara cepat pada perubahan lingkungan.
23
Tabel 5. Tipologi Strategik Miles dan Snow STRATEGI
TUJUAN
LINGKUNGAN
Defender
Stabilitas dan Stabil efisiensi
Analyzer
Stabilitas dan Perubahan efisiensi
Prospektor
Fleksibilitas
Dinamis
KARAKTERISTIK STRUKTURAL Kontrol ketat, pembagian kerja yang ekstansif; formalisasi tinggi; terpusat Kontrol cukup terpusat; kontrol ketat atas aktivitas yang ada; kontrol agak lepas untuk usaha baru Struktur lepas; pembagian kerja rendah; formalisasi rendah; desentralisasi.
Sumber : Robbins, 1990
2.5
Tinjauan Penelitian yang Relevan Rasjiddin (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Formulasi Strategi Bersaing PT Yanagi Histalaraya dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Bisnis. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengkaji kinerja PT. Yanagi Histalaraya (2) Menganalisa faktor - faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja PT. Yanagi Histalaraya (3) Merumuskan berbagai alternatif strategi bisnis bagi PT. Yanagi Histalaraya dalam meningkatkan kinerjanya (4) Merekomendasikan alternatif strategi bisnis prioritas terpilih bagi PT. Yanagi Histalaraya. Adapun alat analisis yang digunakan adalah (1) Analisis deskriptif dan fungsional yang bertujuan untuk mendeskripsikan visi dan misi perusahaan, dan gambaran kondisi internal perusahaan seperti manajemen, pemasaran, produksi, sumber daya manusia, dan sistem informasi manajemen. Analisis deskriptif dan fungsional dilakukan untuk memperoleh gambaran umum keadaan perusahaan sebagai langkah awal untuk melakukan analisis yang lebih dalam (2) Analisis Internal - Eksternal (IE) untuk mendapatkan peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan organisasi sehingga dapat diketahui posisi perusahaan dalam matriks IE (3) Matriks SWOT untuk memperoleh berbagai rekomendasi strategi yang sesuai dengan keadaan
24
internal dan eksternal perusahaan (4) Analisis QSPM untuk memperoleh prioritas alternatif strategi bisnis perusahaan untuk diimplementasikan. Hasil evaluasi faktor eksternal perusahaan menunjukkan bahwa PT. Yanagi Histalaraya memiliki sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan untuk tetap eksis di industri perikanan, yaitu armada perikanan nelayan yang semakin meningkat dan berkembang, semakin terbukanya pasar di era globalisasi, konsistensi pemerintah dalam mendorong masuknya investor, perkembangan teknologi yang semakin pesat, usaha perikanan terbukti tahan terhadap krisis ekonomi, kebutuhan akan ikan terus meningkat, produk ikan mampu bersaing di pasar internasional, peluang diversifikasi untuk produk olahan ikan serta pasarnya masih sangat besar, kebijakan pemerintah mendukung produksi dan pemasaran hasil perikanan, mulai stabilnya nilai rupiah terhadap mata uang asing, fasilitas pelabuhan perikanan semakin meningkat, persyaratan mutu yang semakin tinggi. Selain memiliki peluang, perusahaan juga dihadapkan pada ancaman yang dapat menghancurkan bisnisnya. Ancaman tersebut antara lain kondisi politik, hukum dan keamanan yang kurang kondusif, kebijakan pajak dan tarif yang merugikan perusahaan, isu lingkungan yang tidak adil, masuknya perusahaan perikanan baru, illegal fishing masih banyak terjadi, potensi konflik
nelayan,
penggunaan
pengawet
pada
produk
perikanan,
meningkatnya tarif dasar listrik, air, dan BBM, tingginya tingkat suku bunga, sistem ijon di kalangan nelayan, serta kondisi alam yang sulit dikendalikan. Dari matriks IE, diperoleh posisi PT. Yanagi Histalaraya berada pada kuadran IV dengan koordinat (3,773 ; 2,988). Posisi tersebut dikendalikan oleh strategi grow and build dengan strategi yang umum dilakukan adalah strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk. Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh berbagai alternatif strategi yang dapat
dijalankan
oleh
perusahaan,
yaitu
strategi
penetrasi
dan
pengembangan pasar, strategi pengembangan produk, strategi CSR, strategi unggul mutu, strategi unggul biaya, strategi integrasi kebelakang, strategi peningkatan kompetensi SDM, serta strategi pengembangan kelembagaan
25
nelayan. Berdasarkan analisis QSPM diperoleh bahwa strategi penetrasi dan pengembangan
pasar
merupakan strategi
prioritas
yang sebaiknya
dilaksanakan perusahaan saat ini. Beberapa faktor strategi internal yang dianggap menarik oleh perusahaan dalam memilih strategi ini adalah kualitas produk yang sudah sesuai dengan standar mutu, jaringan pemasaran dan distribusi yang baik, citra perusahaan, pengalaman perusahaan, kebutuhan akan ikan yang terus meningkat, serta masih besarnya peluang diversifikasi untuk produk olahan ikan. Wahyudin (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Formulasi Strategi PT Indofood Sukses Makmur, TBK Divisi Noodles Unit Bisnis Padalarang, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi posisi bersaing Perusahaan dalam industri makanan khususnya mi instan saat ini, serta memformulasikan strategi yang dapat diterapkan oteh perusahaan dalam persaingan industri mi instan yang semakin kompetitif, Adapun tahapan yang dilakukan dalam analisis data adalah: l) Analisis deskriprif untuk memperoleh gambaran umum perusahaan, 2) Analisis matriks IFE-EFE, untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal, 3) Analisis matriks IE yang digunakan untuk mengetahui posisi perusahaan, 4) Analisis dengan menggunakan matriks SWOT yang digunakan untuk mendapatkan alternative strategi bagi perusahaan. Dari hasil perhitungan matriks IFE 3,32 dan EFE 2,70 dipasangkan pada matriks IE, maka didapat posisi perusahaan pada posisi stabilitas, yaitu pada kuadran IV, yang artinya perusahaan memiliki kemampuan internal kuat dan kemampuan eksternal sedang dan perusahaan paling baik dikendalikan strategi Grow and Build. Strategi Grow and Build untuk mencapai pertumbuhan baik dalam penjualan, aset, profit atau kombinasi dari ketiganya, hal ini dapat dicapai dengan strategi intensif atau strategi terintegrasi. Maruhum (2008) dalam penelitian mengenai Analisis Perilaku Konsumen terhadap Atribut Produk Mi Instan dan Kaitan Strategi Pemasarannya. Perkembangan industri mi instan yang semakin pesat juga
26
menyebabkan timbulnya persaingan yang semakin ketat antar produk mie instan di pasar yang cukup luas. Hal ini membutuhkan suatu kajian terhadap strategi pemasaran yang jelas dan terencana agar produk mi instan tersebut dapat menjadi suatu bagian yang memberi keuntungan bagi produsennya. Tujuan penelitian diarahkan untuk (a) mengidentifikasi karakteristik konsumen dan perilaku konsumsi dari konsumen mi instan merek NISSINMI dan merek lainnya serta alasan mengkonsumsi mi instan (b) mengidentifikasi hubungan karakteristik konsumen mi instan merek NISSINMI dengan pola konsumsi dari konsumen mi instan (c) melakukan analisis sikap konsumen terhadap berbagai atribut produk mi instan dan identifikasi brand awareness berbagai produk mi instan dan (d) Perumusan strategi pemasaran produk mi instan merek NISSINMI. Strategi pemasaran produk mie instan dapat dilakukan melalui (1) strategi produk dalam bentuk penyebarluasan informasi mengenai keunggulan produk, memperluas variasi rasa serta mempertimbangan penambahan zat gizi, (2) strategi harga dalam bentuk trade promo atau diskon harga bagi penjual pada jumlah pembelian tertentu, (3) strategi distribusi dalam bentuk pelaksanaan program distibusi mandiri dan (4) strategi promosi dalam bentuk pelaksanaan floor display, trade sampling, free sampling dan demo masak. Dalam aktualisasi pelaksanaan strategi pemasaran, keempat hal tersebut tidak dilaksanakan secara terpisah tetapi merupakan bauran atau gabungan strategi yang diarahkan bagi peningkatan penjualan atau penerimaan produk oleh konsumen.
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Kajian dilakukan di PT X yang berlokasi di kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu didasarkan pada pertimbangan : (1) perusahaan merupakan salah satu produsen mi instan yang memiliki pangsa pasar domestik, (2) adanya ketersediaan data yang diperlukan dan kesediaan manajemen perusahaan menjadikan perusahaan tersebut sebagai lokasi kajian. Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yang dimulai pada bulan Juni - Agustus 2010.
3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari manajemen perusahaan yang terdiri dari Direktur Utama, Direktur Operasional dan Direktur Keuangan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen perusahaan, makalah-makalah seminar dan data-data statistik dari instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS). Jenis dan sumber data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang diambil seperti disajikan dalam Tabel 6 dan 7 berikut :
Tabel 6. Jenis dan Sumber Data Kuantitatif Jenis Data Kuantitatif 1. Jumlah jenis produk 2. Jumlah produksi 3. Jumlah pesaing 4. Jumlah karyawan 5. Kapasitas produksi
Satuan
Sumber data
Macam Ton Perusahaan Orang Ton
Bagian Produksi Bagian Produksi General Manager HRD Bagian Produksi
3.3 Metode Penentuan Responden Penentuan responden untuk pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling dan expert judgement. Menurut
28
Singarimbun dan Effendi (1989), purposive sampling adalah metode pengambilan responden yang dilakukan secara sengaja namun dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu dalam pengambilan responden yang ditetapkan pada penelitian ini adalah melalui kesepakatan antara peneliti dengan pimpinan PT X.
Tabel 7. Jenis dan Sumber Data Kualitatif Jenis Data Kualitatif Internal perusahaan : 1. Visi, misi, tujuan/sasaran 2. Kebijakan perusahaan 3. Struktur organisasi 4. Data pemasaran, produksi, personalia Eksternal Perusahaan : 1. Lingkungan pasar 2. Persaingan industri 3. Ekonomi dan kebijakan pemerintah 4. Aspek teknologi Sosial dan kelembagaan
Sumber data
General Manager General Manager General Manager Departemen terkait Departemen Perdagangan Departemen Perindustiran BPS BPS & Literatur
Responden dalam penelitian ini adalah tiga orang mewakili direktur, yaitu Direktur Utama, Direktur Operasional, Direktur Keuangan dan 1 orang mewakili pakar sebagai responden untuk expert judgement. Kuesioner yang diberikan adalah kuesioner penentuan faktor internal dan eksternal serta kuesioner penentuan faktor persaingan industri. Bentuk kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.4 Analisis Data Data-data yang diperoleh dianalisis dan diolah secara kuantitatif dan kualitatif selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel, bagan dan uraian. Analisis kuantitatif dikemukakan pada data-data numerik perusahaan, sedangkan analisis kualitatif berupa penjelasan dari hasil analisis kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis PEST, analisis lingkungan industri, Matriks EFE dan IFE, Matriks IE dan Matriks SWOT. Alat analisis kualitatif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
29
1. Tahap Input (Input stage) a. Analisis PEST Analisis PEST digunakan untuk mengetahui kondisi pengaruh politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi. Analisis ini akan menghasilkan sejumlah peluang dan ancaman bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya. Tabel 8 dapat digunakan untuk membantu menganalisis peluang dan ancaman yang terjadi akibat pengaruh faktor-faktor lingkungan eksternal perusahaan.
Tabel 8. Alat bantu untuk analisis PEST Analisis PEST Faktor politik Faktor ekonomi Faktor sosial dan budaya Faktor teknologi
Peluang
Ancaman
b. Analisis Lingkungan Industri Analisis lingkungan industri adalah analisis yang diperlukan dalam penentuan posisi bertahan yang terbaik bagi suatu perusahaan untuk merumuskan strategi jangka panjang. Pada Tabel 9 dapat digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis lingkungan industri. Tabel 9. Alat bantu yang dapat digunakan untuk melakukan analisis lingkungan industri Analisis lingkungan industri Persaingan antar perusahaan dalam industri Ancaman pendatang baru Ancaman dari produk substitusi Kekuatan tawar menawar dari pembeli Kekuatan tawar menawar pemasok.
Peluang
Ancaman
Ada lima kekuatan yang membentuk suatu struktur persaingan dalam lingkungan industri, yaitu persaingan antar perusahaan dalam industri, ancaman pendatang baru, ancaman dari produk substitusi, kekuatan tawar menawar dari pembeli dan kekuatan tawar menawar
30
pemasok.Kelima kekuatan tersebut akan secara bersama-sama menentukan intensitas persaingan dan potensi kemampulabaan perusahaan dalam suatu industri.
c. Analisis Fungsional Analisis fungsional dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan pada bidang-bidang fungsional yang meliputi pemasaran, kondisi keuangan, produksi/operasi, sumberdaya manusia serta penelitian dan pengembangan dan sistem informasi manajemen. Alat bantu untuk melakukan analisis fungsional dapat disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Alat bantu yang dapat digunakan untuk melakukan analisis fungsional Analisis fungsional Pemasaran Kondisi keuangan Produksi/operasi Sumber daya manusia Penelitian dan pengembangan Sistem informasi manajemen
Kekuatan
Kelemahan
d. Matriks EFE dan IFE Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghadapi lingkungan internal dan eksternal dengan cara mendapatkan angka yang menggambarkan kondisi perusahaan terhadap kondisi lingkungannya. Matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut (Rangkuti, 2006) : 1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal, yaitu dengan mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi. Kekuatan diidentifikasi terlebih dahulu, baru kemudian perlu dikenali kelemahan organisasi. Daftar dibuat
31
spesifik dengan menggunakan prosentase, rasio atau angka perbandingan. Faktor eksternal perusahaan diidentifikasi dengan mendata semua peluang dan ancaman organisasi. Data eksternal perusahaan diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner dan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan serta data penunjang lainnya. Hasil kedua identifikasi faktor-faktor tersebut menjadi faktor penentu internal dan eksternal yang selanjutnya diberikan bobot dan rating.
2. Penentuan Bobot Setiap Peubah Penentuan bobot dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor-faktor strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau pakar dengan menggunakan metode Paired Comparison (Kinnear dan Taylor, 1996). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah: 1 : Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 :
Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal
3 : Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 11 dan 12. Tabel 11. Penilaian bobot faktor strategi internal perusahaan Faktor Strategis Internal A B C D …. Total A B C D …….. Total
32
Tabel 12. Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan Faktor Strategis A B C D …. Total Eksternal A B C D …….. Total Bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai rataan dari setiap peubah terhadap jumlah nilai keseluruhan peubah dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor, 1996) :
ai
xi
n
Xi i 1
Dimana : a i xi i n
= = = =
Bobot peubah ke-i Nilai peubah ke-i 1, 2, 3, ….., n Jumlah peubah
3. Penentuan Peringkat Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen atau pakar dari perusahaan yang dianggap sebagai decision maker dilakukan terhadap peubah-peubah dari hasil analisis situasi perusahaan. Untuk mengukur pengaruh masing-masing peubah terhadap kondisi perusahaan digunakan nilai peringkat dengan skala 1, 2, 3, dan 4 terhadap masing-masing faktor strategis yang menandakan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini, dimana untuk matriks EFE skala nilai peringkat yang digunakan yaitu : 1
= Rendah, respon kurang
2
= Rendah, respon sama dengan rata-rata
3
= Tinggi, respon diatas rata-rata
4
= Sangat tinggi, respon superior Untuk faktor-faktor ancaman merupakan kebalikan dari
faktor peluang, dimana skala 1 berarti sangat tinggi, respon superior terhadap perusahaan. Skala 4 berarti rendah, respon kurang terhadap perusahaan.
33
Untuk matriks IFE, skala nilai peringkat yang digunakan pada kolom rating dengan skala 1 – 4, pada masing-masing faktor internal yang ada dalam perusahaan dengan keadaan saat ini. Untuk faktor kekuatan dan kelemahan, yaitu (1) Kelemahan utama (2) Kelemahan kecil (3) Kekuatan kecil (4) Kekuatan utama. Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rataan peringkat pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan peringkat (rating) berdasarkan analisa situasi perusahaan dimasukkan dalam Tabel 13 dan 14. Tabel 13. Matriks EFE Faktor Strategis Eksternal A. Peluang : 1.
Bobot
Rating
Skor
Bobot
Rating
Skor
10. Jumlah (A) B. Ancaman : 1. 10. Jumlah (B) Total (A+B) Tabel 14. Matriks IFE Faktor Strategis Internal A. Kekuatan : 1. 10. Jumlah (A) B. Kelemahan : 1. 10. Jumlah (B) Total (A+B)
34
Nilai IFE dikelompokkan dalam Tinggi (3,0–4,0), Sedang (2,0–2,99) dan Rendah (1,0–1,99). Sedangkan nilai-nilai EFE dikelompokkan dalam Kuat (3,0 – 4,0), Rata-rata (2,0 – 2,99), dan Lemah (1,0 – 1,99) (David, 2006).
2. Tahap Pemaduan (Matching stage) a. Matriks IE (Internal External) Matriks Internal-External (IE) yang berisikan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriksmatriks IFE dan EFE. Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk melihat posisi dan untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat perusahaan. Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan sembilan sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu : 1.
Strategi pertumbuhan (growth strategy) yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2 dan 4)
2.
Stability Strategy, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan (sel 3, 5 dan 7).
3.
Retrechment
Strategy
adalah
usaha
memperkecil
atau
mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel 6, 8 dan 9) b. Matriks SWOT SWOT adalah singkatan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) di dalam suatu lingkungan yang dihadapi oleh suatu organisasi atau perusahaan. Analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor ini dan strategi yang menggambarkan kecocokan paling baik diantara mereka (Pearce dan Robinson, 1997). Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif
akan
memaksimalkan
kekuatan
dan
peluang
dan
meminimalkan kelemahan dan ancaman. Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini mempunyai kekuatan yang sangat besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil.
35
Matriks SWOT merupakan alat untuk menganalisa data yang telah disusun untuk informasi prospek beserta pengembangan usaha. Pengembangan strategi pada matriks SWOT dilakukan berdasarkan hasil dari matriks IE. 1.
Strategi
SO
(Strength-Opportunity),
yaitu
menggunakan
kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan. 2.
Strategi
WO
(Weakness-Opportunity),
bertujuan
untuk
memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. 3.
Strategi ST (Strength-Threat), bertujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal.
4.
Strategi WT (Weakness-Threat), merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Sejarah berdirinya PT X berawal dari ide beberapa mantan karyawan sebuah perusahaan mi instan terbesar di Indonesia, untuk membuat sebuah produk mi instan yang memiliki citra produk Islami. Berdasarkan nomor surat izin usaha perdagangan (SIUP) 10.925/9503P/09-01/PB/96 tanggal 19 Januari 1996 PT X didirikan dan langsung meluncurkan produk mi instan baru dengan merek dagang X. Untuk mendukung kegiatan pengolahan produk mi instan baru tersebut, maka dua pabrik dibangun di Jawa Barat dan Jawa Timur. Masing-masing pabrik tersebut beroperasi pada bulan Januari 1996.
4.1.2
Misi dan Tujuan Perusahaan PT X memiliki misi meningkatkan kesejahteraan konsumen kaum muslim dengan bina kerjasama melalui produk-produk konsumsi (consumer goods). Tiga tujuan yang ingin dicapai perusahaan adalah (1) memenuhi kebutuhan mi instan masyarakat Indonesia yang tumbuh 10-15 persen per tahun, (2) memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat dan (3) mendapatkan perolehan laba bagi perusahaan.
4.2 Analisis Lingkungan Internal Menurut Kotler (1997), pengidentifikasian faktor internal dapat memberikan gambaran kondisi suatu perusahaan. Setidaknya ada dua bagian pada faktor internal perusahaan yang dapat menentukan posisi persaingan perusahaan, yaitu kekuatan dan kelemahan. Analisis faktor internal berfungsi memberikan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan, kemudian bagaimana perusahaan dapat menghindari ancaman yang berasal dari eksternal perusahaan dengan kekuatan yang dimiliki perusahaan dan kelemahan perusahaan dapat diminimalkan dengan melihat peluang yang terdapat pada faktor eksternal perusahaan.
37
Secara tradisional, aspek-aspek lingkungan internal perusahaan yang hendaknya diamati salah satunya dapat dilihat dari pendekatan fungsional. Pendekatan fungsional terdiri atas pemasaran, keuangan, produksi dan operasi, Sumberdaya Manusia (SDM) dan Sistem Informasi Manajemen (SIM).
4.2.1
Pemasaran Pangsa pasar (market share) terbesar produsen mi instan di Indonesia masih ditempati oleh Indofood sebesar 88 persen. Sisanya sebesar 12 persen diperebutkan oleh merek-merek mi instan lainnya termasuk oleh PT. X. Berdasarkan riset CIC pada tahun 2000, pangsa pasar PT X adalah sebesar 2,4 persen. Suatu perolehan yang sangat kecil bila dibandingkan dengan pangsa pasar Indofood. Adapun pesaing utama PT X selain Indofood adalah PT. ABC dan PT. Karunia Alam Segar (produsen Mi Sedaap) yang merupakan pendatang baru yang sangat potensial dalam
industri mi
instan. Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar di tengah situasi persaingan yang semakin kompetitif, PT X melakukan berbagai usaha pemasaran yang cukup efektif. Usaha-usaha yang dilakukan adalah melakukan inovasi produk PT X dengan variasi rasa baru, yaitu rasa Kari Melayu dan Mi Goreng Abon. Selain Kari Melayu dan Abon, ada beberapa jenis variasi rasa produk PT X yang lainnya, yaitu produk PT X rasa ayam spesial dengan minyak bawang, produk PT X rasa kaldu ayam dengan bumbu kaldu, produk PT X rasa ayam bawang dengan minyak bawang, produk PT X rasa ayam bawang plus dengan sambal cabe asli, produk PT X rasa soto mi dengan minyak soto, produk PT X rasa soto mi plus dengan sambal cabe asli, produk PT X goreng reguler dengan kecap manis dan cabe, produk PT X goreng ala Jawa. Diferensiasi rasa merupakan kekuatan bagi produk PT X, karena berbagai rasa yang ditampilkan telah sesuai dengan keinginan dan selera konsumen, sehingga ketika semua variasi rasa tersebut diluncurkan mendapat sambutan yang hangat oleh para pelanggan. Untuk menghasilkan inovasi rasa baru, divisi Research and Development bekerjasama dengan
38
divisi Pemasaran memonitor terus-menerus perkembangan selera konsumen sehingga inovasi rasa yang dihasilkan benar-benar mewakili selera konsumen. Kekuatan perusahaan di bidang pemasaran yang berasal dari aspek produk adalah citra merek dagang yang digunakan. Dengan brand PT X, perusahaan telah berhasil menanamkan citra produk Islami yang halal pada konsumen. Respon konsumen terhadap produk PT X sangatlah positif, penjualan PT X walaupun berfluktuasi namun tetap menunjukkan trend yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dengan mengutamakan mutu produk, perusahaan telah berhasil dalam mempertahankan mutu produk, sehingga produk PT X dalam hal rasa, kehigienisan dan kehalalan dikenal memiliki mutu yang cukup baik dan mampu bersaing di pasar. Mutu yang sangat baik dari produk PT X ini ditunjang oleh kinerja Quality Contol yang baik pula, dimana dalam hal ini pengendalian mutu produk PT X sudah meningkat ke Quality Assurance (QA). QA merupakan kontrol kualitas tidak hanya dilakukan oleh divisi produksi secara internal tapi juga dilakukan pengecekan ulang oleh divisi non produksi, dengan demikian diharapkan lebih ada kepastian bahwa kualitas produk sesuai dengan standar yang ditentukan. Hal tersebut menjadi komitmen perusahaan untuk memberikan nilai yang lebih bagi pelanggan dalam mengkonsumsi produk PT X. Perusahaan juga melakukan perubahan pada slogan produk PT X dari produk PT X "Mi Praktis" yang lebih menekankan pada kepraktisan penyajian menjadi produk PT X "Enak dan Halal" yang lebih menekankan pada cita rasa produk PT X yang dahsyat dan mantap serta enak dan halal untuk dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat. Sumber kekuatan lainnya berasal dari aspek harga, dimana penetapan harga sesuai dengan rataan harga di pasaran dan mutu produk yang ditawarkan. Ketika perusahaan memutuskan untuk memperluas segmen pasar ke segmen menengah ke atas yang lebih mementingkan mutu, perusahaan berani menetapkan harga yang cukup mahal untuk produk yang baru saja diluncurkan, yaitu Rp 1.000,- untuk produk PT X
39
Kari Melayu dan Rp 1.050,- untuk produk PT X Goreng Abon. Pertimbangan perusahaan menetapkan harga yang cukup mahal tersebut adalah karena mutu yang ditawarkan oleh X Kari Melayu dan Mi Goreng Abon lebih baik daripada jenis produk X sebelumnya. Akan tetapi pada kenyataannya peluncuran produk baru ini mendapatkan sambutan yang luas dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari data penjualan X Kari Melayu dan Goreng Abon yang semakin meningkat dan berhasil memenuhi target penjualan sebesar 9000 karton per minggu. Potongan harga dan bonus hadiah juga diberikan perusahaan kepada para pelanggan apabila membeli dalam jumlah tertentu. Walaupun demikian perusahaan tidak lepas dari tuntutan para pelanggan yang menginginkan harga yang lebih murah dengan mutu yang sama. Kekuatan perusahaan dalam aspek produksi adalah kemudahan dan ketersediaan bahan baku. Dengan tersedianya bahan baku baik yang impor maupun lokal dengan harga yang bersaing, membuktikan bahwa perusahaan dapat menjanjikan kontinuitas dalam memasok produk terutama produk yang sudah terlebih dahulu dipesan. Untuk ketersediaan produk X di pasar, perusahaan masih mengalami kendala, yaitu belum optimal dan belum meratanya jaringan distribusi perusahaan. Sehingga untuk tempat-tempat tertentu yang sulit terjangkau oleh perusahaan produk X terkadang tidak tersedia. Armada dan jaringan distribusi perusahaan juga masih belum optimal menjangkau pelosok-pelosok wilayah tanah air, maka penjualan produk X hanya terkonsentrasi di kota-kota besar di Pulau Jawa, Sumatera dan sedikit menjangkau Indonesia bagian timur. Dalam bidang promosi, perusahaan masih mengalami kesulitan. Promosi yang dilakukan oleh perusahaan masih terbatas, kurang intensif dan belum berkesinambungan. Hal ini berakibat langsung pada brand awareness dan brand loyalty masyarakat akan produk X masih lemah. Keterbatasan modal kerja (biaya) dan sumberdaya perusahaan merupakan penyebab utama dari masalah ini. Oleh karena itu, perusahaan harus benarbenar mencari cara yang paling jitu, efektif dan efisien dalam melakukan
40
kegiatan promosinya sehingga dapat mencapai target yang ditentukan sekaligus meminimumkan biaya. Saat ini kegiatan promosi yang dilakukan perusahaan meliputi iklan melalui media elektronik seperti televisi, radio, media cetak, poster, dan media luar ruang. Untuk promosi penjualan, alat yang digunakan antara lain demonstrasi yang disebut "icip-icip", bazar, demo masak, serta pemberian hadiah. Pemilihan segmen pasar (segmentation), penentuan target pasar (targeting) dan penentuan posisi pasar (positioning) perusahaan dirasakan masih belum fokus, efektif dan efisien serta belum jelas arahnya. Saat ini fokus dari segmen pasar yang ditetapkan perusahaan belum jelas. Sebelum memutuskan untuk bermain pada pasar menengah ke atas, produk X bergerak di pasar menengah dan menengah ke bawah. Kemudian sebelumnya fokus perusahaan adalah untuk pasar konsumen muslim, akan tetapi sekarang pasar X diperuntukkan bagi masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial budaya dan agama, jadi terlihat bahwa fokus penjualan belum jelas arahnya. Dalam hal ini sebaiknya X memusatkan produk pada satu atau beberapa segmen pasar saja. Karena perusahaan tidak akan mampu untuk melayani pasar secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena kapasitas sarana usaha yang dimiliki tidak memungkinkan perusahaan untuk menjalankan tugas itu dan dirasakan tidak efisien untuk melayani pasar secara keseluruhan mengingat adanya keterbatasan dalam hal modal kerja perusahaan. Dengan strategi pemasaran seperti ini perusahaan akan mempunyai lebih banyak peluang untuk menyesuaikan manfaat produk, strategi harga, distribusi dan promosi penjualan pada kebutuhan dan keinginan pembeli potensial. Dengan demikian harapan perusahaan membina kesadaran dan kesetiaan konsumen terhadap produk dan merek dagang juga lebih besar. Saat ini strategi positioning produk X didasarkan pada harga dan mutu (price and quality positioning), yaitu positioning yang berusaha menciptakan kesan atau citra bermutu tinggi melalui harga tinggi.
41
Lokasi perusahaan dan pabrik yang strategis merupakan kekuatan bagi perusahaan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemilihan lokasi tersebut
antara
lain
kemudahan
dalam
transportasi,
komunikasi,
kelancaran bahan baku dan mengurangi pengangguran di sekitar lokasi pabrik akibat penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan serta mendapatkan kondisi lingkungan yang baik karena jauh dari pencemaran polusi yang sangat dibutuhkan untuk pengolahan makanan yang mengutamakan kebersihan. Selain itu, lokasi pabrik merupakan daerah yang dianjurkan sebagai daerah pengembangan industri sehingga diharapkan dapat mengangkat kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
4.2.2
Keuangan dan Akuntansi Modal merupakan bagian terpenting dalam suatu usaha. Modal perusahaan PT X berasal dari kredit pinjaman Bank dan dari para pemegang saham, yaitu PT MD sebesar 80 persen dan lainnya sebesar 20 persen. Adapun kondisi keuangan perusahaan secara garis besar masih dikatakan baik walaupun lima tahun terakhir mengalami penurunan penjualan produk PT X. Akan tetapi penurunan penjualan ini dapat diimbangi dengan penjualan produk PT X Kari Melayu dan Mi Goreng Abon yang menunjukkan grafik yang semakin meningkat dari semenjak diluncurkan hingga sekarang. Kemampuan perusahaan untuk memupuk modal dalam jangka pendek dan jangka panjang sebenarnya cukup baik, tetapi karena fluktuatifnya perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang berpengaruh langsung terhadap biaya produksi perusahaan karena pasokan bahan baku sebagian besar adalah impor, mengakibatkan sulit bagi perusahaan untuk memupuk modal jangka pendek kecuali untuk jangka panjang. Kondisi ini dapat dimengerti oleh para pemegang saham sehingga hubungan baik dapat terus terjalin. Dalam pengembangan kapasitas produksi dan menjalani kegiatan operasionalnya, perusahaan walaupun sudah mampu mencetak laba tetapi ada keterbatasan modal kerja, sehingga selain menggunakan modal sendiri,
42
perusahaan juga menggunakan modal pinjaman dari bank. Dalam hal pengelolaan keuangan dan modal, perusahaan sudah ditunjang dengan sistem akunting yang cukup baik untuk membantu kelancaran kegiatan usaha.
4.2.3
Operasi dan produksi Proses produksi mi instan X yang dilengkapi dengan minyak/pasta dan bumbu bubuk, terdiri dari tiga alur proses produksi yaitu (1) alur proses produksi mi (noodle), (2) alur proses produksi bumbu minyak/pasta, dan (3) alur proses produksi bumbu bubuk. Untuk proses produksi mi melalui tujuh tahapan, yaitu (1) proses pencampuran, (2) proses pembuatan lembaran, (3) proses penyetiman, (4) proses pemotongan (5) proses penggorengan, (6) proses pendinginan dan (7) proses pengemasan. Proses produksi bumbu minyak/pasta meliputi lima tahapan. Kelima tahapan tersebut adalah (1) Proses panghalusan (Grinding), (2) Proses penggorengan (Frying), (3) Proses pencampuran (Mixing), (4) Proses pendinginan (Cooling) dan (5) Proses pengemasan (Packing). Proses produksi bumbu bubuk meliputi tiga tahapan. Ketiga tahapan tersebut adalah (1) Proses penghalusan (Grinding), (2) Proses pencampuran (Mixing) dan (3) Proses pengemasan (Packing). Pengadaan bahan baku untuk produksi sudah dapat dikoordinasi dengan baik karena adanya jalinan hubungan yang baik dengan para pemasok dalam dan luar negeri sehingga proses produksi dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai jadwal. Bahan baku yang diimpor adalah tepung terigu dan bahan baku untuk bumbu bubuk. Untuk tepung terigu perusahaan mengimpor dari Australia, sedangkan dari dalam negeri perusahaan membeli dari PT. BDI di Sulawesi Selatan yang menjual tepung terigu dengan harga yang lebih murah dan mutu yang hampir sama. Kapasitas Pabrik PT X di Jawa Barat adalah 500 ribu karton per bulan, dimana satu karton sama dengan 40 bungkus mi instan. Untuk memenuhi permintaan pasar yang cenderung meningkat, perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan jumlah produksi mi instan dalam kapasitas yang cukup besar yang dimiliki oleh perusahaan. Dan bila perusahaan tidak
43
mampu memenuhi jumlah permintaan karena keterbatasan kapasitas, maka pabrik perusahaan mengadakan perjanjian makloon dengan pabrik di Sumatera Utara dan Jawa Timur untuk bekerjasama dengan perusahaan membantu memproduksi mi instan produk PT X untuk dapat memenuhi permintaan pasar. Banyaknya produksi yang dihasilkan tergantung dari jumlah pesanan yang diterima oleh perusahaan, dalam hal ini produksi perusahaan berdasarkan confirm weekly order (CWO). Artinya bahwa pesanan akan diterima oleh pihak pemesan dalam waktu satu minggu setelah pemesanan dilakukan. Pengendalian mutu atas produksi mi instan produk PT X sudah berjalan cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya laboratorium yang menganalisa mutu mi instan yang telah dihasilkan.
4.2.4
Sumberdaya Manusia (SDM) Saat ini PT X memiliki 350 orang karyawan pabrik dan 30 orang karyawan kantor pusat saat ini. Komposisi jenis kelamin terdiri dari 55 persen laki-laki dan 45 persen wanita. Untuk tingkat Direktur dan Kepala Divisi, jenjang pendidikan minimal adalah lulusan Sarjana (S1). Untuk buruh pabrik sebagian besar adalah lulusan SMA, SMP dan SD yang memiliki keterampilan yang baik dan dapat menyesuaikan diri dengan cara kerja yang ditetapkan perusahaan. Kesadaran tentang perlunya SDM yang bermutu, program pengembangan SDM dilakukan perusahaan dengan cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya sistem pelatihan bagi karyawan baru dan adanya
pengawasan
profesional
oleh
tenaga-tenaga
ahli
yang
berpengalaman dalam setiap proses produksinya. Selain itu perusahaan juga mengikutsertakan stafnya pada kegiatan pelatihan, seminar, dan lokakarya yang diselenggarakan oleh pihak luar, terutama yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja maupun instansi terkait. PT X memperhatikan kesejahteraan karyawannya, diantaranya adalah dengan penetapan gaji atau upah yang terus disesuaikan atau memperhatikan UMR (upah minimum regional). Sistem pembayaran upah
44
atau gaji karyawan adalah setiap akhir bulan. Bagi karyawan juga diberikan tunjangan-tunjangan seperti Jamsostek, perawatan kesehatan yang berkaitan dengan kecelakaan kerja, makan, transport, dan tunjangan lainnya. Selain itu juga untuk hari-hari besar atau hari raya, perusahaan memberikan
hadiah
atau
bonus
kepada
karyawan.
Perusahaan
mengharapkan dengan adanya fasilitas yang diberikan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan loyalitasnya terhadap perusahaan. Komunikasi yang diterapkan perusahaan adalah komunikasi horisontal dan vertikal. Jumlah waktu kerja bagi karyawan PT X sekitar 7 jam dari mulai pukul 08.30-17.00 dari Senin sampai Jum'at dengan waktu istirahat 1 jam. karyawan pabrik bekerja dalam dua shift kerja, yaitu shift pertama pukul 08.00-14.30 dan shift kedua pukul 14.30-22.00 dengan waktu lembur maksimal kurang lebih 23 jam dalam dua shift.
4.2.5
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Alat-alat informasi yang dimiliki oleh PT X adalah telepon, mesin fax, perangkat komputer. Dalam kegiatan operasionalnya sebagian besar sudah didukung oleh sistem informasi manajemen yang berbasis komputer. Namun demikian, dalam sistem informasi
manajemen
menjadi
kelemahan
perusahaan. Kegiatan operasional penjualan dengan distributor utama serta dengan agen-agen yang ada dilakukan melalui telepon dan mesin faximile dan kegiatan transaksi ini sudah berjalan dengan lancar dan kontinyu. Perusahaan juga mengadopsi teknologi internet untuk memantau perkembangan industri mi instan dan pesaing yang ada dalam industri ini setiap saat.
4.3 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan 4.3.1
Kekuatan Kekuatan perusahaan di bidang pemasaran adalah diferensiasi rasa mi instan yang sangat inovatif dan sesuai dengan keinginan dan selera
45
konsumen. Untuk menghasilkan inovasi rasa baru, divisi Research and Development bekerjasama dengan divisi Pemasaran memonitor terus menerus perkembangan selera konsumen sehingga inovasi rasa yang dihasilkan benar-benar mewakili selera konsumen. Kekuatan perusahaan di bidang pemasaran yang berasal dari aspek produk adalah citra merek dagang yang digunakan. Dengan brand produk PT X, perusahaan telah berhasil menanamkan citra produk islami yang halal pada konsumen. Dengan mengutamakan mutu produk, perusahaan telah berhasil dalam mempertahankan mutu produk, sehingga produk PT X dalam hal rasa, kehigienisan dan kehalalan dikenal memiliki mutu yang cukup baik dan mampu bersaing di pasar. Sumber kekuatan lainnya berasal penetapan harga yang bersaing, dimana penetapan harga yang dilakukan oleh perusahaan selalu disesuaikan dengan rata-rata harga di pasaran dan mutu (value) produk yang akan diberikan kepada konsumen. Kekuatan perusahaan dalam aspek distribusi adalah kemudahan dan ketersediaan bahan baku. Aksesibilitas bahan baku yang baik didukung oleh jalinan hubungan kerjasama yang sangat baik antara perusahaan dengan beberapa pemasok baik dalam maupun luar negeri. Dengan tersedianya bahan baku baik yang impor maupun lokal dengan harga yang bersaing, membuktikan bahwa perusahaan dapat menjanjikan kontinuitas dalam memasok produk terutama produk yang sudah terlebih dahulu dipesan. Lokasi perusahaan dan pabrik yang strategis merupakan kekuatan bagi perusahaan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemilihan lokasi tersebut antara lain kemudahan dalam transportasi, komunikasi, kelancaran bahan baku dan mengurangi pengangguran di sekitar lokasi pabrik akibat penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan dan mendapatkan kondisi lingkungan yang baik karena jauh dari pencemaran polusi.
4.3.2
Kelemahan Untuk ketersediaan produk (product availability) X di pasar, perusahaan masih mengalami kendala, yaitu masih lemah dan belum
46
optimalnya fungsi jaringan distribusi perusahaan dalam mendistribusikan produk X ke pasar sasaran. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan dana dan sumberdaya (armada distribusi) perusahaan. Sehingga saat ini jaringan distribusi perusahaan belum merata menjangkau berbagai lapisan pedagang, terutama belum dapat menerobos dan eksis di pasar-pasar tradisional pada seluruh daerah pemasaran produk X. Oleh karena itu, untuk daerah-daerah yang tidak terjangkau jaringan distribusi perusahaan, produk X akan sulit ditemukan. Promosi yang dilakukan oleh perusahaan masih terbatas, kurang intensif dan belum berkesinambungan. Hal ini berakibat langsung pada brand awareness dan brand loyalty masyarakat akan produk X masih lemah. Pemilihan segmen pasar, penentuan target pasar dan posisi pasar perusahaan dirasakan masih belum fokus sehingga perusahaan belum memiliki arah yang jelas. Kelemahan lain adalah adanya keterbatasan modal kerja (biaya) dan sumberdaya perusahaan, sehingga perusahaan memilih kegiatan promosi yang efektif dan efisien serta dapat mencapai target yang ditentukan dan meminimumkan biaya. Saat ini produk X terlihat masuk hampir di setiap segmen pasar yang ada dan tidak terfokus atau terspesialisasi pada satu atau beberapa segmen pasar saja. Hal ini penting bagi perusahaan karena perusahaan tidak akan mampu untuk melayani pasar secara keseluruhan. Selain
itu,
kapasitas
sarana
usaha
yang
dimiliki
tidak
memungkinkan perusahaan untuk menjalankan tugas tersebut dan dirasakan tidak efisien untuk melayani pasar secara keseluruhan mengingat adanya keterbatasan dalam hal modal kerja perusahaan. Oleh karena itu, dapat diidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dihadapi perusahaan dapat dilihat pada Tabel 15.
4.4 Analisis Lingkungan Eksternal Analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kecenderungan-kecenderungan dan kejadian-kejadian yang berada di luar kontrol suatu perusahaan. Analisis lingkungan eksternal berfokus pada
47
penentuan faktor-faktor kunci yang menjadi ancaman dan peluang bagi perusahaan, sehingga memudahkan manajemen perusahaan untuk menentukan strategi-strategi dalam meraih peluang dan menghindari ancaman. Analisis lingkungan eksternal dilakukan dengan menggunakan alat analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya dan Teknologi) serta analisis Persaingan Industri dengan menggunakan model Lima Kekuatan Bersaing Porter.
Tabel 15. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan PT. X Faktor 1. Internal Pemasaran
Kekuatan a. Citra merek baik b. Diferensiasi rasa mi instan inovatif c. Penetapan harga yang bersaing
a.
b.
c. d.
e.
2. Produksi
d. Mutu produk terjamin e. Aksesibilitas bahan baku baik f. Lokasi perusahaan strategis
3. Keuangan
4.4.1
Kelemahan Kegiatan promosi kurang intensif dan berkesinambungan. Brand awareness dan Brand loyalty terhadap merek produk PT X masih lemah Jaringan distribusi belum optimal Segmentasi, target dan posisi pasar produk PT X belum fokus dan jelas Ketersediaan produk di pasar belum optimal
f. Keterbatasan modal kerja
Politik Arah dan stabilitas faktor politik dan hukum merupakan pertimbangan
utama
bagi
para
manajer
perusahaan
dalam
memformulasikan strategi yang diterapkan. Faktor politik dan hukum mendefinisikan parameter-parameter hukum dan bagaiman peraturan perusahaan harus beroperasi. Kendala-kendala politik diberlakukan
48
terhadap perusahaan melalui keputusan perdagangan yang wajar, program perpajakan, penentuan upah minimum, kebijakan polusi dan harga serta banyak tindakan lain yang bertujuan untuk melindungi karyawan, konsumen, masyarakat umum dan lingkungan, tetapi beberapa tindakan politik dan hukum juga didisain untuk memberikan manfaat dan melindungi perusahaan seperti hak paten, subsidi pemerintah dan lain sebagainya. Kehidupan politik dan keamanan Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada kondisi yang tidak stabil. Tingginya ketidakpastian hukum serta persaingan diantara para elit politik yang memanas menimbulkan kekhawatiran dunia usaha, khususnya para investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Ketidakseriusan pemerintah dalam menangani berbagai konflik di Indonesia menimbulkan keraguan pada benak kalangan dunia usaha terhadap keamanan investor dalam melaksanakan kegiatan usahanya di Indonesia. Bagi Industri mi instan hal ini merupakan ancaman, karena keadaan ini akan mempersulit distribusi pasokan mi instan ke wilayah tersebut sehingga penjualan mi instan di wilayah tersebut dapat berkurang. Sejak tahun 1997, kebijakan pemerintah tentang liberalisasi serta deregulasi industri tepung terigu telah dimulai. Hambatan masuk ke Industri ini telah dicabut untuk memberikan kesempatan bagi importir umum untuk mengimpor gandum dan terigu secara langsung. Sebagai ilustrasi, tarif telah diturunkan menjadi 10 persen dan turun menjadi 5 persen pada tahun 2003, dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah ini maka perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan tepung terigu khususnya mi instan bebas membeli tepung terigu impor seperti dari Australia, Uni Eropa, Perserikatan Emirat Arab sebagai bahan baku produksinya yang harganya lebih murah namun memiliki kualitas yang sama. Untuk menjamin semua produk makanan dan minuman aman dan halal untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas terutama agar bisa diterima oleh masyarakat muslim maka pemerintah bekerjasama dengan MUI
49
mengeluarkan kebijakan tentang sertiflkasi halal. Untuk itu perusahaanperusahaan
yang
memproduksi
makanan
dan
minuman
wajib
mendaftarkan produknya ke MUI untuk diuji tingkat kehalalannya. Adapun pengujian dilakukan terhadap jenis dan asal bahan baku, komposisi bahan-bahan yang terkandung dalam produk serta keseluruhan proses produksi beserta penggunaan seluruh alat-alat untuk kepentingan produksi produk makanan dan minuman tersebut. Untuk industri mi instan sendiri, kebijakan ini digunakan salah satunya untuk mengatasi isu mengenai penggunaan lemak babi dalam komposisi bumbu mi instan, dengan demikian konsumen akan lebih aman dan percaya untuk mengkonsumsi produk mi instan tersebut. Perusahaan yang telah lulus dalam uji kehalalan produknya akan mendapatkan sertiflkasi halal dari MUI dan berhak untuk mencantumkan label halal pada merek produknya. Selain mengeluarkan kebijakan mengenai sertiflkasi halal, untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha maka pemerintah mengeluarkan dan memberlakukan UU No. 8 Tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen. Dikeluarkannya kebijakan pemerintah ini merupakan upaya pemerintah untuk menjamin perlindungan hak-hak konsumen terhadap upaya pelanggaran hak-hak konsumen oleh pelaku usaha dan sebaliknya. Adapun setiap perusahaan yang beroperasi di Indonesia harus mematuhi dan mentaati peraturan tersebut karena bila ada aturan-aturan yang dilanggar maka akan diberikan sanksi yang tegas berupa denda hingga hukuman penjara. Kebijakan pemerintah lainnya yang berkaitan dengan Industri mi instan yaitu dikeluarkannya peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menteri Kesehatan/XII/76. dalam peraturan ini disebutkan bahwa untuk memproduksi makanan dan minuman harus mendapat izin dari Menteri Kesehatan RI. Produk tersebut harus didaftarkan ke Departemen Kesehatan RI, setelah itu produk reXi dipasarkan. Maksud dari peraturan tersebut adalah bahwa produk tersebut telah memenuhi standar mutu atau
50
persyaratan yang ditetapkan oleh negara, tidak berbahaya atau mengganggu kesehatan manusia, hewan atau tumbuh-tumbuhan. Produk yang wajib didaftarkan adalah produk yang diproduksi, disimpan atau dipasarkan dengan merek dagang, nama dagang atau merek perusahaan, menggunakan wadah atau pembungkus, label serta mengalami proses produksi dalam perusahaan. Dalam hal ini PT. X selalu mendaftarkan produknya untuk mendapatkan legalitas dari pemerintah khususnya Departemen Kesehatan, sehingga masyarakat akan merasa aman untuk mengkonsumsi produk X.
4.4.2
Ekonomi Melalui lingkungan yang tidak pasti, ekonomi Indonesia terus memantapkan pemulihannya dari krisis ekonomi dan keuangan dunia. Seperti diperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada tingkat moderat pada triwulan pertama tahun 2010, tetapi tetap berada di atas rata-rata prakrisis, dan tampaknya telah meningkat pada triwulan kedua. Pertumbuhan harga bertahan relatif sedang secara umum, mendukung daya belanja konsumen. Aliran keuangan internasional tetaplah besar tapi juga cepat berubah, memberi tantangan bagi pembuat kebijakan. Aliran besar lanjutan di bulan Maret dan April menjadi aktiva keuangan Indonesia yang likuid berbalik arah pada saat gejolak pasar keuangan global di bulan Mei. Tetapi pihak yang berwenang tampaknya telah mengelolanya dengan baik dan dampaknya terhadap pasar keuangan dalam negeri relative kecil. Ekonomi diperkirakan akan mengalami percepatan pertumbuhan secara bertahap hingga tahun 2011, sebagian besar karena permintaan dalam negeri. Gejolak yang baru terjadi dalam kondisi keuangan dunia dan ramalan ekonomi maju yang tidak pasti telah meningkatkan risiko turun jangka pendek terhadap perkiraan, sementara perkembangan politik dalam negeri tampaknya meningkatkan risiko jangka panjang bahwa pemerintah tidak mampu melaksanakan agenda reformasinya yang ambisius yang diperlukan untuk meningkat di atas 7 persen pada pertengahan dekade.
51
Sebagai ilustrasi, Pertumbuhan triwulanan di triwulan 1 yang moderat dibandingkan dengan kuatnya pertumbuhan di akhir tahun 2009, sedikit di atas perkiraan, menjadi 1,3 persen. Angka itu masih lebih kuat dari triwulan 1/2009, mengangkat tingkat pertumbuhan tahun ketahun menjadi 5,7 persen. Mitra-mitra perdagangan Indonesia pada umumnya menunjukkan pertumbuhan yang moderat setelah mengalami goncangan lebih besar pada pertengahan dan akhir tahun 2009 tetapi keseluruhan pertumbuhan pada umumnya lebih kuat dari perkiraan. Lemahnya kinerja pemerintah dalam pencairan anggaran belanja di triwulan 1 membantu menjelaskan terjadinya perlambatan Indonesia ekonomi akan bertumbuh sekitar ½ poin persentase lebih cepat pada triwulan tersebut jika pemerintah membelanjakan anggaran modalnya pada laju yang sama dengan tahun 2009. Investasi dalam peralatan dan permesinan mengimbangi sebagian perlambatan ini. Dan jeda pada pertumbuhan konsumsi swasta tampaknya hanya bersifat sementara dengan adanya percepatan ulang menuju pertengahan tahun 2010. Impor (terutama minyak refinary) juga lebih cepat dibanding ekspornya, mengecilkan surplus perdagangan, seperti telah diperkirakan sebelumnya. Secara keseluruhan, inflasi tetaplah moderat relatif dibandingkan dengan sejarah tingkat inflasi yang ada. Inflasi inti mencapai nilai terendah pada bulan Maret dan hanya diangkat oleh tingginya harga emas dunia pada bulan Mei, menjadi 3,8 persen. Harga bahan pangan, bergejolak dan menunjukkan pertumbuhan kuat yang tidak diperkirakan sebelumnya, berlawanan dengan semester kedua tahun 2009, meningkatkan headline inflasi menjadi 4,3 persen di bulan Mei. Seperti biasa, peningkatan tersebut memiliki dampak yang lebih besar terhadap biaya hidup keluarga miskin, meningkatkan tingkat inflasi mereka menjadi 5,9 persen. Inflasi Indonesia meningkat lebih sedikit dibandingkan dengan inflasi negara-negara tetangga sejak pertengahan tahun 2009. Sebagian disebabkan oleh pengaturan harga energi Indonesia, yang membuat harga konsumen Indonesia tidak terpengaruhi oleh pemulihan harga energi dunia
52
pada awal tahun 2009 dan sebagian lagi disebabkan karena pemulihan nilai tukar, dan dalam keseimbangan, kondisi pasokan dalam negeri yang menguntungkan dan melemahnya pertumbuhan moneter. Semakin membaiknya kondisi perekonomian Indonesia memberikan dampak yang positif bagi perkembangan ekspor dan impor mi instan. Sebagai ilustrasi, tingkat pertumbuhan ekspor mi instan Indonesia dari tahun 1995 sampai tahun 2001 rata-rata meningkat 101,9 persen. Kondisi ini diproyeksikan akan terus mengalami kenaikan dengan nilai yang berfluktuasi. Sementara dari sisi impor mi instan Indonesia juga mengalami peningkatan pertumbuhan dengan rata-rata sebesar 108,2 persen (CIC, 2002). Kondisi ini merupakan peluang bagi para PT X untuk mengembangkan pasar ekspornya. Dunia kini menghadapi era baru yang ditandai dengan kecenderungan globalisasi dunia sebagai akibat semakin banyaknya negara yang melaksanakan liberalisasi atau reformasi ekonomi yang ditunjang pula dengan majunya teknologi komunikasi dan transportasi. Globalisasi sendiri mengandung pengertian bahwa setiap negara, bahkan setiap bisnis dan perusahaan, menghadapi persaingan global, baik secara langsung maupun tidak langsung. Indonesia saat ini menghadapi era globalisasi yang berarti mengarah kepada perekonomian global dan perdagangan bebas. Jika kesepakatan ini telah belaku sepenuhnya maka manusia, barang, jasa, modal, teknologi dan informasi, yang menjadi faktor-faktor penentu dalam pembangunan industri dan perdagangan, dapat berpindah tanpa hambatan diantara negara-negara lainnya. Akibat lainnya adalah keterbukaan Indonesia terhadap barang-barang impor hasil pertanian dan industri pangan yang sejenis pada kondisi persaingan bebas tanpa subsidi dan terbuka pada investasi asing. Dalam era globalisasi ini, produksi dalam negeri dituntut untuk dapat berkompetisi baik dari segi penyediaan, harga, mutu dan segi pemasarannya. Kondisi ini harus didukung oleh peningkatan efisiensi dan produktivitas
53
kerja. Dengan demikian, peningkatan mutu sumberdaya manusia merupakan aspek penting yang harus diperhatikan. Sejalan dengan adanya perubahan tersebut, kerjasama multilateral dan regional semakin banyak dikembangkan guna mengantisipasi perkembangan yang sedang dan akan terjadi. Kerjasama yang ada antara lain AFTA (ASEAN Free Trade Area), yang menyepakati perjanjian mengenai CEPT (Common Effective Preferential Tariff) agar ASEAN dapat bersaing di pasar global. Hal ini dapat memberikan dampak positif berupa mengalirnya arus investasi asing, baik intra ASEAN maupun dari luar ASEAN dan mendorong industri-industri di kawasan ASEAN untuk menempuh orientasi pasar dan skala ekonomi yang lebih besar dan kegiatan produksi dan pemasarannya. Adanya globalisasi dan berbagai kerjasama regional dan multilateral lainnya membuka peluang bagi PT X untuk mengembangkan pasarnya ke luar negeri melalui ekspor.
4.4.3
Sosial dan budaya Pertumbuhan penduduk yang tinggi, pendapatan meningkat, serta pengetahuan akan gizi pada masyarakat yang semakin maju, menyebabkan pemenuhan kebutuhan pangan mulai berubah pada sebagian masyarakat. Perubahan ini antara lain sebagai variasi dalam menu sehari-hari baik dalam pengolahan produk untuk lebih menyesuaikan dengan kehidupan modern yang serba praktis Salah satu alternatif jenis makanan yang bisa digunakan adalah mi instan. Pada awalnya mi instan dianggap sebagai makanan selingan, tetapi dalam perkembangannya mi instan telah membudaya sebagai makanan alternatif pengganti nasi yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Mi instan banyak disukai karena tergolong jenis makanan yang praktis dan siap disajikan dalam waktu relatif singkat. Selain itu, mi instan cenderung memiliki harga yang relatif terjangkau dan terdistribusi luas, tidak hanya di supermarket dan toko-toko besar tetapi sudah menjangkau warungwarung kecil di dekat rumah-rumah penduduk, sehingga konsumen dapat dengan mudah membeli mi instan di berbagai tempat.
54
Untuk PT X, berdasarkan hasil riset konsumen pada penelitian terdahulu, banyak konsumen yang membeli produk X dikarenakan warna kemasannya yang berwarna hijau sertu citra Islami melekat didalamnya sehingga kehalalan produknya terjamin dan terpercaya. Selanjutnya sebagian besar keputusan pembelian produk X sangat dipengaruhi oleh keluarga khususnya ibu rumah tangga dan anak. Hubungan dengan masyarakat sekitar pabrik terjalin dengan baik terutama dalam hal penanganan limbah pabrik. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan pemerintah No. 23 tahun 1997 mengenai lingkungan hidup, pabrik perusahaan mengolah terlebih dahulu limbah yang akan dikeluarkan ke alam sehingga menjadi tidak berbahaya terhadap alam dan lingkungan sekitar. Hubungan baik dengan masyarakat sekitar pabrik ini memiliki dampak yang baik bagi perusahaan terutama dalam hal perekrutan karyawan pabrik, karena lebih dari separuh karyawan pabrik direkrut dari masyarakat sekitar pabrik yang memenuhi standar dan mutu karyawan PT X. Terjadi perbaikan indeks situasi sekarang (ISS) yang naik dari 78,3 ke posisi tertinggi dalam sejarah survei di level 80,5 perbaikan tersebut dilatarbelakangi semakin kuatnya kepercayaan konsumen terhadap pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung di tingkat lokal dan nasional yang
berdampak
positif
pada
penciptaan
lapangan
kerja
baru.
Dilatarbelakangi ketidakpastian situasi politik dan keamanan dalam negeri, indeks kepercayaan konsumen terhadap pemerintah (IKKP) melemah 1.8 persen menjadi 122,3 didorong oleh penurunan semua komponen pembentuk IKKP.
4.4.4
Teknologi Perkembangan teknologi seperti teknologi pengolahan produk maupun teknologi dalam sistem manajemen akan berpengaruh terhadap perkembangan dan produktivitas perusahaan. Perusahaan mengadopsi teknologi di bidang komunikasi, transportasi dan proses produksi. Perkembangan komunikasi seperti telepon, faksimili dan internet telah dimanfaatkan dengan baik oleh
55
perusahaan sebagai alat untuk memperlancar komunikasi perusahaan dalam melakukan transaksi bisnisnya dengan para pembeli, pemasok maupun distributor. Kondisi ini sangat menguntungkan kedua belah pihak terutama dalam hal efisiensi biaya dan efektivitas waktu. Selain itu, dapat mempermudah pihak manajemen dalam mengambil keputusan dengan cepat yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan. Dalam proses produksi mi instan, peralatan-peralatan modern sudah mulai digunakan oleh perusahaan seperti mixer untuk mengaduk bahan, mesin roller press untuk proses pembuatan lembaran adonan (pressing), mesin steam box untuk proses penyetiman (steaming), mesin penggorongan (Fryer), jacket tank (cooling tank) untuk proses pendinginan, serta mesin packing untuk proses pengemasan. Peralatan ini sangat membantu perusahaan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang bermutu baik sesuai dengan yang diinginkan oleh pasar maupun untuk memenuhi permintaan pasar.
4.5 Analisis persaingan industri Analisis persaingan industri (Lima Kekuatan Porter) bertujuan untuk menganalisis kondisi persaingan industri yang dihadapi oleh perusahaan yaitu kondisi persaingan dalam industri mi instan. Analisis persaingan industri yang dilakukan didasarkan pada konsep Competitive Strategy Porter (1993) yang menganalisis persaingan bisnis berdasarkan lima variabel utama yang disebut Lima Kekuatan Bersaing. Kelima kekuatan bersaing tersebut antara lain tingkat persaingan dalam industri, ancaman pendatang baru, ancaman produk produk substitusi, kekuatan tawar menawar pemasok dan kekuatan tawar menawar pembeli. Gabungan dari kelima kekuatan inilah yang sebenarnya menentukan potensi laba akhir dalam suatu industri, dimana potensi laba dalam bentuk hasil laba atas modal yang telah diinvestasikan dalam jangka panjang. Kekuatan atau faktor persaingan terkuat akan menentukan kemampulabaan suatu industri dan karenanya merupakan faktor paling penting dalam perumusan strategi.
56
Hasil analisis persaingan industri yang dilakukan memberikan gambaran secara menyeluruh bahwa industri mi instan memiliki intensitas persaingan kategori sedang dengan skor sebesar 2,808, artinya bahwa walaupun terdapat potensi untuk laba ekonomi atau tingkat pengembalian investasi di atas normal, hal tersebut belum dapat dijamin karena persaingan yang ada dalam industri mi instan terkadang menjadi sangat tajam. Untuk itu perusahaan yang berada dalam industri mi instan ini dapat memperoleh laba ekonomi atau tingkat pengembalian di atas normal yang cukup berarti hanya sampai dapat memberikan keunikan dalam produk, adanya keuntungan komparatif dalam produksi, distribusi dan pemasaran yang tidak dapat dengan mudah ditiru oleh perusahaan-perusahaan lain. Rekapitulasi hasil analisa industri mi instan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Rekapitulasi Hasil Analisa Industri Mi instan Peubah
Total
Intensitas
Rangking
skor a. Ancaman produk substitusi
3,146
Kuat
I
b. Tingkat persaingan antar kompetitor
3,121
Kuat
II
c. Kekuatan tawar menawar pembeli
2,881
Sedang
III
d. Ancaman pendatang baru
2,720
Sedang
IV
e. Kekuatan tawar menawar pemasok
2,170
Sedang
V
Intensitas persaingan dalam industri
2,808
Sedang
Sumber : Hasil olahan data, 2010
Pada Tabel 16 dilihat bahwa kekuatan yang paling utama mempengaruhi intensitas persaingan dalam industri mi instan ini adalah ancaman produk substitusi yang memiliki total skor 3,146 dengan kategori intensitas persaingan kuat. Selanjutnya, pada posisi kedua ditempati peubah tingkat persaingan antar kompetitor dalam industri yang memiliki intensitas persaingan kuat dengan total skor 3,121. Sedangkan yang paling sedikit mempengaruhi intensitas persaingan industri mi instan ini adalah kekuatan tawar menawar pemasok yang memiliki intensitas persaingan sedang dengan total skor 2,17. Secara rinci kategori faktor-
57
faktor yang mempengaruhi kondisi persaingan tersebut dijelaskan di bawah ini.
4.5.1
Tingkat Persaingan Antar Kompetitor Dalam Industri Persaingan dikalangan anggota industri terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi, dengan menggunakan taktik seperti persaingan harga, introduksi produk dan perang iklan. Hal ini sangat mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh pada tingginya tingkat persaingan antar perusahaan antara lain banyaknya jumlah pesaing, tingkat pertumbuhan industri, besarnya biaya tetap yang dibutuhkan, penambahan kapasitas dalam jumlah besar, karakteristik pesaing yang beragam, ketiadaan diferensiasi produk, serta hambatan pengunduran diri yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis persaingan industri, tingkat ancaman persaingan diantara pesaing dalam industri mi instan ini dikategorikan kuat dengan skor sebesar 3,121. Ini berarti persaingan harga yang menyebar menekan laba perusahaan sampai ke tingkat mempertahankan investasi yang diperlukan. Untuk memperoleh keuntungan, perusahaanperusahaan harus melakukan efisiensi biaya. Rekapitulasi hasil tingkat persaingan antar kompetitor dalam industri dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Rekapitulasi Hasil Tingkat Persaingan Antar Kompetitor Dalam Industri Peubah a. Karakteristik pesaing b. Jumlah pesaing c. Pertumbuhan industri d. Peningkatan kapasitas e. Biaya tetap f. Diferensiasi produk g. Hambatan keluar industri Total Intensitas persaingan industri
Bobot 0,141 0,176 0,129 0,144 0,132 0,138 0,132 1,000
Rating 4,000 3,000 3,500 3,000 3,000 2,750 2,750
Nilai 0,565 0,529 0,453 0,432 0,397 0,380 0,364 3,121 Kuat
Rangking I II III IV V VI VII
Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa peubah yang paling mempengaruhi kondisi persaingan antar kompetitor dalam industri mi
58
instan adalah beragamnya karakteristik pesaing dengan skor 0,565. Ini mengandung arti bahwa pesaing dalam industri mi instan yang semakin beragam, memiliki insting yang tajam dan jeli dalam membaca dan memprediksi kondisi pasar yang meliputi perkembangan selera konsumen terhadap produk mi instan, harga, saluran distribusi maupun promosi yang paling efektit menjangkau target dan segmen pasar yang dituju, serta jeli dan gesit dalam menghadapi persaingan dalam industri mi instan ini termasuk mengamati gerak-gerik pesaing lain di pasar merupakan ancaman yang paling serius dalam industri mi instan ini. Karena pesaing yang memiliki karakter yang seperti itu akan dapat merencanakan dan menerapkan strategi pemasaran yang paling efektif untuk memenangkan hati pelanggan dan merebut pasar. Faktor jumlah pesaing menempati urutan kedua dengan skor 0,529 yang berarti bahwa banyaknya jumlah pesaing dalam industri mi instan yang saling berebut posisi dengan menggunakan taktik seperti persaingan harga, introduksi produk dan perang iklan merupakan faktor penting yang mempengaruhi intensitas persaingan antar kompetitor dalam industri mi instan ini. Oleh karena itu, perusahaan memiliki kemampuan dalam merebut peluang melalui produk PT X.
4.5.2
Ancaman Produk Substitusi Ancaman produk substitusi (produk pengganti) ditentukan oleh jumlah produk yang memiliki fungsi sama, tingkat perkembangan teknologi produk substitusi, tingkat harga produk substitusi serta biaya peralihan dari produk X ke produk substitusi. Berdasarkan hasil analisis Ancaman produk substitusi menunjukkan bahwa tingkat ancamannya dikategorikan kuat dengan jumlah skor 3,146. Rekapitulasi hasil ancaman produk substitusi dapat dilihat pada Tabel 18. Pada tabel 18 dapat dilihat bahwa faktor yang paling mempengaruhi intensitas ancaman produk substitusi mi instan adalah tingkat harga produk substitusi dengan skor 1,042 dan tingkat perkembangan teknologi produk substitusi yang memiliki jumlah skor 0,745. Hal ini mengandung arti bahwa
59
banyaknya produk substitusi mi instan dengan tingkat harga yang sangat bersaing dan dapat di konsumsi dengan cara yang lebih praktis seperti aneka macam hidangan roti, kue kering, bubur instan, sereal, bihun instan dan nasi instan, cukup banyak menarik perhatian konsumen sehingga merupakan faktor utama yang paling mempengaruhi ancaman produk substitusi.
Tabel 18. Rekapitulasi Hasil Ancaman Produk Substitusi Peubah a. Tingkat harga produk substitusi. b. Perkembangan teknologi produk substitusi. c. Produk yang memiliki fungsi sama. d. Tingkat biaya peralihan dari produk X produk substitusi. Total Intensitas Persaingan Industri
Bobot Rating
Nilai Ranking
0,260 0,229
4,000 3,250
1,042 0,745
I II
0,281 0,219
2,500 3,000
0,703 0,656
III IV
1,000
3,146 Kuat
Namun demikian, keberadaan produk substitusi tersebut belum dapat menggantikan kebiasaan konsumen di Indonesia untuk mengkonsumsi mi instan. Dan mi instan pada kenyataannya tidak dapat dikatakan bersaing dengan produk substitusi tersebut karena memiliki ciri khas dan cita rasa yang berbeda walaupun memiliki fungsi sama. Oleh karena itu, sesungguhnya peluang perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen masih cukup potensial.
4.5.3
Ancaman Pendatang Baru Masuknya perusahaan sebagai pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas menjadi bertambah, terjadi perebutan pangsa pasar, serta perebutan sumber daya produksi yang terbatas. Kondisi seperti ini menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang telah ada. Ancaman masuknya pendatang baru ditentukan oleh beberapa parameter penghambat yang disebut hambatan masuk (barrier to entry), antara lain besarnya skala ekonomi, diferensiasi produk yang berarti keunikan sebuah produk dalam industri dan diloyalkan oleh konsumen, besarnya biaya pengalihan yang harus dikeluarkan konsumen
60
untuk beralih ke pemasok lain, akses ke saluran distribusi, akses ke pemasok, besarnya kebutuhan modal, serta kebijakan pemerintah tentang penambahan perusahaan baru. Makin rendah tingkat ancaman pendatang baru berarti makin sulit bagi investor baru untuk memasuki pasar. Produk mi instan dengan merek Mi Sedaap yang diproduksi PT. Karunia Alam Segar (anak Grup Wings) merupakan pendatang baru yang paling potensial dalam industri mi instan. Mi Sedaap yang melesat tinggi memang di luar perkiraan diawal tahun 2003, sudah berhasil mengambil 12 persen pangsa pasar Indofood. Sambutan yang diberikan mayarakat sangat positif. Mi Sedaap sengaja masuk pasar menengah ke bawah yang dijual dengan harga premium Rp 750 - Rp 890 per bungkus tapi menawarkan mutu terbaik. Strategi promosi yang agresif dan iklan yang provokatif Mi Sedaap berhasil menarik perhatian kunsumen sehingga sampai saat ini permintaan akan produk Mi Sedaap terus mengalir deras. Berdasarkan hasil analisis ancaman pendatang baru, tingkat ancaman masuknya pendatang baru potensial dalam industri mi instan dikategorikan sedang dengan jumlah skor 2,720. Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa ada peluang bagi investor baru untuk masuk ke dalam industri ini. Namun peluang tesebut juga dibatasi oleh hambatan-hambatan yang ada pada industri mi instan. Adapun rekapitulasi hasil intensitas ancaman pendatang baru bisa dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Rekapitulasi Hasil Ancaman Pendatang Baru Peubah a. Skala ekonomi b. Akses ke saluran distribusi c. Kebijakan pemerintah d. Akses ke pemasok e. Diferensiasi produk f. Kebutuhan modal g. Biaya peralihan Total Intensitas persaingan industri
Bobot 0,170 0,143 0,119 0,146 0,140 0,116 0,167 1,000
Rating 3,000 3,000 3,250 2,500 2,500 3,000 2,000
Nilai 0,509 0,429 0,387 0,365 0,350 0,348 0,333 2,720 Sedang
Rangking I II III IV V VI VII
Adapun faktor yang paling mempengaruhi potensi masuknya pendatang baru dalam industri ini adalah skala ekonomi yang memiliki
61
jumlah skor 0,509. Skala ekonomi menghalangi masuknya pendatang baru ke dalam industri mi instan karena industri ini memaksa pendatang baru untuk masuk ke dalam industri dengan skala besar atau memikul biaya tinggi (cost disadvantage), skala ekonomi ini meliputi produksi, riset, pemasaran, dan kegiatan fungsional lainnya. Selain itu, akses ke saluran distribusi yang memiliki jumlah skor 0,429 juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi tingkat ancaman pendatang baru Tidak adanya kesulitan yang bersifat eksternal dalam hal akses distribusi ditambah sarana komunikasi yang semakin baik, kemudian didukung pula oleh banyaknya peruahaan yang bergerak dibidang distribusi. Kesuksesan dan kelancaran distribusi dapat menjamin lancarnya ketersediaan produk (product availability) di pasar. Model distribusi yang baik harus merata dan intensif serta mampu menyentuh berbagai lapisan pedagang.
4.5.4
Kekuatan Tawar Menawar Pembeli Pembeli kuat jika membeli dalam jumlah yang relatif besar, produk merupakan bagian dari pembelian yang cukup besar dari pembeli, produk tersebut standar atau tidak terdiferensiasi, pembeli memiliki biaya pengalihan yang kecil, pembeli menerima laba kecil, pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik, produk industri tersebut tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli, serta pembeli memiliki informasi yang lengkap (Pearce dan Robinson, 1997). Berdasarkan hasil analisis, kekuatan tawar menawar pembeli dalam industri mi instan ini kategorikan sedang dengan jumlah skor 2,881. Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa pembeli masih mempunyai kekuatan posisi untuk melakukan tawar menawar atau memilih produk yang sekiranya sesuai dengan keinginan konsumen. Rekapitulasi hasil kekuatan tawar menawar pembeli dapat dilihat pada Tabel 20. Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa faktor utama yang paling mempengaruhi kekuatan tawar menawar pembeli adalah tingkat kepentingan mutu produk bagi pembeli yang memiliki jumlah skor 0,482. Artinya untuk membeli produk mi instan pembeli sangat memperhatikan
62
tingkat kepentingan mutu produk tersebut bagi dirinya karena bila mutu produknya tidak sesuai dengan yang diinginkan, pembeli akan berpikir ulang untuk membeli produk tersebut. Karena berbagai kemajuan dalam industri mi instan telah merubah paradigma masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pembelian mi instan.
Tabel 20. Rekapitulasi Hasil Kekuatan Tawar Menawar Pembeli Peubah a. Tingkat kepentingan kualitas produk bagi pembeli. b. Jumlah pembeli. c. Informasi yang dimiliki pembeli. d. Keuntungan yang diperoleh pembeli. e. Kemudahan pembeli untuk beralih ke produk pesaing. f. Nilai produk dalam struktur biaya pembeli g. Ciri produk h. Kesempatan integrasi ke belakang oleh pembeli Total Intensitas persaingan industri
Bobot 0,121
Rating 4,000
Nilai 0,482
Rangking I
0,174 0,134
2,750 3,000
0,479 0,402
II III
0,123
3,000
0,368
IV
0,114
3,000
0,342
V
0,114
2,500
0,285
VI
0,105 0,116
2,500 2,250
0,262 0,261
VII VIII
1,000
2,881 Sedang
Saat ini mutu produk lebih diutamakan oleh konsumen, sehingga berada pada kisaran harga berapa pun bila terjamin mutunya, maka produk tersebut akan lebih diutamakan untuk dibeli konsumen. Selain itu, faktor jumlah pembeli yang memiliki jumlah skor 0,479 juga mempengaruhi kekuatan tawar menawar pembeli dalam industri mi instan. Artinya bahwa jumlah pembeli yang terkonsentrasi atau membeli dalam jumlah yang banyak akan memiliki posisi tawar menawar yang tinggi dalam pembelian mi instan.
63
4.5.5
Kekuatan Tawar Menawar Pemasok Pemasok dapat mempengaruhi industri melalui kemampuan perusahaan menaikkan harga atau pengurangan mutu produk atau pelayanan. Pemasok kuat jika jumlah pemasok sedikit, produk yang ada adalah unik dan mampu menciptakan switching cost yang besar, tidak tersedia produk substitusi, pemasok mampu melakukan integrasi ke depan dan mengolah produk yang dihasilkan menjadi produk yang sama yang dihasilkan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis kekuatan tawar menawar pemasok yang dilakukan menghasilkan bahwa kekuatan tersebut dalam industri mi instan dikategorikan sedang dengan jumlah skor 2,170. Pada Tabel 21, dapat dilihat bahwa faktor yang paling mempengaruhi kondisi kekuatan tawar menawar pemasok adalah diferensiasi produk yang dipasok dengan jumlah skor 0,448. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pemasok yang memiliki produk yang unik atau setidak-tidaknya lebih terdiferensiasi bila dibandingkan dengan produk pemasok yang lain baik dalam hal mutu dan harga, akan memiliki posisi tawar menawar yang kuat terhadap pelanggan produk pemasok tersebut.
Tabel 21. Rekapitulasi Hasil Kekuatan Tawar Menawar Pemasok Peubah a. Diferensiasi produk b. Ancaman integrasi ke depan oleh pemasok. c. Ancaman adar.ya produk substitusi. d. Peran produk yang dipasok bagi pelanggan industri. e. Jumlah pemasok. f. Kepentingan pelanggan industri bagi pemasok. Total Intensitas Persaingan Industri
Bobot Rating 0,179 2,500 0,192 2,250
Nilai 0,448 0,431
Ranking I II
0,150
2,500
0,375
III
0,167
2,000
0,333
IV
0,171 0,142 1,000
1,750 2,000
0,299 0,283 2,170 Sedang
V VI
Kebijakan pemerintah tentang liberalisasi serta deregulasi industri tepung terigu telah dimulai pada tahun 1997. Hambatan masuk ke Industri ini telah dicabut untuk memberikan kesempatan bagi importir umum untuk
64
mengimpor gandum dan terigu secara langsung. Tarif telah diturunkan menjadi 10 persen dan turun menjadi 5 persen pada tahun 2003. Dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah ini maka perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan tepung terigu khususnya mi instan bebas membeli tepung terigu impor seperti dari Australia, Uni Eropa, Perserikatan Emirat Arab sebagai bahan baku produksinya yang harganya lebih murah namun memiliki mutu yang sama. Ancaman integrasi ke depan oleh pemasok yang memiliki jumlah skor 0,431 juga memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan kekuatan tawar menawar pemasok dalam industri mi instan. Hal ini berarti bahwa perusahaan pemasok dapat dengan mudah memproduksi mi instan dengan kekuatan yang dimiliki, dan hal ini juga dapat memberikan kekuatan bagi pemasok untuk memaksa industri menerima syarat-syarat pembelian yang telah ditetapkan pemasok. Hasil analisis persaingan industri menjadi bahan masukan untuk analisis lingkungan eksternal perusahaan dengan menggunakan matriks EFE. Adapun dari hasil analisis lingkungan industri di atas yang masih bersifat umum dikonfirmasi kembali kapada pihak perusahaan untuk mendapatkan hasil identifikasi yang lebih mendalam. Sehingga dapat dihasilkan peluang dan ancaman yang benar-benar dimiliki dan dihadapi perusahaan.
4.6 Identifikasi Peluang dan Ancaman 4.6.1
Peluang Peluang yang dimiliki perusahaan dalam industri mi instan adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan masih sedikitnya tingkat konsumsi mi instan per kapita masyarakat Indonesia. Ini dapat menjadi peluang perusahaan untuk meningkatkan perjualan dan pangsa pasar potensial, selain itu pengeluaran kebijakan pemerintah mengenai sertifikasi halal dapat menjadi peluang bagi perusahaan terutama dalam melakukan pengembangan produk dan perluasan pasar bagi produk PT X.
65
Perkembangan teknologi informasi memberikan peluang tersendiri bagi perusahaan untuk terus melakukan inovasi-inovasi terhadap produk yang dihasilkan sehingga dapat menunjang kinerja perusahaan. Peluang usaha lainnya, yaitu adanya globalisasi dari AFTA. Kondisi ini memungkinkan perusahaan menjaringkan pasar lebih luas, tapi itu juga berarti pasar perusahaan juga dapat dimasuki pesaing baru. Adanya globalisasi dan AFTA ini akan menjadi peluang yang tidak kuat untuk kondisi perusahaan saat ini. Selain itu, adanya potensi dan kemudahan dalam kebijakan ekspor oleh pemerintah dapat memberikan peluang bagi perusahaan untuk terus mengembangkan pasarnya ke luar negeri.
4.6.2
Ancaman Beberapa ancaman dalam lingkungan eksternal antara lain berasal dari bidang ekonomi, yaitu belum stabilnya perkembangan kondisi perekonomian Indonesia. Perkembangan kondisi perekonomian ini meliputi perkembangan beberapa peubah utama bidang ekonomi, antara lain; fluktuatifnya nilai tukar rupiah, tingkat inflasi dan perkembangan tingkat suku bunga. Ancaman lain yang seperti loyalitas konsumen terhadap merek market leader, yaitu Indofood. Persaingan dalam industri mi instan menempati posisi sebagai ancaman bagi perusahaan. Untuk intensitas persaingan kompetitor dalam industri yang menjadi ancaman, yaitu promosi penjualan pesaing yang gencar, provokatif dan efektif terhadap produk yang baru diluncurkan, strategi produk dan harga pesaing yang efektif menjangkau pasar sasaran, serta peningkatan kapasitas produksi oleh pesaing. Ancaman produk subtitusi, yaitu dengan adanya loyalitas konsumen pada market leader dan untuk ancaman pendatang baru ditandai dengan jaringan distribusi yang luas. Berikut ini akan disajikan Tabel 22 yang berisi tentang identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh PT X.
66
Tabel 22. Identifikasi Peluang dan Ancaman PT. X. Faktor Eksternal 1. Politik
a.
2. Ekonomi
b.
c. d. 3. Sosial budaya 4. Teknologi
Peluang Ancaman Kebijakan sertifikasi halal Masih rendahnya a. Perkembangan kondisi konsumsi mi instan per perekonomian kapita masyarakat Indonesia yang tidak Indonesia. stabil. Peluang dan kemudahan ekspor. Globalisasi dan AFTA
e. Pertumbuhan penduduk Indonesia f. Perkembangan teknologi informasi
5. Intensitas persaingan antar kompetitor dalam industri
b. Strategi promosi pesaing yang intensif dan provokatif. c. Peningkatan kapasitas produksi oleh pesaing. d. Strategi produk dan harga pesaing.
6. Ancaman produk substitusi 7. Ancaman pendatang baru
e. Loyalitas konsumen pada produk market leader. f. Jaringan distribusi pesaing yang luas.
4.7 Formulasi Strategi Bersaing Perusahaan 4.7.1
Analisis Matriks EFE dan IFE Analisis matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation) ini dibuat berdasarkan hasil identifikasi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) sebagai faktor-faktor internal lingkungan usaha, serta faktor-faktor eksternal yang terdiri dari peluang (opportunities) dan ancaman (threats) lingkungan usaha bagi produk mi instan produk PT X. Kedua faktor ini sangat berpengaruh terhadap pemilihan strategi pemasaran untuk produk mi instan yang dihasilkan oleh PT. X. Adapun pembobotan dan rating dalam kedua matriks ini didapat dari hasil kuesioner terhadap empat orang pihak perusahaan yang dinilai paling tepat, ahli serta berperan penting dalam pengambilan keputusan
67
strategis perusahaan adalah Direktur Utama, Direktur Operasional dan Direktur Keuangan PT X dan pakar. Hasil dari pengumpulan data dari tiap-tiap responden diolah untuk mendapatkan matriks IFE dan matriks EFE. Matriks IFE PT X dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Matriks IFE PT. X Bobot
Rating
Skor Pembobotan
(A) (B) (C) (D) (E) (F)
0.109 0.068 0.073 0.083 0.088 0.080
3.00 4.00 4.00 4.00 3.00 3.00
0.328 0.274 0.293 0.331 0.265 0.240
(G) (H) (I) (J)
0.082 0.080 0.081 0.087
2.00 2.00 2.00 2.00
0.164 0.160 0.162 0.175
(K)
0.080
2.00
0.160
(L)
0.088 1,000
1.00
0.088 2.638
Faktor Strategis Internal Kekuatan Citra merek yang baik Diferensiasi rasa inovatif Penetapan harga bersaing Mutu produk terjamin Aksesibilitas bahan baku baik Lokasi perusahaan strategis Kelemahan Kegiatan promosi belum intensif Brand awareness lemah Jaringan distribusi belum optimal Segmentasi target belum fokus Ketersediaan produk belum optimal Keterbatasan modal kerja Total
Lingkungan internal perusahaan dalam penelitian ini dipandang dari berbagai aspek manajemen. Dengan menganalisis aspek manajemen perusahaan maka diidentifikasi faktor apa saja yang menjadi kekuatan ataupun kelemahan yang terdapat dalam internal perusahaan. Berbagai faktor penting itu kemudian dinilai secara keseluruhan untuk menentukan seberapa baik kondisi lingkungan internal perusahaan secara umum. Berdasarkan hasil olahan matriks IFE, maka di peroleh skor total 2,638. Ini berarti perusahaan telah memiliki strategi yang baik untuk mengurangi kelemahan internal yang ada. Pada Tabel 23, berdasarkan hasil perhitungan matriks IFE, terlihat bahwa mutu produk yang baik merupakan kekuatan utama yang dimiliki oleh perusahaan. Mutu produk X yang sangat baik dengan jumlah skor
68
0,331 merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan pemasaran perusahaan. Dengan adanya kualitas produk yang baik dan terjamin akan membuat produk PT X dalam hal rasa, kehigienisan dan kehalalan dikenal memiliki mutu yang cukup baik dan mampu bersaing di pasar. Citra merek yang baik merupakan faktor kedua yang menentukan dalam kegiatan pemasaran produk PT X dengan jumlah skor 0,328 merupakan kekuatan perusahaan yang harus dipertahankan. Merek yang sudah terkenal dan mencerminkan citra mi instan islami yang enak dan halal diharapkan dapat meningkatkan penjualan dan juga mencerminkan mutu yang baik. Penetapan harga yang bersaing dengan jumlah skor 0,293 menempati posisi ketiga. Diferensiasi rasa yang inovatif dengan jumlah skor 0,274 merupakan kekuatan perusahaan yang harus dipertahankan. Aksesibilitas terhadap bahan baku yang cukup baik dengan jumlah skor 0,265 merupakan kekuatan perusahaan yang harus dipertahankan. Aksesibilitas terhadap bahan baku yang cukup baik sangat penting dalam kelancaran proses produksi dan peningkatan omzet penjualan. Lokasi usaha yang strategis baik untuk kegiatan produksi-operasi maupun pemasaran memberikan situasi dan kondisi kerja yang sangat kondusif bagi pihak manajemen maupun para karyawan dan staf untuk melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Lokasi usaha yang strategis memiliki jumlah skor 0,240. Kelemahan utama PT. X adalah pembagian segmen, target dan posisi pasar yang belum fokus dengan jumlah skor 0,175, kelemahan ini didukung oleh belum intensif dan berkesinambungannya kegiatan promosi perusahaan menjangkau target pasar yang ditetapkan dengan jumlah skor 0,164 serta lemahnya brand awareness dan brand loyalty terhadap merek produk PT X (skor 0,160). Faktor lain yang menjadi kelemahan perusahaan adalah kinerja jaringan distribusi perusahaan yang belum optimal (skor 0,162) menjangkau wilayah-wilayah pemasaran produk PT X. Hal ini mengakibatkan ketersediaan produk X (product availability) di pasar juga belum optimal (skor 0,160). Keseluruhan kelemahan
69
perusahaan diatas bersumber pada adanya keterbatasan modal kerja perusahaan yang memiliki jumlah skor 0,088.
7.1.2. Matriks EFE Analisis faktor eksternal mendefinisikan enam faktor peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dan enam faktor ancaman bagi perusahaan. Berdasarkan hasil analisis matriks EFE, diperoleh jumlah skor rata-rata untuk faktor kunci eksternal adalah 2,671. Artinya, kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada dan mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh perusahaan berada pada posisi ratarata. Matriks EFE PT X dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Matriks EFE PT.X. Faktor Strategis Eksternal
Bobot
Rating
Skor
Peluang kebijakan sertifikat halal
(A)
0.086
4.00
0.343
konsumsi mi instan per kapita peluang dan kemudahan ekspor Globalisasi dan AFTA Pertumbuhan Penduduk Indonesia Perkembangan teknologi informasi Ancaman
(B) (C) (D) (E) (F)
0.088 0.089 0.077 0.085 0.073
4.00 3.00 2.00 3.00 3.00
0.350 0.266 0.155 0.254 0.220
Perkembangan kondisi perekonomian
(G)
0.081
2.00
0.163
Strategi promosi pesaing
(H)
0.077
3.00
0.232
Peningkatan kapasitas produksi
(I)
0.078
2.00
0.156
Strategi produk dan harga pesaing
(J)
0.074
2.00
0.149
Loyalitas konsumen
(K)
0.094
2.00
0.187
Jaringan distribusi pesaing
(L)
0.098
2.00
0.195
Total
1.000
2.671
Pada Tabel 24, terlihat bahwa masih rendahnya konsumsi mi instan per kapita masyarakat Indonesia dan kebijakan sertifikasi halal yang diterima oleh perusahaan (skor 0,343) merupakan peluang dan kesempatan yang paling mungkin dimanfaatkan oleh perusahaan untuk bersaing
70
dengan para produsen mi instan lainnya dalam rangka meningkatkan pangsa pasar potensialnya dengan jumlah skor 0,350. Hal ini juga didukung dengan meningkatnya laju konsumsi dan jumlah penduduk Indonesia (skor 0,254) serta adanya globalisasi dan AFTA (skor 0,155) juga peluang ekspor yang baik dan didukung oleh kebijakan pemerintah dalam kemudahan ekspor (skor 0,163), dapat menjadi peluang yang sangat baik untuk dimantaatkan oleh perusahaan. Dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi (skor 0,220) secara tidak langsung perusahaan dapat meningkatkan inovasi produk dan meningkatkan omzet penjualan. Sisi lain, faktor-faktor yang menjadi ancaman perusahaan dalam industri mi instan ini sebagian besar berasal dari faktor pesaing. Adapun ancaman utama yang dihadapi oleh perusahaan adalah strategi promosi pesaing (skor 0,232) baik itu pemain baru maupun pemain lama yang sangat intensif dan provokatif untuk menarik perhatian konsumen untuk membeli produk mereka. Selain itu masih tingginya loyalitas konsumen terhadap produk mi instan market leader (skor 0,187) yaitu merek-merek mi instan keluaran Indofood yang telah mereka konsumsi selama bertahun-tahun, merupakan ancaman yang tinggi bagi semua pesaing dalam industri mi instan. Perkembangan kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil (skor
0,163),
yang
meliputi
perkembangan
beberapa
indikator
perekonomian diantaranya nilai tukar, inflasi, dan tingkat suku bunga, merupakan ancaman yang kuat dan sulit diatasi oleh perusahaan mengingat sebagian besar bahan baku yang digunakan oleh perusahaan berasal dari impor. Strategi produk dan harga pesaing yang saat ini banyak digunakan merupakan ancaman yang serius bagi perusahaan (skor 0,147), karena trend pasar yang berkembang saat ini adalah pasar menengah ke bawah, maka banyak perusahaan yang mengembangkan produk dengan kualitas dan mutu yang istimewa akan tetapi dijual dengan harga murah. Strategi ini terbukti cukup efektif dalam menarik perhatian konsumen. Selain itu, jaringan distribusi yang semakin luas dan merata menjangkau berbagai
71
lapisan pedagang (skor 0,195) merupakan ancaman yang kuat bagi perusahaan. Karena semakin luasnya jaringan distribusi pesaing maka menjadi semakin luas pula cakupan wilayah pemasaran produk sampai ke daerah yang belum terjangkau oleh produk X, sehingga pangsa pasar penjualan produk dapat meningkat. Faktor terakhir yang menjadi ancaman bagi perusahaan adalah meningkatnya kapasitas produksi pesaing (skor 0,156). Menjadi ancaman bagi perusahaan karena jumlah kapasitas produksi X berada dalam kategori sedang. Hal ini berarti semakin meningkat pula ketersediaan produk pesaing di pasar, dengan demikian dapat meningkatkan omzet penjualan pesaing.
4.7.2
Matriks Internal dan Eksternal (IE) Dari hasil evaluasi dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka akan lebih dipertajam dengan analisis internal dan eksternal yang menghasilkan matriks internal-eksternal (IE), sehingga dapat diketahui posisi perusahaan. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempermudah dalam memberikan pemilihan alternatif strategi. Informasi spesifik tentang lingkungan eksternal maupun internal perusahaan mengacu pada satu cara untuk mendapatkan suatu kemampuan strategi antara peluang eksternal dan kekuatan internal. Analisis lingkungan eksternal maupun internal perusahaan tersebut merupakan tahap masukan (input stage) dari proses formulasi strategi. Pemetaan posisi perusahaan sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi dalam industri mi instan. Dengan nilai matriks IFE sebesar 2,638 maka PT. X memiliki faktor internal yang cukup baik dalam melakukan usaha produksi dan penjualan mi instan. Nilai matriks EFE sebesar 2,671 memperlihatkan respon yang diberikan oleh PT. X kepada lingkungan eksternal tergolong sedang. Apabila masing-masing total skor dari faktor internal maupun eksternal dipetakan dalam matriks IE, maka posisi PT. X saat ini adalah
72
pada sel V yaitu pada posisi Hold and Maintain (pertahankan dan pelihara). Adapun strategi yang dapat dikembangkan pada posisi ini adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Posisi PT. X pada matriks IE disajikan dalam Gambar 9. Total Skor Evaluasi Faktor Internal
4,0 Tinggi Total Skor 3,0 Evaluasi Faktor Menengah Eksternal
Kuat
3,0
Rata-rata
2,0
Lemah 1,0
I Pertumbuhan
II Pertumbuhan
III Stabilitas
IV Pertumbuhan
V Stabilitas
VI Penciutan
VII Stabilitas
VIII Penciutan
IX Likuidasi
2,0
Rendah 1,0
Gambar 3. Matriks IE PT. X.
Sesuai dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan, saat ini perusahaan dapat melakukan strategi penetrasi pasar, yaitu berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk PT X yang sudah ada di pasar yang sudah ada lewat usaha pemasaran yang lebih gencar dan efektif, yaitu menambah jumlah wiraniaga pada outlet-outlet yang sudah ada dan memberi insentif diskon maupun hadiah dalam bentuk surprise apapun untuk pembelian produk PT X dalam jumlah besar, ini terutama diperuntukkan bagi para pedagang besar, grosir, maupun eceran yang biasa membeli dalam jumlah yang besar, hal ini sangat efektif untuk meningkatkan loyalitas terhadap produk PT X. Selanjutnya, menambah belanja iklan di media elektronik, khususnya televisi, karena cara ini cukup efektif untuk menjangkau masyarakat luas. Adapun iklan produk PT X dalam berbicara, isinya lugas dan komunikatif, mengacu langsung pada produknya dan memacu orang dengan cepat untuk membeli produk PT X. Selain itu, model iklan yang dipakai harus membawa dan merepresentatifkan image yang dibawa
73
oleh produk PT X dan sesuai dengan target market yang akan dituju. Dengan frekuensi tayang di media elektronik, khususnya televisi serta billboard yang tinggi, akan memancing orang suka atau tidak suka pada produk PT X akhirnya akan memutuskan untuk membeli, karena promosi yang gencar akan menimbulkan efek psikologis bagi konsumen bersikap "impuls buying". Usaha tersebut diiringi dengan standarisasi ciri khas dan mutu produk, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggan dan meningkatkan jumlah pembelian. Cara ini sangat efektif terutama jika produk yang diproduksi dapat diminati, dicoba, dibeli dan bahkan diloyali. Pertimbangannya, agar dapat tampil beda dari pesaing utama, bahwa sudah ada produk pemimpin pasar yang memiliki citra yang sangat kuat di pasar. Strategi pengembangan produk adalah strategi yang mencari peningkatan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang sudah ada. Untuk melakukan pengembangan produk PT X, Divisi pemasaran dan Divisi penelitian dan pengembangan bersama-sama turun ke pasar untuk memantau dan memonitor perkembangan selera konsumen terhadap produk mi instan serta memantau perubahan teknologi untuk menciptakan produk baru yang sekiranya disukai oleh konsumen. Inovasi dalam pengembangan produk ini harus disesuaikan dengan fokus segmentasi, target dan posisi produk di pasar. Untuk saat ini inovasi sebaiknya dilakukan secara solid leadership, dimana perusahaan akan meluncurkan produk inovatifnya secara bertahap dengan harga relatif tinggi, kemudian harga diturunkan tahap demi tahap, kalau sudah waktunya masuk ke segmen pasar yang berbeda. Untuk keadaan perusahaan yang mengalami keterbatasan modal strategi ini cukup baik karena dapat mengembalikan biaya riset dan pengembangan terlebih dahulu, setelah itu baru mengambil profit tambahan pada tahap berikutnya. Usaha pengembangan produk yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan melakukan inovasi dan diferensiasi pada produk baik rasa, mutu maupun isi sesuai dengan selera pasar dan
74
tetap mempertahankan mutu yang sudah ada sebagai upaya untuk memberikan nilai lebih bagi konsumen X sehingga dapat meningkatkan loyalitas konsumen terhadap produk X. Mempertahankan pangsa pasar merupakan strategi defensive yang berupaya melindungi posisi yang sudah diperoleh dengan bereaksi terhadap setiap tantangan para penyerang (attackers). Pemimpin pasar memiliki efek pengalaman (experience effects) yang lebih kuat dibandingkan perusahaan berpangsa pasar kecil. Kunci
keberhasilan
mempertahankan
pangsa
defenders pasar
adalah yang
komitmennya komitmennya
dalam dalam
mempertahankan pangsa pasar yang diincar pesaing. Pemimpin pasar yang memberikan komitmen besar dalam mempertahankan posisinya relative sukar disaingi.
4.7.3
Matriks SWOT Berdasarkan analisis lingkungan internal dan eksternal yang telah dilakukan, maka diperoleh matriks SWOT yang bertujuan untuk mengembangkan empat alternatif strategi didasarkan pada kekuatan (Strengths), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat) bagi perusahaan. Keempat strategi tersebut antara lain adalah strategi SO (Strength-Opportunity), strategi WO (Weakness-Opportunity), strategi ST (Strength-Threat) dan strategi WT (Weakness-Threat). Matriks SWOT yang dibangun dalam rangka formulasi strategi ini bersifat melengkapi terhadap analisis matriks IE yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 25.
4.8 Alternatif Strategi Perusahaan Berdasarkan analisis matriks SWOT pada Tabel 25 diperoleh beberapa alternatif strategi hasil kombinasi kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Adapun beberapa alternatif strategi yang dihasilkan dari matriks SWOT tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
75
Tabel 25. Matriks SWOT PT. X IFE 1. 2. 3. 4. 5. 6.
STRENGTHS (S) Citra merek yang baik Diferensiasi rasa inovatif Penetapan harga bersaing Mutu produk terjamin Aksesibilitas bahan baku baik Lokasi usaha strategis
EFE
1. 2. 3. 4. 5. 6.
1.
2. 3. 4.
5. 6.
4.8.1
WEAKNESSES (W) 1. Promosi belum intensif dan berkesinambungan. 2. Brand awareness dan loyalty merek X lemah. 3. Jaringan distribusi belum optimal. 4. Segmentasi target dan posisi pasar belum fokus. 5. Ketersediaan produk belum optimal. 6. Keterbatasan modal kerja
OPPORTUNITIES (O) Kebijakan sertifikasi halal. Konsumsi mi instan per kapita masyarakat rendah. Peluang dan kemudahan ekspor. Globalisasi dan AFTA. Pertumbuhan penduduk Indonesia. Perkembangan teknologi.
STRATEGI SO 1. Melakukan pengembangan produk X dengan kebutuhan pelanggan (S1,S2,S3,S4,S5,S6, O1,O2, O3,O4,O6) 2. Meningkatkan penjualan ekspor (S1,S2,S3,S4,S5,O1,O2, O3, O4,O6)
STRATEGI WO 1. Meningkatkan kembali promosi secara intensif dan berkesinambungan (W1,W2,W5,O1, O 2,O3,O5) 2. Memfokuskan segmentasi, target dan posisi pasar (W1,W4,W6,O1,O2,O3, O5) 3. Mengoptimaikan jaringan distribusi dan mengoptimaikan pasar domestik (W1,W2,W3,W5,W4,O1, O2, O3,O4,O6)
THREATS (T) Perkembangan kondisi perekonomian Indonesia belum stabil. Strategi promosi pesaing intensif dan provokatif. Peningkatan kapasitas produksi pesaing. Strategi produk dan harga pesaing yang efektif Loyalitas konsumen pada merek market leader Jaringan distribusi pesaing semakin luas dan merata
STRATEGI ST 1. Meningkatkan keunggulan mutu produk untuk menghadapi ancaman pesaing dan mempertahankan pelanggan (S1,S2,S3,S4,T1,T2,T6).
STRATEGI WT 1. Melakukan niche marketing dan mengintensifkan promosi below the line (W1,W2,W3,W4,W5,W6. T1,T2,T3,T4,T5,T6) 2. Integrasi ke depan dengan distributor yang juga sister company (W1,W2,W3,W5,W6,T1,T 3, T5,T6)
Strategi Strengths-Opportunity (SO) Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada. Beberapa strategi yang dapat digunakan oleh PT X saat ini adalah mengembangkan produk X dengan mengadopsi teknologi yang sesuai dengan keinginan pasar. Kekuatan yang dimiliki memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan semua peluang yang ada dengan
76
melakukan pengembangan produk PT X untuk dapat bersaing dalam situasi persaingan yang sangat kompetitif ini. Dalam strategi ini perusahaan sebaiknya menggunakan konsep Product-Variety Marketing (Differentiated Marketing). Dalam strategi ini perusahaan melakukan inovasi untuk menghasilkan dan mengembangkan beberapa produk yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan yang diinginkan oleh pasar, misalnya berbeda dalam hal mutu, ukuran, rasa, kemasan, warna, maupun ciri-cirinya. Strategi ini lebih menekankan pada penyediaan berbagai macam produk bagi pembeli potensial. Dasar pemikiran strategi ini adalah bahwa pelanggan memiliki selera masing-masing dan selera tersebut berubah sepanjang waktu. Oleh karena itu, pelanggan membutuhkan variasi dan perubahan, dan perusahaan, dalam hal ini perusahaan, harus terus berupaya menawarkan sebanyak mungkin produk yang bisa memenuhi semua variasi tersebut (Tjiptono, 1997). Dengan konsep ini, perusahaan melakukan inovasi untuk menghasilkan dan mengembangkan produk PT X yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan yang diinginkan oleh pasar. Dalam hal ini inovasi untuk menghasilkan variasi rasa produk PT X harus terus dilakukan dengan tetap mempertahankan mutu dan cita rasa yang baik dan sudah disukai. Selain itu, perusahaan perlu manambah variasi jenis mi goreng, karena berdasarkan hasil riset konsumen baik yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan maupun oleh penelitian produk PT X terdahulu, konsumen lebih menyukai jenis produk ini. Perusahaan juga perlu untuk menambah ukuran mi instan namun hal ini tidak harus menjadi perhatian utama, hal ini dilakukan sebagai upaya memberikan nilai tambah bagi konsumen sehingga tingkat kepuasan konsumen terhadap produk PT X meningkat. Dari segi kemasan, kemasan yang sekarang berlaku sudah dirasakan cukup baik, sehingga untuk saat ini untuk atribut kemasan belum perlu dilakukan pengembangan, karena hal tersebut memerlukan jumlah biaya yang cukup mahal.
77
Strategi berikutnya yang dimanfaatkan oleh perusahaan dalam memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas adalah meningkatkan penjualan ekspornya dengan memfokuskan diri pada wilayah ASEAN, selain karena secara geografis lokasinya berdekatan dengan Indonesia, faktor kedekatan psikologis baik dalam bidang sejarah, ekonomi, budaya, hukum maupun politik, PT X juga telah memiliki channel untuk penjualan ekspornya ke wilayah ASEAN, yaitu ke Malaysia dan Brunei Darussalam. Pemilihan lokasi yang berdekatan juga dengan pertimbangan dapat menghemat biaya yang dikeluarkan. Sehingga kegiatan ekspor ini berjalan seimbang dengan kegiatan penjualan dalam negeri. Globalisasi telah membuat segmentasi menurut bangsa dan suku bangsa menjadi kurang berarti. Tapi segmentasi berdasarkan etnis dan agama bertambah relevan, karena bangsa yang menghuni suatu negara tidak dapat mengglobal, karena batas antar negara akan lenyap, sedangkan etnis dan agama bisa mengglobal. Untuk ekspor ke ASEAN mi perusahaan menggunakan segmentasi berdasarkan etnis dan agama dengan lebih menekankan pada brand X yang memiliki citra Islami untuk kegiatan promosinya. Dalam aktivitas ekspor, perusahaan membuat produknya di negeri sendiri (home country). Produk tetap seperti aslinya maupun telah disesuaikan dengan pasar luar negeri. Kegiatan ekspor ini bagi perusahaan nyaris tidak mengubah lini produk, organisasi, investasi, dan misi perusahaan. Salah satu keunggulan dari ekspor ini adalah memungkinkan kegiatan pemanufakturan dikonsentrasikan di satu lokasi saja (dalam negeri), memberikan keuntungan biaya dan mutu daripada kegiatan pemanufakturan di luar negeri. Kegiatan ekspor ini dilakukan oleh perusahaan secara tidak langsung, yaitu memanfaatkan jasa perantara independen yang telah menjalin hubungan baik dengan perusahaan untuk menangani aktivitas ekspornya. Adapun ekspor ini dilakukan oleh perusahaan bila ada permintaan dari pasar luar negeri. Adapun sumber dana bagi penjualan ekspor perusahaan bisa berasal dari para pemegang saham, kredit bank, serta investasi pihak asing terhadap Grup MD.
78
4.8.2
Strategi Weakness-Opportunity (WO) Strategi WO adalah strategi yang memanfaatkan peluang yang ada untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut pengamatan di lapang, kegiatan promosi yang dilakukan oleh perusahaan saat ini belum terlaksana dengan optimal, hal ini menyebabkan lemahnya brand awareness dan brand loyalty konsumen terhadap merek X. Disamping memberikan informasi di setiap tempat penjualan dan saluran distribusi, untuk meningkatkan awereness terhadap produk mi instan X, maka perusahaan perlu meningkatkan promosi baik above the line maupun below the line. Promosi secara above the line dapat berupa meningkatkan frekuensi iklan di televisi, iklan di media cetak berupa iklan di tabloid yang banyak dibaca oleh kaum wanita baik wanita karier maupun ibu-ibu rumah tangga. Pihak perusahaan belum melakukan iklan melalui tabloid untuk mengiringi iklan di televisi, dan hal ini dirasakan cukup efektif untuk menjangkau segmen pasar ibu-ibu rumah tangga dan wanita karier serta mampu mengangkat prestise produk X yang diiklankan sejajar dengan persepsi khalayak terhadap prestise tabloid yang bersangkutan. Selanjutnya perusahaan perlu melakukan pemasangan iklan melalui billboard di jalan-jalan utama di daerah pemasaran yang mudah dilihat oleh konsumen. Selain itu pemasangan iklan pada bis-bis kota, serta poster perlu dilakukan. Cara ini cukup efektif karena biayanya murah, sangat mencolok karena ukurannya besar, penampilan menarik, menayangkan pesan yang sama berkali-kali, memiliki kesinambungan atau kontinuitas yang baik serta penempatan yang strategis dapat membuat masyarakat yang lalu lalang terekspos untuk memandangnya. Promosi penjualan dilakukan dengan menambah frekuensi waktu sampling dan free trial terhadap produk X terutama di pusat-pusat pertokoan, sehingga konsumen yang punya kriteria pemilihan produk apapun akan tergoda untuk mencoba sehingga potensi atau resiko terjadinya brand adoption setelah product-trial akan membesar. Hal ini dilakukan dengan dibantu oleh pelayanan Sales Promotion Girl (SPG) yang baik. Pemberian
79
hadiah-hadiah sekiranya perlu terus dilakukan untuk meningkatkan penjualan. Perusahaan juga perlu melakukan promosi hubungan masyarakat yaitu dengan turut serta dalam kegiatan sosial seperti membantu korban bencana alam, kecelakaan, perayaan hari raya, dan sebagainya. Promosi secara below the line (media lini bawah) dilakukan dengan mengikuti pameran-pameran yang menampilkan produk-produk PT X, mencoba berusaha berhubungan langsung dengan konsumen dengan membuka layanan suara konsumen dengan mencantumkan nomor telepon bagian layanan suara konsumen perusahaan pada kemasan, menggunakan katalog, telepon langsung, faksimili, atau bahkan internet, menggunakan media point of purchase displays, hadiah ekstra, serta potongan harga yang dicetak pada kemasan. Dari
segi
distribusi,
perusahaan
mengoptimalkan
jaringan
distribusi perusahaan dengan menggunakan distribusi yang bersifat intensif, artinya produsen berusaha untuk menyediakan produknya di semua retail outlet yang mungkin memasarkan produk PT X. Selain itu, juga melakukan strategi inovasi distribusi dengan melakukan terobosan melalui distribusi langsung dalam memasarkan produknya dan melayani pesanan. Keunggulan distribusi harus dijadikan sebagai faktor yang mengurangi harga jual. Perusahaan yang menggunakan PT. MX sebagai distributor sekaligus sister company memiliki keunggulan terutama dari segi sumber keuangan dan kebutuhan akan pengendalian distribusi produk PT X. Pengendalian di sini maksudnya adalah keinginan produsen untuk dapat memutuskan harga eceran, outlet distribusi, pelayanan kepada pelanggan, fasilitas penyimpanan, dan iklan. Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi yang tersedia, terutama dalam hal transportasi dan komunikasi, model distribusi yang digunakan perusahaan harus mampu menjangkau berbagai lapisan pedagang secara merata dan merakyat. Perusahaan perlu meningkatkan hubungan emosional dan saling percaya yang sudah terbina dengan para pedagang perantara baik grosir,
80
eceran, maupun supermarket. Hal ini dimaksudkan agar para pedagang eceran menumpuk sediaan mereka untuk memaksimalkan ketersediaan produk bagi konsumen dan menghindari terjadinya kelangkaan atau kehabisan stok. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menawarkan marjin spesial, pasokan produk ekstra tanpa biaya tambahan, kebijakan pengembalian produk yang tidak laku. Bagi pengecer adanya berbagai kebijakan seperti itu dapat menekan resiko biaya sediaan yang besar dan kemungkinan laba kecil dari produk baru yang belum tentu prospektif. Dalam
melakukan
pendistribusian,
perusahaan
dapat
juga
memperhatikan posisi penempatan produk yang semenarik mungkin dan mudah untuk dilihat konsumen. Hal ini dikarenakan konsumen cenderung membeli mi instan karena pengaruh dari diri sendiri yang dapat timbul sewaktu berada di tempat belanja. Untuk mendukung hal terscbut perusahaan perlu memberikan sejumlah insentif untuk ditawarkan bagi distributor agar bersedia memberikan ruang atau tempat khusus dan mengiklankan produk. Insentif dapat berupa potongan kas khusus, kontes penjualan, serta adanya penyediaan fasilitas pajangan gratis. Persaingan dalam industri mi instan sangat ketat. Oleh karena itu, strategi penentuan segmentasi pasar untuk produk PT X harus fokus pada satu atau beberapa segmen pasar saja, karena nantinya dana, usulan dan tenaga harus diprioritaskan pada segmen-segmen tertentu saja, sesuai dengan yang dikehendaki, hal ini juga mengingat dana yang dimiliki perusahaan tidak akan cukup dipakai untuk menjangkau semua segmen pasar secara merata, oleh karena itu harus ada prioritas. Dengan pertimbangan dari perusahaan bahwa terdapat sedikit sekali keuntungan dari segmen menengah ke bawah, terhambatnya berbagai macam bentuk promosi, kecil peluang untuk merebut pasar serta sulit bersaing dengan pemimpin pasar maka perusahaan kini memperluas segmennya kepada konsumen menengah ke atas dengan target konsumen untuk semua jenis pekerjaan, usia, dan tingkat pendidikan. PT X kini mengeluarkan produk-produk dengan harga dan kualitas yang lebih tinggi.
81
Perluasan pasar ke konsumen menengah ke atas ini harus difokuskan oleh perusahaan karena peluang untuk berkembang dan eksis untu pasar ini masih sangat besar. Perusahaan menjadi spesialisasi pada segmen pasar tersebut. Adapun produk-produk PT X yang sudah tersebar untuk pasar menengah dan menengah ke bawah harus tetap dipertahankan namun tidak menjadi prioritas utama. Dengan citra produk islami yang berkualitas, produk PT X juga dapat menspesialisasikan posisinya untuk konsumen muslim namun halal juga untuk dikonsumsi oleh konsumen non muslim. Untuk menentukan segmentasi dan target pasar yang tepat, harus dilakukan secara hati-hati dan didukung dengan penempatan suatu posisi produk individual yang cermat, yaitu melalui desain dan promosi yang unik sesuai dengan segmen pasar yang dituju.
4.8.3
Strategi Strengths-Threats (ST) Strategi ST adalah strategi yang mengandalkan kekuatan perusahaan untuk menghindari ancaman. Dengan keunggulan yang dimiliki dari segi kualitas produk, perusahaan perlu mempertahankan dan meningkatkan mutu produknya dengan terus menerus melakukan kontrol mutu produk. Dalam hal ini pengendalian kualitas produk PT X sudah meningkat ke Quality Assurance, artinya kontrol mutu tidak hanya dilakukan oleh divisi produksi secara internal tapi juga dilakukan pengecekan ulang oleh divisi non produksi, dengan demikian diharapkan lebih ada kepastian bahwa kualitas produk sesuai dengan standar yang ditentukan. Kinerja Quality Assurance harus terus ditingkatkan sehingga dengan demikian perusahaan dapat merancang produk PT X dengan mutu di atas rata-rata dan terus menerus menyempurnakannya sesuai dengan perkembangan selera pasar.
4.8.4
Strategi Weaknesses- Threats (WT) Strategi ini merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. Strategi yang
82
sebaiknya dilakukan perusahaan adalah menggarap beberapa ceruk pasar (niche, yaitu pasar mahasiswa khususnya mahasiswa indekos. Selama ini mi instan identik sebagai menu sehari-hari bagi para anak kos. Secara tidak langsung kondisi ini menunjukkan bahwa mahasiswa indekos merupakan satu populasi yang cukup besar dan potensial untuk dimanfaatkan oleh perusahaan. Untuk mendukung hal ini perusahaan perlu terus meningkatkan penjualan produknya melalui kios di kantin kampus kampus di wilayah Jawa Barat. Perusahaan harus memperhatikan dengan baik segala informasi mengenai ekspektasi pasar mahasiswa indekos ini, apa yang diharapkan oleh mereka serta informasi mengenai produk dengan karakteristik apa yang diinginkan oleh pasar tersebut. Perusahaan harus menjadi spesialis yang memiliki keahlian khas dalam hal pasar mahasiswa ini dengan terus meng-up-date pengetahuan perusahaan tentang pasar ini. Perusahaan harus mencari mix-sensitivity dan market-response yang timbul dari suatu bauran tertentu, yaitu bauran karakteristik produk maupun layanan yang bisa diterima dan mendapat respon yang baik oleh pasar mahasiswa tersebut. Perusahaan melakukan spesialis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berdasarkan etnis budaya serta kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi suatu produk makanan. Mengingat hal ini telah sukses dilakukan oleh perusahaan dengan dikeluarkannya produk PT X goreng ala jawa, produk PT X kari melayu serta produk PT X goreng abon, maka hal ini harus terus dilakukan dan ditingkatkan oleh perusahaan karena prospeknya masih menjanjikan. Dalam promosinya, perusahaan juga mengintensifkan promosi secara below the line (media lini bawah). Promosi dilakukan dengan mengikuti pameran dagang, mencoba berusaha lebih dekat dan berhubungan langsung dengan konsumen dengan membuka layanan suara konsumen dengan mencantumkan nomor telepon layanan suara konsumen pada kemasan, karena dengan cara one on one seperti ini produsen bisa dengan mudah merubah-rubah produk yang mau ditawarkan. Selain itu menggunakan media
83
point of purchase displays dengan tujuan memberi informasi, mengingatkan, membujuk konsumen untuk membeli secara langsung, dan menjajakan produk. Selanjutnya menggunakan merchandising schemes kepada konsumen yang belanja produk PT X ekstra diberikan hadiah ekstra berupa bonus beberapa buah produk PT X atau produk merchandise PT X seperti piring keramik. Untuk rencana jangka panjang, perusahaan mempertimbangkan untuk berintegrasi dengan PT. MX sebagai distributor dan sister company perusahaan, hal ini dilakukan terutama agar pengendalian terhadap kegiatan distribusi mudah dilakukan, selain itu dari segi pemanfaatan sumber keuangan juga menguntungkan.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil identifikasi faktor eksternal diperoleh peluang, yaitu rendahnya konsumsi mi instan per kapita masyarakat Indonesia dan ancaman strategi promosi pesaing yang intensif dan provokatif. Disisi lain, hasil identifikasi faktor internal bagi perusahaan diperoleh kekuatan, yaitu mutu produk terjamin dengan faktor kelemahan pada segmentasi, target dan posisi pasar produk PT X belum fokus. 2. Hasil analisis persaingan industri menunjukkan bahwa PT X pada kategori sedang, yaitu terdapat potensi untuk laba ekonomi atau tingkat pengembalian investasi di atas normal, hal tersebut belum dapat dijamin karena persaingan yang ada dalam industri mi instan terkadang menjadi sangat tajam. 3. Formulasi strategi PT. X dalam mempertahankan market share adalah pengembangan produk PT X dalam mengadopsi teknologi informasi, meningkatkan penjualan ekspor, meningkatkan kembali promosi secara intensif dan berkesinambungan, memfokuskan segmentasi, target dan posisi pasar, mengoptimalkan jaringan distribusi yang ada agar lebih merata dan mengoptimaikan pasar domestik, meningkatkan keunggulan
mutu
produk,
Melakukan
niche
marketing
dan
mengintensifkan promosi below the line, Integrasi ke depan dengan distributor yang juga sister company.
5.2
Saran 1. Bagi perusahaan perlu melakukan inovasi untuk mengembangkan produk PT X dan mempertahankan mutu produknya. Dalam hal ini, maka riset perilaku konsumen perlu dilakukan secara menyeluruh dan intensif agar berbagai perkembangan selera konsumen dapat diketahui lebih dini 2. Perusahaan sebaiknya memfokuskan segmentasi, target dan posisi produk PT X pada satu atau beberapa segmen pasar saja dan memilih
85
alat promosi yang efektif melalui media televise, tabloid wanita, billboard, menambah frekuensi waktu sampling dan free trial terhadap produk PT X, turut serta dalam kegiatan sosial, serta buka layanan suara konsumen dan pemberian hadiah. 3. Bagi perusahaan posisi bersaing yang harus dilakukan adalah dapat memberikan keunikan dalam produk, adanya keuntungan komparatif dalam produksi, distribusi dan pemasaran serta meningkatkan hubungan emosional yang sudah terjalin baik dengan para distributor yang juga sister company. 4. Bagi perusahaan alternatif strategi yang dapat dilakukan adalah strategi pengembangan produk melalui penambahan ukuran mi instan.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Sosial Ekonomi. Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional 1994. SNI No. 01-3551-1994 direvisi 1996 dan revisi 2000. DSN, Jakarta. [CIC]Capricorn Indonesia Consult Inc. 2002. Indocommercial No. 294-4th. Jakarta. Craven, D.W. 1996. Pemasaran Strategis. Terjemahan Edisi 4. Erlangga Jakarta Darmawan, T. 2004. Ketua Gabungan Makanan dan Minuman Indonesia. Perang Bisnis MI Instan Kian Seru. Artikel Majalah Kapital, Edisi Januari 2004. David, F.R. 2001. Strategic Management (Concepts and Cases). 8th Ed. Prentice Hall. Upper Sadle River, New Jersey.
David, F. R. 2006. Manajemen Strategi ; Konsep. Edisi 10. Prenhalindo, Jakarta. Jauch, L.R dan Glueck, W.F. 1999. Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan. Edisi ketiga. Penerbit Erlangga, Jakarta. Jabdoun, N., K. Azaddin and Yusuf, A. 2003. Environment uncertainty strategic orientation and quality management: A contingency model. Quality Management Journal 10 (04); 17-31. Kinnear, T.C and Taylor, J. R. 1996. Marketing Research: an Applied Approach.5th Ed. McGraw-Hill, Inc.
Kotler. P. 1997. Manajemen Pemasaran. : Analisa, Perencanaan, Implikasi dan Kontrol. PT Prenhallindo, Jakarta. Ma’arif, S. 2004. Ketua tim Monitoring Komisi Pengawas Persaingan Usaha. KPPU Nilai ISM Berpeluang Monopoli. Artikel Koran Republika, Edisi Juni, 2004. Maruhum, T. 2008. Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Atribut Produk Mi Instan Dan Kaitan Strategi Pemasarannya. Tesis pada Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Sekolah Pascasarnan Institut Pertanian Bogor. Majalah Marketing. 2007. Top Brand 2000-2007. Edisi Khusus No.1. PT. Info Cahaya Hero, Jakarta
87
Pearce. J. A. dan Robinson J. R. B. 1997. Manajemen Strategik ; Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Binarupa Aksara, Jakarta. Porter, M E. 2007. Strategi Bersaing : Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing (Terjemahan). Erlangga, Jakarta. Purnomo S. H. dan Zulkieflimansyah. 1996. Manajemen Strategi ; Sebuah Konsep Pengantar. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta. Rangkuti, F. 2006. Analisa SWOT ; Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rasjiddin, I. 2008. Formulasi Strategi Bersaing PT Yanagi Histalaraya dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Bisnis. Tesis pada Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Sekolah Pascasarnan Institut Pertanian Bogor. Robbins, S.P. 1990. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Prenhallindo, Jakarta. Singarimbun dan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. Tjiptono, F. 1997. Strategi Pemasaran. Andi Offset. Yogyakarta. Wahyudi, S. A. 1996. Manajemen Strategik ; Pengantar Proses Berpikir Strategik. Binarupa Aksara, Jakarta. Wahyudin, D. 2002. Formulasi stragei PT. Indofood Sukses Makmur, TBK Divisi Noodles Unit Bisnis Padalarang, Jawa Barat. Tesis pada Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Sekolah Pascasarnan Institut Pertanian Bogor. Wheelen, T.L. and J.D. Hunger, 2002. Strategic Management and Business Policy. Prentice-Hall, New Jersey.
89 Lampiran 1. Kuesioner Kajian A. Kuesioner penentuan bobot faktor analisis persaingan industri Petunjuk pengisian Nilai diberikan pada pertimbangan berpasangan antara 2 faktor vertikalhorizontal) berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap faktor persaingan dalam industri, ancaman pendatang baru, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar-menawar pembeli dan ancaman produk substitusi. Untuk menentukan bobot setiap faktor digunakan skala 1, 2 dan 3 dengan keterangan sakal sebagai berikut : Nilai 1 : Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal Nilai 2 : Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal Nilai 3 : Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
1. Penentuan bobot faktor persaingan dalam industri Faktor Penentu A B Jumlah pesaing (A) Pertumbuhan industri (B) Biaya tetap yang diperlukan (C) Peningkatan kapasitas (D) Karateristik pesaing (E) Hambatan keluar industri (F) Diferensiasi produk (G)
C
D
E
F
G
2. Penentuan bobot faktor ancaman pendatang baru Faktor Penentu Skala ekonomi (A) Diferensiasi produk (B) Besarnya biaya beralih ke usaha lain (C) Akses ke saluran distribusi (D) Akses ke pemasok (E) Kebutuhan modal (F) Kebijakan pemerintah tentang penambahan industri baru (G)
A
B
C
D
E
F
G
3. Penentuan bobot faktor kekuatan tawar menawar pemasok Faktor Penentu Jumlah pemasok (A) Tingkat diferensiasi produk yang dipasok (B) Peran produk yang dipasok bagi pelanggan industri (C) Tingkat kepentingan pelanggan industri bagi pemasok (D) Ancaman adanya produk substitusi (E) Ancaman integrasi ke depan oleh pemasok (F)
A
B
C
D
E
F
90 Lanjutan Lampiran 1. 4. Penentuan bobot faktor tawar menawar pembeli Faktor Penentu Jumlah pembeli (A) Ciri produk (B) Kemudahan pembeli untuk beralih ke produk pesaing (C) Nilai produk dalam struktur biaya pembeli (D) Kesempatan integrasi ke belakang (E) Keuntungan yang diperoleh pembeli (F) Tingkat kepentingan mutu produk bagi pembeli (G)
A
B
C
D
E
F
G
5. Penentuan bobot faktor ancaman produk substitusi Faktor Penentu Produk yang memiliki fungsi yang sama (A) Tingkat perkembangan produk substitusi (B) Tingkat harga produk substitusi (C) Perkembangan teknologi produk substiusi (D)
A
B
C
D
91
Lanjutan Lampiran 1. B. Kuesioner penentuan nilai faktor-faktor analisis persaingan industri Tujuan : menentukan nilai rating variabel ancaman pada setiap parameter yang diukur dengan memberikan tanda cheklist (V) pada angka (1-4) yang paling sesuai menurut Anda. 1. Penentuan rating variabel tingkat persaingan dalam industri Parameter Jumlah pesaing (A) Pertumbuhan industri (B) Biaya tetap yang diperlukan (C) Peningkatan kapasitas (D) Karateristik pesaing (E) Hambatan keluar industri (F) Diferensiasi produk (G)
Rating 1 2 3 4 Sangat sedikit Sangat tinggi Sangat kecil Sangat kecil Sangat tidak beragam Sangat mudah Sangat tinggi
Sangat banyak Sangat rendah Sangat besar Sangat besar Sangat beragam Sangat sulit Sangat rendah
2. Penentuan rating variabel ancaman pendatang baru Parameter Skala ekonomi (A) Diferensiasi produk (B) Besarnya biaya beralih ke usaha lain (C) Akses ke saluran distribusi (D) Akses ke pemasok (E) Kebutuhan modal (F) Kebijakan pemerintah tentang penambahan industri baru (G)
Rating 1 2 3 4 Sangat besar Sangat terdiferensiasi Sangat besar
Sangat kecil Tidak terdiferensiasi Sangat kecil
Sangat kecil Sangat sulit Sangat besar Sangat tidak kondusif
Sangat besar Sangat mudah Sangat kecil Sangat kondusif
3. Penentuan rating variabel ancaman produk substitusi Parameter Adanya produk yang memiliki fungsi yang sama (A) Tingkat perkembangan produk substitusi (B) Tingkat harga produk substitusi (C)
Rating 1 2 3 4 Sangat sedikit
Sangat banyak
Sangat lamban
Sangat cepat
Sangat tidak bersaing
Sangat bersaing
92
Lanjutan Lampiran 1. 4. Penentuan rating variabel kekuatan tawar menawar pemasok Parameter 1 Jumlah pemasok (A) Tingkat diferensiasi produk yang dipasok (B) Peran produk yang dipasok bagi pelanggan industri (C) Tingkat kepentingan pelanggan industri bagi pemasok (D) Ancaman adanya produk substitusi (E) Ancaman integrasi ke depan oleh pemasok (F)
Rating 2 3 4
Sangat banyak Sangat rendah
Sangat sedikit Sangat tinggi
Tidak penting Sangat penting
Sangat penting Tidak penting
Sangat tinggi
Sangat rendah
Sangat kecil
Sangat besar
5. Penentuan rating variabel kekuatan tawar menawar pembeli Parameter Jumlah pembeli (A) Ciri produk(B) Kemudahan pembeli untuk beralih ke produk pesaing (C) Nilai produk dalam struktur biaya pembeli (D) Kesempatan integrasi ke belakang (E) Keuntungan yang diperoleh pembeli (F) Tingkat kepentingan mutu produk bagi pembeli (G)
Rating 1 2 3 4 Sangat sedikit Sangat terdiferensiasi Sangat tinggi
Sangat banyak Tidak terdiferensiasi Sangat rendah
Sangat kecil
Sangat besar
Sangat kecil
Sangat besar
Sangat tinggi
Sangat rendah
Tidak penting
Sangat penting
93
Lanjutan Lampiran 1. C. Kuesioner penentuan bobot dan rating faktor internal dan eksternal Pemberian nilai peringkat terhadap peluang Petunjuk Pengisian Pemberian nilai peringkat didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam meraih peluang yang ada. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 4, Jika perusahaan mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam meraih peluang. Nilai 3, Jika perusahaan mempunyai kemampuan yang baik dalam meraih peluang. Nilai 2, Jika perusahaan mempunyai kemampuan sedang dalam meraih peluang. Nilai 1, Jika perusahaan mempunyai kemampuan yang tidak baik dalam meraih peluang. Menurut Bapak/Ibu bagaimana kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan peluang berikut : PELUANG Konsumsi mie instant per kapita Kebijakan sertifikat halal Perkembangan teknologi dan informasi Pertumbuhan penduduk Indonesia Peluang dan kemudahan ekspor Globalisasi dan AFTA
4
3
2
1
Pemberian nilai peringkat terhadap ancaman Petunjuk Pengisian Pemberian nilai peringkat didasarkan pada besarnya ancaman dalam mempengaruhi keberadaan perusahaan. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 1, Jika faktor ancaman sangat kuat mempengaruhi perusahaan. Nilai 2, Jika faktor ancaman kuat mempengaruhi perusahaan Nilai 3, Jika faktor ancaman akan memberikan pengaruh biasa terhadap perusahaan. Nilai 4, Jika faktor ancaman tidak akan memberikan pengaruh terhadap perusahaan. Menurut Bapak/Ibu Bagaimana perusahaan dipengaruhi oleh faktor ancaman berikut: ANCAMAN Strategi promosi pesaing Loyalitas konsumen pada merek lain Perkembangan kondisi perekonomian Indonesia Strategi produk dan harga pesaing Jaringan distibusi Peningkatan kapasitas produksi pesaing
4
3
2
1
94
Lanjutan Lampiran 1. Pemberian nilai peringkat terhadap kekuatan Petunjuk Pengisian Pemberian nilai peringkat didasarkan pada kekuatan perusahaan dibandingkan pesaing utama atau rata-rata industri. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 4, Jika faktor tersebut sangat baik bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Nilai 3, Jika faktor tersebut baik bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Nilai 2, Jika faktor tersebut cukup baik bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Nilai 1, Jika faktor tersebut tidak lebih baik bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Menurut Bapak/Ibu bagaimana kondisi perusahaan bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing utama atau rata-rata industri dalam hal faktor-faktor kekuatan yang dimiliki perusahaan berikut : KEKUATAN Kualitas produk yang baik Citra merek yang baik Penetapan harga yang bersaing Diferensiasi rasa inovatif Aksesibilitas bahan baku Lokasi usaha strategis
4
3
2
1
Pemberian nilai peringkat terhadap kelemahan Petunjuk Pengisian Pemberian nilai peringkat didasarkan pada kelemahan perusahaan dibandingkan pesaing utama atau rata-rata. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 1, Jika faktor tersebut lebih lemah bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Nilai 2, Jika faktor tesebut sedang bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Nilai 3, Jika faktor tersebut tidak lebih lemah bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Nilai 4, Jika faktor tersebut sangat tidak lebih lemah bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing.
95 Lanjutan Lampiran 1. Menurut Bapak/Ibu bagaimana kondisi perusahaan bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing utama atau rata-rata industri dalam hal faktor-faktor kelemahan yang dimiliki perusahaan berikut : KELEMAHAN Kegiatan promosi belum intansif Jaringan distribusi belum optimal Brand awareness dan band loyalty tehadap merek esmi masih lemah Pembagian segmentasi, target dan posisi pasar belum fokus dan efektif Ketersediaan produk di pasar belum optimal Keterbatasan modal kerja
4
3
2
1
Pembobotan terhadap peluang dan ancaman Petunjuk Pengisian Pemberian nilai didasarkan pada perbandingan berpasangan antara dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap industri pemasaran mie instan. Contoh : 1. “Kebijakan sertifikat halal” (B pada kolom/vertikal) lebih penting daripada “Konsumsi mie instan” (A pada baris/horizontal), maka nilainya = 1 2. “Kebijakan sertifikat halal” (B pada kolom /vertikal) sama penting daripada “Konsumsi mie instan” (A pada baris /horizontal), maka nilainya = 2 3. “Kebijakan sertifikat halal” (B pada kolom /vertikal) tidak lebih penting daripada “Konsumsi mie instan” (A pada baris /horizontal), maka nilainya = 3 Catatan : Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel pada baris 1 terhadap kolom dan harus konsisten. FAKTOR PENENTU Konsumsi mie instant per kapita Kebijakan sertifikat halal Perkembangan teknologi dan informasi Pertumbuhan penduduk Indonesia Peluang dan kemudahan ekspor Globalisasi dan AFTA Strategi promosi pesaing Loyalitas konsumen pada merek lain Perkembangan kondisi perekonomian Indonesia Strategi produk dan harga pesaing Jaringan distibusi Peningkatan kapasitas produksi pesaing
A (A) (B) (C) (D) (E) (F) (G) (H) (I) (J) (K) (L)
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
96
Lanjutan Lampiran 1. Pembobotan terhadap kekuatan dan kelemahan Petunjuk Pengisian Pemberian nilai didasarkan pada perbandingan berpasangan antara dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap industri pemasaran mie instan. Contoh : 1. “Citra merek yang baik” (B pada kolom / vertikal) lebih penting daripada “Kualitas produk yang baik (A pada baris /horizontal), maka nilainya = 1 2. “Citra merek yang baik” (B pada kolom / vertikal) sama penting daripada “Kualitas produk yang baik (A pada baris /horizontal), maka nilainya = 2 3. “Citra merek yang baik” (B pada kolom /vertikal) tidak lebih penting daripada “Kualitas produk yang baik”(A pada baris /horizontal), maka nilainya = 3 Catatan : Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel pada baris 1 (huruf cetak miring) terhadap kolom 1 (huruf cetak tegak) dan harus konsisten. FAKTOR PENENTU Kualitas produk yang baik Citra merek yang baik Penetapan harga yang bersaing Diferensiasi rasa inovatif Aksesibilitas bahan baku Lokasi usaha strategis Kegiatan promosi belum intansif Jaringan distribusi belum optimal Brand awareness dan band loyalty tehadap merek esmi masih lemah Pembagian segmentasi, target dan posisi pasar belum focus dan efektif Ketersediaan produk di pasar belum optimal Keterbatasan modal kerja
A (A) (B) (C) (D) (E) (F) (G) (H) (I) (J) (K) (L)
B
C D
E
F
G H
I
J
K
L
97
Lampiran 2. Pembobotan Faktor Internal Responden 1 FAKTOR PENENTU
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Skor
3
3
3
2
3
3
3
3
2
2
2
29
0.109
2
2
2
2
1
1
2
2
2
1
18
0.068
2
3
1
2
2
1
2
2
2
20
0.075
2
3
2
1
2
3
2
3
23
0.087
2
2
2
3
2
3
2
23
0.087
2
3
1
2
2
2
21
0.079
3
2
2
2
1
22
0.083
3
2
1
1
20
0.075
1
2
2
20
0.075
1
2
21
0.079
1
22
0.083
26
0.098
265
1.000
Citra merek yang baik
(A)
Diferensiasi rasa inovatif
(B)
1
Penetapan harga bersaing
(C)
1
2
Kualitas produk terjamin
(D)
1
2
2
Aksesibilitas bahan baku baik
(E)
2
2
1
2
Lokasi perusahaan strategis
(F)
1
2
3
1
2
Kegiatan promosi belum intensif
(G)
1
3
2
2
2
2
Brand awareness lemah
(H)
1
3
2
3
2
1
1
Jaringan distribusi belum optimal
(I)
1
2
3
2
1
3
2
1
Segmentasi target belum fokus
(J)
2
2
1
2
2
2
2
2
3
Ketersediaan optimal
(K)
2
2
2
2
1
2
2
3
2
3
(L)
2
3
3
1
2
2
3
3
2
2
3
15
26
24
22
21
23
22
24
24
23
22
produk
belum
Keterbatasan modal kerja Total
19
Lampiran 3. Pembobotan Faktor Internal Responden 2 FAKTOR PENENTU
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Skor
3
3
3
2
3
3
3
3
2
1
1
27
0.105
2
2
2
2
1
1
2
2
2
1
18
0.070
2
3
1
2
2
1
2
2
2
20
0.078
2
3
2
1
2
2
1
3
21
0.081
2
2
2
3
2
3
3
24
0.093
2
3
1
2
2
2
21
0.081
3
2
2
2
1
22
0.085
3
2
1
2
21
0.081
3
3
2
23
0.089
3
2
21
0.081
2
20
0.078
20
0.078
258
1.000
Citra merek yang baik
(A)
Diferensiasi rasa inovatif
(B)
1
Penetapan harga bersaing
(C)
1
2
Kualitas produk terjamin
(D)
1
2
2
Aksesibilitas bahan baku baik
(E)
2
2
1
2
Lokasi perusahaan strategis
(F)
1
2
3
1
2
Kegiatan promosi belum intensif
(G)
1
3
2
2
2
2
Brand awareness lemah
(H)
1
3
2
3
2
1
1
Jaringan distribusi belum optimal
(I)
1
2
3
2
1
3
2
1
Segmentasi target belum fokus Ketersediaan produk belum optimal
(J)
1
2
2
2
2
2
2
2
1
(K)
1
2
2
3
1
2
2
3
1
1
(L)
1
1
3
1
1
2
3
2
2
2
2
12
24
25
23
20
23
22
23
21
22
22
Keterbatasan modal kerja Total
21
98
Lampiran 4. Pembobotan Faktor Internal Responden 3 FAKTOR PENENTU
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Skor
3
3
3
2
3
3
3
3
2
2
2
29
0.109
2
2
2
2
1
1
2
2
2
1
18
0.068
2
3
1
2
2
1
2
2
2
20
0.075
2
3
2
1
2
2
2
1
20
0.075
2
2
2
3
2
3
2
23
0.087
2
3
1
2
2
2
21
0.079
3
2
2
2
1
22
0.083
3
2
1
2
21
0.079
1
2
3
21
0.079
3
3
25
0.094
2
22
0.083
23
0.087
265
1.000
Citra merek yang baik
(A)
Diferensiasi rasa inovatif
(B)
1
Penetapan harga bersaing
(C)
1
2
Kualitas produk terjamin
(D)
1
2
2
Aksesibilitas bahan baku baik
(E)
2
2
1
2
Lokasi perusahaan strategis
(F)
1
2
3
1
2
Kegiatan intensif
(G)
1
3
2
2
2
2
(H)
1
3
2
3
2
1
1
(I)
1
2
3
2
1
3
2
1
Segmentasi target belum fokus
(J)
2
2
2
2
2
2
2
2
3
Ketersediaan optimal
(K)
2
2
2
3
1
2
2
3
2
1
(L)
3
3
3
1
2
2
3
2
1
1
2
16
26
25
23
21
23
22
23
23
19
23
promosi
belum
Brand awareness lemah Jaringan optimal
distribusi
produk
belum
belum
Keterbatasan modal kerja Total
21
Lampiran 5. Pembobotan Faktor Internal Responden 4 FAKTOR PENENTU
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Skor
3
3
3
2
3
3
3
3
2
2
3
30
0.114
2
2
2
2
1
1
2
2
2
1
18
0.068
2
3
1
2
2
1
1
1
1
17
0.064
2
3
2
1
2
2
3
3
23
0.087
2
2
2
3
2
3
2
23
0.087
2
3
1
2
2
2
21
0.080
1
2
2
2
1
20
0.076
2
2
1
2
22
0.083
1
2
2
21
0.080
3
2
25
0.095
1
20
0.076
24
0.091
264
1.000
Citra merek yang baik
(A)
Diferensiasi rasa inovatif
(B)
1
Penetapan harga bersaing
(C)
1
2
Kualitas produk terjamin
(D)
1
2
2
Aksesibilitas bahan baku baik
(E)
2
2
1
2
Lokasi perusahaan strategis
(F)
1
2
3
1
2
Kegiatan promosi belum intensif
(G)
1
3
2
2
2
2
Brand awareness lemah
(H)
1
3
2
3
2
1
3
Jaringan distribusi belum optimal
(I)
1
2
3
2
1
3
2
2
Segmentasi target belum fokus
(J)
2
2
3
2
2
2
2
2
3
Ketersediaan optimal
(K)
2
2
3
1
1
2
2
3
2
1
(L)
1
3
3
1
2
2
3
2
2
2
3
14
26
27
21
21
23
24
22
23
19
24
produk
Keterbatasan modal kerja Total
belum
20
99
Lampiran 6. Pembobotan Faktor Eksternal Responden 1 A
FAKTOR PENENTU
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Skor
1
1
1
2
2
1
2
1
1
1
2
15
0.060
3
3
2
3
1
2
1
1
1
1
21
0.084
2
2
1
3
2
2
2
1
3
22
0.088
2
2
1
2
1
2
1
1
16
0.064
1
1
2
1
2
1
1
17
0.068
1
3
1
2
1
1
18
0.072
1
2
2
2
3
26
0.104
3
2
2
3
19
0.076
2
3
2
26
0.104
1
1
19
0.076
1
26
0.104
26
0.104
kebijakan sertifikat halal
(A)
konsumsi mi instan per kapita
(B)
3
peluang dan kemudahan ekspor
(C)
3
1
Globalisasi dan AFTA Pertumbuhan Penduduk Indonesia Perkembangan teknologi informasi Perkembangan kondisi perekonomian
(D)
3
1
2
(E)
2
2
2
2
(F)
2
1
3
2
3
(G)
3
3
1
3
3
3
Strategi promosi pesaing
(H)
2
2
2
2
2
1
3
Peningkatan kapasitas produksi
(I)
3
2
2
3
3
3
2
1
Strategi pesaing
(J)
3
2
2
2
2
2
2
2
2
Loyalitas konsumen
(K)
3
3
3
3
3
3
2
2
1
3
Jaringan distribusi pesaing
(L)
3
3
1
3
3
3
1
1
2
3
3
30
21
22
26
27
24
18
20
17
22
17
19
251
1.000
produk
dan
harga
Total
Lampiran 7. Pembobotan Faktor Eksternal Responden 2 A
FAKTOR PENENTU
B 3
C 2
D 2
E 2
F 3
G 3
H 3
I 2
J 1
K 1
L 1
Total 23
Skor 0.094
3
1
1
3
3
2
3
2
2
2
22
0.090
3
2
3
2
3
3
2
1
3
23
0.094
2
2
2
3
2
2
1
2
20
0.082
2
2
3
3
2
1
2
22
0.090
3
1
2
2
2
2
18
0.073
1
2
2
3
2
18
0.073
2
2
2
2
19
0.078
2
2
2
17
0.069
1
1
18
0.073
1
22
0.090
23
0.094
245
1.000
kebijakan sertifikat halal
(A)
konsumsi mi instan per kapita
(B)
1
peluang dan kemudahan ekspor
(C)
2
1
Globalisasi dan AFTA
(D)
2
3
1
(E)
2
3
2
2
(F)
1
1
1
2
2
(G)
1
1
2
2
2
1
Strategi promosi pesaing
(H)
1
2
1
1
1
3
3
Peningkatan kapasitas produksi
(I)
2
1
1
2
1
2
2
2
Strategi produk dan harga pesaing
(J)
3
2
2
2
2
2
2
2
2
Loyalitas konsumen
(K)
3
2
3
3
3
2
1
2
2
3
Jaringan distribusi pesaing
(L)
3
2
3
2
2
2
2
2
2
3
3
21
21
21
22
20
25
25
24
25
23
19
Pertumbuhan Penduduk Indonesia Perkembangan informasi Perkembangan perekonomian
Total
teknologi kondisi
20
100
Lampiran 8. Pembobotan Faktor Eksternal Responden 3 A
FAKTOR PENENTU
B 3
C 2
D 2
E 2
F 3
G 3
H 3
I 2
J 1
1
Total 23
Skor 0.095
1
3
1
1
3
3
2
3
2
2
1
21
0.086
3
2
3
2
3
3
2
1
1
21
0.086
2
2
2
3
2
2
1
2
20
0.082
2
2
3
3
2
1
2
22
0.091
3
1
2
2
2
2
18
0.074
1
2
2
3
2
18
0.074
2
2
2
2
19
0.078
2
2
2
17
0.070
1
1
18
0.074
1
22
0.091
24
0.099
17
243
1.000
Skor 0.095
kebijakan sertifikat halal
(A)
konsumsi mi instan per kapita
(B)
1
peluang dan kemudahan ekspor
(C)
2
1
Globalisasi dan AFTA
(D)
2
3
1
(E)
2
3
2
2
(F)
1
1
1
2
2
(G)
1
1
2
2
2
1
(H)
1
2
1
1
1
3
3
Peningkatan kapasitas produksi
(I)
2
1
1
2
1
2
2
2
Strategi pesaing
(J)
3
2
2
2
2
2
2
2
2
Loyalitas konsumen
(K)
3
2
3
3
3
2
1
2
2
3
Jaringan distribusi pesaing
(L)
3
3
3
2
2
2
2
2
2
3
3
21
22
21
22
20
25
25
24
25
23
19
Pertumbuhan Indonesia Perkembangan informasi Perkembangan perekonomian
Penduduk teknologi kondisi
Strategi promosi pesaing produk
dan
harga
Total
Lampiran 9. Pembobotan Faktor Eksternal Responden 4 A
FAKTOR PENENTU
B 3
C 2
D 2
E 2
F 3
G 3
H 3
I 2
J 1
1
1
Total 23
3
1
1
3
3
2
3
2
2
2
22
0.091
3
2
3
2
3
3
2
1
1
21
0.086
2
2
2
3
2
2
1
2
20
0.082
2
2
3
3
2
1
2
22
0.091
3
1
2
2
2
2
18
0.074
1
2
2
3
2
18
0.074
2
2
2
2
19
0.078
2
2
2
17
0.070
1
1
18
0.074
1
22
0.091
23
0.095
243
1.000
kebijakan sertifikat halal
(A)
konsumsi mi instan per kapita
(B)
1
peluang dan kemudahan ekspor
(C)
2
1
Globalisasi dan AFTA
(D)
2
3
1
(E)
2
3
2
2
(F)
1
1
1
2
2
(G)
1
1
2
2
2
1
Strategi promosi pesaing
(H)
1
2
1
1
1
3
3
Peningkatan kapasitas produksi
(I)
2
1
1
2
1
2
2
2
Strategi pesaing
(J)
3
2
2
2
2
2
2
2
2
Loyalitas konsumen
(K)
3
2
3
3
3
2
1
2
2
3
Jaringan distribusi pesaing
(L)
3
2
3
2
2
2
2
2
2
3
3
21
21
21
22
20
25
25
24
25
23
19
Pertumbuhan Indonesia Perkembangan informasi Perkembangan perekonomian
produk
Total
Penduduk teknologi kondisi
dan
harga
18
101
Lampiran 10. Rekapitulasi Pembobotan Lingkungan Internal dan Eksternal No.
Faktor Kritis Lingkungan
1 2 3 4
Citra merek yang baik Diferensiasi rasa inovatif Penetapan harga bersaing Kualitas produk terjamin Aksesibilitas bahan baku baik Lokasi perusahaan strategis Kegiatan promosi belum intensif Brand awareness lemah Jaringan distribusi belum optimal Segmentasi target belum fokus Ketersediaan produk belum optimal Keterbatasan modal kerja kebijakan sertifikat halal konsumsi mi instan per kapita peluang dan kemudahan ekspor Globalisasi dan AFTA Pertumbuhan Penduduk Indonesia Perkembangan teknologi informasi Perkembangan kondisi perekonomian Strategi promosi pesaing Peningkatan kapasitas produksi Strategi produk dan harga pesaing Loyalitas konsumen Jaringan distribusi pesaing
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 0.109 0.068 0.075 0.087
Responden 2 3 0.105 0.109 0.070 0.068 0.078 0.075 0.081 0.075
Rata-rata 4 0.114 0.068 0.064 0.087
0.109 0.068 0.073 0.083
0.087
0.093
0.087
0.087
0.088
0.079
0.081
0.079
0.080
0.080
0.083
0.085
0.083
0.076
0.082
0.075
0.081
0.079
0.083
0.080
0.075
0.089
0.079
0.080
0.081
0.079
0.081
0.094
0.095
0.087
0.083
0.078
0.083
0.076
0.080
0.098 0.060
0.078 0.094
0.087 0.095
0.091 0.095
0.088 0.086
0.084
0.090
0.086
0.091
0.088
0.088
0.094
0.086
0.086
0.089
0.064
0.082
0.082
0.082
0.077
0.068
0.090
0.091
0.091
0.085
0.072
0.073
0.074
0.074
0.073
0.104
0.073
0.074
0.074
0.081
0.076
0.078
0.078
0.078
0.077
0.104
0.069
0.070
0.070
0.078
0.076
0.073
0.074
0.074
0.074
0.104 0.104
0.090 0.094
0.091 0.099
0.091 0.095
0.094 0.098
102
Lampiran 11. Matriks IFE Lingkungan Usaha Mi Instan SM
Faktor Strategis Internal Kekuatan Citra merek yang baik Diferensiasi rasa inovatif Penetapan harga bersaing Kualitas produk terjamin Aksesibilitas bahan baku baik Lokasi perusahaan strategis Kelemahan Kegiatan promosi belum intensif Brand awareness lemah Jaringan distribusi belum optimal Segmentasi target belum fokus Ketersediaan produk belum optimal Keterbatasan modal kerja Total
Skor Rangking Pembobotan
Bobot
Rating
(A) (B) (C) (D)
0.109 0.068 0.073 0.083
3.00 4.00 4.00 4.00
0.328 0.274 0.293 0.331
(E)
0.088
3.00
0.265
(F)
0.080
3.00
0.240
(G)
0.082
2.00
0.164
(H)
0.080
2.00
0.160
(I)
0.081
2.00
0.162
(J)
0.087
2.00
0.175
(K)
0.080
2.00
0.160
(L)
0.088 1,000
1.00
0.088 2.638
2 6 3 1 5 4
2 4 3 1 5 6
103
Lampiran 12. Matriks EFE Lingkungan Usaha Mi Instan SM
Faktor Strategis Eksternal
Bobot
Rating
Skor
rangking
Peluang kebijakan sertifikat halal
(A)
0.086
4.00
0.343
2
konsumsi mi instan per kapita peluang dan kemudahan ekspor Globalisasi dan AFTA Pertumbuhan Penduduk Indonesia Perkembangan teknologi informasi Ancaman Perkembangan kondisi perekonomian Strategi promosi pesaing
(B) (C) (D) (E) (F)
0.088 0.089 0.077 0.085 0.073
4.00 3.00 2.00 3.00 3.00
0.350 0.266 0.155 0.254 0.220
1 3 6 4 5
(G)
0.081
2.00
0.163
4
(H)
0.077
3.00
0.232
1
Peningkatan kapasitas produksi
(I)
0.078
2.00
0.156
5
Strategi produk dan harga pesaing
(J)
0.074
2.00
0.149
6
Loyalitas konsumen
(K)
0.094
2.00
0.187
3
Jaringan distribusi pesaing
(L)
0.098
2.00
0.195
2
Total
1.000
2.671