FORMULASI PESTISIDA NABATI MINYAK MIMBA MENGGUNAKAN SURFAKTAN DIETANOLAMIDA UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK PADA TANAMAN KEDELAI
BUDHI INDRAWIJAYA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Formulasi Pestisida Nabati Minyak Mimba Menggunakan Surfaktan Dietanolamida untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak pada Tanaman Kedelai adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Tesis ini merupakan sebagian dari penelitian PUSNAS dengan judul Peningkatan Kinerja Insektisida Nabati dari Ekstrak Nimba (Azadirachta indica) untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak pada Kedelai Menggunakan Surfaktan DEA dari Olein Sawit yang dibiayai oleh KEMENTRIAN RISTEKDIKTI. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016 Budhi Indrawijaya NIM F351124101
RINGKASAN BUDHI INDRAWIJAYA. Formulasi Pestisida Nabati Minyak Mimba Menggunakan Surfaktan Dietanolamida untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak pada Tanaman Kedelai. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan DWI SETYANINGSIH.
Formulasi biopestisida mimba merupakan produk dengan komposisi surfaktan, bahan aktif dan bahan kimia tertentu yang bertujuan untuk mengendalikan hama ulat grayak pada tanaman kedelai. Secara umum formulasi insektisida dapat digolongkan dalam dua golongan besar yaitu formulasi cair dan formulasi padat. Formulasi cair biasanya terdiri dari bahan aktif, pelarut dan bahan tambahan seperti pengemulsi, perata, perekat, sedangkan formulasi padat umumnya mengandung bahan aktif, bahan pembawa (carrier), pembasah dan perata. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi produk emulsi insektisida hama ulat grayak pada tanaman kedelai. Formulasi insektisida yang digunakan berbahan aktif minyak biji mimba, surfaktan non ionik dietanolamida (DEA) dan surfaktan kationik yaitu SK 55. Parameter hasil formulasi menghasilkan produk emulsi insektisida hama ulat grayak adalah sebagai berikut : tegangan permukaan 33,09 dyne/cm , sudut kontak 6,47º dan ukuran droplet 4,16 µm. Berdasarkan hasil analisa tegangan permukaan, sudut kontak, ukuran droplet dan Critical Micelle Concentration (CMC), konsentrasi surfaktan DEA terbaik yang digunakan dalam formulasi ini adalah 5% sementara konsentrasi surfaktan kationik SK 55 sebesar 2%. Berdasarkan hasil pengujian formulasi di lapangan menunjukkan tingkat kematian tertinggi hama ulat grayak dapat mencapai 100% pada konsentrasi 12,5 mL/L dan pada konsentrasi terendah 5 mL/L hanya sebesar 22%. Analisis probit menunjukkan bahwa dosis maksimum yang dapat digunakan untuk mematikan ulat grayak sebanyak 50% (LC50) sebesar 5,99 mL/L, sedangkan untuk mematikan ulat grayak sebesar 95% (LC95) dibutuhkan dosis sebesar 9,29 mL/L. Kata Kunci : Dietanolamida, Formulasi, Mimba, Surfaktan, Ulat Grayak
SUMMARY BUDHI INDRAWIJAYA. Formulation of Neem Oil Biopesticide using Diethanolamide Surfactants for Control of Armyworm Pest on Soybean Plants. Supervised by ERLIZA HAMBALI and DWI SETYANINGSIH.
Neem biopesticide formulation is a product with a composition of surfactans, active material and chemicals that aims to control Armyworm pest on Soybean plants. Insecticide formulations can generally be classified into two major categories namely liquid formulations and solid formulations. Liquid formulations typically consists of the active material, solvents and additives such as emulsifiers, leveling, adhesives. Whereas solid formulations generally contain the active material, carrier material, wetting and leveling. This research aims to make the emulsion insecticide product formulations of armyworm pest on soybean plants. Insecticide formulations used active material of neem seed oil, nonionic surfactant diethanolamide (DEA) and cationic surfactant SK 55. Parameter results formulations of armyworm pest insecticide emulsion products as follows: surface tension of 33.09 dyne/cm, contact angle of 6.47º, droplet size of 4.16 µm. Based on the analysis of surface tension, contact angle, analysis of droplet size and Critical Micelle Concentration (CMC) method, the best concentration of DEA used in this formulation is 5% and the cationic surfactant (SK 55) used is 2%. Based on formulations test, high mortality rate of armyworm pest can reach 100 % at a concentration of 12.5 mL/L and at low concentration 5 mL/L is only 2%. Probit analysis showed that the maximum dose that can be used to killed the armyworm as much as 50% (LC50) at 5.99 mL/L. Whereas for the deadly armyworms, 95% (LC95) required a dose of 9,29 mL/L. Keywords : surfactant, diethanolamide, armyworm, neem, formulation
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
FORMULASI PESTISIDA NABATI MINYAK MIMBA MENGGUNAKAN SURFAKTAN DIETANOLAMIDA UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK PADA TANAMAN KEDELAI
BUDHI INDRAWIJAYA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji pada Ujian Tesis
:
Dr Ir Mohamad Yani, M Eng
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah formulasi pestisida nabati minyak mimba menggunakan surfaktan dietanolamida untuk pengendalian hama ulat grayak pada tanaman kedelai. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Erliza Hambali dan Dr Dwi Setyaningsih, S.TP M.Si selaku pembimbing, serta Dr Ir Mohamad Yani, M.Eng yang telah sabar dalam membimbing dan telah banyak memberi saran dalam penyempurnaan tesis ini. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada seluruh staf Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), Balai Besar Industri Agro (BBIA) yang telah banyak membantu selama penelitian dan kepada rekan-rekan Magister Teknologi Industri Pertanian terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (RISTEKDIKTI) atas bantuan dana penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian ini adalah bagian dari penelitian PUSNAS dengan judul Peningkatan Kinerja Insektisida Nabati dari Ekstrak Mimba (Azadirachta indica) untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak pada Kedelai Menggunakan Surfaktan DEA dari Olein Sawit. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada DIKTI atas beasiswa BPPDN yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan studi pada program pascasarjana IPB. Tidak lupa pula terima kasih yang mendalam penulis ucapkan pada papa, mama, istri dan anak-anakku tercinta serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan guna menyempurnakan penulisan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016 Budhi Indrawijaya
DAFTAR ISI
xi DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 3 Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Kedelai 4 Ulat Grayak 4 Mimba 6 Surfaktan 9 Dietanolamida 11 Tegangan Permukaan 11 METODOLOGI PENELITIAN 13 Bahan dan Alat 13 Waktu dan Tempat Penelitian 13 Metode Penelitian 13 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Analisis Proksimat Minyak Biji Mimba 18 Sifat Fisikokimia Minyak Biji Mimba 18 Penentuan Konsentrasi Surfaktan DEA 21 Analisa Tegangan Permukaan 21 Analisa Sudut Kontak 22 Analisa Ukuran Droplet 24 Penambahan Surfaktan Kationik 26 Pengujian Larutan Insektisida Mimba terhadap larva Spodoptera litura 29 SIMPULAN DAN SARAN 31 Simpulan 31 Saran 31 DAFTAR PUSTAKA 32 LAMPIRAN 36 RIWAYAT HIDUP 52
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Data hasil analisis proksimat Hasil analisis sifat fisikokimia minyak biji mimba Rekapitulasi data hasil analisa larutan hasil formulasi Data tegangan permukaan larutan formula insektisida pada berbagai dosis surfaktan kationik SK 55 Pengaruh penambahan surfaktan kationik SK 55 terhadap ukuran droplet Pengaruh penambahan surfaktan kationik SK 55 terhadap sudut kontak Mortalitas larva Spodoptera litura pada perlakuan formula mimba dengan penambahan surfaktan kationik pada hari ke-9 Mortalitas larva Spodoptera litura pada perlakuan formula mimba tanpa penambahan surfaktan kationik pada hari ke-9
18 19 25 26 27 28 29 30
DAFTAR GAMBAR
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Ulat grayak (Spodoptera Litura F) Siklus hidup ulat grayak Pohon tanaman mimba Daun mimba Biji mimba kering Struktur molekul surfaktan Reaksi amidasi dari metil ester Proses preparasi minyak biji mimba Proses sintesis surfaktan dietanolamida (DEA) Pembahasan tegangan permukaan larutan surfaktan DEA dalam minyak mimba 11. Pembahasan sudut kontak surfaktan DEA dalam minyak mimba 12. Pembahasan ukuran droplet surfaktan DEA dalam minyak mimba
4 6 7 7 8 9 11 14 15 21 23 24
DAFTAR LAMPIRAN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Prosedur analisis Tabel hasil analisis sifat fisiko kimia minyak biji mimba Data hasil analisis proksimat Gambar reaktor amidasi skala 25 L/batch Gambar proses pengepresan minyak biji mimba Hasil analisis ragam tegangan permukaan DEA dalam minyak mimba Analisis ragam uji sudut kontak DEA dalam minyak mimba Analisis ragam uji ukuran droplet DEA dalam minyak mimba Analisis ragam uji tegangan permukaan DEA 5% dan SK 55 Analisis ragam uji sudut kontak DEA 5% dan SK 55 Analisis ragam uji ukuran droplet DEA 5% dan SK 55 Hasil pengujian formulasi (DEA 5% dan SK 55 2% dalam mimba) Rekapitulasi hasil pengamatan uji mortalitas dan analisis probit
36 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 52
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L) Merril ), merupakan salah satu jenis pangan yang mengandung sumber protein yang tinggi. Banyak sekali kegunaan dari kedelai yang dapat diolah menjadi bahan pangan yang bergizi tinggi seperti susu, tempe, tahu dan jenis makanan atau pun minuman lainnya yang memiliki nilai jual yang tinggi. Dengan kandungan gizi yang tinggi tersebut tentunya berdampak baik terhadap kesehatan. Banyak sekali masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung kedelai tetapi sangat disayangkan bahwa dengan tingkat konsumsi yang tinggi tersebut tidak di dukung oleh produksi kedelai nasional yang mampu mencukupi kebutuhan tersebut. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2015) bahwa tingkat kebutuhan konsumsi kedelai masyarakat Indonesia setiap tahunnya mencapai kisaran 2,2–2,5 juta ton per tahun, sedangkan kemampuan produksi dalam negeri (2012 – 2014) rata-rata hanya mencapai 860 ribu ton per tahun. Berdasarkan kenyataan tersebut, hal ini tentunya tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga untuk memenuhi kekurangannya harus di impor. Indonesia mengimpor kekurangan kedelai tersebut dari Amerika Serikat dan Brazil. Jika dilihat dari ketergantungan terhadap impor tersebut, maka Indonesia perlu meningkatkan produksi kedelai nasional, sehingga mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Caranya adalah dengan menambah area untuk ditanami tanaman kedelai dan sekaligus dapat meningkatkan produktivitas tanaman kedelai. Upaya peningkatan produksi kedelai nasional saat ini menghadapi kendala yaitu adanya serangan hama yang dapat merusak tanaman kedelai. Umumnya hama yang menyerang tanaman tersebut berupa ulat. Salah satunya di kenal dengan nama ulat grayak. Ulat grayak merupakan salah satu jenis hama terpenting yang menyerang tanaman palawija dan sayuran di Indonesia. Hama ini sering mengakibatkan penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun dan buah menjadi sobek, terpotong – potong dan berlubang. Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan salah satu jenis hama perusak tanaman kedelai. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap 9 jenis serangga hama pemakan daun, ulat grayak merupakan salah satu jenis hama pemakan daun. Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 80 %, bahkan tidak mengeluarkan hasil sama sekali (puso) jika tidak dikendalikan (Marwoto dan Suharsono 2008). Luas serangan ulat grayak dalam periode 2002 – 2012 berkisar antara 1.316 – 2.902 Ha (Ditlintan 2013).
2 Perumusan Masalah Pengendalian serangan hama ulat grayak sudah banyak dilakukan baik secara teknis, mekanis, biologi maupun kimiawi. Upaya yang dilakukan para petani dalam memberantas hama ulat grayak ini menggunakan bahan aktif profenofos dan deltametrin yang diimpor dari China dan Amerika Serikat. Alternatif lainnya dapat digunakan ekstrak biji mimba. Tanaman ini mengandung zat azadirachtin yang memiliki fungsi sebagai anti serangga karena bersifat racun perut. Penggunaan pestisida nabati umumnya kurang efektif karena formulasinya masih sangat sederhana, sehingga diperlukan bahan aditif (tambahan) seperti surfaktan yang memiliki fungsi sebagai pendispersi dan perata bahan aktif sekaligus perekat yang umumnya digunakan pada pestisida sintetik. Salah satu jenis surfaktan yang berpotensi digunakan untuk aplikasi pestisida tanaman kedelai adalah surfaktan dietanolamida (DEA). DEA akan berperan dalam mendispersikan, menghomogenkan, meratakan dan merekatkan bahan aktif dengan bahan aditif lainnya dan media pembawanya. Surfaktan dietanolamida (DEA) termasuk dalam kelompok surfaktan nonionik yang bersifat biodegradable dan ramah lingkungan serta berfungsi pula sebagai pendispersi yang baik dan penurun tegangan permukaan dan tegangan antar muka yang cukup efektif. Saat ini DEA merupakan bahan aktif permukaan yang paling banyak digunakan pada produk personal care karena mudah ditangani dan sistem emulsi produk yang dihasilkan relatif stabil. Surfaktan DEA memiliki nilai tegangan permukaan yang paling rendah di bandingkan surfaktan yang lain seperti APG, etoksilat dan lauril betain yang banyak dipakai pada industri pestisida. Oleh karena itu surfaktan DEA sangat berpotensi untuk meningkatkan efektifitas pestisida (Suryani et al. 2012). DEA dapat diproduksi dari metil ester maupun dari asam lemak yang direaksikan dengan reaktan dietanolamina. Pada penelitian ini digunakan surfaktan DEA dari bahan baku metil ester bukan dari asam lemak sementara bahan aktifnya adalah minyak biji mimba.. Alasan digunakannya bahan baku metil ester olein sawit adalah harga bahan baku asam lemak inti sawit 2 kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan harga metil ester olein sawit. Harga asam lemak sekitar Rp 24.000/kg sedangkan metil ester hanya sekitar Rp 12.000/kg. Selain itu ketersediaan minyak olein lebih melimpah dan harganya lebih murah karena metil ester lebih mudah diproduksi, biaya produksi lebih murah dan dapat dilakukan pada skala menengah bila dibandingkan dengan asam lemak yang harus dilakukan pada skala besar selain itu bahan bakunya pun lebih mahal harganya. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah membuat formulasi insektisida nabati menggunakan minyak biji mimba, surfaktan DEA dan surfaktan kationik SK 55 untuk pengendalian hama ulat grayak pada tanaman kedelai serta menganalisa kinerja surfaktan DEA dalam formulasi tersebut.
3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah dapat memberikan nilai tambah pada produk turunan kelapa sawit serta memberikan nilai tambah juga kepada tanaman mimba karena selama ini hanya tumbuh liar dan tidak dibudidayakan untuk kepentingan yang lebih baik serta melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah dan petani terhadap manfaat yang bisa diperoleh dengan adanya hasil formulasi serta analisa yang dibuat. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian formulasi pestisida nabati menggunakan bahan aktif azadirachtin dari minyak biji mimba, maka ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Bahan baku sintesis surfaktan yang digunakan adalah metil ester olein dari minyak sawit 2. Biji mimba yang digunakan berasal dari daerah Jawa Timur 3. Minyak mimba diperoleh menggunakan alat screw press dan dilanjutkan mengunakan alat hidrolik press
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita memicu kenaikan konsumsi bahan pangan. Salah satunya adalah kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Kedelai mulai di kenal di Indonesia sejak abad ke-16. Sejak awal kedelai di kenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Akan tetapi pada tahun 1948 disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah adalah Glycine max (L.) Merill. Kedelai merupakan salah satu sumber protein bagi tubuh. Oleh karena itu kebutuhan akan terpenuhi jika produktivitas yang dihasilkan setara dengan kebutuhan akan konsumsi kedelai tersebut. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan kedelai mencapai kisaran 2,5 juta ton per tahun sedangkan kemampuan produksi dalam negeri rata-rata hanya 860 ribu ton per tahun (BPS 2015). Tentu saja kekurangan akan kedelai tersebut harus di impor dari luar negeri. Hal ini tentunya tidak akan mencukupi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan cara-cara dalam mengatasi ketergantungan impor kedelai seperti memperbanyak luas area untuk penanaman kedelai, kebijakan pemerintah yang diharapkan mampu mengatasi minimnya tingkat produksi dan tentu saja kebijakan itu harus menguntungkan para petani lokal serta adanya penyuluhan terhadap cara mengatasi hama yang sering menyerang tanaman kedelai kepada para petani juga dapat menjadi salah satu cara sekaligus dapat meningkatkan produktivitas dari tanaman kedelai tersebut. Serangan hama dan penyakit pada tanaman kedelai merupakan kendala utama dalam meningkatkan produksi kedelai. Menyempitnya keragaman genetik tanaman dan usaha peningkatan produksi yang kurang memperhatikan faktorfaktor lingkungan yang menjaga populasi hama, yaitu dengan penggunaan pestisida yang berlebihan, merupakan salah satu penyebab meledaknya populasi organisme pengganggu. Ulat grayak
Gambar 1 Ulat Grayak (Spodoptera Litura F) (Sumber : tribunnews.com, organichcs.com, berkebunorganik.blogspot.com )
5
Ulat grayak (Spodoptera litura F) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 merupakan salah satu jenis hama perusak tanaman kedelai. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap 9 jenis serangga hama pemakan daun, ulat grayak merupakan salah satu jenis hama pemakan daun yang sangat penting. Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 80%, bahkan puso jika tidak dikendalikan (Marwoto dan Suharsono 2008). Luas serangan ulat grayak dalam periode 10 tahun (2002-2012) berkisar antara 1.316 – 2.902 Ha (Ditlintan 2013). Tingkat kerusakan akibat serangan ulat ini cukup tinggi, bahkan ulat grayak mampu menghabisi tanaman hanya dalam waktu satu malam. Klasifikasi hama ulat grayak menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Divisio : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Noctuidae Genus : Spodoptera Spesies : Spodoptera litura F. Telur seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2a berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi 25 – 500 butir) tertutup bulu seperti beludru (Tenrirawe dan Talanca 2008). Stadia telur berlangsung selama 3 hari (Rahayu et al. 2009). Setelah 3 hari, telur menetas menjadi larva seperti terlihat pada Gambar 2b. Ulat yang keluar dari telur berkelompok dipermukaan daun. Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup berpencar. Panjang tubuh ulat yang telah tumbuh penuh 50 mm (Balitbang, 2006). Masa stadia larva berlangsung selama 15–30 hari (Rahayu et al. 2009). Setelah cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat mulai berkepompong. Masa pupa (Gambar 2c) berlangsung di dalam tanah dan di bungkus dengan tanah (Kalshoven 1981). Setelah 9-10 hari kepompong akan berubah menjadi ngengat dewasa (Balitbang 2006). Serangga dewasa berupa ngengat abu-abu, meletakkan telur secara berkelompok.Ukuran tubuh ngengat betina 14 mm sedangkan ngengat jantan 17 mm (Balitbang 2006). Imago S. litura (Gambar 2d) memiliki umur yang singkat (Kalshoven 1981).
6
Gambar 2 Siklus Hidup Ulat Grayak. Telur Spodoptera Litura (a), Larva Spodoptera Litura (b), Pupa Spodoptera Litura (c), Imago Spodoptera Litura (d) (Sumber : biolib.cz, nongyao001.com, tinhdoandongthap.org) Seperti halnya ulat-ulat lain, ulat grayak tergolong jenis hama malam, dimana menyerang tanaman terutama pada malam hari. Organisme pengganggu ini terdiri dari beberapa spesies, antara alain Spodoptera litura, Spodoptera exigua, Spodoptera mauritia, dan Spodoptera exempta. Tanaman yang terserang ditandai dengan adanya daun yang meranggas, hanya tersisa tulang daunnya saja. Serangan parah terjadi pada musim kemarau, pada saat kelembaban udara rata-rata 70% dan suhu udara 18-23°C. Pada saat cuaca demikian, ngengat akan terangsang untuk berkembang biak serta prosentase penetasan telur sangat tinggi, sehingga populasinya menjadi tinggi dan tingkat serangannya pun semakin tinggi. Mimba Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3 adalah tanaman berbentuk pohon. Tanaman mimba termasuk famili Miliaceae. Tingginya 10–25 m, batang tegak berkayu. Daunnya majemuk, letak berhadapan dengan panjang 5–7 cm dan lebar 3–4 cm. Bijinya bulat, berdiameter sekitar 1 cm berwarna putih (Subiyakto, 2009). Tanaman mimba berasal dari Asia Selatan dan Tenggara. Saat ini tanaman mimba dijumpai di daerah tropik dan sub tropik Afrika, Amerika, dan Australia. Mimba ditanam untuk berbagai keperluan, seperti hutan industri, kayu bakar, tanaman peneduh, dan penghasil bahan baku industri (medis, pestisida, sabun, minyak, pupuk, pakan ternak, dan kayu) (Benge 1986). Di Indonesia tanaman mimba tumbuh liar dan belum banyak dimanfaatkan, kecuali sebagai kayu bakar.
7
Gambar 3 Pohon Tanaman Mimba (Subiyakto 2009) Biji dan daun mimba mengandung empat senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida, yaitu azadirakhtin, salanin, meliatriol, dan nimbin. Dalam satu gram biji mimba mengandung 2-4 mg azadirakhtin, namun ada juga yang mencapai 9 mg. Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai penghambat pertumbuhan serangga, penolak makan, dan repelen bagi serangga (Sunarto dan Nurindah 2008).
Gambar 4. Daun Mimba (Subiyakto 2009)
8
Sebagai pestisida, mimba efektif membunuh lebih dari 200 jenis serangga hama dan relatif sulit menimbulkan resistensi dibanding dengan pestisida kimia sintetik (Khanna 1992). Umumnya para petani memberantas hama ulat grayak menggunakan bahan aktif profenofos dan deltametrin. Alternatif lain yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji mimba yang mengandung zat azadirachtin yang memiliki fungsi anti serangga karena bersifat racun perut, sehingga jika digabungkan dengan surfaktan DEA ini diharapkan mampu memberantas hama ulat grayak pada tanaman kedelai. Di Indonesia tanaman mimba dijumpai di sepanjang pantai utara Jawa, dari Indramayu sampai Banyuwangi. Selain itu tanaman nimba dijumpai di Nganjuk, Jombang, Blitar, Ponorogo, Madiun, Bojonegoro, Bondowoso, Situbondo, Gianyar, Negara, Paciran (Tuban), dan Lombok Timur (Subiyakto 2002). Mimba dapat tumbuh di tanah kering dan miskin hara, dangkal, bahkan tanah salin.Tanaman mimba yang berumur 8–10 tahun menghasilkan biji sekitar 9 kg. Tanaman mimba berumur 15–20 tahun menghasilkan biji sekitar 13 kg, sedang yang berumur di atas 20 tahun menghasilkan biji sekitar 19 kg. Biji mimba yang telah kering seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Biji Mimba Kering (Sumber : Dokumentasi Penulis) Beberapa produk pestisida nabati komersil berbahan aktif azadirakhtin yang telah terdaftar di Indonesia, yaitu Nospoil 8EC (azadirakhtin 8 g/l), Natural 9WSC (azadirakhtin 9 g/l) dan Nimbo 0,6AS (azadirakhtin 0,6 g/l) (Anonim 2005). Akan tetapi produk ini masih sulit ditemukan dan masa ijin produksinya juga sudah habis sehingga agak sukar ditemui. Di luar negeri beberapa produk pestisida sejenis yang sudah dikomersialkan antara lain NemAzal-T/S (azadirakhtin 1%) (Anonim 1996), Margosan-O (azadirakhtin 0,3%), Azatin (azadirakhtin 3%), dan Bioneem (Khana 1992; Isman 1994).
9
Surfaktan Surfaktan yang merupakan kepanjangan dari surface active agent adalah suatu senyawa kimia yang dapat mengaktifkan permukaan suatu zat lain yang awalnya tidak dapat berinteraksi. Surfaktan memiliki karakter yang unik karena dapat berinteraksi dengan senyawa yang polar dan juga non polar. Hal ini dikarenakan struktur surfaktan yang memiliki gugus polar dan non polar sekaligus.
Gambar 6. Struktur molekul surfaktan (Ophart 2003) Surfaktan atau zat aktif permukaan merupakan molekul dan ion yang di adsorpsi pada antarmuka. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar (Gambar 6). Apabila surfaktan dimasukkan dalam sistem yang terdiri dari air dan minyak, maka gugus polar akan mengarah ke fase air sedangkan gugus non polar akan mengarah ke fase minyak. Surfaktan yang memiliki gugus polar lebih kuat cenderung membentuk tipe minyak dalam air (o/w), sedangkan jika gugus non polar yang lebih kuat maka cenderung membentuk tipe air dalam minyak (w/o) (Martin et al. 1993). Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension) antar dua fase yang berbeda derajat polaritasnya seperti pada cairan dengan cairan, padatan dengan cairan, ataupun gas dengan cairan. Sifat utama dari surfaktan adalah kemampuannya membasahi (wetting ability), menghomogenkan, menyebarkan atau mendispersi (dispersing/spreading ability), merekatkan dan membantu penetrasi (penetrating ability). Surfaktan bekerja dengan cara memperluas penyebaran genangan (coverage) larutan pestisida pada permukaan daun sehingga semprotan pestisida tersebar lebih merata. Jika melihat struktur surfaktan terdapat gugus polar maupun non polar dalam strukturnya. Surfaktan dapat bersifat polar karena memiliki gugus karboksilat yang memiliki karakter polar. Pada gugus karboksilat terdapat ikatan rangkap dan juga pasangan elektron bebas yang dapat mengakibatkan muatan negatif terkutubkan. Kutub polar dari surfaktan ini dapat berinteraksi dengan air sehingga bersifat hidrofil. Secara struktur kata hidrofil berasal dari gabungan kata hidro yang berarti air dan fil yang berarti suka, jadi hidrofil berarti suka air. Selain
10 bersifat polar, surfaktan pun dapat bersifat non polar karena memiliki rantai karbon yang memiliki karakter non polar. Rantai karbon bersifat non polar karena elektron tersebar secara merata sehingga tidak ada pengkutuban muatan. Karena rantai karbon ini bersifat non polar, maka tidak dapat berinteraksi dengan air, tetapi justru dapat berinteraksi dengan lemak. Oleh karena itu sisi non polar ini bersifat hidrofob. Hidrofob merupakan gabungan kata hidro yang berarti air dan fob yang berarti takut, jadi hidrofob berarti takut air. Keberadaan kedua gugus dalam struktur surfaktan biasa diistilahkan “kepala”dan “ekor”. Gugus polar biasa disebut kepala dan ekornya adalah gugus non polar. Filosofinya karena gugus non polarnya berupa rantai panjang sehingga biasa diibaratkan ekor. Sedangkan gugus polarnya hanya gugus karboksilat sehingga diibaratkan kepala. Klasifikasi Surfaktan Berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya, surfaktan dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu surfaktan anionik, kationik, amfoterik dan nonionik. 1. Surfaktan Anionik Surfaktan anionik bermuatan negatif pada bagian hidrofiliknya. Aplikasi utama dari surfaktan anionik yaitu untuk deterjensi, pembusaan dan emulsifier pada produk-produk perawatan diri (personal care product), detergen dan sabun. Kelemahan surfaktan anionik adalah sensitif terhadap adanya mineral dan perubahan PH. Contoh surfaktan anionik, yaitu linier alkilbenzen sulfonat, alkohol sulfat, alkohol eter sulfat, metil ester sulfonat (MES), fatty alkohol eter fosfat. 2. Surfaktan Kationik Surfaktan kationik bermuatan positif pada bagian hidrofiliknya. Surfaktan kationik banyak digunakan sebagai bahan antikorosi, antistatik, flotation collector, pelunak kain, kondisioner, dan bakterisida. Kelemahan surfaktan jenis ini adalah tidak memiliki kemampuan deterjensi bila diformulasikan ke dalam larutan alkali. Contoh surfaktan kationik, yaitu fatty amina, fatty amidoamina, fatty diamina, fatty amina oksida, tertiari amina etoksilat, dimetil alkil amina dan dialkil metil amina. 3. Surfaktan Nonionik Surfaktan nonionik tidak memiliki muatan, tetapi mengandung grup yang memiliki afinitas tinggi terhadap air yang disebabkan adanya interaksi kuat dipoldipol yang timbul akibat ikatan hidrogen. Aplikasi surfaktan nonionik umumnya pada detergen untuk suhu rendah dan sebagai emulsifier. Keunggulan surfaktan ini adalah tidak terpengaruh oleh adanya air sadah dan perubahan pH. Contoh surfaktan nonionik adalah dietanolamida, alkohol etoksilat, sukrosa ester, fatty alkohol poliglikol eter, gliserol monostearat, sukrosa distearat, sorbitan monostearat, sorbitan monooleat, gliserol monooleat dan propilen glikol monostearat.
11
4. Surfaktan Amfoterik Surfaktan amfoterik memiliki gugus positif dan negatif pada molekul yang sama sehingga rantai hidrofobik diikat oleh bagian hidrofilik yang mengandung gugus positif dan negatif. Surfaktan amfoterik sangat dipengaruhi oleh perubahan pH, dimana pada pH rendah berubah menjadi surfaktan kationik dan pada pH tinggi akan berubah menjadi surfaktan anionik. Surfaktan jenis ini umumnya diaplikasikan pada produk sampho dan kosmetik. Contohnya adalah fosfatidilkolin (PC), fosfatidiletanolamina (PE), lesitin, asam aminokarboksilat dan alkil betain. Dietanolamida Jenis surfaktan yang berpotensi digunakan untuk aplikasi pestisida tanaman kedelai adalah surfaktan dietanolamida (DEA). DEA akan berperan dalam mendispersikan, menghomogenkan, meratakan dan merekatkan bahan aktif dengan bahan aditif lainnya dan media pembawanya. Surfaktan dietanolamida (DEA) termasuk dalam kelompok surfaktan nonionik yang bersifat biodegradable dan ramah lingkungan serta berfungsi pula sebagai pendispersi yang baik dan penurun tegangan permukaan dan tegangan antar muka yang cukup efektif. Saat ini DEA merupakan bahan aktif permukaan yang paling banyak digunakan pada produk personal care karena mudah ditangani dan sistem emulsi produk yang dihasilkan relatif stabil.
Metil Ester
Dietanolamina
Dietanolamida
Metanol
Gambar 7. Reaksi amidasi dari metil ester (Bernardini 1983) Tegangan Permukaan Tegangan permukaan merupakan fenomena menarik yang terjadi pada zat cair (fluida) yang berada dalam keadaan diam (statis). Tegangan permukaan zat cair adalah kecenderungan permukaan zat cair untuk menegang sehingga permukaannya seperti ditutupi oleh suatu lapisan elastis. Tegangan permukaan disebabkan adanya kecenderungan permukaan cairan untuk memperkecil luas permukaan secara spontan. Pada tingkat molekular, molekul yang ada di dalam cairan akan mengalami gaya tarik menarik (gaya van der walls) yang sama besarnya ke segala arah tetapi molekul pada permukaan cairan akan mengalami
12 gaya resultan yang mengarah ke dalam cairan dan akibatnya molekul di permukaan cenderung untuk meninggalkan permukaan masuk ke dalam cairan sehingga permukaan cairan cenderung untuk menyusut. Hal inilah yang menyebabkan butiran cairan atau gelombang gas cenderung untuk membentuk lingkaran. Tegangan permukaan yang dapat diukur bukan hanya tegangan permukaan antara permukaan gas dan cairan tetapi juga tegangan permukaan antara permukaan dua cairan. Tegangan permukaan merupakan sifat dari cairan terhadap udara sehingga membuatnya bertindak seolah-olah dilapisi oleh selaput tipis. Molekul di dalam cairan saling berinteraksi satu sama lain dengan molekulmolekul lain dari segala sisi, sedangkan molekul di sepanjang permukaan hanya dipengaruhi oleh molekul yang berada di bawahnya. Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya antarmolekul dalam cairan dan didefinisikan sebagai hambatan peningkatan luas permukaan cairan. Awalnya tegangan permukaan didefinisikan pada antarmuka cairan dan gas. Namun, tegangan yang mirip juga ada pada antarmuka cairan-cairan. Tegangan semacam ini secara umum disebut dengan tegangan antarmuka. Tarikan antar molekul dalam dua fase dan tegangan permukaan di antarmuka antara dua jenis partikel ini akan menurun bila temperatur menurun. Tegangan antarmuka juga bergantung pada struktur zat yang terlibat. Molekul dalam cairan ditarik oleh molekul di sekitarnya secara homogen ke segala arah. Namun, molekul di permukaan hanya ditarik ke dalam oleh molekul yang di dalam dan dengan demikian luas permukaan cenderung berkurang. Faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan antara lain adalah suhu (temperatur), konsentrasi zat terlarut dan surfaktan.
13
3 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji mimba hasil pengepresan, surfaktan dietanolamida (DEA) yang di sintesis sendiri menggunakan reaktor amidasi pada SBRC LPPM IPB dan surfaktan kationik SK 55. Alat yang digunakan berupa Reaktor Amidasi 25 L/batch, screw press, hidrolik press, homogenizer, stirrer. Sedangkan alat analisa yang lain berupa alat ukur tegangan permukaan (Spinning Drop Tensiometer), density meter (Densitymeter Anton Paar DMA 4500M), viscometer (Rheometer Brookfield DVIII Ultra), pengukur sudut kontak (Contact Angle Analyzer Phoenix 300) yang digunakan untuk analisa karakteristik sampel. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) – LPPM IPB Kampus IPB Baranangsiang, Bogor bulan Januari – Juli 2015. Metode Penelitian Preparasi Minyak Biji Mimba Biji mimba kering di press menggunakan screw press untuk di ambil minyaknya. Bungkil yang dihasilkan dari proses pengepresan di press kembali hingga tujuh kali untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak. Proses selanjutnya adalah minyak hasil pengepresan (crude oil) didiamkan selama 24 jam untuk memisahkan sludge dari minyak. Kemudian sludge yang dihasilkan di tekan (press) menggunakan hidrolik press untuk memisahkan minyak yang masih terdapat pada sludge tersebut. Diagram alir proses pemisahan minyak dari padatan disajikan pada Gambar 8.
14
Gambar 8 Proses Preparasi minyak biji Mimba Preparasi Surfaktan DEA Pada tahapan ini, sintesis DEA dilakukan dengan mereaksikan metil ester olein kelapa sawit dengan dietanolamina pada kondisi rasio metil ester dengan molar reaktan dietanolamina 2:1, suhu 140oC, dan lama proses amidasi selama 4 jam sedangkan konsentrasi katalis NaOH 30% yang digunakan sebesar 1,0 % (b/b). Proses sintesis surfaktan DEA disajikan pada Gambar 9 (Hambali et al. 2013).
15
Gambar 9 Proses sintesis surfaktan Dietanolamida (DEA) Analisa sifat fisiko kimia DEA yang dilakukan adalah mengukur pH (pH Meter Schott), densitas (Densitymeter Anton Paar DMA 4500M), tegangan permukaan (Spinning Drop Tensiometer), viskositas (Rheometer Brookfield DVIII Ultra). Penentuan Konsentrasi Surfaktan Dietanolamida (DEA) Metode yang digunakan dalam penentuan konsentrasi surfaktan adalah metode Critical Micelle Concentration (CMC). Critical Micelle Concentration atau CMC merupakan salah satu sifat penting surfaktan yang menunjukkan batas konsentrasi kritis surfaktan dalam suatu larutan. Diatas konsentrasi tersebut akan terjadi pembentukan micelle atau agregat. Penggunaan dosis surfaktan yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya emulsi balik (reemulsification), selain itu secara ekonomis tidak menguntungkan. Cara yang umum untuk menetapkan CMC adalah dengan mengukur tegangan permukaaan larutan surfaktan sebagai fungsi dari konsentrasi. Makin tinggi konsentrasi surfaktan menyebabkan tegangan permukaan makin rendah sampai mencapai suatu konsentrasi dimana tegangan antar mukanya konstan. Tegangan permukaan terbentuk karena adanya gaya tarik menarik antara molekul-molekul pada suatu cairan dengan udara. Molekul cairan menciptakan gaya tarik menarik ke dalam atau tekanan internal yang membatasi kecenderungan cairan mengalir dan membentuk antar muka yang besar dengan zat lain (Kamalakar et al. 2013). Surfaktan mengubah tegangan permukaan cairan dengan cara memecah gaya yang menahan molekul cairan di bagian antar muka. Konsentrasi larutan surfaktan yang digunakan adalah 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, dan 9%. DEA dilarutkan dengan minyak mimba, kemudian di
16 analisa tegangan permukaannya, sudut kontak serta ukuran droplet untuk menentukan konsentrasi surfaktan yang akan digunakan. Disain eksperimen yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal yaitu konsentrasi surfaktan DEA dengan dua kali pengulangan. Model matematika dari rancangan percobaan yang digunakan pada penentuan konsentrasi surfaktan adalah sebagai berikut :
Keterangan : Yij µ Ai
ɛij
: Pengaruh = konsentrasi surfaktan taraf ke-i dan ulangan ke-j : Rataan = umum : Pengaruh = konsentrasi ke-i (i=1,2,3,4,5,6,7,8,9) : Pengaruh = kesalahan percobaan
Penambahan surfaktan kationik Formulasi ini menggunakan larutan DEA dalam minyak mimba yang memiliki nilai tegangan permukaan paling rendah. Larutan DEA dalam minyak mimba yang sudah dipilih ditambahkan surfaktan kationik dengan kisaran konsentrasi 1% - 9%. Pembuatan larutan ini dengan cara ditimbang bobot masing–masing bahan. Bahan yang sudah selesai ditimbang kemudian dihomogenkan dengan cara diaduk menggunakan stirrer dengan kecepatan putaran 200 rpm selama 15 menit. Larutan yang telah selesai dibuat kemudian dianalisa nilai tegangan permukaannya. Formulasi dibuat sebanyak 2 ulangan. Surfaktan kationik mampu larut sempurna (bersinergi dengan surfaktan DEA) dan dapat membentuk emulsi saat ditambahkan dalam air. Tujuan penambahan surfaktan kationik ini adalah untuk menentukan konsentrasi terbaik surfaktan kationik yang akan digunakan dalam formulasi. Analisa CMC dilakukan dengan menganalisis tegangan permukaan dari penambahan surfaktan kationik pada berbagai konsentrasi (1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8% dan 9%). Disain eksperimen yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal yaitu konsentrasi surfaktan DEA dengan dua kali pengulangan. Model matematika dari rancangan percobaan yang digunakan pada penentuan konsentrasi surfaktan adalah sebagai berikut :
Keterangan : Yij µ Ai
ɛij
: Pengaruh = konsentrasi surfaktan taraf ke-i dan ulangan ke-j : Rataan = umum : Pengaruh = konsentrasi ke-i (i=1,2,3,4,5,6,7,8,9) : Pengaruh = kesalahan percobaan
Formula insektisida yang dihasilkan kemudian dianalisis tegangan permukaan, ukuran droplet dan sudut kontaknya di laboratorium surfaktan SBRC
17 LPPM IPB. Formulasi yang memiliki tegangan permukaan paling rendah, sudut kontak serta ukuran droplet yang kecil dan memiliki performa yang lebih baik akan dipilih untuk menjadi kandidat formulasi insektisida untuk uji selanjutnya.
Uji kinerja insektisida mimba terhadap larva S. litura Preparasi daun kedelai sebagai pakan larva S. litura Daun kedelai yang digunakan sebagai pakan ulat Spodoptera litura berasal dari penanaman di lahan petani di Desa Situgede, Bogor dan pada rumah kaca. Penanaman kedelai ’Tanggamus’ dilakukan pada petak seluas 300 m2. Penanaman dilakukan secara bertahap dengan selang 1-2 minggu dan tiap kali penanaman ditanam sebanyak 100 lubang tanaman sebanyak 2 benih per lubang tanam dengan jarak tanam 15 cm x 40 cm. Setelah tanam dilakukan pemupukan NPK setara 200 kg/ha. Pemupukan kedua dengan dosis yang sama dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan. Pada saat pemupukan kedua juga dilakukan pembumbunan tanaman. Pada perbanyakan tanaman kedelai ini, baik di lahan sawah maupun di rumah kaca, tidak digunakan pestisida. Di rumah kaca, benih kedelai ditanam di polybag kapasitas 5 L yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang (3:1), 2 benih per polybag sebanyak 100 polybag. Cara perawatan tanaman kedelai di rumah kaca pada dasarnya sama dengan perawatan tanaman kedelai yang ditanam di lahan sawah. Daun kedelai dari tanaman yang berumur ≥ 1 bulan digunakan sebagai pakan dan sebagai medium pengujian. Perbanyakan ulat grayak S. litura untuk pengujian formula insektisida mimba Serangga uji yang digunakan dalam berbagai pengujian yang terkait dengan penelitian ini adalah larva S. litura. Koloni awal diambil dari tanaman talas di sekitar Darmaga Bogor, lalu diperbanyak di laboratorium dengan pakan daun kedelai bebas pestisida. Daun kedelai diambil dari hasil perbanyakan tanaman kedelai seperti yang diuraikan pada bagian perbanyakan tanaman pakan serangga. Larva dipelihara dalam kotak plastik (35 cm x 26,5 cm x 6 cm) yang dialasi kertas stensil untuk menyerap kelembapan. Menjelang berpupa, larva dipindahkan ke dalam wadah plastik lain yang berisi serbuk gergaji steril sebagai medium untuk berpupa. Pupa beserta kolonnya dipindahkan ke dalam sangkar plastik-kasa (diameter 18.2 cm, tinggi 35 cm) sampai muncul imago. Imago diberi pakan madu 10% yang diserapkan pada kapas. Pengujian formula insektisida mimba terhadap larva Spodoptera litura Pengujian formulasi terbaik terhadap larva Spodoptera litura dilakukan menggunakan lima jenis konsentrasi dengan melarutkan formula dalam air yaitu konsentrasi formula 5 mL/L, 6,5 mL/L, 8,5 mL/L, 10,5 mL/L dan 12,5 mL/L. Sebagai kontrol adalah air. Metode yang dilakukan adalah metode celup daun,
18 yaitu daun yang akan diberi perlakuan dicelupkan terlebih dahulu pada larutan insektisida dengan konsentrasi yang sudah disiapkan untuk kemudian dilakukan pengujian terhadap larva instar III Spodoptera litura (ulat grayak). Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap mortalitas/kematian larva ulat grayak tersebut. Data hasil pengujian mortalitas/kematian serangga selanjutnya di analisa menggunakan analisis probit dimana data yang dihasilkan berupa data lethal concentration (LC) yaitu LC50 dan LC95. Jumlah populasi serangga yang mati dilakukan analisis probit untuk menentukan keefektifan dengan melihat nilai LC 50 dan LC95 (Finney 1971).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proksimat Minyak Biji Mimba Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, air dan abu pada suatu zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan. Analisis yang dilakukan adalah terhadap tanaman mimba seperti biji, minyak dan bungkil biji mimba. Analisis proksimat bermanfaat dalam mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan yang belum diketahui sebelumnya dan analisis proksimat merupakan dasar dari analisis-analisis yang akan dilakukan lebih lanjut serta bermanfaat pula dalam menilai dan menguji kualitas suatu bahan pakan atau pangan dengan membandingkan nilai standar zat makanan atau zat pakan dengan hasil analisisnya. Hasil analisis proksimat yang diperoleh seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Data hasil analisis Proksimat No. 1 2 3 4 5
Parameter Kadar abu (%) Kadar air (%) Kadar Protein (N x 6,25) (%) Kadar Lemak (%) Kadar Karbohidrat (%)
Biji mimba
Minyak mimba
11,40 4,35 13,20
0,40 0,08 0,10
Bungkil biji mimba 8,32 6,32 14,70
18,00 53,00
89,40 10,00
11,60 59,10
Sifat Fisikokimia Minyak Biji Mimba Penelitian untuk menghasilkan minyak biji mimba ini adalah mengambil minyak dari biji mimba kering dengan menggunakan mesin screw press dan
19 hidrolik press. Sebelum melakukan proses formulasi, maka analisis minyak biji mimba diperlukan untuk mengetahui sifat fisikokimia minyak biji mimba. Adapun sifat fisikokimia yang diuji meliputi beberapa parameter yaitu, densitas, viskositas, tegangan permukaan, indeks bias, putaran optik, serta kadar azadiractin. Hasil analisis selengkapnya disajikan pada Tabel.2 Tabel 2. Hasil analisis sifat Fisikokimia Minyak biji Mimba No. 1 2 3 4 5
Sifat fisiko-kimia Densitas Viskositas Tegangan permukaan Kadar Azadirachtin minyak dari biji mimba Kadar Azadirachtin minyak bungkil biji mimba
Nilai 0,91 g/cm3 58,94 cP 40,69 dyne/cm 343,82 ppm 242,20 ppm
Berdasarkan hasil analisis terhadap viskositas menunjukkan bahwa nilainya sebesar 58,94 cP. Viskositas merupakan resistensi suatu lapisan untuk meluncur (sliding) diatas lapisan lainnya. Dengan demikian, viskositas berhubungan langsung dengan besarnya friksi dan tegangan geser yang terjadi pada partikelpartikel fluida. Semakin kecil nilai viskositasnya maka semakin kecil pula friksi (gesekan) yang terjadi antara partikel-partikel yang saling bersinggungan. Analisis sifat fisikokimia ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah dengan adanya penambahan surfaktan dapat menurunkan nilai tegangan permukaan. Selain itu kadar azadirachtin yang diperoleh dari analisa ini sangat diperlukan untuk mengetahui seberapa besar kandungan azadirachtin dalam minyak biji mimba. Hal ini tentu saja akan bermanfaat pada tahapan formulasi larutan insektisida. Azadirachtin merupakan racun perut bagi serangga/hama ulat grayak sehingga dibutuhkan data konsentrasi yang terkandung dalam setiap satuan berat biji mimba. Surfaktan dietanolamida (DEA) merupakan surfaktan non ionik yang tidak bermuatan. Surfaktan ini banyak digunakan pada industri pestisida untuk bahan campuran insektisida. Pada saat surfaktan ini direaksikan dengan minyak mimba, maka akan bereaksi dengan sempurna. Hal ini dikarenakan minyak mimba berada di fase minyak sedangkan surfaktan dietanolamida memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik. Karena adanya gugus hidrofilik inilah yang kemudian menyebabkan surfaktan DEA dapat berikatan dengan minyak mimba secara sempurna karena
20 berada dalam fase yang sama. Penambahan surfaktan DEA ini pula ternyata dapat menurunkan tegangan permukaan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Pada saat ditambahkan surfaktan kationik (SK 55) yang memiliki muatan positif pada bagian hidrofiliknya, campuran atau larutan insektisida dapat larut dengan baik. Akan tetapi setelah dilakukan analisa, ternyata dengan adanya penambahan surfaktan ini terjadi kenaikan nilai tegangan permukaan. Hal ini diduga karena muatan positif yang dimiliki oleh surfaktan jenis ini yang menyebabkan ketidakstabilan dalam larutan karena membutuhkan anion (ion negatif) untuk mencapai kestabilan reaksi. Ion positif ini akan menarik ion oksigen dalam larutan insektisida tersebut sehingga molekul-molekul (ion-ion negatif) yang berada disekitarnya akan tertarik. Hal ini yang menyebabkan permukaan larutan akan sedikit menyusut karena adanya tarikan molekul tadi yang mengakibatkan nilai tegangan permukaannya menjadi lebih besar. Ada beberapa bahan aktif yang terdapat dalam minyak mimba yaitu azadirachtin, salanin, nimbin, nimbidin. Azadirachtin merupakan racun yang dominan dalam minyak mimba.
21 Penentuan Konsentrasi Surfaktan DEA Analisa Tegangan Permukaan Penentuan konsentrasi surfaktan DEA menggunakan metode CMC. Dari sembilan konsentrasi yang digunakan, masing-masing dianalisa nilai tegangan permukaannya menggunakan alat spinning drop tensiometer. Nilai tegangan permukaan yang paling kecil yang dihasilkan akan digunakan sebagai kandidat dalam menentukan konsentrasi surfaktan yang akan digunakan. Hasil analisa tegangan permukaan larutan surfaktan DEA ini ditunjukkan dalam Gambar 10.
Gambar 10. Pembahasan tegangan permukaan larutan surfaktan DEA dalam minyak mimba Dari Gambar 10 terlihat bahwa data CMC menunjukkan konsentrasi kritis surfaktan DEA berada pada konsentrasi 5 dan 6% dengan nilai tegangan permukaan yang paling rendah yaitu 24,64 dan 24,66 dyne/cm, sehingga perlu dilakukan analisa statistik (ANOVA) dan uji lanjut Duncan serta uji yang lain seperti sudut kontak dan ukuran droplet untuk melihat parameter-parameter konsentrasi DEA terbaik yang akan digunakan dalam formulasi. Berdasarkan hasil uji statistik (ANOVA) terhadap nilai tegangan permukaan pada taraf 5% (α = 0,05), diperoleh nilai tegangan permukaan pada konsentrasi 5% dan 6% menunjukkan huruf yang sama (a) artinya tidak berbeda nyata. Hasil analisis ragam tegangan permukaan ini disajikan pada Lampiran 6A sedangkan hasil uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 6B. Dengan demikian, konsentrasi surfaktan DEA yang dipilih dalam membuat larutan formula insektisida mimba yaitu konsentrasi DEA 5%. Alasannya adalah selain tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan konsentrasi DEA 6%, secara ekonomi tentunya akan lebih menguntungkan karena jumlah konsentrasi DEA yang digunakan dalam larutan formula insektisida lebih sedikit. Hal ini juga membuktikan bahwa dengan adanya penambahan surfaktan DEA dapat menurunkan nilai tegangan permukaan yang tadinya sebesar 40,69 dyne/cm
22 menjadi 24,66 dyne/cm. Penurunan nilai tegangan permukaan juga berkaitan dengan peranan surfaktan sebagai bahan aktif permukaan (Probowati et al. 2012) Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro 1990). Nilai CMC pada media cair dapat dipengaruhi oleh faktor struktur surfaktan yaitu pada media cair CMC menurun sesuai jumlah atom pada gugus hidrofobik hingga C16. Ketika jumlah rantai karbon dalam rantai lurus melebihi C16, CMC tidak lagi menurun begitu cepat dengan meningkatnya panjang rantai. Ketika terdapat karbon ikatan rangkap pada rantai hidrofobik maka CMC umumnya lebih tinggi dari senyawa yang jenuh pada panjang rantai karbon yang sama (Rosen 2004 dan Holmberg 2002). Olein sawit mengandung C16 dan C18 sehingga memungkinkan memiliki kecukupan gugus hidrofobik untuk terserap pada internal misel dan gugus hidrofilik mengarah pada pelarut yang akhirnya dapat mengurangi energi bebas pada sistem. Gugus hidrofobik yang terlalu pendek akan mengakibatkan kemampuan surfaktan dalam pembentukan misel menurun (Susi 2010).
Analisa Sudut Kontak Analisa sudut kontak bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat larutan formula insektisida dapat menyebar dalam waktu tertentu. Semakin cepat larutan tersebut menyebar di atas permukaan padatan maka akan semakin baik dikarenakan larutan tersebut mampu menempel dan menyebar lebih merata, sehingga kemungkinan larutan insektisida menempel pada permukaan daun dapat bertahan lebih lama pada daun. Hal ini karena cara kerja dari bahan aktif azadirachtin berupa racun perut, sehingga daun yang telah terkontaminasi larutan insektisida tadi akan dimakan oleh serangga (ulat grayak) yang dapat mengakibatkan kematian pada seranggga tersebut. Analisa yang dilakukan pada percobaan ini menggunakan sembilan konsentrasi surfaktan DEA yaitu 1% - 9%. Data hasil analisis sudut kontak disajikan pada Gambar 11.
23
Gambar 11. Pembahasan sudut kontak surfaktan DEA dalam minyak mimba Larutan hasil formulasi insektisida diharapkan memiliki kriteria sudut kontak sekecil mungkin karena berkaitan dengan kemampuan larutan hasil formulasi untuk menempel dan menyebar pada permukaan obyek tertentu. Sudut mendekati 0o menunjukkan bahwa tetesan larutan atau minyak mimba dapat menempel dan menyebar pada permukaan daun kedelai dengan baik (sempurna), sedangkan sudut mendekati 90o menunjukkan bahwa tetesan minyak mimba pada daun kedelai hanya mampu menempel tapi tidak dapat menyebar dengan baik sedangkan sudut mendekati 180o mengindikasikan bahwa tetesan minyak mimba sama sekali tidak dapat menempel di permukaan daun kedelai bahkan langsung tergelincir. Dari Gambar 11 terlihat bahwa pada konsentrasi larutan DEA dalam minyak mimba 5% memiliki sudut kontak yang kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa larutan tersebut dapat menyebar dan menempel dengan baik pada permukaan daun kedelai sehingga pada aplikasinya nanti oleh petani diharapkan mampu dimanfaatkan sebagai spreading agent dan wetting agent pada formula insektisida. Pengamatan visual dari tetesan larutan yang mengandung surfaktan dapat menembus dan menyebar diantara rambut-rambut halus pada permukaan daun melalui kapilaritas, sedangkan tetesan larutan tanpa surfaktan tidak dapat menyebar dan hanya menempel pada permukaan daun (Yu et al. 2009). Berdasarkan uji statistik (ANOVA) dan uji lanjut Duncan seperti yang disajikan pada Tabel 4, maka dapat dilihat bahwa nilai sudut kontak terkecil ada pada larutan dengan konsentrasi DEA 5% yaitu sebesar 17,82° dan larutan dengan konsentrasi 6% yaitu 18,51°. Dari uji tersebut memperlihatkan huruf yang sama antara konsentrasi DEA 5% (a) dan konsentrasi DEA 6% (ab) sehingga nilai konsentrasi DEAnya tidak berbeda nyata. Oleh karena itu dipilih kriteria konsentrasi larutan surfaktan DEA untuk sudut kontak terkecil yaitu 5%. Nilai sudut kontak yang diperoleh sebesar 17,82° tersebut membuktikan bahwa dengan adanya penambahan surfaktan dapat meningkatkan kinerja larutan dengan lebih baik yaitu tersebar lebih merata dan dapat menempel pada permukaan daun lebih
24 lama jika dibandingkan tanpa penambahan surfaktan DEA dimana nilai sudut kontaknya lebih besar yaitu 42,18°. Tegangan permukaan yang rendah dari larutan insektisida dapat menurunkan sudut kontak larutan insektisida pada permukaan daun sehingga dapat meningkatkan penyebaran area semprot insektisida (Yang et al. 2013) Analisa Ukuran Droplet Analisa ukuran droplet diperlukan untuk memastikan apakah ukuran droplet larutan hasil formulasi sudah berukuran relatif kecil (mikro) atau belum. Hal ini tentu ada kaitannya dengan kemampuan larutan tersebut untuk dapat menyatu satu sama lain untuk membentuk larutan yang lebih stabil karena memiliki partikel-partikel yang berukuran mikro atau sangat kecil. Partikelpartikel yang kecil memiliki luas permukaan kontak yang lebih besar dibandingkan dengan partikel-partikel yang berukuran lebih besar sehingga kontak (tumbukan) antara partikel yang satu dengan yang lainnya adalah semakin sering terjadi. Hal ini tentu saja dapat membuat partikel-partikel yang ada dalam larutan insektisida tersebut dapat menyatu dengan lebih baik. Ukuran droplet yang kecil membuat emulsi lebih stabil secara kinetik sehingga mencegah terjadinya sedimentasi dan kriming selama penyimpanan (Solans et al. 2005). Data hasil analisis ukuran droplet formulasi hasil penelitian disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Pembahasan ukuran droplet surfaktan DEA dalam minyak mimba Sistem emulsi umumnya mudah rusak dengan penambahan energi serta seiring berjalannya waktu. Masalah ini dapat diatasi dengan memperkecil ukuran droplet serta penggunaan zat penstabil seperti surfaktan. Efektifitas bahan penstabil yang digunakan dapat diketahui dengan mengamati sebaran droplet, semakin kecil peningkatan ukuran partikel, semakin baik pengemulsi untuk menstabilkan sistem. Semakin kecil ukuran droplet gaya tarik menarik secara bebas antar droplet juga semakin kecil yang menandakan bahwa potensi emulsi
25 untuk mengalami agregasi juga semakin kecil (Hartayanie et al. 2014). Ukuran droplet yang kecil dapat dicapai dengan rasio minyak dan surfaktan yang tepat dan suhu yang tepat (Ben et al. 2013). Berdasarkan pengukuran, campuran minyak mimba dengan surfaktan DEA hasil penelitian yang dilarutkan dalam air menjadi 1% memiliki ukuran droplet rata-rata 2,01 µm hingga 8,17 µm. Olein sebagai bahan baku sintesis surfaktan DEA dalam penelitian ini memiliki komposisi asam lemak yang dominan berantai panjang. Oleh karena itu dalam penelitian ini, semakin banyak surfaktan DEA yang ditambahkan dalam minyak mimba, droplet yang terbentuk semakin kecil. Menurut Voight (1995), panjang rantai hidrokarbon dari surfaktan juga mempengaruhi kinerja surfaktan dalam pembentukan emulsi. Surfaktan dengan rantai hidrokarbon yang panjang akan meningkatkan kerja pelindung sterik sehingga dapat meminimalisir kemungkinan penggabungan antar partikel atau droplet. Berdasarkan uji ANOVA pada taraf 5% (α = 0,05) dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi DEA antara 5% dan 6% tidak berbeda nyata sehingga konsentrasi surfaktan DEA maksimum untuk digunakan dalam formulasi insektisida minyak mimba yang dipilih adalah 5%. Data hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 8A sementara uji lanjut Duncan dapat disajikan pada Lampiran 8B. Berdasarkan hasil analisa yang sudah dijelaskan sebelumnya seperti analisa tegangan permukaan, sudut kontak dan ukuran droplet maka konsentrasi surfaktan DEA yang dipilih untuk digunakan dalam larutan formula insektisida nabati mimba adalah konsentrasi DEA 5%. Rekapitulasi hasil analisa dari penelitian yang sudah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Data hasil analisa larutan hasil formulasi Konsentrasi Surfaktan DEA dalam minyak mimba (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tegangan permukaan (dyne /cm)
Sudut kontak (o)
Ukuran Droplet (µm)
37,51 ± 0,97 d 33,27 ± 0,83 c 29,71 ± 0,53 b 26,61 ± 1,12 a 24,66 ± 1,19 a 24,64 ± 0,57 a 25,24 ± 1,44 a 25,92 ± 1,31 a 26,87 ± 0,46 a
36,56 ± 1,48 c 41,67 ± 1,18 d 42,35 ± 0,23 d 52,51 ± 0,73 e 17,82 ± 0,31 a 18,51 ± 0,46 a,b 18,74 ± 0,08 a,b 19,10 ± 0,58 a,b 20,63 ± 0,61 b
8,17 ± 0,66 d 7,90 ± 0,86 d 6,73 ± 0,16 d 5,09 ± 0,75 c 4,14 ± 0,05 b,c 3,93 ± 0,05 b,c 3,01 ± 0,31 a,b 2,25 ± 0,11 a 2,01 ± 0,04 a
Keterangan : huruf berbeda menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5% (Uji ANOVA)
26 Penambahan Surfaktan Kationik Jenis surfaktan kationik yang digunakan dalam formulasi insektisida ini adalah surfaktan kationik SK 55. Jenis surfaktan kationik ini mampu larut dalam minyak mimba dan pada saat dicampurkan dengan air dapat menyatu (tidak ada pemisah). Sehingga SK 55 dipilih untuk digunakan dalam proses formulasi ini. Penentuan konsentrasi surfaktan kationik SK 55 yang terbaik pada formulasi insektisida dilakukan dengan metode CMC yaitu dengan mengukur tegangan permukaan larutan insektisida hasil formulasi. Analisa Tegangan Permukaan Analisa tegangan permukaan dilakukan menggunakan alat spinning drop tensiometer. Tujuan dari pengukuran / analisa ini adalah untuk melihat pengaruh penambahan surfaktan kationik terhadap larutan insektisida. Data hasil analisis tegangan permukaan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Data tegangan permukaan larutan formula insektisida pada berbagai dosis surfaktan kationik SK 55
Formula Insektisida DEA 5% + SK 55 1% DEA 5% + SK 55 2% DEA 5% + SK 55 3% DEA 5% + SK 55 4% DEA 5% + SK 55 5% DEA 5% + SK 55 6% DEA 5% + SK 55 7% DEA 5% + SK 55 8% DEA 5% + SK 55 9%
Tegangan Permukaan (dyne/cm) 32,48 ± 0,98 a 33,09 ± 0,50 a 40,11 ± 0,68 b 40,52 ± 0,15 b 40,85 ± 0,70 b 40,68 ± 0,08 b 39,58 ± 0,25 b 39,43 ± 0,30 b 39,66 ± 0,88 b
Keterangan : huruf berbeda menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5% (Uji ANOVA) Berdasarkan hasil analisa tegangan permukaan maka dapat dilihat bahwa tegangan permukaan terendah yaitu pada konsentrasi surfaktan kationik SK 55 1% dan 2% pada konsentrasi DEA 5% yaitu 32,48 dyne/cm dan 33,09 dyne/cm. Hasil analisis ragam (α = 0,05) dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada konsentrasi surfaktan kationik 1% dan 2% memiliki huruf yang sama (a), artinya bahwa antara konsentrasi surfaktan kationik 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Sehingga dapat dipilih salah satu konsentrasi surfaktan kationik yang akan digunakan dalam formula larutan insektisida. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 9.
27 Setelah ditambahkan surfaktan kationik ternyata tegangan permukaan yang tadinya 24,66 dyne/cm (tanpa penambahan surfaktan kationik) naik menjadi 32,48-33,09 dyne/cm. Hal ini diduga karena dengan penambahan surfaktan kationik dapat mengakibatkan ikatan antar molekul-molekul dalam cairan semakin besar sehingga dapat meningkatkan tegangan permukaan. Selain itu karakteristik dari surfaktan kationik adalah bagian hidrofiliknya bermuatan positif sehingga perlu melepaskan ion positif tersebut atau memerlukan ion negatif untuk mencapai kestabilan. Tegangan permukaan disebabkan oleh adanya gaya tarikmenarik dari molekul cairan. Semakin besar ikatan antar molekul-molekul dalam cairan, semakin besar tegangan permukaannya (Bodner dan Pardue 1989). Kemudian dilakukan analisa yang lain seperti sudut kontak dan ukuran droplet untuk melihat dan memastikan hasil yang terbaik yang dapat digunakan dalam proses formulasi insektisida. Analisa Ukuran Droplet Analisa yang dilakukan bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan surfaktan kationik terhadap larutan insektisida. Analisa ini juga dilakukan untuk memastikan bahwa dengan adanya penambahan surfaktan kationik tetap menghasilkan ukuran droplet yang kecil (berukuran mikro). Data hasil analisa ukuran droplet dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh penambahan surfaktan kationik SK 55 terhadap ukuran droplet Formula insektisida Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% + SK 55 1% Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% + SK 55 2% Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% + SK 55 3% Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% + SK 55 4% Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% + SK 55 5%
Ukuran Droplet (µm) 4,14 ± 0,05 3,74 ± 0,12 a 4,16 ± 0,27 a 4,31 ± 0,24 a 6,54 ± 0,45 b 6,93 ± 0,70 b
Keterangan : huruf berbeda menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5% (Uji ANOVA) Berdasarkan tabel hasil analisa ukuran droplet di atas menandakan bahwa hasil pengukuran setelah ditambahkan surfaktan kationik masih berukuran relatif kecil. Hasil yang terendah ditunjukkan oleh DEA 5% dengan konsentrasi surfaktan kationik SK 55 sebesar 1% dan 2% dengan nilai berturut – turut adalah 3,74 µm dan 4,16 µm. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa nilai tegangan permukaan terkecil adalah pada konsentrasi surfaktan kationik 1% yaitu sebesar 32,48 dyne/cm. Hasil analisis ragam (α = 0,05) dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai ukuran droplet untuk konsentrasi surfaktan kationik 1% dan dan 2% memiliki huruf yang sama (a) artinya tidak berbeda nyata.
28 Pada saat larutan hasil formulasi diaplikasikan dengan mencampurkan formula tersebut dengan air maka terjadi pemisahan antara minyak mimba dengan air (tidak homogen), sehingga alternatif lain diambil konsentrasi surfaktan kationik SK 55 2%. Setelah diaplikasikan dengan mencampurkan formula tersebut dengan air maka terlihat hasil formulasi tersebut dapat bercampur dengan baik (homogen). Dengan demikian konsentrasi surfaktan yang terpilih yaitu surfaktan kationik SK 55 dengan konsentrasi 2%.
Analisa Sudut Kontak Analisa sudut kontak berkaitan dengan kemampuan larutan insektisida untuk dapat menyebar pada permukaan daun. Sistem kerja dari bahan aktif yang terdapat dalam larutan insektisida memiliki peranan yang penting. Bahan aktif azadirachtin merupakan racun perut dimana sistem kerjanya yaitu menempel pada daun kemudian daun tersebut dimakan oleh serangga. Dengan demikian serangga yang memakan daun (obyek) tersebut menjadi cacat sehingga mengakibatkan kematian serangga dalam beberapa hari. Data hasil analisa sudut kontak disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh penambahan surfaktan kationik SK 55 terhadap sudut kontak Formula insektisida Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% + SK 55 1% Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% + SK 55 2% Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% + SK 55 3% Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% + SK 55 4% Minyak mimba + Surfaktan DEA 5% + SK 55 5%
Sudut Kontak (°) 17,82 ± 0,31 15,53 ± 3,43 c 14,15 ± 0,78 bc 10,88 ± 5,26 b 0,00 ± 0,00 a 0,00 ± 0,00 a
Keterangan : huruf berbeda menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5% (Uji ANOVA) Nilai 0 pada analisa sudut kontak menggunakan konsentrasi surfaktan kationik 4% dan 5% menunjukkan bahwa pada saat larutan insektisida diteteskan pada permukaan daun kedelai setelah 10 menit mampu menyerap sempurna / menyebar secara merata. Hasil analisis ragam terhadap parameter sudut kontak pada taraf 5% (α = 0,05) dan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada penambahan konsentrasi surfaktan kationik 1% dan dan 2% memiliki huruf yang sama (c) artinya bahwa tidak berbeda nyata. Dan dari Tabel 6 juga terlihat bahwa nilai sudut kontak yang dihasilkan (dengan penambahan surfaktan kationik) lebih kecil berada pada kisaran 0° - 15,53°, sementara tanpa menggunakan surfaktan kationik sudut kontak yang dihasilkan lebih besar yaitu 17,82°. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya penambahan surfaktan kationik dapat meningkatkan laju penyebaran larutan insektisida terhadap permukaan daun kedelai.
29 Pengujian formula minyak mimba + surfakan terhadap larva Spodoptera litura Komposisi formula mimba yang diuji konsentrasi terbaik DEA 5% ditambahkan surfaktan kationik SK 55 2% dalam minyak mimba. Formula diuji pada konsentrasi pengenceran 5 mL/L ; 6,5 mL/L ; 8,5 mL/L ; 10,5 mL/L dan 12,5 mL/L. Pada pengujian ini digunakan cawan petri yang dialasi tisu yang dapat dilembapkan dengan penetesan air pada tisu di sela-sela bagian atas dan bawah cawan petri. Tiap cawan petri diisi enam helai daun perlakuan atau daun kontrol dan dalam setiap cawan petri dimasukkan 10 larva instar III S. litura dengan lima ulangan. Tisu penyekat bagian atas dan bawah cawan petri dibasahi setiap hari untuk mempertahankan kelembaban daun di dalam cawan petri. Pada hari ke-2 dan ke-4 ditambahkan daun perlakuan atau daun kontrol. Pengamatan mortalitas serangga uji dilakukan pada hari ke-9. Larva perlakuan yang masih hidup tetap dipelihara dengan diberi makan daun kedelai tanpa perlakuan untuk mengamati apakah larva tersebut berhasil berganti kulit ke instar berikutnya. Perlakuan dengan larutan mimba + surfaktan pada pengenceran berbagai konsentrasi tersebut mengakibatkan kematian serangga uji 22% sampai 100% pada hari ke-9 sedangkan pada kontrol kematian larva hanya mencapai 4%. (Tabel 10). Dari aplikasi yang telah dilakukan terlihat jelas bahwa perbedaan konsentrasi larutan dapat mengakibatkan perbedaan nilai mortalitas. Dengan makin tinggi konsentrasi larutan insektisida mimba yang digunakan maka tingkat mortalitas (kematian) ulat grayaknya juga semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusdi (2009) yang mengatakan bahwa perbedaan konsentrasi larutan insektisida (formula) terhadap ulat grayak mengakibatkan perbedaan yang sangat nyata terhadap mortalitas. Daun kedelai kontrol dimakan habis sedangkan daun perlakuan hanya sedikit yang dimakan. Selain itu, larva S. litura kontrol tampak sehat dan sudah mencapai instar V akhir sedangkan larva perlakuan belum ada yang mencapai instar V. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan aktif mimba menghambat makan dan perkembangan larva S. litura. Data hasil analisa lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12. Tabel 7. Mortalitas larva S. litura pada perlakuan formula mimba dengan penambahan surfaktan kationik pada hari ke-9 Perlakuan Kontrol (DEA 5% dalam akuades) Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III Perlakuan IV Perlakuan V a
Konsentrasi (mL/L)
Jumlah serangga matia
Serangga mati (%)
0
2
4
5 6,5 8,5 10,5 12,5
11 33 46 48 50
22 66 92 96 100
Jumlah serangga uji masing-masing 50 larva instar III.
30 Tabel 8. Mortalitas larva S. litura pada perlakuan formula mimba tanpa penambahan surfaktan kationik pada hari ke-9
Perlakuan Kontrol (DEA 5% dalam akuades) Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III Perlakuan IV Perlakuan V a
Konsentrasi (mL/L)
Jumlah serangga matia
Serangga mati (%)
0
3
6
5 6,5 8,5 10,5 12,5
30 38 48 49 50
60 76 96 98 100
Jumlah serangga uji masing-masing 50 larva instar III.
Jika dibandingkan dengan data pada Tabel 8, larutan formulasi tanpa penambahan surfaktan kationik ternyata memberikan hasil yang lebih baik (jumlah serangga yang mati) jika dibandingkan dengan data larutan formulasi yang ditambahkan surfaktan kationik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7. Hal ini kemungkinan terjadi karena penambahan surfaktan kationik dapat membuat kondisi larutan formulasi menjadi tidak stabil sehingga dapat mengganggu pada saat larutan formulasi tersebut diaplikasikan ke serangga (hama). Data hasil pengamatan terhadap kematian/mortalitas serangga dilakukan menggunakan analisis probit. Analisis probit biasanya digunakan dalam bidang toksikologi untuk menentukan toksisitas suatu bahan kimia terhadap makhluk hidup. Analisis ini dilakukan dengan mengetahui respon makhluk hidup terhadap berbagai konsentrasi bahan kimia yang digunakan sampai ditemukan konsentrasi yang paling efektif mematikan makhluk hidup tersebut. Hasil analisis probit ini berupa data LC (Lethal Concentration) yaitu LC50 dan LC95. Nilai yang ditunjukkan oleh LC50 adalah dosis insektisida yang dibutuhkan untuk mematikan 50% serangga uji sementara nilai LC95 adalah dosis insektisida yang dibutuhkan untuk mematikan 95% populasi serangga uji (Finney 1971). Dari hasil perhitungan analisis probit larutan formulasi dengan konsentrasi surfaktan DEA 5% ditambah konsentrasi surfaktan kationik 2% diperoleh nilai LC50 sebesar 5,99 mL/L. Sedangkan untuk LC95 diperoleh nilai sebesar 9,29 mL/L. Nilai yang diperoleh dapat menjadi acuan penentuan konsentrasi untuk aplikasi selanjutnya. Jika ingin mematikan populasi ulat grayak (spodoptera litura) sebesar 50% maka dosis yang bisa digunakan yaitu 5,99 mL/L atau 6 mL/L. Sedangkan untuk mencapai tingkat kematian ulat grayak (spodoptera litura) sebesar 95% maka perlu digunakan dosis larutan insektisidanya sebesar 9,29 mL/L atau 9,3 mL/L. Data hasil analisis probit disajikan pada Lampiran 14.
31 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisa tegangan permukaan, analisa sudut kontak, dan analisa ukuran droplet, konsentrasi surfaktan dietanolamida (DEA) yang terbaik untuk digunakan dalam formulasi insektisida dari minyak biji mimba adalah 5%. Sementara untuk surfaktan kationik SK 55 konsentrasi terbaik yang dapat digunakan pada proses formulasi yaitu 2%. Hasil pengujian terhadap mortalitas larva ulat grayak dari jenis formulasi yaitu DEA 5% dengan penambahan surfaktan kationik 2% menunjukkan bahwa pada konsentrasi tertinggi yang diujikan yaitu 12,5 mL larutan formula dalam 1 liter air memiliki tingkat kematian (mortalitas) larva ulat grayak sebesar 100%. Pengamatan terhadap kematian (mortalitas) larva ulat grayak dilakukan 9 hari setelah perlakuan (HSP). Hasil analisa probit juga dapat menunjukkan dosis maksimum yang bisa digunakan sebagai acuan pada aplikasi selanjutnya. Saran 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam perbaikan formulasi larutan insektisida tanpa menggunakan surfaktan kationik karena pengaruh yang ditunjukkan terhadap mortalitas (kematian) hama pengganggu lebih baik jika dibandingkan dengan larutan formulasi yang menggunakan surfaktan kationik. 2. Penggunaan alat pencampur yang tepat sehingga stabilitas emulsi larutan hasil formulasi dapat lebih baik. 3. Perlu dilakukan uji daya tahan produk dengan menyimpan produk tersebut dalam kurun waktu tertentu untuk mengetahui umur produk dari larutan insektisida tersebut.
32 DAFTAR PUSTAKA Al-yaari M, Al-Sarkhi A, Hussein IA, Chang F, Abbad M. 2014. Flow characteristics of surfactant stabilized water-in-oil emulsions. J Chem Eng Res Des. 92; 405 – 412. Ambarwati. 2007. Efektivitas Zat Antibakteri Biji Mimba (Azadirachta indica) untuk Menghambat Pertumbuhan Salmonella thyposa dan Staphylococcus aureus. J Biodiv. 8 (3) : 320-325. Anonim. 1996. NeemAzal in rice crop protection in Asia, prospects and strategies. 175p. Chennai India : EID Parry (India) Ltd. Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai. Berita Resmi Statistik No. 62/07/ Th. XVIII. Balitbang. 2006. Hama, Penyakit dan Masalah Hara pada Tanaman Kedelai, Identifikasi dan Pengendaliannya. Bogor. Ben ES, Suardi M, Chalid C, Yulianto T. 2013. Optimasi Nanoemulsi Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Menggunakan Sukrosa Monoester. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III. Padang, Indonesia. 4-5 Oktober 2013. Benge MD. 1986. Neem the Cornucopia Tree. S and T/FEN R Agroforestation Technical Series No.5. 190p. Washington DC : Agency for International Development. Bergenstahl BA, Claesson PM. 1990. Surface forces in emulsions. In : Larson K. dan Friberg SE. (Eds). Food Emulsions. New York : Marcell-Dekker Inc. Bernardini E. 1983. Oils and Fats. Rome : Publishing House. Damayanti RR, Himawan T, Astuti LP. 2013. Penghambatan Reproduksi Rhyzopertha dominica F. (Coleoptera : Bostrichidae) Menggunakan Fumigan Tablet Berbasis Minyak Nimba. JHPT. 1 (3). Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (Ditlintan). 2013. Laporan Luas dan Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia 2013. Jakarta : Ditlintan. Finney DJ. 1971. Probit Analysis. London (GB): Cambridge University. Cambridge. Genaro RA. 1990. Remington’s Pharmaceutical Science. 18th Edition. USA: Macle Printing Company. Easton-Pennsylvania.
33 Hambali E, Suryani A, Rivai M, Sutanto AI, Nisya FN, Nurkania A.2013. Pengembangan Teknologi Proses Produksi Surfaktan Dietanolamida (DEA) dari Metil Ester Olein Sawit dan Aplikasinya untuk Personal Care Products. Bogor : SBRC IPB. Hartayanie L, Adriani M, Lindayani. 2014. Karakteristik Emulsi Santan Dan Minyak Kedelai Yang Ditambah Gum Arab Dan Sukrosa Ester. J Teknol Indust Pangan. 28 (2): 1-6. Holmberg K, Jonssson B, Kronberg B, dan Lindman B. 2002. Surfactants and polymer in aqueous solution. England: John Wiley & Sons, Ltd. Isman MB. 1994. Botanical insectisides. Pesticide Outlook. June 1994. p 26-31. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Direvisi dan diterjemahkan oleh P.A. Vand der Lann. Jakarta : Ikhtiar baru - Van Haeve. Kamalakar K, Tenneti S, Yarra M, Rachapudi BNP, Mallampalli SLK. 2013. Synthesis of thumba, castor and sal fatty ethanolamide-based anionic surfactants. J Surf Det. s11743-013-1500-2. Khanna A. 1992. Neem compounds commercialized. Biotechnology and Development. Monitor No.13 December 1992. p.12. Knowles A. 2008. Recent Developments of Safer Formulations of Agrochemicals. J Environmentalist. 28:35 – 44. Martin A, Swarbick J, Cammarata A. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Jakarta : UI Press. p. 940-1010. Marwoto, Suharsono. 2008. Strategi dan komponen teknologi pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius) pada tanaman kedelai. JPPP. 27 (4) : 131 – 136. Ophart CE. 2003. Virtual Chembook. Illinois: Elmhurst College Press. Probowati A, Paradigma CG, Diyono I. 2012. Pembuatan surfaktan dari minyak kelapa murni (VCO) melalui proses amidasi dengan katalis NaOH. Teknologi Kimia dan Industri. Vol.1, No.1 Hal 424-432 Rahayu M, Sudarto K, Puspadi I, Mardian. 2009. Paket Teknologi Produksi Benih Kedelai. Nusa Tenggara Barat : Balitbang. Rosen MJ. 2004. Surfactans and Interfacial Phenomena. 3rd Edition. Ney Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
34 Rusdy A. 2009. Efektifitas Ekstrak Nimba Dalam Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Pada Tanaman Selada. J Floratek. 4 : 41 – 54. Sanatkaran N, Masalova I, Malkin AY. 2014. Effect of surfactant on interfacial film and stability of highly concentrated emulsions stabilized by various binary surfactant mixtures. J. Coll Surf A: Physicochem Eng Aspects. 461; 85 – 91. Setiawan, D. 2010. Kajian Daya Insektisida Ekstrak Daun Nimba (Azadirachta indica A. Juss) Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus oryzae Linn. JPS. (D) 10 : 6 – 12. Solans C, Izquierdo P, Nolla J, Azemar N, Garcia-Celma MJ. 2005. Nanoemulsions. Current Opinion in Colloid and Interface Science, 102-110. Subiyakto. 2002. Pemanfaatan serbuk biji mimba (Azadirachta indica A. Juss) untuk pengendalian serangga hama kapas. J Perspektif. 1 (1) : 9 - 17. Subiyakto. 2009. Ekstrak Biji Mimba Sebagai Pestisida Nabati: Potensi, Kendala, dan Strategi Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Indonesian Tobacco and Fibre Crops Research Institute). J Perspektif. 8 (2) : 108 – 116. Sunarto DA, Nurindah. 2009. Peran Insektisida Botani Ekstrak Biji Nimba untuk Konservasi Musuh Alami dalam Pengelolaan Serangga Hama Kapas. J Entomol Indones. 6 (1) : 42-52. Supriyo E. 2007. Pengaruh konsentrasi surfactant pada formulasi propoxure 20 EC dan efektifitasnya dalam membasmi nyamuk aedes aegypti. [Tesis]. Semarang : Universitas Diponegoro. Suryani A, Dadang, Nisya FN, Nurkania A. 2012. Surfaktan berbasis minyak nabati untuk formulasi herbisida berbahan aktif glifosat. Laporan Penelitian. SBRC LPPM IPB. Bogor. Susi. 2010. Proses aging pasca sulfonasi metil ester olein sawit untuk meningkatkan kinerja methyl ester sulfonic acid (MESA). [Tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Tenrirawe A dan Talanca AH. 2008. Bioekologi dan Pengendalian Hama dan Penyakit Utama Kacang Tanah. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah. Sulawesi Selatan, Indonesia. Voight R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi IV. Yogyakarta : UI Press.
35 Yang Y, Leser ME, Sher AA, McClements DJ. 2013. Formation and stability of emulsions using a natural small molecule surfactant: Quillaja aponin (Qnaturale). Food Hydrocoll 30: 589-596. Yu Y, Zhu H, Frantz JM, Reding ME, Chan KC, Ozkan HE. 2009. Evaporation and coverage area of pesticide droplets on hairy and waxy leaves. J Biosyst Eng. 104: 324 – 334.
37 Lampiran 1. Prosedur Analisis 1. Analisa Bobot Jenis atau Densitas (SOP for Densitymeter Anton Paar DMA 4500M) Densitymeter DMA 4500M Anton Paar dinyalakan. Sebelum dipakai, densitymeter dilakukan warming up selama 15 menit. Pilih mode density, lalu sambungkan selang pompa ke adapter dan aktifkan. Lakukan kalibrasi hingga nilai densitas udara pada 20 oC terbaca 0,00120 gram/cm3 (factor koreksi + 0,00005), dalam rentang 0,00125 hingga 0,00115. Pengukuran dilakukan pada temperatur maksimal alat, yaitu sebesar 70 oC. Sampel yang telah disiapkan diinjeksikan ke densitymeter dengan menggunakan syringe. Pembacaan dapat dilakukan setelah data dinyatakan valid oleh alat. Setelah hasil pengukuran terbaca, bilas U-Tube dengan menggunakan aquades minimal 5 kali. Bilas kembali U-Tube dengan menggunakan pelarut yang mudah mengering sebanyak 2 atau 3 kali. Pembersihan akan membuat akurasi alat pada pengukuran selanjutnya menjadi akurat. 2. Analisa Viskositas (SOP For Rheometer Brookfield DV-III Ultra) Pertama spindle yang tersedia dipasang ke viscometer dan kemudian diturunkan perlahan sehingga spindle masuk ke dalam sampel. Volume sampel yang digunakan jangan terlalu banyak atau berlebihan karena sangat menentukan system kalibrasi. Untuk memperoleh sampel yang mewakili, ketinggian cairan diatur segaris dengan batang spindle pada garis kira-kira 3,2 mm di atas bagian atas spindle yang meruncing dan kabel pengukur suhu pada alat dipasangkan. Rheometer kemudian dijalankan dengan kecepatan 6 rpm dan kemudian baca nilai viskositas setiap 2 detik selama 1 menit. Nilai viskositas akan terbaca secara otomatis oleh alat. Data hasil pembacaan di-export ke dalam format .xlsx dan beberapa data pertama dari hasil pembacaan dibuang karena dianggap kondisi putaran spindle belum stabil. Pengambilan data dimulai dari nilai yang mulai terbaca stabil. Ubah data viskositas, torque, shear rate, dan shear stress menjadi dua angka desimal dan temperatur menjadi satu angka desimal. Setelah itu rata-ratakan data dari semua nilai pengukuran. 3. Analisa Tegangan permukaan (SOP for Spinning Drop Tensiometer) Pengukuran tegangan permukaan dilakukan dengan menggunakan alat Spinning drop tensiometer. Larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung sampel hingga hampir penuh tetapi sisakan sedikit ruang untuk udara didalamnya kemudian tabung ditutup dan dimasukkan ke dalam alat Spinning Drop Tensiometer. Diatur suhu dan kecepatan rotasi alat. Nilai Tegangan permukaan sampel diperoleh dari nilai diameter gelembung
38 udara didalam tabung yang kemudian dikonversikan menjadi tegangan permukaan oleh alat.
4. Kadar air (SNI 06-3532-1994) Contoh yang akan diuji ditimbang sebanyak ± 5 gram ke dalam botol timbang yang telah diketahui bobot kosong sebelumnya kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 1 jam. Botol timbang didinginkan lalu ditimbang bobotnya hingga bobot tetap. Perhitungan :
5. Analisis kadar protein Metode : SNI 01 – 2891 – 1992 butir 7.1. Cara uji makanan dan minuman. Protein kasar (Metode Semimikro kjeldhal. Prinsip kerjasanya adalah senyawa nitrogen diubah menjadi ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat drr kemudian dititar dengan larutan baku asam. Peralatan yang digunakan adalah labu Kjeldhal 100 ml; alat penyulingan dan kelengkapannya, pemanas listrik/pembakar, dan neraca analitik. Sebelum analisis disiapkan campuran selen, yaitu campuran 2,5 g serbuk SeO2, 100 g K2SO4 dan 30 g CuSO4.5H2O. Kemudian disiapkan indikator yang berupa larutan bromocresol green 0,1 % dan larutan merah metal 0,1 % dalam alkohol 95 % secara terpisah. Selanjutnya 10 ml bromocresol green dicampur dengan 2 ml merah metil. Disiapkan larutan asam borat, H3BO3 2 %, yaitu 10 g H3BO3 dilarutkan dalam 500 ml air suling. Setelah dingin dipindahkan ke dalam botol bertutup gelas. Selanjutnya 500 ml asam borat dicampur dengan dengan 5 ml indikator yang telah disiapkan sebelumnya. Kemudian disiapkan larutan asam klorida, HCl 0,01 N dan larutan natrium hidroksida NaOH 30% yang dibuat dengan cara melarutkan 150 g natrium hidroksida ke dalam 350 ml air. Cara kerja analisis kadar protein adalah 0,51 g cuplikan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml, kemudian ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya dipanaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijauhijauan (sekitar 2 jam). Setelah dingin, larutan diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian 5 ml larutan dimasukkan ke dalam alat penyuling dan diambahkan 5 ml NaOH 30 % dan beberapa tetes
39 indikator PP kemudian disuling selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2 % yang telah dicampur indikator. Selanjutnya dititar dengan larutan HCl 0,01 N untuk penetapan blanko. Perhitungan kadar protein
Kadar protein =
(
)
Dimana : W = bobot cuplikan; V1 = volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh; V2: = volume HCl yang dipergunakan penitaran blanko N = normalitas HCl f.k. = protein dari : - makanan secara umum 6,25 - susu dan hasil olahannya 6,38 - minyak kacang 5,46 = h faktor pengenceran f.p. 6. Analisis kadar lemak Analisis kadar lemak dilakukan menggunakan metode SNI 01-2891-1992, butir 8.2. Prinsip kerjanya adalah ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisis dalam suasa asam untuk membebaskan lemak yang terikat.. Cara kerjanya adalah 1 g – 2 g bahan yang dianalisis dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian ditambahkan 30 ml HCl 25% dan 20 ml air serta beberapa butir batu didih. Kemudian ditutup dengan kaca arloji dan dididihkan selama 15 menit. Selanjutnya campuran bahan tersebut disaring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas agar tidak bereaksi asam lagi. Kemudian kertas saring beserta isinya dikeringkan dengan oven pada suhu 100oC-105oC. Selanjutnya kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam kertas saring pembungkus (paper thimble) dan diekstrak dengan heksan atau pelarut lemak lainnya selama 2-3 jam pada suhu ± 80oC. Kemudian larutan heksana disulingkan, ekstrak lemak dikeringkan dengan oven pada suhu 100oC-105oC. Selanjutnya didinginkan dan ditimbang. Proses pengeringan ini diulangi hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan: Kadar lemak =
40 Dimana : W = bobot bahan, dalam g W1 = bobot labu lemak sesudah ekstraksi, dalam g W2 = bobot labu lemak sebelum ekstraksi, dalam g
7. Analisis kadar azadirachtin (BBIA) Analisis kadar azadirachtin dilakukan dengan alat HPLC Perkin Elmer Series 200. Autosampler dengan flowrate : 1 ml/menit, column : C.18, Detektor : UV, Fase gerak : Acetonitrile : air = 65 :35, waktu inject= 20 menit, Volume inject = 20 µl. 8. Analisa Sudut Kontak Sudut kontak adalah sudut di mana antarmuka cairan memenuhi permukaan padatan. Analisa sudut kontak dilakukan untuk mengetahui besaran atau nilai sudut kontak antara formulasi yang telah diencerkan hingga 1% pada permukaan daun kedelai. Analisis ini berguna untuk mengetahui kemampuan surfaktan DEA dalam menyebarkan minyak mimba pada permukaan daun kedelai. Analisa dilakukan menggunakan alat Contact Angle Phoenix 300. Masing – masing sampel dianalisa sebanyak 2 kali ulangan dengan melihat sudut kontak saat tetesan pertama (0 menit) dan sudut kontak setelah 10 menit. Pengenceran dilakukan hingga konsentrasi menjadi 1%. 9. Analisa Ukuran Droplet Analisa droplet emulsi dilakukan untuk mengetahui ukuran droplet emulsi yang terbentuk oleh formulasi surfaktan DEA yang diencerkan dengan air hingga konsentrasi formulanya menjadi 1%. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa sistem emulsi produk hasil formulasi adalah berukuran mikro. Alat yang digunakan yaitu Mikroskop kamera Leica ICC 50 HD (perbesaran 1000 kali). Formulasi yang telah dibuat sebelumnya, diencerkan menjadi 1% dengan air, kemudian di analisa ukuran droplet emulsi. Untuk masing-masing sampel dilakukan analisa sebanyak 3 kali. Pengenceran dilakukan hingga konsentrasi menjadi 1%.
41 Lampiran 2. Tabel hasil analisis sifat fisiko kimia minyak biji mimba No.
Sifat fisiko-kimia
Nilai
1
Densitas
0,91 gr/cm3
2
Viskositas
58,94 cPoise
3
Tegangan permukaan
4
Indeks bias
5
Putaran optik
6
Kadar Azadirachtin minyak dari biji mimba
343,82 ppm
7
Kadar Azadirachtin minyak bungkil biji mimba
242,20 ppm
40,69 dyne/cm 1,4695 Tidak terukur/gelap
42 Lampiran 3. Data hasil analisis proksimat
No.
Parameter
Biji mimba
Minyak mimba
Bungkil biji mimba
1
Kadar abu (%)
11,40
0,40
8,32
2
Kadar air (%)
4,35
0,08
6,32
Kadar Protein
13,20
0,10
14,70
3 (N x 6,25) (%) 4
Kadar Lemak (%)
18,00
89,40
11,60
5
Kadar Karbohidrat (%)
53,00
10,00
59,10
43 Lampiran 4. Gambar reaktor amidasi skala 25 L/batch
44 Lampiran 5. Gambar proses pengepresan minyak biji mimba
45 Lampiran 6. Hasil Analisis ragam Tegangan Permukaan DEA dalam Minyak mimba A. Tabel ANOVA SK
JK
db
KT
F
Sig.
Konsentrasi
315,98
8
39,50
39,90
0,000
Galat
8,91
9
0,99
Total
324,89
17
Kesimpulan : Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tegangan permukaan DEA dalam minyak mimba dipengaruhi oleh konsentrasi. B. Hasil Uji Duncan Konsentrasi (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Data 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Rataan 37,5100 33,2650 29,7150 26,6100 24,6650 24,6400 25,2400 25,9200 26,8750
Kelompok d c b a a a a a a
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
46 Lampiran 7. Analisis sidik ragam Uji Sudut Kontak DEA dalam Minyak mimba
A. Tabel ANOVA SK
JK
db
KT
F
Sig.
Konsentrasi
2904,17
8
363,02
429,02
0,000
Galat
7,62
9
0,85
Total
2911,79
17
Kesimpulan : Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa sudut kontak DEA dalam minyak mimba dipengaruhi oleh konsentrasi. B. Hasil Uji Duncan Konsentrasi (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Data 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Rataan 36,5650 41,6650 42,3450 52,5150 17,8150 18,5100 18,7400 19,0950 20,6250
Kelompok c d d e
a ab ab ab b
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
47 Lampiran 8. Analisis sidik ragam Uji Ukuran Droplet DEA dalam minyak mimba A. Tabel ANOVA SK
JK
db
KT
F
Sig.
Konsentrasi
86,97
8
10,87
26,04
0,000
Galat
3,76
9
0,42
Total
90,73
17
Kesimpulan : Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa ukuran droplet DEA dalam minyak mimba dipengaruhi oleh konsentrasi.
B. Hasil Analisa Duncan Konsentrasi (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Data 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Rataan 8,1650 7,9000 6,7250 5,0850 4,1400 3,9250 3,0050 2,2450 2,0050
Kelompok d d d c bc bc
ab a a
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
48 Lampiran 9. Analisis sidik ragam Uji Tegangan Permukaan DEA 5% + SK 55
A. Tabel ANOVA SK
JK
db
KT
F
Sig.
Konsentrasi
171,54
8
21,44
61,68
0,000
Galat
3,13
9
0,35
Total
174,67
17
Kesimpulan : Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tegangan permukaan DEA 5% dan SK 55 2% dalam minyak mimba dipengaruhi oleh konsentrasi.
B. Hasil Uji Duncan Konsentrasi (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Data 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Rataan 32,4750 33,0950 40,1100 40,5150 40,8450 40,6800 39,5750 39,4300 39,6550
Kelompok a a b b b
b b b b
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
49 Lampiran 10. Analisis sidik ragam Uji Sudut Kontak DEA 5% + SK 55
A. Tabel ANOVA
SK
JK
db
KT
F
Sig.
Konsentrasi
922,93
4
230,73
28,80
0,000
Galat
120,16
15
8,01
Total
1043,09
19
Kesimpulan : Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa sudut kontak DEA 5% dan SK 55 2% dalam minyak mimba dipengaruhi oleh konsentrasi. B. Hasil Uji Duncan Konsentrasi (%) 1 2 3 4 5
Jumlah Data 4 4 4 4 4
Rataan 15,5275 14,1500 10,8825 0,0000 0,0000
Kelompok c bc b a
a
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
50 Lampiran 11. Analisis sidik ragam Uji Ukuran droplet DEA 5% + SK 55
A. Tabel ANOVA
SK
JK
db
KT
F
Sig.
Konsentrasi
17,51
4
4,38
26,28
0,001
Galat
0,83
5
0,17
Total
18,34
9
Kesimpulan : Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa ukuran droplet DEA 5% dan SK 55 2% dalam minyak mimba dipengaruhi oleh konsentrasi. B. Hasil Uji Duncan Konsentrasi (%) 1 2 3 4 5
Jumlah Data 2 2 2 2 2
Rataan 3,7350 4,1600 4,3100 6,5350 6,9250
Kelompok a a a b
b
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
6.5 ml/L
5.0 ml/L
Kontrol
1 2 3 4 5 Jumlah 1 2 3 4 5 Jumlah 1 2 3 4 5 Jumlah
Konsentrasi Ulangan formulasi
Jml hidup 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 9 10 10 10 10 49
Jml mati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
48 jam n 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50
Jml hidup 9 10 10 10 10 49 10 9 10 10 10 49 9 10 10 10 10 49
Jml mati 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1
96 jam n 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50
Jml hidup 10 9 9 10 10 48 10 9 9 10 10 48 9 10 9 9 10 47
Jml mati 0 1 1 0 0 2 0 1 1 0 0 2 1 0 1 1 0 3
144 jam N 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50
Jml hidup 10 9 9 10 10 48 8 9 3 9 10 39 5 2 3 3 4 17
Jml mati 0 1 1 0 0 2 2 1 7 1 0 11 5 8 7 7 6 33
216 jam
Lampiran 12. Hasil Pengujian Formulasi (DEA 5% dan SK 55 2% dalam mimba) terhadap larva instar III Spodoptera litura
n 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50
51
1 2 3 4 5 Jumlah 1 2 3 4 5 Jumlah 1 2 3 4 5 Jumlah
Jml hidup 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 9 10 10 10 10 49
Jml mati 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
48 jam n 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50
Jml hidup 9 10 10 9 10 48 8 10 10 10 10 48 9 10 10 6 10 45
Jml mati 1 0 0 1 0 2 2 0 0 0 0 2 1 0 0 4 0 5
96 jam n 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50
Jml mati 2 1 0 1 0 4 3 3 3 4 5 18 3 4 6 5 3 21
144 jam Jml hidup 8 9 10 9 10 46 7 7 7 6 5 32 7 6 4 5 7 29
Keterangan : n merupakan jumlah serangga (larva instar III) uji pada awal pengujian
12.5 ml/L
10.5 ml/L
8.5 ml/L
Konsentrasi Ulangan formulasi N 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50
Jml hidup 2 1 0 0 1 4 0 1 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0
Jml mati 8 9 10 10 9 46 10 9 10 9 10 48 10 10 10 10 10 50
216 jam n 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50
52
Insektisida sampel
Kontrol 5 6,5 8,5 10,5 12,5
0
Jenis Insektisida
Keterangan : JSP ( Jam Setelah Perlakuan)
Celup daun
Metode
Dosis (ml/L)
0 2 0 0 2
2 2 4 4 10
4 6 8 36 42
22 66 92 96 100
Persentase mortalitas pada pengamatan ke(%) 48 JSP 96 JSP 144 JSP 216 JSP 0 2 4 4
Lampiran 13. Rekapitulasi hasil pengamatan uji mortalitas dan analisis probit
5,9929
LC50
9,2952
LC95
Analisis Probit (ml/L) 216 JSP
53
54
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sorong, Papua Barat pada tanggal 26 Mei 1978. Penulis merupakan anak pertama dari tiga orang bersaudara putra pasangan Bapak Drs.H. Iwan Dharmawan dan Ibu Anastasia Salassa. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Sorong pada tahun 1990 kemudian menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Sorong pada tahun 1993, dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 47 Jakarta serta menamatkan pendidikan pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Teknologi Indonesia (ITI) pada Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri serta meraih gelar Sarjana Teknik (S.T) di Institut Teknologi Indonesia (ITI) pada tahun 2001. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan Magister di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor melalui Program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.