FORMULASI DEPPATORI PURY KUDAPAN TRADISIONAL SULAWESI SELATAN YANG DISUBTITUSI TEPUNG PURY (PUPAE MULBERRY)
AISYAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Deppatori Pury Kudapan Tradisional Sulawesi Selatan yang Disubtitusi Tepung Pury (Pupae Mulberry) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Aisyah NIM I14090058
ABSTRAK AISYAH. Formulasi Deppatori Pury Kudapan Tradisional Sulawesi Selatan yang Disubtitusi Tepung Pury (Pupae Mulberry). Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI dan CLARA M KUSHARTO. Formulasi kudapan Deppatori Pury dilakukan dengan mencampurkan bahan dasar yang terdiri dari tepung beras, tepung ketan, tepung pury, gula merah, wijen dan air dengan takaran yang sesuai. Formula Deppatori Pury terdiri dari F5 (tepung pury 5%), F10 (tepung pury 10%) dan F15 (tepung pury 15%). Pada uji hedonik, panelis lebih menyukai F10 yakni formula dengan penambahan tepung pury sebesar 10%, karena penambahan tepung pury yang semakin banyak akan membuat tekstur semakin keras. Metode yang digunakan analisis proximat untuk kandungan gizi. Hasil uji mutu hedonik juga menunjukkan bahwa F10 memiliki karakteristik warna cokelat kekuningan, rasa dan aroma yang netral, serta tekstur yang padat agak keras. Karakteristik kudapan Deppatori-Pury 10%, kandungan gizi dan mineral terdiri dari kadar air 7.92%, kadar abu 1.19%, kadar protein 5.80%, kadar lemak 25.99%, kadar karbohidrat 67.02%, energi 484 Kal, kadar kalsium 74.14 mg/100g, besi 1.96 mg/100g, fosfor 97.23 mg/100g dan hasil uji mikrobiologis 390 cfu/mL. Kontribusi Deppatori Pury 10% zat gizi protein dengan takaran saji 100 gram terhadap AKG kelompok usia lansia (65-80 tahun) sebesar 9.4-10.4% dan untuk mencapai kadar protein 20% dari AKG (BPOM 2004), Deppatori Pury yang dikonsumsi sebanyak dua kali takaran saji (200 g). Kata kunci: deppatori, tepung pury, kudapan, tradisional
ABSTRACT AISYAH. Formulation of Deppatori Pury Traditional Snack of South Sulawesi Subsitued with Pury (Pupae Mulberry) Powder. Supervised by SRI ANNA MARLIYATI and CLARA M KUSHARTO. Formulation of deppatori pury was done by mixing elementary substances consisting of rice flour, glutinous rice flour, pury powder, brown sugar, sesame and water. Deppatory pury formulas were F5 (pury powder 5%), F10 (pury powder 10%) and F15 (pury powder 15%). By analysis hedonic scale, the panel preferred F10 the formula by adding Pury powder of 10 %, because the addition of Pury powder will make texture deppatori pury getting harder. Methode used Proxymate Analysis for content nutrient. As well as analysisi hedonic quality scale also indicated that F10 having characteristics brown color yellowish, taste and flavor that neutral, and texture a dense and hard. Content nutrition and mineral of Deppatori Pury10% such as water level 7.92% of water, 1.19% of ash, 5.80% of protein, 25.99% of fat, 67.02% of carbohydrates, 484 Cal of energy, 74.14 mg/100g of calcium, 1.96 mg/100g of iron, 97.23 mg/100g of phosphorus and results test microbiologists 390 colonies/grams. Protein nutrients contribution against Nutrition Dietary Allowance of Deppatori Pury 10% with serving size 100 grams in elder age group (age 65-80) are 9.4-10.4% and to reach 20% protein against Nutrition Dietary Allowance (BPOM 2004), two times serving size of Deppatori Pury should be consumed (200 g). Keywords: deppatori, pury powder, snack, traditional
FORMULASI DEPPATORI PURY KUDAPAN TRADISIONAL SULAWESI SELATAN YANG DISUBTITUSI TEPUNG PURY (PUPAE MULBERRY)
AISYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Formulasi Deppatori Pury Kudapan Tradisional Sulawesi Selatan yang Disubtitusi Tepung Pury (Pupae Mulberry) Nama : Aisyah NIM : I14090058
Disetujui oleh
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, M.Sc Dosen Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka penyelesaian studi Program Sarjana (S1) pada Program Studi Ilmu Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini adalah diversifikasi pangan, dengan judul “Formulasi Deppatori Pury Kudapan Tradisional Sulawesi Selatan yang Disubtitusi Tepung Pury (Pupae Mulberry)”. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si sebagai pembimbing akademik selama penulis menjalakan masa perkuliahan sekaligus juga sebagai pembimbing skripsi pada penyelesaian tugas akhir penulis, serta kepada Ibu Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, M.Sc sebagai pembimbing skripsi yang selalu bersedia untuk berdiskusi, memberikan nasihat dan solusi pada setiap masalah yang dihadapi penulis serta kepercayaan beliau kepada penulis menjadi bagian dari proyek Hilink DIPA DP2M Dikti Nomor SPK 471/SP2H/KPM/Dit.Litabmas/X/2013 Tanggal 10 Oktober 2013 dengan judul “Diversifikasi Tepung Pury”. Penghargaan penulis juga sampaikan kepada Ibu Hikmah beserta Tim dari Politeknik Kesehatan Makassar, Bapak Abdul Kadir beserta staf Keluruhan Walennae, Wajo, Sulawesi Selatan, serta Bapak Mashudi dan Mbak Ine dari Teknisi Laboratorium Departemen Gizi Masyakarat yang telah membantu selama penyelesaian penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta teman-teman IPB, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Aisyah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Tujuan umum 2 Tujuan khusus 2 Manfaat 3 METODE 3 Tempat dan Waktu 3 Bahan dan Alat 3 Tahap Penelitian 4 Tahap Pendahuluan 4 Tahap Lanjutan 6 Rancangan Percobaan 7 Pengolahan dan Analisis Data 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Pembuatan Tepung Pury 8 Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Tepung Pury 10 Karakteristik Fisik 10 Karakteristik Kimia 12 Uji Mikrobiologis 16 Pembuatan dan Formulasi Kudapan Deppatori Pury 16 Hasil Uji Organoleptik Kudapan Deppatori Pury 17 Warna 17 Tesktur 18 Aroma 18 Rasa 18 Kandungan Energi dan Zat Gizi serta Hasil Uji Mikrobiologis Kudapan Deppatori Pury 19 Kadar air 19 Kadar abu 20 Kadar protein 20 Kadar lemak 21 Kadar karbohidrat 21 Kandungan energi 21 Kadar kalsium 22 Kadar zat besi 22 Kadar fosfor 22 Hasil Uji Mikrobiologis Kudapan Deppatori Kontrol dan Formula Terpilih 22 Kandungan dan Kontribusi Energi dan Zat Gizi Kudapan Deppatori Pury 23 SIMPULAN DAN SARAN 24 Simpulan 24 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
25 414
DAFTAR TABEL 1 Formulasi kudapan Deppatori Pury 7 2 Karakteristik fisik tepung pury 10 3 Kandungan energi dan zat gizi tepung pury 12 4 Komposisi asam amino tepung pury 14 5 Komposisi asam lemak tepung pury 15 6 Kadar mineral kalsium, zat besi dan fosfor tepung pury 16 7 Formula kudapan Deppatori subtitusi tepung pury 16 8 Rata-rata nilai hasil uji hedonik 17 9 Rata-rata nilai hasil uji mutu hedonik 17 10 Kandungan gizi kudapan Deppatori kontrol dan kudapan Deppatori Pury 10% per 100 gram 20 11 Hasil uji mikrobiologis tepung pury 23 12 Kontribusi zat gizi dan energi kudapan Deppatori Pury dalam satu takaran penyajian (100 g) terhadap AKG dan Lansia 23
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian 2 Pembuatan tepung pury 3 Proses pembuatan Deppatori Pury 4 Kokon ulat sutera setelah dipintal 5 Ekstrak pupa ulat sutera 6 Tepung pury 7 Deppatori pury terpilih
4 5 6 8 9 9 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Lembar kueisioner uji mutu hedonik kudapan Deppatori Pury 27 Lembar kueisioner uji hedonik kudapan Deppatori Pury 29 Analisis sifat fisik, sifat kimia dan uji mikrobiologis 31 Rata-rata hasil uji hedonik 34 Rata-rata hasil uji mutu hedonik 35 Hasil sidik ragam uji mutu hedonik Deppatori Pury F5,F10, dan F15 36 Hasil uji lanjut Duncan uji mutu hedonik organoleptik Deppatori Pury F5,F10 dan F15 37
8 Hasil sidik ragam uji hedonik Deppatori Pury F5, F10, dan F15. 38 9 Hasil uji lanjut Duncan uji hedonik organoleptik F5, F10 dan F15 39 10 Hasil uji beda kandungan gizi Deppatori Pury 40 11 Hasil uji beda data mikrobiologis Deppatori Kontrol dan Deppatori Pury 10% 41 12 Kontribusi zat gizi kudapan Deppatori Pury terhadap AKG semua kelompok usia 42
PENDAHULUAN Latar Belakang Serikultur adalah pembudidayaan ulat sutera untuk diambil benang suteranya. Produk utama serikultur adalah benang sutera, dengan produk-produk sampingan berupa daun murbei tua, pupa ulat sutera, feses ulat sutera, cocoon palade, dan silk waste. Produksi benang sutera Sulawasi Selatan merupakan yang terbesar di Indonesia dengan produksi 54.3 ton dari 64.02 ton produksi nasional atau 84.8 persen (BPA 2008b). Produksi kokon nasional dari budidaya ulat sutera rata-rata per tahun mencapai sekitar 250 ton. Setelah diproses menjadi benang menghasilkan sekitar 31.25 ton benang. Hal ini menggambarkan pemanfaatan kokon hanya 12.5% untuk dijadikan benang dan sisanya menjadi limbah. Jadi dengan produksi kokon di Wajo sebesar 6 200,40 kg (BPA 2014), maka limbah dari produksi kokon yang dihasilkan sebesar 7 144,93 kg. Hasil samping (by product) dari kegiatan serikutur dapat dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan produk-produk berbasis nilai. Konversi menguntungkan hasil samping dapat mengurangi biaya produksi, polusi, mendaur ulang sumber daya untuk memenuhi tuntutan penduduk yang semakin meningkat. Kedepannya, produk hasil samping ternak ulat sutera dapat dimanfaatkan untuk pangan manusia, pakan ternak, sabun, gliserin, obat-obatan, bio-gas, pupuk organik, klorofil, karoten, fitol, n-triakontanol, pektin, serat, kertas dan kerajinan seni. Selain itu, chitin, Shinki-fibroin, serra-peptidase dan glukosa-amina tersedia dalam pupa ulat dan ngengat mempunyai fungsional dalam neurologis, pascabedah, mata, hepatitis, pankreas, anti-histamic dan obat anti-karsinogenik (Angali et al 2013). Serikultur di Indonesia, salah satu industrinya industri kerajinan sutera di Wajo, Sulawesi Selatan, sedang dikembangkan agar tidak menghasilkan limbah atau menjadi “zero waste industry”. Usaha yang telah dilakukan antara lain dengan memanfaatkan produk-produk sampingan serikultur seperti sisa daun murbei dan feses pupa untuk pupuk, dan pupa ulat sutera untuk pakan ikan. Konsumsi ulat memiliki sejarah panjang di Cina. Ulat sutera telah digunakan sebagai pakan ternak, makanan dan obat-obatan Cina sejak dulu. Kebiasaan makan ulat sutra sangat populer di Cina, orang-orang di provinsi Shandong dan timur laut China mengkonsumsi pupa ulat sutera, sedangkan provinsi Henan dan orang-orang di Cina selatan mengkonsumsi ngengat ulat sutera. Baru-baru ini, China telah mengembangkan aplikasi lebih banyak protein dari ulat, tidak hanya menggunakan ulat, kepompong (pupa) dan ngengat sebagai makanan, tetapi juga memanfaatkan untuk beberapa fungsi higienis dan medis (Yunan 2008). Tepung pury adalah tepung yang berasal dari olahan pupa yang berpotensi sebagai sumber pangan yang bergizi dan dapat digunakan sebagai diversifikasi bahan baku pangan. Pupa yang merupakan hasil samping dari industri serikultur yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Pupa yang berasal dari ulat sutera Mulberry (Bombyx mori) yang dibuat tepung (powder) selanjutnya disebut ‘Pury’ berpotensi sebagai pangan yang bergizi dengan keunggulan terutama pada mutu protein yang lebih baik dari protein kedele, ikan atau daging; kandungan asam lemak tak jenuh; vitamin dan mineral serta asam amino esensial maupun
non-esensial yang sangat dibutuhkan bagi tumbuh kembang anak (Astuti dan Kusharto 2009). Kandungan protein dalam pury tinggi (33.44%) yang berarti mempunyai nilai biologi tinggi karena dengan kadar protein tinggi dapat mencerminkan susunan asam aminonya yang relatif lengkap. Penggunaan tepung pury sebagai sumber protein sangat bermanfaat bagi pertumbuhan bayi dan anak di lingkungan sentra produksi sutera (Astuti dan Kusharto 2009). Indonesia merupakan pusatnya kudapan tradisional. Salah satu kudapan tradisionalnya di Sulawesi Selatan adalah Deppatori atau deppa te’tekan. Kudapan ini bentuknya seperti toriq atau diamond, empat persegi dengan dua sudut runcing. Kudapan ini terbuat dari tepung beras, gula merah, air dan hiasan wijen adalah kudapan khas Toraja. Pengalohan kudapan ini dengan cara digoreng sehingga memberikan rasa manis, gurih dan renyah. Tepung ketan yang merupakan bahan dasar dari Deppatori ini disubtitusi dengan memanfaatkan tepung pury untuk meningkatkan nilai gizi. Penggunaan produk berbahan dasar tepung pury dalam industri pangan menjadi terhambat karena kurangnya informasi yang dimiliki mengenai manfaat pupa ulat sutera dan adanya persepsi yang kurang baik mengenai kualitas organoleptik produk-produk alternatif berbahan dasar serangga atau hasil sampingnya. Oleh karena itu, dibutuhkan studi lebih lanjut untuk membuat formulasi inovasi kudapan Deppatori Pury dengan substitusi tepung pury sebagai kudapan tradisional di Sulawesi Selatan. Tujuan Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari formulasi Deppatori Pury kudapan tradisional Sulawesi Selatan yang disubsitusi tepung pury (Pupae Mulberry). Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mempelajari pengumpulan, penyimpanan dan pembuatan ekstrak pupa ulat sutera secara tradisional sebagai bahan dasar tepung pury di tingkat peternak ulat sutera Kelurahan Walennae, Kecamatan Sabbangparu, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. 2. Menganalisis karakteristik fisik (indeks penyerapan air, indeks kelarutan air, warna dan densitas kamba), kimia (proksimat, mineral, profil asam amino, dan profil asam lemak) dan uji mikrobiologis terbatas tepung pury. 3. Mengkaji pembuatan dan formulasi kudapan Deppatori-Pury dengan subtitusi tepung pury. 4. Mengkaji daya terima kudapan Deppatori-Pury dengan subtitusi tepung pury. 5. Menganalisis karakteristik kimia (proksimat dan mineral) dan uji mikrobiologis terbatas dari formula kudapan Deppatori-Pury terpilih. 6. Menganalisis kandungan dan kontribusi energi dan zat gizi dari kudapan Deppatori Pury terpilih.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan tepung pury dari ulat sutera yang merupakan hasil samping dari pembuatan benang sutera sebagai bahan baku dari kudapan lokal Sulawesi Selatan dalam bentuk Deppatori Pury. Produk ini diharapkan dapat menjadi alternatif diversifikasi pangan sehingga memperkaya keanekaragaman pangan.
METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan sejak November 2013 hingga Mei 2014, bertempat di laboratorium Institut Pertanian Bogor, Bogor. Analisis warna dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Analisis mikrobiologis di laboratorium SEAFAST dan Laboratorium IPB Terpadu, Baranangsiang. Analisis kandungan gizi, densitas kamba, indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat. Analisis profil asam amino dan asam lemak dilakukan di Laboratorium Terpadu, IPB Baranangsiang. Analisis nilai kalori dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Analisis mineral dilakukan di Laboratorium Kimia, Departemen Kimia. Uji organoleptik dilaksanakan di Politeknik Kesehatan Makassar.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam pembuatan kudapan Deppatori Pury meliputi tepung pury yang diperoleh dari peternak ulat sutera di Kelurahan Walennae, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, tepung tepung maizena, tepung beras, tepung ketan, biji wijen, dan minyak. Bahan yang digunakan untuk analisis kandungan gizi terdiri dari aquades, n-hexane, HCl, selenium-mix, H2SO4 pekat, HNO3 pekat, NaOH, asam borat, dan indikator (merah metil dan metil biru). Bahan yang digunakan untuk analisis sifat fisik tepung (densitas kamba, indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air) adalah aquades. Uji mikrobiologis dengan metode Total Plate Count (TPC) meliputi bahan yaitu larutan pengencer NaCl, dan Plate Count Agar (PCA). Bahan yang digunakan untuk analisis mineral adalah HNO3 56%, H2SO4 95-98% HClO4 85%, HCl 37%, Ammonium Molibdat Tetrahidrat, FeSO4.7H2O dan KH2PO4. Alat dalam pembuatan tepung pury yaitu saringan stainless, sendok kayu, baskom, timbangan, oven, mixer, panci dan freezer. Alat yang digunakan dalam analisis kandungan gizi adalah oven, tanur, cawan porselen, cawan aluminium, Kjeldahl Distalation Unit, Soxhlet Unit, alat titrasi, labu kjeldahl, labu lemak, labu erlenmayer, labu takar 100 ml, pipet, kertas hulls, desikator, corong gelas, botol semprot, batang pengaduk, dan gelas piala. Alat yang digunakan dalam analisis
sifat fisik tepung adalah gelas ukur, cawan aluminium, tabung sentrifuge, sentrifuge, oven, vortex, neraca analitik, sudip dan aquades. Peralatan yang digunakan untuk uji mikrobiologis antara lain cawan petri steril, pipet mikro, oven, autoclaf, vortex, dan alat penghitung koloni (colony counter). Peralatan untuk uji organoleptik antara lain piring saji, pensil, dan lembar kuisioner. Alat yang digunakan dalam analisis mineral yaitu timbangan analitik, labu erlenmayer, ruang asam, hot plate, pipet mohr, labu takar, corong kaca, kertas saring, aquades, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet otomatis, finepipet, spektrofotometer dan vortex. Alat untuk analisis warna dan nilai kalori adalah Colorimeter dan Bomb Calorimetry.
Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari atas dua tahap penelitian yaitu pendahuluan dan lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi tahap pembuatan tepung pury, formulasi kudapan Deppatori Pury dan uji organoleptik sedangkan penelitian lanjutan meliputi analisis karakteristik (fisik, kimia dan mikrobiologis) tepung pury dan analisis kimia (kandungan gizi, energi dan mikrobiologis) kudapan Deppatori-Pury. Secara umum tahapan penelitian ini berlangsung seperti yang disajikan dalam Gambar 1. Tahap Pendahuluan Penelitian diawali dengan pembuatan tepung pury ulat sutera modifikasi metode Astuti dan Kusharto (2009). Tepung pury didapatkan melalui hasil pengembangbiakan ulat sutera dan melewati fase pengokonan dan pemintalan yang dimanfaatkan pupanya. Proses pembuatannya meliputi tahap pengumpulan kokon yang sudah dipintal, dibersihkan kulitnya untuk diambil pupanya, pupa yang utuh dan sudah bersih kemudian diekstrak menggunakan saringan stainless, penambahan tepung maizena 10% dari berat ekstrak cairan pupa, pengeringan dengan oven, penepungan dengan mixer. Berikut tahapan proses pembuatan tepung pury (Gambar 2). Modifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan alat pengeringan dengan menggunakan oven dengan suhu 100115oC.
Pembuatan tepung pury Formulasi Deppatori-Pury F0 F5 F10 F15 Uji organoleptik Formula kontrol (F0) dan terpilih Analisis sifat fisik, kimia dan mikrobiologis
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Kokon Disortasi,
dikupas Pupa utuh Diekstrak Tepung maizena 10%
Dimixing Dikeringkan dengan oven (suhu 100-115oC, selama 6-8 jam) Dihaluskan dengan blender
Tepung pury
Gambar 2 Pembuatan tepung pury (Sumber: Modifikasi Astuti dan Kusharto 2009) Perancangan formula kudapan Deppatori Pury Proses pembuatan kudapan Deppatori Pury dengan bahan dasar tepung beras dan tepung ketan dengan subtitusi tepung pury. Pembuatan kudapan Deppatori Pury berdasarkan diskusi personal dan beberapa trial and error sehingga mendapatkan karakteristik mendekati Deppatori asli. Proses pembuatan kudapan Deppatori Pury disajikan pada Gambar 3. Pengujian organoleptik formula kudapan Deppatori Pury Pengujian organoleptik terdiri dari uji hedonik dan uji mutu hedonik. Uji ini bertujuan untuk memilih produk F5, F10, atau F15 yang akan menjadi formula terpilih. Perbedaan setiap formula adalah dalam hal taraf tepung pury yang disubtitusikan kedalam formula kudapan Deppatori Pury. Pengujian dilakukan sekali ulangan, dengan jumlah panelis sebanyak 25 panelis semi terlatih dari mahasiswa Politeknik Kesehatan Gizi Makassar. Panelis diminta untuk mengisi kueisioner uji organoleptik dengan memberi indikasi kesukaanya pada garis bilangan berskala 1-9. Pengujian organoleptik dilakukan hanya sekali oleh penguji dikarenakan pertimbangan jumlah panelis yang dapat dikumpulkan sangat terbatas. Pada uji mutu hedonik, nilai skala 1-9 mewakili mutu produk menurut klasifikasi atribut tertentu. Klasifikasi atribut warna, dengan skala tersebut mulai dari putih gading sampai cokelat kehitaman. Klasifikasi atribut tekstur, mulai dari
sangat padat sampai renyah. Untuk atribut aroma, mulai dari amat sangat amis sampai amat sangat harum. Pada atribut rasa, mulai dari amat sangat pahit sampai amat sangat manis. Pada uji hedonik atribut yang diujikan adalah atribut warna, aroma, rasa, tekstur dan keselurahan kudapan Deppatori Pury. Produk dapat dikatakan disukai oleh panelis jika formula yang dipilih memperoleh nilai ratarata lebih besar dari 5.00. Kueisioner uji organoleptik ini dapat dilihat pada Lampiran 1-2. Gula merah dimasak dengan air selama ±10 menit sampai mendidih dan mengental
Cairan gula merah yang masih panas dituangkan secara bertahap ke campuran tepung
Campuran gula dan tepung diaduk hingga menjadi kalis dan mudah dibentuk
Adonan kemudian dicetak membentuk bulat panjang
Ditaburkan wijen hingga melekat dengan baik
Digoreng pada minyak yang sudah panas selama ± 5 menit hingga warna kecoklatan
Ditiriskan
Deppatori Pury
Gambar 3 Proses pembuatan Deppatori Pury Tahap Lanjutan Analisis pertama dilakukan pada tepung pury yaitu sifat fisik dan kimia. Sifat fisik terdiri dari indeks penyerapan air, indeks kelarutan air, densitas kamba, dan warna serta nilai kalori, selanjutnya sifat kimia terdiri dari analisis proksimat, analisis asam amino dan asam lemak, mineral serta uji mikrobiologis. Analisis warna dan nilai kalori dengan menggunakan alat Colorimeter dan Bomb Calorimetry. Analisis densitas kamba, indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air menggunakan metode modifikasi Muchtadi et al (1989). Analisis proksimat yang dilakukan yaitu analisis kandungan kadar air dengan menggunakan metode oven biasa, kadar abu dengan menggunakan metode AOAC (2005), kadar protein menggunakan semi mikro Kjeldahl, kadar lemak
menggunakan metode soxhlet, dan kadar karbohidrat menggunakan metode by difference. Analisis kandungan mineral yang terdiri dari kalsium, dan besi menggunakan metode Atomic Absorption Spectrofotometery (AAS), sedangkan kadar fosfor dengan metode Fardiaz et al (1986). Analisis asam lemak dan asam amino menggunakan alat Gas Chromatography. Uji mikrobiologis menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Prosedur analisis sifat fisik, kimia dan uji mikrobiologis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Rancangan Percobaan Penetapan formula kudapan Deppatori-Pury dengan subtitusi tepung pury melalui tahapan diskusi personal serta trial and error untuk mendapatkan perbanding komposisi yang tepat. Subtitusi tepung pury dibagi menjadi 3 taraf yaitu 5, 10 dan 15% dari total tepung (beras dan ketan) dan masing-masing disebut F5, F10 dan F15. Pertimbangan menggunakan komposisi ini untuk menyeimbangkan tepung maizena (10% dari ekstrak pupa) yang terdapat pada tepung pury sehingga dihasilkan kudapan yang diinginkan dari aspek warna, aroma dan tekstur mendekati kudapan aslinya. Subtitusi tepung pury tidak diberikan lebih dari 15% dengan mempertimbangkan aspek penampakan fisik kudapan deppatori akan terlalu kecoklatan dan keras serta aroma tepung pury yang khas. Proses dari fomulasi kudapan Deppatori Pury dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Formulasi kudapan Deppatori Pury Formula F5 F10 F15
Tepung beras (g) 140 140 140
Tepung ketan (g) 50 40 30
Tepung pury (g) 10 20 30
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan pada penelitian ini yaitu penambahan tepung pury yang terdiri dari 3 taraf yaitu F5 (tepung pury 5%), F10 (tepung pury 10%) dan F15 (tepung pury 15%). Bentuk umum dari model linier dapat ditulis sebagai berikut: Yij = μ + Ai + Eij Keterangan: i = tingkat rasio tepung pury, tepung beras dan tepung ketan j = ulangan Yij = respon karena pengaruh rasio penambahan ke-i pada bilangan ke-j μ = pengaruh rata-rata yang sebenarnya Ai = pengaruh penambahan rasio ke-i faktor ke A Eij = Galat percobaan
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007. Data uji organoleptik dianalisis menggunakan sidik ragam pada SPSS 16.0 for Windows yang bertujuan untuk menunjukkan apakah ada perbedaan nyata pada tingkat kesukaan panelis dari tiga perlakuan yang diaplikasikan: F5, F10, dan F15. Apabila perlakuan terbukti berpengaruh secara nyata terhadap tingkat kesukaan (α<0.05) maka akan dilakukan uji lanjut, yaitu uji Duncan. Uji Duncan akan menunjukkan formula terpilih yang akan menjadi produk akhir dari formulasi. Formula terpilih dan formula kontrol akan dianalisis energi, kandungan gizi dan mikrobiologisnya. Selanjutnya, uji beda (Independent Sample t-Test) akan digunakan untuk data energi, kandungan gizi dan data mikrobiologis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Pury Pembuatan tepung pury dilakukan secara manual atau tradisional dengan menggunakan alat-alat rumah tangga yang sudah umum digunakan masyarakat. Bahan baku tepung pury merupakan hasil limbah dari ulat sutera (Bombyx mori) berupa pupa ulat sutera yang sudah membentuk kokon dan telah melalui proses pemintalan benang sutera (Gambar 4). Panen dilakukan sekitar 20 hari setelah pemasangan telur ulat, hasilnya berupa kokon dengan masa panen sekitar 5-8 hari. Kokon yang siap panen berwarna putih berbentuk lonjong melekat disisi tempat pembiakan. Setelah ulat membentuk kokon dengan pupa di dalamnya maka akan terbentuk pula fibroin. Fibroin adalah protein bentuk serat, tidak larut dalam air dan tahan akan hidrolisis oleh air ataupun enzim-enzim. Protein yang terkandung dalam pupa ulat sutera mencapai 60-75% (Sihombing 2002).
Gambar 4 Kokon ulat sutera setelah dipintal
Pupa yang sudah tidak digunakan oleh peternak ini kemudian dibersihkan dari kulit yang membungkusnya kemudian dicuci bersih dengan air mengalir. Pupa yang sudah bersih kemudian diambil ekstraknya dengan memisahkan kulitnya untuk dijadikan tepung. Ekstrak yang dihasilkan ditambahkan tepung tepung maizena sebanyak 10% dari berat ekstrak cairan pupa. Unit konversi dari 100 gram kokon yang telah direbus menghasilkan sekitar 70-90% pupa dan 4060% cairan ekstrak pupa (Gambar 5).
Gambar 5 Ekstrak pupa ulat sutera Ekstrak cairan pupa ini ditambah 10% tepung maizena kemudian dibungkus secara rapat sehingga dapat dilakukan penyimpanan pada suhu freezer. Mixing (Blending) adalah suatu teknik dalam pengolahan produk pangan dengan pencampuran dua atau lebih komponen dengan pendispersian satu dengan lainnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan tekstur kompak pada ekstrak pupa untuk memudahkan dalam pengolahan berikutnya (Fellows 2000). Hasil campuran cairan ekstrak pupa dan tepung maizena disebut pasta. Pasta yang dihasilkan selanjutnya melalui tahap pengeringan dengan menggunakan oven. Proses pengeringan dilakukan dari pukul 6-7 jam dengan suhu stabil 100-115oC. Tepung yang sudah kering kemudian diblender hingga halus dan dibungkus rapat. Berat ekstrak pupa sebanyak 3.5 kg menghasilkan 1.05 kg tepung pury (Gambar 6).
Gambar 6 Tepung pury
Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Tepung Pury Analisis karateristik tepung pury terdiri dari analisis karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologis terbatas. Analisis fisik terdiri dari Indeks Penyerapan Air, Indeks Kelarutan Air, densitas kamba dan warna serta nilai kalori. Analisis kimia terdiri dari analisis proksimat, asam lemak, asam amino, dan mineral. Analisis mikrobiologis dengan metode Total Plate Count. Data karakteristik fisik tepung pury disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik fisik tepung pury Karakteristik fisik Indeks Penyerapan Air (IPA) Indeks Kelarutan Air (IKA) Densitas kamba Warna Nilai kalori*
Data 126.47% (1.26 ml/g) 1.513% (0.015 g/ml) 0.72 g/ml L: 52.92 a: 3.35 b: 29.94 4924 kal/g
Acuan 14-14.7%1 6.67%1 0.37-0.45 g/ml2 4826 kal/g3
1
Trilaksani et al (2006); 2Mervina (2009); 3Astuti (2008) *Pengukuran dengan menggunakan bom kalorimetri
Karakteristik Fisik Indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air Indeks Penyerapan Air (IPA) menunjukkan air maksimum yang diserap oleh suatu tepung. Fennema (1996) menyatakan bahwa daya serap air adalah istilah untuk mendeskripsikan kemampuan molekul matrik untuk secara fisik menjebak air dalam jumlah besar tetapi tidak menetes. Nilai rata-rata indeks penyerapan air tepung pury 126.47 atau 1.26 ml/g. Jika dibandingkan dengan nilai IPA pada tepung tulang ikan tuna yaitu 14-14.7% (Trilaksani et al 2006), hasil tersebut lebih rendah dibandingkan nilai IPA pada tepung pury. Hal ini diduga disebabkan kadar lemak dan protein tepung pury lebih tinggi daripada tepung tulang ikan tuna. Menurut Ohren (1981) semakin tinggi kadar protein maka akan makin tinggi pula daya serap air. Semakin tinggi daya serap air pada tepung, maka kualitas tepung tersebut semakin baik karena tepung tersebut mampu menyerap air dengan baik (Purwanto CC 2013 et al). Hal ini berhubungan dengan hasil olahan lain dari tepung misalnya bubur yang memerlukan penyerapan air yang baik. Daya serap air juga sangat bergantung dari produk yang akan dihasilkan, misalkan dalam pembuatan roti umumnya diperlukan daya serap air yang lebih tinggi daripada pembuatan mi dan biskuit. Indeks Kelarutan Air (IKA) menunjukkan seberapa banyak tepung yang dapat terlarut dalam air. Hasil uji kelarutan air tepung pury adalah 0.015 g/ml (1.513%). Jika dibandingkan dengan kelarutan tepung tulang ikan tuna 6.67% (Trilaksani et al 2006), hasil tersebut menggambarkan bahwa tepung pury memiliki kelarutan yang rendah. Winarno (2008) menyatakan bahwa protein yang terdenaturasi berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam berbalik keluar sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat kedalam. Tepung dengan nilai kelarutan air yang rendah memiliki kualitas yang tidak baik karena sulit dalam penggunaannya untuk pembuatan produk olahan lainnya.
Densitas Kamba Densitas kamba digunakan untuk mengetahui seberapa besar ruang yang dibutuhkan dalam pengemasan tepung. Nilai densitas kamba ini sangat penting dalam hal pengemasan dan penyimpanan. Suatu bahan dinyatakan kamba jika nilai densitas kambanya kecil, berarti untuk berat yang ringan dibutuhkan ruang (volume) yang besar. Densitas kamba mempunyai satuan g/ml. Berdasarkan Tabel 3, nilai rata-rata densitas kamba 0.72 g/ml. Pada penelitian Mervina (2009), densitas kamba tepung ikan lele 0.37-0.45 g/ml. Wirakartakusumah et al (1999) menyatakan bahwa densitas kamba makanan pada umumnya adalah antara 0.3-0.8 g/ml. Berdasarkan rentang tersebut, densitas kamba tepung pury berada dalam kisaran densitas kamba pangan secara umum. Kecenderungan densitas kamba berbanding terbalik dengan kecenderungan air, yaitu semakin rendah kadar air menyebabkan semakin kecil kekambaan tepung atau semakin besar densitas kambanya. Semakin kecil ukuran partikelnya maka produk akan semakin kurang kamba karena semakin sedikit udara yang terkurung diantara partikel-partikel tersebut. Kadar air tepung pury tinggi sehingga hasil densitas kamba kecil. Tepung dengan nilai densitas kamba yang kecil untuk pengemasan memerlukan ruang yang lebih besar atau tidak ringkas (padat). Warna Analisis warna dilakukan menggunakan metode Hunter melalui alat chromameter. Metode Hunter mengukur warna bahan pangan dengan menggunakan tiga notasi yaitu L, a dan b. L menunjukkan kecerahan dengan nilai berkisar 0 sampai 100. Nilai 0 berarti hitam dan 100 berarti putih. Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah dan hijau dengan +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 dampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru dan kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai -b dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Kusnandar dan Andarwulan 2008). Notasi warna tepung pury adalah L: 52.92 a: +3.35 b: +9.94. Hasil tersebut menggambarkan kecerahan tepung pury dengan hasil 52.92. Tepung pury yang dihasilkan mempunyai nilai a positif, menunjukkan bahwa tepung pury tersebut berwarna merah. Namun karena nilai a positif cukup kecil yaitu +3.35 warna merah tidak kelihatan secara visual oleh pengamatan mata. Nilai b tepung pury mempunyai nilai +9.94, hal ini menggambarkan bahwa tepung pury tersebut berwarna kuning. Warna kuning ini secara visual kelihatan oleh mata. Pengamatan secara visual oleh mata, tepung pury ini mempunyai warna kuning gelap. Nilai Kalori Rata-rata nilai kalori tepung pury adalah 4924 kal/g Hasil analisis nilai kalori tepung pury pada penelitian oleh Astuti (2008) adalah 4826 kal/g. Proses pengeringan tepung pury pada penelitian Astuti (2008) menggunakan kombinasi drum dryer dan oven sedangkan pada penelitian ini menggunakan oven. Perbedaan alat pengeringan cenderung memberikan hasil yang sama pada nilai kalori tepung pury. Nilai kalori yang dikandung tepung pury ini bisa menjadi pertimbangan untuk produk olahan yang akan dihasilkan.
Karakteristik Kimia Kandungan zat gizi dan energi tepung pury Air merupakan komponen utama makanan. Besarnya kadar air dalam bahan pangan sangat penting sebab akan menentukan stabilitas dan keawetan bahan pangan. Berdasarkan Tabel 3 kadar air rata-rata tepung pury adalah 7.67%. Hasil ini masih berada dalam rentang kadar air yang diperbolehkan SNI untuk tepung beras yaitu maksimal 13%. Hasil analisis kadar air tepung pury pada penelitian oleh Astuti (2008) adalah 10.40%. Metode pengeringan pada penelitian ini menggunakan oven dengan suhu 100-115oC dan metode pembuatan tepung pury pada penelitian Astuti (2008) menggunakan kombinasi drum dryer dan oven pada suhu 60oC. Perbedaan metode ini menghasilkan kadar air tepung pury lebih rendah daripada tepung pury menggunakan kombinasi drum dryer dan oven. Kadar air yang lebih rendah pada tepung penelitian ini artinya tahan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat merusak tepung. Kerusakan pada tepung meliputi tepung akan berjamur dan berbau apek. Tabel 3 Kandungan zat gizi dan energi tepung pury Kandungan Gizi Kadar air (%bb) Kadar abu (%bk) Kadar lemak (%bk) Kadar protein (%bk) Kadar karbohidrat (%bk) Energi (Kal)
Hasil analisis 7.67 3.18 24.51 30.16 34.39 479
Astuti (2008) 10.40 3.14 25.72 33.44 27.30 474
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Kadar abu yang terdapat pada bahan pangan menunjukkan kandungan mineralnya. Setiap produk memiliki batas tertentu dalam kandungan abu ini. Produk tepung beras batas maksimal kadar abu yang ditetapkan SNI adalah 1.0%. Berdasarkan Tabel 3, kadar abu ratarata tepung pury pada 3.18%. Hasil ini melebihi rentang kadar abu yang dibolehkan SNI. Hasil analisis kadar abu tepung pury pada penelitian oleh Astuti (2008) adalah 3.14%. Hasil kadar abu penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya. Tingginya kadar abu tersebut menguntungkan apabila ditinjau dari segi gizi karena tepung pury mengandung mineral yang sangat dibutuhkan tubuh. Sisi lain kadar abu berpengaruh proses pembuatan serta hasil akhir suatu bahan pangan. Tingginya kadar abu dapat mempengaruhi hasil akhir produk seperti warna produk akan menjadi gelap (warna remahan pada roti, warna mi) dan tingkat kestabilan adonan. Kadar abu juga membuat gluten mudah putus sehingga kemampuan untuk menahan gas pada saat fermentasi akan berkurang. Akibatnya roti tidak mengembang dengan sempurna. Semakin rendah kadar abu pada tepung makan waktu aduk pada adonan akan berkurang dan waktu fermentasi pun ikut berkurang (Rustandi 2009). Lemak dan minyak memiliki fungsi yang penting dalam pengolahan pangan, yaitu sebagai sumber energi, berkontribusi pada pembentukan tekstur dan
mutu sensori produk makanan, medium pindah panas dalam proses penggorengan serta pelarut bagi vitamin esensial larut lemak (Kusnandar 2010). Berdasarkan Tabel 3, kadar lemak rata-rata tepung pury adalah 24.51%, tidak berbeda jauh dengan kadar lemak tepung pury pada penelitian oleh Astuti (2008) yaitu 25.72%. Kadar lemak yang tinggi pada tepung ini harus diperhatikan dalam membuat olahannya karena akan melebihi asupan kadar lemak pada tubuh. Protein merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung asam amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida. Protein merupakan komponen pangan yang banyak terdapat pada tanaman dan hewan sebagai penyusun sel. Berdasarkan Tabel 3, kadar protein rata-rata tepung pury adalah 30.16%. Hasil analisis kadar protein tepung pury pada penelitian oleh Astuti (2008) adalah 33.44%, tidak jauh berbeda dengan kadar protein hasil penelitian ini. Protein merupakan senyawa yang cukup berpengaruh besar terhadap kualitas produk akhir yang dihasilkan. Kemampuan tepung untuk menahan stabilitas adonan agar tetap sempurna setelah melewati keadaan kalis ternyata dipengaruhi dari jumlah protein yang terdapat pada tepung tersebut dan kualitas proteinnya itu sendiri. Kadar karbohidrat diperoleh dengan menggunakan metode pengurangan (by different). Berdasarkan Tabel 3, kadar karbohidrat rata-rata tepung pury adalah 34.39%. Hasil analisis kadar karbohidrat tepung pury pada penelitian oleh Astuti (2008) adalah 27.3%. Hasil kadar karbohidrat yang tinggi ini diduga karena pada analisis ini hanya menggunakan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau disebut juga carbohydrate by difference. Apabila rata-rata kandungan gizi, air, abu, protein dan lemak meningkat, maka secara proporsional kandungan gizi karbohidrat menurun. Penentuan dengan cara ini kurang akurat dan merupakan perhitungan kasar, karena karbohidrat yang dihitung termasuk serat kasar yang tidak menghasilkan energi. Serat kasar adalah fraksi karbohidrat yang sukar dicerna (Winarno 1997). Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan pangan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lainlain. Berdasarkan Tabel 3, kandungan energi rata-rata tepung pury adalah 479 Kal. Hasil analisis kadar karbohidrat pada penelitian tersebut mendekati dengan hasil penelitian oleh Astuti (2008) yaitu 474 Kal. Asam amino Asam amino merupakan prekursor penyusun peptida dan protein. Struktur peptida dan protein disusun oleh deretan asam amino yang dihubungkan satu sama lain melalui ikatan kovalen yang disebut ikatan peptida. Asam amino yang penting yang ada di alam berjumlah 20 buah. Dari 20 asam amino tersebut, sembilan diantaranya asam amino esensial, yaitu isoleusin, leusin, metionin, finalalanin, treonin, valin, lisin, histidin (khusus untuk anak-anak dan bayi), dan arginin (khusus untuk bayi). Asam amino esensial tidak dapat dihasilkan oleh tubuh dan harus disuplai dari makanan. Analisis komposisi asam amino dalam tepung pury menggunakan alat HPLC. Hasil analisis asam amino tertinggi terdiri berturut-turut yaitu asam glutamat, asam aspartat, lisin dan leusin. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2008) dengan hasil yang lebih tinggi dari tepung pury penelitian Astuti (2008).
Lisin merupakan asam amino esensial yang banyak terkandung pada daging, susu, telur dan kacang. Adanya gugus lisin lebih mudah terlibat dalam reaksi kecoklatan non-enzimatis (reaksi Mailard) dibandingkan asam amino lain (Kusnandar 2010). Kadar asam amino essensial seperti leucine, isoleucine, lysine dan valine saling bekerja sama dan penting bagi pertumbuhan yang sempurna serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tubuh membutuhkan delapan jenis asam amino esensial dari makanan meliputi Isoleucin, Leucine, Lysine, Methionine, Phenylalanine, Threonine, Valine dan Trytophane. Kandungan asam amino tersebut dalam ulat sutera dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging babi dan empat kali dibandingkan telur dan susu (Yang et al 2013). Hasil rata-rata leusin dan lisin pada penelitian ini adalah 2.02% dan 2.12%, lebih tinggi dibandingkan hasil menurut Astuti (2008) 1.74% dan 2.00%. Referensi penelitian lain terhadap tepung pury asam amino leusin dan lisin oleh Yang (2008) adalah 0.51% dan 0.56%. Selain itu asam glutamat pada tepung pury ini tinggi dengan rata-rata 3.64%. Asam glutamat merupakan asam amino yang memberikan rasa gurih (Kusnandar 2010). Diduga asam glutamat memberi rasa gurih pada tepung. Komposisi asam amino tepung pury pada penelitian dan literatur disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi asam amino tepung pury Jenis Asam Amino Aspartic acid Glutamic acid Serine Histidine Glycine Threonine Arginine Alanine Tyrosine Methionine Valine Phenylalanine I-leucine Leucine Lycine
Kadar rata-rata (% w/w) 2.86 3.64 0.95 0.89 1.67 1.10 1.47 1.23 1.46 1.07 1.60 1.43 1.42 2.02 2.12
Astuti dan Kusharto (2008)
2.46 2.85 0.84 0.81 1.83 0.92 1.18 1.16 1.40 1.04 1.38 1.24 1.15 1.74 2.00
Asam Lemak Asam lemak tak jenuh dalam lemak pupa ulat sutera bisa mencapai sekitar 30%, sekitar 8%-10% merupakan asam lemak non-esterifikasi. Lebih dari 30% minyak pupa adalah asam linolenat yang merupakan bahan baku dari DHA manusia. DHA berfungsi penting untuk otak manusia yaitu untuk peningkatan memori dan merupakan bahan kimia pencegahan terhadap hyperlipidemia (Yang et al 2013). Komposisi asam lemak tepung pury disajikan pada Tabel 5.
Hasil rata-rata komposisi asam lemak berturut-turut dari yang tertinggi adalah linolenat (21.04%), asam oleat (15.63%), asam palmitat (13.86%), linoleat (3.86%) dan stearat (3.42%). Menurut Astuti (2008) hasil asam lemak secara berurut adalah asam oleat (32.71%), asam palmitat (21.81%), linolenat (19.20%), stearat (4.85%) dan linoleat (4.35%). Secara umum hasil asam lemak pada penelitian ini cenderung rendah dibandingkan hasil penelitian Astuti (2008) selain asam linolenat. Menurut Yang (2008) asam lemak pada pupa adalah linolenat dan linoleat sebesar 30.50% dan 7.47%. Hasil yang berbeda ini diduga perbedaan sumber pupa yang dibuat menjadi tepung serta bahan baku pembuatan tepung pury dilakukan secara manual sehingga mengakibatkan banyak zat gizi yang hilang. Tabel 5 Komposisi asam lemak tepung pury Jenis Asam lemak C8:0 (Caprilic Acid) C10:0 (Capric Acid) C12:0 (Lauric Acid) C14:0 (Myristic Acid) C15:0 (Pentadecanoic Acid) C16:0 (Palmitic Acid) C16:1 (Palmitoleic Acid) C17:0 (Heptadecanoic Acid) C18:0 (Stearic Acid) C18:1n9t (Elaidic Acid) C18:1n9c (Oleic Acid) C18:2n6c (Linoleic Acid) C20:0 (Arachidic Acid) C18:3n6 (Γ-Linolenic Acid) C18:3n3 (Linolenic Acid) C21:0 (Heneicosanoic Acid) C20:2 (Cis-11,14-Eicosedienoic Acid)
Kadar rata-rata (%w/w) 0.04 0.02 0.08 0.16 0.04 13.86 0.42 0.10 3.42 0.11 15.63 3.86 0.14 0.03 21.04 0.02 0.04
Astuti dan Kusharto (2008) 0.16 21.81 4.85 32.71 4.35 0.21 19.20 -
Mineral Kadar abu yang terdapat pada bahan pangan menunjukkan kandungan mineralnya. Hasil rata-rata kadar kalsium, zat besi dan fosfor pada tepung pury adalah 67.66 mg/100g, 2.66 mg/100g dan 111.02 mg/100g (Tabel 6). Menurut penelitian oleh Astuti (2008) kadar kalsium, zat besi dan fosfor pada tepung pury adalah 116.25 mg/100g, 3.78 mg/100g dan 587.46 mg/100g. Perbandingan kalsium (Ca) dan fosfor (P) berpengaruh erat dalam proses penyerapan kalsium. Penyerapan kalsium yang baik diperlukan perbandingan kalsium dan fosfor di dalam rongga usus (dalam hidangan) adalah 1:1 sampai 1:3. Perbandingan Ca : P yang lebih besar dari 1:3 akan menghambat penyerapan Ca sehingga menimbulkan defisiensi kalsium (Syafiq 2007). Pada penelitian ini perbandingan Ca : P masih pada kadar yang baik untuk penyerapan kalsium. Secara umum kadar mineral pada penelitian ini cenderung menurun dibandingkan kadar mineral pada penelitian sebelumnya oleh Astuti (2008). Hasil yang berbeda ini diduga karena perbedaan sumber pupa yang dibuat menjadi
tepung dan perbedaan tempat analisis mineral dari penelitian sebelumnya. Hasil kadar mineral tepung pury disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Kadar mineral kalsium, zat besi dan fosfor tepung pury Kandungan Gizi Hasil analisis Astuti (2008) 116.25 Kadar kalsium (mg/100g) 67.66 3.78 Kadar zat besi (mg/100g) 2.66 587.46 Kadar fosfor (mg/100g) 111.02 Uji Mikrobiologis Terbatas Hasil tes cemaran mikroorganisme menunjukkan bahwa Total Plate Count (TPC) dalam tepung pury (<250 cfu/mL) masih dibawah ketentuan maksimal SNI untuk tepung beras yaitu 1 000 000 cfu/mL. Hasil tes cemaran mikro organisme pada penelitian Astuti (2008) adalah 5 800 cfu/mL, lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian ini. Hasil ini menggambarkan bahwa tepung pury pada penelitian ini pada saat pengolahan tidak mengalami kontaminasi dan aman untuk dikonsumsi. Pembuatan dan Formulasi Kudapan Deppatori Pury Pembuatan kudapan Deppatori pury dalam penelitian ini menggunakan bahan tambahan yaitu tepung pury yang diperoleh dari peternak ulat sutera di Keluruhan Walennae, Kecamatan Sabbangparu, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Pembuatan kudapan ini dilakukan dengan mencampurkan bahan dasar kudapan Deppatori Pury yang terdiri dari tepung beras, tepung ketan, gula merah, wijen dan air dengan takaran yang sesuai untuk memperoleh karakteristik yang mendekati kudapan Deppatori aslinya. Rincian bahan dasar pembuatan kudapan Deppatori dengan subtitusi tepung pury dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Formula kudapan Deppatori subtitusi tepung pury Perlakuan Bahan Tepung pury Tepung ketan Tepung beras Gula merah Wijen Air Total berat
FK (Kontrol) 0g 60 g 140 g 150 g 25 g 100 ml 475 g
F5 (5%) 10 g 50 g 140 g 150 g 25 g 100 ml 475 g
F10 (10%) 20 g 40 g 140 g 150 g 25 g 100 ml 475 g
F15 (15%) 30 g 30 g 140 g 150 g 25 g 100 ml 475 g
Penentuan takaran bahan-bahan dilakukan berdasarkan dari hasil diskusi personal dan melalui trial and error sampai mendapatkan karakteristik adonan Deppatori yang sesuai. Tahapan awal yang harus dilakukan dalam pembuatan adonan Deppatori Pury adalah memanaskan gula merah selama ±10 menit sampai mendidih dan mengental. Kekentalan gula harus diperhatikan karena akan berpengaruh pada adonan. Sebaiknya tidak terlalu kental dengan menyisihkan air. Cairan gula yang masih panas dituangkan secara bertahap ke campuran tepung. Campuran tepung dan cairan gula diaduk dengan menggunakan sendok kayu hingga kalis dan mudah dibentuk. Adonan yang sudah jadi kemudian dicetak
dengan membentuk bulat dan panjang, ditaburkan wijen hingga melekat dengan baik. Tahap terakhir adalah digoreng pada minyak yang sudah mendidih pada suhu 100oC selama ± 5 menit hingga berwana coklat keemasan dan ditiriskan. Bobot adonan dari 475 gram menghasilkan kudapan Deppatori Pury sebanyak 550 gram, hal ini disebabkan penyerapan minyak pada saat penggorengan. Hasil Uji Organoleptik Kudapan Deppatori Pury Ketiga kudapan Deppatori Pury disajikan kepada panelis terdiri dari F5 (5%), F10 (10%), dan F15 (15%). Uji organoleptik ini dilakukan untuk memperoleh formula kudapan Deppatori Pury yang diterima dan menjadi formula terpilih. Hasil rata-rata uji hedonik disajikan pada Tabel 8, dan rata-rata uji mutu hedonik pada Tabel 9. Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 4-9. Tabel 8 Rata-rata nilai hasil uji hedonik Formula F5 F10 F15
Warna 4.8a 5.9a 5.4a
Aroma 5.4a 5.8a 5.1a
Rasa 5.4a 5.9a 5.2a
Tekstur 4.2a 5.2a 6.3b
Keseluruhan 4.3a 5.5b 5.4b
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Tabel 9 Rata-rata nilai hasil uji mutu hedonik Formula F5 F10 F15
Warna 7.0b 7.3b 6.7b
Tekstur 3.9a 4.3a 5.8b
Aroma 5.0a 5.2a 5.0a
Rasa 4.5a 5.3a 4.6a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Warna Hasil uji hedonik kudapan Deppatori Pury untuk atribut warna menunjukkan panelis lebih menyukai F10 (subtitusi 10%), dengan nilai rata-rata 5.9 (agak suka). Rata-rata hasil uji organoleptik secara berurutan dari mulai skala amat sangat tidak suka sampai amat sangat suka adalah 4.8 (F5), 5.4 (F15) dan 5.9 (F10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat penerimaan aroma kudapan Deppatori Pury (p>0.05). Hasil uji mutu hedonik kudapan Deppatori Pury menunjukkan bahwa F5 memperoleh nilai 7.0 (cokelat), F10 memperoleh nilai 7.3 (cokelat kekuningan) dan F15 memperoleh nilai 6.7 (cokelat). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung pury tidak berpengaruh secara nyata terhadap warna kudapan Deppatori Pury (p>0.05). Berdasarkan hasil kedua uji tersebut menjelaskan bahwa kudapan yang paling disukai adalah F10 dengan warna cokelat kekuningan.
Tesktur Hasil uji hedonik kudapan Deppatori Pury untuk atribut tekstur menunjukkan panelis lebih menyukai F15 (subtitusi 15%), dengan nilai rata-rata 6.3 (agak suka). Rata-rata hasil uji organoleptik secara berurutan mulai dari skala amat sangat tidak suka sampai amat sangat suka adalah 4.2 (F5), 5.2 (F10) dan 6.3 (F15). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung pury berpengaruh secara nyata terhadap tingkat penerimaan tekstur kudapan Deppatori Pury (p<0.05). Hasil uji mutu hedonik kudapan Deppatori Pury menunjukkan bahwa F5 memperoleh nilai 3.9 (padat agak keras), F10 memperoleh nilai 4.3 (padat agak keras) dan F15 memperoleh nilai 5.7 (agak padat empuk). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung pury berpengaruh secara nyata terhadap tekstur kudapan Deppatori Pury (p<0.05). Nilai rataan uji yang semakin besar menggambarkan tekstur kudapan Deppatori Pury yang semakin keras. Hal ini dikarenakan bahan pengisi dari tepung pury yaitu tepung maizena memberikan pengaruh terhadap tekstur Deppatori pury yang berbahan dasar tepung beras. Berdasarkan hasil kedua uji tersebut menjelaskan bahwa kudapan yang paling disukai adalah F15 dengan tekstur agak padat empuk. Tekstur dari makanan ringan dipengaruhi oleh amilosa dan amilopektin. Pati yang memiliki kandungan amilopektin tinggi cenderung memberi karakter produk yang mudah pecah, sedangkan amilosa akan memberikan tekstur yang lebih tahan terhadap kemudahan untuk pecah. Rasio amilosa dan amilopektin akan menghasilkan tingkat kerenyahan yang optimal pada tekstur produk (Matz 1992). Kudapan Deppatori memiliki karakter tekstur luar yang padat dan tekstur dalam renyah dan mudah pecah. Penambahan tepung pury yang berbahan pengisi tepung maizena dengan amilosa tinggi menghasilkan kudapan Deppatori Pury semakin keras dan tidak mudah pecah. Aroma Hasil uji hedonik kudapan Deppatori Pury untuk atribut aroma menunjukkan panelis lebih menyukai F10 (subtitusi 10%), dengan nilai rata-rata 5.8 (agak suka). Rata-rata hasil uji organoleptik secara berurutan mulai dari skala amat sangat tidak suka sampai amat sangat suka adalah 5.1 (F15), 5.4 (F5) dan 5.8 (F10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung pury tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat penerimaan aroma kudapan Deppatori Pury (p>0.05) Hasil uji mutu hedonik kudapan Deppatori Pury menunjukkan bahwa F5 memperoleh nilai 5.0 (netral), F10 memperoleh nilai 5.2 (netral) dan F15 memperoleh nilai 5.0 (netral). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung pury tidak berpengaruh secara nyata terhadap aroma kudapan Deppatori Pury (p>0.05). Berdasarkan hasil kedua uji tersebut menjelaskan bahwa kudapan yang paling disukai adalah F10 dengan aroma netral. Rasa Hasil uji hedonik kudapan Deppatori Pury untuk atribut rasa menunjukkan panelis lebih menyukai F10 (subtitusi 10%), dengan nilai rata-rata 5.9 (agak suka). Rata-rata hasil uji organoleptik secara berurutan mulai dari skala amat sangat tidak suka sampai amat sangat suka adalah 5.2 (F15), 5.4 (F5) dan 5.9 (F10).
Hasil sidik ragam menunujukkan bahwa penambahan tepung pury tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat penerimaan rasa kudapan Deppatori Pury (p>0.05). Hasil uji mutu hedonik kudapan Deppatori Pury menunjukkan bahwa F5 memperoleh nilai 4.5 (netral), F10 memperoleh nilai 5.3 (netral) dan F15 memperoleh nilai 4.6 (netral). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung pury tidak berpengaruh secara nyata terhadap rasa kudapan Deppatori Pury. Berdasarkan hasil kedua uji tersebut menjelaskan bahwa kudapan yang paling disukai adalah F10 dengan rasa netral. Secara garis besar pada uji hedonik, panelis lebih menyukai F10 yakni formula dengan penambahan tepung pury sebesar 10%, karena penambahan tepung pury yang semakin banyak akan membuat tekstur kudapan Deppatori Pury semakin keras. Hal ini didukung dengan hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa penambahan tepung pury berpengaruh nyata terhadap atribut tekstur. Hasil uji mutu hedonik juga menunjukkan bahwa F10 memiliki karekteristik warna cokelat kekuningan, rasa dan aroma yang netral, serta tekstur yang padat agak keras. Oleh karena itu, F10 dipilih menjadi formula terpilih (Gambar 7).
Gambar 7 Deppatori pury terpilih Kandungan Zat Gizi dan Energi serta Hasil Uji Mikrobiologis Kudapan Deppatori Pury Data kandungan gizi kudapan Deppatori Pury kontrol dan kudapan Deppatori Pury 10% disajikan pada Tabel 10 dan hasil uji statistiknya menggunakan uji beda disajikan pada Lampiran 10. Acuan kandungan energi dan zat gizi Kudapan Deppatori Pury belum tersedia sehingga menggunakan acuan SNI 01-2973-1992 pada produk biskuit yang mendekati karakteristik Deppatori Pury. Kadar air Kadar air merupakan karakteristik kimia yang sangat berpengaruh pada bahan pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan. Kadar air maksimal yang ditetapkan dalam produk biskuit menurut SNI 01-2973-1992 adalah 5%. Kudapan Deppatori Pury belum memiliki acuan SNI, dengan demikian acuan SNI yang mendekati karakteristik Kudapan Deppatori Pury adalah golongan biskuit.
Nilai rata-rata kadar air kudapan Deppatori kontrol adalah 9.34%, angka ini lebih tinggi dari kadar air kudapan Deppatori Pury 10% sebesar 7.92%. Deppatori Pury yang memiliki kadar air yang lebih rendah, diduga mampu bertahan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat merusak produk. Hasil uji beda keduanya tidak berbeda secara nyata (p>0.05). Jika dibandingkan dengan SNI, kudapan Deppatori kontrol dan Deppatori Pury 10% tidak memenuhi persyaratan. Menurut Muchtadi (1998) kadar air suatu produk pangan dipengaruhi oleh proses pengeringan dan sifat bahan pangan penyusunnya. Selama dilakukan proses pengeringan terjadi pengeluaran air akibat proses pindah panas. Penurunan kadar air dapat meningkatkan kadar protein, karbohidrat, dan mineral namun menurunkan kadar vitamin-vitamin larut air. Tabel 10 Kandungan gizi kudapan Deppatori kontrol dan kudapan Deppatori Pury 10% per 100 gram Kandungan Gizi
Kadar air (%bb) Kadar abu (%bk) Kadar protein (%bk) Kadar lemak (%bk) Kadar karbohidrat (%bk) Energi (Kal) Ca (mg/100g) Fe (mg/100g) P (mg/100g)
FK
F10 a
9.34 1.33 a 4.89 a 18.53 a 75.25 a 442 a 66.95 a 1.87 a 31.73 a
SNI* a
7.92 1.19 a 5.80 a 25.99 a 67.02 a 484a 74.14 a 1.96 a 97.23 a
Maks 5 Maks 1.5 Min 9 Min 9.5 Min 70 Min 400 -
*Sumber: SNI Biskuit 01-2973-1992; bk: berat kering, bb: berat basah; aHuruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata (p>0.05)
Kadar abu Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan bahan-bahan anorganik yang ada dalam pangan. Kadar abu ini menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap (Sediaoetama 2008). Kadar abu maksimal yang ditetapkan dalam produk biskuit menurut SNI 01-29731992 adalah 1.5%. Nilai rata-rata kadar abu kudapan Deppatori kontrol adalah 1.33% dan kudapan Deppatori Pury 10% sebesar 1.19%. Hasil uji beda keduanya tidak berbeda secara nyata (p>0.05). Jadi, penambahan tepung pury tidak secara nyata mempengaruhi kadar abu pada kudapan Deppatori Pury. Jika dibandingkan dengan SNI, kudapan Deppatori kontrol dan Deppatori Pury 10% sudah memenuhi persyaratan. Tingginya kadar abu pada suatu produk dapat mempengaruhi hasil akhir produk seperti warna produk akan menjadi lebih gelap. Kadar protein Protein merupakan makromolekul yang sangat penting peranannya dalam sistem biologis, kontribusinya sebagai sumber gizi maupun dalam memengaruhi kualitas pangan. Dalam proses pengolahan pangan, protein dapat berperan dalam memengaruhi karakteristik produk pangan, misalnya mengentalkan, membentuk
flavor dan sebagainya (Kusnandar 2010). Penambahan tepung pury dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan gizi pada produk. Kadar protein minimum yang ditetapkan dalam produk biskuit menurut SNI 01-2973-1992 adalah 9%. Nilai rata-rata kadar protein kudapan Deppatori kontrol adalah 4.89% dan Deppatori Pury 10% sebesar 5.80%. Hasil uji beda keduanya tidak berbeda secara nyata (p>0.05). Jika dibandingkan dengan SNI, kudapan Deppatori kontrol dan Deppatori Pury 10 % tidak memenuhi persyaratan minimum. Kadar protein pada Kudapan Deppatori Pury cenderung lebih tinggi, sehingga kudapan ini memiliki potensi produk tinggi protein. Kadar protein kudapan Deppatori Pury ini belum mencukupi untuk konsumsi selingan. Agar dapat mencukupi dapat dilakukan peningkatan jumlah tepung pury yang digunakan pada adonan kudapan hingga mencapai kadar protein sebanyak 9-12%. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengganti tepung ketan dengan tepung pury, diiringi dengan mengganti bahan pengisi tepung pury (maizena) dengan tepung beras, dengan demikian dapat menghasilkan Deppatori Pury tinggi protein dan tekstur yang diinginkan. Kadar lemak Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang/digoreng seperti biskuit, kudapan kering (pastry) dan roti sehingga menjadi lezat dan renyah. Kadar lemak minimum yang ditetapkan dalam produk biskuit menurut SNI 01-2973-1992 adalah 9.5%. Nilai rata-rata kadar lemak kudapan Deppatori kontrol adalah 18.53% dan Deppatori Pury 10% sebesar 25.99%. Hasil uji beda keduanya tidak berbeda secara nyata (p>0.05). Jika dibandingkan dengan SNI, kudapan Deppatori kontrol dan Deppatori Pury 10% memenuhi persyaratan. Kadar lemak yang tinggi diduga selain dari tepung pury, penambahan wijen dan proses pengolahan kudapan Deppatori dengan cara digoreng dengan minyak dapat meningkatkan kadar lemak. Tingginya kadar lemak pada Deppatori Pury tidak hanya menyumbangkan kadar kalori pada tubuh, asam lemak tak jenuh dari tepung pury diduga menjadi kelebihan pada kudapan ini. Kadar karbohidrat Berdasarkan perhitungan kadar karbohidrat by difference dihasilkan nilai rata-rata kadar karbohidrat kudapan Deppatori kontrol adalah 75.25% dan Deppatori Pury 10% sebesar 67.02%. Kadar karbohidrat yang ditetapkan dalam produk biskuit menurut SNI 01-2973-1992 adalah 70%. Jika dibandingkan dengan SNI, kudapan Deppatori kontrol memenuhi persyaratan dan kudapan Deppatori Pury 10% tidak memenuhi persyaratan. Hasil uji beda keduanya tidak berbeda secara nyata (p>0.05). Berdasarkan hasil analisis, kadar karbohidrat terlihat terjadi penurunan dengan penambahan tepung pury. Penurunan kandungan karbohidrat ini disebabkan karena sebagian porsi tepung ketan disubtitusi oleh tepung pury sehingga kadar karbohidratnya menurun. Kandungan energi Kandungan energi ditentukan berdasarkan konversi dari kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar lemak sesuai dengan bilangan konversi masing-
masing. Bilangan konversi protein dan karbohidrat adalah 4 Kal per 100 gram dan pada lemak yaitu 9 Kal per 100 gram. Berdasarkan Tabel 10, nilai rata-rata kandungan energi kudapan Deppatori kontrol adalah 442 Kal dan Deppatori Pury 10% sebesar 484 Kal. Kandungan energi minimum yang ditetapkan dalam produk biskuit menurut SNI 01-2973-1992 adalah 400 Kal. Jika dibandingkan dengan SNI, kudapan Deppatori kontrol dan Deppatori Pury 10% telah memenuhi persyaratan. Hasil uji beda keduanya tidak berbeda secara nyata (p>0.05). Perbedaan jumlah kalori pada masing-masing perlakuan tergantung pada kandungan kimia (kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar lemak) masingmasing perlakuan. Kadar kalsium Kadar kalsium rata-rata kudapan Deppatori kontrol adalah 66.95 mg/100g dan Deppatori Pury 10% sebesar 74.14 mg/100g. Peningkatan kadar kalsium diduga karena kudapan Deppatori Pury 10% mengandung tepung pury yang kandungan kalsiumnya tinggi dan hal ini diduga dapat menjadi kelebihan dari kupadan Deppatori Pury. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar kalsium kudapan Deppatori kontrol dan Deppatori Pury 10% tidak berbeda secara nyata (p>0.05). Kadar zat besi Kadar zat besi rata-rata kudapan Deppatori kontrol adalah 1.87 mg/100g dan Deppatori Pury 10% sebesar 1.96 mg/100g. Peningkatan kadar zat besi diduga karena kudapan Deppatori Pury 10% mengandung tepung pury yang kandungan zat besinya tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar zat besi kudapan Deppatori kontrol dan Deppatori Pury 10% tidak berbeda secara nyata (p>0.05). Kadar fosfor Kadar fosfor rata-rata kudapan Deppatori kontrol adalah 31.73 mg/100g lebih rendah dibandingkan dengan kudapan Deppatori Pury 10% sebesar 97.23 mg/100g. Peningkatan kadar fosfor diduga karena kudapan Deppatori Pury 10% mengandung tepung pury yang kandungan fosfornya lebih tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar fosfor kudapan Deppatori kontrol dan Deppatori Pury 10% tidak berbeda secara nyata (p>0.05).
Hasil Uji Mikrobiologis Terbatas Kudapan Deppatori Kontrol dan Formula Terpilih Hasil tes cemaran mikroorganisme menunjukkan bahwa Total Plate Count (TPC) dalam kudapan Deppatori Kontrol dan Deppatori Pury 10% masing-masing adalah 560 cfu/mL dan 360 cfu/mL. Hasil tes cemaran ini masih dibawah ketentuan SNI biskuit yaitu 10 000 cfu/mL. Hasil tes cemaran mikroba terlihat lebih rendah dengan penambahan tepung pury, akan tetapi dari hasil uji beda keduanya tidak berbeda nyata (p>0.05). Oleh sebab itu, kudapan Deppatori Pury diduga aman untuk dikonsumsi dan pada saat pengolahan tidak mengalamai
kontaminasi. Hasil uji mikrobiologis terbatas disajikan pada Tabel 11 dan hasil uji beda pada Lampiran 11. Tabel 11 Hasil uji mikrobiologis terbatas tepung pury Uji mikrobiologis
Jumlah koloni (cfu/mL) Kontrol Deppatori Pury 10% a TPC 560 390a a Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata (p>0.05) Kandungan dan Kontribusi Energi dan Zat Gizi Kudapan Deppatori Pury Takaran saji yang dianjurkan dalam penyajian Deppatori Pury adalah sebanyak 100 gram, hal ini didasarkan pada takaran saji produk biskuit di pasaran. Kandungan gizi Deppatori Pury 10% berdasarkan satu takaran saji Deppatori Pury disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Kontribusi energi dan zat gizi kudapan Deppatori Pury dalam satu takaran penyajian (100 g) terhadap AKG* dan Lansia Variabel
Energi (Kal) Lansia Laki-laki (65-80th) - Angka kecukupan 1900 energi dan zat gizi - Kandungan energi dan zat 484 gizi kudapan - Kontribusi energi dan zat 25.5 gizi (%) Lansia Perempuan (65-80th) - Angka kecukupan 1550 energi dan zat gizi - Kandungan energi dan zat 484 gizi kudapan - Kontribusi energi dan zat 31.2 gizi (%)
Protein (g)
Lemak (g)
KH (g)
Ca (mg)
Fe (mg)
P (mg)
62
53
309
1000
13
700
5.80
25.99
67.02
74.14
1.96
96.23
9.4
49.0
21.7
7.4
15.1
13.9
56
43
323
1000
26
700
5.80
25.99
67.02
74.14
1.96
96.23
10.4
60.4
26.6
7.4
16.3
13.9
*Angka Kecukupan Gizi tahun 2013 Berdasarkan Tabel 12, sumbangan energi dan kandungan gizi kudapan Deppatori Pury berdasarkan takaran saji adalah 484 Kal, sumbangan protein sebesar 5.80 gram, lemak sebesar 25.99 gram, karbohidrat sebesar 67.02 gram, kalsium sebesar 74.14 mg, besi 1.96 mg dan fosfor sebesar 96.23 mg.
Hasil perhitungan kontribusi kudapan Deppatori Pury 10% dengan takaran saji 100 gram terhadap AKG kelompok usia lansia (65-80 tahun) untuk zat gizi protein adalah 9.4-10.4%. Menurut BPOM (2004), pangan dikatakan mempunyai kadar protein tinggi bila memenuhi sedikitnya 20% dari AKG yang dianjurkan persaji. Dengan demikian untuk mencapai 20% dari AKG, kudapan Deppatori Pury yang harus dikonsumsi dua kali takaran saji (200 g). Perhitungan kontribusi zat gizi kudapan Deppatori Pury terhadap Angka Kecukupan Gizi tahun 2013 untuk semua kelompok usia disajikan pada Lampiran 12. Kudapan Deppatori Pury ini mempunyai potensi sebagai salah satu alternatif cemilan dengan kadar protein (asam amino seperti lisin dan leusin), asam lemak tak jenuh dan mineral. Kudapan untuk kelompok lansia saat ini masih belum banyak dijual di pasaran. Selain itu, tekstur dari kudapan Deppatori Pury cocok untuk dikonsumsi untuk usia lansia.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pembuatan Deppatori pury dilakukan dengan mencampurkan bahan dasar kudapan Deppatori Pury yang terdiri dari tepung beras, tepung ketan, gula merah, wijen dan air dengan takaran yang sesuai untuk memperoleh karakteristik yang mendekati kudapan Deppatori. Formulasi Deppatori Pury terdiri dari F5 (tepung pury 5%), F10 (tepung pury 10%) dan F15 (tepung pury 15%). Pada uji hedonik, panelis lebih menyukai F10 yakni formula dengan penambahan tepung pury sebesar 10%, karena penambahan tepung pury yang semakin banyak akan membuat tekstur Kudapan Deppatori Pury semakin keras. Hasil uji mutu hedonik juga menunjukkan bahwa F10 memiliki karakteristik warna cokelat kekuningan, rasa dan aroma yang netral, serta tekstur yang padat agak keras. Hasil karakteristik fisik tepung pury yang terdiri dari indeks penyerapan air 126.47% atau 1.26 ml/g, indeks kelarutan air 1.513% atau 0.015 g/ml, nilai kalori 4924 kal, densitas kamba 0.72 g/ml dan warna L: 52.92 a: 3.35 b: 29.94, kimia terdiri kandungan gizi: kadar air 7.67%, kadar abu 3.18%, kadar protein 24.51%, kadar lemak 30.16%, kadar karbohidrat 34.39%, energi 479 Kal, Komposisi asam amino pada tepung pury terdiri dari Leusin dan Lisin 2.02% dan 2.11%. Komposisi asam lemak terdiri dari linolenat 21.04%, asam oleat 15.63%, asam palmitat 13.86%, linoleat 3.86% dan stearat 3.42%. Kadar mineral dan hasil uji mikroba pada tepung pury yaitu kadar kalsium 47.83 mg/100g, besi 1.69 mg/100g, fosfor 32.69 mg/100g dan Total Plate Count (<250 cfu/mL). Hasil uji beda keseluruhan tidak berbeda nyata (p>0.05). Karakteristik formula produk Deppatori-Pury terpilih, kandungan gizi dan mineral terdiri dari kadar air 7.92%, kadar abu 1.19%, kadar protein 5.80%, kadar lemak 25.99%, kadar karbohidrat 67.02%, energi 484 Kal, kadar kalsium 74.14 mg/100g, besi 1.96 mg/100g, fosfor 97.23 mg/100g dan hasil uji mikrobiologis 390 cfu/mL.
Hasil perhitungan kontribusi kudapan Deppatori Pury 10% dengan takaran saji 100 gram terhadap AKG kelompok usia lansia (65-80 tahun) untuk zat gizi protein adalah 9.4-10.4%. Menurut BPOM (2004), pangan dikatakan mempunyai kadar protein tinggi bila memenuhi sedikitnya 20% dari AKG yang dianjurkan persaji. Dengan demikian untuk mencapai 20% dari AKG, kudapan Deppatori Pury yang harus dikonsumsi dua kali takaran saji (200 g).
Saran Pembuatan tepung pury ulat sutera dengan memanfaatkan kokon perlu diperhatikan saat sortasi. Pemilihan kokon yang segar dan utuh sangat perlu sehingga tepung yang dihasilkan tidak beraroma menyengat. Bahan pengisi tepung maizena pada tepung pury disarankan dengan bahan dasar dari kue Deppatori yaitu tepung beras atau tepung mocaf sehingga diharapkan menghasilkan tekstur yang diinginkan. Perancangan formula perlu dilakukan kembali dengan penambahan tepung pury lebih dari 10% untuk meningkatkan kadar protein pada kudapan Deppatori. Kudapan Deppatori Pury mempunyai potensi sebagai alternatif kudapan yang mengandung asam amino essensial dan asam lemak tak jenuh yang penting bagi tubuh. Kudapan ini dianjurkan untuk lansia sebagai alternatif kudapan bergizi. Produksi skala besar Deppatori Pury diperlukan izin PIRT (Produksi Pangan Industri Rumah Tangga).
DAFTAR PUSTAKA Angali BS, Reddy RM, Sivaprasad V. 2009. Scope of product diversification and value creation in Indian Sericulture Industry. www.borjournals.com Blue Ocean Research Journals 33 [AOAC] Assosiation of Official of Cereal Chemist (US). 2005. Official Methods of Analysis. Washington DC: Assosiation of Official Analytical Chemist. Apriyantono A et al. 1989. Petunjuk Praktikum Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. Astuti T. 2009. Pengembangan MP-ASI berbasis Pupae-Mulberry (Pury): efikasinya terhadap pertumbuhan dan motorik bayi gizi kurang [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Astuti T dan Kusharto CM. 2009. Tepung pury mulberry (pury) sebagai bahan pangan alternatif kaya gizi. Jurnal Pangan dan Gizi. 4(1): 29 – 32 [BPA] Balai Persuteraan Alam (ID). 2008b. Statistik Pembangunan Balai Persuteraan Alam. Gowa : BPA Direktorat Jendral RLPS Departemen Kehutanan _____. 2010. Statistik Pembangunan Balai Persuteraan Alam. Gowa : BPA Direktorat Jendral RLPS Departemen Kehutanan Fardiaz S. 1992. Makanan Jajanan dan Peluang Peningkatannya. Jakarta: Persagi. Fennema OR. 1996. Food Chemistry III. New York: Marcel Dekker Inc. Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat: Jakarta
Kusnandar F dan Andarwulan N. 2007. Analisis Warna Bahan Pangan. Fateta, IPB. Bogor Matz SA. 1992. Bakery Technology and Engineering 3rd Ed. Texas: Pan-tech International Inc. Mervina. 2009. Formulasi Biskuit dengan Penambahan Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Isolat Protein Kedelai (Glycine max) Sebagai Makanan Potensial Untuk Anak Balita Gizi Kurang. [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Nielsen SS. 2003. Food Analysis Laboratory Manual. New York: Kluwer Academic. Ohren JA. 1981. Process and product characteristics for soya concentrates dan isolates. J American Oil Chemistry 56-59. Rustandi D. 2009. Tepung Terigu. http://www.dapurdeddyrustandi.com/ (diakses tanggal 12 oktober 2009) Sihombing DTH. 2002. Satwa Harapan I, Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya Cacing tanah, Bekicot, Keong Mas, Kupu-kupu dan Ulat Sutera. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. [SNI] Standar Nasional Indonesia (ID). 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional _____. 2009. Mutu dan Cara Uji Tepung Beras. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional _____. 2009. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional Syafiq A et al. 2007. eds Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajagrafindo Persada Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi Jilid 1. Dian Rakyat: Jakarta Trilaksani W, Salamah E, Nabil M. 2006. Pemanfaaan Limbah Tulang ikan Tuna (Thunnus sp) sebagai Sumber Kalsium metode Hidrolisis Protein. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. IX (2): 38-43 Wirakartakusumah MA, Abdullah K & Syarief AM. 1992. Sifat Fisik Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB Yang Y, Tang L, Tong L, Liu H. 2013. Silkworm culture as a source of protein for humans in space. Journal of Engineering, computers &Applied Science. 5(2): 2319-5606
Lampiran 1 Lembar kueisioner uji mutu hedonik kudapan Deppatori Pury Uji Mutu Hedonik Tanggal Pengujian : Nama Produk : Deppatori-Pury
Nama Panelis : Jenis Kelamin : L / P
Dihadapan Saudara/i disajikan sampel produk Deppatori-Pury dengan kode tertentu.Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-9 dibawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Saudara/i 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel berikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian Warna
1 9 Putih Gading 1 Putih Gading
2
3
4
5
6
Cokelat Kekuningan
2 Kuning Keputihan
3 Kuning Emas
4 Kuning Kecoklatan
5 Coklat Kekuningan
6 Coklat Muda
7
8
Cokelat Kehitaman 7 Coklat
8 Cokelat Tua
9 Cokelat Kehitaman
Tekstur
1 9 Sangat padat 1 Sangat padat sangat keras
2
2 Padat sangat keras
3
4
5
6
7
Padat 3 Padat keras
4 Padat agak keras
5 Padat
8 Renyah
6 Agak padat empuk
7 Empuk
8 Empuk renyah
9 Renyah
5
6
7
8
Aroma
1 2 9 Amat sangat amis 1 Amat sangat bau
2 Sangat bau
3
4 Netral (tidak berbau)
3 Bau
4 Agak berbau
Amat sangat harum
5 Netral
6 Agak harum
7 Harum
4
5
6
8 Sangat harum
9 Amat sangat harum
7
8
Amat
sangat
Rasa
1 2 9 Amat sangat Pahit manis
3
Netral
1 Amat sangat berasa
2 Sangat berasa
3 Berasa
4 Agak berasa
5 Netral
6 Agak manis
7 Manis
8 Sangat manis
9 Amat sangat manis
Komentar Kelebihan:................................................................................................................... .......................... ............................................................................................................................................... ............... .............................................................................................................................................................. .............................................................................................................................................................. .............................................................................................................................................. Kekurangan:.................................................................................................................. ........................ .............................................................................................................................................................. .............................................................................................................................................................. .............................................................................................................................................................. ..............................................................................................................................................
TERIMA KASIH
Lampiran 2 Lembar kueisioner uji hedonik kudapan Deppatori Pury Uji Hedonik Tanggal Pengujian : Nama Produk : Depatori-Pury
Nama Panelis : Jenis Kelamin : L / P
Dihadapan Saudara/i disajikan sampel produk Depatori Pury dengan kode tertentu. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-9 dibawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Saudara/i 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampelberikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian 1 Amat sangat tidak suka
2 Sangat tidak suka
3 4 Agak tidak Tidak suka suka
5 Biasa
6 Agak suka
7 Suka
5
6
8 Sangat suka
9 Amat sangat suka
Warna
1 2 9 Amat sangat tidak suka
3
4 Biasa
7
8
Amat sangat suka
Aroma
1 2 9 Amat sangat tidak suka
3
4
5
6
Biasa
7
8
Amat sangat suka
Rasa
1 2 9 Amat sangat tidak suka
3
4
5
6
Biasa
7
8
Amat sangat suka
Tekstur
1 2 9 Amat sangat tidak suka
3
4
5
6
Biasa
7
8
Amat sangat suka
Keseluruhan
1 2 9 Amat sangat tidak suka
3
4
5 Biasa
6
7
8
Amat sangat suka
Komentar Kelebihan:................................................................................................................... .......................... .......................................................................................................................................................... .... ..............................................................................................................................................................
Kekurangan:.................................................................................................................. ........................ .............................................................................................................................................................. ............................................................................................................................................................... TERIMA KASIH
Lampiran 3 Analisis sifat fisik, sifat kimia dan uji mikrobiologis Analisis Sifat Fisik 1.
Densitas Kamba (Muchtadi dan Sugiyono 1989) Gelas ukur 100 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya sampai volumenya mencapai 100 ml. Usahakan pengisian tepat tanda tera dan jangan dipadatkan. Gelas ukur berisi sampel ditimbang dan selisih berat menyatakan berat sampel per 100 ml. Densitas kamba dinyatakan dalam g/ml. 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 (𝑔) 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐾𝑎𝑚𝑏𝑎 = 100 (𝑚𝑙) 2. Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA) (Muchtadi et al. 1988) Sebanyak 2 gram sampel yang sudah halus dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse. Kemudian ditambahkan 20 ml aquades, kemudian dibiarkan sampai air meresap seluruhnya ke dalam sampel. Kemudian, larutan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke cawan porselen kering yang sudah diketahui berat kosongnya; sedangkan tabung sentrifus beserta residunya ditimbang beratnya. Lalu, berat sisa residu yang tertinggal di cawan porselen ditimbang dan dijumlahkan dengan berat residu awal. Analisis Sifat Kimia 1. Analisis Kadar Air (Nielsen 2003) Kadar air adalah banyaknya air dalam suatu bahan pangan yang ditentukan dari pengurangan berat suatu bahan pangan yang dipanaskan pada suhu pengujian. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menimbang sampel yang sudah ditumbuk, lalu sebanyak 5 gram dimasukkan dalam cawan dan dioven pada suhu 1050C selama 16-18 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator dan diinginkan serta ditimbang berat akhirnya. 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑔) 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔) Kadar bahan kering (%) = 100% - kadar air 2. Analisis Kadar Abu (Nielsen 2003) Sampel Deppatori yang telah dioven pada pengukuran kadar air dan telah diketahui kadar airnya, kemudian dipijarkan pada suhu 6000C hingga berat tetap. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dand ditimbang setelah mencapai suhu kamar. 3. Analisis Kadar Protein (Nielsen 2003) Analisis kadar protein dibagi dalam 3 tahap: a. Destruksi Sampel ditimbang sebanyak 0,1 gram dan dimasukkan dalam labu Kjeldahl bersama 7 ml H2SO4 pekat dan selenium mix. Sampel akan dipanaskan dalam ruang asam sampai warnanya jernih kekuningan, dan kemudia didinginkan. Sampel kemudian dibilas menggunakan akuades.
b. Destilasi Larutan sampel bening kemudian dituang ke alat destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH. Ujung penerima detilat di rangkaian alat destilasi dipasang labu Erlemenyer yang berisi 5 ml larutan asm borat dan indikator metil merah metilen biru. Perlu diperhatikan bahwa ujung selang pengalir harus tercelup dalam larutan asam borat. Proses destilasi dilakukan sampai jumlah destilat mencapai sekitar 50 ml. c. Titrasi Destilat tersebut kemudian dititrasi menggunakan larutan HCL yang sudah diketahui normalitasnya dengan menggunakan indikator metil merah-metilen biru. Titrasi dihentikan apabila warna destilat telah mulai berubah menjadi ungu. Kadar protein dihitung dengan rumus: %𝑁 =
(𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 − 𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 0,014 𝑥 100% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑔) % 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = % 𝑁 𝑥 6,25 (𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖)
4. Analisis Kadar Lemak (Nielsen 2003) Kadar lemak dihitung dengan metode Soxhlet. Sampel nugget ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dihancurkan dan dibungkus kertas saring. Kertas saring dimasukkan ke dalam alat Soxhlet, kemudian alat kondensor di atasnya dan labu di bawahnya. Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituang ke dalam labu dan dilakukan reflux sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi jernih. Pelarut yang ada di labu destilasi dan pelarutnya ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi selanjutnya dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, labu dengan lemak ditimbang. 5. Analisis Kadar Karbohidrat (Nielsen 2003) Penentuan kadar karbohidrat didasarkan pada perhitungan yang disebut carbohydrate by different. Penetapan nilainya adalah sebagai berikut: Kadar karbohidrat (bb) = 100% - % (protein + lemak + abu +air ) 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 (𝑏𝑘) =
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 (𝑏𝑏) 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
6. Analisis Mineral a. Analisis Kadar Ca Metode Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono et al. 1989) Preparasi sampel untuk kadar lemak dilakukan dengan menggunakan pengabuan basah. Sampel yang mengandung 5-10 gram padatan ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjedhal. Lalu ditambahkan larutan 10 ml H2SO4, 10 ml HNO3 serta beberapa batu didih. Larutan kemudian dipanaskan sampai tidak berwarna gelap dan ditambahkan 10 ml aquades sampai larutan tidak berwarna atau berwarna kuning, lalu panaskan kembali sampai berasap. Larutan dibiarkan sampai dingin kembali dan tambahkan 5 ml aquades, didihkan sampai berasap.
Larutan disaring dengan kertas whatman 42 kemudian dibaca dengan menggunakan AAS. 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 =
(𝑎 − 𝑏)𝑥 𝑉 10 𝑥 𝑊
Keterangan: a = Konsentrasi Larutan Blanko (mg/ml) b = Konsentrasi Larutan Sampel (mg/ml) v = Volume Ekstrak w = Berat Sampel b. Analisis Kadar Fe (Fardiaz et al. 1986) Kandungan besi di dalam bahan pangan dianalisa dengan mengkonversi besi dari bentuk fero menjadi feri dengan menggunakan oksidator seperti K2S2O8 (potassium persulfat) atau H2O2 kemudian direaksikan dengan KSCN (potassium tiosianat) sehingga membentuk feritiosianat yang berwarna merah. Warna yang terbentuk dapat diukur absorbansinya pada kalorimeter dengan panjang gelombang 480 nm. Larutan sampel 5 ml direaksikan dengan H2SO4 pekat dan K2S2O8 1 ml dan KSCN 2 ml. Masing-masing tabung diencerkan sampai 15 ml dengan air, kemudian ukur absorbansinya pada panjang gelombang 480 nm. 𝑂𝐷 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 0,1 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑏𝑢 𝑥 100 𝐹𝑒 𝑚𝑔/100𝑔 = 𝑂𝐷 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑥 𝑆 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 c. Analisis Kadar Phospor (Fardiaz et al. 1986) Kadar phospor ditentukan dengan menggunakan pereaksi vanadatmolibdat. Sampel diambil 10 ml larutan abu, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ditambahkan 40 ml aquades dan 25 ml pereaksi vanadat-molibdat. Diencerkan sampai tanda tera, didiamkan selama 10 menit kemudian diukur absorbansinya dengan kalorimeter pada panjang gelombang 400 nm. [𝐹205] 𝑥 𝑓𝑝 𝑥 100 𝐹205 (𝑚𝑔/100𝑔) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐹2𝑂5 𝑥 𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑜𝑚 𝑃 𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑀𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝐹2𝑂5 Keterangan : fp = faktor pengenceran 𝑃=
7.
Total Plate Count /TPC (AOAC 2005) Inokulasi satu set pada cawan petri 1 ml dari pengenceran yang disesuaikan. Tuangkan agar-agar pada cawan dan didinginkan sampai suhu 420- 450C. Kemudian piring di inokulasi sampai 3 hari pada suhu 320C. Hitung jumlah koloni yang ada di piring berdasarkan standar. Akan didapatkan jumlah mikroba yang ada pada bahan pangan.
Lampiran 4 Rata-rata hasil uji hedonik
Kode Panelis 104330 104329
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
F5 5
F10 6
F15 5
F5 5
F10 6
F15 6
F5 5
F10 6
F15 7
F5 6
F10 7
F15 7
F5 6
F10 5
F15 6
6
4
5
7
5
6
6
5
7
5
6
7
5
6
5
104328
6
8
4
4
7
5
7
8
6
5
8
7
5
7
6
104327
2
5
6
5
6
5
5
6
7
3
5
6
3
4
7
104325
4
7
8
4
7
8
4
7
8
2
5
7
2
7
8
104324
3
7
9
7
3
4
6
7
3
4
2
9
4
2
7
104323
6
7
5
6
7
2
3
7
2
2
7
5
2
7
5
104322
7
6
5
7
6
5
5
3
4
6
5
7
6
5
6
104321
4
8
6
5
7
8
4
6
3
2
7
5
2
6
5
104320
6
7
4
6
6
4
6
6
4
6
7
4
6
6
4
104319
8
4
6
3
5
6
7
4
6
6
5
7
6
5
6
104318
4
7
5
5
7
6
5
9
6
4
7
6
4
9
5
104317
7
5
7
5
3
4
7
6
7
4
2
6
4
4
7
104315
4
3
5
4
4
2
5
4
2
4
4
5
4
5
2
104314
5
4
3
5
4
3
5
6
3
6
4
2
6
4
2
104313
5
8
6
7
6
7
7
3
7
4
7
8
4
6
7
104312
4
5
7
4
5
7
4
5
7
4
5
7
4
5
7
104311
5
7
6
6
8
7
6
8
7
4
7
8
4
8
7
104306
5
7
4
7
6
4
5
7
4
5
4
6
5
6
4
104310
4
7
6
5
7
1
5
7
1
3
1
7
3
6
1
104302
4
2
1
5
4
2
4
3
2
2
3
5
2
5
3
104304
8
9
7
7
9
7
8
9
8
7
9
7
7
9
7
104305
4
5
7
4
5
5
4
4
6
4
4
7
4
4
6
104307
2 3
3 5
5 4
5 7
6 6
7 7
4 7
6 6
7 7
4 4
2 6
7 5
4 4
2 4
6 5
4,8
5,8
5,4
5,4
5,8
5,1
5,4
5,9
5,2
4,2
5,2
6,3
4,2
5,5
5,4
104316 Ratarata
Lampiran 5 Rata-rata hasil uji mutu hedonik Kode Panelis
Warna
Aroma
F5
F10
F15
104330
5
6
104329
6
104328
Rasa
Tekstur
F5
F10
F15
F5
F10
F15
F5
F10
F15
5
5
6
6
5
6
7
6
7
7
4
5
7
5
6
6
5
7
5
6
7
6
8
4
4
7
5
7
8
6
5
8
7
104327
2
5
6
5
6
5
5
6
7
3
5
6
104325
4
7
8
4
7
8
4
7
8
2
5
7
104324
3
7
9
7
3
4
6
7
3
4
2
9
104323
6
7
5
6
7
2
3
7
2
2
7
5
104322
7
6
5
7
6
5
5
3
4
6
5
7
104321
4
8
6
5
7
8
4
6
3
2
7
5
104320
6
7
4
6
6
4
6
6
4
6
7
4
104319
8
4
6
3
5
6
7
4
6
6
5
7
104318
4
7
5
5
7
6
5
9
6
4
7
6
104317
7
5
7
5
3
4
7
6
7
4
2
6
104315
4
3
5
4
4
2
5
4
2
4
4
5
104314
5
4
3
5
4
3
5
6
3
6
4
2
104313
5
8
6
7
6
7
7
3
7
4
7
8
104312
4
5
7
4
5
7
4
5
7
4
5
7
104311
5
7
6
6
8
7
6
8
7
4
7
8
104306
5
7
4
7
6
4
5
7
4
5
4
6
104310
4
7
6
5
7
1
5
7
1
3
1
7
104302
4
2
1
5
4
2
4
3
2
2
3
5
104304
8
9
7
7
9
7
8
9
8
7
9
7
104305
4
5
7
4
5
5
4
4
6
4
4
7
104307
2
3
5
5
6
7
4
6
7
4
2
7
104316
3
5
4
Rata-rata
4,8
5,8
5,4
7 5,4
6 5,8
7 5,1
7 5,4
6 5,9
7 5,2
4 4,2
6 5,2
5 6,3
Lampiran 6 Hasil sidik ragam uji mutu hedonik Deppatori Pury F5,F10, dan F15 ANOVA Derajat Jumlah kuadrat kebebasan Warna
Tekstur
Aroma
Rasa
Rataan kuadrat
Antar kelompok
4.563
2
2.282
Dalam kelompok
90.683
72
1.259
Total
95.247
74
Antar kelompok
46.119
2
23.060
Dalam kelompok
183.287
72
2.546
Total
229.407
74
.866
2
.433
Dalam kelompok
213.901
72
2.971
Total
214.767
74
8.675
2
4.338
Dalam kelompok
279.951
72
3.888
Total
288.627
74
Antar kelompok
Antar kelompok
Fhitung
Signifikan si.
1.812
.171
9.058
.000
.146
.865
1.116
.333
Lampiran 7 Hasil uji lanjut Duncan uji mutu hedonik organoleptik Deppatori Pury F5,F10 dan F15
Warna Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula
N
F15 F5 F10 Sig.
1 25 25 25
6.736 7.024 7.340 .075
Tekstur Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula
N
1
2
F5
25
3.904
F10
25
4.320
F15
25
5.736
Sig.
.360
. Aroma Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula
N
F5 F15 F10 Sig.
1 25 25 25
4.972 4.972 5.200 .663
Rasa Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula F5 F15 F10 Sig.
N
1 25 25 25
4.496 4.644 5.280 .190
1.000
Lampiran 8 Hasil sidik ragam uji hedonik Deppatori Pury F5, F10, dan F15. ANOVA Jumlah Derajat kuadrat kebebasan Rataan kuadrat Warna
Antar kelompok
13.507
2
6.754
Dalam kelompok
204.264
72
2.837
Total
217.771
74
Antar kelompok
5.832
2
2.916
Dalam kelompok
184.570
72
2.563
Total
190.402
74
Antar kelompok
5.942
2
2.971
Dalam kelompok
226.646
72
3.148
Total
232.589
74
Antar kelompok
52.187
2
26.093
Dalam kelompok
204.960
72
2.847
Total
257.147
74
Keseluru Antar han kelompok
22.275
2
11.138
Dalam kelompok
204.572
72
2.841
Total
226.847
74
Aroma
Rasa
Tekstur
Fhitung
Sig.
2.381
.100
1.138
.326
.944
.394
9.166
.000
3.920
.024
Lampiran 9 Hasil uji lanjut Duncan uji hedonik organoleptik F5, F10 dan F15 Warna Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula
N
1
2
F5
25
4.820
F15 F10
25
5.444
5.444
25
5.852
Sig.
.194
.395
Aroma Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula
N
F15 F5 F10 Sig.
1 25 25 25
5.120 5.404 5.800 .161
Rasa Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula
N
F15 F5 F10 Sig.
1 25 25 25
5.240 5.360 5.888 .228
Tekstur Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula
N
1
2
F5
25
4.240
F10
25
5.160
F15
25
Sig. .
6.280 .058
1.000
Keseluruhan Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula
N
1
2
F5
25
F15
25
5.376
F10
25
5.488
Sig.
4.280
1.000
.815
41 Lampiran 10 Hasil uji beda kandungan gizi Deppatori Pury Tes Levene untuk ragam yang sama
t-test untuk ragam yang sama Selang kepercayaan interval 95%
Fhitung Kalsium
Ragam sama
Sig. .
t .
Ragam tidak sama Besi
Ragam sama
1.437E15
.000
Ragam tidak sama Fosfor
Ragam sama
.
.
Ragam tidak sama Air
Ragam sama
1.845E14
.000
Ragam tidak sama Abu
Ragam sama
2.402E15
.000
Ragam tidak sama Protein
Ragam sama
8.527E15
.000
Ragam tidak sama Lemak
Ragam sama
8.569E15
.000
Ragam tidak sama Karbohidrat Ragam sama Ragam tidak sama
5.099E15
.000
Derajat kebeba san Sig. (2-ekor) Rataan beda Galat beda
Bawah
Atas
-.245
2
.829
-7.1947500 29.3810259 -133.6111014
119.2216014
-.245
1.065
.845
-7.1947500 29.3810259 -331.0092742
316.6197742
-.623
2
.597
-.4661000
.7487033
-3.6875102
2.7553102
-.623
1.943
.599
-.4661000
.7487033
-3.7799660
2.8477660
-1.127
2
.377 -64.8958000 57.5913373 -312.6913245
182.8997245
-1.127
1.002
.462 -64.8958000 57.5913373 -793.3441367
663.5525367
.468
2
.686
1.42000
3.03616
-11.64353
14.48353
.468
1.986
.686
1.42000
3.03616
-11.73177
14.57177
.246
2
.829
.11000
.44721
-1.81420
2.03420
.246
1.471
.836
.11000
.44721
-2.65741
2.87741
-1.202
2
.352
-.91500
.76133
-4.19074
2.36074
-1.202
1.734
.368
-.91500
.76133
-4.72171
2.89171
-1.204
2
.352
-7.13000
5.91951
-32.59961
18.33961
-1.204
1.138
.422
-7.13000
5.91951
-63.91718
49.65718
2.037
2
.179
6.51500
3.19902
-7.24927
20.27927
2.037
1.198
.257
6.51500
3.19902
-21.22975
34.25975
42
Lampiran 11 Hasil uji beda data mikrobiologis Deppatori Kontrol dan Deppatori Pury 10% Independent Samples Test
Tes Levene untuk ragam yang sama
Fhitung Jumlah mikroba
Ragam sama Ragam tidak sama
t-test untuk ragam yang sama
Sig. .
t .
Derajat kebebas an
Selang kepercayaan interval 95% Sig. (2ekor)
Rataan beda Galat beda
Bawah
Atas
1.925
2
.194
345.000
179.234
-426.184
1116.184
1.925
1.605
.224
345.000
179.234
-639.555
1329.555
43
Lampiran 12 Kontribusi zat gizi kudapan Deppatori Pury terhadap AKG semua kelompok usia Jenis Kelamin
Usia (Tahun)
Anak Anak Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki
4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65-80 tahun > 80 tahun
E 1600 1850 2100 2475 2675 2725 2625 2325 1900 1525
Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65-80 tahun > 80 tahun
2000 2125 2125 2250 2150 1900 1550 1425
P 35 49 56 72 66 62 65 65 62 60 60 69 59 56 57 57 56 55
Angka kecukupan gizi (%) L KH Ca 62 220 1000 72 254 1200 70 289 1200 83 340 1200 89 368 1200 91 375 1100 73 394 1000 65 349 1000 53 309 1000 42 248 1000 67 71 71 75 60 53 43 40
275 292 292 309 323 285 252 232
1200 1200 1200 1100 1000 1000 1000 1000
Fe 9 10 13 19 15 13 13 13 13 13
P 500 500 1200 1200 1200 700 700 700 700 700
20 26 26 26 26 12 12 12
1200 1200 1200 700 700 700 700 700
44
Jenis Kelamin
Usia (Tahun)
Anak Anak Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki
4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 64-80 tahun > 80 tahun
E 30,3 26,2 23,0 19,6 18,1 17,8 18,4 20,8 25,5 31,7
Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65-80 tahun > 80 tahun
24,2 22,8 22,8 21,5 22,5 25,5 31,2 34,0
P 16,6 11,8 10,4 8,1 8,8 9,4 8,9 8,9 9,4 9,7 9,7 8,4 9,8 10,4 10,2 10,2 10,4 10,5
Kontribusi zat gizi (%) L KH 41,9 30,5 36,1 26,4 37,1 23,2 31,3 19,7 29,2 18,2 28,6 17,9 35,6 17,0 40,0 19,2 49,0 21,7 61,9 27,0 38,8 36,6 36,6 34,7 43,3 49,0 60,4 65,0
24,4 23,0 23,0 21,7 20,7 23,5 26,6 28,9
Ca 7,4 6,2 6,2 6,2 6,2 6,7 7,4 7,4 7,4 7,4
Fe 21,8 19,6 15,1 10,3 13,1 15,1 15,1 15,1 15,1 15,1
P 19,4 19,4 8,1 8,1 8,1 13,9 13,9 13,9 13,9 13,9
6,2 6,2 6,2 6,7 7,4 7,4 7,4 7,4
9,8 7,5 7,5 7,5 7,5 16,3 16,3 16,3
8,1 8,1 8,1 13,9 13,9 13,9 13,9 13,9
45
RIWAYAT HIDUP Nama Aisyah yang dilahirkan di Kota Makkah pada 23 November 1990, anak pertama dari tiga bersaudara. Nama Ayah Warsid Jauri dan Ibu Nur Isra Ibrahim. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di Sekolah Indonesia Jeddah, Arab Saudi. Institut Pertanian Bogor menjadi lanjutan pendidikan penulis yang diterima melalui jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB). Selama di IPB, penulis sudah bergabung diberbagai organisasi dan kepanitiaan. Sejak Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis mulai bergabung dengan Klub Asrama Cybertron 2009-2010 sebagai Administrasi, Ketua Infokom Mushola Al-Quds 2009-2010 dan Staff External Department IAAS 2009-2010. Masuk ke fakultas penulis bergabung di Secretary of External Department IAAS 2010-2011, staf Infokom FORSIA 2010-2011, Ketua Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) BEM FEMA IPB 2011-2012 dan Menteri Komunikasi dan Informasi BEM KM IPB 2013. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Penilaian Status Gizi pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013 dan asisten praktikum Dietetik pada tahun ajaran 2012/2013. Selain itu, penulis juga pernah didanai DIKTI pada tahun 2011 untuk tulisan yang pernah dikirimkan. Penulis menjalankan Intenship Dietetic periode 25 Maret – 13 April 2013 selama tiga minggu di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kasus yang diamati penulis selama Intership yaitu Kasus Penyakit Bedah: Sepsis ec Gangren Diabetes Melitus Pedis Dextra Post Amputasion Digiti II, Debriment, Diabetes Melitus Tipe 2, Hipertensi Grade 2, Anemia, dan Hiponatremia, Kasus Penyakit Dalam: ADHF Perbaikan, Diabetes Melitus Tipe 2, Acute on Chronic Kidney Disease (CKD), Anemia dan ), Community Acute Pnemonia (CAP) dan Kasus Penyakit Anak: Acute Myelogeneous Leukemia, Anemia Normasitik Nomookrom dan Trombositopenia. Selain itu penulis juga sudah menjalankan Kuliah Kerja Profesi di Desa Dukuh Jati, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu pada tahun 2012.