FORMULASI DAN ANALISIS AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINUMAN ISOFLAVON BUBUK
Oleh : YANIASIH F24101004
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Yaniasih. F24101004. Formulasi dan Analisis Aktivitas Antioksidan Minuman Isoflavon Bubuk. Di bawah bimbingan Dedi Fardiaz dan Noer Laily. 2006
RINGKASAN Pengembangan produk pangan sekarang tidak hanya ditujukan untuk memperoleh pangan yang berkualitas dari segi rasa, penampilan, harga dan kemudahan bagi konsumen. Muncul tren baru yang disebut pangan fungsional, yaitu pangan yang memiliki manfaat kesehatan. Kacang kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi pangan fungsional. Hal ini terkait dengan adanya kandungan zat antioksidan (isoflavon) dalam kedelai yang bermanfaat dalam mencegah berbagai penyakit yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi di dalam tubuh. Formulasi minuman isoflavon bertujuan untuk menghasilkan produk pangan yang berkualitas (segi sensori, kimiawi dan mikrobiologi) serta memiliki manfaat bagi kesehatan (aktivitas antioksidannya tinggi). Proses pembuatan minuman isoflavon antara lain meliputi optimasi proses pengolahan, formulasi minuman isoflavon, pembuatan susu bubuk dan analisis mutu produk. Hasil optimasi waktu perendaman dalam pembuatan susu kedelai menunjukkan perendaman 12 jam memiliki kualitas sensori (aroma dan warna) yang lebih baik. Penggunaan saringan berhasil menurunkan kandungan total kapang kamir yaitu menjadi sebesar 25 koloni pada ukuran saringan 300 mesh dan 120 koloni pada ukuran saringan 150 mesh yang dapat memenuhi standar SNI. Formulasi minuman yang tepat berdasarkan uji organoleptik dan aktivitas antioksidannya menghasilkan sampel yang terpilih adalah sampel dengan konsentrasi 30% susu tempe hitam dan ukuran saringan 300 mesh. Formulasi sampel terpilih memiliki kualitas sensori yang disukai panelis dengan skor kesukaan rasa 3.47, aroma 2.67 dan warna 4.0 serta aktivitas antioksidan setara setara 63.19 mg BHA/ml. Pengeringan formulasi terpilih menjadi minuman isoflavon bubuk dilakukan dengan pengering semprot. Produk minuman isoflavon bubuk yang dihasilkan memiliki aktivitas antioksidan sebesar setara 64.76 mg BHA/ml, kadar isoflavon 212 mg/100g, lemak sebesar 30.18 %, protein 62.91 %, karbohidrat 0.70 %, kadar abu 2.37 %, kadar air 3.84 %, cemaran mikroba sebesar 6.3 x 103 dan kelarutan 90.96%. Dalam memenuhi asupan isoflavon 40mg per hari, konsumsi minuman isoflavon bubuk sebesar 18.87g per saji, memiliki kandungan lemak 5.69g, protein 11.87g, karbohidrat 0.13g dan energi total 99.21 kkal (memenuhi 4.96 % diet 2000 kkal). Kata kunci : Isoflavon, antioksidan, susu kedelai, pengeringan
FORMULASI DAN ANALISIS AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINUMAN ISOFLAVON BUBUK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : YANIASIH F24101004
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FORMULASI DAN ANALISIS AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FORMULASI DAN AKTIVISIDAN MINUMAN ISOFLAVON BUBUK MINUMAN ISOFLAVON BUBUK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh : YANIASIH F24101004 Dilahirkan di Madiun, 13 Juli 1983. Tanggal lulus : 7 Juni 2006
Bogor, 12 Juni 2006 Menyetujui,
Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc Dosen Pembimbing I
Dra. Noer Laily, MSi Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP Yaniasih, dilahirkan di Madiun Jawa Timur pada tanggal 13 Juli 1983. Merupakan anak pertama keluarga Bpk. Djaiman dan Ibu Marmi. Menyelesaikan pendidikan di Madiun yaitu di SDN Klumutan 01 Saradan, SLTPN 1 Mejayan dan SMUN 1 Mejayan. Diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001 di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, aktif mengikuti organisasi kelembagaan mahasiswa sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM Fateta) dan Forum Bina Islami Fateta serta bergabung dalam Badan Pengelola Asrama Tingkat Persiapan Bersama IPB sebagai Senior Resident dan Manajemen Program Pembinaan Akademik dan Multibudaya. Pada tahun 2004, melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Kelurahan Sukadamai Tanah Sareal Bogor.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi dengan judul ”Formulasi dan Analisis Aktivitas Antioksidan Minuman Isoflavon Susu Kedelai Bubuk” ini bertujuan untuk membuat formulasi dan mengevaluasi aktivitas antioksidan produk minuman isoflavon bubuk. Produk ini diharapkan dapat menjadi alternatif pangan fungsional yang dapat bermanfaat bagi masyarakat Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua, adik dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan dukungan, cinta dan doa tiada henti. 2. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc telah membimbing penulis selama mengikuti studi di Departemen TPG. 3. Dra. Noer Laily, MSi yang telah membimbing, mendidik dan mengajarkan banyak hal selama penelitian dan penulisan skripsi. 4. Dr. Ir. Bonny PW Soekarno, MS dan seluruh elemen Badan Pengelola Asrama TPB IPB (senior resident, pegawai, mahasiswa 41 dan 42) yang telah banyak memberikan inspirasi dan motivasi selama 2 tahun ini. 6. Seluruh karyawan, staf dan rekan penelitian di Laboratorium Teknologi Bioindustri BPPT PUSPIPTEK Serpong yang selalu sabar mengingatkan. 7. Sahabat-sahabat luar biasa (Anita, Anna, Wulan, Desi, Ima, Innike, Santi, Yuni, Dhani, Hasan, Endar, Riyadi, Ibot, Roji, Seno, Asep, Budi) serta seluruh staf pengajar, karyawan dan teman-teman terbaik di TPG, FATETA dan IPB, semoga Allah Swt meridhoi kita semua. 8. Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membutuhkan. Bogor, Juni 2006 Yaniasih iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................................................................. iv DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ ix I.
PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. LATAR BELAKANG..................................................................... 1 B. TUJUAN ......................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3 A. SUSU KEDELAI ............................................................................ 3 B. ANTIOKSIDAN.............................................................................. 6 C. ISOFLAVON................................................................................... 8 III. METODE PENELITIAN...................................................................... 10 A. BAHAN DAN ALAT ..................................................................... 10 B. METODE PENELITIAN ................................................................ 10 1. Optimasi Proses Pembuatan Minuman Isoflavon ....................... 11 2. Formulasi Minuman Isoflavon ................................................... 11 3. Pembuatan Susu Bubuk .............................................................. 11 4. Analisis Mutu Produk ................................................................. 12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 16 A. BAHAN BAKU MINUMAN ISOFLAVON .................................. 16 1. Susu Kedelai ............................................................................... 17 2. Susu Tempe Hitam ..................................................................... 19 B. FORMULASI PEMBUATAN MINUMAN ISOFLAVON ........... 22 1. Uji Organoleptik ......................................................................... 22 2. Aktivitas Antioksidan ................................................................. 26 C. MINUMAN ISOFLAVON BUBUK .............................................. 28 1. Mutu Mikrobiologi dan Kimiawi ............................................... 28 2. Aktivitas Antioksidan ................................................................. 30 3. Isoflavon ..................................................................................... 32
v
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 35 A. KESIMPULAN................................................................................ 35 B. SARAN ........................................................................................... 35 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 36 LAMPIRAN................................................................................................. 40
vi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi Kimia Susu Kedelai dan Susu Sapi per 100g Bahan........ 3 Tabel 2. Syarat Mutu Susu Kedelai Menurut SNI 01-3830-1995..................... 4 Tabel 3. Syarat Mutu Susu Bubuk Menurut SNI 01-2970-1999...................... 5 Tabel 4. Formulasi Minuman Isoflavon............................................................ 11 Tabel 5. Kualitas Sensori Susu Kedelai Hasil Optimasi Perendaman.............. 18 Tabel 6. Mutu Minuman Isoflavon Bubuk........................................................ 30
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur Kimia isoflavon kedelai..................................................... 9 Gambar 2. Diagram alir formulasi dan aktivitas antioksidan minuman isoflavon bubuk ............................................................................... 16 Gambar 3. Perbandingan Aktivitas Antioksidan dan Kadar Isoflavon antara Tempe Hitam dan Susu Tempe Hitam ................................. 21 Gambar 4. Grafik Hasil Uji Hedonik terhadap Atribut Rasa, Aroma dan Warna........................................................................................ 24 Gambar 5. Aktivitas Antioksidan Sampel Formulasi........................................ 26 Gambar 6. Aktivitas Antioksidan Beberapa Bahan Pangan............................... 31 Gambar 7. Kadar Isoflavon Beberapa Bahan Pangan........................................ 34
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Kurva standar analisis aktivitas antioksidan metode DPPH ....... 41
Lampiran 2.
Aktivitas antioksidan sampel formulasi ..................................... 42
Lampiran 3.
Analisis statistik ANOVA aktivitas antioksidan sampel formulasi ..................................................................................... 43
Lampiran 4.
Aktivitas antioksidan bahan/produk pangan .............................. 45
Lampiran 5.
Analisis statistik ANOVA aktivitas antioksidan bahan pangan . 46
Lampiran 6.
Kuisioner uji hedonic …………………………………………. 48
Lamiran 7.
Analisis statistik ANOVA uji organoleptik Hedonik atribut warna .......................................................................................... 48
Lampiran 8.
Analisis statistik ANOVA uji organoleptik Hedonik atribut rasa .................................................................................. 49
Lampiran 9.
Analisis statistik ANOVA uji organoleptik Hedonik atribut aroma .......................................................................................... 50
Lampiran 10. Kadar isoflavon metode HPLC .................................................. 51 Lampiran 11. Analisis proksimat minuman isoflavon bubuk ........................... 52 Lampiran 12. Analisis total kapang .................................................................. 53
ix
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Secara tradisional, produk pangan dikembangkan untuk memperoleh pangan yang berkualitas dari segi rasa, penampilan, harga dan kemudahan bagi konsumen. Sekarang muncul tren baru, dimana pengembangan produk pangan banyak dilakukan pada kemungkinan penggunaan produk pangan dalam mengurangi resiko terkena penyakit tertentu (Stephen, 1998). Meningkatnya angka penderita penyakit jantung, kanker dan tekanan darah tinggi di banyak negara serta banyaknya hasil penelitian yang menunjukkan kaitan antara beberapa zat gizi maupun non gizi pangan yang berpotensi mengatasi masalah tersebut menyebabkan tren ini semakin meluas. Dalam mengkonsumsi suatu pangan, masyarakat sekarang tidak hanya menilai dari segi gizi dan rasa suatu produk, tetapi juga mempertimbangkan pengaruh pangan tersebut terhadap kesehatan tubuhnya (Goldberg, 1994). Perubahan tren produk pangan ke arah potensi pangan bagi kesehatan, memotivasi produsen pangan mengembangkan produk pangan fungsional. Pangan fungsional adalah produk pangan yang menunjukkan adanya manfaat fisiologis atau adanya kemampuan mengurangi resiko penyakit kronis tertentu, disamping fungsi nutrisi dasarnya (Stephen, 1998). Salah satu produk pangan yang banyak dikembangkan sebagai pangan fungsional adalah pangan olahan dari kedelai. Kedelai mengandung beberapa senyawa kimia yang dinamakan phytochemicals yang ternyata mampu mencegah berbagai penyakit, seperti isoflavon, protease inhibitor dan asam fitat yang memiliki kemampuan antioksidan berguna dalam mencegah penyakit kanker (Heinnermen, 2003). Produk pangan olahan kedelai yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi pangan fungsional adalah susu kedelai.
Susu
merupakan produk pangan yang sangat menentukan status gizi dan kesehatan manusia. Susu memiliki kandungan protein, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh. Namun, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia ternyata masih sangat rendah, yaitu sekitar 7 liter per kapita per tahun (Nda, 2004). Susu kedelai bisa dijadikan alternatif utuk meningkatkan konsumsi
susu masyarakat Indonesia. Kandungan gizi yang tinggi, harga yang relatif lebih murah, proses pengolahan yang mudah dan bebas laktosa (Shurtleff dan Aoyogi, 1984), memungkinkan produk ini untuk lebih dikembangkan di Indonesia. Pengembangan susu kedelai menjadi produk pangan fungsional yang berkualitas baik dari sisi sensori, kandungan gizi, manfaat kesehatan maupun kemudahan bagi konsumen sekarang banyak dilakukan. Salah satu fokus pengembangan tersebut banyak dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian yang menunjukkan adanya kandungan zat antioksidan (isoflavon) dalam susu kedelai yang bermanfaat dalam mencegah berbagai penyakit yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi di dalam tubuh (USDA, 1999; Chang, 1998). Selain itu juga terkait dengan kepraktisan konsumsi, distribusi dan penyimpanan sehingga proses pengeringan susu kedelai menjadi bentuk susu bubuk dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian bertujuan untuk melakukan formulasi yang tepat dalam pembuatan minuman isoflavon dengan menggunakan bahan baku kacang kedelai.
Selain itu juga untuk mengevaluasi mutu sensori, fisik, kimia,
mikrobiologi, aktivitas antioksidan dan kandungan isoflavon produk hasil formulasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SUSU KEDELAI Susu kedelai adalah produk pangan olahan berupa ekstrak air dari kacang kedelai (Liu, 1997). Produk ini banyak dikembangkan baik untuk tujuan komersial (industri), tujuan sosial maupun kesehatan.
Hal ini
disebabkan oleh beberapa nilai lebih yang dimiliki susu kedelai antara lain kandungan gizinya yang tinggi, bebas laktosa, bebas kolesterol, harganya relatif murah, teknologi pembuatannya sederhana dan bisa dijadikan alternatif makanan vegetarian (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Menurut Liu (1997), susu kedelai memiliki kandungan protein, zat besi, asam lemak tak jenuh dan niasin yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi, tetapi kandungan lemak, kalsium dan karbohidratnya lebih rendah. Selain itu susu kedelai tidak mengandung laktosa dan kurang kandungan mineral fosfor, yodium dan sodium. Komposisi susu kedelai, susu sapi dan air susu ibu (ASI) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Susu Kedelai dan Susu Sapi per 100g Bahan Komposisi
Susu Kedelai
Susu Sapi
ASI
Energi (kal) Air (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Abu (g) Mineral (mg) Kalsium Fosfor Sodium Besi Vitamin (mg) Tiamin (B1) Riboflavin (B2) Niasin Asam lemak jenuh (%) Asam lemak tidak jenuh (%) Kolesterol (mg) Sumber: Astawan (2004)
44,00 90,80 3,60 2,00 2,90 0,50
59,00 88,60 2,90 3,30 4,50 0,70
62,00 88,20 1,40 3,10 7,10 0,20
15,00 49,00 2,00 1,20
100,00 90,00 36,00 0,10
35,00 25,00 15,00 0,20
0,03 0,02 0,50 40-48 52-60 0,00
0,04 0,15 0,20 60-70 30-40 9,24-9,90
0,02 0,03 0,20 55,30 44,70 9,30 – 18,60
Standar produk susu kedelai pertama kali ditetapkan di Jepang tahun 1975.
Standar produk akhir susu kedelai harus mengandung minimal 3%
minyak dan lemak, minimal 10% total padatan dan maksimal 300 mikroorganisme per gram susu kedelai serta tidak terdapat bakteri koliform (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Menurut Haytowitz dan Matthews (1989) susu kedelai minimal mengandung 2% protein, 1% lemak dan 11,5% total padatan dengan pH berkisar antara 6,6-7,0. Di Indonesia, syarat mutu susu kedelai ditetapkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), yang disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Syarat Mutu Susu Kedelai Menurut SNI 01-3830-1995 Kriteria Uji Keadaan Bau Rasa Warna pH Protein Lemak Total padatan
Satuan
Persyaratan
% b/b % b/b 5 b/b
Normal Normal Normal 6.5-7.0 Min 2.0 Min 1.0 Min 11.5
Proses pengolahan susu kedelai dimulai dengan merendam kedelai selama 1 malam (8-12 jam). Keuntungan perendaman adalah memudahkan penghancuran kedelai, menghilangkan beberapa polisakarida, mengurangi waktu memasak dan meningkatkan hasil (Liu, 1997).
Kedelai kemudian
direbus, diitiriskan dan didinginkan. Perebusan pada kacang-kacangan dapat menyebabkan nilai gizinya meningkat, karena perebusan menyebabkan denaturasi protein sehingga lebih mudah dicerna, dekstruksi zat anti gizi dan racun, serta hancurnya jaringan tanaman dan granula pati. Proses pemanasan dengan perebusan ini juga dapat meningkatkan daya simpan produk dengan terbunuhya mikroba, menginaktifkan enzim lipoksigenase sehingga oksidasi lemak dan flavor langu yang dihasilkan dapat diminimalkan serta dapat membantu stabilitas emulsi susu kedelai (Liu, 1997). Setelah dingin, kedelai diblender dan disaring.
Hasil penyaringan dipanaskan kembali sampai
mendidih, kemudian ditambah pemanis, garam dan flavor untuk mendapatkan citarasa yang lebih baik (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Perkembangan produksi susu kedelai komersial melahirkan berbagai variasi produk susu kedelai, seperti susu kedelai segar (tanpa penambahan gula), susu kedelai manis dan susu kedelai bubuk. Susu kedelai bubuk dibuat dari susu kedelai segar atau susu kedelai manis kemudian dikeringkan menggunakan pengering semprot (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Menurut Syarief dan Hariyadi (1991), pengeringan susu bubuk dapat menggunakan pengering semprot atau pengering drum.
Proses pengeringan ini dapat
mempengaruhi sifat fisik dan kimia susu bubuk.
Susu yang dikeringkan
menggunakan pengering semprot akan menghasilkan partikel 10-15 mikron dan kelarutannya dalam air sempurna hampir sama dengan susu segar. Syarat mutu susu bubuk berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Syarat Mutu Susu Bubuk Menurut SNI 01-2970-1999 Jenis Uji Keadaan Bau Rasa Air Abu Lemak Protein Cemaran Logam Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) Arsen Cemaran Mikroba TPC Coliform E. Coli Salmonella S. Aureus
Satuan
Persyaratan Susu Bubuk Susu Bubuk Susu Bubuk Lemak Rendah Lemak Tanpa Lemak
b/b % b/b % % %
Normal Normal Maks 4,0 Maks 6,0 Min 26,0 Min 25,0
Normal Normal Maks 4,0 Maks 9,0 1,5 – 26,0 Min 26,0
Normal Normal Maks 4,0 Maks 9,0 0 Min 34,0
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks 20,0 Maks 0,3 Maks 40 Maks 40 Maks 0,03 Maks 0,1
Maks 20,0 Maks 0,3 Maks 40 Maks 40 Maks 0,03 Maks 0,1
Maks 20,0 Maks 0,3 Maks 40 Maks 40 Maks 0,03 Maks 0,1
Maks 5x105 Maks 20 Negatif Negatif 1x102
Maks 5x105 Maks 20 Negatif Negatif 1x102
Maks 5x105 Maks 20 Negatif Negatif 1x102
Koloni/g APM Koloni/g Koloni/100g Koloni/g
B. ANTIOKSIDAN Antioksidan secara umum didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar dan Rossell, 1990). Proses oksidasi lipid terjadi dalam tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi inisiasi terjadi ketika lemak tidak jenuh berinteraksi dengan oksigen membentuk radikal bebas. Radikal bebas tersebut akan berlanjut mengalami reaksi berantai membentuk radikal bebas-radikal bebas lain dalam tahap reaksi propagasi. Selanjutnya dalam reaksi terminasi, radikal bebas yang bersifat sangat reaktif akan membentuk ikatan yang stabil bila bereaksi dengan senyawa radikal lain (Jadhav et al., 1996). Ketiga tahap reaksi oksidai lipid tersebut adalah sebagai berikut : Tahap reaksi inisiasi
Tahap reaksi propagasi Tahap reaksi terminasi
:
: :
RH
Æ
R* + H*
ROOH
Æ
RO* + HO*
ROOH
Æ
RO* + ROO* + H2O
R* + O2
Æ
ROO*
ROO* + RH
Æ
ROOH + R*
R* + R*
Æ
R-R
R* + ROO*
Æ
ROOR
ROO* + ROO* Æ
ROOR +O2
Menurut Gordon (1990), antioksidan memiliki dua fungsi yaitu sebagai antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipid atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil. Antioksidan sekunder berfungsi memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil. Penambahan antioksidan primer dengan konsentrasi rendah pada lipid dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi.
Antioksidan sekunder, seperti asam sitrat, asam askorbat, dan esternya, sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek sinergis sehingga menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan sekunder ini bekerja dengan satu atau lebih mekanisme berikut (a) memberikan suasana asam pada medium (sistem makanan), (b) meregenerasi antioksidan utama, (c) mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan, (d) menangkap
oksigen. (e) mengikat singlet oksigen dan mengubahnya ke
bentuk triplet oksigen. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaannya secara luas diseluruh dunia untuk digunakan dalam makanan adalah Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat, Tert-Butil Hidoksi Quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck, 1991). Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, serta senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt,1992). Penggunaan antioksidan dalam produk pangan sangat bervariasi. Aktivitas antioksidan dalam produk pangan diperngaruhi oleh suhu, komposisi makanan, struktur produk dan keberadaan oksigen (Gordon, 2001). Menurut Coppen (1983), ciri-ciri antioksidan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (a) aman dalam penggunaan, (b) tidak memberi flavor, bau, dan warna pada produk, (c) efektif pada konsentrasi rendah, (d) tahan terhadap proses pengolahan produk (berkemampuan antioksidan yang baik), (e) tersedia dengan harga yang murah. Peran antioksidan bagi kesehatan terutama adalah dalam mengatasi implikasi reaksi oksidasi dalam tubuh yang dapat menyebabkan penyakit
kardivaskuler, kanker dan penuaan (Nelson et al., 2003). Konsumsi formula antioksidan yang mengandung β-karoten, vitamin E dan selenium organik setiap hari terbukti mengurangi resiko terkena kanker lambung (turun sampai dengan 21%), kanker esofagus resikonya turun sampai 4% dan penurunan tingkat kematian dari penyebab lainnya sampai 9% (Setright, 1993). C. ISOFLAVON Isoflavon tergolong kelompok flavonoid yaitu senyawa polifenolik yang banyak ditemukan dalam buah–buahan, sayur-sayuran, dan biji-bijian. Isoflavon adalah flavonoid utama dalam kacang kedelai yang memiliki potensi besar dalam mencegah kanker, osteoporosis, sindrom menopause dan hiperkolesterol (Zubik dan Meydani, 2003). Kacang kedelai dikenal mengandung beberapa jenis isoflavon yaitu daidzein, glycitein dan genistein yang memiliki daya estrogenik, antifungal dan antioksidan (Fleury et al., 1992). Produk pangan dari kacang kedelai mengandung isoflavon dalam konsentrasi tinggi, terutama dalam bentuk glukosida terkonjugasi (Setchell, 2003). Menurut (Hendrich et al., 1998), kandungan isoflavon dalam kacang kedelai berkisar antara 1-3 mg/g dan pada produk olahannya berkisar antara 0.025-3 mg/g. Isoflavon kedelai terutama berupa 7-O-monoglukosida-isoflavon, dimana bagian glikosidanya 100 kali bagian aglikonnya. Senyawa antioksidan alami isoflavon dari kedelai tersebut adalah 5,7,5’-trihidroksiisoflavon-7-0monoglukosida (daidzein),
(genistein)
dan
7,4’-dihidroksiisoflavon-7-monoglukosida
7,4;-dihidroksi6-metoksi-isoflavon-7-0-monoglukosida
(glycitein). Isoflavon lain dari kedelai adalah 6,7,4’-trihidroksiisoflavon yang hanya terdapat pada produk-produk kedelai terfermentasi (Pratt,1992). Penggunaan isoflavon sebagai suplemen makanan terus meningkat. Empat manfaat utama isoflavon diantaranya adalah mencegah penyakit jantung, kanker payudara, kanker kolon, meningkatkan densitas masa tulang dalam mencegah osteoporosis dan mengurangi sindrom menopause pada wanita (Chang, 1998).
Daidzen Genistein Glycitein
R1 H OH H
R2 H H OCH3
R3 OH OH OH
R4 OH OH OH
Gambar 1. Soy isoflavones (Harborne, et.all., 1975) Menurut Ruiz-Larrea (1997), di dalam tubuh manusia, isoflavon meningkatkan kemampuan penghambatan oksidasi low density lipoproteins (LDL). Hussain (2003) melaporkan bahwa genistein isoflavon kedelai mampu menginduksi apoptosis and menghambat pertumbuhan androgen-sensitif dan androgen-independen sel kanker prostat. Di jepang, konsumsi protein kedelai dan isoflavon terbukti memiliki pengaruh terhadap kesehatan kardiovaskuler dan kehilangan masa tulang pada wanita posmenopause (Yamamoto, 2003). Potter (1998) menyatakan bahwa hanya dengan diet makanan tinggi kandungan isoflavon (90mg/hari) dapat membantu melawan penyakit kardiovaskuler dan osteoporosis pada wanita menopause.
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kacang kedelai, susu tempe hitam, air, maltodekstrin, bufer Tris-HCl, BHA, DPPH, PDA, H2SO4, HgO, K2SO4, H3BO3, NaOH-Na2S2O3 dan PCA. Alat-alat yang digunakan antara lain timbangan, blender, pompa vakum, saringan, spektrometer, oven, HPLC, alat destilasi, pengering semprot, alumunium foil, kertas saring, pH meter, autoklaf dan peralatan gelas.
B. METODE PENELITIAN 1. Optimasi Proses Pembuatan Minuman Isoflavon a. Optimasi lama waktu perendaman dalam pembuatan susu kedelai Bertujuan untuk memperoleh susu kedelai yang memiliki warna dan aroma yang lebih baik. Lama waktu perendaman yang digunakan adalah 2 jam (waktu perendaman yang digunakan dalam pengolahan modern), 8 jam dan 12 jam (metode tradisional di Jepang, Cina, dan Indonesia) (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Setelah direndam, kedelai direbus selama 15 menit. Kedelai yang telah direbus diblender dengan ditambah air (perbandingan kedelai:air adalah 1:5). Kedelai yang sudah diblender kemudian disaring dan susu yang dihasilkan dipasteurisasi pada suhu 90oC selama 15 menit. Susu hasil dua jenis optimasi perendaman tersebut kemudian dibandingkan kualitas rasa, warna dan aromanya. b. Pembuatan susu tempe hitam Susu tempe hitam dibuat dari tempe hitam yang merupakan hasil fermentasi kedelai oleh kapang no. 5 hasil optimasi Laboratorium Teknologi Bioindustri BPPT . Tempe hitam segar dipotong kecil-kecil, kemudian dikukus selama 30 menit pada suhu 70oC. Setelah dikukus, didinginkan sampai uap hilang, kemudian diblender dengan ditambah air panas, perbandingan berat tempe awal : air adalah 1 : 2. Selanjutnya disaring dengan kain steril dan di pasteurisasi pada suhu 90oC selama 15 menit.
c. Optimasi ukuran saringan Penyaringan minuman isoflavon (campuran susu kedelai dan susu tempe hitam) menggunakan 2 ukuran saringan yaitu 150 dan 300 mesh. Penyaringan diperlukan untuk memperoleh produk yang berkualitas (sensori terkait ukuran partikel dan mikrobiologi). Hasil dua penyaringan
dibandingkan
kandungan
mikrobanya.
Penyaringan
yang menghasilkan susu dengan kandungan mikroba memenuhi standar mutu digunakan sebagai bagian proses pembuatan minuman isoflavon.
2. Formulasi Minuman Isoflavon Formulasi pembuatan minuman isoflavon dilakukan dengan membuat campuran dari susu kedelai dengan susu tempe hitam.
Formulasi
dilakukan berdasarkan perbandingan volume susu kedelai dan susu tempe hitam yang dicampurkan, serta berdasarkan penggunaan variasi ukuran saringan. Penentuan formula terbaik dilakukan dengan uji organoleptik Hedonik dan uji aktivitas antioksidan.
Formulasi minuman isoflavon
disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Formulasi Minuman Isoflavon No
Kode
1 2 3 4 5 6
A B C D E F
Volume susu kedelai (%) 80 80 70 70 60 60
Volume susu Ukuran saringan tempe hitam (%) (mesh) 20 150 20 300 30 150 30 300 40 150 40 300
3. Pembuatan Susu Bubuk (Varnam dan Sutherland, 1994) Susu bubuk dibuat dari hasil formulasi terbaik minuman isoflavon. Pembuatan dilakukan menggunakan pengering semprot pada suhu inlet 180oC dan outlet 70oC.
4. Analisis Mutu Produk a. Aktivitas antioksidan metode DPPH (Yamaguchi et al., 1998) Ekstraksi sampel Sebanyak 10 ml sampel ditambah 90 ml metanol 80%, kemudian dishaker 24 jam, 240 rpm dalam kondisi tertutup alufo. Setelah 24 jam disaring dengan pompa vakum, ditutup rapat, lalu dievaporasi suhu 40oC dengan rotary evaporator sampai volume akhir 9 ml. Volume diatur sampai 10 ml dengan menambahkan metanol 80%, kemudian dimasukkan dalam botol gelap dan simpan dalam freezer. Analisis aktivitas antioksidan Sebanyak 800 μl larutan bufer Tris-HCl 100 mM ditambahkan pada 200 μl larutan sampel (atau BHA standar), kemudian ditambahkan 1 ml larutan DPPH 0.2 mM kemudian divortex. Disimpan dalam ruang gelap pada suhu ruang selama 20 menit, kemudian diukur absorbansi pada λ 517 nm.
Aktivitas antioksidan (%) =
[Aa − ( Ab − Ac )] Aa
x 100 %
Aa = Absorbansi DPPH tanpa sampel Ab = Absorbansi campuran sampel dan DPPH Ac = Absorbansi sampel tanpa DPPH b. Uji mikrobiologi total kapang dan total mikroba (Fardiaz, 1987)
Sampel dengan pengenceran 10-3, 10-4 dan 10-5 dimasukkan dalam cawan petri steril. Untuk setiap pengenceran digunakan dua cawan (duplo). Kemudian ke dalam cawan tersebut dituang media PDA steril untuk uji total kapang atau media PCA steril untuk uji total mikroba sebanyak 10-15 ml. Media tersebut telah didinginkan hingga suhunya 47-50oC. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30oC selama 2 hari.
c. Uji hedonik (Rahayu, 1998)
Sampel diuji tingkat penerimaannya oleh panelis. Uji menggunakan 20-25 panelis agak terlatih. Penerimaan terdiri atas 7 tingkat yaitu sangat suka, suka, agak suka, netral, agal tidak suka, tidak suka dan sangat tidak suka. Data hasil uji dianalisis dengan analisis sidik ragam dan uji lanjut uji Duncan.
d. Uji kelarutan (Apriyantono et al., 1989)
Kertas saring dikeringkan dalam oven 50oC selama 30 menit dan ditimbang.
Dilakukan penyaringan terhadap 0.75 g produk yang
dilarutkan dalam 100 ml akuades. Kertas saring dikeringkan dalam oven 100oC selama 3 jam kemudian ditimbang. Kelarutan
=
berat kering sampel
− berat residu
berat kering sampel
x 100 %
e. Analisis proksimat i. Kadar air metode oven vakum (AOAC, 1995)
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven bersuhu 100oC selama 15 menit, dinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian timbang (W1). Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dalam cawan tersebut (W2). Cawan berisi sampel dipanaskan dalam oven vakum (T = 70oC, 25 mmHg) selama 5 jam atau hingga tercapai berat yang tetap. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang (W3). ⎤ ⎡ (W − W3 ) x 100 %⎥ Kadar air (%) = 100 - ⎢ 2 ⎥⎦ ⎢⎣ (W2 − W1 )
ii. Kadar protein metode Kjedahl (AOAC, 1995) Sampel ditimbang sebanyak 0,1-0.15 gram lalu dimasukkan ke dalam labu Kjehdahl 30 mL. Di dalam labu ditambahkan 2ml
H2SO4, 40 mg HgO dan 1.9 mg K2SO4. Sampel didihkan selama 11.5 jam sampai cairan menjadi jernih, setelah itu didinginkan dengan menambahkan air perlahan-lahan. dipindahkan dalam alat destilasi.
Isi labu kemudian
Cuci dan bilas labu 5-6 kali
dengan 1-2 ml air, air cucian dipindahkan ke alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-3 tetes indikator metil merah-metilen blue, kemudian diletakkan di bawah kondensor.
Ujung tabung kondensor terendam dalam H3BO3
kemudian ditambah 8-10 ml NaOH-Na2S2O3 dan didestilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer.
Isi
erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N. Kadar % N =
(ml HCl ml blanko) × NHCl × 14,007 x 100 % mg contoh
Pr otein kasar (%) = Kadar N × Faktor protein (6,25)
iii. Kadar abu (AOAC, 1995) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven bersuhu 100oC selama 15 menit. Didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian dtimbang (W1).
Sebanyak 3-5 gram contoh ditimbang dalam
cawan tersebut (W2). Cawan berisi sampel dibakar dalam tanur selama 5 jam atau hingga tercapai berat yang tetap. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang (W3). ⎛ W − W1 ⎞ ⎟⎟ x 100 % Kadar abu (%) = ⎜⎜ 3 ⎝ W2 ⎠
iv. Kadar lemak metode destilasi (BSN, 1992) Sebanyak 1-2 g sampel dimasukkan dalam selonsong kertas yang dialasi kapas, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 1 jam. Setelah 1 jam dimasukkan dalam alat Soxhlet yang dihubungkan dengan labu lemak.
Sampel dalam labu lemak
diekstrak dengan pelarut lemak selama 6 jam.
Ekstrak lemak
dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar lemak (%b / b) =
w1 − w2 w
x 100%
f. Penentuan rendemen (Apriyantono et al., 1989) Rendemen =
susu kedelai bubuk berat volu me susu kedelai cair
x 100 %
g. Kadar isoflavon metode HPLC (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen) Sampel sebanyak 2 gram ditimbang, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC selama 6 jam. Selanjutnya sampel diekstrak dengan metanol absolut (3x50 ml) dalam labu pemisah, kemudian ekstrak ditampung dan diinkunbasi pada suhu 4oC selama 24 jam. Cairan ekstrak di freeze drying sampai keriing, kemudian dilarutkan dalam 10 ml larutan asam asetat 30% dan asetonitril. Selanjutnya ekstrak di sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 20 menit, cairan yang jernih disaring dan diinjeksikan ke HPLC dengan fase gerak asetonitril : air (60 : 40)
FORMULASI DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINUMAN ISOFLAVON BUBUK Optimasi pembuatan susu kedelai (dua waktu perendaman) Uji sensori Optimasi menghasilkan susu terbaik (warna, aroma)
Proses pembuatan susu kedelai yang dipakai Susu kedelai
Susu tempe hitam Pencampuran Tiga jenis konsentrasi penambahan susu tempe hitam
Dua ukuran saringan
DASAR FORMULASI MINUMAN ISOFLAVON Uji organoleptik dan Uji aktivitas antioksidan Formula terpilih (minuman isoflavon cair) Pengeringan semprot Minuman isoflavon bubuk Uji mutu produk (uji proksimat, uji kelarutan, mikrobiologi, aktivitas antioksidan, kadar isoflavon)
Gambar 2. Diagram alir formulasi dan aktivitas antioksidan minuman isoflavon bubuk
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. BAHAN BAKU MINUMAN ISOFLAVON 1. Susu Kedelai Susu kedelai merupakan produk pangan yang telah banyak mengalami pengembangan dalam proses pengolahannya, mulai dari pengolahan tradisional sampai pengolahan modern di industri komersial. Prinsip dasar semua proses pengolahan tersebut secara umum adalah sama, yaitu terdiri dari perendaman, penghancuran biji kacang kedelai, penambahan air, proses ekstraksi, pemanasan dan penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) berupa pemanis dan flavor (Heinnermen, 2003). Beberapa perbedaan yang muncul sebagai variasi dari proses yang sudah ada, banyak dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam produk akhir susu kedelai.
Tujuan tersebut antara lain seperti
penghematan biaya produksi, peningkatan jumlah rendemen serta peningkatan kualitas sensori. Salah satu variasi yang berbeda adalah dalam proses perendaman yang akan berpengaruh terhadap jumlah rendemen dan kualitas sensori susu kedelai yang dihasilkan (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Proses pembuatan minuman isoflavon menggunakan variasi waktu perendaman sebagai proses optimasi produk akhir.
Optimasi yang
dilakukan menggunakan lama perendaman yang berbeda yaitu dua jam dan dua belas jam. Hal ini bertujuan untuk menentukan lama perendaman yang tepat, yang dapat menghasilkan susu kedelai dengan kualitas sensori yang lebih baik. Menurut Shurtleff dan Aoyogi (1984), serangkaian tes dapat dilakukan dengan meminta panelis untuk menentukan kualitas sensori produk. Dalam prosedur pengembangan produk baru, tes panelis terhadap kualitas sensori digunakan untuk menguji teknis proses pembuatan produk yang tepat, rasa manis dan aroma langu yang ada. Untuk melakukan uji ini minimal menggunakan dua belas panelis.
Hasil penilaian tes panelis menunjukkan perendaman dua belas jam memiliki kualitas sensori yang lebih baik.
Menggunakan dua atribut
sensori sebagai indikator kualitas yaitu aroma dan warna, perendaman dua belas jam memiliki aroma dengan tingkat aroma langu lebih kecil dan warna yang lebih putih dibandingkan dengan perendaman dua jam. Kualitas sensori hasil optimasi dua waktu perendaman yang dilakukan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 5. Kualitas Sensori Susu Kedelai Hasil Optimasi Perendaman Kualitas Sensori Aroma langu Warna putih
Waktu perendaman Keterangan 2 jam 8 jam 12 jam +++ ++ ++ Perendaman 2 jam lebih langu ++ +++ ++++ Perendaman 12 jam lebih putih
Menurut (Shurtleff dan Aoyogi, 1984), proses perendaman dapat menyebabkan hilangnya sejumlah komponen dalam kedelai karena larut dalam air. Perendaman selama 24 jam akan menyebabkan kehilangan karbohidrat larut air sebesar 73.20%, protein kasar 23.30% dan lemak 2.80%.
Kehilangan komponen ini memiliki pengaruh terhadap
warna dan aroma susu kedelai yang dihasilkan. langu disebabkan oleh oksidasi asam lemak.
Terbentuknya aroma
Hilangnya lemak dalam
jumlah tertentu selama perendaman akan memperkecil terbentuknya aroma langu.
Semakin lama perendaman, jumlah lemak yang hilang dalam
kacang kedelai dan larut dalam air, akan semakin besar. Shurtleff dan Aoyogi (1984) menyatakan proses perendaman juga dapat menghasilkan senyawa volatil 1-okten-3-alkohol yang dapat menyebabkan aroma langu, namun dapat berkurang dalam rangkaian proses pengolahan susu kedelai. Oleh karena itu walaupun perendaman dapat mengurangi jumlah lemak yang teroksidasi menghasilkan aroma langu, namun dengan terbentuknya senyawa lain yang dapat menimbulkan
aroma langu juga, menyebabkan perbedaan kualitas sensori produk yang direndam lebih lama tidak terlalu berbeda kualitas sensori aromanya dibandingkan produk yang direndam sebentar. Lama waktu perendaman selain berpengaruh terhadap aroma juga berpengaruh terhadap kualitas warna produk. Perendaman dalam air dapat membersihkan kotoran pada kulit biji kedelai.
Selain itu perendaman
produk pangan akan menyebabkan warna produk umumnya memudar menjadi keputih-putihan.
Hal ini disebabkan hampir
sebagian besar
pigmen alami yang terdapat dalam pangan hewani maupun nabati larut dalam air (Winarno, 2002). Proses perendaman kedelai akan melarutkan pigmen sehingga warna kedelai lebih putih dan akan menghasilkan susu yang warnanya lebih putih. Susu kedelai diketahui memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik (Liu, 1997).
Selain nutrisi dasar, kedelai dan pangan olahannya juga
memiliki potensi aktivitas antioksidan dari berbagai senyawa yang dikandungnya seperti isoflavon, protease inhibitor dan asam fitat (Heinnermen, 2003). Kacang kedelai mengandung komponen isoflavon sekitar 100-300 mg/100g, sedangkan pada produk olahan kedelai kandungan isoflavonnya sekitar 2.5-300 mg/100g. Kandungan isoflavon susu kedelai rata-rata adalah 9.65 mg/100 g, namun nilai tersebut bisa mencapai kadar maksimum yaitu sekitar 21.13 mg/100g (USDA, 1999). Data ini sesuai dengan hasil pengukuran kadar isoflavon susu kedelai hasil optimasi yang digunakan sebagai bahan baku minuman isoflavon yaitu sebesar 20.19 mg/100 g, sedangkan aktivitas antioksidan susu kedelai tersebut adalah sebesar 21.20% atau setara 29.51 mg BHA/ml. Pembuatan minuman isoflavon diharapkan dapat menghasilkan produk yang memiliki aktivitas antioksidan dan kadar isoflavon yang lebih tinggi dari bahan baku susu kedelai tersebut.
2. Susu Tempe Hitam Selain susu kedelai, bahan baku lain yang digunakan dalam pembuatan minuman isoflavon adalah susu tempe hitam.
Susu tempe
hitam dibuat dari tempe hitam yang merupakan produk olahan tempe melalui proses fermentasi.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya,
tempe hitam digunakan karena memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan kadar isoflavonnya juga besar. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan tempe hitam adalah sebesar 65.44 % atau setara 72.79 mg BHA/ml, sedangkan kadar isoflavonnya sebesar 22.79 mg/100g. Pengolahan tempe hitam menjadi susu tempe hitam menghasilkan susu dengan aktivitas antioksidan sebesar 61.22 % atau setara dengan 68.67 mg BHA/ml dan kadar isoflavon 25.44 mg/100g. Pengolahan tempe hitam menjadi produk susu dilakukan dengan penambahan air dua kali berat tempe hitam.
Hal ini menyebabkan
aktivitas antioksidan susu tempe hitam lebih rendah karena kandungan tempe hitamnya lebih sedikit. Selain itu penurunan aktivitas antioksidan juga disebabkan proses pengholahan tempe menjadi susu menggunakan pemanasan yang mencapai suhu 100oC. Menurut Gordon (2001) aktivitas antioksidan menjadi kurang efektif ketika bahan mengalami pemanasan pada suhu ≥ 100oC. Kadar isoflavon tempe hitam naik dari 22.79 mg/100g menjadi 25.44 mg/100g setelah mengalami pengolahan menjadi susu tempe hitam. Menurut Chang (1998), proses ekstraksi sangat menentukan hasil analisis isoflavon. Tempe hitam berbentuk padat dan keras. Proses ekstraksi tempe hitam kurang baik karena sulit homogen dengan pelarut dan masih banyak mengandung padatan karbohidrat dalam ekstraknya.
Padatan
karbohidrat ini dalam pengolahan susu tempe hitam telah dibuang melalui proses penyaringan, sehingga hanya tertinggal sarinya yang memiliki kemungkinan banyak mengandung senyawa-senyawa penting. Selain itu susu tempe hitam berbentuk cair serta homogen, akan lebih mudah diekstraksi dan diambil ekstrak isoflavonnya dibandingkan tempe hitam yang padat. Hal ini menyebabkan susu tempe hitam memiliki kandungan
isoflavon sedikit lebih tinggi dibandingkan tempe hitam per 100 gram bahan.
Perbandingan aktivitas antioksidan dan kadar isoflavon antara
tempe hitam dengan susu tempe hitam dapat dilihat pada Gambar 3. 80 70
72.790
68.670
60 50 40 30
22.790
25.440
20 10 0 Aktivitas antioksidan (mg BHA/ml)
Isoflavon (mg/100g)
Faktor Pembanding
Tempe Hitam
Susu Tempe Hitam
Gambar 3. Perbandingan Aktivitas Antioksidan dan Kadar Isoflavon antara Tempe Hitam dan Susu Tempe Hitam Penggunaan susu tempe hitam yang merupakan produk fermentasi perlu memperhatikan kandungan total kapang yang mungkin masih ada di dalamnya. Hasil uji total kapang yang dilakukan pada susu tempe hitam menunjukkan jumlah total kapang kamir adalah sebesar 1.1 x 105 koloni. Jumlah ini masih diatas standar susu kedelai yaitu sebesar 300 koloni (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Berdasarkan hasil tersebut, maka perlu adanya optimasi proses pembuatan minuman isoflavon, yang bertujuan untuk mengurangi jumlah total kapang kamir. Optimasi yang dilakukan adalah dengan melakukan penyaringan susu menggunakan dua variasi ukuran yaitu saringan 150 mesh dan 300 mesh. Hasil optimasi penggunaan saringan menunjukkan total kapang kamir adalah sebesar 25 koloni pada ukuran saringan 300 mesh dan 120 koloni pada ukuran saringan 150 mesh. Kedua jumlah ini memenuhi standar mutu mikrobiologi susu kedelai, sehingga kedua ukuran saringan tersebut dapat digunakan dalam pembuatan minuman isoflavon dan dijadikan dasar formulasi produk minuman isoflavon.
B. FORMULASI PEMBUATAN MINUMAN ISOFLAVON 1. Uji Organoleptik Minuman isoflavon merupakan produk pangan fungsional berbahan baku susu kedelai dan susu tempe hitam. Salah satu permasalahan utama dalam pengolahan susu kedelai adalah kualitas aroma dan rasa dari produk yang dihasilkan.
Umumnya susu kedelai memiliki aroma langu yang
disebabkan oleh enzim lipoksigenase yang ada pada kacang kedelai. Enzim ini akan aktif ketika biji kacang hancur pada proses ekstraksi. Selama ekstraksi terjadi reaksi oksidasi asam lemak tak jenuh yang dikatalis oleh enzim lipoksigenase.
Oksidasi akan menghasilkan
komponen volatil berupa keton, aldehid dan alkohol yang menimbulkan aroma langu (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Minuman isoflavon yang berbahan baku kedelai, selain harus meminimalisir
terbentuknya
aroma
langu
juga
harus
mengatasi
kemungkinan munculnya rasa pahit yang berasal dari susu tempe hitam yang tinggi kandungan isoflavonnya.
Menurut Okubo et al. (1992),
isoflavon berupa genistein dan daidzein dapat memberikan kontribusi rasa pahit yang cukup besar. Selama produksi susu, secara alami enzim βglukosidase akan muncul dan mengubah isoflavon bentuk glukosida menjadi bentuk aglikon (daidzein dan genistein) yang rasanya lebih pahit. (Matsuura et al. 1989). Adanya permasalahan dalam kualitas sensori yang umumnya terjadi dalam pembuatan minuman berbahan baku kacang kedelai dan memiliki kandungan isoflavon seperti tersebut diatas, maka diperlukan formulasi produk. Formulasi ini bertujuan untuk menghasilkan produk pangan yang memiliki potensi kesehatan dan tetap memiliki kualitas sensori yang baik. Kualitas sensori selain ditentukan oleh jumlah susu tempe hitam yang digunakan dalam campuran, juga dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel dalam susu. Oleh karena itu formulasi juga menggunakan dua ukuran saringan untuk menyaring campuran susu kedelai dan susu kedelai hitam. Adanya tiga konsentrasi susu tempe hitam dan dua ukuran saringan yang digunakan menghasilkan
enam formula minuman isoflavon.
Keenam formula tersebut adalah formula A susu tempe hitam 20% dengan saringan 150 mesh, formula B susu tempe hitam 20% dengan saringan 300 mesh, formula C susu tempe hitam 30% dengan saringan 150 mesh, formula D susu tempe hitam 30% dengan saringan 300 mesh, formula E susu tempe hitam 40% dengan saringan 150 mesh serta formula F susu tempe hitam 40% dengan saringan 300 mesh. Penentuan formula yang akan dipilih berdasarkan kualitas sensori, dilakukan menggunakan uji organoleptik.
Uji organoleptik dapat
dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan (uji hedonik) panelis pada produk secara keseluruhan atau lebih spesifik lagi berupa tingkat kesukaan pada kualitas sensori tertentu seperti rasa, aroma, warna, tekstur dan penampakan (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Pelaksanaan test dapat dilakukan dengan memberikan kepada panelis susu kedelai sebanyak 45 ml pada suhu ruang. Kemudian panelis diminta untuk menilai kesukaan menggunakan skor uji yaitu angka 1 sangat suka, 2 suka, 3 agak suka, 4 netral, 5 agak kurang suka, 6 tidak suka dan 7 sangat tidak suka. Untuk melakukan uji ini minimal menggunakan 12 panelis (Shurtleff dan Aoyogi, 1984) Uji hedonik dilakukan pada semua sampel formulasi yang berjumlah enam sampel. Panelis yang memberikan penilaiannya sebanyak 30 orang. Uji yang dilakukan bersifat spesifik pada tiga atribut sensori yaitu rasa, warna dan aroma. Skor tingkat kesukaan yang digunakan adalah antara 1 sampai 7. Hasil uji organoleptik pada atribut sensori rasa berdasarkan uji ANOVA berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%.
Sampel yang
disukai adalah sampel D (konsentrasi susu tempe hitam 30%, saringan ukuran 300 mesh); sampel F (40%, 300 mesh); dan sampel B (20%, 300 mesh) dengan skor antara 3.47-3.73 yaitu tingkat kesukaan netral sampai agak suka. Sampel yang tidak bisa diterima oleh tingkat kesukaan panelis adalah adalah sampel A, C dan E (20%, 150 mesh; 30%,150 mesh; dan 40%150 mesh) dengan skor diatas 4 yaitu 4.47 sampai 5.13 yang menunjukkan panelis kurang menyukai produk.
Hasil uji organoleptik pada atribut sensori aroma dengan uji ANOVA berbeda nyata dengan α = 0.074 pada selang kepercayaan 0.05. Hasil uji hedonik menunjukkan semua sampel A, B, C, D, E, F dapat diterima oleh tingkat kesukaan panelis dengan skor 2.67 sampai 4.0. Hasil uji organoleptik atribut sensori warna berdasarkan uji ANOVA berbeda nyata antar sampel (α = 0.000 dengan selang kepercayan 5%). Sampel yang paling disukai adalah sampel B (20%, 300 mesh) dengan skor 2.80. Sampel yang masih bisa diterima adalah sampel A (20%, 150 mesh), sampel D (30%, 300 mesh) dan sampel C (30%, 150 mesh) dengan skor kesukaan antara 3.93-4.00. Sampel yang tidak bisa diterima panelis adalah sampel E dan F (40%, 150 dan 40%, 300 mesh) dengan skor 4.67 sampai 4.87. 6.00
Skor Organoleptik
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
A
B
C
D
E
F
Sampel Formulasi Rasa
Aroma
Warna
Keterangan : A = susu tempe hitam 20% dengan saringan 150 mesh B = susu tempe hitam 20% dengan saringan 300 mesh C = susu tempe hitam 30% dengan saringan 150 mesh D = susu tempe hitam 30% dengan saringan 300 mesh E = susu tempe hitam 40% dengan saringan 150 mesh F = susu tempe hitam 40% dengan saringan 300 mesh.
Gambar 4. Grafik Hasil Uji Hedonik Atribut Rasa, Aroma dan Warna
Hasil keseluruhan uji organoleptik disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan hasil tersebut diketahui ketiga atribut sensori yang diuji yaitu rasa, aroma dan warna, memiliki skor yang semakin tinggi dengan
semakin bertambahnya konsentrasi susu tempe hitam.
Hal ini
menunjukkan semakin besar jumlah susu tempe hitam, rasa produk semakin tidak disukai. Dari enam formula sampel hanya tiga sampel yang atribut rasanya cukup disukai panelis dan dapat dijadikan formula terpilih yaitu sampel dengan skor < 4, yaitu sampel B, D dan F. Atribut aroma secara umum disukai panelis dan keenam formula dapat dipilih. Atribut warna semakin tidak disukai dengan bertambahnya jumlah susu tempe hitam, hanya sampai penambahan sebesar 30% yang warnanya masih disukai panelis, sedangkan untuk jumlah susu tempe hitam > 30 % sudah tidak dapat diterima oleh panelis. Selain ditentukan oleh jumlah susu tempe hitam, kesukaan panelis pada formula juga ditentukan oleh saringan yang digunakan.
Secara
umum dengan semakin tinggi konsentrasi jumlah susu tempe hitam yang ditambahkan dalam formulasi, skor kesukaan rasa semakin tinggi yang menunjukkan
sampel
semakin
kurang
disukai.
Sampel
yang
menggunakan saringan 300 mesh memiliki skor kesukaan rasa yang lebih rendah yang menunjukkan semakin disukai. Hal ini disebabkan dengan semakin besarnya mesh, semakin kecil lubang saringan, sehingga berpengaruh terhadap jumlah komponen dengan ukuran relatif besar yang tidak lolos saringan 300 mesh.
Komponen ini mungkin memiliki
pengaruh terhadap rasa pahit susu tempe hitam. Skor uji hedonik atribut aroma berkisar antara 2.67 sampai 4 yang menunjukkan secara umum semua sampel cukup disukai aromanya oleh panelis. Skor kesukaan aroma tidak berbanding lurus antara penambahan konsentrasi susu tempe hitam maupun semakin besarnya ukuran saringan dengan kenaikan skor uji. Hal ini mungkin disebabkan perubahan aroma tidak terlalu dipengaruhi oleh jumlah maupun ukuran komponenkomponen dalam minuman tersebut. Hasil uji atribut warna menunjukkan semakin tinggi skor kesukaan dengan semakin tingginya konsentrasi susu tempe hitam yang digunakan. Skor kesukaan terhadap warna berkisar antara 3.93 sampai 4.87. Sampel
dengan konsentrasi susu tempe hitam 40% sudah tidak bisa diterima oleh tingkat kesukaan panelis karena warnanya cukup pekat. Berdasarkan hasil tersebut, sampel yang semua kualitas sensori (rasa, aroma dan warna) disukai panelis adalah sampel D (30%, 300 mesh) dan B (20%, 300 mesh). Kedua sampel ini kemudian dilihat aktivitas antioksidannya. Sampel dengan aktivitas antioksidan terbaik ditetapkan sebagai formulasi terpilih minuman isoflavon.
2. Aktivitas Antioksidan Kualitas produk minuman isoflavon sangat ditentukan oleh aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan ini menjadi dasar penentuan formulasi terpilih selain kualitas sensori produk. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan adalah dengan metode Radical Scavenging Activity. Dalam metode ini digunakan radikal sintetik dalam pelarut organik pada suhu ruang. Salah satu radikal sintetik yang banyak digunakan adalah 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Metode
DPPH
mengukur
aktivitas
antioksidan
berdasarkan
penurunan absorbansi pada λ 517 nm. Penurunan ini terjadi karena adanya reaksi antioksidan dari sampel yang diukur dengan pereaksi DPPH yang awalnya beerwarna pekat menghasilkan senyawa stabil yang warnanya lebih cerah (Gordon , 2001).
Hasil pengukuran aktivitas antioksidan
keenam sampel formulasi minuman isoflavon menggunakan metode DPPH disajikan pada Gambar 5. Sampel A dan B dengan konsentrasi susu tempe hitam sebesar 20% memiliki aktivitas antioksidan setara 50.62 mg BHA/ml untuk sampel A dan 56.69 mg BHA/ml untuk sampel B.
Nilai ini lebih rendah
dibandingkan sampel C dengan aktivitas antioksidan setara 61.917 mg BHA/ml dan sampel D setara 63.19 mg BHA/ml yang keduanya memiliki konsentrasi susu tempe hitam sebesar 30%. Aktivitas antioksidan yang lebih tinggi adalah pada sampel E setara dengan 68.29 mg BHA/ml dan sampel F 68.24 mg BHA/ml, yang konsentrasi susu tempe hitam keduanya adalah 40%.
Aktivitas Antioksidan Sampel Formulasi
Aktivitas Antioksidan (mg BHA/ml)
80 70 60
63.195
68.298
68.237
D
E
F
61.907
56.685 50.623
50 40 30 20 10 0
A
B
C
Sampel Formulasi
Keterangan : A = susu tempe hitam 20% dengan saringan 150 mesh B = susu tempe hitam 20% dengan saringan 300 mesh C = susu tempe hitam 30% dengan saringan 150 mesh D = susu tempe hitam 30% dengan saringan 300 mesh E = susu tempe hitam 40% dengan saringan 150 mesh F = susu tempe hitam 40% dengan saringan 300 mesh.
Gambar 5. Aktivitas Antioksidan Sampel Formulasi Uji Statistika ANOVA aktivitas antioksidan berbeda nyata antar sampel pada selang kepercayaan 5%. Aktivitas antioksidan semakin tinggi dengan semakin bertambahnya konsentrasi susu tempe hitam. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran aktivitas antioksidan bahan penyusun yang menunjukkan susu tempe hitam memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan susu kedelai. Hal ini mengakibatkan semakin tinggi konsentrasi susu tempe hitam yang ditambahkan dalam formulasi minuman isoflavon, aktivitas antioksidan produk minuman tersebut akan semakin meningkat. yang
lebih
Perubahan konsentrasi ini memberikan pengaruh
dominan
terhadap
perubahan
dibandingkan dengan perbedaan ukuran saringan.
aktivitas
antioksidan
Penggunaan ukuran
saringan yang berbeda tidak berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas antioksidan sampel. Berdasarkan Gambar 5, diketahui sampel yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi adalah sampel E. Namun, walaupun sampel E dan F memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dari yang lainnya, skor uji
hedoniknya kurang baik yaitu tidak semua atribut sensori sampel F dapat diterima panelis. Dengan konsentrasi susu tempe hitam 40%, kualitas sensori sampel E dan F kurang diterima panelis terutama warna. Oleh karena itu, berdasarkan uji organoleptik dan aktivitas antioksidan, formulasi menghasilkan formula terpilih yaitu sampel D yang memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi yaitu setara 63.19 mg BHA/ml dan secara organoleptik ketiga atribut sensorinya disukai oleh panelis.
C. MINUMAN ISOFLAVON BUBUK Minuman isoflavon merupakan produk yang dikembangkan bertujuan untuk menghasilkan pangan yang memiliki manfaat bagi kesehatan. Selain bermanfaat, produk baru ini juga diharapkan memiliki kualitas sensori yang baik, kandungan gizi dasar yang memadai, aman dan mudah dalam penyimpanan serta kemudahan mengkonsumsi.
Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka formula minuman isoflavon terpilih yang berbentuk cair diolah menjadi bentuk bubuk. Menurut Pisecky (1997), susu bubuk dengan kadar air 4% memilki aktivitas air < 0.2 % sehingga umur simpannya menjadi panjang serta dapat menghemat biaya produksi. Proses pengolahan yang memegang peranan penting dalam pembuatan minuman isoflavon menjadi bentuk bubuk adalah proses pengeringan menggunakan pengering semprot. Prinsip pengeringan semprot adalah dengan menyemprotkan cairan (susu) pada aliran uap panas, air dalam cairan akan menguap meninggalkan tepung kering (Wirakartakusumah et al. 1992). Proses pengeringan dengan pengering semprot memerlukan bahan pengisi. Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin sebesar 10%. Maltodekstrin merupakan bahan larut air, tidak berwarna, tidak berasa, tidak menimbulkan aroma dan sesuai untuk digunakan dalam proses pembuatan produk susu. Maktodekstrin stabil pada suhu panas, tahan pada kondisi asam tinggi dan tidak difermentasi oleh bakteri yang mungkin ada pada produk susu. Penggunaan maltodekstrin bertujuan untuk menurunkan biaya produksi, mengurangi kehilangan volume, menyerap lemak atau minyak, membantu
penyerapan, memberi rasa lembut dan meningkatkan kelarutan Kennedy et al. (1995).
Proses pengeringan menggunakan pengering semprot dan
penggunaan maltodekstrin sebagai bahan pengisi akan mempengaruhi mutu fisik dan kimia produk.
1. Mutu Mikrobiologi dan Kimiawi Minuman isoflavon bubuk merupakan produk pangan yang diharapkan dapat menjadi produk pangan fungsional yang dapat diterima masyarakat.
Menurut Stephen (1998), pangan fungsional merupakan
produk pangan seperti pada umumnya, yang dikonsumsi dalam diet seharihari dan memiliki manfaat fisiologis dan mengurangi resiko munculnya penyakit tertentu.
Seperti umumnya produk pangan yang lain, mutu
pangan fungsional juga terkait dengan kandungan berbagai zat gizi seperti lemak, protein dan karbohidrat di dalamnya. Analisis proksimat minuman isoflavon menunjukkan kandungan lemak sebesar 30.18 %, protein 62.91 %, karbohidrat 0.70 % dan kadar abu 2.37 %. Nilai ini memenuhi standar susu bubuk SNI yaitu lemak ninimal 26% protein minimal 25% dan kadar abu maksimal 6 %. Selain mutu kandungan lemak, protein dan karbohidrat, salah satu parameter terpenting terkait dengan mutu produk susu kedelai bubuk adalah sifat kelarutan dalam air. Kelarutan yang baik adalah sekitar 85 % karena 15 % kandungan susu kedelai adalah berupa protein yang tidak larut dalam air (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Minuman isoflavon bubuk yang dihasilkan memiliki kelarutan 90.96%.
Nilai ini menunjukkan produk yang
dihasilkan memiliki kelarutan yang baik. Keberhasilan pembuatan minuman isoflavon menjadi bentuk bubuk dengan menggunakan pengering semprot sangat terkait dengan kandungan air dalam produk akhir yang dihasilkan. Menurut Widodo (2003), proses pembuatan susu bubuk pada umumnya, merupakan salah satu upaya pengawetan susu dengan tujuan menurunkan kadar air sampai sekitar 3%. Kadar air sangat penting karena terkait dengan kecepatan kerusakan susu baik oleh proses kimiawi maupun mikrobiologi (Pisecky,
1997). Menurut Varnam dan Sutherland (1994), untuk menghasilkan susu bubuk dengan kandungan air 2-5%, suhu inlet untuk pengeringan susu bubuk berkisar 180-230oC dan suhu outlet 70-90oC. Pembuatan minuman isoflavon susu kedelai bubuk menggunakan pengering semprot dengan suhu inlet 180oC dan suhu outlet 70oC. Penggunaan suhu yang relatif rendah ini bertujuan untuk meminimalkan kerusakan isoflavon oleh panas.
Menurut Chang (1998), panas dapat
menyebabkan perubahan struktur isoflavon.
Perubahan struktur akan
menurunkan aktivitas antioksidan isoflavon. Penggunaan suhu inlet dan outlet pengering semprot yang relatif rendah ini ternyata menghasilkan susu bubuk dengan kadar air sebesar 6.07%.
Kadar air ini
belum
memenuhi standar mutu SNI yaitu maksimal 4%. Oleh karena itu, bubuk minuman tersebut kemudian di oven selama 4 jam pada suhu 45oC sehingga diperoleh susu bubuk dengan kadar air sebesar 3.84%. Selain kadar air, kecepatan kerusakan minuman juga dipengaruhi oleh jumlah cemaran mikoba. Mutu Susu Bubuk Menurut SNI 01-29701999 mensyaratkan Total Plate Count (TPC) cemaran mikroba maksimal 5x105. Pengukuran TPC produk minuman isoflavon bubuk memiliki cemaran mikroba sebesar 6.3 x 10
3
yang masih memenuhi SNI. Semua
parameter mutu minuman isoflavon disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 6. Mutu Minuman Isoflavon Bubuk Parameter mutu Kadar air Lemak Protein Karbohidrat Kadar abu Kelarutan Cemaran mikroba (TPC)
Jumlah 3.84 % 30.18 % 62.91 % 0.70 % 2.37 % 90.96 % 6.3 x 10 3
Standar mutu SNI 01-2970-1999 Maksimal 4 % Minimal 26 % Minimal 25 % 0% Maksimal 6 % 5x105
2. Aktivitas Antioksidan Minuman
isoflavon
merupakan
minuman
fungsional
yang
diharapkan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan minuman isoflavon bubuk kadar air > 4% adalah setara 58.35 mg BHA/ml, sedangkan minuman isoflavon bubuk kadar airnya < 4% adalah setara 64.76 mg BHA/ml. Aktivitas antioksidan minuman isoflavon yang kadar airnya > 4% lebih rendah dibandingkan minuman dengan kadar air < 4%. Hal ini disebabkan pada produk dengan kandungan air yang lebih rendah, kadar senyawa lain per jumlah keseluruhan bahan akan lebih besar. Pada susu dengan kadar air < 4% kandungan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan per jumlah total bahan lebih besar dari produk dengan kadar air > 4% sehingga aktivitas antioksidannya juga lebih besar. Aktivitas antioksidan minuman isoflavon bubuk, baik dengan kadar air>4% maupun <4% lebih rendah dibandingkan dengan minuman isoflavon yang berbentuk cair. Minuman isoflavon cair memiliki aktivitas antioksidan setara dengan 65.56 mg BHA/ml.
Penurunan aktivitas
antioksidan produk bubuk disebabkan oleh proses pengeringan semprot dan oven yang dapat menyebabkan aktivitas aktioksidan berkurang. Pemanasan dapat mempengaruhi stabilitas dan volatilitas senyawa antioksidan sehingga aktivitasnya menurun (Gordon, 2001).
Namun
perbedaan aktivitas antioksidan minuman cair dan bubuk ini tidak terlalu besar, sehingga proses pengeringan menjadi bubuk tetap dapat dijadikan pilihan mengingat keuntungan-keuntungan lain dari bentuk minuman bubuk. Perbedaan aktivitas antioksidan antara minuman isoflavon, bahan baku dan beberapa produk pangan lain yang terkait dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar tersebut menunjukkan perubahan aktivitas antioksidan selama proses pengolahan.
Urutan bahan/produk mulai dari yang
memiliki aktivitas tertinggi sampai terendah adalah sebagai berikut : tempe hitam (TH), susu tempe hitam (STH), minuman isoflavon cair (MIC), minuman isoflavon bubuk kadar air < 4% (MIB 2), minuman isoflavon
bubuk kadar air > 4% (MIB 1), tepung tempe biasa (TTB), tepung kedelai (TK) dan susu kedelai (SK). Aktivitas Antioksidan Bahan Pangan 80
72.796
Aktivitas Antioksidan (mg BHA/ml)
70
68.673
65.556
64.757 58.349
60 50 40
34.216
38.202
TK
TTB
29.507
30 20 10 0 TH
STH
SK
MIC
MIB 1
MIB 2
Produk
Keterangan : TH = tempe hitam STH = susu tempe hitam MIC = minuman isoflavon cair TTB = tepung tempe biasa TK = tepung kedelai SK = susu kedelai MIB1 = minuman isoflavon bubuk kadar air>4% MIB 2 = minuman isoflavon bubuk kadar air<4%)
Gambar 6. Aktivitas Antioksidan Beberapa Bahan Pangan Berdasarkan uji statistik ANOVA pada selang kepercayaan 5%, nilai aktivitas antioksidan dari keenam sampel dapat dibagi dalam tiga kelompok, dimana antar sampel dalam satu kelompok tidak berbeda nyata sedangkan antar sampel yang berbeda kelompok berbeda nyata. Kelompok 1 adalah sampel tepung kedelai dan tepung tempe biasa, kelompok 2 minuman isoflavon bubuk dengan kadar air > 4%, kelompok 3 minuman isoflavon cair dan minuman isoflavon bubuk dengan kadar air %< 4%, serta kelompok 4 susu tempe hitam.
Kelompok 3 diketahui
minuman isoflavon bubuk dengan kadar air < 4% nilai aktivitas antioksidannya tidak berbeda nyata dengan minuman isofalvon cair, walaupun nilainya lebih rendah. Hal ini menunjukkan proses pengeringan tidak menurunkan kualitas antioksidan minuman isoflavon secara signifikan.
3. Isoflavon Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan isoflavon dalam makanan, antara lain karakteristik bahan mentah, ekstraksi dan proses analisis.
Dalam bahan mentah kacang kedelai, terdapat perbedaan
kandungan isoflavon yang dipengaruhi oleh varietas, tempat tumbuh dan waktu tumbuh.
Berbagai proses analisis juga dapat menghasilkan
kandungan isoflavon yang berbeda. disebabkan oleh standar, alat dan
Perbedaan analisis biasanya
metode ekstraksi yang digunakan.
Walaupun ada 12 jenis isoflavon yang telah ditemukan, tidak semua dilaporkan dalam suatu analisis disebabkan oleh kurang baiknya berbagai jenis standar malonil komersil yang ada sehingga hanya jenis isoflavon aglicon (daidzein, genistein dan glyctein) yang dilaporkan jumlahnya (Chang, 1998). Salah satu alat yang banyak digunakan untuk analisis isoflavon adalah Hight Performance Liquid Chromatogrphy (HPLC). Terkait dengan terbatasnya distribusi sumber bahan pangan yang mengandung isoflavon, metode analisis isoflavon dengan HPLC juga hanya terbatas pada analisis isoflavon kacang kedelai (Lee, 2000). Tahapan pertama analisis isoflavon menggunakan HPLC adalah persiapan sampel.
Sampel
porduk yang dianalisis diekstrak dengan
metanol 80% (10mg.ml), kemudian ditambah 1.25 mg fluoresin. Selanjutnya sampel di stiring selama 1 jam pada suhu 60oC, kemudian di sentrifugasi selama 10 menit. Hasil supernatan kering yang diperoleh dilarutkan dengan metanol 80% dan heksan, kemudian di evaporasi sampai kering dan disentrifugasi dengan penambahan metanol 80% sampai volume 10 ml selama 2 menit. HPLC yang digunakan adalah deteksi UVV pada 262 nm (Lee, 2000). Bahan baku minuman isoflavon merupakan bahan pangan yang telah diketahui memiliki kandungan isoflavon dalam jumlah tertentu. Kacang kedelai mengandung komponen isoflavon sekitar 100-300 mg/100g, sedangkan produk olahan susu kedelai kandungan isoflavonnya sekitar 2.5-300 mg/100g (USDA, 1999). Isoflavon dalam kacang kedelai
terutama ditemukan dalam bentuk genistein, daidzein, glycitein dan glukosidanya yaitu asetil dan malonil glukosida (Chang, 1998). Kadar isoflavon hasil pengukuran minuman isoflavon bubuk adalah genistein 49 mg/100g, daidzein 56mg/100g dan total isoflavon sebesar 212 mg/100g. Besarnya nilai isoflavon bubuk disebabkan oleh penurunan kadar air dari 96.26% menjadi 3.84 % dan rendemen hasil pengeringan semprot sebesar 9.04%.
Hal ini mengakibatkan konversi
kandungan isoflavon menjadi lebih besar karena hilangnya sebagian besar kandungan air dalam bahan tersebut sehingga kandungan isoflavon per gram bahan menjadi lebih tinggi. Menurut Chang (1998), secara umum suhu proses pengolahan makanan akan menyebabkan perubahan struktur kimia isoflavon dalam makanan tersebut. Panas yang terlalu tinggi akan menurunkan kandungan isoflavon antara 57-88 %.
Pengolahan minuman isoflavon menjadi
bentuk bubuk menggunakan suhu inlet sebesar 180oC. Akibatnya jika dikonversi ke dalam bentuk cair dengan rendemen pengeringan semprot sebesar 9.04 % (b/v), maka untuk membuat 100 ml minuman cair diperlukan 9.04 g minuman bubuk. Hasil konversi 100 ml minuman cair yang dibuat memiliki kandungan isoflavon sebesar 19.16 mg isoflavon. Nilai ini bila dibandingkan dengan minuman isoflavon cair yang kadar isoflavonnya sebesar 24.87 mg/100, maka terjadi penurunan kandungan isoflavon yang disebabkan oleh panas sebesar 22.95 %. 250 212.000
200 150
Kadar Isoflavon (mg/100g)
100 50
20.190
22.790
25.440
24.872
0 Genistein Daidzein Total isoflavon
Susu kedelai Tempe hitam Susu tempe Minuman Minuman hitam isoflavon cair isof lavon bubuk
Sampel Produk
Gambar 7. Kadar Isoflavon Beberapa Bahan Pangan
Hasil pengukuran kadar isoflavon pada beberapa bahan pangan disajikan dalam Gambar 7.
Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa
minuman isoflavon bubuk memiliki kandungan isoflavon (mg/100g) bahan yang jauh lebih tinggi dibandingkan susu kedelai, tempe hitam, susu tempe hitam dan minuman isoflavon cair. Menurut Potter (1998), konsumsi isoflavon per hari adalah antara 15-90 mg (rata-rata 40 mg). Diet makanan tinggi kandungan isoflavon (90mg/hari) dapat membantu melawan penyakit kardiovaskuler dan osteoporosis pada wanita menopause. Apabila diinginkan asupan rata-rata isoflavon per hari adalah sebesar 40 mg, dengan kandungan isoflavon pada minuman isoflavon bubuk sebesar 212 mg/100 g, maka jumlah ini dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi 18.87 g bubuk minuman isoflavon. Dengan rendemen pengering semprot 9.04 %, 18.87 g bubuk dapat dikonsumsi dalam bentuk cair dengan menambahkan air sampai di dapat volume 200 ml minuman.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Proses optimasi pembuatan minuman isoflavon berdasarkan waktu perendaman menunjukkan perendaman 12 jam memiliki kualitas sensori lebih baik (tingkat aroma langu lebih kecil dan warna yang lebih putih) dibandingkan dengan perendaman dua jam. Hasil optimasi penggunaan saringan menunjukkan total kapang kamir adalah sebesar 25 koloni pada ukuran saringan 300 mesh dan 120 koloni pada ukuran saringan 150 mesh. Penentuan sampel formulasi terpilih adalah berdasarkan uji organoleptik dan aktivitas antioksidannya. Berdasarkan kedua uji tersebut formulasi terpilih adalah sampel D (30%, 300 mesh). Uji organoleptik menunjukkan sampel D memiliki kualitas sensori yang disukai panelis dengan skor kesukaan rasa 3.47, aroma 2.67 dan warna 4.0.
Aktivitas antioksidan sampel formulasi adalah
sebagai berikut sampel A setara 50.62 mg BHA/ml, sampel B setara 56.69 mg BHA/ml, sampel C setara 61.91 mg BHA/ml,
sampel D setara 63.19 mg
BHA/ml, sampel E setara 68.29 mg BHA/ml dan sampel F setara 68.24 mg BHA/ml. Produk minuman isoflavon bubuk yang dihasilkan memiliki aktivitas antioksidan sebesar setara 64.76 mg BHA/ml, kadar isoflavon 212 mg/100g, lemak sebesar 30.18 %, protein 62.91 %, karbohidrat 0.70 %, kadar abu 2.37 %, kadar air 3.84 %, cemaran mikroba sebesar 6.3 x 103 dan kelarutan 90.96%. Dalam memenuhi asupan isoflavon 40mg per hari, konsumsi minuman isoflavon bubuk sebesar 18.87g per saji, memiliki kandungan lemak 5.69g, protein 11.87g, karbohidrat 0.13g dan energi total 99.21 kkal (memenuhi 4.96 % diet 2000 kkal).
B. SARAN Kualitas sensori rasa produk yang masih kurang disukai panelis, memerlukan optimasi penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) seperti gula dan flavor yang tepat.
Perlu diteliti lebih lanjut mengenai daya serap tubuh terhadap
kandungan isoflavon dalam produk sehingga efeknya dalam tubuh dapat diketahui dengan jelas.
Selain itu perlu dilakukan uji daya simpan untuk
mengetahui umur simpan produk.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemistry. AOAC, Inc. Arlington. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, S. Budiyanto. 1989. Analisa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 017891-1992. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Chang, S. K. C. 1998. Isoflavones from soybean and soy foods. Di dalam : G. Mazza (Ed.). Functional Foods : Biochemical andd Processing Aspects. Technomic Publishing Co. Inc, Basel. Chen, S. 1989. Preparation of fluids soymilk. Di dalam Liu, K. Soybeans : Chemistry, Technology and Utilization. International Thomson, New York Coppen, P.P 1983. The use of antioxidant. Di dalam: J.C. Allen dan R.J Hamilton (eds.). Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London. Direktorat Jendral Peternakan. 2003. Buku Statistik Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. Fardiaz, S. 1987. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Lembaga Sumberdaya Informasi. IPB. Bogor Fleury, Y. D. H. Welti, G. Philippossian and D. Magnolato. 1992. Soybean (malonyl) isoflavones : Characterization and antioxidant properties. Di dalam : Huang, M., C. Ho and C. Y. Lee (Eds.). Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health II. American Chemical Society, Washington. Goldberg, I (Ed.). 1994. Functional Food, Designer Food, Pharma Food, Neutraceuticals. Chapman and Hall, New York. Gordon, M.H 1990. The mechanism of antioxidants action in vitro. Di dalam: B.J.F. Hudson (Ed.). Food Antioxidants. Elsivier Applied Science, London. Gordon, M. H. 2001. Measuring antioxidants activity. Di dalam : Antioxidants in Foods. J. Pokorny, N. Yanishlei and M. H. Gordon (Eds.). Woodhead Publishing Limited. Cambridge, England. Hendrich, S., G. Wang, H. Lin, X. Xu, B. Tew, H. Wang and A. Murphy. 1998. Isoflavone metabolism and bioavailability. Di dalam : Antioxidants Status, Diet, Nutrition and Health. A. M. Papas (Ed.). CRC Press, Washington.
Hussain, M. 2003. Soy isoflavones in the treatment of prostate cancer. Nutr Cancer : 47(2):111-7. Jadhav, S. J., S. S. Nimbalkar, A. D. Kulkarni and D. L. Madhavi. 1996. Lipid oxidation in biological and food systems. Di dalam : Madhavi, D. L., S. S. Deshpande and D. K. Salunkhe. Food Antioxidants : Technological, Toxicological and Health Perpecstives. Marcel Dekker, Inc. New York Jogiani. 1992. Mempelajari Pengaruh Ekstraksi Kedelai dan Jenis Bahan Pengisi terhadap Mutu Susu Kedelai Bubuk yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor Kennedy, J.F., C. J. Knill and D. W. Taylor. 1995. Maltodekstrin. Di dalam : M. W. Keasley dan S. Z. Dziedzic. (Eds.). Hand Book of Hydrolysis Product and Their Derivates. Blackie Academic and Profesional, London. Kochar, S.P. dan B. Rossell. 1990. Detection estimation and evaluation of antioxidants in food system. Di dalam : B.J.F. Hudson (ed.). Food Antioxidants. Elvisier Applied Science. London. Lee. 2000. HPLC analysis of phenolic compounds. Di dalam : L. M. L. Nollet (Ed.). Food Analysis by HPLC. Marcel Dekker, Inc. New York Lembono, S. 1989. Pembuatan Susu Bubuk Kedelai dengan Alat Pengering Semprot. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor Liu, K. 1997. Soybeans : Chemistry, Technology and Utilization. International Thomson, New York. Matsuura, M., A. Obata and D. Fukushima. 1989. Objectionable flavor of soymilk developed during he soaking of soybean and its control. J. Food Sci. 54:602-605 Nda.
2004. Alergi laktosa, konsumsi susu di http:/www.mediaindonesia.co.id. [18 Maret 2004]
Indonesia
rendah.
Nelson, J. L., P. S. Bernstein, M. C. Schmidt, M. S. Von Tress and E. W. Askew. 2003. Dietary modification and moderate antioxidant supplementation differently affect serum carotenoids, antioxidants level and markers of oxidative stress in older humans. J. Nutr. 133:3117-3123.2003. Okubo, K., M. Iijima, Y. Kobayashi, M. Yoshikoshi, T. Uchida and S. Kudou. 1992. Components responsiblefor the undesirable taste of soybean seeds. Biosci. Biotech. Biochem. 56:99-103. Pisecky, J. 1997. Handbook of Milk Powder Manufacture. Niro A/S Gladsaxevej 305. Soeborg Copenhagen, Denmark.
Potter, S.M. 1998. Soy protein and isoflavones: their effects on blood lipids and bone density in postmenopausal women. Am J Clin Nutr.: 68(6 Suppl):1375S-1379S Pratt, D.E. 1992. Natural antioxidants from plant material. Di dalam : M.T. Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee (eds.). Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health H. American Society, Washington DC. Rahayu, W.P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. IPB. Bogor. Ruiz-Larrea, MB. 1997. Antioxidant activity of phytoestrogenic isoflavones. Free Radic Res. : 26(1):63-70 Setchell, K. D. R, N. M. Brown, P. B. Desai, L. Z. Nechimias, B. Wolfe, A. S. Jakate, V. Creutzinger and J. E. Heubi. 2003. Bioavalibility, disposition and dose-response effects of soy isoflavones when consumed by healthy women at physiologically typical dietary intake. J Nutr. 133:1027-1035.2003 Setright, R. 1993. Get well lve longer, the antioxidant connection. Spunarp Pty, Glenmore Park, Australia : p.1-21 Shuetleff, W dan Aoyogi, A. 1984. Tofu and Soymilk Production. Soyfood Center. Lafayette, California. Stephen, A. M. 1998. Regulatory aspect of functional products. Di dalam : G. Mazza (Ed.). Functional Foods : Biochemical andd Processing Aspects. Technomic Publishing Co. Inc, Basel. Syarief, R., dan H. Halid. 1999. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor USDA. 1999. Iowa State University Database on the Isoflavone Content of Foods. Iowa. Varnam, A. dan J. P. Sutherland. 1994. Milk and Milks Products. Chapman and Hall, London. Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk. Lacticia Press, Yogyakarta. Wirakartakusumah, A., A.Subarna, M.Arpah, D.Syah dan S.I.Budiwati. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Yamaguchi, T., H. Takamura dan J. Terao. 1998. HPLC method for evaluation of the free radical sScavenging activity of foods by using 2,2 diphenyl-1picrylhydrazyl (DPPH). Biosei Biotechnol Biochem. 62:1201-1204
Yamamoto, S. 2003. Soy, isoflavones, and breast cancer risk in Japan.. Journal of the National Cancer Institute, Vol. 95, No. 12, 906-913. Zubik, L dan M. Meydani. 2003. Bioavailibility of soybean isoflavones from aglycone and glucoside forms in American women. Am J Clin Nutr 2003;77:1459-1465
Lampiran 1. Kurva standar analisis aktivitas antioksidan metode DPPH Ulangan 1 Konsentrasi BHA (μM)
Abs 1
Abs 2
B2.1
B2.2
Rata2 Abs
Rata2 B2
50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
0.844 0.787 0.669 0.551 0.506 0.451 0.402 0.361 0.228 0.127
0.884 0.752 0.661 0.559 0.485 0.455 0.383 0.348 0.222 0.115
-0.002 -0.003 0.000 -0.003 0.000 -0.003 -0.004 -0.006 -0.003 -0.002
-0.004 -0.001 -0.004 -0.002 -0.004 -0.002 -0.004 -0.004 0.000 -0.005
0.864 0.769 0.665 0.555 0.496 0.453 0.393 0.355 0.225 0.121
-0.003 -0.002 -0.002 -0.003 -0.002 -0.003 -0.004 -0.005 -0.002 -0.004
Konsentrasi BHA (μM)
Abs 1
Abs 2
B2.1
B2.2
Rata2 Abs
Rata2 B2
50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
0.878 0.756 0.648 0.562 0.485 0.425 0.387 0.252 0.183 0.113
0.864 0.771 0.641 0.564 0.482 0.425 0.377 0.250 0.183 0.112
-0.002 -0.002 -0.004 -0.004 -0.003 -0.006 -0.005 -0.004 -0.002 -0.006
-0.005 -0.005 -0.001 -0.005 -0.006 -0.006 -0.005 -0.004 -0.004 -0.002
0.871 0.764 0.645 0.563 0.484 0.425 0.382 0.251 0.183 0.113
-0.004 -0.004 -0.003 -0.005 -0.005 -0.006 -0.005 -0.004 -0.003 -0.004
B1
0.883 0.886
Rata2 B1
Aktivitas Antioksidan (%)
0.885
2.034 5.362 18.160 31.595 38.957 44.110 51.350 55.890 72.209 84.724
Ulangan 2
B1
0.883 0.886
Rata2 B1
Aktivitas Antioksidan (%)
0.885
1.186 5.890 20.613 30.368 40.123 47.117 52.515 68.712 77.178 85.706
Aktivitas Antioksidan (%)
Kurva Standar 90 y = 0.1842x - 8.9572
80
R2 = 0.992
70 60 50 40 30 20 10 0 0
100
200
300
Konsentrasi BHA
400
500
600
Lampiran 2. Aktivitas antioksidan sampel formulasi Ulangan 1
Kode
Abs 1
Abs 2
B2.1
B2.2
Rata2 Abs
Rata2 B2
A B C D E F
0.824 0.805 0.749 0.746 0.685 0.657
0.793 0.795 0.703 0.693 0.750 0.662
0.265 0.381 0.239 0.272 0.352 0.384
0.250 0.224 0.342 0.287 0.340 0.393
0.809 0.800 0.726 0.720 0.718 0.727
0.258 0.303 0.291 0.280 0.346 0.322
B1
0.988 0.991
Rata2 B1
0.990
Aktivitas Antioksidan (%)
Setara BHA Unit (μM)
44.343 49.747 56.010 55.556 62.475 59.055
289.363 318.701 352.700 350.232 387.796 369.229
Aktivitas Antioksidan (%)
Setara BHA Unit (μM)
41.162 48.182 53.030 55.606 59.343 60.152
272.089 310.201 336.523 350.506 370.796 375.183
Aktivitas Antioksidan (%)
Setara BHA Unit (μM)
42.828 48.990 53.889 55.717 60.707 63.131
281.137 314.588 341.184 351.110 378.199 391.360
mg BHA /ml 52.155 57.443 63.571 63.126 69.896 66.549
Ulangan 2
Kode
Abs 1
Abs 2
B2.1
B2.2
Rata2 Abs
Rata2 B2
A B C D E F
0.787 0.750 0.792 0.771 0.721 0.659
0.791 0.790 0.740 0.695 0.690 0.706
0.193 0.238 0.311 0.274 0.315 0.286
0.220 0.276 0.291 0.313 0.291 0.290
0.789 0.770 0.766 0.733 0.706 0.683
0.207 0.257 0.301 0.294 0.303 0.288
B1
0.988 0.991
Rata2 B1
0.990
mg BHA /ml 49.041 55.911 60.655 63.175 66.832 67.623
Ulangan 3
Kode
Abs 1
Abs 2
B2.1
B2.2
Rata2 Abs
Rata2 B2
A B C D E F
0.837 0.721 0.785 0.713 0.696 0.643
0.818 0.765 0.766 0.725 0.682 0.659
0.243 0.251 0.294 0.296 0.278 0.275
0.261 0.269 0.325 0.342 0.322 0.297
0.818 0.765 0.766 0.757 0.689 0.651
0.252 0.260 0.310 0.319 0.300 0.286
B1
0.988 0.991
Rata2 B1
0.990
mg BHA/ml = µM BHA unit x BM BHA (180.24 g/mol) x 1mol/1000.000µM x 1000mg/1 g x1/ 1 ml (ekstraksi sampel awal)
Keterangan kode sampel : Kode A B C D E F
Volume susu kedelai (%) 80 80 70 70 60 60
Volume susu tempe hitam (%) 20 20 30 30 40 40
Ukuran saringan (mesh) 150 300 150 300 150 300
mg BHA /ml 50.672 56.701 61.495 63.284 68.167 70.539
Lampiran 3.
Analisis statistik ANOVA aktivitas antioksidan sampel formulasi
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N ULANGAN
SAMPEL
1 2 3 A B C D E F
6 6 6 3 3 3 3 3 3 Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: NILAI Source Corrected Model Intercept ULANGAN SAMPEL Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 22066.984a 2095034.220 259.798 21807.186 472.342 2117573.546 22539.325
df 7 1 2 5 10 18 17
Mean Square 3152.426 2095034.220 129.899 4361.437 47.234
F 66.740 44354.218 2.750 92.337
a. R Squared = .979 (Adjusted R Squared = .964)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets NILAI Duncan
a,b
Subset SAMPEL A B C D F E Sig.
N 3 3 3 3 3 3
1 280.8630
2
3
314.4967 343.4690 350.6160
1.000
1.000
.232
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 47.234. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b. Alpha = .05.
4
378.5907 378.9303 .953
Sig. .000 .000 .112 .000
ULANGAN Homogeneous Subsets
NILAI a,b
Duncan
ULANGAN 2 3 1 Sig.
N 6 6 6
Subset 1 335.8830 342.9297 344.6702 .060
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 47.234. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 4. Aktivitas antioksidan bahan/produk pangan Ulangan 1
Kode
Abs 1
Abs 2
B2.1
B2.2
Rata2 Abs
Rata2 B2
A1 C1 E1 F1 G1 G+
0.667 0.448 0.811 0.691 0.475 0.425
0.683 0.420 0.755 0.693 0.474 0.398
0.344 0.011 0.037 0.006 0.005 0.005
0.345 0.013 0.037 0.005 0.006 0.004
0.675 0.434 0.783 0.692 0.475 0.412
0.345 0.012 0.037 0.006 0.006 0.005
B1
0.988 0.991
Rata B1
0.990
Aktivitas Antioksidan (%)
Setara BHA Unit (μM)
mg BHA /ml
66.616 57.348 24.646 30.657 52.626 58.889
410.279 359.966 182.430 215.058 334.329 368.328
73.949 64.880 32.881 38.762 60.259 66.388
Aktivitas Antioksidan (%)
Setara BHA Unit (μM)
mg BHA /ml
64.949 56.818 24.545 31.313 47.879 59.545
401.231 357.087 181.882 218.623 308.556 371.893
72.318 64.361 32.782 39.405 55.614 67.030
Ulangan 2
Kode
Abs 1
Abs 2
B2.1
B2.2
Rata2 Abs
Rata2 B2
A1 C1 E1 F1 G1 G+
0.723 0.521 0.756 0.704 0.523 0.405
0.745 0.483 0.782 0.675 0.561 0.410
0.391 0.074 0.023 0.011 0.023 0.006
0.383 0.075 0.021 0.008 0.029 0.008
0.734 0.502 0.769 0.690 0.542 0.408
0.387 0.075 0.022 0.010 0.026 0.007
B1
0.988 0.991
Rata B1
0.990
Ulangan 3
Kode
Abs 1
Abs 2
B2.1
B2.2
Rata2 Abs
Rata2 B2
A1 C1 E1 F1 G1 G+
0.668 0.470 0.698 0.701 0.496 0.481
0.678 0.453 0.731 0.740 0.482 0.452
0.381 0.059 0.007 0.010 0.009 0.003
0.267 0.071 0.013 0.011 0.009 0.004
0.673 0.462 0.715 0.721 0.489 0.467
0.324 0.065 0.010 0.011 0.009 0.004
B1
0.988 0.991
Rata B1
0.990
Aktivitas Antioksidan (%)
Setara BHA Unit (μM)
mg BHA /ml
64.747 59.949 28.838 28.283 51.515 53.232
400.134 374.086 205.188 202.172 328.297 337.620
72.120 67.425 36.983 36.439 59.172 60.853
Keterangan kode sampel : A1 Tempe hitam C1 Formula cair E1 Tepung kedelai F1 Tepung tempe biasa G1 Formula bubuk kdr air > 4% G+ Formula bubuk kdr air < 4%
Produk
Kode
Tempe Hitam Susu Tempe Hitam Susu Kedelai Tepung Kedelai Tepung Tempe Biasa Minuman Isoflavon Cair Minuman Isoflavon Bubuk (Kdr air >4%) Minuman Isoflavon Bubuk (Kdr air <4%)
TH STH SK TK TTB MIC MIB 1 MIB 2
Lampiran 5.
Analisis statistik ANOVA aktivitas antioksidan bahan pangan
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N ULANGAN
SAMPEL
1 2 3 A1 C1 E1 F1 G+ G1
6 6 6 3 3 3 3 3 3
Aktivitas Antioksidan (setara mg BHA/ml) 72.796 68.673 29.507 34.216 38.202 65.556 58.349 64.757
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI Source Corrected Model Intercept ULANGAN SAMPEL Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 115165.935a 1715667.564 86.671 115079.265 1718.022 1832551.522 116883.958
df 7 1 2 5 10 18 17
Mean Square 16452.276 1715667.564 43.335 23015.853 171.802
F 95.763 9986.294 .252 133.967
a. R Squared = .985 (Adjusted R Squared = .975)
Post Hoc Tests ULANGAN Homogeneous Subsets NILAI Duncan
a,b
ULANGAN 2 3 1 Sig.
Subset 1 306.5453 307.9162 311.7317 .528
N 6 6 6
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 171.802. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05.
SAMPEL Homogeneous Subsets NILAI Duncan
a,b
Subset SAMPEL E1 F1 G1 G+ C1 A1 Sig.
N 3 3 3 3 3 3
1 189.8333 211.9510
2
4
323.7273 359.2803 363.7130 .066
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 171.802. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b. Alpha = .05.
3
.687
403.8813 1.000
Sig. .000 .000 .782 .000
Lampiran 6.
Kuisioner uji hedonik UJI HEDONIK
Hari : Tanggal :
Panelis No Nama Panelis
: :
Petunjuk : 1. Cicipilah sampel dari sebelah kiri terlebih dahulu dengan menggunakan sendok yang telah disediakan. Pengujian hanya dilakukan satu kali dan tidak boleh berulang 2. Berilah penilaian terhadap skor warna, rasa dan aroma dengan memberi tanda V (cheklist) pada tabel dibawah ini sesuai dengan kode sampel 3. Sebelum berpindah pada sampel berikutnya, minumlah air putih sebagai penetral 4. selesaikan penilaian pada satu sampel terlebih dahulu sebelum berpindah ke sampel lain,, antar sampel tidak dibandingkan Tingkat kesukaan 572 Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka
Warna 964 783 352
Lampiran 7.
829
143
572
964
Between-Subjects Factors N
SAMPEL
829
143
Analisis statistik ANOVA uji organoleptik Hedonik atribut warna
Univariate Analysis of Variance
PANELIS
Rasa 783 352
1 10 11 12 13 14 15 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 15 15 15 15 15 15
572
964
Aroma 783 352
829
143
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Type III Sum Source of Squares Model 1552.756a PANELIS 41.156 SAMPEL 39.422 69.244 PostError Hoc Tests Total 1622.000 SAMPEL, Homogeneous Subsets
df
Mean Square 77.638 2.940 7.884 .989
20 14 5 70 90
F 78.485 2.972 7.970
Sig. .000 .001 .000
a. R Squared = .957 (Adjusted R Squared = .945) SKOR
Duncan
a,b
SAMPEL 6 4 1 2 3 5 Sig.
N
Subset 2
1 15 15 15 15 15 15
3.93 4.00 4.00 4.67 1.000
.068
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .989. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 8.
Analisis statistik ANOVA uji organoleptik Hedonik atribut rasa
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N PANELIS
SAMPEL
1 10 11 12 13 14 15 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6
3
2.80
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 15 15 15 15 15 15
4.67 4.87 .584
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Type III Sum of Squares 1698.689a 52.556 41.689 91.311 1790.000
Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
df
Mean Square 84.934 3.754 8.338 1.304
20 14 5 70 90
F 65.112 2.878 6.392
Sig. .000 .002 .000
a. R Squared = .949 (Adjusted R Squared = .934)
Post Hoc Test SAMPEL Homogeneous Subsets Duncan
SKOR
a,b
SAMPEL 1 3 6 4 2 5 Sig.
N
Subset 2
1 15 15 15 15 15 15
3.47 3.53 3.73
.552
3.73 4.47
.083
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.304. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 9.
Analisis statistik ANOVA uji organoleptik Hedonik atribut aroma
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N PANELIS
SAMPEL
1 10 11 12 13 14 15 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 15 15 15 15 15 15
3
4.47 5.00 5.13 .136
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Type III Sum of Squares 1031.267a 33.733 17.433 115.733 1147.000
Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
df 20 14 5 70 90
Mean Square 51.563 2.410 3.487 1.653
F 31.187 1.457 2.109
Sig. .000 .151 .074
a. R Squared = .899 (Adjusted R Squared = .870)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR a,b
Duncan
Subset SAMPEL 1 6 3 4 5 2 Sig.
N
1 15 15 15 15 15 15
2 2.67 2.93 3.13 3.53 3.53 .104
3.13 3.53 3.53 4.00 .096
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.653. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.000. b.
Lampiran 10.
Alpha = .05.
Kadar isoflavon metode HPLC
Sampel Produk Susu kedelai Tempe hitam Susu tempe hitam Minuman isoflavon cair Minuman isoflavon bubuk
Genistein (mg/100g) 7.640 9.320 10.780 11.400 49.000
Daidzein (mg/100g) 12.550 13.470 14.660 13.320 56.000
Total Isoflavon (mg/100g) 20.190 22.790 25.440 24.872 212.000
Lampiran 11.
Analisis proksimat minuman isoflavon bubuk
Parameter mutu Cawan (g)
1 KADAR AIR
4.2865 5.1374
Sampel (g)
4.6552 3.4990
Cawan+Sampel (g)
Cawan+Sampel kering (g)
8.9417 8.6364
8.7193 8.4152
Sampel kering (g)
4.4328 3.2778
Kadar air (%)
Ratarata
4.7775 6.3218
5.5496
Dikeringkan lagi dalam oven bersuhu 45oC selama 4 jam Cawan (g)
2 KADAR ABU
3
PROTEIN
Data :
19.7842 15.2095
Sampel (g)
3.5188 4.8209
Berat sampel (g)
0.0489 0.0648 HCl Blanko
23.3030 20.0304
19.8673 15.3245
Titrasi (ml)
Berat labu (g)
LEMAK
5.0265 5.0728 5
Cawan+Sampel kering (g)
7.2000 9.9000 0.0484816 N 0.1 ml
Berat Sampel (g)
4
Cawan+Sampel (g)
KARBOHIDRAT
106.5065 97.0112
Nitrogen (%)
98.5988 102.7006
Berat Labu+Lemak (g)
107.9631 98.6031
3.8400 Sampel kering (g)
0.0831 0.1150
Kadar air (%)
Ratarata
2.3616 2.3854
2.3735
Protein (%)
Ratarata
61.6242 64.1879
62.9061
Lemak (g)
Lemak (%)
Ratarata
28.9784 31.3811
30.1798
1.4566 1.5919
100 - (Kadar air+Kadar abu+Protein+Lemak)
0.7007
Lampiran 12.
1
Analisis total kapang
Total kapang pada susu kedelai Pengenceran 10-3 10-4 104 25 106 19
2
1.1 x 105
Total kapang pada susu kedelai dengan penyaringan Saringan (mesh) 150
10-1 9 15 0 5
300
3
Jumlah kapang 10-5 14 1
Pengenceran 10-2 10-3 0 0 0 1 0 0 0 0
Total kapang sampel
formulasi
Konsentrasi susu hitam (%)
Saringan (mesh)
20 20 30 30 40 40
150 300 150 300 150 300
Jumlah kapang (< 30 x 10-1) = 90 (< 30 x 10-1) = 150 (< 30 x 10-1) = 0 (< 30 x 10-1) = 50
10-3 69 84 38 26 38 37
Ratarata 120 25
Pengenceran 10-4 10-5 92 12 12 56 6 2 11 63 3 10 9 4
Jumlah Kapang 5
9.2 x 10 1.0 x 10 5 3.8 x 10 4 6.3 x 10 3 3.8 x 10 4 3.7 x 10 4