BioSMART Volume 4, Nomor 1 Halaman: 1-5
ISSN: 1411-321X April 2002
Aktivitas Antioksidan Isoflavon Aglikon dari Tempe terhadap Oksidasi Minyak Kedelai The antioxidant activities of isoflavone aglycones of tempeh on the oxidation of soybean oil TJAHJADI PURWOKO Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta 57126 Diterima: 18 Juli 2001. Disetujui: 31 Agustus 2001
ABSTRACT Food deterioration is often due to lipid oxidation, excluding bacterial and enzymatic spoilage. The end products of lipid oxidation, such as aldehydes, ketones, and alcohols are responsible for unacceptable off-flavors and off-odor in food. Lipid oxidation can be inhibited by antioxidants. The antioxidants, isoflavone aglycones obtained from soybean tempeh, were added to soybean oil and oxidized in a test tube at 170°C for 30 minutes. The oxidation of soybean oil was measured using the thiobarbituric acid (TBA) test. The result, called thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) value, was expresses as µmol/L and compared to synthetic antioxidant, buthylated hidroxytoluene (BHT) at the same concentration. The oxidized soybean oil without any antioxidants had TBARS value of 327.32 ± 20.31 µmol/L. Addition of the antioxidant showed a decrease TBARS values following increasing concentrations for both. The TBARS values of oxidized soybean oil added with isoflavone aglycones for concentration until 300 ppm were greater than when added with BHT, respectively 55.40 ± 2.77 µmol/L and 45.20 ± 2.63 µmol/L. However, at a concentration of 400 ppm, the TBARS values of oxidized soybean oil added with isoflavone aglycones and added with BHT did not show a significant difference. Key words: isoflavone aglycones, lipid oxidation, soybean oil, TBA test.
PENDAHULUAN Oksidasi lemak merupakan penyebab utama kerusakan makanan selama penyimpanan, selain kerusakan oleh aktivitas enzim dan mikroorganisme. Oksidasi lemak dapat diinduksi oleh oksigen, radikal bebas, radiasi sinar ultraviolet atau pemanasan (Simic dkk., 1992). Hasil oksidasi lemak adalah senyawa hidroperoksida. Senyawa ini bersifat labil dan mudah terdekomposisi menjadi senyawa-senyawa hidrokarbon dan karbonil rantai pendek, yaitu alkohol, aldehida dan keton. Senyawa karbonil rantai pendek tersebut menyebabkan aroma dan bau yang tidak enak pada makanan yang sudah rusak. Makanan yang mengalami oksidasi lemak, apabila dikonsumsi manusia, dapat menimbulkan beberapa penyakit, misalnya atherosklerosis, penuaan dini, dan penyakit Parkinson. Dilaporkan juga, bahwa radikal bebas dapat merusak selaput sel dan komponen vital sel lainnya, misalnya materi genetik (DNA) (Jacob, 1994). Simic dkk.
(1992) menyatakan, bahwa senyawa hidroperoksida dapat memicu proses karsinogenesis, karena merusak DNA. Dilaporkan juga bahwa peroksidasi lemak merupakan faktor penyebab kerusakan mielin. Oksidasi lemak, pada makanan, dapat dihambat dengan beberapa cara, yaitu penyimpanan pada suhu rendah, pengemasan vakum, dan penambahan substansi yang dapat menangkap oksigen atau radikal bebas (Simic dkk, 1992). Pengemasan daging dalam kantong vakum dan penyimpanannya pada suhu di bawah titik beku (-17°C), dapat menghambat oksidasi lemak (Brewer dkk., 1992). Penambahan antioksidan sintetik, misalnya butilat hidroksianisol (BHA) atau butilat hidroksitoluen (BHT) pada makanan dapat menghambat oksidasi lemak. Pada tahun 1990-an penelitian tentang antioksidan alami semakin intensif, karena adanya kekhawatiran masyarakat terhadap keamananan antioksidan sintetik terhadap kesehatan (Jacob, 1994). Beberapa antioksidan alami telah diteliti, © 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
2
BioSMART Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 1-5
tetapi hanya asam askorbat (vitamin C) dan tokoferol (vitamin E) yang digunakan secara komersial (Six, 1994). Wu & Brewer (1994) melaporkan, isolat protein kedelai mempunyai aktivitas antioksidan. Gyorgy dkk (1964) melaporkan, isoflavon yang diisolasi dari tempe tradisional, mempunyai aktivitas antioksidan sebanding dengan tokoferol. Isoflavon tersebut disebut faktor-2 (6,7,4’-trihidroksiisoflavon). Aktivitas antioksidan isoflavon aglikon lebih besar dibandingkan isoflavon glikosida. Esaki dkk. (1996) melaporkan, ekstrak metanol tempe mempunyai aktivitas antioksidan terhadap oksidasi minyak kedelai. Dilaporkan juga, aktivitas antioksidan genistein terhadap minyak kedelai lebih kecil dibandingkan BHT. Esaki dkk. (1998) melaporkan, aktivitas antioksidan isoflavon aglikon berturut-turut dari yang terlemah, yaitu daidzein, genistein, 8-hidroksidaidzein, dan 8-hidroksigenistein. Menurut Coppen (1989) dua atau lebih antioksidan dapat melakukan sinergi, sehingga aktivitas antioksidannya lebih besar dibandingkan hanya satu antioksidan pada kadar yang sama, tetapi, tidak semua antioksidan dapat menghasilkan sinergi yang positif. Indikator utama untuk mengukur oksidasi lemak adalah dengan mengukur konsumsi oksigen. Pengukuran konsumsi oksigen memerlukan peralatan dan kondisi yang terkontrol (Simic dkk., 1992). Oksidasi lemak juga dapat diukur dengan mengukur kadar senyawa-senyawa yang merupakan hasil akhir oksidasi lemak. Salah satu senyawa hasil akhir oksidasi lemak adalah aldehida. Aldehida dapat diketahui dan diukur menggunakan uji asam tiobarbiturat (TBA). Selain bereaksi dengan aldehida, TBA juga bereaksi dengan keton. Oleh karena itu, hasil uji TBA disebut nilai thiobarbituric acid reactive substances (TBARS). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui aktivitas antioksidan isoflavon aglikon dari tempe terhadap oksidasi minyak kedelai dan membandingkan dengan antioksidan sintetik, butilat hidroksitoluen (BHT).
BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan meliputi: minyak kedelai [Happy Salad Oil] yang dibeli dari pasar swalayan Mega M Depok; tempe kedelai yang dibuat di Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA UI Jakarta; antioksidan sintetik butilat hidroksitoluen (BHT)
[Sigma]; senyawa standard 1,1,3,3-tetraetoksi propana (TEP) [Sigma]; larutan TBA, yaitu campuran dari asam tiobarbiturat (TBA), asam trikloroasetat (TCA) [Sigma], dan asam klorida [Merck]. Cara kerja Pembuatan tempe dan isolasi isoflavon aglikon. Pembuatan tempe, ekstraksi tempe dan isolasi isoflavon aglikon menggunakan metode yang dideskripsikan pada (Purwoko dkk., 2001). Larutan isoflavon aglikon yang diperoleh dievaporasi (40°C, semalam) sampai menjadi bubuk, kemudian disimpan pada suhu 4°C. Pengujian antioksidan. Pengujian antioksidan terhadap oksidasi minyak kedelai dilakukan berdasarkan modifikasi metode Kishida dkk. (1993a). Setiap perlakuan, minyak kedelai (10 mL), ditambah isoflavon aglikon, dengan kadar 100, 200, 300, dan 400 ppm, dan BHT dengan kadar 100, 200, 300, dan 400 ppm, serta kontrol tanpa antioksidan. Sampel tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi dan dipanaskan dalam oven (170°C, 30 menit). Sampel tersebut, kemudian didinginkan selama 15 menit, sampai suhu sampel mencapai suhu kamar (± 30°C). Penentuan nilai TBARS. Penentuan nilai TBARS didasarkan pada metode Lee dkk. (1998). Sampel minyak kedelai (100 µL) yang telah dipanaskan direaksikan dengan 10 mL larutan TBA. Larutan TBA terdiri dari TBA 0,375% dan asam trikloroasetat 15% dalam asam klorida 0,25 N. Campuran tersebut, kemudian dipanaskan dalam water bath (100°C, 15 menit), sehingga terbentuk warna merah, kemudian didinginkan dengan air mengalir selama 5 menit dan disentrifugasi [Hettich EBA 8S] (4.000 g, 5 menit). Supernatan (1 mL) dimasukkan dalam kuvet dan diukur penyerapan cahaya (nilai absorbansi) pada panjang gelombang (λ) 532 nm dengan spektrofotometer [Bausch & Lomb Spectronic 1001]. Nilai absorbansi yang diperoleh dikurangi dengan nilai absorbansi larutan blanko. Nilai absorbansi tersebut dikonversikan ke nilai TBARS (µmol/L) berdasarkan suatu persamaan regresi senyawa standar, yaitu 1,1,3,3tetraetoksipropana (TEP) yang merupakan prekursor malonaldehida. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanasan merupakan salah satu induktor oksidasi lemak. Pemanasan pada suhu 170°C dimaksudkan untuk mendekati kondisi suhu
PURWOKO – Antioksidan Tempe pada Minyak Kedelai
penggorengan, yaitu 210°C, tetapi lebih kecil dari suhu 185°C. Pada suhu 185°C, antioksidan dan BHT sintetik mengalami dekomposisi, sehingga aktivitas antioksidatifnya turun sekitar 40% (Hamama & Nawar, 1991). Analisis profil isoflavon aglikon menunjukkan bahwa bubuk isoflavon aglikon (18 mg) yang diisolasi dari tempe kedelai mengandung sekitar 13,746 mg (76,4%) isoflavon aglikon yang terdiri dari 9,548 mg (69%) daidzein dan 4,198 mg (31%) genistein. Nilai TBARS oksidasi minyak kedelai dengan penambahan antioksidan pada suhu 170°C, selama 30 menit dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai TBARS oksidasi minyak kedelai tanpa penambahan antioksidan sebesar 327,32 µmol/L. Nilai TBARS oksidasi minyak kedelai baik dengan penambahan isoflavon aglikon maupun BHT makin menurun seiring dengan bertambahnya kadar isoflavon aglikon dan BHT. Nilai TBARS oksidasi minyak kedelai dengan penambahan isoflavon aglikon lebih besar dibandingkan BHT sampai pada kadar 300 ppm. Adapun nilai TBARS oksidasi minyak kedelai dengan penambahan isoflavon aglikon dan BHT, yaitu 152,95 ± 20,31 µmol/L dan 81,73 ± 4,23 µmol/L (kadar 100 ppm), 132,52 ± 12,62 µmol/L dan 55,25 ± 3,75 µmol/L (kadar 200 ppm), dan 55,40 ± 2,77 µmol/L dan 45,20 ± 2,63 µmol/L (kadar 300 ppm). Nilai TBARS oksidasi minyak kedelai dengan penambahan 400 ppm isoflavon aglikon maupun BHT tidak menunjukan hasil yang berbeda, yaitu 30,67 ± 2,59 µmol/L dan 29,48 ± 2,05 µmol/L. Pemanasan dan oksigen merupakan induktor reaksi oksidasi lemak. Pada tahap inisiasi, pemanasan dapat memecah molekul organik (RH) menjadi radikal (•R) (Simic dkk., 1992), kemudian
radikal tersebut bereaksi dengan oksigen menghasilkan radikal peroksil (ROO•). Pada tahap elongasi, radikal peroksil tersebut, mengambil hidrogen dari asam lemak yang terdapat dalam minyak kedelai, sehingga menjadi senyawa hidroperoksida (ROOH). Asam lemak yang kehilangan hidrogen menjadi radikal (HL•). Radikal tersebut, kemudian bereaksi dengan oksigen, sehingga menghasilkan radikal peroksil asam lemak (HLOO•). Pada tahap terminasi, radikal peroksil tersebut mengambil hidrogen, sehingga menjadi senyawa hidroperoksida. Apabila yang mendonorkan hidrogen adalah asam lemak, maka terjadi kembali tahapan elongasi. Akan tetapi, apabila yang mendonorkan hidrogen adalah antioksidan, tidak terjadi tahapan elongasi lagi, karena radikal antioksidan mempunyai energi yang rendah dan tidak dapat menyerang (mengambil antioksidan bereaksi dengan radikal antioksidan lainnya untuk menjadi stabil). Tabel 1. Nilai TBARS oksidasi minyak kedelai dengan penambahan isoflavon aglikon dan BHT, pada suhu 170°C, selama 30 menit. Kadar Nilai TBARS antioksidan dengan dalam minyak penambahan kedelai isoflavon aglikon (µmol/L) 0 ppm 100 ppm 200 ppm 300 ppm 400 ppm
2-heksenal
HN S
HN 2
S
4 5 1
N H
327,32 ± 20,31 81,73 ± 4,23 55,25 ± 3,75 45,20 ± 2,63 29,48 ± 2,05a
O
H
3
327,32 ± 20,31 152,95 ± 14,08 132,52 ± 12,62 55,40 ± 2,77 30,67 ± 2,59a
Nilai TBARS dengan penambahan BHT(µmol/L)
Keterangan: a tidak berbeda pada huruf yang sama.
O
O
3
N H
O
6
O
O
Asam tiobarbiturat (TBA)
O H
OH
HN
O H
malonaldehida
S
NH N
OH
O
N
S
Gambar 1. Reaksi TBA dengan 2-heksenal dan dengan malonaldehida (Guzman-Chozas dkk., 1998).
4
BioSMART Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 1-5
berkompetisi dengan asam lemak tak-jenuh, sehingga tidak semua radikal peroksil asam lemak memperoleh hidrogen dari antioksidan. Oleh karena itu, penurunan nilai TBARS membentuk suatu grafik eksponensial (Gambar 2). Pada kadar sampai 300 ppm, nilai TBARS oksidasi minyak kedelai dengan penambahan isoflavon aglikon lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan BHT. Hasil tersebut menunjukkan, bahwa aktivitas antioksidatif isoflavon aglikon lebih kecil dibandingkan BHT. Meskipun isoflavon aglikon mempunyai 2 atau 3 gugus hidroksi (OH), tetapi aktivitas antioksidatifnya lebih kecil dibandingkan BHT yang mempunyai 1 gugus hidroksi. Interaksi antara radikal peroksil dengan antioksidan adalah proses redoks. Oleh karena itu, kecepatan reaksi radikal peroksil dengan antioksidan dipengaruhi nilai reaction rate constant (Simic dkk., 1992). Kemungkinan, nilai reaction rate constant antara radikal peroksil asam lemak dengan BHT lebih besar dibandingkan antara radikal peroksil asam lemak dengan isoflavon aglikon. Oleh karena itu, aktivitas antioksidatif BHT lebih besar dibandingkan isoflavon aglikon terhadap oksidasi minyak kedelai. Kecepatan penurunan nilai TBARS oksidasi minyak kedelai dengan penambahan isoflavon aglikon lebih besar dibandingkan dengan penambahan BHT, sehingga pada kadar 400 ppm nilai TBARS oksidasi minyak kedelai dengan penambahan isoflavon aglikon sebanding dengan BHT (Tabel 1; Gambar 2). Isoflavon aglikon yang digunakan mengandung 69% daidzein dan 31% genistein. Aktivitas antioksidatif daidzein dan genistein, secara individu, lebih kecil dibandingkan 350 BHT (Esaki dkk., 1996; Esaki dkk., 300 1998). Menurut Coppen (1989), isoflavon aglikon sinergi dua atau lebih antioksidan BHT 250 dapat meningkatkan aktivitas 200 antioksidatif suatu antioksidan. Oleh karena itu, kemungkinan terjadi 150 sinergi antara daidzein dan genistein, sehingga pada kadar 400 ppm 100 aktivitas antioksidatif isoflavon 50 aglikon sebanding dengan BHT. Kemungkinan lain, disebabkan 0 adanya senyawa lain yang mungkin 0 ppm 100 ppm 200 ppm 300 ppm 400 ppm mempunyai aktivitas antioksidatif dan kadar antioksidan waktu retensinya ± 3 menit. Senyawa tersebut, bersinergi dengan daidzein Gambar 2. Aktivitas antioksidatif isoflavon aglikon dan BHT dan genistein. terhadap oksidasi minyak kedelai pada suhu 170°C selama 30 menit. nilai TBARS (umol/l)
Malonaldehida, 4-hidroksinonenal, dan heptanal, merupakan aldehida-aldehida hasil dekomposisi senyawa hidroperoksida, yang bereaksi dengan TBA dan menghasilkan warna merah. Warna merah tersebut menyerap cahaya ultraviolet pada panjang gelombang (λ) 532 nm (Inoue dkk., 1998). Kemampuan TBA bereaksi dengan aldehida atau keton, karena adanya atom karbon nomor 5 (C-5) TBA yang reaktif (Guzman-Chozas dkk., 1998). Rasio reaksi antara TBA dengan aldehida berbedabeda, misalnya rasio reaksi TBA dengan 2heksenal adalah 1:1 dan rasio reaksi TBA dengan malonaldehida adalah 2:1 (Gambar 1) (GuzmanChozas dkk., 1998). Ada tidaknya ikatan rangkap pada asam lemak dapat mempengaruhi hasil akhir oksidasi lemak. Kishida dkk. (1993b) menyatakan, bahwa oksidasi asam lemak tak-jenuh menghasilkan thiobarbituric acid reactive substances, sedangkan oksidasi asam lemak jenuh tidak menghasilkan thiobarbituric acid reactive substances. Kondisi tabung reaksi yang terbuka pada waktu pemanasan memungkinkan masuknya oksigen. Pada tahap inisiasi, pemanasan menghasilkan radikal peroksil (ROO•), sedangkan oksigen menghasilkan radikal alkoksil (RO•) (Simic dkk., 1992). Dengan demikian, kombinasi pemanasan dan oksigen dapat meningkatkan kecepatan oksidasi lemak. Oleh karena itu, nilai TBARS oksidasi minyak kedelai yang diperoleh dari penelitian ini relatif besar, yaitu 327,32 µmol/L (Tabel 1). Antioksidan, dalam mendonorkan hidrogen,
PURWOKO – Antioksidan Tempe pada Minyak Kedelai
Nilai TBARS oksidasi minyak kedelai pada suhu 170°C selama 30 menit, yaitu sebesar 327,32 µmol/L, lebih besar dibandingkan nilai TBARS yang dilaporkan Kishida dkk. (1993a), yaitu sebesar ± 60 µmol/L. Perbedaan tersebut terletak pada cara kerja oksidasi minyak kedelai. Kishida dkk. (1993a) melakukan pemanasan minyak kedelai dalam tabung tertutup dan oksigen diatur sedemikian rupa, sehingga hanya pemanasan yang berperan sebagai induktor, sedangkan oksigen hanya untuk peroksidasi radikal asam lemak. Pada penelitian ini, pemanasan minyak kedelai dilakukan dalam tabung reaksi yang terbuka, sehingga pemanasan dan oksigen berperan sebagai induktor. Menurut Simic dkk. (1992), nilai reaction rate constant radikal alkoksil yang merupakan hasil induksi oksigen, jauh lebih besar dibandingkan radikal peroksil yang merupakan hasil induksi pemanasan. Oleh karena itu, nilai TBARS oksidasi minyak kedelai yang diperoleh dari penelitian ini, jauh lebih besar dibandingkan yang diperoleh Kishida dkk. (1993a). KESIMPULAN Penambahan antioksidan, baik isoflavon aglikon maupun BHT, dalam minyak kedelai dapat menghambat oksidasi minyak kedelai. Penurunan oksidasi minyak kedelai seiring dengan penambahan kadar antioksidan dalam minyak kedelai. Aktivitas antioksidatif isoflavon aglikon dari tempe terhadap oksidasi minyak kedelai lebih kecil dibandingkan BHT, tetapi menyamai BHT pada kadar 400 ppm. DAFTAR PUSTAKA Brewer, M.S., W.G. Ikkins & C.A.Z. Harbers. 1992. TBA values, sensory characteristics, and volatiles in ground pork during long-term frozen storage: Effects of packaging. Journal of Food Science 57: 558-563. Coppen, P.P. 1989. The use of antioxidants. In: Allen, J.C. & R.J. Hamilton (eds.). 1989. 2nd ed. Rancidity in Foods. Elsevier Applied Science. London. 80104. Esaki, H., H. Onozaki, S. Kawakishi & T. Osawa. 1996. New antioxidant isolated from tempeh. Journal of Agricultural Food Chemistry 44: 695-700. Esaki, H., H. Onozaki, Y. Morimitsu, S. Kawakishi & T. Osawa. 1998. Potent antioxidative isoflavones
5
isolated from soybeans fermented with Aspergillus saitoi. Bioscience, Biotechnology and Biochemistry 62: 740-746. Guzman-Chozas, M., I.M. Vicario-Romero & R. Guillen-Sans. 1998. 2-Thiobarbituric acid test for lipid oxidation in food: Synthesis and spectroscopic study of 2-thiobarbituric acid-malonaldehyde adduct. Journal of American Oil Chemistry Society 75: 1711-1715. Gyorgy, P., K. Murata & H. Ikehata. 1964. Antioxidants isolated from fermented soybeans (tempeh). Nature 203: 870-872. Hamama, A.A. & W.W. Nawar. 1991. Thermal decomposition of some phenolic antioxidants. Journal of Agricultural Food Chemistry 39: 10631069. Inoue, T., K. Ando & K. Kikugawa. 1998. Specific determination of malonaldehyde by n-methyl-2phenylindole or thiobarbituric acid. Journal of American Oil Chemistry Society 75: 597-600. Jacob, R.A. 1994. Nutrition, health and antioxidants. INFORM. 5: 1271-1273; 1275. Kishida, E., A. Kamura, S. Tokumaru, M. Oribe, H. Iguchi & S. Kojo. 1993a. Re-evaluation of malondialdehyde and thiobarbituric acid reactive sub-stances as indices of autoxidation based on oxygen consumption. Journal of Agricultural Food Chemistry 41: 1-4. Kishida, E., S. Tokumaru, Y. Ishitani, M. Yamamoto, M. Oribe, H. Iguchi & S. Kojo. 1993b. Comparison of the formation of malondialdehyde and thiobarbituric acid reactive substances from autoxidized fatty acid based on oxygen consumption. Journal of Agricultural Food Chemistry 41:15981600. Lee, B.J., D.G. Hendricks & D.P. Cornforth. 1998. Antioxidant effects of carnosine and phytic acid in a model beef system. Journal of Food Science 63: 394-398. Simic, M.G., S.V. Jovanovic & E. Niki. 1992. Mechanisms of lipid oxidative processes and their inhibition. In: Angelo, A.J. (ed.). 1992. Lipid oxidation in Foods. Washington: American Chemical Society. Six, P. 1994. Current research in natural food antioxidants. INFORM. 5: 679-683; 685-687. Purwoko, T., S. Pawiroharsono & I. Gandjar. 2001. Biotransformasi Isoflavon oleh Rhizopus oryzae UICC 524. BioSMART 3 (2): 7-12. Wu, S. Y. & M. S. Brewer. 1994. Soy protein isolate antioxidant effect on lipid peroxidation of ground beef and microsomal lipids. Journal of Food Science 59: 702-706.