PARAMITRA U
Fokus Makro
Selasa, 26 Mei 2015
www.paramitra.com
Kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan dan angka pertumbuhan PDB YoY kuartal 1 2015 yang kurang menggembirakan sepertinya menyadarkan orang-orang bahwa perekonomian Indonesia sebenarnya sudah lampu kuning. IHSG yang pada tanggal 27 April 2015 masih bertengger di level 5,435, terjun hingga mencapai level penutupan terendahnya 5,086 pada 30 April 2015. Sementara pertumbuhan PDB Q1 2015 YoY yang diumumkan pada 5 Mei 2015 semakin menebar aroma pesimistis, dengan membukukan pertumbuhan sebesar 4.71%. Benarkah memburuknya kondisi perekonomian Indonesia terjadi secara tiba-tiba? Atau apakah sebenarnya tanda-tanda ini sudah bisa dibaca sebelumnya?
Source: BPS
Source: BEI
Sekarang mari sejenak kita tinjau beberapa data yang bisa dijadikan indikator perekonomian. Apabila kita bandingkan antara beberapa parameter dibawah, maka tampak ada korelasi antara neraca perdagangan dengan pertumbuhan PDB dan pergerakan nilai tukar rupiah.
Source: Kementrian Perdagangan, BI, BEI, BPS
Source: Kementrian Perdagangan
Nilai tukar rupiah mulai melemah pada Q3 2011 ketika surplus neraca perdagangan semakin menciut, sebelum akhirnya menjadi defisit pada Q2 2013. Kemudian diikuti oleh menurunnya tingkat pertumbuhan PDB Indonesia.
Dalam sharing session antara pelaku pasar modal Indonesia dengan menteri keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, yang diadakan Rabu 13 Mei 2015 lalu, terungkap bahwa perlambatan ekonomi sudah terjadi dari tahun 2012 sebagai dampak dari pelemahan harga komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Secara tersirat menkeu juga mengatakan bahwa tingginya daya beli masyarakat beberapa tahun ini sebenarnya juga merupakan efek turunan dari tingginya harga komoditas. Sehingga jika harga komoditas melemah maka efek selanjutnya tentu saja daya beli akan kembali turun. Karena ekonomi Indonesia yang selama ini digadang-gadang ditopang oleh konsumsi yang tinggi, ternyata masih sangat bergantung kepada komoditas.
Source: Nasdaq
Source: Investing.com
Source: Nasdaq
Source: Investing.com
Dari data dibawah kinerja ekspor mulai menurun sejak Q3 2011, baik di sektor migas maupun non migas. Dari sektor migas terutama disebabkan oleh terus turunnya produksi minyak mentah Indonesia dari diatas level 1 juta barel/hari pada 2006 menjadi 778 ribu barel/hari pada Desember 2014. Sehingga Indonesia tidak menikmati tingginya harga minyak mentah pada kurun waktu 2009 – 2014.
Source: Kementrien Perdagangan
Source: Kementrian Perdagangan
Sementara dari sektor non migas, penurunan ekspor terutama disumbang oleh sektor pertambangan dan perkebunan, seiring dengan melemahnya harga komoditas utama ekspor Indonesia; CPO dan batu bara sejak 2011. Penurunan juga terjadi pada impor yang mulai tampak pada Q3 2013. Seharusnya ini merupakan kabar baik ditengah pelemahan kinerja ekspor. Namun apabila kita lihat lebih dalam pada komposisi impor, maka tampak persentase terbesar dari impor Indonesia terdiri atas bahan mentah pendukung industri, kemudian diikuti oleh barang modal dan barang konsumsi.
Source: Kementrian Perdagangan
Source: Kementrian Perdagangan
Apabila kita sandingkan data antara data ekspor hasil industri dengan data impor bahan baku dan barang modal, maka tampak penurunan impor baru terjadi setelah laju ekspor melemah. Dapat diartikan bahwa impor bahan baku dan barang modal digunakan untuk menunjang kegiatan ekspor.
Source: Kementrian Perdagangan
Source: Kementrian Perdagangan & BI
Kinerja ekspor yang buruk akhirnya menggerus surplus neraca perdagangan Indonesia. Kemudian berimbas ke nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dollar AS. Imbas penurunan kinerja ekspor berikutnya dirasakan oleh sektor manufaktur yang tercermin dari indeks PMI manufaktur yang selalu berada dibawah 50 sejak Oktober 2014. Menandakan sektor manufaktur Indonesia sudah terkontraksi sehingga investasi di sektor ini akan tertahan. Karena investasi baru untuk menambah kapasitas produksi, tentu saja akan mengikuti proyeksi pertumbuhan permintaan kedepannya. Tertahannya laju pertumbuhan di sektor ini berikutnya akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja.
Langkah-Langkah Yang Diambil Pemerintah Pemerintah, seperti yang diutarakan oleh menteri keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro pada acara sharing session Rabu 13 Mei 2015 lalu, sudah mengantisipasi kondisi ekonomi akhir- akhir ini dan telah mengambil beberapa langkah. Untuk menanggulangi pelemahan ini dari sisi makro, pemerintah akan berusaha menjaga tingkat inflasi untuk tetap stabil sehingga diharapkan suku bunga akan terkerek turun. Selain itu juga pemerintah akan menjaga rasio hutang terhadap PDB di level 25%. Dari sisi penerimaan, sektor pariwisata akan digenjot sebagai motor baru perekonomian dan juga pemerintah akan berusaha memperbaiki penerimaan pajak dengan melakukan intensifikasi dan perbaikan mekanisme pungutan dan pencatatan pajak. Karena tax ratio Indonesia cenderung turun dari 2012, yang berarti ada yang salah dengan sistem pemungutan dan pencatatan penerimaan pajak di Indonesia. Untuk jangka panjang pemerintah juga akan mendorong tumbuhnya industri pengolahan supaya Indonesia tidak lagi hanya mengekspor bahan mentah yang harganya lebih fluktuatif daripada bahan jadi/setengah jadi. Untuk tahun ini pemerintah juga menggenjot belanja infrastruktur melalui BUMN. Langkah awalnya adalah menambah suntikan modal untuk BUMN dari Rp 7.5 triliun pada APBN 2015, menjadi Rp 70.4 triliun pada APBN-P 2015 dengan porsi signifikan untuk BUMN-BUMN karya. Harapannya adalah multiplier effect yang dapat dihasilkan oleh BUMN akan jauh lebih besar daripada jika disalurkan melalui proyek-proyek yang digarap oleh KemenPU-Pera. Sehingga nantinya daya beli masyarakat yang dihasilkan dari turunan program infrastruktur pemerintah dapat mengisi penurunan daya beli dari sektor komoditas.
Katalis Positif Perbaikan rating outlook Indonesia dari “stabil” menjadi “positif” oleh lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P). Dengan adanya perbaikan outlook ini diharapkan Indonesia akan memperoleh peningkatan rating lagi dalam 12 bulan kedepan.
Sektor-Sektor Yang Prospektif Menilik langkah-langkah antisipatif pemerintah, terutama di sektor infrastruktur, maka layak diperhatikan untuk saham-saham emiten yang diperkirakan akan terkait langsung maupun tidak langsung. Dari sektor konstruksi, saham-saham BUMN karya dapat menjadi pilihan, karena diperkirakan BUMN karya yang akan menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam menjalankan proyek-proyek infrastruktur. PTPP tampak paling menarik, karena hingga Q1 2015 ini jumlah kontrak baru yang telah dibukukan senilai Rp 6.7 triliun, atau sudah mencapai 25% dari target kontrak baru untuk tahun 2015. Torehan kontrak baru ini mengalami kenaikan 47% secara dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Selain itu terdapat ADHI, yang hingga Q1 2015 telah berhasil membukukan kontrak baru sebanyak Rp 2.5 triliun, atau 17% dari target keseluruhan untuk 2015. Angka tersebut mencerminkan kenaikan 66% secara YoY. Diluar BUMN, yang menarik ada ACST dimana sepanjang Q1 2015 ini telah berhasil membukukan kontrak baru sebanyak 68 persen dari target tahun 2015 yang sebesar Rp 2 triliun. Juga ada TOTL yang telah memastikan akan membukukan kontrak baru hingga Q2 2015 sebesar Rp 1.3 triliun, atau 43% dari target kontrak baru 2015. Dari sektor properti, berikut ini beberapa emiten yang dapat jadi bahan pertimbangan: BSDE, telah membukukan marketing sales hingga Q1 2015 sebesar Rp 2.2 triliun, atau 30% dari target 2015 yang sebesar Rp 7.5 triliun. Selain itu perseroan mempunyai beberapa proyek yang menjanjikan seperti Epicentrum dan Taman Permata Buana. Lalu ada SMRA yang telah membukukan marketing sales sepanjang Q1 2015 sebesar Rp 1.27 triliun, yaitu 23% dari target keseluruhan untuk 2015 yang mencapai Rp 5.5 triliun. Yang menarik adalah, torehan ini merupakan kenaikan 103% secara YoY dari Q1 2014. Kemudian dari sektor industrial estate, BEST dapat menjadi pilihan karena hingga Q1 2015 telah berhasil menjual lahan seluas 8 Ha dengan harga USD 200/m2. Capaian ini merupakan 20% dari target penjualan 2015 yang mencapai 40 Ha. Hal ini menunjukkan masih adanya permintaan akan lahan industri di Indonesia, meskipun secara historis kuartal 1 merupakan periode dimana permintaan cenderung lemah. Sektor semen juga diperkirakan akan mengalami kenaikan permintaan ketika proyek-proyek infrastruktur sudah mulai bergulir. Perhatian utama tertuju pada SMGR yang meskipun pejualan pada Q1 2015 ini cenderung flat, namun pangsa pasarnya justru mengalami kenaikan. Pangsa pasar SMGR untuk Q1 2015 mencapai 44.8%, naik dari posisi Q1 2014 yang mencapai 43.8%. Hal ini dikarenakan INTP dan SMCB mengalami penurunan penjualan masing-masing sebesar 8% pada Q1 2015, sehingga mendongrak pangsa pasar SMGR. Dari situ tampak bahwa SMGR lebih agresif daripada produsen semen lain. Untuk sektor perbankan, kebijakan Bank Indonesia untuk tidak menurunkan suku bunga acuan dikompensasi dengan melonggarkan kebijakan makroprudensial. Kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia untuk memelihara momentum pertumbuhan ekonomi antara lain melalui revisi ketentuan GWM-LDR, ketentuan besaran kredit yang dapat diberikan (LTV) untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), serta ketentuan pembayaran uang muka (down payment) untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Kebijakan tersebut berdampak kepada emiten-emiten antara lain: Bank-bank yang akan memperoleh keuntungan dari revisi ketentuan GWM-LDR adalah BBRI, BBTN, dan BJBR. Sementara BBTN dan BBCA akan memperoleh keuntungan dari revisi ketentuan besaran kredit yang dapat diberikan (LTV) untuk kredit kepemilikan rumah (KPR). Karena BBTN dan BBCA memiliki persentase tertinggi di kredit properti non subsidi. Sedangkan bank yang terimbas secara positif dari revisi ketentuan pembayaran uang muka (down payment) untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) adalah BDMN.
Parameter-Parameter Yang Perlu Dicermati Di awal kita sudah melihat beberapa data yang menjadi leading indicators pelemahan perekonomian Indonesia. Antara lain harga komoditas unggulan ekspor Indonesia, neraca perdagangan, pertumbuhan PDB, dan lain-lain. Data-data diatas dapat juga dijadikan sebagai leading indicators pemulihan perekonomian Indonesia apabila tren pelemahan sudah berhenti dan menunjukkan tandatanda peningkatan (bottom up). Terkait dengan proyek infrastruktur pemerintah, data yang dapat diamati adalah angka penjualan semen. Apabila angka penjualan semen melonjak, berarti mengkonfirmasi sudah jalannya proyekproyek infrastruktur yang menjadi andalan pemerintah untuk menggerakan kembali perekonomian Indonesia. Setelah proyek infrastruktur bergulir, selanjutnya kita mengharapkan adanya kenaikan data-data sektor konsumsi, yang menandakan aliran dana dari proyek infrastruktur sudah masuk ke masyarakat dan di konversikan sebagai peningkatan daya beli. Jika parameter-parameter diatas sudah bottom up, maka selanjutnya diharapkan adanya perbaikan kinerja keuangan pada emiten-emiten yang ada di Bursa Efek Indonesia.
PT. Paramitra Alfa Sekuritas Cyber 2 Tower 20th Floor, Suite 2001 Jl. HR Rasuna Said Blok X-5 No. 13 Jakarta 12950 Telp: 3002-6700, Fax: 3002-6910 Website: www.paramitra.com
Research Division Putu Yani Arini (Head of Research) Mohamad Adityo Nugroho
ext 106
[email protected] ext 111
[email protected]
Equity Sales Division Ricky Bujung (Head of Equity) Teguh Prabowo Aron Parman Andriyana
ext 162-167 ext 157-168 ext 156 ext 166-159-169 ext 161
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected]
Disclaimer: The information herein has been compiled by PT. Paramitra Alfa Sekuritas (Paramitra), from sources that we believe are reliable, but no representation or warranty, is expressed or implied, and as to its accuracy or completeness. All opinions and estimates included in this document constitute our judgment as of this date and are subject to change without notice. This information is not an offer to sell or buy any securities. Neither Paramitra nor its affiliates and employees accept any liabilities whatsoever for any loss arising from any use of this information. Members of Paramitra and its affiliates and employees may from time to time have a position in or with the securities mentioned herein. PT. Paramitra Alfa Sekuritas (Paramitra) generates mechanical trading system signals, and not investment advice nor should it be construed as such. The information contained in this report is based on material we believe to be reliable; however, we do not represent that it is accurate, current, complete, or error free. Assumptions, estimates and opinions contained in this report constitute our judgement as of the date of the document and are subject to change without notice.Any projections are based on a number of assumptions as to market conditions and there can be no guarantee that any projected results will be achieved. Past performance is not a guarantee of future results. PARAMITRA SPECIFICALLY DISCLAIMS ALL LIABILITY FOR ANY DIRECT, INDIRECT, CONSEQUENTIAL OR OTHER LOSSES OR DAMAGES INCLUDING LOSS OF PROFITS INCURRED BY YOU OR ANY THIRD PARTY THAT MAY ARISE FROM ANY RELIANCE ON THIS REPORT OR FOR THE RELIABILITY, ACCURACY, COMPLETENESS OR TIMELINESS THEREOF