FLUKS BENTIK DAN POTENSI LAJU AKTIVITAS BAKTERI TERKAIT SIKLUS NITROGEN PADA SEDIMEN PERAIRAN MANGROVE KARANGANTU DAN PULAU DUA, BANTEN
ALIATI ISWANTARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Fluks Bentik dan Potensi Laju Aktivitas Bakteri Terkait Siklus Nitrogen pada Sedimen Perairan Mangrove Karangantu dan Pulau Dua, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2014
Aliati Iswantari C251100031
RINGKASAN ALIATI ISWANTARI. Fluks Bentik dan Potensi Laju Aktivitas Bakteri Terkait Siklus Nitrogen pada Sedimen Perairan Mangrove Karangantu dan Pulau Dua, Banten. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO, NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI, dan IMAN RUSMANA. Ekosistem mangrove memiliki peranan penting sebagai penyumbang nutrien, terutama dalam bentuk nitrogen (N) di perairan pesisir. N di perairan mangrove dapat dihasilkan melalui mekanisme fluks bentik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis fluks bentik dan potensi laju aktivitas bakteri di sedimen perairan mangrove terkait dengan siklus N. Penelitian ini dilaksanakan di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua. Air dekat dasar dan sedimen pada perairan mangrove diambil menggunakan sediment core. Pengukuran fluks bentik dilakukan dengan menginkubasi air dekat dasar dan sedimen selama tiga jam. Perbedaan konsentrasi NH3-N, NO2-N, and NO3-N pada air dekat dasar pada waktu inkubasi nol dan tiga jam digunakan untuk menghitung nilai fluks N bentik. Selanjutnya analisis dilakukan terhadap nutrien NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada air pori sedimen dan dilakukan penghitungan kelimpahan kelompok bakteri nitrifikasi AOB (Ammonia Oxidizing Bacteria), nitrifikasi NOB (Nitrite Oxidizing Bacteria), denitrifikasi, DNRA (Dissimilatory Nitrate Reduction to Ammonium), dan amonifikasi pada air dekat dasar dan sedimen. Pengujian sediment-slurry dilakukan dengan menambahkan NH4Cl (untuk perlakuan aerobik) dan NaNO3 (untuk perlakuan anaerobik) dengan konsentrasi 0, 100, 300, 500, 800, dan 1000 µM pada sediment-slurry. Sedimentslurry tersebut diinkubasi selama tiga jam dengan kondisi digoyang. Konsentrasi NH3-N, NO2-N, and NO3-N pada sediment-slurry pada waktu inkubasi tiga jam digunakan untuk menghitung nilai Vmax and Km value. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di air lebih rendah dari nutrien di sedimen. Nutrien dengan konsentrasi tertinggi pada kedua lokasi adalah NH3-N. Selanjutnya kelimpahan kelompok bakteri anaerob lebih tinggi dari bakteri aerob. Kelompok bakteri yang dominan ditemukan di sedimen perairan mangrove di kedua lokasi adalah kelompok bakteri amonifikasi. Kelimpahan kelompok bakteri denitrifikasi pada kedua lokasi lebih tinggi dibandingkan kelimpahan kelompok bakteri DNRA. Kelimpahan kelompok bakteri nitrifikasi AOB pada kedua lokasi lebih tinggi dibandingkan NOB. Fluks N bentik pada perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua bersifat fluktuatif. Fluks NH3-N di perairan mangrove Karangantu lebih rendah dari Pulau Dua. Nilai fluks bentik menunjukkan bahwa fluks NH3-N di Pulau Dua cenderung lebih besar dari NO2-N and NO3-N. Secara umum, sedimen di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua memiliki potensi laju aktivitas (Vmax dan Km) lebih besar dalam aktivitas reduksi NO3- oleh bakteri anaerob dibandingkan dengan aktivitas oksidasi NH3 oleh bakteri aerob. Selanjutnya potensi laju aktivitas maksimum (Vmax) dalam oksidasi NH3 dan reduksi NO3- di sedimen perairan mangrove Karangantu cenderung lebih rendah dari Pulau Dua. Kata kunci: bakteri, fluks bentik, laju aktivitas, sedimen perairan mangrove
SUMMARY ALIATI ISWANTARI. Benthic Fluxes and Potential Rate of Bacterial Activity Related to Nitrogen Cycle of in Mangrove Sediments of Karangantu and Pulau Dua, Banten. Supervised by YUSLI WARDIATNO, NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI, and IMAN RUSMANA. Mangrove ecosystem has important role as source of nutrients particularly nitrogen (N) in coastal area. N is a limiting factor in marine and coastal area. N in mangroves area could be from benthic fluxes process. The aims of this research were to study benthic fluxes and potential activity of N metabolism in mangrove sediments of Karangantu and Pulau Dua, Banten. This research was conducted in flooded mangroves area in Karangantu and Pulau Dua, Banten. The overlying water and sediment were sampled using a sediment core. Experimental treatment for flux analysis was conducted by incubating overlying water and sediment in three hours. Concentration differences of NH3-N, NO2-N, and NO3-N of overlying water in zero and three hours of incubation were used to calculate flux benthic value. Nutrients of NH3-N, NO2-N, and NO3-N of mangrove sediment water pore and bacterial abundance of nitrifier of AOB (Ammonia Oxidizing Bacteria), nitrifier of NOB (Nitrite Oxidizing Bacteria), denitrifier, DNRA (Dissimilatory Nitrate Reduction to Ammonium), and ammonifier of overlying water and mangrove sediment were analyzed. Experimental treatment for sediment-slurry was conducted by adding NH4Cl (aerobic treatment) and NaNO3 (anaerobic treatment) with concentration of 0, 100, 300, 500, 800, and 1000 µM into sediment-slurry. Sediment-slurry incubated in a shaker in three hours. NH3-N, NO2-N, and NO3-N concentration of sedimentslurry in three hours of incubation was used to calculate Vmax and Km value. The results showed that nutrient concentration in overlying water was lower than that of in sediment. The highest sediment nutrient concentration in both locations was NH3-N. The abundance of anaerobic bacteria was higher than that of aerobic bacteria. The dominance of bacterial groups found in sediment of both locations was ammonification bacteria. Abundance of denitrification bacteria was higher than that of DNRA bacteria. Nitrification bacteria abundance of AOB was higher than that of NOB. Benthic N inorganic fluxes in Karangantu and Pulau Dua mangroves were fluctuated. NH3-N fluxes in Karangantu mangrove were relatively lower than that of in Pulau Dua mangrove. Benthic fluxes value indicated that NH3-N in Pulau Dua released from the sediment to water was higher than that of NO2-N and NO3N. Generally, Karangantu and Pulau Dua mangroves had higher potency of activity rate (Vmax and Km) of anaerobic bacteria in NO3- reduction than that of aerobic bacteria in NH3 oxidation. Potency of activity rate (Vmax) in NH3 oxidation and NO3- reduction of Karangantu mangrove sediments was lower than that of Pulau Dua mangrove sediments. Keywords: activity rate, bacteria, benthic fluxes, mangrove sediment,
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
FLUKS BENTIK DAN POTENSI LAJU AKTIVITAS BAKTERI TERKAIT SIKLUS NITROGEN PADA SEDIMEN PERAIRAN MANGROVE KARANGANTU DAN PULAU DUA, BANTEN
ALIATI ISWANTARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis: Dr Ir Hefni Effendi, MPhil
Judul Tesis : Fluks Bentik dan Potensi Laju Aktivitas Bakteri Terkait Siklus Nitrogen pada Sedimen Perairan Mangrove Karangantu dan Pulau Dua, Banten Nama : Aliati Iswantari NRP : C251100031
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Ketua
Dr Ir Niken T. M. Pratiwi, MSi Anggota
Dr Ir Iman Rusmana, MSi Anggota Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 11 Juni 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih pada penelitian ini adalah mengenai fluks bentik dan potensi laju aktivitas bakteri yang terkait dengan siklus N di area sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua, Banten. Sejauh pengetahuan Penulis, penelitian dengan tema tersebut belum pernah dilakukan di kedua lokasi tersebut. Oleh karena itu, Penulis sangat tertarik untuk melaksanakan penelitian ini. Penelitian ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, terimakasih Penulis sampaikan kepada: 1. Institut Pertanian Bogor (IPB) atas kesempatan dan fasilitas pendidikan yang diberikan selama masa studi. 2. Dr Ir Enan M. Adiwilaga selaku Ketua Program Studi SDP untuk tahun studi 2010-2013 dan Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi SDP untuk tahun studi 2014-2017 yang telah membantu kelancaran studi Penulis. 3. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc, Dr Ir Niken T. M. Pratiwi, MSi, dan Dr Ir Iman Rusmana, MSi selaku dosen komisi pembimbing yang selama ini telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan. 4. Dr Ir Hefni Effendi, MPhil selaku dosen penguji tesis dan Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan masukan dan saran kepada Penulis. 5. Seluruh keluarga, terutama kedua orang tua, Bapak, Mamah, serta Bapak dan Ibu; suami (Vitas Atmadi Prakoso), adik dan kakak (Icha, Zaky, Kamil, Mba Vivin, Mas Dharma), Bi Engkur dan Om Oman atas segala do’a, semangat dan kasih sayangnya kepada Penulis, sehingga Penulis dapat terus berjuang dan menyelesaikan tesis ini. 6. Bakrie Center Foundation (BCF) atas beasiswa selama satu tahun masa studi yang sangat membantu Penulis dalam pendanaan penelitian. 7. Pak Udin Pulau Dua, Pak Dayat, Reza, Antri, Mas Saiful, Ahmad, Kak Apri, Fajar, Lutfi, Arif, Mba Yessi, Mas Adon, Genta, dan Dede yang telah membantu Penulis selama penelitian, baik di lapang maupun di laboratorium. 8. Staf Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan IPB (Bu Maya, Bu Anna, Bu Siti, Kak Rila, Mba Inna, Erry, Nalendra, Zahra, dan Gesti) dan staf Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi IPB (Pak Jaka, Bu Heni, dan Mas Aldian) atas segala bantuan yang diberikan. 9. Teman-teman seperjuangan SDP (Rahmi, Dyah, Kak Anti, Kak Sri, Kak Moni, Mba Iah, Pak Darwin, Robin, Pak Gema, dan Alim), teman-teman Lab. Mikro (Sari, Andri, Lisma, Antri, Mafri, Dhyah, Ukhin, Randy, Irene, Fadhil, Lili, Yani, Icha, Zahra, MJ, dan Agus), serta teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas pertemanan dan bantuan yang diberikan. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih. Bogor, Agustus 2014 Aliati Iswantari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian 2 METODE Waktu dan Tempat Metode Kerja Pengambilan contoh air dan sedimen Pengukuran fluks gas bentik Pengukuran fluks N bentik Pengujian sediment-slurry Analisis Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik air dan sedimen Kelimpahan bakteri Profil nutrien pada air pori sedimen Fluks N bentik Fluks gas N2O dan CO2 Laju aktivitas oksidasi NH3 dan reduksi NO3Laju aktivitas maksimum (Vmax) dan Km Pembahasan 4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 3 3 3 3 4 4 5 7 8 8 8 8 9 10 11 12 12 12 14 21 21 21 21 25 48
DAFTAR TABEL 1 Modifikasi sumber C dan N pada media tumbuh kelompok bakteri aerob dan anaerob 2 Karakteristik air di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua 3 Karakteristik sedimen di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua 4 Potensi laju aktivitas bakteri maksimum (Vmax) dan konstanta Michaelis (Km) pada sedimen perairan mangrove a) Karangantu dan b) Pulau Dua 5 Nilai rata-rata fluks N bentik dari beberapa hasil penelitian di beberapa lokasi 6 Ringkasan dan ulasan hasil analisis parameter-parameter utama dalam penelitian ini
6 8 9 13 17 20
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir pendekatan masalah dalam penelitian 2 Peta lokasi penelitian di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua, Banten 3 Perancangan perlakuan penambahan NH4Cl dan NaNO3 pada pengujian sediment-slurry 4 Kelimpahan bakteri rata-rata dari kelompok bakteri a) AOB, b) NOB, c) denitrifikasi, d) DNRA, dan e) amonifikasi di sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua 5 Profil NH3-N, NO2-N, dan NO3-N rata-rata dari air dan air pori sedimen perairan mangrove a) Karangantu dan b) Pulau Dua 6 Hubungan nilai fluks N bentik dengan konsentrasi NH3-N, NO2-N, dan NO3-N awal di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua 7 Fluks gas a) N2O dan b) CO2 rata-rata di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua 8 Laju aktivitas bakteri rata-rata dalam oksidasi NH3 , pembentukan NO2-, dan pembentukan NO3-, pada pengujian sediment-slurry aerobik pada sedimen perairan mangrove a) Karangantu dan b) Pulau Dua 9 Laju aktivitas bakteri rata-rata dalam reduksi NO3-, pembentukan NO2-, dan pembentukan NH3 pada pengujian sediment-slurry anaerobik pada sedimen perairan mangrove a) Karangantu dan b) Pulau Dua
3 4 7
10 11 11 12
13
14
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Kondisi area mangrove Karangantu Kondisi area mangrove Pulau Dua Pengambilan contoh sedimen dan air dekat dasar di perairan mangrove Parameter yang diamati dalam penelitian Pengukuran fluks gas bentik Pengukuran fluks N bentik Media untuk analisis kelimpahan bakteri nitrifikasi (AOB dan NOB) (Modifikasi Bhaskar dan Charyulu 2005) 8 Media untuk analisis kelimpahan bakteri denitrifikasi, DNRA, dan amonifikasi (Modifikasi Rusmana 2007)
25 25 26 26 27 27 28 28
9 Pengujian keberadaan bakteri aerob dan anaerob (menggunakan plate tetes) terkait siklus N di sedimen 10 Pengujian sediment-slurry 11 Hasil analisis NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada pengujian sedimentslurry aerobik dan anaerobik 12 Hasil uji t antarkelimpahan kelompok bakteri pada air dan sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Karangantu (KA) 13 Hasil uji t antarkelimpahan kelompok bakteri pada air dan sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Pulau Dua (PD) 14 Hasil uji t perbandingan antarkelimpahan masing-masing kelompok bakteri pada air dan sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Karangantu (KA) dan Pulau Dua (PD) 15 Hasil uji t antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada air pori sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Karangantu (KA) 16 Hasil uji t antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada air pori sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Pulau Dua (PD) 17 Hasil uji t perbandingan antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada air pori sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Karangantu (KA) dan Pulau Dua (PD) 18 Hasil uji t antarfluks NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di perairan mangrove Karangantu (KA) 19 Hasil uji t antarfluks NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di perairan mangrove Pulau Dua (PD) 20 Hasil uji t perbandingan antarfluks NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di perairan mangrove Karangantu (KA) dan Pulau Dua (PD)
29 29 30 31 35
39
42
43
44 46 47 47
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan vegetasi yang tumbuh di daerah pesisir yang memiliki peranan penting. Ekosistem mangrove memiliki berbagai fungsi ekologis seperti sebagai daerah asuhan, daerah mencari makan, dan daerah pemijahan berbagai jenis biota laut (Bengen 2001). Ekosistem mangrove juga berfungsi sebagai pelindung pesisir dari erosi, ombak, dan perangkap sedimen (Bengen 2001) serta menjadi penyumbang (sumber) nutrien terutama dalam bentuk nitrogen (N) ke ekosistem pesisir. Tingginya guguran dari mangrove, degradasi, dan remineralisasinya menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya kandungan nutrien di sedimen mangrove (Silva et al. 2007). Ekosistem mangrove menyediakan relung ekologis untuk mikroorganisme yang memiliki peran beragam dalam daur ulang nutrien (Sahoo dan Dhal 2008). Mikroorganisme yang berperan dalam siklus N di sedimen perairan, di antaranya adalah bakteri nitrifikasi seperti AOB (Ammonia Oxidizing Bacteria) dan NOB (Nitrite Oxidizing Bacteria), bakteri denitrifikasi, bakteri anammox (anaerobic ammonium oxidation), bakteri DNRA (dissimilatory nitrate reduction to ammonium), dan bakteri amonifikasi (Canavan et al. 2007; Zhu et al. 2010; Rajendran 2011). Adanya aktivitas mikroorganisme turut berperan dalam fluks nutrien bentik-pelagis di sedimen selain peran dari proses bioturbasi dan bioirigasi oleh organisme bentik (Tuominen et al. 1999; Volkenborn et al. 2007). Sumber N di perairan mangrove salah satunya dapat diperoleh melalui mekanisme fluks bentik. Fluks bentik menggambarkan aktivitas aktual bakteri terkait kontribusinya terhadap penambahan dan pengurangan N di air dekat dasar (overlying water). N yang bersumber dari mekanisme fluks bentik memiliki kontribusi yang besar bagi kebutuhan N fitoplankton bentik dan pelagis di perairan mangrove dan pesisir. Dengan demikian, secara tidak langsung fluks bentik memiliki peran terhadap produktivitas suatu perairan. Menurut Howarth dan Marino (2006), nitrogen (N) merupakan faktor pembatas yang kritis untuk produktivitas primer dalam sistem pesisir. Kemampuan bakteri dalam memanfaatkan N dapat dicerminkan oleh nilai potensi laju aktivitas bakteri. Potensi laju aktivitas dapat diduga berdasarkan parameter Vmax dan Km. Metode penentuan Vmax dan Km dengan formula Michaelis-Menten telah banyak digunakan dalam bidang biokimia (Ritchie dan Prvan 1996). Vmax merupakan laju aktivitas maksimum yang dapat dicapai bakteri dalam mengoksidasi maupun mereduksi N. Km dapat diartikan sebagai konsentrasi yang dibutuhkan untuk memicu agar bakteri dapat melakukan aktivitas. Perairan mangrove Karangantu dan Cagar Alam Pulau Dua merupakan ekosistem perairan mangrove yang terdapat di Teluk Banten. Kajian tentang fluks N bentik dan potensi laju aktivitas bakteri di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua belum pernah dilaporkan. Penelitian mengenai fluks bentik dan potensi laju aktivitas bakteri dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi awal mengenai peran sedimen di perairan mangrove sebagai salah satu sumber masukan N bagi ekosistem pesisir.
2 Perumusan Masalah Perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua memiliki kesamaan vegetasi dominan, yaitu genus Rhizopora sp. Namun mangrove di perairan mangrove Karangantu merupakan campuran antara ekosistem mangrove alami dan buatan dengan umur pohon yang muda, sedangkan mangrove di perairan mangrove Pulau Dua merupakan ekosistem mangrove alami dan didominasi pohon yang sudah berumur tua. Lokasi perairan mangrove Karangantu langsung berhadapan dengan aktivitas antropogenik (aktivitas pelabuhan dan rumah tangga), sedangkan ekosistem mangrove Pulau Dua relatif jauh dari aktivitas manusia. Oleh karena itu, kedua ekosistem mangrove tersebut diduga memiliki komunitas mikrobial sedimen yang berbeda. Mikroorganisme yang ada di sedimen memiliki peranan dalam pendegradasian bahan organik dan pemanfaatan bahan anorganik, baik yang bersumber dari dalam maupun luar ekosistem. Pada ekosistem mangrove, N merupakan salah satu unsur penting dalam siklus nutrien yang dihasilkan dari adanya aktivitas mikroorganisme. Pada umumnya, siklus N di sedimen lebih dominan terjadi akibat adanya aktivitas mikroorganisme anaerob. Bila kondisi sedimen dan perairan dekat sedimen bersifat aerobik, maka mikroorganisme aerob juga ikut berperan dalam siklus N. Mikroorganisme yang berperan dalam siklus N terbagi atas kelompok bakteri aerob, fakultatif anaerob, dan obligat anaerob. Kelompok bakteri aerob tersebut adalah bakteri nitrifikasi AOB dan NOB, sedangkan kelompok bakteri yang tergolong fakultatif anaerob adalah kelompok bakteri denitrifikasi, DNRA, dan amonifikasi. Selanjutnya kelompok bakteri yang bersifat obligat anaerob yaitu kelompok bakteri anammox. Anammox diketahui merupakan salah satu jalur dalam siklus N yang memanfaatkan NO2- sebagai akseptor elektron (Li et al. 2009). Namun, kajian untuk kelompok bakteri anammox tidak disertakan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan pada umumnya NO2-, yang dibutuhkan sebagai akseptor elektron, hanya tersedia dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan mangrove. Aktivitas bakteri yang terkait siklus N berperan dalam dinamika N di air dekat dasar dan sedimen. Dinamika N dapat berupa penambahan maupun pengurangan N melalui proses oksidasi dan reduksi oleh bakteri di sedimen dan air dekat dasar. Dinamika ini disebut fluks N bentik. Fluks N bentik menggambarkan aliran N anorganik di sedimen dan air dekat dasar pada kondisi aktual, sehingga dapat diketahui sumbangan N dari dasar ke kolom air dan sebaliknya. Fluks N bentik dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya aktivitas mikroorganisme, fisika-kimia lingkungan, dan aktivitas organisme bentik. Kemampuan bakteri dalam melakukan aktivitas dapat diketahui dari nilai potensi laju aktivitas. Potensi ini dapat diduga melalui parameter kinetika enzim, yaitu Vmax dan Km. Kajian mengenai fluks N bentik sebagai hasil dari adanya aktivitas bakteri dan kajian mengenai potensi laju aktivitas bakteri dilakukan dalam penelitian ini. Pendekatan masalah dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
3 Air dan sedimen perairan mangrove Fluks N bentik Fluks gas bentik Kelompok bakteri terkait siklus N Aerob: nitrifikasi AOB dan NOB Anaerob: denitrifikasi, DNRA, dan amonifikasi
Apakah ada pemanfaatan oleh bakteri?
+
Kelimpahan dan aktivitas bakteri
-
Potensi laju aktivitas bakteri
Faktor lingkungan: Ketersediaan senyawa organik (C dan N organik) dan senyawa anorganik (NH3, NO2-, dan NO3-)
Gambar 1. Diagram alir pendekatan masalah dalam penelitian ini Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis fluks bentik (NH3-N, NO2-N, dan NO3-N) yang terkait dengan siklus N di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua, Banten. 2. Menganalisis potensi laju aktivitas bakteri dalam mengoksidasi NH3 dan mereduksi NO3- pada sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua, Banten.
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga Januari 2014. Pengambilan contoh air dekat dasar dan sedimen dilakukan di area perairan mangrove yang selalu tergenang, yaitu di Karangantu bagian barat dan Cagar Alam Pulau Dua bagian barat (Gambar 2, Lampiran 1 dan 2). Contoh air dan sedimen untuk masing-masing lokasi diambil dari tiga titik sebagai ulangan. Pengukuran fluks bentik dan sediment-slurry dilakukan di Laboratorium Mikro Lantai 3, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen MSP, FPIK IPB. Analisis nutrien dan kelimpahan bakteri dilakukan di Laboratorium Mikro, Departemen Biologi, FMIPA IPB. Analisis parameter fisika dan kimia sedimen dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Analisis gas dilakukan di Laboratorium Gas Rumah Kaca, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jaken, Pati, Jawa Tengah. Metode Kerja Penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu pengambilan contoh air dan sedimen serta pengukuran fluks gas di lapang, pengukuran fluks N bentik dan
4 pengujian sediment-slurry di laboratorium, serta kegiatan analisis contoh di laboratorium. Tahapan penelitian yang dilakukan diuraikan sebagai berikut.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua, Banten Pengambilan contoh air dan sedimen Pengambilan contoh air dekat dasar (kedalaman air kurang dari 30 cm) dan sedimen untuk pengukuran fluks bentik dilakukan dengan menggunakan acrylic sediment core dan karet penutup berdiameter 1,4 inchi (Lampiran 3a dan b). Sedimen diambil hingga kedalaman 15 cm dari permukaan sedimen. Penentuan ini didasarkan pada hasil penelitian mengenai profil nutrien di sedimen estuari yang menunjukkan bahwa pada kedalaman 15 cm, profil nutrien sudah mulai konstan (Rusmana 2005). Pengambilan contoh sedimen untuk pengujian sediment-slurry dilakukan dengan menggunakan sediment core berupa paralon dan penutup paralon (dop) berdiameter 3 inchi. Pengambilan contoh air yang disimpan dalam jerigen berukuran ±20 L juga dilakukan untuk penggantian air dekat dasar dan perendaman acrylic sediment core pada pengukuran fluks bentik. Selanjutnya seluruh contoh disimpan di dalam wadah dengan suhu ±4oC. Pengukuran beberapa parameter lingkungan di air, seperti suhu, pH, salinitas, dan oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) dilakukan secara in situ. Pengambilan contoh air dilakukan untuk analisis NH3-N, NO2-N, BOD5 (Eaton et al. 2005), dan NO3-N (Rand et al. 1979). Pengambilan contoh sedimen dilakukan untuk analisis pH, rasio C/N, dan tekstur sedimen. Parameter yang dianalisis dalam penelitian ini disajikan selengkapnya pada Lampiran 4. Pengukuran fluks gas bentik Pengukuran fluks gas dilakukan secara in situ di perairan mangrove. Pengukuran fluks gas dilakukan menggunakan alat berupa sungkup berbentuk silinder dengan diameter 23 cm yang dilengkapi dengan kipas untuk menghomogenkan udara (Lampiran 5). Prosedur pengukuran fluks gas yang dilakukan adalah sebagai berikut. Sungkup ditancapkan pada sedimen perairan mangrove, kipas dinyalakan, dan alat tersebut diinkubasi selama tiga jam. Contoh udara diambil pada jam ke-0 (t0) dan jam ke-3 (t3). Contoh udara diambil dan dimasukkan ke dalam botol menggunakan syringe. Selanjutnya analisis contoh
5 udara dilakukan terhadap parameter gas N2O dan CO2. Hasil analisis tersebut digunakan untuk menghitung nilai fluks gas N2O dan CO2. Penghitungan fluks gas N2O dan CO2 dilakukan menggunakan formula berikut (Lantin et al. 1995 in Wihardjaka 2010). dC Vch Wm 273,2 F= × × × dt Ach Vm 273,2+T Keterangan : F = fluks gas N2O (µg m-2 jam-1) dan fluks gas CO2 (mg m-2 jam-1) dC/dt = perbedaan konsentrasi N2O per waktu (ppb jam-1) dan perbedaan konsentrasi CO2 per waktu (ppm jam-1) Vch = volume sungkup (m3) Ach = luas sungkup (m2) Wm = berat molekul N2O (mg), berat molekul CO2 (mg) Vm = volume molekul (m3) T = suhu rata-rata selama pengambilan contoh (oC) Pengukuran fluks N bentik Pengukuran dilakukan pada contoh air dekat dasar dan sedimen yang sudah diambil dari kedua lokasi dengan menggunakan acrylic sediment core. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui fluks N yang terjadi antara air dekat dasar dan sedimen dengan menggunakan metode inkubasi di laboratorium. Prosedur pengukuran fluks N bentik yang dilakukan adalah sebagai berikut. Air dalam acrylic sediment core diganti dengan air dari perairan mangrove yang telah disiapkan dalam jerigen. Penggantian air dekat dasar pada acrylic sediment core dengan air tersebut dilakukan untuk meminimalisir perubahan konsentrasi nutrien yang terjadi akibat adanya kontak antara air dan sedimen. Selanjutnya bagian atas dari acrylic sediment core tersebut ditutup dengan penutup karet yang sudah dipasangkan magnetic stirrer yang berfungsi untuk menghomogenkan air (Lampiran 6a). Selanjutnya acrylic sediment core direndam dengan air dan diinkubasi selama tiga jam (Lampiran 6b). Perendaman dilakukan untuk menyesuaikan kondisi contoh air dan sedimen di dalam acrylic sediment core dengan kondisi di lapang. Magnetic stirrer dinyalakan selama waktu inkubasi tersebut. Pengambilan contoh air dilakukan pada waktu t0 dan t3. Contoh air diambil menggunakan syringe, diawetkan dengan HgCl2, dan selanjutnya dilakukan analisis NH3-N, NO2-N, serta NO3-N. Hasil analisis tersebut digunakan untuk menghitung nilai fluks NH3-N, NO2-N, dan NO3-N yang terjadi antara air dekat dasar dan sedimen. Fluks N bentik dihitung menggunakan formula sebagai berikut (Ferguson et al. 2004). BF =
([Ct1 -Ct0 ].V/SA) T
Keterangan: BF = fluks bentik (μmol m–2 h–1), Ct0 = konsentrasi nutrien (μmol L–1) di air dekat dasar pada waktu awal, Ct1 = konsentrasi nutrien (μmol L–1) di air dekat dasar pada waktu akhir, V = volume air di air dekat dasar (L) di wadah inkubasi, SA = area permukaan sedimen (m2) di wadah inkubasi, T = waktu (h)
6 Kegiatan selanjutnya adalah analisis kandungan nutrien pada air pori sedimen dan kelimpahan kelompok bakteri pada air dan sedimen yang digunakan pada pengukuran fluks bentik. Sedimen yang digunakan untuk analisis kandungan nutrien dan kelimpahan kelompok bakteri adalah sedimen yang telah dibagi menjadi tiga strata kedalaman, yaitu sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm. Pengekstrakan air pori sedimen dilakukan mengikuti metode Giesy et al. (1990) dan Harkey et al. (1994) yang telah dimodifikasi. Analisis nutrien NH3-N, NO2-N, dan NO3-N dilakukan setelah pengekstrakan. Selanjutnya penghitungan kelimpahan kelompok bakteri dilakukan dengan menggunakan metode MPN (Most Probable Number). Penghitungan dilakukan pada lima kelompok bakteri, baik yang bersifat aerob maupun anaerob. Kelompok bakteri yang bersifat aerob, yaitu kelompok bakteri nitrifikasi AOB dan NOB serta kelompok bakteri yang bersifat anaerob, yaitu kelompok bakteri denitrifikasi, DNRA, dan amonifikasi. Penghitungan kelimpahan kelompok bakteri dilakukan dengan menumbuhkan bakteri yang terdapat pada contoh air dekat dasar dan sedimen di dalam media cair. Media untuk menumbuhkan kelompok bakteri aerob dibuat mengikuti Bhaskar dan Charyulu (2005) dan media untuk menumbuhkan kelompok bakteri anaerob dibuat mengikuti Rusmana (2007). Media tumbuh tersebut dibuat dengan memodifikasi sumber C dan N (Tabel 1). Bahan-bahan untuk membuat media tersebut disajikan pada Lampiran 7 dan 8. Pengkondisian anaerobik pada media untuk kelompok bakteri yang bersifat anaerob dilakukan dengan metode OFN (Oxygen Free Nitrogen) (Widiyanto 2006). Tabel 1. Modifikasi sumber C dan N pada media tumbuh kelompok bakteri aerob dan anaerob Sumber Sumber Kelompok Bakteri Karbon Nitrogen (C) (N) Aerob Nitrifikasi (AOB) CO3 NH3 Nitrifikasi (NOB) CO3 NO2Anaerob Denitrifikasi Asetat NO3DNRA Glukosa NO3Amonifikasi Glukosa Pepton Prosedur penghitungan kelimpahan kelompok bakteri yang dilakukan adalah sebagai berikut. Penumbuhan kelima kelompok bakteri tersebut dilakukan dengan menginokulasikan contoh air sebanyak 1 mL atau contoh sedimen sebanyak 1 gram ke masing-masing media. Selanjutnya media berisi contoh tersebut diinkubasi selama lima hari untuk kelompok bakteri yang bersifat aerob dan tiga hari untuk kelompok bakteri yang bersifat anaerob. Pengujian keberadaan kelompok bakteri dilakukan setelah masa inkubasi. Keberadaan kelompok bakteri AOB dan denitrifikasi diuji berdasarkan pembentukan NO2, keberadaan kelompok bakteri NOB diuji berdasarkan pereduksian NO2, serta keberadaan kelompok bakteri DNRA dan amonifikasi diuji berdasarkan pembentukan NH3 pada media (Lampiran 9). Hasil dari pengujian keberadaan kelompok bakteri dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak MPN Calculator, Build 23 untuk mendapatkan nilai kelimpahan kelompok bakteri.
7 Pengujian sediment-slurry Pengujian sediment-slurry dilakukan pada contoh sedimen untuk mengetahui potensi laju aktivitas bakteri (Oremland et al. 1984) dalam memanfaatkan sumber N. Perlakuan yang diberikan adalah penambahan N ke dalam sediment-slurry. Sediment-slurry disiapkan dari contoh sedimen yang dicampur dengan air laut buatan. Penyiapan tersebut dilakukan terhadap fragmen contoh sedimen dari masing-masing lokasi, yaitu sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm. Terdapat dua perlakuan, yaitu sediment-slurry aerobik dengan penambahan NH4Cl untuk mengetahui oksidasi NH3 oleh bakteri yang bersifat aerob dan sediment-slurry anaerobik dengan penambahan nutrien NaNO3 untuk mengetahui reduksi NO3oleh bakteri yang bersifat anaerob (Runcie et al. 2003). Konsentrasi nutrien NH4Cl dan NaNO3 yang ditambahkan dalam perlakuan adalah 0, 100, 300, 500, 800, dan 1000 µM. Hal ini mengacu pada Runcie et al. (2003) yang menyatakan bahwa pada umumnya konsentrasi nutrien untuk pengujian sediment-slurry berkisar antara 1-1200 µM. Rancangan perlakuan pada pengujian sediment-slurry disajikan pada Gambar 3. Strata 0-5 cm
Strata 6-10 cm
100 300 500 800 1000 NH4Cl (µM)
Strata 11-15 cm
100 300 500 800 1000 0 Tanpa nutrien (µM) NaNO3 (µM)
Gambar 3. Perancangan perlakuan penambahan NH4Cl dan NaNO3 pada pengujian sediment-slurry Prosedur pengujian sediment-slurry yang dilakukan adalah sebagai berikut. Sediment-slurry disiapkan dari pencampuran contoh sedimen dari masing-masing strata sedimen dan air laut buatan dengan perbandingan 1:3. Pencampuran dilakukan di dalam gelas piala dengan volume 500 mL. Selanjutnya sedimentslurry dipindahkan dengan menggunakan syringe berukuran volume 25 mL ke botol-botol pengujian, yaitu botol kaca berpenutup karet dengan volume ±70 mL. Sediment-slurry yang telah disiapkan dalam botol pengujian sudah bersifat aerob sehingga dapat digunakan secara langsung untuk perlakuan sediment-slurry aerobik, sedangkan untuk perlakuan sediment-slurry anaerobik dikondisikan anaerob terlebih dahulu dengan menggunakan metode OFN. Selanjutnya, sejumlah konsentrasi nutrien NH4Cl dan NaNO3 sesuai dengan rancangan perlakuan dimasukkan ke dalam botol pengujian. Perlakuan sediment-slurry aerobik dan anaerobik kemudian diinkubasi dan digoyang selama tiga jam (Lampiran 10a, b, dan c). Sediment-slurry diawetkan menggunakan HgCl2 setelah diinkubasi. Selanjutnya, analisis kandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N dilakukan pada sediment-slurry sebagaimana analisis yang dilakukan pada nutrien air pori sedimen (Lampiran 11).
8 Potensi laju aktivitas bakteri dalam mengoksidasi NH3 dan mereduksi NO3ditentukan melalui penghitungan nilai Vmax dan Km. Penghitungan Vmax dan K m dilakukan menggunakan persamaan kinetika Michaelis-Menten, plot LineweaverBurk “double reciprocal” dengan rumus sebagai berikut (Dowd dan Riggs 1965). (1⁄v) = (1⁄Vmax )+ (Km ⁄Vmax ) 1⁄Cs Keterangan: v = laju aktivitas (µmol jam-1 gram sedimen-1) Cs = konsentrasi substrat (µM) Vmax = laju aktivitas maksimum (µmol jam-1 gram sedimen-1) Km = konstanta Michaelis atau konsentrasi saat ½ Vmax (µM) Nilai Vmax dan Km ditentukan menggunakan persamaan yang didapatkan dari analisis regresi linier. Analisis regresi linier dilakukan terhadap 1/v sebagai sumbu y dan 1/Cs sebagai sumbu x. Analisis Data Analisis data secara statistika dilakukan dengan uji t. Uji t dilakukan untuk mengetahui signifikansi perbedaan nilai tengah antarkelimpahan kelompok bakteri serta antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada air dan strata sedimen di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua dan antarkedua lokasi tersebut. Uji t juga dilakukan untuk mengetahui signifikansi perbedaan nilai tengah antarfluks NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada perairan mangrove di masing-masing lokasi dan antarkedua lokasi tersebut.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik air dan sedimen Karakteristik air dan sedimen dari perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua disajikan pada Tabel 2 dan 3. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua memiliki salinitas, pH, dan suhu yang relatif tidak jauh berbeda. Selanjutnya kandungan DO dan BOD5 di perairan mangrove Karangantu lebih rendah dari Pulau Dua. Tabel 2. Karakteristik air di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua Lokasi Parameter Karangantu Pulau Dua Suhu (oC) 27,0-27,6 26,6-28,8 Salinitas (psu) 25,0-29,0 26,0-27,0 pH 8,00±0,00 8,00±0,00 DO (mg L-1) 0,88±0,06 0,66±0,06 BOD5 (mg L-1) 2,16±0,25 6,04±2,49
9 Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa sedimen di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua memiliki pH yang relatif sama. Persentase kandungan C dan N organik pada sedimen perairan mangrove Karangantu lebih rendah dari Pulau Dua. Kandungan C dan N organik pada sedimen di kedua lokasi tersebut cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Rasio C/N pada sedimen berkisar antara 10-11. Tabel 3. Karakteristik sedimen di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua Lokasi Kedalaman Parameter (cm) Karangantu Pulau Dua 0-5 8,22 8,17 pH 6-10 8,31 8,21 11-15 8,36 8,27 0-5 0,99 3,25 C organik (%) 6-10 1,40 3,69 11-15 1,09 4,89 0-5 0,09 0,31 N organik (%) 6-10 0,13 0,35 11-15 0,11 0,45 0-5 10 11 Rasio C/N 6-10 10 11 11-15 11 10 0-5 Lempung berdebu Lempung berdebu Tipe sedimen 6-10 Lempung berdebu Lempung berdebu 11-15 Lempung berdebu Lempung berdebu Kelimpahan bakteri Kelimpahan bakteri di air dan sedimen di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua disajikan pada Gambar 4a-e. Berdasarkan Gambar 4a dan b diketahui bahwa kelimpahan kelompok bakteri nitrifikasi AOB dan NOB tertinggi di kedua lokasi terdapat pada sedimen strata 0-5 cm yang kemudian menurun pada strata sedimen yang lebih dalam. Berdasarkan Gambar 4c dan d diketahui bahwa kelimpahan kelompok bakteri denitrifikasi pada air dan sedimen di kedua lokasi lebih tinggi dari kelimpahan kelompok bakteri DNRA. Selanjutnya kelompok bakteri amonifikasi pada kedua lokasi diketahui mendominasi kelompok bakteri lainnya (Gambar 4e). Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa kelimpahan kelompok bakteri aerob AOB pada air dan sedimen di perairan mangrove Karangantu secara nyata lebih tinggi dari NOB (Lampiran 12a). Selanjutnya, kelimpahan kelompok bakteri anaerob denitrifikasi pada air dan sedimen di perairan mangrove Karangantu secara nyata lebih tinggi dari DNRA (Lampiran 12b). Secara umum, kelimpahan kelompok bakteri anaerob amonifikasi pada sedimen di perairan mangrove Karangantu secara nyata lebih tinggi dari kelompok bakteri lainnya (Lampiran 12c, d, e, dan f). Selanjutnya kelimpahan kelompok bakteri aerob AOB pada sedimen di perairan mangrove Pulau Dua strata 6-10 dan 11-15 cm secara nyata lebih tinggi dari NOB (Lampiran 13a). Kelimpahan kelompok bakteri anaerob denitrifikasi pada air dan sedimen di perairan mangrove Pulau Dua secara nyata lebih tinggi dari DNRA (Lampiran 13b). Kelimpahan kelompok bakteri
10 amonifikasi pada sedimen di perairan mangrove Pulau Dua secara nyata lebih tinggi dari kelompok bakteri lainnya (Lampiran 13c, d, e, dan f). Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa kelimpahan masing-masing kelompok bakteri AOB, NOB, denitrifikasi, DNRA, dan amonifikasi pada air dan sedimen di perairan mangrove Karangantu tidak berbeda nyata dengan Pulau Dua (Lampiran 14a, b, c, dan d). kelimpahan bakteri NOB (air-MPNx102 mL-1) (sedimen-MPNx102 gram-1)
kelimpahan bakteri AOB (air-MPNx102 mL-1) (sedimen-MPNx102 gram-1)
35
a
35 30 25 20 15 10 5
1
b
30 25 20 15 10 5 1
0
0 air
0-5
6-10
air
11-15
10
c
kelimpahan bakteri DNRA (air-MPNx102 mL-1) (sedimen-MPNx102 gram-1)
kelimpahan bakteri denitrifikasi (air-MPNx10 5 mL-1 ) (sedimen-MPNx10 5 gram-1 )
10 8 6 4 2 0
6-10
11-15
d
8
6 2
0
air
0-5
6-10
11-15
strata air-sedimen (cm)
kelimpahan bakteri amonifikasi (air-MPNx107 mL-1) (sedimen-MPNx107 gram-1)
0-5
strata air-sedimen (cm)
strata air-sedimen (cm)
10 8 6 4 2
air
0-5
6-10
11-15
strata air-sedimen (cm)
e
Keterangan: Karangantu Pulau Dua
0,4
0 air
0-5
6-10
11-15
strata air-sedimen (cm)
Gambar 4. Kelimpahan rata-rata dari kelompok bakteri a) AOB, b) NOB, c) denitrifikasi, d) DNRA, dan e) amonifikasi di sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua Profil nutrien pada air pori sedimen Berdasarkan Gambar 5a dan b diketahui bahwa kandungan NH3-N semakin tinggi seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kandungan NH3-N di air mangrove Karangantu dan Pulau Dua lebih rendah dari sedimen. Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa kandungan NH3-N pada air pori sedimen strata 0-5, 610, dan 11-15 cm di kedua lokasi secara nyata lebih tinggi dari kandungan NO2-N dan NO3-N (Lampiran 15a dan b, serta 16a dan b). Kandungan NH3-N pada air
11 pori sedimen di perairan mangrove Karangantu pada strata 6-10 dan 11-15 cm berbeda nyata dengan Pulau Dua (Lampiran 17a, b, c, dan d). Konsentrasi (mg/L)
Konsentrasi (mg/L) 0
10
20
0
30
10 15
Kedalaman (cm)
Kedalaman (cm)
air0 5
10
20
30
air0
Keterangan: NH3-N NO2-N NO3-N
5 10 15
a b Gambar 5. Profil NH3-N, NO2-N dan NO3-N rata-rata dari air dan air pori sedimen perairan mangrove a) Karangantu dan b) Pulau Dua
Fluks NO3-N (μmol m–2 h –1)
120 100 80 60 40 20 0 -20 0
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 0 -1 -1.5
0.01
Fluks NO2-N (μmol m–2 h–1)
Fluks NH3-N (μmol m–2 h–1)
Fluks N bentik Berdasarkan hasil pengukuran fluks N bentik diketahui bahwa fluks N bentik di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua bersifat fluktuatif (Gambar 6). Fluks NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di perairan mangrove Karangantu bernilai negatif hingga positif. Fluks NH3-N dan NO2-N di perairan mangrove Pulau Dua bernilai positif dan fluks NO3-N bernilai negatif hingga positif. Gambar tersebut juga menunjukkan adanya perbedaan pola pengelompokan fluks N bentik yang terjadi di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua.
0.008 0.006 0.004 0.002 0
50 Konsentrasi awal (µM)
100
-0.002 0
0.5 1 1.5 Konsentrasi awal (µM)
2
Keterangan: Karangantu Pulau Dua 5
10
Konsentrasi awal (µM)
Gambar 6. Hubungan nilai fluks N bentik dengan konsentrasi NH3-N, NO2-N, dan NO3-N awal di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua
12 Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa fluks NH3-N di perairan mangrove Karangantu secara nyata tidak lebih besar dari NO2-N dan NO3-N (Lampiran 18a dan b), sedangkan fluks NH3-N di perairan mangrove Pulau Dua secara nyata lebih besar dari NO2-N dan NO3-N (Lampiran 19a dan b). Selanjutnya, berdasarkan uji t diketahui bahwa fluks NH3-N di perairan mangrove Karangantu berbeda nyata dengan Pulau Dua (Lampiran 20). Fluks gas N2O dan CO2 Berdasarkan Gambar 7a dan b dapat diketahui bahwa fluks gas N2O dan CO2 memiliki pola yang berbeda. Fluks gas N2O di perairan mangrove Karangantu bernilai negative, sedangkan di perairan mangrove Pulau Dua bernilai positif. Selanjutnya fluks gas CO2 di perairan mangrove Karangantu bernilai positif, sedangkan di perairan mangrove Pulau Dua bernilai negatif. Secara umum, fluks gas N2O dan CO2 di perairan mangrove Karangantu lebih besar dari Pulau Dua. 0.06
a
0.02 0 -0.02 -0.04 -0.06 -0.08 -0.1 -0.12
Fluks Gas CO2 (mg m-2 jam-1)
Fluks Gas N2O (µg m-2 jam-1)
0.04
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4
b
Keterangan: Karangantu Pulau Dua
Gambar 7. Fluks gas a) N2O dan b) CO2 rata-rata di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua Laju aktivitas oksidasi NH3 dan reduksi NO3Berdasarkan Gambar 8a dan b diketahui bahwa laju aktivitas oksidasi oleh bakteri pada sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua memiliki pola yang hampir sama. Semakin tinggi konsentrasi NH3 yang ditambahkan, semakin tinggi laju aktivitas oksidasi NH3 yang terjadi. Namun peningkatan laju aktivitas oksidasi NH3 tidak diikuti dengan peningkatan laju aktivitas pembentukan NO2- dan NO3-. Berdasarkan Gambar 9a dan b diketahui bahwa laju aktivitas reduksi NO3oleh bakteri pada sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua memiliki pola yang relatif sama. Semakin tinggi konsentrasi NO3- yang ditambahkan, semakin tinggi laju aktivitas reduksi NO3- dan pembentukan NO2yang terjadi. Namun, laju aktivitas pembentukan NH3 cenderung mengalami penurunan seiring dengan peningkatan laju aktivitas reduksi NO3-. Laju aktivitas maksimum bakteri (Vmax) dan konstanta Michaelis (Km) Nilai Vmax dan Km dari hasil pengujian sediment-slurry disajikan pada Tabel 4a dan b. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa Vmax dalam aktivitas reduksi
13 NO3- oleh bakteri di sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua lebih tinggi dari aktivitas oksidasi NH3 pada setiap strata kedalaman sedimen.
Laju aktivitas (µM jam-1)
500 400
a
300 200 100 0 0-5 cm
6-10 cm 11-15 cm Konsentrasi NH4Cl yang ditambahkan (µM)
Laju aktivitas (µM jam-1)
500 400
b
300 200 100 0 0-5 cm
6-10 cm 11-15 cm Konsentrasi NH4Cl yang ditambahkan (µM)
Keterangan:
NO2-
NH3
NO3-
Gambar 8. Laju aktivitas bakteri rata-rata dalam oksidasi NH3, pembentukan NO2-, dan pembentukan NO3-, pada pengujian sediment-slurry aerobik pada sedimen perairan mangrove a) Karangantu dan b) Pulau Dua Tabel 4. Potensi laju aktivitas maksimum bakteri (Vmax) dan konstanta Michaelis (Km) pada sedimen perairan mangrove a) Karangantu dan b) Pulau Dua Oksidasi NH3 Reduksi NO3 a Strata kedalaman (cm) 0-5 6-10 11-15
b
Strata kedalaman (cm) 0-5 6-10 11-15
Vmax (µmol jam-1 gram sedimen-1) 16,95 24,39 27,78
Km (µM)
p value
599,32 952,68 547,00
0,002 0,035 <0,001
Km (µM)
p value
576,32 502,73 482,61
<0,001 0,003 0,002
-
Oksidasi NH3 Vmax (µmol jam-1 gram sedimen-1) 32,26 37,04 25,00
Vmax (µmol jam-1 gram sedimen-1) 43,86 45,50 43,49
Reduksi NO3
Km (µM)
p value
1.360,60 1.070,37 166,00
0,320 0,010 0,041
Vmax (µmol jam-1 gram sedimen-1) 58,82 66,67 30,30
Km (µM)
p value
818,24 852,00 277,27
<0,001 <0,001 0,011
14 200
Laju aktivitas (µM jam-1)
160
a
120 80 40 0 0-5 cm
11-15 cm 6-10 cm Konsentrasi NaNO3 yang ditambahkan (µM)
Laju aktivitas (µM jam-1)
200 160
b
120 80 40 0 0-5 cm
11-15 cm 6-10 cm Konsentrasi NaNO3 yang ditambahkan (µM)
Keterangan: NH3 NO2NO3Gambar 9. Laju aktivitas bakteri rata-rata dalam reduksi NO3 , pembentukan NO2-, dan pembentukan NH3 pada pengujian sediment-slurry anaerobik pada sedimen perairan mangrove a) Karangantu dan b) Pulau Dua
Pembahasan Perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua memiliki perbedaan; lokasi perairan mangrove Karangantu berdekatan dengan aktivitas manusia, sedangkan Pulau Dua merupakan cagar alam dengan lokasi yang lebih jauh dari aktivitas manusia. Pada awalnya, Pulau Dua merupakan sebuah pulau yang memiliki ekosistem terumbu karang. Namun, kini Pulau Dua telah bersatu dengan daratan akibat adanya sedimentasi. Hal ini menyebabkan banyak ditemukan karang mati pada sedimen di perairan mangrove Pulau Dua. Perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua memiliki karakteristik air dan sedimen yang berbeda. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa persentase C dan N organik di sedimen perairan mangrove Karangantu lebih rendah dari Pulau Dua. Hal tersebut menunjukkan dugaan bahwa sumber bahan organik di perairan mangrove Karangantu lebih kecil dari Pulau Dua. Hal ini menyebabkan nilai BOD5 di air mangrove Karangantu lebih rendah dari Pulau Dua. Kandungan BOD5 yang lebih rendah diduga menyebabkan kandungan DO air mangrove Karangantu lebih tinggi dari Pulau Dua (Tabel 2). Berdasarkan hasil tersebut dapat diduga bahwa aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik di perairan mangrove Karangantu lebih rendah dari Pulau Dua.
15 Mikroorganisme di perairan mangrove memiliki peranan yang penting terhadap keberlangsungan siklus N di air dan sedimen perairan mangrove. Analisis kelimpahan kelompok bakteri yang terkait dengan siklus N, yaitu kelompok bakteri nitrifikasi AOB dan NOB, denitrifikasi, DNRA, serta amonifikasi di air dan sedimen perairan mangrove dapat dijadikan informasi keberadaan dan keterkaitan perannya dalam siklus N. Reaksi penting dalam siklus N yang membutuhkan oksigen dalam proses oksidasi NH4+ menjadi NO2- dan oksidasi NO2- menjadi NO3- adalah nitrifikasi (Prosser 2005; Agustiyani et al. 2010). Sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua pada strata 0-5 cm diduga memiliki kandungan DO yang lebih memadai dibandingkan sedimen pada strata yang lebih dalam. Hal ini menyebabkan menurunnya kelimpahan kelompok bakteri nitrifikasi AOB dan NOB di sedimen strata di bawah 0-5 cm (Gambar 4a dan b). Bila dikaitkan dengan kandungan DO di air pada kedua lokasi yang berkisar 0,66-0,88 mg L-1, dapat diduga bahwa kandungan DO di sedimen lebih rendah. Namun, pada kondisi DO yang rendah tersebut, kelompok bakteri nitrifikasi masih dapat ditemukan. Hasil penelitian Hocaoglu et al. (2011) menunjukkan bahwa proses nitrifikasi masih bisa berjalan pada DO sangat rendah, yaitu 0,15-0,5 mg L-1 meskipun aktivitasnya tidak berjalan secara optimal. Proses penting lainnya dalam siklus N yang berlangsung secara anaerob adalah denitrifikasi, DNRA, dan amonifikasi. Denitrifikasi merupakan proses mikrobial dimana NO3- dan NO2- digunakan dalam proses respirasi lalu direduksi menjadi NO, N2O atau N2 di sedimen aerobik maupun anaerobik (Long et al. 2013; Levy-Booth et al. 2014). Secara umum, kelimpahan kelompok bakteri denitrifikasi yang ditemukan di kedua lokasi lebih tinggi dari DNRA (Gambar 4c dan d). Kondisi rasio C/N di kedua lokasi tergolong sedang dan semakin ke strata yang lebih dalam rasionya semakin rendah rendah (Tabel 3). Pada rasio C/N rendah, proses yang dapat mendominasi adalah denitrifikasi, sedangkan pada C/N tinggi, proses yang dapat mendominasi adalah DNRA (Koike dan Hattori 1978; Nedwell 1982). Bakteri amonifikasi merupakan bakteri heterotrof yang mampu memanfaatkan N organik secara langsung dan mengubahnya menjadi NH3. Kelompok bakteri amonifikasi merupakan bakteri yang dominan ditemukan di sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua (Gambar 4e). Tingginya guguran dari vegetasi mangrove (Silva et al. 2007) diduga menjadi sumber bahan organik yang tinggi bagi perairan mangrove yang kemudian dimanfaatkan oleh kelompok bakteri amonifikasi. Hasil penelitian yang dilakukan Badjoeri et al. (2010) di lahan tambak juga menunjukkan bahwa bakteri penghasil NH4 + merupakan bakteri dengan kelimpahan tertinggi yang ditemukan di sedimen. Keberadaan bakteri di sedimen perairan mangrove diduga memberikan pengaruh pada kandungan nutrien pada air pori sedimen. Berdasarkan Gambar 5a dan b diketahui bahwa kandungan NH3-N di sedimen perairan mangrove Karangantu jauh lebih rendah dari Pulau Dua. Hal ini diduga terkait dengan kelimpahan kelompok bakteri amonifikasi (penghasil NH3) di sedimen perairan mangrove Karangantu yang lebih rendah dari Pulau Dua. Menurut Silva et al. (2007), degradasi dan remineralisasi bahan organik merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya konsentrasi N anorganik di sedimen perairan mangrove. Selanjutnya, rendahnya kandungan NO2-N dan NO3-N pada
16 sedimen perairan mangrove di kedua lokasi diduga terkait dengan rendahnya kandungan oksigen di sedimen. Jørgensen dan Revsbech (1985) serta Visscher et al. (1991) menyatakan bahwa kandungan oksigen di sedimen semakin dalam akan semakin rendah. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya aktivitas kelompok bakteri nitrifikasi AOB dan NOB dalam mengoksidasi NH3 menjadi NO2- dan NO3-. Kandungan NO2-N dan NO3-N di sedimen kedua lokasi memiliki kecenderungan meningkat walaupun sangat kecil seiring dengan bertambahnya kedalaman. Terjadinya peningkatan ini diduga dapat terjadi karena masih terdapatnya oksigen yang memungkinkan terbentuknya NO2- dan NO3- oleh kelompok bakteri nitrifikasi AOB dan NOB. Hal ini didukung oleh kondisi sedimen di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua yang dekat dengan perakaran mangrove serta adanya karang mati di sedimen perairan mangrove Pulau Dua yang diduga ikut memberikan peluang masih adanya oksigen hingga kedalaman 15 cm. Adanya aktivitas oksidasi dan reduksi dari kelompok bakteri terkait siklus N memiliki peran penting dalam fluktuasi pembentukan maupun pengambilan (uptake) NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di air dan sedimen. Zhu et al. (2010) menyatakan bahwa produk dari suatu proses oksidasi maupun reduksi dalam siklus N dapat digunakan untuk menjalankan proses lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa fluks N bentik di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua bersifat fluktuatif (Gambar 6). Fluks NH3-N dan NO2-N di perairan mangrove Karangantu cenderung bernilai negatif. Hal ini menunjukkan adanya pengambilan NH3-N dan NO2-N oleh bakteri. Fluks NO3-N di perairan mangrove Karangantu cenderung bernilai positif yang berarti telah terjadi pembentukan NO3-N oleh bakteri. Sebaliknya, fluks NH3-N dan NO2-N di perairan mangrove Pulau Dua cenderung bernilai positif yang lebih mengarah ke pembentukan NH3-N dan NO2-N oleh bakteri. Selanjutnya fluks NO3-N di perairan mangrove Pulau Dua cenderung bernilai negatif yang menunjukkan telah terjadi pengambilan NO3-N oleh bakteri. Hal ini diduga berhubungan dengan kelimpahan kelompok bakteri terkait siklus N yang terdapat pada masing-masing lokasi yang berperan dalam mengambil maupun membentuk NH3-N, NO2-N, dan NO3-N. Fluks NH3-N pada perairan mangrove Pulau Dua lebih tinggi dari NO2-N dan NO3-N. Hal ini diduga terkait dengan tingginya kelimpahan kelompok bakteri amonifikasi dan tingginya kandungan NH3-N di air dan sedimen perairan mangrove Pulau Dua. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa sedimen perairan mangrove Pulau Dua berpotensi sebagai penyumbang NH3-N yang cukup besar ke perairan dibandingkan dengan Karangantu. Selain dipengaruhi oleh faktor biologi, terjadinya fluktuasi pembentukan maupun pengambilan nutrien (NH3-N, NO2-N, dan NO3-N) di perairan diduga juga terkait dengan konsentrasi N anorganik awal di perairan tersebut (Gambar 6). Pada perairan dengan konsentrasi N anorganik awal yang rendah cenderung terjadi penambahan N anorganik dari sedimen, dan pada perairan dengan konsentrasi N anorganik awal yang sudah tinggi akan terjadi pengurangan N anorganik di air. Penelitian mengenai fluks N bentik telah banyak dilakukan di ekosistem perairan di beberapa negara (Tabel 5). Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui
17 bahwa nilai fluks yang didapatkan baik NH3-N, NH4 +, NO2-N, dan NO3-N pada beberapa perairan tersebut bervariasi dan berkisar dari negatif hingga positif. Fluks NH3-N dan NH4+ yang dihasilkan di perairan dari beberapa lokasi menunjukkan kecenderungan terjadinya pembentukan NH3-N dan NH4+ yang diduga terjadi akibat adanya aktivitas oleh bakteri di air dan sedimen. Hasil fluks NO3-N dari beberapa lokasi menunjukkan kecenderungan adanya pemanfaatan NO3-N baik oleh bakteri maupun organisme yang ada di permukaan sedimen. Perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua tidak dapat dinyatakan menghasilkan fluks N bentik yang lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan perairan lainnya dikarenakan fluks yang dihasilkan dari beberapa perairan memiliki nilai yang bervariasi. Adanya perbedaan tipe substrat, metode inkubasi, komunitas mikroorganisme, dan kondisi ekosistem lainnya diduga memberikan pengaruh terhadap beragamnya nilai fluks N bentik yang didapatkan. Tabel 5. Nilai rata-rata fluks N bentik dari beberapa hasil penelitian di beberapa lokasi Lokasi Area mangrove Karangantu, Banten1 Area mangrove Pulau Dua, Banten1 Teluk Finlandia, Laut Baltik2 Estuari Brunswick, Australia3 Estuari Simpsons, Australia3 Estuari Sandon, Australia3 Estuari Mandovi, India4
Nilai fluks (μmol m–2 h–1) NH3-N NH4+ NO2-N NO3-N
Substrat
Metode inkubasi
1,8x10-3
-
6,2x10-5
-1,5x10-4
Lempung berdebu
Laboratorium
55,70
-
2,9x10-3
3,14
Lempung berdebu
Laboratorium
-
101,79
0,54
12,08
-
150
-0,79
-1,21
-
-63
-
-9,41
-
-27
-
-
-2
-
-
214,96
-
-3,5 -1,31 -0,34
Dominan liat Dominan liat, alga di permukaan
Laboratorium Laboratorium
Lumpur
In situ
Lumpur
In situ
Pasir
In situ
Lempung berpasir Lempung
In situ
34,96 -11,55 In situ Keterangan: - : tidak dianalisis Sumber: 1 Penelitian ini, 2 Tuominen et al. (1999), 3 Ferguson et al. (2004), 4 Pratihary et al. (2009)
Selain air dan sedimen, udara juga menjadi bagian dari siklus N. Gas N2O merupakan salah satu hasil dari adanya aktivitas bakteri denitrifikasi (Levy-Booth et al. 2014) dan adanya aktivitas (by product) dari bakteri nitrifikasi dan DNRA (Baggs 2008). Fluks gas N2O di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua memiliki pola yang berbeda (Gambar 7). Fluks gas N2O di perairan mangrove Karangantu bernilai negatif. Pada perairan ini, kelimpahan kelompok bakteri nitrifikasi dan DNRA rendah sehingga diduga hasil dari aktivitas bakteri tersebut berupa gas N2O menjadi rendah. Selain itu, kelimpahan kelompok bakteri denitrifikasi yang terdapat di perairan tersebut diduga lebih didominasi oleh kelompok bakteri yang melakukan denitrifikasi lengkap (complete denitrification).
18 Kelompok bakteri ini mengubah gas N2O menjadi gas N2 yang dapat menyebabkan fluks gas N2O menjadi negatif (sink). Hal sebaliknya terjadi pada fluks gas N2O di perairan mangrove Pulau Dua. Fluks gas N2O di perairan mangrove Pulau Dua bernilai positif. Hal ini diduga terkait dengan adanya aktivitas kelompok bakteri DNRA di air yang menghasilkan gas N2O yang diindikasikan dengan kelimpahannya yang tinggi. Selain itu, kelimpahan kelompok bakteri denitrifikasi yang tinggi di perairan ini diduga didominasi oleh kelompok bakteri yang melakukan denitrifikasi tidak lengkap (partial denitrification). Aktivitas kelompok bakteri ini menghasilkan gas N2O sebagai produk akhir sehingga diduga ikut serta menyebabkan fluks gas N2O menjadi positif. Selain gas N2O, terdapat gas CO2 yang tidak secara langsung terlibat dalam siklus N namun dibutuhkan oleh bakteri. Kelompok bakteri aerob (nitrifikasi AOB dan NOB) membutuhkan gas CO2 sebagai sumber karbon (C). Gas CO2 juga merupakan hasil dari aktivitas bakteri anaerob fermentatif. Fluks gas CO2 di kedua lokasi diduga berkaitan dengan adanya aktivitas kelompok bakteri aerob dan anaerob (Gambar 7). Fluks gas CO2 di perairan mangrove Karangantu bernilai positif. Hal ini diduga menunjukkan terjadinya pembentukan CO2 oleh adanya aktivitas kelompok bakteri anaerob yang lebih tinggi dari aktivitas kelompok bakteri aerob. Hal ini didukung oleh kelimpahan kelompok bakteri anaerob yang lebih tinggi dari kelompok bakteri aerob di perairan mangrove Karangantu. Selanjutnya fluks gas CO2 di perairan mangrove Pulau Dua bernilai negatif yang menunjukkan telah terjadi pemanfaatan/pengambilan CO2 oleh organisme (kelompok bakteri aerob dan alga berfilamen yang banyak di temukan di permukaan sedimen perairan mangrove Pulau Dua) sehingga CO2 menjadi sink di perairan. Kelimpahan kelompok bakteri anaerob yang tinggi di perairan mangrove Pulau Dua diduga menunjukkan adanya aktivitas pembentukan gas CO2. Namun, CO2 ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme di perairan sehingga fluks gas CO2 di perairan mangrove Pulau Dua menjadi negatif. Aktivitas bakteri dalam memanfaatkan bahan pencemar N (nutrien) dapat diketahui kemampuannya berdasarkan pendugaan potensi laju aktivitas bakteri. Potensi laju aktivitas bakteri dapat diduga melalui penghitungan nilai parameter kinetika Vmax dan Km melalui pengujian sediment-slurry. Pendugaan Vmax dan Km dilakukan pada sedimen dengan kondisi lingkungan yang ideal. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pendugaan ini adalah bersifat teoritis. Berdasarkan hasil analisis pada pengujian sediment-slurry aerobik dari sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua (Gambar 8a dan b) diketahui bahwa semakin tinggi NH4Cl yang ditambahkan, semakin tinggi laju aktivitas bakteri aerob dalam mengoksidasi NH3. Aktivitas ini diduga dilakukan oleh kelompok bakteri nitrifikasi. Namun aktivitas oksidasi bakteri yang semakin tinggi tersebut tidak diiringi dengan semakin tingginya laju aktivitas pembentukan NO2-N dan NO3-N. Hal ini mengindikasikan dugaan adanya bakteri yang termasuk kelompok nitrifikasi-denitrifikasi aerob yang berarti bakteri tersebut dapat melakukan aktivitas denitrifikasi aerobik (McLain dan Martens 2005). Dalam hal ini, bakteri melakukan aktivitas nitrifikasi yang mengoksidasi NH3 menjadi NO2- dan NO3-, kemudian bakteri juga melakukan aktivitas denitrifikasi aerob yang mereduksi NO3- dan mengubahnya menjadi N2O dan N2. Beberapa penelitian melaporkan terdapat bakteri yang mampu melakukan aktivitas
19 nitrifikasi heterotrofik-denitrifikasi aerobik ataupun aktivitas denitrifikasi aerobik saja di antaranya A. denitrificans, Pseudomonas stutzeri, dan Alcaligenes faecalis no. 4 (Joo et al. 2005; Miyahara et al. 2010; Wen dan Wei 2011). Pada pengujian sediment-slurry anaerobik dari sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua (Gambar 9a dan b), diketahui bahwa semakin tinggi NaNO3 yang ditambahkan, semakin tinggi laju aktivitas bakteri anaerob dalam mereduksi NO3-. Aktivitas reduksi NO3- ini diduga dilakukan oleh kelompok bakteri denitrifikasi dan DNRA. Seiring dengan meningkatnya laju aktivitas reduksi NO3-, laju aktivitas pembentukan NO2- juga meningkat. Namun laju aktivitas reduksi dari kelompok bakteri DNRA (penghasil NH3) tidak dapat diketahui karena kandungan NH3 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan NH3 juga digunakan oleh kelompok bakteri denitrifikasi untuk beraktivitas (Rusmana 2007). Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa kelompok bakteri denitrifikasi lebih dominan dalam melakukan reduksi NO3- di sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua yang didukung oleh kelimpahan bakteri denitrifikasi yang lebih tinggi dari DNRA. Berdasarkan gambar tersebut juga dapat diketahui bahwa laju aktivitas bakteri dalam reduksi NO3- di sedimen perairan mangrove Pulau Dua lebih tinggi dari Karangantu. Penghitungan nilai parameter kinetika (Vmax dan Km) dapat dilakukan setelah melakukan pengujian sediment-slurry. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa diketahui bahwa potensi laju aktivitas maksimum (Vmax) dalam aktivitas reduksi NO3- oleh bakteri anaerob pada setiap strata sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua lebih tinggi dari oksidasi NH3 oleh bakteri aerob (Tabel 4a dan b). Tingginya aktivitas reduksi NO3 - dibandingkan dengan oksidasi NH3 di sedimen perairan mangrove Pulau Dua diduga terkait dengan kelimpahan bakteri anaerob yang lebih tinggi dibandingkan bakteri aerob. Selanjutnya semakin dalam strata sedimen, Vmax cenderung menjadi semakin rendah. Berdasarkan hasil perhitungan Vmax diketahui bahwa potensi Vmax aktivitas oksidasi NH3 dan reduksi NO3- pada sedimen perairan mangrove Karangantu lebih rendah dari aktivitas oksidasi NH3 dan reduksi NO3- pada sedimen perairan mangrove Pulau Dua. Hasil pendugaan nilai Km pada aktivitas reduksi NO3- dan oksidasi NH3 dari sedimen perairan mangrove Pulau Dua secara umum cenderung lebih tinggi dari Karangantu. Menurut Zhang et al. (2009), afinitas enzim-substrat paling kuat ditunjukkan oleh nilai Km yang paling rendah, dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa afinitas enzim-substrat pada sedimen perairan mangrove Pulau Dua lebih rendah dari Karangantu. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri di sedimen perairan mangrove Pulau Dua membutuhkan substrat NO3- dan NH3 yang lebih besar agar enzim pada bakteri dapat bekerja. Secara ringkas, hasil analisis parameter-parameter utama dan ulasan mengenai hasil penelitian ini disajikan pada Tabel 6. Perairan mangrove Karangantu diduga memiliki sumber bahan organik yang lebih rendah dari Pulau Dua. Pulau Dua sebagai kawasan mangrove alami memiliki sumber C dan N yang besar bagi kelompok bakteri terkait siklus N. Kondisi tersebut diduga menyebabkan kelimpahan kelompok bakteri di perairan mangrove Karangantu cenderung lebih rendah dari Pulau Dua. Kelimpahan bakteri yang lebih tinggi dapat menghasilkan aktivitas bakteri yang lebih besar sehingga menghasilkan kecenderungan fluks N dan potensi laju aktivitas bakteri yang lebih besar.
Potensi laju aktivitas bakteri pada sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm
Fluks gas bentik
Fluks N bentik
Kelimpahan bakteri pada air dan air pori sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm
0,09x107-5,90x107 45-108,8 4 x10-5-7,86 x10-3 -1,0-2,6 -0,0162-0,051 -0,598-0,123 25,00-37,04 dan 166,00-1.360,60
0,05x107-1,69x107 -4,9 x10-4-2,5 x10-3 -9,4 x10-4-3,6 x10-4 -1,1 x10-2-2,5 x10-3 -0,014-(-0,14) 0,090-0,862 16,95-28,00 dan 547,00-952,68
30,30-66,67 dan 277,27-852,00
0,69x102-1,50x102
0,54x102-6,37x102
43,49-45,50 dan 482,61-576,32
0,68x105-5,23x105
0,03x102-0,22x102
0,03x102-0,90x102 0,70x105-1,91x105
0,03x102-15,55x102
0,050-0,025
0,002-0,004
Pulau Dua (PD) 0,66±0,06 6,04±2,49 3,25-4,89 0,31-0,45 10-11 0,950-33,700
0,03x102-6,73x102
0,030-0,100
NO3-N (mg L-1) AOB (MPN mL dan MPN gram-1) NOB (MPN mL-1 dan MPN gram-1) Denitrifikasi (MPN mL-1 dan MPN gram-1) DNRA (MPN mL-1 dan MPN gram-1) Amonifikasi (MPN mL-1 dan MPN gram-1) NH3-N (μmol m–2 h–1) NO2-N (μmol m–2 h–1) NO3-N (μmol m–2 h–1) N2O (µg m-2 jam-1) CO2 (mg m-2 jam-1) Vmax (µmol jam-1 gram sedimen-1) dan Km (µM) dalam oksidasi NH3 Vmax (µmol jam-1 gram sedimen-1) dan Km (µM) dalam reduksi NO3-
0,000-0,167
Karangantu (KA) 0,88±0,06 2,16±0,25 0,99-1,09 0,09-0,13 10-11 0,930-8,610
NO2-N (mg L-1)
-1
Parameter DO (mg L-1) BOD5 (mg L-1) C organik (%) N organik (%) Rasio C/N NH3-N (mg L-1)
KA dan PD cenderung tinggi, KA < PD
KA dan PD cenderung rendah, KA < PD
Keterangan KA > PD KA < PD KA < PD KA < PD KA dan PD relatif sama KA dan PD cenderung tinggi, KA < PD KA dan PD cenderung rendah, KA dan PD relatif sama KA dan PD cenderung rendah, KA dan PD relatif sama KA dan PD cenderung rendah, KA dan PD relatif sama KA dan PD cenderung rendah, KA dan PD relatif sama KA dan PD cenderung tinggi, KA dan PD relatif sama KA dan PD cenderung tinggi, KA dan PD relatif sama KA dan PD cenderung tinggi, KA dan PD relatif sama Fluktuatif, KA < PD Fluktuatif, KA dan PD relatif sama Fluktuatif, KA dan PD relatif sama KA negatif, PD cenderung positif KA positif, PD cenderung negatif
Tabel 6. Ringkasan dan ulasan hasil analisis parameter-parameter utama dalam penelitian ini
Kandungan nutrien pada air dan air pori sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm
Karakteristik sedimen
Karakteristik air
Kajian
20
21 Siklus N di perairan mangrove berperan sebagai penyuplai N di perairan pesisir dan lautan yang berfungsi sebagai penentu produktivitas perairan. Siklus N yang terjadi di perairan mangrove berperan penting dalam memenuhi kebutuhan berbagai organisme yang memanfaatkan nutrien dalam bentuk N. Adanya aktivitas mikroorganisme dalam mekanisme fluks N bentik di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua dapat memberikan sumbangan N bagi perairan di sekitarnya.
4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Perairan mangrove Pulau Dua berpotensi sebagai penyumbang NH3-N yang lebih besar ke perairan dibandingkan dengan Karangantu. 2. Potensi laju aktivitas bakteri di sedimen perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua lebih besar dalam melakukan aktivitas anaerobik (reduksi NO3-) dibandingkan dengan aktivitas aerobik (oksidasi NH3). Saran 1. Kajian mengenai potensi laju aktivitas aktual di perairan mangrove Karangantu dan Pulau Dua perlu dilakukan untuk dapat menduga potensi aktual yang sebenarnya terjadi di perairan tersebut. 2. Pengukuran kandungan oksigen, potensial redoks, dan parameter kimia sedimen lainnya di sedimen perlu diketahui untuk mendukung keterkaitan kondisi sedimen perairan mangrove dengan keberadaan kelompok bakteri.
DAFTAR PUSTAKA Agustiyani D, Kayadoe RM, Imamuddin H. 2010. Oksidasi nitrit oleh bakteri heterotrofik pada kondisi aerobik. J. Biol. Indones. 6(2): 265-275. Badjoeri M, Hastuti YP, Widiyanto T, Rusmana I. 2010. Kelimpahan bakteri penghasil senyawa amonium dan nitrit pada sedimen tambak sistem semi intensif. Limnotek. 17(1): 102-111. Baggs EM. 2008. A review of stable isotope techniques for N2O source partitioning in soils: recent progress, remaining challenges and future considerations. Rapid Commun. Mass Sp. 22(11): 1664–1672. doi: 10.1002/rcm.3456 Bengen DG. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.
22 Bhaskar K, Charyulu PBBN. 2005. Effect of environmental factors on nitrifying bacteria isolated from the rhizosphere of Setaria italica (L.) Beauv. Afr. J. Biotechnol. 4(10): 1145-1146. Canavan RW, Laverman AM, Slomp CP. 2007. Modeling nitrogen cycling in a coastal fresh water sediment. Hydrobiologia. 584: 27-36. doi: 10.1007/s10750-007-0583-z. Dowd JE, Riggs DS. 1965. A comparison of estimates of Michaelis-Menten kinetic constants from various linear transformations. J. Biol. Chem. 240(2): 863-869. Eaton AD, Clesceri LS, Greenberg AE, Rice EW. 2005. Standard method for the examination of water and wastewater. 21 st ed. Washington D.C. (US): APHA-AWWA-WPCF. Ferguson AJP, Eyre BD, Gay JM. 2004. Benthic nutrient fluxes in euphotic sediments along shallow sub-tropical estuaries, northern New South Wales, Australia. Aquat. Microb. Ecol. 37: 219-235. Fernandes SO, Michotey VD, Guasco S, Bonin PC, Bharathi PAL. 2012. Denitrification prevails over anammox in tropical mangrove sediments (Goa, India). Mar. Environ. Res. 74: 9-19. doi:10.1016/j.marenvres.2011.11.008. Giesy JP, Rosiu CJ, Graney RL, Henry MG. 1990. Benthic invertebrate bioassays with toxic sediment and pore water. Environ. Toxicol. Chem. 9(2): 233-248. doi: 10.1002/etc.5620090214. Harkey GA, Landrum PF, Klaine SJ. 1994. Comparison of whole-sediment, elutriate and pore-water exposures for use in assessing sediment-associated organic contaminants in bioassays. Environ. Toxicol. Chem. 13(8): 13151329. doi: 10.1002/etc.5620130814. Hocaoglu SM, Insel G, Cokgor EU, Orhon D. 2011. Effect of low dissolved oxygen on simultaneous nitrification and denitrification in a membrane bioreactor treating black water. Biores. Technol. 102: 4333-4340. doi:10.1016/j.biortech.2010.11.096. Howarth RW, Marino R. 2006. Nitrogen as the limiting nutrient for eutrophication in coastal marine ecosystems: Evolving views over three decades. Limnol. Oceanogr. 51(1, part 2): 364-376. Joo HS, Hirai M, Shoda M. 2005. Characteristics of ammonium removal by heterotrophic nitrification-aerobic denitrification by Alcaligenes faecalis no. 4. J. Biosci. Bioeng. 100(2):184-191. Jørgensen BB, Revsbech NP. 1985. Diffusive boundary layers and the oxygen uptake of sediments and detritus. Limnol. Oceanogr. 30(l): 11-122. Koike I, Hattori A. 1978. Denitrification and ammonia formation in anaerobic coastal sediments. Appl. Environ. Microbiol. 35(2): 278-282. Levy-Booth DJ, Prescott CE, Grayston SJ. 2014. Microbial functional genes involved in nitrogen fixation, nitrification and denitrification in forest ecosystems. Soil Biol Biochem. 75: 11-25. doi:10.1016/j.soilbio.2014.03.021.
23 Li X, Du B, Fu H, Wang R, Shi J, Wang Y, Jetten MSM, Quan Z. 2009. The bacterial diversity in an anaerobic ammonium-oxidizing (anammox) reactor community. Syst. Appl. Microbiol. 32: 278-289. Long A, Heitman J, Tobias C, Philips R, Song B. 2013. Co-occurring anammox, denitrification, and codenitrification in agricultural soils. Appl. Environ. Microbiol. 79(1): 168-176. McLain JET, Martens DA. 2005. Nitrous oxide flux from soil amino acid mineralization. Soil Biol Biochem. 37: 289-299. doi:10.1016/j.soilbio.2004.03.013. Miyahara M, Kim S, Fushinobu S, Takaki K, Yamada T, Watanabe A, Miyauchi K, Endo G. Wakagi T, Shoun H. 2010. Potential of aerobic denitrification by Pseudomonas stutzeri TR2 to reduce nitrous oxide emissions from wastewater treatment plants. Appl. Environ. Microbiol. 76(14): 4619-4625. doi:10.1128/AEM.01983-09. Nedwell DB. 1982. Exchange of nitrate, and the products of bacterial nitrate reduction, between seawater and sediment from a U.K. saltmarsh. Est. Coast. Shelf Sci. 14: 557-566. Oremland RS, Umberger C, Culbertson CW, Smith RL. 1984. Denitrification in San Francisco Bay intertidal sediments. Appl. Environ. Microbiol. 47(5): 1106-1112. Pratihary AK, Naqvi SWA, Naik H, Thorat BR, Narvenkar G, Manjunatha BR, Rao VP. Benthic fluxes in a tropical Estuary and their role in the ecosystem. 2009. Est. Coast. Shelf Sci. 85: 387-398. doi:10.1016/j.ecss.2009.08.012. Prosser JI. 2005. Nitrification. Dalam: Hillell D. Encyclopedia of Soils in the Environment. Academic Press. Elsevier. 31-39. Rand MC, Greenberg AE, Taras MJ. 1979. Standard method for the examination of water and wastewater. 14th ed. Washington D.C. (US): APHA-AWWAWPCF. Rajendran J. 2011. Nitrification activity in New Zealand soils and the Variabel effectiveness of dicyandiamide. [disertasi]. New Zealand (NZ): Massey University. Ritchie RJ, Prvan T. 1996. Current hitungistical methods for estimating the K m and Vmax of Michaelis-Menten kinetics. Biochem. Educ. 24(4): 196-206. Runcie JW, Ritchie RJ, Larkum AWD. 2003. Uptake kinetics and assimilation of inorganic nitrogen by Catenella nipae and Ulva lactuca. Aquat. Bot. 76: 155–174. doi:10.1016/S0304-3770(03)00037-8. Rusmana I. 2005. Nitrogen vertical profiles, nitrate and nitrite exchange rate, and nitrous oxide formation in Colne Estuary sediment. Microbiol. Indones. 10(2): 65-70. Rusmana I. 2007. Effects of Temperature on denitrifying growth and nitrate reduction end products of Comamonas testosteroni isolated from estuarine sediment. Microbiol. Indones. 1(1): 43-47.
24 Sahoo K, Dhal NK. 2008. Potential microbial diversity in mangrove ecosystems: A review. Indian J. Mar. Sci. 38(2): 249-256. Silva CARE, Oliveira SR, Rêgo RDP, Mozeto AA. 2007. Dynamics of phosphorus and nitrogen through litter fall and decomposition in a tropical mangrove forest. Mar. Environ. Res. 64 (4): 524-534. doi:10.1016/j.marenvres.2007.04.007. Tuominen L, Mäkelä K, Lehtonen KK, Haahti H, Hietanen S, Kuparinen J. 1999. Nutrient fluxes, porewater profiles and denitrification in sediment influenced by algal sedimentation and bioturbation by Monoporeia affinis. Est. Coast. Shelf Sci. 49: 83-97. Visscher PT, Beukema J, van Gemerden H. 1991. In situ characterization of sediments: Measurements of oxygen and sulfide profiles with a novel combined needle electrode. Limnol. Oceanogr. 36(7): 1476-1480. Volkenborn N, Polerecky L, Hedtkamp SIC, van Beusekom JEE, de Beer D. 2007. Bioturbation and bioirrigation extend the open exchange regions in permeable sediments. Limnol. Oceanogr. 52(5): 1898-1909. Wen Yi, Wei C. 2011. Heterotrophic nitrification and aerobic denitrification bacterium isolated from anaerobic/anoxic/oxic treatment system. Afr. J. Biotechnol. 10(36): 6985-6990. doi: 10.5897/AJB10.1855. Widiyanto T. 2006. Seleksi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi untuk bioremediasi di tambak udang. [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wihardjaka A. 2010. Emisi gas dinitrogen oksida dari tanah sawah tadah hujan yang diberi jerami padi dan bahan penghambat nitrifikasi. J. Biol. Indones. 6(2): 211-224 Zhang L, WU Zhijie, L Chen, Y Jiang, LI Dongpo. Kinetics of Catalase and Dehydrogenase in Main Soils of Northeast China under Different Soil Moisture Conditions. 2009. Agric. J. (Medwell Journals). 4(2): 113-120. Zhu G, Jetten MSM, Kuschk P, Ettwig KF, Yin C. 2010. Potential roles of anaerobic ammonium and methane oxidation in the nitrogen cycle of wetland ecosystems. Appl. Microbiol. Biotechnol. 6: 1043-1055. doi: 10.1007/s00253-010-2451-4.
25
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi area mangrove Karangantu
Area mangrove Karangantu yang selalu tergenang air laut
Lampiran 2. Kondisi area mangrove Pulau Dua
Area mangrove Pulau Dua bagian barat yang selalu tergenang air laut
26 Lampiran 3. Pengambilan contoh air dekat dasar dan sedimen di perairan mangrove
a
b
a. Pengambilan contoh air dekat dasar dan sedimen di perairan mangrove menggunakan acrylic sediment core dan tutup karet; b. Hasil pengambilan contoh air dekat dasar dan sedimen
Lampiran 4. Parameter yang diamati dalam penelitian Parameter Suhu pH (air) pH (sedimen) Salinitas DO BOD5 NH3 NO3 NO2 C organik N organik N 2O CO2
Satuan o
C
Alat Fisika DO meter Kimia pH stick
Metode
In situ
Winkler Phenate Brucine Sulfanilamide Walkley & Black Kjeldahl Gas Chromatography Gas Chromatography
In situ Laboratorium In situ In situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
MPN
Laboratorium
H2O psu mg L-1 mg L-1 mg L-1 mg L-1 mg L-1 % % ppb ppm
Lokasi
Refraktometer DO meter
Biologi Kelimpahan bakteri: AOB NOB Denitrifikasi DNRA Amonifikasi
MPN mL-1 atau MPN gram-1
27
Lampiran 5. Pengukuran fluks gas bentik
a
b
a) Pemasangan perangkap gas ke sedimen dan b) Inkubasi selama tiga jam
Lampiran 6. Pengukuran fluks N bentik
a
b
a) Contoh air dan sedimen dalam sediment core dengan pemutar magnetic stirer dan b) Inkubasi selama tiga jam
28 Lampiran 7. Media untuk analisis kelimpahan bakteri nitrifikasi (AOB dan NOB) (Modifikasi Bhaskar dan Charyulu 2005) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bahan Na2CO3 KH2PO4 CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O FeSO4.7H2O NaEDTA.7H2O (NH4)SO4 NaNO2 Akuades
Berat/Vol 0,500 0,200 0,040 0,005 0,005 0,005 0,235 0,006 1000
Satuan g L-1 g L-1 g L-1 g L-1 g L-1 g L-1 g L-1 g L-1 mL
Keterangan: Media bakteri AOB: 1-7 dan 9 Media bakteri NOB: 1-6, 8, dan 9 Konfirmasi keberadaan NO2- untuk analisis kelimpahan bakteri nitrifikasi AOB dan NOB menggunakan pewarna NO2-N (Eaton et al. 2005) Lampiran 8. Media untuk analisis kelimpahan bakteri denitrifikasi, DNRA, dan amonifikasi (Modifikasi Rusmana 2007) No Bahan Berat/Vol Satuan 1 NaCl 20,0 g L-1 2 KCl 0,5 g L-1 3 Na2HPO4 5,5 g L-1 4 K2SO4 1,75 g L-1 5 NaH2PO4 0,775 g L-1 6 Na2EDTA 0,078 g L-1 7 MgSO4·7H2O 0,01 g L-1 8 NH4Cl 0,5 g L-1 9 Na-acetate 0,68 g L-1 10 KNO3 0,17 g L-1 11 Glukosa 2 g L-1 12 Pepton 2 g L-1 13 Akuades 1000 mL Keterangan: Media bakteri denitrifikasi: 1-10 dan 13 Media bakteri DNRA : 1-7, 10, 11, dan 13 Media bakteri amonifikasi: 1-7, 11, 12, dan 13 Pengkondisian anaerob pada media dilakukan dengan metode OFN (Oxygen Free Nitrogen) pada tabung. Konfirmasi keberadaan NO2- untuk analisis kelimpahan bakteri denitrifikasi dilakukan menggunakan pewarna NO2-N (Eaton et al. 2005) Konfirmasi keberadaan NH3 untuk analisis kelimpahan bakteri amonifikasi dilakukan menggunakan pewarna NH3-N (Eaton et al. 2005)
29 Lampiran
9.
Pengujian keberadaan bakteri aerob dan anaerob (menggunakan plate tetes) terkait siklus N di sedimen
Aerob: AOB
Anaerob: Denitrifikasi
Aerob: NOB
Anaerob: DNRA
Anaerob: Amonifikasi
Lampiran 10. Pengujian sediment-slurry
c b a a. Sediment-slurry (sedimen:air laut buatan = 3:1) b. Sediment-slurry ditempatkan dalam botol pengujian c. Sediment-slurry digoyang dengan shaker
30 Lampiran 11. Hasil analisis NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada pengujian sediment-slurry aerobik dan anaerobik Pengujian aerobik
Pengujian anaerobik
Hasil analisis NH3-N
Hasil analisis NO2-N
Hasil analisis NO3-N
31 Lampiran 12. Hasil uji t antarkelimpahan kelompok bakteri pada air dan sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Karangantu (KA) a. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri AOB dan NOB Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 1,099 1,099 Ragam 0 0 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 0 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 65535 P(T<=t) satu arah t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah t tabel dua arah 2,776
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 6,422 3,654 Ragam 0,253 2,504 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 1,379 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 2,887 P(T<=t) satu arah 0,022 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,045 t tabel dua arah 2,776
Sedimen strata 6-10 cm Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 4,383 1,533 Rata-rata 2,970 1,472 Ragam 1,392 0,362 Ragam 0,082 0,419 Jumlah contoh 3 3 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 0,876 Ragam gabungan 0,250 Hipotesis perbedaan Hipotesis perbedaan rata-rata 0 rata-rata 0 df 4 df 4 t hitung 3,728 t hitung 3,666 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah 0,010 0,011 t tabel satu arah 2,132 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,020 P(T<=t) dua arah 0,021 t tabel dua arah 2,776 t tabel dua arah 2,776 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
b. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri denitrifikasi dan DNRA Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 10,748 3,930 Ragam 8,784 0,240 Jumlah contoh 3 2 Ragam gabungan 5,936 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 3 t hitung 3,065 P(T<=t) satu arah 0,027 t tabel satu arah 2,353 P(T<=t) dua arah 0,054 t tabel dua arah 3,182
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 11,380 6,298 Ragam 2,992 0,566 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 1,779 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 4,667 P(T<=t) satu arah 0,005 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,009 t tabel dua arah 2,776
32 Lampiran 12b (Lanjutan). Sedimen strata 6-10 cm Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 9,588 4,588 Rata-rata 12,103 4,559 Ragam 5,536 0,075 Ragam 0,146 0,060 Jumlah contoh 3 3 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 2,805 Ragam gabungan 0,103 Hipotesis perbedaan Hipotesis perbedaan rata-rata 0 rata-rata 0 df 4 df 4 t hitung 3,656 t hitung 28,813 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah 0,010 4,3E-06 t tabel satu arah 2,132 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,022 P(T<=t) dua arah 8,636 t tabel dua arah 2,776 t tabel dua arah 2,776 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
c. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri amonifikasi dan AOB Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 12,876 1,099 Ragam 0,717 0 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
2 24,084 0,001 2,920 0,002 4,303
Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh
Variabel 1 15,654 2,993 3
Variabel 2 4,382911 1,391731 3
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh Ragam gabungan Hipotesis perbedaan rata-rata df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Variabel 1 14,917 0,0245 3
Variabel 2 6,422 0,253 3
0,139 0 4 27,911 4,9E-06 2,132 9,803 2,776
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 14,509 2,970 Ragam 0 0,082 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0
Ragam gabungan 2,193 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df df 4 t hitung t hitung 9,322 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah t tabel satu arah 0,0003 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah P(T<=t) dua arah 0,001 t tabel dua arah t tabel dua arah 2,776 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
2 69,729 0,0001 2,920 0,0002 4,303
33 d. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri amonifikasi dan NOB Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 12,876 1,099 Ragam 0,717 0 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 24,084 P(T<=t) satu arah 0,001 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,002 t tabel dua arah 4,303
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 14,917 3,654 Ragam 0,025 2,504 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 12,268 P(T<=t) satu arah 0,003 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,007 t tabel dua arah 4,303
Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 15,654 1,533 Ragam 2,993 0,361 Jumlah contoh 3 3
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 14,509 1,472 Ragam 0 0,419 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0
Ragam gabungan 1,678 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df df 4 t hitung t hitung 13,353 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah t tabel satu arah 9,0E-05 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah P(T<=t) dua arah 0,0002 t tabel dua arah t tabel dua arah 2,776 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
2 34,901 0,0004 2,920 0,001 4,303
e. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri amonifikasi dan denitrifikasi Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh Ragam gabungan Hipotesis perbedaan rata-rata df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Variabel 1 12,876 0,717 3 4,751 0 4 1,195 0,149 2,132 0,298 2,776
Variabel 2 10,748 8,784 3
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 14,917 11,380 Ragam 0,025 2,992 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
2 3,527 0,036 2,920 0,072 4,303
34 Lampiran 12e (Lanjutan). Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh
Variabel 1 15,654 2,993 3
Variabel 2 9,588 5,536 3
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 14,509 12,103 Ragam 0 0,146 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0
Ragam gabungan 4,265 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df df 4 t hitung t hitung 3,597 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah t tabel satu arah 0,011 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah P(T<=t) dua arah 0,023 t tabel dua arah t tabel dua arah 2,776 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
2 10,910 0,004 2,920 0,008 4,303
f. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri amonifikasi dan DNRA Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh Ragam gabungan Hipotesis perbedaan rata-rata df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Variabel 1 12,876 0,717 3 0,558 0 3 13,115 0,0004 2,353 0,001 3,182
Variabel 2 3,930 0,240 2
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 14,917 6,298 Ragam 0,025 0,566 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
2 19,428 0,001 2,920 0,003 4,303
Sedimen strata 6-10 cm Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 15,654 4,588 Rata-rata 14,509 4,559 Ragam 2,993 0,075 Ragam 0 0,060 Jumlah contoh 3 3 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan Hipotesis perbedaan rata-rata 0 rata-rata 0 df 2 df 2 t hitung 10,942 t hitung 70,428 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah 0,004 0,0001 t tabel satu arah 2,920 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,008 P(T<=t) dua arah 0,0002 t tabel dua arah 4,303 t tabel dua arah 4,303 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
35 Lampiran 13. Hasil uji t antarkelimpahan kelompok bakteri pada air dan sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Pulau Dua (PD) a. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri AOB dan NOB Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 1,099 1,099 Ragam 0,000 0,000 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 0 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 65535 P(T<=t) satu arah t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah t tabel dua arah 2,776
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 5,128 2,685 Ragam 8,207 1,541 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 4,874 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 1,356 P(T<=t) satu arah 0,123 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,247 t tabel dua arah 2,776
Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 4,334 1,099 Ragam 0,985 0,000 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 4,699 1,099 Ragam 1,833 0,000 Jumlah contoh 3 3
Ragam gabungan Hipotesis perbedaan df 2 rata-rata t hitung 5,646 df P(T<=t) satu arah t hitung 0,015 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) satu arah P(T<=t) dua arah 0,030 t tabel satu arah t tabel dua arah 4,303 P(T<=t) dua arah Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
0 2 4,606 0,022 2,920 0,044 4,303
b. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri denitrifikasi dan DNRA Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 11,105 4,584 Ragam 1,822 0,183 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 1,002 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 7,977 P(T<=t) satu arah 0,001 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,001 t tabel dua arah 2,776
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 12,981 4,586 Ragam 0,591 1,082 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 0,836 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 11,244 P(T<=t) satu arah 0,0002 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,0004 t tabel dua arah 2,776
36 Lampiran 13b (Lanjutan). Sedimen strata 6-10 cm Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 10,915 4,132 Rata-rata 12,116 5,011 Ragam 0,740 0,312 Ragam 1,534 0,000 Jumlah contoh 3 3 Jumlah contoh 3 2 Ragam gabungan 0,526 Ragam gabungan 1,023 Hipotesis perbedaan Hipotesis perbedaan rata-rata 0 rata-rata 0 df 4 df 3 t hitung 11,454 t hitung 7,696 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah 0,0002 0,002 t tabel satu arah 2,132 t tabel satu arah 2,353 P(T<=t) dua arah 0,0003 P(T<=t) dua arah 0,005 t tabel dua arah 2,776 t tabel dua arah 3,182 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
c. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri amonifikasi dan AOB Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 13,357 1,099 Ragam 1,126 0,000 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
2 20,005 0,001 2,920 0,002 4,303
Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh
Variabel 1 17,673 0,686 3
Variabel 2 4,334 0,985 3
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh Ragam gabungan Hipotesis perbedaan rata-rata df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Variabel 1 14,989 1,767 3
Variabel 2 5,128 8,207 3
4,987 0 4 5,408 0,003 2,132 0,006 2,776
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 12,297 4,699 Ragam 9,781 1,833 Jumlah contoh 2 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0
Ragam gabungan 0,836 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df df 4 t hitung t hitung 17,869 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah t tabel satu arah 0,00003 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah P(T<=t) dua arah 0,0001 t tabel dua arah t tabel dua arah 2,776 Keterangan: Nilai nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
1 3,239 0,095 6,314 0,191 12,706
37 d. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri amonifikasi dan NOB Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 13,357 1,099 Ragam 1,126 0 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
2 20,005 0,001 2,920 0,002 4,303
Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh
Variabel 1 17,673 0,686 3
Variabel 2 1,099 0,000 3
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh Ragam gabungan Hipotesis perbedaan rata-rata df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Variabel 1 14,989 1,767 3
Variabel 2 2,685 1,541 3
1,654 0 4 11,717 0,0002 2,132 0,0003 2,776
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 12,297 1,099 Ragam 9,781 0,000 Jumlah contoh 2 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0
Ragam gabungan 0,343 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df df 4 t hitung t hitung 34,657 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah 0,000002 t tabel satu arah t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah P(T<=t) dua arah 0,000004 t tabel dua arah t tabel dua arah 2,776 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
1 5,064 0,062 6,314 0,124 12,706
e. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri amonifikasi dan denitrifikasi Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 13,357 11,105 Ragam 1,126 1,822 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 1,474 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 2,272 P(T<=t) satu arah 0,043 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,086 t tabel dua arah 2,776
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 14,989 12,981 Ragam 1,767 0,591 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 1,179 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 2,264 P(T<=t) satu arah 0,043 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,086 t tabel dua arah 2,776
38 Lampiran 13e (Lanjutan). Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh
Variabel 1 17,673 0,686 3
Variabel 2 10,915 0,740 3
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 12,297 12,116 Ragam 9,781 1,534 Jumlah contoh 2 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0
Ragam gabungan 0,713 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df df 4 t hitung t hitung 9,802 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah t tabel satu arah 0,0003 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah P(T<=t) dua arah 0,001 t tabel dua arah t tabel dua arah 2,776 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
1 0,078 0,475 6,314 0,950 12,706
f. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri amonifikasi dan DNRA Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 13,357 4,584 Ragam 1,126 0,183 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 0,655 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 13,280 P(T<=t) satu arah 0,00009 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,0002 t tabel dua arah 2,776
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 14,989 4,586 Ragam 1,767 1,082 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 1,424 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 10,674 P(T<=t) satu arah 0,0002 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,0004 t tabel dua arah 2,776
Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 12,297 5,011 Ragam 9,781 0 Jumlah contoh 2 2 Hipotesis perbedaan rata-rata 0
Rata-rata Ragam Jumlah contoh
Variabel 1 17,673 0,686 3
Variabel 2 4,132 0,312 3
Ragam gabungan 0,499 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df df 4 t hitung t hitung 23,474 P(T<=t) satu arah P(T<=t) satu arah t tabel satu arah 0,00001 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah P(T<=t) dua arah 0,00002 t tabel dua arah t tabel dua arah 2,776 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
1 3,295 0,094 6,314 0,188 12,706
39 Lampiran 14. Hasil uji t perbandingan antarkelimpahan masing-masing kelompok bakteri pada air dan sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Karangantu (KA) dan Pulau Dua (PD) a. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri di air Kelompok Statistik Kelompok Standar galat Lokasi N Rata-rata Standar Deviasi Bakteri rata-rata AOB KA 3 3,000 0,000a 0,000 PD 3 3,000 0,000 a 0,000 NOB KA 3 3,000 0,000 a 0,000 PD 3 3,000 0,000 a 0,000 Denitrifikasi KA 3 190533,333 212124,617 122470,205 PD 3 101333,333 75797,977 43761,982 DNRA KA 3 54,000 25,456 18,000 PD 3 103,667 39,879 23,024 Amonifikasi KA 3 476666,667 303534,732 175245,859 PD 3 936666,667 1010263,992 583276,188 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln; a = t tidak dapat dihitung karena standar deviasi contoh dari kedua lokasi bernilai 0 Uji Contoh Bebas Uji Levene’s Kelompok Bakteri
Asumsi
Denitrifikasi Ragam homogen Ragam tidak homogen DNRA Ragam homogen Ragam tidak homogen Amonifikasi Ragam homogen Ragam tidak homogen
F 2,552 0,521 6,696
p value 0,185
Uji t t
0,686 0,686 0,522 -1,523 -1,699 0,061 -0,755 -0,755
df 4 2,503 3 2,972 4 2,358
p value Perbedaan (2 arah) rata-rata 0,530 0,551 0,225 0,189 0,492 0,518
b. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri di sedimen strata 0-5 cm Kelompok Statistik Kelompok Standar Standar galat Lokasi N Rata-rata Bakteri Deviasi rata-rata AOB KA 3 6,422 0,503 0,291 PD 3 5,128 2,865 1,654 NOB KA 3 3,654 1,583 0,914 PD 3 2,685 1,241 0,717 Denitrifikasi KA 3 11,380 1,730 0,999 PD 3 12,981 0,769 0,444 DNRA KA 3 6,298 0,752 0,434 PD 3 4,586 1,040 0,600 Amonifikasi KA 3 14,917 0,157 0,090 PD 3 14,989 1,329 0,768 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln
89200 89200 -49,667 -49,667 -460000 -460000
Perbedaan standar galat 130054,074 130054,074 32,612 29,225 609033,843 609033,843
40 Lampiran 14b (Lanjutan). Uji Contoh Bebas Uji Levene’s Kelompok Bakteri
Asumsi
AOB
Ragam homogen Ragam tidak homogen NOB Ragam homogen Ragam tidak homogen Denitrifikasi Ragam homogen Ragam tidak homogen DNRA Ragam homogen Ragam tidak homogen Amonifikasi Ragam homogen Ragam tidak homogen
F
p value
10,413
0,032
0,471
0,530
3,580
0,131
0,646
0,467
12,285
0,025
Uji t t 0,770 0,770 0,835 0,835 -1,465 -1,465 2,309 2,309 -0,093 -0,093
df 4 2,123 4 3,785 4 2,760 4 3,643 4 2,056
p value Perbedaan (2 arah) rata-rata 0,484 0,518 0,451 0,453 0,217 0,247 0,082 0,089 0,931 0,934
1,294 1,294 0,969 0,969 -1,601 -1,601 1,711 1,711 -0,072 -0,072
Perbedaan standar galat 1,679 1,679 1,161 1,161 1,093 1,093 0,741 0,741 0,773 0,773
c. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri di sedimen strata 6-10 cm Kelompok Statistik Kelompok Standar Standar galat Lokasi N Rata-rata Bakteri Deviasi rata-rata AOB KA 3 4,383 1,180 0,681 PD 3 4,334 0,993 0,573 NOB KA 3 1,533 0,601 0,347 PD 3 1,099 0,000 0,000 Denitrifikasi KA 3 9,588 2,353 1,358 PD 3 10,915 0,860 0,497 DNRA KA 3 4,588 0,273 0,158 PD 3 4,132 0,558 0,323 Amonifikasi KA 3 15,654 1,730 0,999 PD 3 17,673 0 ,828 0,478 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln Uji Contoh Bebas Uji Levene’s Kelompok Bakteri AOB
Asumsi
Ragam homogen Ragam tidak homogen NOB Ragam homogen Ragam tidak homogen Denitrifikasi Ragam homogen Ragam tidak homogen DNRA Ragam homogen Ragam tidak homogen Amonifikasi Ragam homogen Ragam tidak homogen
F
p value
0,029
0,872
13,204
0,022
3,351
0,141
0,829
0,414
3,106
0,153
Uji t t 0,055 0,055 1,251 1,251 -0,917 -0,917 1,271 1,271 -1,824 -1,824
df 4 3,887 4 2,000 4 2,525 4 2,905 4 2,871
p value (2 arah)
Perbedaan rata-rata
0,959 0,959 0,279 0,337 0,411 0,438 0,272 0,296 0,142 0,170
0,049 0,049 0,434 0,434 -1,327 -1,327 0,457 0,457 -2,020 -2,020
Perbedaan standar galat 0,890 0,890 0,347 0,347 1,446 1,446 0,359 0,359 1,107 1,107
41 d. Uji t antarkelimpahan kelompok bakteri di sedimen strata 11-15 cm Kelompok Statistik Kelompok Standar Standar galat Lokasi Bakteri N Rata-rata Deviasi rata-rata AOB KA 3 2,970 0,287 0,165 PD 3 4,699 1,354 0,782 NOB KA 3 1,472 0,647 0,374 PD 3 1,099 0,000 0,000 Denitrifikasi KA 3 12,103 0,382 0,220 PD 3 12,116 1,239 0,715 DNRA KA 3 4,559 0,245 0,141 PD 3 5,011 0,000 0,000 Amonifikasi KA 3 14,509 0,000 0,000 PD 2 12,297 3,127 2,211 Keterangan: Nilai kelimpahan kelompok bakteri dibuat menjadi Ln Uji Contoh Bebas Uji Levene’s Kelompok Bakteri AOB
Asumsi
Ragam homogen Ragam tidak homogen NOB Ragam homogen Ragam tidak homogen Denitrifikasi Ragam homogen Ragam tidak homogen DNRA Ragam homogen Ragam tidak homogen Amonifikasi Ragam homogen Ragam tidak homogen
F
Uji t
p value
9,517
0,037
16,000
0,016
5,667
0,076
9,600
0,053
,
,
t -2,164 -2,164 1,000 1,000 -0,017 -0,017 -2,475 -3,195 1,342 1,000
df 4 2,179 4 2,000 4 2,377 3 2,000 3 1,000
p value Perbedaan (2 arah) rata-rata 0,096 0,152 0,374 0,423 0,987 0,988 0,090 0,086 0,272 0,500
-1,729 -1,729 0,374 0,374 -0,0125 -0,0125 -0,451 -0,451 2,211 2,211
Perbedaan standar galat 0,799 0,799 0,374 0,374 0,748 0,748 0,182 0,141 1,648 2,211
42 Lampiran 15. Hasil uji t antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada air pori sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Karangantu (KA) a. Uji t antarkandungan NH3-N dan NO2-N Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 0,925 0,017 Ragam 0,072 0,000 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
2 5,880 0,014 2,920 0,028 4,303
Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 0,000 7,372 Ragam 0,000 2,342 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung -8,344 P(T<=t) satu arah 0,007 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,014 t tabel dua arah 4,303
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 0,000 3,762 Ragam 0,000 1,331 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan Hipotesis perbedaan rata-rata df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
0,665436 0 4 -5,648 0,002 2,132 0,005 2,776
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 0,000 8,610 Ragam 0,000 0,810 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung -16,566 P(T<=t) satu arah 0,002 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,004 t tabel dua arah 4,303
b. Uji t antarkandungan NH3-N dan NO3-N Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 0,925 0,034 Ragam 0,072 0,000 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
2 5,768 0,014 2,920 0,029 4,303
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh Ragam gabungan Hipotesis perbedaan rata-rata df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Variabel 1 0,060 0,000 3 0,666 0 4 -5,557 0,003 2,132 0,005 2,776
Variabel 2 3,762 1,331 3
43 Lampiran 15b (Lanjutan). Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 7,372 0,080 Ragam 2,342 0,000 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 8,254 P(T<=t) satu arah 0,007 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,014 t tabel dua arah 4,303
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 8,610 0,101 Ragam 0,810 0,000 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 16,368 P(T<=t) satu arah 0,002 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,004 t tabel dua arah 4,303
Lampiran 16. Hasil uji t antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada air pori sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Pulau Dua (PD) a. Uji t antarkandungan NH3-N dan NO2-N Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 0,953 0,002 Ragam 0,023 1,6E-06 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 10,878 P(T<=t) satu arah 0,004 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,008 t tabel dua arah 4,303
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 18,987 0,002 Ragam 46,867 7,9E-07 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 4,803 P(T<=t) satu arah 0,020 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,041 t tabel dua arah 4,303
Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 24,650 0,002 Ragam 23,302 1,4E-06 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 8,844 P(T<=t) satu arah 0,006 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,013 t tabel dua arah 4,303
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 33,697 0,004 Ragam 6,104 8,5E-06 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 23,621 P(T<=t) satu arah 0,001 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,002 t tabel dua arah 4,303
44 b. Uji t antarkandungan NH3-N dan NO3-N Air Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 0,953 0,049 Ragam 0,023 0,001 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 10,215 P(T<=t) satu arah 0,005 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,009 t tabel dua arah 4,303
Sedimen strata 0-5 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 18,987 0,145 Ragam 46,867 0,003 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 4,767 P(T<=t) satu arah 0,021 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,041 t tabel dua arah 4,303
Sedimen strata 6-10 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 24,650 0,223 Ragam 23,302 0,007 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 8,763 P(T<=t) satu arah 0,006 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,013 t tabel dua arah 4,303
Sedimen strata 11-15 cm Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 33,697 0,362 Ragam 6,104 0,054 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 2 t hitung 23,267 P(T<=t) satu arah 0,001 t tabel satu arah 2,920 P(T<=t) dua arah 0,002 t tabel dua arah 4,303
Lampiran 17. Hasil uji t perbandingan antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N pada air pori sedimen strata 0-5, 6-10, dan 11-15 cm di perairan mangrove Karangantu (KA) dan Pulau Dua (PD) a. Uji t antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di air Kelompok Statistik Nutrien Lokasi
N
NH 3-N
3 3 3 3 3 3
NO 2-N NO 3-N
KA PD KA PD KA PD
Rata-rata 0,925 0,953 0,017 0,002 0,034 0,049
Standar Standar galat Deviasi rata-rata 0,268 0,154 0,151 0,087 0,006 0,004 0,001 0,001 0,010 0,006 0,023 0,013
45 Lanjutan Lampiran 17a. Uji Contoh Bebas Uji Levene’s Nutrien NH 3-N NO 2-N NO 3-N
Asumsi
F
Ragam homogen Ragam tidak homogen Ragam homogen Ragam tidak homogen Ragam homogen Ragam tidak homogen
Uji t
p value
t
df
p value Perbedaan (2 arah) rata-rata
1,923 0,238 -0,156 4 -0,156 3,162 9,280 0,038 4,150 4 4,150 2,169 2,547 0,186 -1,066 4 -1,066 2,682
0,884 0,886 0,014 0,046 0,346 0,373
-0,028 -0,028 0,015 0,015 -0,016 -0,016
Perbedaan standar galat 0,177 0,177 0,004 0,004 0,015 0,015
b. Uji t antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di sedimen strata 0-5 cm Kelompok Statistik Nutrien
Lokasi
N
Rata-rata
NH3 -N
KA PD KA PD KA PD
3 3 3 3 3 3
3,762 18,987 0,000 0,002 0,060 0,145
NO2 -N NO3 -N
Standar Deviasi 1,154 6,846 0,000 0,001 0,018 0,057
Standar galat rata-rata 0,666 3,953 0,000 0,001 0,011 0,033
Uji Contoh Bebas Uji Levene’s Nutrien NH3 -N NO2 -N NO3 -N
Asumsi
F
Ragam homogen Ragam tidak homogen Ragam homogen Ragam tidak homogen Ragam homogen Ragam tidak homogen
Uji t
p value
8,157 14,633 2,929
t
0,046 -3,799 -3,799 0,019 -3,137 -3,137 0,162 -2,454 -2,454
df 4 2,113 4 2,000 4 2,404
Perbedaan standar galat -15,225 4,008 -15,225 4,008 -0,002 0,001 -0,002 0,001 -0,085 0,035 -0,085 0,035
p value Perbedaan (2 arah) rata-rata 0,019 0,058 0,035 0,088 0,070 0,112
c. Uji t antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di sedimen strata 6-10 cm Kelompok Statistik Nutrien
Lokasi
N
Rata-rata
Standar Deviasi
NH3 -N
KA PD KA PD KA PD
3 3 3 3 3 3
7,372 24,650 0,000 0,002 0,080 0,223
1,530 4,827 0,000 0,001 0,003 0,085
NO2 -N NO3 -N
Standar galat rata-rata 0,883 2,787 0,000 0,001 0,002 0,049
Uji Contoh Bebas Uji Levene’s Nutrien NH3 -N NO2 -N NO3 -N
Asumsi Ragam homogen Ragam tidak homogen Ragam homogen Ragam tidak homogen Ragam homogen Ragam tidak homogen
Uji t
F
p value
t
df
5,621
0,077
8,454
0,044
-5,910 -5,910 -3,191 -3,191 -2,924 -2,924
4,000 2,398 4,000 2,000 4,000 2,006
11,698 0,027
p value Perbedaan (2 arah) rata-rata 0,004 0,018 0,033 0,086 0,043 0,099
-17,278 -17,278 -0,002 -0,002 -0,144 -0,144
Perbedaan standar galat 2,924 2,924 0,001 0,001 0,049 0,049
46 d. Uji t antarkandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di sedimen strata 11-15 cm Kelompok Statistik Nutrien NH 3-N NO 2-N NO 3-N
Lokasi
N Rata-rata
KA PD KA PD KA PD
3 3 3 3 3 3
8,610 33,697 0,000 0,004 0,101 0,362
Standar Deviasi 0,900 2,471 0,000 0,003 0,019 0,233
Standar galat rata-rata 0,520 1,426 0,000 0,002 0,011 0,135
Uji Contoh Bebas Uji Levene’s Nutrien NH 3-N NO 2-N NO 3-N
Asumsi Ragam homogen Ragam tidak homogen Ragam homogen Ragam tidak homogen Ragam homogen Ragam tidak homogen
Uji t
F
p value
t
df
4,342
0,106
-16,525 -16,525 -2,159 -2,159 -1,935 -1,935
4,000 2,522 4,000 2,000 4,000 2,026
11,132 0,029 11,105 0,029
p value Perbedaan (2 arah) rata-rata 0,000 0,001 0,097 0,163 0,125 0,191
-25,087 -25,087 -0,004 -0,004 -0,261 -0,261
Perbedaan standar galat 1,518 1,518 0,002 0,002 0,135 0,135
Lampiran 18. Hasil uji t antarfluks NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di perairan mangrove Karangantu (KA) a. Uji t antarfluks NH3-N dan NO2-N Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen
Rata-rata Ragam Jumlah contoh Ragam gabungan Hipotesis perbedaan rata-rata df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Variabel 1 0,0005 2,8E-06 3 1,606E-06 0 4 0,911 0,207 2,132 0,414 2,776
Variabel 2 -0,0004 4,5E-07 3
b. Uji t antarfluks NH3-N dan NO3-N Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam tidak homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 0,0005 -0,002 Ragam 2,8E-06 6,3E-05 Jumlah contoh 3 3 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df t hitung P(T<=t) satu arah t tabel satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
2 0,608 0,302 2,920 0,605 4,303
47 Lampiran 19. Hasil uji t antarfluks NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di perairan mangrove Pulau Dua (PD) a. Uji t antarfluks NH3-N dan NO2-N
b. Uji t antarfluks NH3-N dan NO3-N
Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 74,180 0,003 Ragam 1041,701 1,7E-05 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 520,850 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 3,981 P(T<=t) satu arah 0,008 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,016 t tabel dua arah 2,776
Uji t: Dua populasi dengan asumsi ragam homogen Variabel 1 Variabel 2 Rata-rata 74,180 0,220 Ragam 1041,701 4,317 Jumlah contoh 3 3 Ragam gabungan 523,009 Hipotesis perbedaan rata-rata 0 df 4 t hitung 3,961 P(T<=t) satu arah 0,008 t tabel satu arah 2,132 P(T<=t) dua arah 0,017 t tabel dua arah 2,776
Lampiran 20. Hasil uji t perbandingan antarfluks NH3-N, NO2-N, dan NO3-N di perairan mangrove Karangantu (KA) dan Pulau Dua (PD) Kelompok Statistik Nutrien NH3-N NO2-N NO3-N
Lokasi KA PD KA PD KA PD
Standar Standar galat N Rata-rata Deviasi rata-rata 3 0,001 0,002 0,001 3 74,180 32,275 18,634 3 0,000 0,001 0,000 3 0,003 0,004 0,002 3 -0,002 0,008 0,005 3 0,220 2,078 1,200
Uji Contoh Bebas Uji Levene’s Nutrien NH3-N NO2-N NO3-N
Asumsi
F
Ragam homogen 6,621 Ragam tidak homogen Ragam homogen 8,327 Ragam tidak homogen Ragam homogen 15,742 Ragam tidak homogen
p value
Uji t t
0,062 -3,981 -3,981 0,045 -1,465 -1,465 0,017 -0,185 -0,185
df 4 2,000 4 2,105 4 2,000
Perbedaan standar galat -74,179 18,634 -74,179 18,634 -0,004 0,002 -0,004 0,002 -0,222 1,200 -0,222 1,200
p value Perbedaan (2 arah) rata-rata 0,016 0,058 0,217 0,275 0,862 0,870
48
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 7 Februari 1987, Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan K, Bakhtiar dan Yuyum Setianingrum, Penulis menempuh pendidikan Sarjana di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2009, Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi S2 di Departemen yang sama dengan jurusan Pengelolaan Sumberdaya Perairan (SDP), Pada tahun 2011, penulis mendapatkan beasiswa selama 1 tahun ajaran dari Bakrie Centre Foundation (BCF), Pada tahun yang sama, penulis mendapatkan kesempatan mengikuti Summer Field Course on Ecology and Biodiversity di Pulau Iriomote, Okinawa, Jepang, Setelah itu, penulis juga berkesempatan untuk melakukan penelitian singkat di Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang yang dibiayai oleh International Research International Graduate Program for Asia-Pacific Region, University of the Ryukyus dengan judul penelitian Diurnal Nutrient Dynamic in Manko Estuary, Okinawa, Japan,