POTENSI TRANSLOKASI BAKTERI DALAM MENYEBABKAN SEPSIS DAN KOLESTASIS TERKAIT SEPSIS Eleyna Farihah1, Lamtorogung Prayitno2, Hanifah Oswari2, dan Abinawanto1 1
Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 Divisi Gastrohepatologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK UI Jakarta 10450
2
[email protected] Abstrak Sepsis merupakan suatu penyakit sistemik yang diakibatkan infeksi mikroorganisme ke sistem sirkulasi. Sepsis merupakan salah satu penyebab mortalitas pada neonatus yang paling sering terjadi. Berdasarkan penelitian Dhanajay & Nanda (2011), tingkat mortalitas akibat sepsis mencapai 30%-50% di negara berkembang. Salah satu manifestasi sepsis apabila sepsis telah mengganggu fungsi organ hati adalah Kolestasis Terkait Sepsis (KTS). Kolestasis merupakan suatu keadaan terhambatnya sekresi empedu ke usus halus. Berdasarkan penelitian Bachtiar dkk. (2008), dari 138 neonatus dengan sepsis, terdapat neonatus penderita kolestasis intrahepatik sebesar 65,9%. Sementara, tingkat mortalitas akibat KTS mencapai 52,8%. Translokasi bakteri adalah perpindahan mikroorganisme atau produk yang dihasilkannya dari usus ke sistem sirkulasi sehingga menyebabkan penyakit sistemik. Berbagai penelitian membuktikan bahwa telah ditemukan mikroflora usus yang terdapat di dalam sistem sirkulasi. Oleh karena itu, bukti tersebut memperkuat dugaan bahwa salah satu penyebab sepsis adalah terjadinya translokasi bakteri dari usus ke sistem sirkulasi. Translokasi bakteri dapat terjadi akibat terganggunya sistem barrier usus sehingga mikroorganisme dan produknya mampu melewati barrier usus tersebut. Kata kunci: Translokasi bakteri, sepsis, kolestasis terkait sepsis.
1. PENDAHULUAN Usus manusia mengandung ± 500 spesies mikroflora, meliputi 95% mikroflora obligat anaerob dan 1--10% mikroflora fakultatif anaerob. Mikroflora usus dapat dikelompokkan menjadi mikroflora yang bersifat menguntungkan, berpotensi patogen, dan patogen. Pada individu yang sehat, terdapat keseimbangan antara ketiga kelompok mikroflora tersebut. Namun, ketidakseimbangan mikroflora dapat terjadi akibat overgrowth bakteri patogen, disfungsi sistem barier epitel usus, dan menurunnya sistem imun inang. Kondisi tersebut menyebabkan bakteri di dalam usus dapat bertranslokasi ke aliran darah, sehingga terjadi respons inflamasi lokal dan sistemik [1][13][15] . Salah satu penyakit sistemik yang dapat disebabkan oleh terjadinya translokasi bakteri adalah sepsis[4][5]. Berdasarkan berbagai penelitian, terdapat mikroflora usus yang ditemukan di dalam aliran darah, sehingga memperkuat teori yang menjelaskan bahwa peristiwa translokasi bakteri merupakan penyebab terjadinya sepsis [3]. Sepsis merupakan penyebab kematian pada neonatus yang paling sering terjadi. Angka kejadian sepsis pada neonatus di negara maju sebesar 1--10 atau 1--4 per 1.000 angka kelahiran dan di negara berkembang dapat mencapai tiga kali lebih tinggi dari negara maju [18][22]. Pada negara berkembang, kasus sepsis yang menyebabkan kematian mencapai 30%-50% [8].
Salah satu manifestasi dari sepsis adalah kolestasis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 138 pasien neonatus dengan sepsis, didapatkan neonatus penderita kolestasis intrahepatik sebesar 65,9%. Sementara, angka kematian pada neonatus dengan KTS sebesar 52,8% [2].
2. SEPSIS Sepsis merupakan suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau pun toksin yang dihasilkan mikroorganisme ke dalam aliran darah sehingga menyerang berbagai bagian tubuh yang steril. Mikroorganisme penyebab sepsis pada umumnya adalah bakteri Gram negatif [2][14][17]. Sepsis terjadi akibat menurunnya integritas sistem barier tubuh, baik fisik maupun imunologik, sehingga mikroorganisme dapat masuk ke dalam aliran darah [14] . Patofisiologi sepsis terjadi akibat interaksi selular dengan mediator-mediator inflamasi. Saat terbentuk kompleks bakteri dengan protein pengikat lipopolisakarida, sel-sel makrofag akan terinduksi untuk menghasilkan sitokin-sitokin proinflamasi, seperti TNF-α, IL-1, IL-12, dan IL-6. Sitokin-sitokin proinflamasi tersebut menginisiasi respons tubuh terhadap patogen. Pada kondisi normal, sitokin proinflamasi akan diatur oleh sitokin antiinflamasi. Namun, apabila sitokin proinflamasi gagal dikontrol, maka jumlahnya akan berlebihan sehingga
Potensi Translokasi..., Eleyna Farihah, FMIPA UI, 2013
menyebabkan respons inflamasi inflamasi yang berlebihan menyebabkan disfungsi selular. berbagai gangguan fisiologis,
Patogen
sistemik. Respons kemudian akan Akibatnya, terjadi antara lain acute
Infeksi
respiratory distress syndrome, disseminated intravascular coagulation, dan multiple organ dysfunction syndrom (Gambar 3) [12].
Respons Inang
Mediator Anti Inflamasi
Aktivasi Leukosit
Mediator Pro-Inflamasi (NO, IL-1,IL-6,IL-8,TNFα Inflamasi
Disfungsi Mitokondria
Disfungsi Organ
Kematian
Distribusi aliran mikrovaskular
Luka jaringan
Koagulasi makrovaskular/trombosi s
Inhibisi fibrinolisis
Disfungsi endotel Ekspresi faktor jaringan
Aktivasi Koagulasi
Gbr 3. Patofisiologi sepsis [12]
Gejala yang ditimbulkan akibat respons inflamasi berbeda-beda. American College of Chest Physicians and The Society of Critical Care Medicine telah mempublikasikan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh systemic inflamatory respons syndrome hingga gejala-gejala sepsis (Tabel 1). Gejala-gejala sepsis yang dapat terjadi berdasarkan tingkat keparahannya meliputi sepsis, severe sepsis, dan septic shock [19]. Tabel 1. Gejala-gejala respons inflamasi[19] SIRS
Sepsis Severe sepsis
Septic shock
Suhu > 38o atau <36oC. Detak jantung > 90 per menit. Laju respirasi > 20 per menit atau PaCO2 < 32 mmHg (4,3 kPa). Jumlah sel darah putih : >12.000 sel/µl atau < 4.000 sel/µl atau 10% masih dalam bentuk yang Bellum matang. SIRS dengan infeksi Sepsis yang berhubungan dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi dapat termasuk, tetapi tidak terbatas pada asidosis laktat, oliguria atau perubahan akut pada status mental. Sepsis yang berhubungan dengan hipotensi, meskipun terdapat resusitasi cairan yang memadai, bersama dengan kelainan perfusi, seperti pada gejala severe sepsis.
lambat (late onset). Sepsis awitan dini terjadi dalam 72 jam kelahiran. Sepsis awitan dini disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari maternal. Infeksi transplasental dan infeksi dari serviks maternal dapat disebabkan oleh mikrorganisme yang terdapat pada saluran genitourinaria ibu. Beberapa mikroorganisme yang menyebabkan sepsis awitan dini, antara lain grup B dari Streptococcus, Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif, Haemophilus influenzae, dan Listeria monocytogenes [4]. Sepsis awitan lambat terjadi dalam 4—90 hari kelahiran. Sepsis awitan lambat disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari lingkungan eksternal neonatus. Infeksi pada sepsis awitan lambat biasanya ditransmisiskan dari lingkungan rumah sakit dan rumah. Beberapa mikroorganisme yang menyebabkan sepsis awitan dini, antara lain, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas, Staphylococcus koagulasenegatif, Enterobacter, dan Candida [4].
3. KOLESTASIS TERKAIT SEPSIS (KTS) Kolestasis adalah suatu kondisi terhambatnya sekresi empedu ke usus halus. Kolestasis merupakan manifestasi utama dari penyakit hepatobiliari. Kolestasis terjadi karena kelainan pembentukan empedu pada sel hepatosit atau gangguan sekresi empedu (kolestasis intrahepatik) dan hambatan aliran empedu pada duktus biliari yang mengangkut empedu ke usus halus (kolestasis ekstrahepatik) (Gambar 4) [11][20][23] .
Sepsis pada neonatus dapat dikelompokkan berdasarkan lama munculnya gejala sepsis, yaitu sepsis awitan dini (early onset) dan sepsis awitan
Potensi Translokasi..., Eleyna Farihah, FMIPA UI, 2013
H e p a t o s i t
Kolestasis non-inflamasi
Hormon Obat S a l u r a n e m p e d u
Kolestasis inflamasi
Virus Obat Alkohol Sepsis
Sitokin inflamasi
TNF-α dan IL-1β menghambat ekspresi transporter NTCP dan BSEP pada tahap translasi dan postranslasi. Penurunan fungsi transporter pada membran kanalikular dapat diketahui melalui penurunan aktivitas transport aktif cholyltaurine (CT) dan chenodeoxycholyltaurine (CDCT), yang merupakan substrat dari transporter membran kanalikular[6][11][23].
Kerusakan kecil saluran empedu
Membran Basolateral
Kerusakan besar saluran empedu (contoh: tumor)
Asam empedu terkonjugasi
Asam empedu tidak terkonjugasi Membran Kanalikular
Gbr 4. Kolestasis intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik [23]
Kation Organik Hidrofobik Tight Junction Hepatosit
Pada kolestasis intrahepatik, hormon dan obat dapat menyebabkan kolestasis noninflamasi dengan menghambat fungsi protein transporter pada pembentukan empedu. Sementara itu, kolestasis inflamasi terjadi karena adanya hambatan ekspresi dan fungsi protein transporter oleh sitokin proinflamasi yang diinduksi oleh mikroorganisme. Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh adanya kerusakan pada duktus biliari dan penyakit, seperti stenosis dan tumor sehingga menghambat aliran empedu [23]. Pada proses pembentukan dan sekresi empedu normal, asam empedu akan diangkut oleh proteinprotein transporter dari membran basolateral hepatosit hingga ke membran kanalikular kolangiosit (sel epitel dari duktus empedu) (Gambar 5)[23]. Protein transporter pada membran basolateral hepatosit yang berperan dalam pengambilan asam empedu ke dalam hepatosit secara transpor aktif, antara lain Sodiumdependent Taurocholate Cotransporter (NTCP) dan Organic Anion Transport Protein (OATP). Asam empedu kemudian diangkut menuju membran kanalikuli oleh transporter, antara lain Bile Salt Export Pump (BSEP) dan Multiple Drug Resistance (MDR)[6][21]. Kolestasis Terkait Sepsis (KTS) termasuk dalam kolestasis intrahepatik. Hal tersebut terkait dengan produksi sitokin-sitokin proinflamasi, seperti TNF-α, IL-6, dan IL-1β, oleh sel-sel Kupffer pada hati. Produksi sitokin-sitokin proinflamasi tersebut diinduksi oleh mikroorganisme atau endotoksinnya, seperti lipopolisakarida (LPS)[6][11][23]. Beberapa penelitian mengenai KTS menunjukkan bahwa pemberian endotoksin menyebabkan berkurangnya ekspresi dan fungsi protein transporter. Pemberian endotoksin pada hewan model tikus memengaruhi aktivitas Na-K-ATPase pada membran basolateral hepatosit, sehingga fungsi transpoter Nagradient dependent, seperti NTCP menurun. Sitokin
Hepatosit
Gbr 5. Aliran dan pembentukan asam empedu normal[6]
4. MEKANISME BARRIER EPITEL USUS Struktur barrier epitel usus berdasarkan pengamatan dengan mikroskop elektron meliputi lapisan permukaan epitel yang mengandung fosfolipid dan mukus, sel-sel epitel, jaringan ikat subepitel, dan endotelium kapiler. Ikatan di antara sel-sel epitel disebut tight junction, yang berfungsi dalam mempertahankan permeabilitas paraselular dan menyeleksi agar bakteri dan makromolekul, seperti lipopolisakarida dan peptidoglikan, tidak dapat menembus barrier epitel usus[3]. Tight junction berperan dalam mempertahankan polaritas sel usus dan merupakan salah satu komponen penting dalam mekanisme difusi pada usus. Molekul-molekul penyusun tight junction terhubung dengan sitoskeleton sel epitel usus sehingga memengaruhi struktur dari sel epitel usus[13]. Fungsi dari barrier epitel usus tergantung dari beberapa hal, yaitu mikroflora usus (barrier ekologi), mukus epitel (barrier mekanik), serta sekresi IgA dan sel-sel imun (barrier imunologik) (Gambar 1). Mekanisme barrier epitel usus dalam melawan invasi mikroorganisme dan makromolekul terdiri atas mekanisme imunologi dan nonimunologi. Barrier epitel usus membatasi secara selektif permeasi dari mikromolekul dan mencegah permeasi makromolekul. Pemeliharaan barrier epitel usus tergantung pada integritas membran plasma sel dan struktur tight junction dari sel epitel usus[3].
Potensi Translokasi..., Eleyna Farihah, FMIPA UI, 2013
Pemeliharaan Permeabilitas
Lumen Usus
Mengontrol pertumbuha n mikrobiota komensal
Sekretori IgA
Sel M
Sinyal Intraselular
Epitel
Sel TH3
Bakteri komensal
Sel T Naif
Supresi
Produk bakteri Makrofage
Sel dendritik
Polarisasi Respons Th
Ig A polimer
Sel Tr1
- Homeostasis imunitas lokal - Produksi IgA lokal - Toleransi sistemik
Peyer’s patch dan nodus limfa mesentrik
Gbr 1. Barrier epitel usus[7]
5. TRANSLOKASI BAKTERI Translokasi bakteri adalah proses perpindahan bakteri dari saluran gastrointestinal ke jaringanjaringan normal steril, seperti nodus limfe dan organ internal, melewati barrier mukosa usus sehingga dapat menyebabkan penyakit inflamasi sistemik dan infeksi organ, hingga kematian. Translokasi dapat dilakukan oleh bakteri Gram negatif, endotoksin, bakteri Gram positif, dan fungi. Pada individu sehat, translokasi juga biasa terjadi, tetapi dalam persentase yang rendah, yaitu 5--10%[3][10][16][19]. Mekanisme penyebab terjadinya kerusakan barrier epitel usus sehingga mengakibatkan translokasi bakteri dapat terjadi melalui beberapa cara. Menurunnya aliran darah ke sel-sel usus menyebabkan berkurangnya oksigenasi jaringan sehingga terjadi kondisi asidosis. Kondisi tersebut menyebabkan terbentuknya oksigen radikal bebas. Oksigen radikal bebas tersebut mengubah sitoskeleton mukosa usus, sehingga meningkatkan permeabilitas usus[3]. Produksi nitrooksida (NO) yang berlebihan dapat meningkatkan permeabilitas usus. Senyawa NO tersebut dapat mengubah ekspresi dan lokalisasi protein-protein tight junction sehingga menyebabkan hiperpermeabilitas usus[3][19]. Gangguan sistem imun juga dapat menyebabkan terjadinya translokasi bakteri. Pada kondisi normal, bakteri yang melalui epitel usus akan dihancurkan terlebih dahulu oleh sel-sel fagosit sebelum mencapai sistem sirkulasi. Namun, apabila terjadi gangguan pada sistem imun, bakteri ataupun toksin yang dihasilkannya dapat menembus barrier imun tersebut [3] . Translokasi bakteri dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu jalur transelular dan paraselular (Gambar 2).
Translokasi transelular terjadi apabila bakteri melewati atau menembus sel usus. Permeabilitas transelular diatur oleh suatu protein channel spesifik pada sel usus dan pompa membran. Penelitian menggunakan hewan model tikus membuktikan adanya invasi mukosa usus oleh bakteri E. coli dan Proteus mirabilis. Translokasi paraselular terjadi karena kerusakan tight junction antar sel epitel usus, sehingga makromolekul, seperti endotoksin, dapat menembus lapisan epitel usus hingga mencapai aliran darah. Translokasi paraselular dapat disebabkan oleh kerusakan sitoskeleton sel usus dan gangguan produksi protein penyusun struktur tight junction [3][16] . Bakteri bertranslokasi menembus barrier usus dengan beberapa mekanisme. Contoh mekanisme yang pertama adalah dengan menggunakan protein transmembran sel adhesi sebagai reseptor bagi bakteri. Mekanisme yang kedua adalah dengan menggunakan molekul yang diinjeksikan pada sel epitel usus sehingga memodifikasi sitoskeleton sel epitel sedemikian rupa agar bakteri dapat menembus. Bakteri juga dapat memanfaatkan toll-like receptor yang terdapat pada permukaan luminal sel usus[19].
Potensi Translokasi..., Eleyna Farihah, FMIPA UI, 2013
a
b
Gbr 2. Translokasi transelular (a) dan translokasi paraselular (b)[5]
6. KESIMPULAN Peristiwa translokasi bakteri berpotensi dalam menyebabkan sepsis dan Kolestasis Terkait Sepsis (KTS). Hal tersebut dikarenakan usus merupakan salah satu tempat kolonisasi mikroflora terbesar di dalam tubuh manusia. Selain itu, terdapat penelitian yang menjelaskan bahwa telah teridentifikasi mikroflora usus di dalam aliran darah hewan uji.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp. A(K), Dr. Abinawanto, dan Lamtorogung Prayitno, M. Biomed. untuk diskusi dan saran yang diberikan selama penulisan jurnal ini. Penulisan jurnal ini dilakukan atas bantuan dan dukungan dari Laboratorium Biologi Molekular Gastrohepatologi, Dept. Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM dan Departemen Biologi FMIPA UI.
DAFTAR ACUAN [1] Adawi, D., G. Molin, S. Ahrne & B. Jeppsson. 1999. Modulation of the colonic bacterial flora affects differentially bacterial translocation and liver injury in an acute liver injury model. Microbial Ecology in Health and Disease 11: 47--54. [2] Bachtiar, K. S., H. Oswari, J. R. L. Batubara, I. Amir, A. Latief & K. Firman. 2008. Cholestasis sepsis at neonatology ward and neonatal intensive care unit cipto mangunkusumo hospital
2007: Incidence, mortality rate, and associated risk factors. Medical Journal of Indonesia 17(2): 107--113. [3] Balzan, S., C. D. A. Quadros, R. D. Cleva, B. Zilberstein & I. Cecconello. 2007. Bacterial translocation: Overview of mechanisms and clinical impact. Journal of Gastroenterology and Hepatology 22: 464--471. [4] Berry, A.L.A. 2012. Neonatal sepsis. 4 hlm. http://emedicine.medscape.com/article/978352overview, 20 Februari 2013, pk.06.52. [5] Boyle, E. C. & B. B. Finlay. 2005. Leaky guts and lipid rafts. 1 hlm. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/ S0966842X05002817, 19 februari 2013, pk.04.50. [6] Chand, N. & A. J. Sanyal. 2007. Sepsis-induced cholestasis. Hepatology 45(1): 230--241. [7] Corthesy, B., H. R. Gaskins & A. Mercenier. 2007. Cross-talk between probiotic bacteria and the host immune system. The Journal of Nutrition 137(3): 781S--790S. [8] Dhananjay & S. K. Nanda. 2011. Comparison of biochemical and pathological markers in neonates with sepsis and neonates without sepsis. International Journal of Biological and Medical Research 2(4): 1131--1134. [9] Dillen, J. V., J. Zwart, J. Schutte & J. V. Roosmalen. 2010. Maternal sepsis: Epidemiology, etiology, and outcome. Wolters Kluwer Health 23: 249--254. [10] Duffy, L. C. 2000. Interactions mediating bacterial translocation in the immature intestine. Journal of Nutrition 130: 432S--436S. [11] Garay, E. A. R. 2003. Cholestasis: Human disease and experimental animal models. Annals of Hepatology 2(4): 150--158. [12] Gupta, S. & M. Jonas. 2006. Sepsis, septic shock and multiple organ failure. Anaesthesia and Intensive Care Medicine 7(5): 143—146. [13] Hogenova, H. T., R. Stepankova, H. Kozakova, T. Hudcovic, L. Vannucci, L. Tuckova, P. Rossmann, T. Hrncir, M. Kverka, Z. Zakostelska, K. Klimesova, J. Pribylova, J. Bartova, D. Sanchez, P. Fundova, D. Borovska, D. Srutkova, Z. Zidek, M. Schwarzer, P. Drastich & D. P. Funda. 2011. The role of gut microbiota (commensal bacteria) and mucosal barrier in the pathogenesis of inflammatory and autoimmune diseases and cancer: Contribution of germ-free and gnotobiotic animal models of human diseases. Cellular & Mollecular Immunology 8: 110--120. [14] Lever, A. & I. Mackenzie. 2007. Sepsis: Definition, epidemiology, and diagnosis. British Medical Journal 335: 879--883. [15] Liu, Z. H., T. Y. Shen, P. Zhang, Y. L. Ma, M. P. Moyer & H. L. Qin. 2010. Protective effects of Lactobacillus plantarum against epithelial
Potensi Translokasi..., Eleyna Farihah, FMIPA UI, 2013
[16] [17]
[18] [19]
[20] [21] [22] [23]
barrier dysfunction of human colon cell line NCM460. World Journal of Gastroenterology 16(45): 5759--5765. MacFie, J. 2004. Current status of bacterial translocation as a cause of surgical sepsis. British Medical Bulletin 71: 1--11. Muhammad, Z., A. Ahmed, U. Hayat, M. S. Wazir, Rafiyatullah & H. Waqas. 2010. Neonatal sepsis: Causative bacteria and their resistance to antibiotics. Journal of Ayub Medical College Abbottabad 22(4): 33--36. Mutlu, M., Y. Aslan, B. Saygin, G. Yilmaz, G. Bayramoglu & I. Koksal. 2011. Hong Kong Journal of Paediatrics 16: 253--257. Papoff, P., G. Ceccarelli, G. d’Ettorre, C. Cerasaro, E. Caresta, F. Midulla & C. Moretti. 2012. Gut microbial translocation in critically ill children and effects of supplementation with pre- and probiotics. International Journal of Microbiology: 1--8. Roquete, M. L. V. 2000. Neonatal cholestasis. Jornal de pediatria 76(2): 187--197. Venigalla, S. & G. R. Gourley. 2004. Neonatal cholestasis. Seminars in Perinatology 28: 348-355. Waseem, R., M. Khan, T. S. Izhar & A. W. Qureshi. 2005. Neonatal sepsis. The Professional Medical Journal 12(4): 451--456. Zollner, G. & M.Trauner. 2008. Mechanisms of cholestasis. Clinics in liver disease 12: 1--26.
Potensi Translokasi..., Eleyna Farihah, FMIPA UI, 2013