perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI ADJUVAN MINYAK JINTEN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP HITUNG LIMFOSIT MENCIT Balb/C MODEL SEPSIS
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Ricky Trinugroho Yuliantoro G0008157
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Pengaruh Pemberian Terapi Adjuvan Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa) Terhadap Hitung Limfosit Mencit Balb/C Model Sepsis
Ricky Trinugroho Yuliantoro, NIM : G0008157, Tahun : 2011 Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Kamis , Tanggal 29 Desember 2011
Pembimbing Utama Isdaryanto, dr., MARS NIP. 19500312 197610 1 001
(..................................)
Pembimbing Pendamping DR.Kiyatno,dr.,M.Or.,PFK.,AIFO NIP. 19480118 197603 1 002
(..................................)
Penguji Utama Mochammad Arief T.Q, dr., MS NIP. 19500913 198003 1 002
(..................................)
Anggota Penguji Arif Suryawan, dr., AIFM NIP. 19580327 198601 1 001
(....................................)
Surakarta,........................2011
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes NIP. 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zaenal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP. 19510101 197903 1 002 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 6 Desember 2011
Ricky Trinugroho Yuliantoro G0008157
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Ricky Trinugroho Yuliantoro, G0008157, 2011. Pengaruh Pemberian Terapi Adjuvan Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa) terhadap Hitung Limfosit Mencit Balb/C Model Sepsis. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuaan Penelitian : Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi adjuvan minyak jinten hitam (Nigella sativa) terhadap hitung limfosit mencit Balb/C model sepsis.
Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the posttest only controlled group design. Hewan uji menggunakan 40 ekor mencit Balb/C jantan yang dibagi dalam 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2. Kelompok kontrol negatif hanya diberikan aquades peroral dengan dosis 0,1ml/mencit/hari. Kelompok kontrol positif diberikan injeksi cecal inoculum dengan dosis 6mg/mencit/i.p/hari. Kelompok perlakuan 1 diinduksi sepsis dan diberikan antibiotik ceftriaxone dengan dosis 52 mg/mencit/i.m/hari. Kelompok perlakuan 2 diinduksi sepsis serta diberikan antibiotik ceftriaxone dosis 52 mg/mencit/i.m/hari dan minyak jinten hitam peroral dengan dosis 0,1 ml/mencit/hari. Perlakuan dilakukan selama 6 hari. Pada hari ke-6 mencit dikorbankan dan diambil darahnya melalui sinus orbitalis untuk dihitung jumlah limfositnya dengan menggunakan alat differential lymphocyte count. Data yang diperoleh dianalisis dengan One Way ANOVA menggunakan program SPSS 18 for Windows Release dan dilanjutkan dengan Post Hoc test.
Hasil Penelitian : Pada penelitian ini diperoleh hitung limfosit kelompok kontrol negatif sebanyak 80,32 + 8,80, kelompok kontrol positif sebanyak 51,22 + 10,29, kelompok perlakuan 1 sebanyak 65,27 + 12,65, kelompok perlakuan 2 sebanyak 79,28 + 9,48. Pada Post Hoc test didapatkan perbedaan yang bermakna hitung limfosit kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif (p = 0,000), kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan 1 (p = 0,021), kelompok kontrol positif dengan perlakuan 1 (p = 0,030), kelompok kontrol positif dengan perlakuan 2 (p=0,000), dan kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 (p = 0,030), sedangkan kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan 2 tidak didapatkan perbedaan bermakna (p = 0,865).
Simpulan Penelitian : Pemberian terapi adjuvan minyak jinten hitam dapat meningkatkan hitung limfosit pada mencit Balb/C model sepsis.
Kata Kunci : ceftriaxone, minyak jinten hitam, limfosit, sepsis
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Anisa Prastiwi, G0008005, 2011. The Effect of Black Cumin Oil (Nigella sativa) as an Adjuvan Therapy on the Lymphocyte Count in Balb/C Sepsis Mice Model. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.
Objective : This experiment was aimed to get the information of the effect of Black Cumin Oil (Nigella sativa) on the lymphocyte count in Balb/C sepsis mice model.
Method : This was a pure experiment with the posttest only controlled group design. We used 40 male Balb/C mice that were divided in 4 groups : negative control group, positive control group, treatment 1 group, and treantment 2 group. Negative control group were given aquadest 0,1 ml/mice/day. Positive control group were given cecal inoculum injection 6mg/mice/i.p/day. Treatment 1 group weres inducted sepsis dan given ceftriaxone antibiotik 52 mg/mice/i.m/day. Treatment 2 group were inducted sepsis dan given ceftriaxone antibiotik 52 mg/mice/i.m/day and black cumin oil 0,1 ml/mice/day. The treatment was done in 6 days. On the day 7, blood samples of subjects were taken from sinus orbitalis for lymphocyte counting with differential limfosit count. Stastitical analysis of the data was performed by One Way ANOVA with SPSS 18 for Windows Release programme and continued with Post Hoc test.
Result : The data showed that neutrophil rate of 100 pheripheral blood leukocyte of negative control group 80,32 + 8,80, positive control group 51,22 + 10,29, treatment 1 group 65,27 + 12,65, and treatment 2 group 79,28 + 9,48. With Post Hoc Test we got result there were significant difference of lymphocyte count between negative control group and positive control group (p = 0,000), negative control group and treatment 1 group (0,021), positive control group and treatment 1 group (0,030), positive control group and treatment 2 group (p = 0,000), the treatment 1 group and treatment 2 group (p = 0,030).The difference of neutrophil count between negative control group and treatment 2 group (p = 0,865) was not significant.
Conclusion : Adjuvant theraphy with black cumin oil can increase lymphocyte count on sepsismodel Balb/C mice.
Key word : ceftriaxone, black cumin oil, lymphocyte, sepsis
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas segala karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Terapi Adjuvan Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa) terhadap Hitung Limfosit Mencit Balb/C Model Sepsis” ini diajukan dalam rangka melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, yaitu: 1. Prof. DR. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku ketua Tim Skripsi beserta staff. 3. Isdaryanto, dr., MARS selaku Pembimbing Utama atas segala kesabaran, keramahan dan pengertian serta masukan, nasihat, semangat dan meluangkan waktu memberi bantuan dalam penulisan skripsi ini. 4. Dr. Kiyatno, dr., M.Or., PFK., AIFO selaku Pembimbing Pendamping atas semua saran yang berharga, bantuan serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 5. Mochammad Arief T.Q, dr., MS selaku Penguji Utama yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi. 6. Arif Suryawan, dr., AIFM selaku Anggota Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi. 7. Ayah dan Ibu tercinta serta kakak-kakakku tersayang Henny dan Dedy atas dukungan dan doa yang mengalir di setiap waktu. 8. Kepala Laboraturium Histologi Fakultas Kedokteran UNS beserta staff atas izin melakukan skripsi di Laboraturium Histologi 9. Anisa Prastiwi, teman-teman asisten histologi dan teman-teman pendidikan dokter 2008 atas dukungan dan semangatnya. 10. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuannya sehingga skripsi ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi semuanya.
Surakarta, Desember 2011
Ricky Trinugroho Yuliantoro
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA
vi
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan Penulisan
3
D. Manfaat Penulisan
3
LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
5
1. Nigella sativa
5
2. Sepsis
12
3. Peranan Minyak Jinten Hitam dalam Penatalaksanaan Sepsis B. Kerangka Pemikiran
28
1. Kerangka Pemikiran Konseptual
BAB III
26
28
2. Kerangka Pemikiran Teoretis
29
C. Hipotesis
30
METODE PENELITIAN
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Jenis Penelitian
31
B. Lokasi Penelitian
31
C. Subjek Penelitian
31
D. Teknik Sampling
31
E. Alur penelitian
33
F. Identifikasi Variabel Penelitian
34
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
34
H. Alat dan Bahan Penelitian
36
I. Cara Kerja
37
J. Teknik Analisis Data
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
40
BAB V
PEMBAHASAN
44
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
49
DAFTAR PUSTAKA
50
LAMPIRAN
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Kandungan Asam Lemak dalam Jinten Hitam
7
Tabel 2.
Kandungan Kimia Jinten Hitam
10
Tabel 3.
Jumlah Hewan Coba yang Masih Hidup dan yang Sudah Mati
40
Tabel 4.
Hasil Hitung Limfosit Keempat Kelompok Mencit dalam satuan % Leukosit
Tabel 5.
41
Rangkuman Uji Post Hoc .................................................…………. 43
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Nigella sativa
6
Gambar 2.2 Biji Nigella sativa
7
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Jumlah Limfosit Tiap Kelompok
Lampiran 2. Tabel Konversi Dosis Manusia dan Hewan
Lampiran 3. Tabel Daftar Volume Maksimal Larutan Sediaan Uji yang Dapat Diberikan pada Berbagai Hewan
Lampiran 4. Ethical Clearance
Lampiran 5. Foto Penelitian
Lampiran 6. Hasil Output Uji Statistik
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi kompleks yang terjadi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme (Guntur, 2008). Morbiditas dan mortalitas sepsis di Indonesia masih sangat tinggi (Guntur, 2008). Sepsis masih menjadi penyebab utama kematian di sejumlah Intensive Care Unit (ICU). Selama periode Januari 2006 - Desember 2007 di Bagian Perinatal Intensive Care Unit/ Neonatal Intensive Care Unit (PICU/NICU) Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta, terdapat angka kejadian sepsis 33,5% dengan tingkat mortalitas sebesar 50,2% (Pudjiastuti, 2008). Perkembangan terapi dengan obat-obatan akan berdampak secara mendasar pada morbiditas dan mortalitas sepsis. Berdasarkan hasil penelitian tahap Randomized Control Trials (RCTs), berbagai terapi adjuvan seperti anti-lipopolisakarida (antiendotoksin), anti-CD14, anti-Lipopolisakarida Binding Protein (anti-LBP), anti-TNF-α, IL-1ra, ibuprofen, kortikosteroid dosis tinggi, bradikinin antagonist, platelet-activating factor acetyl hydrolase, elastase inhibitor, nitric oxide synthase inhibitor tidak memperlihatkan perbaikan kelangsungan hidup penderita sepsis (Russel, 2006; Guntur, 2008). Oleh karena itu, diperlukan suatu terapi adjuvan baru yang dapat memberikan perbaikan pada pasien sepsis, salah satunya adalah jinten hitam (Nigella sativa). commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Proses patologik yang utama pada sepsis adalah apoptosis dari sel-sel efektor imunologi, termasuk limfosit dan sel dendritik maupun apoptosis saluran pencernaan (Chang et al., 2007). Sejumlah penelitian menyatakan bahwa
disregulasi
apoptosis
terhadap
kematian
sel-sel
imun
bertanggungjawab dalam menimbulkan disfungsi imun serta Multiple Organ Failure (MOF) selama sepsis (Chung et al., 2000; Chung et al., 2003). Pada sepsis, sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis adalah limfosit. Peningkatan apoptosis limfosit yang terjadi selama sepsis akan menurunkan jumlah limfosit dalam sirkulasi sehingga terjadi penurunan Interferon-γ (IFN-γ). Penurunan IFN-γ ini akan menghambat aktivasi makrofag sehingga menurunkan respon Th1 (Docke et al., 1997). Nigella sativa (jinten hitam) merupakan tanaman obat tradisional dari daerah Mediterania yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit karena memiliki efek antibakteri, antiinflamasi, analgesik, antipiretik, antioksidan, bersifat hepatoprotektor dan renoprotektor serta mampu meningkatkan sistem imun (Navdeep, 2009). Nigella sativa mengandung senyawa thymoquinone yang memiliki efek positif terhadap sistem imun. Mekanisme kerjanya adalah menghambat translokasi NF-κB ke dalam nukleus sehingga menurunkan sintesis sitokin proinflamasi, kemokin, adhesion factor serta faktor koagulasi (Clark and Coppersmith, 2007; Navdeep, 2009). Nigella sativa juga secara signifikan mampu mengurangi level stres oksidatif yang memicu sintesis sitokin pro-inflamasi melalui molekul adhesi (Turkdogan et al. 2000). Aktivitas Nigella sativa sebagai commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
antioksidan serta antiinflamasi tersebut dapat diaplikasikan pada kondisi patologis yang memiliki respon inflamasi berlebih seperti pada sepsis. Selain itu, tanaman ini memiliki nilai lebih karena toksisitasnya yang lebih rendah, harganya yang terjangkau serta mudah ditemukan di lingkungan sekitar. Namun sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan bahwa ekstrak minyak jinten hitam (Nigella sativa) dapat digunakan untuk mencegah apoptosis limfosit melalui jalur NF κ-β dan caspase-3 pada sepsis. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak minyak jinten hitam terhadap limfosit serum. Pemberian ekstrak minyak jinten hitam diharapkan memiliki potensi sebagai terapi adjuvan dalam penatalaksanaan sepsis sehingga dapat menekan tingkat morbiditas dan mortalitas sepsis.
B. Rumusan Masalah Adakah pengaruh pemberian terapi adjuvan minyak jinten hitam (Nigella sativa) terhadap hitung limfosit mencit Balb/C model sepsis?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi adjuvan minyak jinten hitam (Nigella sativa) terhadap hitung limfosit mencit Balb/C model sepsis.
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Ilmiah Penelitian ini dapat memberi masukan dalam ilmu pengetahuan tentang minyak jinten hitam (Nigella sativa) sebagai terapi adjuvan pada kasus sepsis.
2.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam penelitian tentang memanfaatkan minyak jinten hitam (Nigella sativa) sebagai terapi adjuvan pada kasus sepsis.
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Nigella sativa a.
Klasifikasi Tumbuhan Kerajaan (Kingdom)
: Plantae
Divisi (Division)
: Magnoliophyta
Kelas (Class)
: Magnoliopsida
Bangsa (Ordo)
: Ranunculales
Suku (Family)
: Ranunculaceae
Marga (Genus)
: Nigella
Jenis (Species)
: Nigella sativa
b. Sinonim Black cumin, fennel flower, Nutmeg flower, Roman coriander, black seed, black caraway, black onion seed, kalonji, habatussauda, habbat albarakah (Attia et al., 2008).
c.
Deskripsi Tanaman Nigella sativa merupakan tumbuhan dengan tinggi sekitar 20 - 30 cm, berbatang halus, daunnya berbau segar, bunganya berwarna biru lembut dengan 5 - 10 kelopak, tumbuh liar sampai ketinggian commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1100 m di atas permukaan laut. Biasanya ditanam di daerah pegunungan atau sengaja ditanam di halaman atau ladang sebagai tanaman rempah-rempah. Buahnya berbentuk kapsul menggembung, terdiri dari 3-7 folikel, yang masing-masing berisi beberapa biji. Bentuk bijinya kerucut kecil dan berserabut, panjangnya berukuran tidak lebih dari 3 mm. Memiliki aroma, bentuk yang sama seperti biji wijen, namun berwarna hitam. Bijinya digunakan untuk rempahrempah dan obat-obatan (Attia et al., 2008).
Gambar 2.1. Tanaman Nigella sativa
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.2. Tanaman Nigella sativa
d. Kandungan Kimia 1) Fixed Oil Kandungan asam lemak dalam jinten hitam sebagai berikut: Tabel 1. Kandungan Asam Lemak dalam Jinten Hitam Asam Lemak
Persentase
Asam laurat
0,6
Asam miristat
0,5
Asam palmitat
12,5
Asam stearat
3,4
Asam oleat
23,4
Asam linoleat
55,6
Asam linolenat
0,4
Asam eicosadinoat
3,1
Total
99,5
Sumber: Nickavar et al., 2003 commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari komposisi di atas diketahui bahwa jinten hitam lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (82,5%). Asam lemak tidak jenuh yang terpenting adalah asam linoleat dan asam oleat (Wardlaw and Smith, 2006). Asam linoleat termasuk golongan asam omega-6 dengan dua ikatan rangkap (Almatsier, 2001). Asam lemak ini dibutuhkan untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan. Hewan dan manusia tidak dapat menambahkan ikatan rangkap pada karbon ke-3 dan ke-6 pada asam lemak yang ada di dalam tubuh sehingga tidak dapat mensintesis asam lemak tersebut. Oleh karena itu, asam linoleat merupakan asam lemak esensial (Wardlaw and Smith, 2006). Asam oleat termasuk asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap (monounsaturated fatty acid = MUFA). MUFA adalah asam lemak yang kehilangan dua atom hidrogen dan mempunyai satu ikatan rangkap. MUFA bermanfaat untuk menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dengan cara menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol total (Rolfes et al., 2006). 2) Volatile oil Volatile oil dari Nigella sativa mengandung beberapa zat seperti trans-anethole, carvone, cymene, thymohydroquinone, thymoquinon, d-limonene, nigellin, dan nigellone (Nickavar et commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
al., 2003). Limonene bermanfaat dalam memicu produksi enzim untuk mendetoksifikasi karsinogen sehingga menghambat pertumbuhan kanker (Rolfes et al., 2006). 3) Kandungan Lain Komposisi gizi dari biji jinten hitam meliputi karbohidrat 35%, lemak 35-38% dan protein 21%. Sisanya berupa vitamin, mineral dan zat lain. Karbohidrat dalam jinten hitam berupa monosakarida, yaitu glukosa, rhamosa, xylosa dan arabinosa. Selain itu, Nigella sativa juga mengandung non-starch polysaccharide sebagai sumber serat tinggi (Nickavar et al., 2003). Protein yang terkandung di dalam jinten hitam ada 15 macam, di antaranya alanin, arginin, sistin, asam glutamat, glisin, lisisn, methionin, phenylalanin, threonin, tryptophan, asparagin, isoleusin dan leusin (Nickavar et al., 2003). Selain itu, jinten hitam juga mengandung alkaloid, saponin,
asam
askorbat,
asam
dehidroaskorbat,
lipase,
phytosterol, beta-sitosterol, alpha-spinasterol, stigmasterol, campesterol dan tannin. Saponin diketahui dapat menghambat replikasi DNA pada sel kanker serta menstimulasi sistem imun. Tannin
memiliki
efek
sebagai
antioksidan
yang
dapat
menghambat aktivitas zat karsinogenik dan perkembangan kanker. Phytosterol merupakan zat dari tumbuhan yang commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mempunyai
struktur
mirip
kolesterol
sehingga
dapat
menurunkan kadar kolesterol darah melalui kompetisi absorbsi di usus (Rolfes et al., 2006). Tabel 2. Kandungan Kimia Jinten Hitam Nilai Nutrisi
Kandungan kimia
US
% of US
INQ
Rata-rata
Nigella sativa per-
RDA
RDAB
%
100 gram kadar
B
air Energi (kkal
531 (222)
2300 (9,63)
23,1
1
(MJ)) Protein (gram)
20,8
65
32
14
Tiamin (mg)
1,5
1,5
100
4,3
Riboflavin (mg)
0,1
1,7
5,9
0,3
Piridoksin (mg)
0,5
2
25
1,1
Niasin (mg)
5,7
20
28,5
1,2
Kalsium (mg)
185,9
1000
18,6
0,8
Besi (mg)
10,5
18
53,8
2,5
Tembaga (mg)
1,8
2
90
3,9
6
15
40
1,7
Seng (mg) Fosfor (mg)
526,5
1000
52,7
2,3
Folasin (mg)
0,061
0,4
15,3
0,7
RDAB
: Recommended Dietary Allowences For Bodybuilders
INQ
: Index Of Nutritional Quality commit to user Sumber : Yulianti et al., 2006. 10
perpustakaan.uns.ac.id
e.
digilib.uns.ac.id
Efek Farmakologis Berbagai penelitian menunjukkan efek Nigella sativa sebagai antioksidan, analgesik, antipiretik, antihipertensi, bronkodilator, antibakteri, imunomudulator, anti ulkus, anti jamur, antihelmintes, antitumor, antidiabetik, berpotensi meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menurunkan kadar lemak, kolesterol serum, trigliserida, menghambat nekrosis hepar dan renoprotektif, (Bashandy, 2006). Beberapa senyawa yang terkandung dalam minyak Nigella sativa seperti thymoquinone, dithymoquinone, thymohydroquinone dan thymol
memiliki
aktivitas
antioksidan,
antimikroba,
agen
hipoglikemik, antitumor, efek hepatoprotektif, inhibitor sintesis eikosanoid dan peroxidasi membran lipid (Thippeswamy, 2005). Nigella sativa dan komponen aktifnya thymoquinone (TQ), dapat menghambat peroksidasi lipid non-enzimatik pada liposom dan memiliki potensi menetralkan radikal bebas. Kemampuannya sebagai antioksidan telah terbukti dalam melawan hepatotoksisitas CCL4, fibrosis hati dan sirosis serta kerusakan hepar. Nigella sativa secara signifikan dapat mengurangi level Oxidative Stress Index (OSI) dan Total Oxidative Status (TOS) yang mengindikasikan tingkat stres oksidatif jaringan. Mekanisme aktivitas stres oksidatif dapat menyebabkan pembentukan sitokin pro-inflamasi melalui molekul sel adhesi.Selain itu, Nigella sativa dapat meningkatkan commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
level Total Antioxidant Capacity (TAC) yang menunjukkan kadar antioksidan pada jaringan hepar (Turkdogan et al., 2000). Thymoquinone yang terkandung dalam Nigella sativa juga dapat menghambat tromboksan B2 dan leukotrien B4 (dengan menghambat cyclooxygenase dan 5-lipooxygenase) serta peroksidasi membran lipid. Thymoquinone terbukti menghambat sitokin proinflamasi seperti IL-1ß, IL-8, dan kemokin seperti Macrophage Chemotactic Protein-1 (MCP-1). Mekanisme kerjanya adalah melalui inhibisi terhadap TNF-α yang menginduksi aktivasi NF-κB serta menghambat translokasi NF-κB ke dalam nukleus (Navdeep, 2009). Aktivitasnya sebagai antioksidan serta anti-inflamasi tersebut dapat diaplikasikan pada kondisi patologis yang memiliki respon inflamasi berlebih seperti pada sepsis.
2.
Sepsis a.
Definisi Sepsis Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme (Guntur, 2008; Hotchkiss et al., 2003). Untuk mencegah timbulnya kerancuan, disepakati standardisasi terminologi. Pada bulan Agustus 1991, telah dicapai konsensus yang dihasilkan American College of commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine sebagai berikut (Eny, 2004): 1) Infeksi, respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme yang secara normal pada jaringan tersebut seharusnya steril. 2) Bakteriemi, adanya bakteri hidup dalam darah. 3) Systemic Inflammatory Response Syndrome merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat dilepasnya berbagai mediator secara sistemik yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ atau Multiple Organ Disfunction (MOD) dengan tanda klinis: a) Temperatur > 38,30C atau < 35,60C b) Denyut jantung > 90 kali/menit c) Frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 torr (< 4,3 kPa) d) Hitung leukosit > 12.000 sel/mm3 atau < 4000 sel/mm3 atau ditemukan > 10 % sel imatur. 4) Sepsis, SIRS yang disebabkan oleh infeksi 5) Sepsis berat (severe sepsis), sepsis disertai disfungsi organ, yaitu kelainan hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg atau terjadi penurunan > 40 mmHg dari keadaan sebelumnya tanpa disertai penyebab dari penurunan tekanan darah yang lain). Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini meliputi timbulnya asidosis laktat, oligouria atau perubahan akut status mental. commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6) Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan.
b. Etiologi Sepsis Sepsis sampai syok septik telah diakui penyebabnya adalah bakteri gram negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, gram positif, jamur, virus bahkan parasit. Timbulnya syok septik dan atau Acute Respiratory Disstress Syndrome (ARDS) sangat penting pada bakteriemia gram negatif. Syok terjadi pada 20 % - 35 % penderita bakteriemia gram negatif (John, 1994). Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah Lipopolisakarida (LPS). Lipopolisakarida atau kompleks endotoksinglikoprotein merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif. Lipopolisakarida merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS merangsang produksi mediator inflamasi seperti TNF, berbagai sitokin dan prostaglandin, Colony Stimulating Factor (CSF), Platelet Activating Factor (PAF) dan radikal bebas yang bertanggung
jawab
terhadap
reaksi
(Kuntaman, 2008). commit to user
14
dalam
tubuh
penderita
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Angka mortalitas penderita sepsis dengan endotoksemia (41,17 %) lebih tinggi dibandingkan tanpa endotoksemia (12,5 %) walaupun secara statistik tidak ditemukan perbedaan bermakna. Jenis kuman yang sering ditemukan adalah kuman gram negatif (55,26 %), diikuti gram positif (39,47 %) dan jamur atau sel ragi (5,26 %) (Suhendro, 1997).
c. Patofosiologi Sepsis Patofisiologi sepsis sangat kompleks karena melibatkan interaksi antara proses infeksi kuman patogen, inflamasi dan jalur koagulasi (Kristine et al., 2007) yang dikarakteristikkan sebagai ketidakseimbangan antara sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, IL1β, IL-6 dan IFNγ dengan sitokin anti-inflamasi seperti IL-1ra, IL-4 dan IL-10 (Li-Weber and Krammer, 2003; Elena et al., 2006). Overproduksi sitokin pro-inflamasi sebagai hasil dari aktivasi NF-κB akan menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS terutama pada paru-paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya yang mempengaruhi
permeabilitas
vaskuler,
fungsi
jantung
dan
menginduksi perubahan metabolik sehingga terjadi apoptosis maupun nekrosis jaringan, MOF, syok septik serta kematian (Arul, 2001; Elena et al., 2006; Chopra and Sharma, 2007). Endotoksin dapat secara langsung berikatan dengan LPS dan commitdalam to userserum darah membentuk LPSAb bersama dengan antibodi
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(Lipopolisakarida-Antibodi) (Brahmbhatt et al., 2005). Dengan perantara reseptor CD14. LPSAb yang berada di dalam darah akan bereaksi dengan makrofag dan kemudian ditampilkan sebagai Antigen Presenting Cell (APC). Ikatan LPS-Lipopolysaccharide Binding Protein (LPB) pada reseptor CD14 di permukaan sel akan berinteraksi degan Toll-Like Receptor-4 (TLR4) untuk menginduksi NKκ-B sebagai sinyal trankripsi sitokin proinflamasi, kemokin, adhesion factor serta faktor koagulasi (Clark and Coppersmith, 2007). Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis, limfosit T akan mengeluarkan sustansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu IFNγ, IL-2 dan Macrophage Colony Stimulating Factor (M-CSF). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Interferon-γ yang dihasilkan Th1 ini akan merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α sehingga pada keadaan sepsis terjadi peningkatan kadar IL-1β dan TNF-α yang berkorelasi dengan keparahan penyakit dan kematian (Roth and Hanspeter, 2004). Sepsis memiliki dua fase yang berbeda, yaitu early sepsis dan late sepsis. Early sepsis merupakan fase hiperdinamik yang ditandai oleh peningkatan cardiac output, perfusi jaringan dan penurunan resistensi vaskuler. Tanda khas pada fase ini adalah status pro-inflamasi yang dimediatori terutama oleh limfosit, makrofag dan monosit yang telah distimulasi sebelumnya oleh mikroba dan atau commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
toksinnya. Late sepsis merupakan fase hipodinamik yang meliputi penurunan aliran darah menuju jaringan dan mikrovaskuler, penurunan fungsi jantung, dan peningkatan indeks cedera dan disfungsi organ. Pada fase ini, sistem imun menunjukkan presentasi antigen yang tidak sempurna, penurunan Major Histocompatibility Complex type II (MHC-II), hilangnya respon hipersensitivitas tipe lambat, hilangnya fungsi fagosit dan penurunan pelepasan sitokin dari sel T helper tipe 1 (Th1) (Guntur, 2008).
d. Peran Apoptosis Limfosit dalam Patologi Sepsis Apoptosis adalah suatu proses yang diprogramkan untuk membunuh sel yang tidak dikehendaki dan sel yang berpotensi membahayakan (Strasser et al., 2008) pada saat morfogenesis, remodeling jaringan dan resolusi respon imun (Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis ini akan membatasi kerusakan yang berlebihan pada lingkungan sekitarnya (Wesche et al., 2005). Apoptosis atau kematian sel yang terprogram dicirikan oleh adanya degenerasi nukleus, kondensasi, dan degradasi DNA nukleus serta fagositosis dari residu sel. Multiple Organ Disfunction atau Multiple Organ Failure sering berhubungan dengan peningkatan apoptosis sel limfoid sehingga terapi pengembangan terapi pada sepsis bertujuan untuk memblok jalur sinyal sel yang akan commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengawali proses apoptosis dapat digunakan sebagai target terapi baru pada pasien-pasien kritis (Oberholzer et al., 2001). Perubahan apoptosis dari sel dimediatori oleh cysteine aspartatespesific protease atau caspase, yang akan membelah dan menghancurkan
sejumlah
besar
struktur
protein
dan
juga
mengaktifkan enzim-enzim untuk membongkar asam nukleat (Caspase Activated DNAse
yang disebut CAD) atau struktur
lainnya. Caspase ada di dalam sel-sel sehat dalam keadaan inaktif (zymogen). Berdasarkan struktur, fungsi, dan cara aktivasinya, caspase dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (i) Initiator caspases (contoh caspase-8, caspase-9 dan Caenohabditis elegans CED-3) dan (ii) Effector caspases (contoh caspase-3, caspase-6, serta caspase 7). Effector caspase bertanggung-jawab pada proteolisis dari struktur protein dan aktivasi CAD (Strasser et al., 2008). Sejumlah penelitian menyatakan bahwa disregulasi apoptosis terhadap
kematian
sel-sel
imun
bertanggungjawab
dalam
menimbulkan disfungsi imun serta MOF selama sepsis (Chung et al., 2000; Chung et al., 2003). Pemicu apoptosis ini termasuk steroid, sitokin seperti TNF-α, IL-1, IL-6, FasL, heat shock protein, oksigen radikal bebas, NO, dan limfosit T cytotoxic (Tc) yang akan mengekspresikan FasL pada permukaan sel-selnya (Roth and Hanspeter, 2004). Proses kematian sel melalui apoptosis terjadi melalui tiga jalur yang berbeda, yaitu jalur reseptor kematian commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ekstrinsik (sel tipe I), jalur intrinsik (sel tipe II) dan jalur yang diinduksi oleh stres (jalur retikulum endoplasma) (Strasser et al., 2000; Daniel and Remick, 2007; Turner et al., 2007) Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis adalah limfosit. Pada hewan coba terlihat setelah 12 jam pasca pemaparan polimikroba sepsis akan terlihat apoptosis limfosit pada timus, lien dan Gut-Association Lymphoid Tissues (GALT). Hal ini menunjukkan bahwa pada hewan coba, adanya disregulasi apoptosis dari limfosit ini akan menurunkan survival melalui hilangnya limfosit. Apoptosis limfosit dalam kelenjar timus tampak terjadi pada awal setelah onset sepsis (4 jam). Selain itu, adanya pelepasan dini dari Complement 5a (C5a) pada kondisi sepsis akan mengakibatkan apoptosis limfosit (Guo et al., 2000). Apoptosis limfosit yang terjadi terutama dalam lien penting dalam menimbulkan mortalitas pada sepsis (Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini berhubungan dengan disfungsi imun sehingga akan terjadi penurunan proliferasi dan kemampuannya dalam
melepaskan
IFN-γ.
Interferon-γ
berpotensi
untuk
mengaktivasi makrofag dan menginduksi terjadinya respon Th1 (Docke et al., 1997). Apoptosis berperan dalam pengaturan respon inflamasi setelah terjadinya jejas pada paru-paru. Hal ini menunjukkan bahwa fagositosis terhadap limfosit, apoptosis oleh makrofag alveolar dan commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hubungan antara makrofag alveolar dengan apoptosis sel endotel tidak hanya menghambat pelepasan sitokin pro-inflamasi dari makrofag tetapi juga meningkatkan sekresi sitokin anti-inflamasi dan faktor pertumbuhan, penurunan ekspresi FasL, dan inisiasi apoptosis limfosit T melalui c-Myc (Wesche et al., 2005)
e. NF κ-B Nuclear Factor κ-β merupakan faktor transkripsi yang ditemukan pada semua tipe sel hewan dan dilibatkan dalam respon seluler terhadap sejumlah rangsangan seperti stres, sitokin, radikal bebas, radiasi ultraviolet, LDL yang teroksidasi dan antigen virus maupun bakteri (Jobin, 2000; Gilmore, 2006). Nuclear Factor κ-β berperan dalam mengendalikan aktivasi sejumlah gen yang terlibat dalam pertumbuhan, diferensiasi, respon imunitas, dan kelangsungan hidup dari sel (Jobin, 2000). Nuclear Factor κ-β berperan penting dalam patofisiologi dari penyakit-penyakit kritis dengan mengatur ekspresi dari gen (sitokin, kemokin, reseptor) yang secara bersamasama akan menentukan respon dari host. Nuclear Factor κ-β mempunyai fungsi proapoptosis dan anti-apoptosis yang tergantung pada stimuli dan jenis selnya (Clark and Coopersmith, 2007; Turner et al., 2007). Oleh karena itu, maka kesalahan dalam pengaturan NF κ-β berhubungan dengan kanker, inflamasi, penyakit autoimun, syok commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
septik, infeksi virus dan perkembangan imunitas yang salah (Gilmore, 2006). Nuclear Factor κ-β ditemukan dalam sitoplasma yang terikat pada penghambat endogen yang disebut I-κβs dan akan teraktivasi setelah terjadi fosforilasi I-κβ. Dari hasil degradasi I-κβ akan terjadi pelepasan NF κ-β ke dalam nukleus dan induksi transkripsi. Pada sel epitel intestinal, aktivasi NF κ-β akan menginduksi ekspresi dari sejumlah gen yang berefek pada inflamasi dan perbaikan mukosa (Diding and Guntur, 2009). Nuclear Factor κ-β mempunyai fungsi pro-apoptosis dan anti-apoptosis yang bergantung pada stimulus dan jenis selnya (Li et al., 2001). Nuclear Factor κ-β akan mengikat sejumlah gen proapoptosis termasuk p53, FasL, dan IL-1β converting enzyme, pada promoternya. Sebaliknya aktivitas NF κ-β juga diperlukan dalam pengaktifan gen-gen yang menekan beberapa bentuk apoptosis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa NF κ-β adalah faktor kelangsungan hidup dari sel yang akan melindungi sel dari stimuli kematian (Diding and Guntur, 2009). f. Penatalaksanaan Sepsis 1) Pemakaian Antibiotik 2) Imunonutrisi
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Pengobatan Suplementasi Adapun
pengobatan
suplementasi
yang
sedang
dikembangkan untuk penatalaksanan sepsis antara lain (Guntur, 2008): a)
Strategi
anti-endotoksin
dengan
pemberian
antibodi
monoklonal, tetapi pemberian ini masih diperdebatkan. b) Pemberian infus antibodi monoklonal Faktor VII dapat menghambat pembentukan trombin dan konversi fibrinogen. Sistem Antitrombin III (AT III) - Heparin Sulfat dapat mengikat dan mengurangi aktivitas trombin dalam proses pembekuan darah, sehingga dapat mengatasi Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). c)
Strategi antimediator inflamasi. Ekspresi sitokin merupakan respon normal dari inflamasi setelah mendapatkan stimulasi dan akan terjadi penurunan secara withdrawal apabila stimuli
dihilangkan.
Dalam
penelitian
eksperimental,
penghambatan atau netralisasi mediator dalam keadaan sepsis dapat mengurangi angka kematian dan strategi ini sedang dalam proses uji klinik yang hasilnya masih dievaluasi. d) Netralisasi NO. Nitric Oxide merupakan vasodilator yang diproduksi oleh endotel pembuluh darah pada saat sepsis. Apabila NO diproduksi berlebihan, maka akan terjadi commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
vasodilatasi pembuluh darah tepi dan penurunan resistensi sehingga terjadi penurunan tekanan darah sampai syok. Oleh karena itu, NO harus dinetralisasi dengan menggunakan methilen blue. e)
Hemofiltrasi. Dalam teori dinyatakan bahwa hemofiltrasi dapat
mengeluarkan
mediator inflamasi
serta toksin
inflamasi, namun metode ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. f)
Penggunaan Intravenous Imunoglobulin (IVIG). Pemberian IVIG akan meningkatkan netralisasi toksin, opsonisasi, aktivitas bakterisidal serta menstimulasi fagositosis oleh leukosit dan makrofag. Pemberian IVIG mempunyai efek yang sinergis dengan antibiotik β-laktam dan membentuk antibodi laktamase serta dapat merusak membran sel bakteri gram negatif. IVIG juga dapat menekan aktivitas mediator inflamasi dan mengurangi pelepasan sitokin proinflamasi.
g. Metode Induksi Sepsis 1)
Cecal inoculum (CI) Cecal inoculum (CI) adalah suatu model yang mampu menggambarkan dengan baik keadaan sepsis mirip dengan keadaan klinis peritonitis yang disebabkan infeksi polimikroba. Infeksi tersebut akan menghasilkan respon inflamasi peritoneum commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terhadap organisme polimikroba yang berasal dari saluran pencernaan (Fu Bu et al., 2006). Dari
hasil
penelitian
injeksi
cecal
inoculum
memperlihatkan tanda-tanda piloerection, periocular discharge, tampak lesu, penurunan nafsu makan dan minum, dan diare. Terlihat infeksi yang berlebihan, kerusakan yang hebat dan perlengketan di sejumlah organ termasuk hepar, lien, ginjal, serta memperlihatkan tingkat kematian sebesar 100 % selama tujuh hari perlakuan (Diding and Guntur, 2009) dan peningkatan jumlah limfosit dalam sirkulasi (Fu Bu et al., 2006). Pada penelitian kali ini, akan digunakan induksi CI yang merupakan modifikasi dari metode yang diperkenalkan oleh Brahmhatt et al. (2005) dan Chopra (2007). Cecal inoculum dibuat baru setiap hari dari mencit donor yang dikorbankan dengan mensuspensikan 200 mg material cecal pada 5 mL dextrose water 5% (D5W) steril. Pada mencit diinjeksikan cecal inoculum 6 mg/mencit/i.p (Ren et al., 2002). 2) Polymicrobial sepsis induced by cecal ligation and puncture (CLP) Sejumlah tikus putih jantan dengan berat badan berkisar 120 - 150 g, di anastesi per i.p. dengan Nembutal (65 mg/Kg) dan ditempatkan di bawah cahaya lampu. Setelah anastesi bekerja, dinding abdomen tikus diinsisi sepanjang midline commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan diameter 2 cm. Cari cecum, dan keluarkan dari cavitas abdomen. Bagian distal cecum diikat (ligation dengan 5 - 0 benang sutra, kemudian cecum yang telah diligasi ditusuk dua kali dengan jarum gauge ukuran 18 dan ditekan dengan lembut menggunakan aplikator sampai sedikit material cecal keluar. Setelah itu, cecum dimasukkan kembali ke dalam peritoneum. Bekas insisi dijahit menggunakan 5 - 0 benang sutra untuk lapisan otot dan surgical staples (9 mm) untuk kulit. Berat badan tikus dimonitoring secara rutin setiap hari sampai akhir eksperimen (Fu Bu H et al., 2006). 3) Lipopolisakarida (LPS) Lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein kompleks dan dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi inflamasi jaringan, demam, dan syok. LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan septikemia (Guntur, 2008). Produk yang berperan penting terhadap sepsis terutama kandungan lipid A dalam LPS tersebut. Dalam aliran darah LPS akan
terikat
pada
protein
yang
bersirkulasi
kemudian
berinteraksi dengan reseptor makrofag, limfosit, dan monosit serta sel lain pada sistem retikuloendotelial. Hal ini akan mengakibatkan
pelepasan sitokin commit to user
25
dan
pengaktifan
jalur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komplemen dan koagulasi. Runtutan peristiwa tersebut dapat diamati secara klinis sebagai demam, leukopenia, hipoglikemia, hipotensi, syok, koagulasi intravaskuler hingga kematian karena disfungsi organ (Brooks et al., 2003). Karena kemampuannya dalam menyebabkan sepsis, maka LPS dapat dimanfaatkan untuk menginduksi sepsis pada percobaan. Caranya, LPS (lipopolisakarida) dari bakteri gram negatif (E. coli paling sering digunakan), diinjeksikan secara i.p. ke tikus putih dengan dosis 15 mg/kg. kemudian Survival dari hewan coba dimonitor dengan interval 12 jam selama tujuh hari (Fu Bu H et al., 2006).
3.
Peranan Minyak Jinten Hitam dalam Penatalaksanaan Sepsis a.
Thymoquinone Thymoquinone
(2-isopropyl-5-methyl-1,
4-benzoquinone)
termasuk ke dalam golongan monoterpenoid keton (Nickavar et al., 2003). Efek antinflamasi yang ditimbulkan oleh thymoquinone berlangsung melalui mekanisme sebagai berikut (El Gazzar et al.,2006): 1) Menghambat translokasi NF-κB ke dalam nukleus 2) Menghambat influks kalsium (Ca2+) sehingga dapat mencegah degranulasi sel mast commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Penghambatan jalur lipoksigenase dan siklooksigenase yang dapat menurunkan biosintesis mediator inflamasi 4) Penurunan produksi sitokin limfosit CD4+ Th2, terutama interleukin-4 (IL-4), yang berakibat langsung pada penurunan proliferasi dan diferensiasi limfosit CD4+ Th2 dan secara tidak langsung pada proses pertumbuhan sel mast dan produksi imunoglobulin-E (IgE) 5) Meningkatkan
produksi
IL-3
yang
berperan
sebagai
Macrophage Activating Factor (MAF) 6) Menurunkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) dan NO
b. Thymohidroquinone Thymohidroquinone yang terkandung dalam Nigella sativa memiliki akrivitas antibakterial, terutama terhadap bakteri gram negatif, seperti Escherichia coli, Salmonella typhi, Pseudomonas aeruginosa,
bakteri
gram
prositif
seperti
Bacilus
subtilis,
Staphylococcus aureus serta jamur seperti Candida albicans (Mariam and Basal, 2009)
c.
Asam Linoleat Mekanisme penghambatan reaksi inflamasi oleh asam linoleat oleh asam linoleat adalah sebagai berikut: 1) penurunan produksi histamin (Cook et al., 2001) commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) penurunan produksi sitokin proinflamasi (O’shea et al., 2004) 3) penurunan produksi senyaea radikal bebas (Sammon, 1999)
d. Asam Linolenat Asam linolenat merupakan asam lemak tak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acid (PUFA)) (Rolfes et al., 2006). Asam linolenat atau asam lemak omega-3 mempunyai 18 atom karbon, dimana ikatan rangkap pertamanya terletak pada atom karbon ke-3 dari ujung gugus metil omega (Sizer, 2006). Turunan asam lemak omega-3 adalah Eicosapentaenoic Acid (EPA, C20:5 ω-3) dan Decosahexaenoic Acid (DHA, c22:6 ω-6) (Almatsier, 2003). Asam linolenat dapat meredam proses alergi inflamasi melalui mekanisme sebagai berikut: 1) menghambat metabolisme asam arakhidonat (Barham et al., 2000) 2) menurunkan produksi sitokin proinflamasi (Simopuolus et al., 2002).
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran 1.
Kerangka Berpikir Konseptual Cecal inoculum
TLR4
CD14
Makrofag Nigella sativa
NF-κB
Faktor Koagulasi
Molekul adhesi
kemokin
Apoptosis Limfosit
Sitokin proinflamasi
Caspase-3
Jumlah Limfosit
Keterangan : merangsang : menghambat
2.
Kerangka Berpikir Teoritis Kandungan LPS dalam cecal inoculum ini di dalam serum darah akan berikatan dengan antibodi membentuk kompleks LipopolisakaridaAntibodi (LPS-Ab) (Brahmbhatt et al., 2005). Dengan perantara reseptor CD14+ dan Toll Like Receptor-4 (TLR-4) pada makrofag, LPS-Ab akan ditampilkan sebagai Antigen Cell (APC) (Clark and commit toPresenting user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Coppersmith, 2007). Interaksi antara LPS dan CD14+ dengan TLR-4 ini akan membentuk suatu transduksi sinyal yang akan menginduksi aktivasi NFκ-B (Diding dan Guntur, 2009). NFκ-B yang teraktivasi ini akan menyebabkan peningkatan transkripsi dari sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IFN-γ, leukotrien B4, GM-CSF, G-CSF), faktor koagulasi (PAI-1, vWF, TF, fibrinogen), molekul adhesi serta kemokin sehingga mengakibatkan peningkatan apoptosis limfosit (Wesche et al., 2005). Di samping itu, sitokin proinflamasi ini juga akan mengaktifkan caspase-3 yang akan meningkatkan apoptosis limfosit (Guo et al.,2006). Adanya peningkatan apoptosis limfosit pada kondisi sepsis ini akan menurunkan jumlah limfosit dalam sirkulasi. Minyak jinten hitam (Nigella sativa) mengandung berbagai senyawa yang berfungsi sebagai zat antibakteri, antiinflamasi dan antioksidan. Nigella sativa mampu menghambat ekspresi NFκ-B sehingga menurunkan produksi sitokin proinflamasi, kemokin, molekul adhesi serta faktor koagulasi sehingga apoptosis limfosit dapat ditekan. Dengan demikian, jumlah limfosit akan meningkat. Peningkatan jumlah limfosit ini akan membantu menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat sepsis.
C. Hipotesis Pemberian minyak jinten hitam (Nigella sativa ) dapat meningkatkan hitung limfosit pada mencit Balb/C model sepsis. commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian the post test only controlled group design.
B. Lokasi Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
Laboratorium
Histologi
Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
C. Subjek Penelitian Subyek penelitian adalah mencit Balb/C dengan jenis kelamin jantan, umur 2 - 3 bulan, berat badan + 20 - 30 gram, sehat, dan aktif. Mencit Balb/C jantan ini diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan Universitas Setia Budi (USB) Surakarta. Bahan makanan Mencit Balb/C berupa pakan mencit BR.
D. Teknik Sampling Pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara insidental sampling. Kemudian, sampel dibagi menjadi empat kelompok secara random sederhana. Subjek penelitian sebanyak 24 ekor, yang dibagi menjadi empat kelompok (satu kelompok kontrol negatif, satu kontrol positif dan dua commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kelompok perlakuan). Masing-masing kelompok terdiri atas enam ekor mencit Balb/C jantan. Adapun cara perhitungan besar sampel adalah dengan rumus Federer, yaitu: (n - 1) (t - 1) > 15 dengan n = jumlah mencit Balb/C per kelompok t = jumlah kelompok àt=4
(n - 1) (t - 1) > 15 (n - 1) (4 - 1) 3n - 3
> 15
> 15
3n > 18 n > 6 à n = 6 ekor Dengan dasar tersebut, didapatkan jumlah mencit Balb/C per kelompok adalah enam ekor.
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Alur Penelitian Populasi Mencit Balb/C jantan umur 2-3 bulan berat badan 20 - 30 gram
Incidental sampling Sampel mencit Mencit Balb/C jantan umur 23 bulan berat badan 20 - 30 gram
Simple random
Kelompok kontrol negatif Mencit Balb/C 6 ekor
Kelompok sepsis Mencit Balb/C 6 ekor
Kelompok Perlakuan 1 Mencit Balb/C 6 ekor
Kelompok Perlakuan 2 Mencit Balb/C 6
Adaptasi hari 1-7
Adaptasi hari 1-7
Adaptasi hari 1-7
Adaptasi hari 1-7
Hari 9 - 13 · Aquades peroral 0,117 ml 1x sehari
ekor
Hari 8 - 13 · Injeksi cecal inoculm 0,15 ml/i.p/mencit
Hari 8 - 13 · Injeksi cecal inoculm 0,15 ml/i.p/mencit
Hari 8 - 13 · Injeksi cecal inoculm 0,15 ml/i.p/mencit
Hari ke 9 - 13 · Aquades peroral 0,117 ml 1x sehari
Hari ke 9 - 13 · Antibiotik ceftriaxon 5,2 mg/0,05 ml/ i.m 1x sehari
Hari 9 - 13 · Antibiotik ceftriaxon 5,2 mg/0,05 ml/ i.m 1x sehari · Minyak jinten hitam 0,117 ml peroral 1x sehari
24 jam setelah hari ke-13 mencit dikorbankan Menghitung jumlah limfosit pada setiap kelompok
Hasil dianalisis dengan uji statistik ANOVA dilanjutkan dengan Post Hoc Test commit to user F. Variabel Penelitian
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Identifikasi Variabel Penelitian 1.
Variabel Bebas
: minyak biji jinten hitam (Nigella sativa)
2.
Variabel Terikat
: jumlah limfosit
3.
Variabel Perancu a.
Dapat Dikendalikan
: genetik, umur, berat badan, makanan
b.
Tidak Dapat Dikendalikan : suhu udara, kondisi psikologis mencit, bioavailabilitas zat pada mencit.
G. Definisi Operasional Variabel 1.
Minyak Jinten Hitam Minyak Jinten Hitam merupakan skala kategorikal. Minyak Jinten Hitam yang digunakan dapat diperoleh dari pasar atau supermarket dengan merek ada pada peneliti. Penggunaan minyak Nigella sativa untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan terhadap penyakit pada manusia adalah 30 - 45 ml perhari untuk sediaan cair. Dosis manusia dengan berat badan 70 kg tersebut dikonversi terhadap mencit dengan berat 20 - 30 gram adalah 0,0026 sehingga dosis untuk mencit adalah 0,078 - 0,104 ml perhari. Pada penelitian ini, dosis yang akan diberikan kepada mencit adalah 0,1 ml perhari. Pemberian minyak jinten hitam ini dilakukan secara peroral (El Saleh et al., 2004).
2.
Cecal Inoculum Untuk membuat model sepsis pada hewan coba digunakan injeksi cecal inoculum (6 mg/mencit) secara i.p. (Brahmbhatt et al., 2005; Gupta commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
et al., 2005). Cecal inoculum dibuat dengan mensuspensikan 200 mg material dari cecal yang masih baru pada 5,0 mL dextrose water 5% (D5W) steril. Selanjutnya disuntikkan dengan dosis 0,15 ml per mencit secara intraperitoneal. Material cecal diperoleh dari mencit donor sehat yang dikorbankan dengan cervical dislocation. Pengorbanan ini dilakukan setiap hari selama 5 hari. Cecal inoculum dibuat baru setiap hari dan diberikan dalam waktu dua jam (Ren et al., 2002). Model cecal inoculum mampu menggambarkan dengan baik keadaan mirip dengan tanda-tanda piloerection, periocular discharge, tampak lesu, penurunan nafsu makan dan minum, serta diare (Diding and Guntur, 2009). Cecal innoculum merupakan skala kategorikal. 3.
Ceftriaxone Ceftriaxon merupakan antibiotik cephalosporin spektrum luas semisintetik yang diberikan secara intravena (IV) atau intramuskuler (IM). Adapun dosis yang dianjurkan untuk kasus infeksi pada manusia adalah 1-2 gram sebanyak satu atau dua kali sehari (Petri, 2006). Sedangkan dosis konversi dari manusia ke mencit dengan berat 20-30 gram adalah 0.0026 gram atau 26 mg. Dengan demikian, dosis Ceftriaxon yang diberikan ke tikus adalah 0,0026-0,0052 gram atau 2,65,2 mg per ekor. Oleh karena itu kami mengambil dosis sebanyak 5,2 mg. Selanjutnya, Ceftriaxon ini dilarutkan dalam aquades sebanyak hingga mencapai volume 0,05 mL dan disuntikkan secara intramuskuler. Pemberian antibiotik ini dilakukan satu kali sehari. Antibiotik ini dapat commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diperoleh di apotek rumah sakit maupun apotek swasta dengan resep dokter. Ceftriaxon merupakan skala kategorikal.. 4.
Hitung Limfosit Darah diambil dari sinus orbitalis mencit hingga mencapai volume minimal 1ml kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang telah terisi EDTA sebagai antikoagulan. Hitung jenis limfosit dilakukan dengan menggunakan alat differential lymphocite count di Klinik Budi Sehat. Hitung limfosit ini menggunakan skala numerik
H. Alat dan Bahan Penelitian 1.
Alat Penelitian a.
Kandang hewan penelitian
b.
Sonde
c.
Spuit injeksi
d.
Timbangan Hewan
e.
Pipet ukur
f.
Termometer
g.
Handscoen
h.
Kertas Saring
i.
Beker Glass
j.
Timbangan obat
k.
Tabung reaksi
l.
Hematology Analyzer commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
2.
I.
digilib.uns.ac.id
Bahan Penelitian a.
Hewan uji (40 ekor mencit Balb/C jantan)
b.
Material cecal innoculum (10 ekor mencit Balb/C jantan)
c.
Antibiotik Ceftriaxone
d.
Minyak Nigella sativa
e.
Dekstrose water 5%
f.
Makanan hewan uji
Cara Kerja 1.
Sebelum Perlakuan a.
Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan
b.
Kandang mencit disiapkan. Satu kandang untuk satu kelompok mencit
c.
Mencit sebanyak 40 ekor dikelompokkan secara acak menjadi 4 kelompok, masing-masing 10 ekor
d. 2.
Mencit diadaptasikan dengan lingkungan selama 7 hari
Pemberian Perlakuan a.
Kelompok 1 hanya diberi diet standar dan aquades peroral 0,117 ml 1 x sehari
b.
Kelompok 2 diberi diet standar, aquades peroral 0,117 ml 1 x sehari dan injeksi cecal inoculum 0,15 ml per mencit secara intraperitoneal perhari. commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
c.
digilib.uns.ac.id
Kelompok 3 diberi diet standar, diet standar, aquades peroral 0,117 ml satu kali sehari, injeksi cecal inoculum 0,15 ml per mencit secara intraperitoneal perhari serta antibiotik ceftriaxone 5,2mg/0,05ml secara intramuskuler satu kali sehari
d.
Kelompok 4 diberi diet standar, aquades peroral 0,117 ml 1 x sehari, injeksi cecal inoculum 0,15 ml per mencit secara intraperitoneal perhari, antibiotik ceftriaxone 5,2 mg/0,05 ml secara intramuskuler satu kali sehari serta minyak jinten hitam 0,117 ml peroral satu kali sehari
3.
Terminasi Pada hari keempatbelas, mencit dikorbankan untuk diambil darahnya. Darah dikumpulkan dari sinus orbitalis mencit untuk dilakukan pengukuran hitung limfosit dengan menggunakan alat differential limfosit count di Laoraturium Universitas Setia Budi.
J.
Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji Analysis of Variance (ANOVA) dan menggunakan program SPSS 16 for Windows Release 11.5 dan p < 0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya. Kemudian, dilanjutkan dengan uji Post Hoc test. Uji ANOVA adalah uji hipotesis parametrik untuk membandingkan perbedaan mean pada lebih dari dua kelompok. Uji ANOVA yang dipakai dalam penelitian kali ini adalah uji one way ANOVA karena akan membandingkan mean antara satu variabel commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
independen berskala kategorikal dengan satu variabel dependen berskala numerik Uji ANOVA harus memenuhi syarat berikut: 1.
Varians homogen (sama)
2.
Sampel kelompok independen
3.
Distribusi data normal
4.
Jenis data yang dihubungkan adalah ada atau tidaknya perbedaan mean data numerik pada kelompok kategorik. Jika uji one way ANOVA tidak terpenuhi, maka digunakan alternatif
uji
hipotesis
non-parametrik
Kruskal-Wallis.
Uji
Kruskal-Wallis
membutuhkan syarat yang lebih longgar, yaitu: 1.
Sampel berasal dari populasi independen, pengamatan satu dan yang lainnya independen
2.
Sampel diambil secara random dari populasi masing-masing
3.
Data diukur minimal dalam skala ordinal. Post Hoc test bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut kelompok mana
yang berbeda meannya apabila pada penggunaan uji ANOVA dihasilkan ada perbedaan bermakna (H0 ditolak) (Departemen Biostatik FKM UI, 2009)
commit to user
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian Pada penelitian ini didapatkan data survival dari masing-masing kelompok perlakuan. Survivalitas masing-masing kelompok disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Jumlah Hewan Coba yang Masih Hidup dan yang Sudah Mati Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Jumlah Awal
10
10
10
10
Jumlah Hidup
10
6
8
9
Jumlah Mati
0
4
2
1
Dalam persen
100 %
60 %
80 %
90 %
Di tabel 3 terlihat bahwa jumlah akhir mencit yang paling sedikit adalah berasal dari kelompok sepsis yang tidak diberi terapi apapun, yaitu tersisa 6 ekor. Dan jumlah ini masih memenuhi syarat jumlah mencit minimal, yang didapat dari penghitungan dengan rumus frederer sebelumnya. Meskipun jumlah akhir kelompok lain lebih dari 6 mencit, namun yang dihitung jumlah limfositnya tiap kelompok tetap 6 ekor saja.
commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah
digilib.uns.ac.id
dilakukan
pemeriksaan
hitung
limfosit
total
dengan
menggunakan alat differential lymphocyte count, didapatkan data keempat kelompok mencit adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Hitung Limfosit Keempat Kelompok Mencit, dalam satuan % leukosit. No. Mencit
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Perlakuan 1
Perlakuan 2
1
65,50
59,80
73,40
79,60
2
87,20
61,20
81,60
72,70
3
89,10
41,70
67,10
90,50
4
74,80
37,10
66,70
89,20
5
83,60
48,60
45,20
77,80
6
81,70
58,90
57,60
65,90
Mean + SD
80,32+8,80
51,22+10,29
65,27+12,65
79,28+9,48
B. Analisis Data Analisis statistik untuk data di atas dilakukan dengan uji One-way ANOVA jika memenuhi syarat. Syarat untuk uji One-way ANOVA adalah distribusi data harus normal dan varians data harus homogen. Jika syarat tidak terpenuhi maka perlu dilakukan transformasi data. Jika syarat tetap tidak commit to user terpenuhi maka digunakan uji alternatifnya yaitu uji Kruskal Wallis. Jika uji 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
One-way ANOVA atau Kruskal Wallis menghasilkan nilai p < 0,05 maka dilanjutkan dengan Post Hoc test. 1.
Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data normal. Nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa distribusi data normal. Hasil uji normalitas data hitung limfosit darah mencit menunjukkan nilai p = 0,470 untuk kelompok kontrol negatif, p = 0,236 untuk kelompok kontrol positif, p = 0,902 untuk kelompok perlakuan 1 dan p = 0,708 untuk kelompok perlakuan 2. Karena semua kelompok mempunyai nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data hasil transformasi berdistribusi normal.
2.
Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui varians data homogen atau tidak. Nilai p > 0,05 menunjukkan varians data homogen. Hasil uji homogenitas data hitung limfosit darah mencit menunjukkan nilai p = 0,837 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa varians data homogen.
3.
Uji One-Way ANOVA Analisis data hitung limfosit total mencit dengan menggunakan uji One-way ANOVA menunjukkan nilai p = 0,000. Karena nilai p < commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
0,05, maka terdapat perbedaan yang bermakna antarkelompok sehingga dilanjutkan dengan analisis Post Hoc.
4.
Uji Post Hoc Uji Post Hoc dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut kelompok mana yang berbeda meannya apabila pada penggunaan uji One-way ANOVA dihasilkan ada perbedaan yang bermakna. Dari hasil Uji Post Hoc didapatkan terdapat perbedaan hitung limfosit secara bermakna antara mencit kelompok kontrol negatif dengan kelompok mencit yang diinjeksi cecal inoculum (p = 0,000). Selain itu, pada kelompok mencit yang diinjeksi cecal inoculum dengan mencit kelompok sepsis yang diberikan terapi antibiotik ceftriaxone (kelompok perlakuan 1), terdapat perbedaan hitung limfosit secara bermakna (p = 0,030). Perbedaan hitung limfosit yang bermakna (p = 0,030) juga dijumpai pada kelompok perlakuan 1 dengan mencit kelompok sepsis yang diberikan terapi kombinasi antibiotik ceftriaxone dan minyak jintern hitam (kelompok perlakuan 2). Namun, tidak dijumpai adanya perbedaan hitung limfosit yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan 2 (p = 0,865) Hasil Uji Post Hoc secara lengkap disajikan dalam tabel 5. Tabel 5. Rangkuman Uji Post Hoc Kelompok
p commit to user
43
Keterangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kontrol negatif vs Kontrol Positif
0,000
Bermakna
Kontrol negatif vs Perlakuan 1
0,021
Bermakna
Kontrol negatif vs Perlakuan 2
0,865
Tidak Bermakna
Kontrol positif vs Perlakuan 1
0,030
Bermakna
Kontrol positif vs Perlakuan 2
0,000
Bermakna
Perlakuan 1 vs Perlakuan 2
0,030
Bermakna
BAB IV PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian ini diperoleh rata-rata persentase hitung limfosit darah tepi mencit kelompok kontrol positif adalah 51,22 % (51,22 sel limfosit setiap 100 sel leukosit darah tepi). Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (80,32 %). Hal ini membuktikan bahwa pemberian cecal inoculum pada mencit kelompok kontrol positif mampu menyebabkan sepsis tahap awal (early sepsis). Dari hasil penelitian, injeksi cecal inoculum secara intraperitonel dengan
dosis
6
mg/mencit/i.p/hari
mampu
memperlihatkan
tanda-tanda
piloerection, periocular discharge, tampak lesu, penurunan nafsu makan dan minum serta diare. Terlihat infeksi yang berlebihan, kerusakan hebat dan perlengketan di sejumlah organ termasuk hepar, lien, serta ginjal. Pada sepsis, selsel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis adalah limfosit. commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada sepsis, lipopolisakarida mikroorganisme pada cecal inoculum akan terikat pada reseptor CD14+ dan Toll Like Receptor-4 (TLR-4) pada makrofag sehingga akan mengaktivasi NFκ-B (Diding dan Guntur, 2009). NFκ-B yang teraktivasi ini akan menyebabkan peningkatan transkripsi dari sitokin proinflamasi (TNF-α, IL1, IL-2, IL-6, IL-8, IFN-γ, leukotrien B4, GM-CSF, G-CSF), faktor koagulasi (PAI-1, vWF, TF, fibrinogen), molekul adhesi serta kemokin sehingga mengakibatkan peningkatan apoptosis limfosit (Wesche et al., 2005). Di samping itu, sitokin proinflamasi ini juga akan mengaktifkan caspase-3 yang akan meningkatkan apoptosis limfosit (Guo et al.,2006). Selain itu, adanya pelepasan dini dari complement 5a (C5a) pada kondisi sepsis akan mengakibatkan apoptosis limfosit (Guo et al., 2006). Akibatnya jumlah limfosit dalam sirkulasi menurun. Penurunan jumlah limfosit ini berhubungan dengan disfungsi imun serta Multiple Organ Disfunction selama sepsis sehingga akan meningkatkan mortalitas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif mempunyai tingkat survivalitas yang paling rendah, yaitu 60 %. Hasil uji Post Hoc menunjukkan adanya perbedaan jumlah limfosit yang bermakna antara kelompok sepsis (kontrol positif) dengan kelompok kelompok sepsis yang diberikan terapi antibiotik ceftriaxone (kelompok perlakuan 1). Pemberian antibiotik ceftriaxone secara bermakna mampu meningkatkan hitung limfosit pada hewan coba model sepsis. Hal tersebut dikarenakan antibiotik ceftriaxone mampu membunuh bakteri tanpa menyebabkan pelepasan LPS yang lebih banyak ke dalam darah. Berkurangnya jumlah LPS ini akan menyebabkan penurunan aktivasi dari NF-κB sehingga akan menurunkan produksi sitokin procommit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
inflamasi, kemokin, molekul adhesi serta faktor koagulasi. Akibatnya, terjadi penurunan apoptosis limfosit sehingga jumlah limfosit dalam sirkulasi meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan rata-rata persentase limfosit yang lebih tinggi pada kelompok perlakuan 1 (65,27 %) dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (51,22 %). Peningkatan rata-rata persentase limfosit ini akan meningkatkan sekresi sitokin anti-inflamasi dan faktor pertumbuhan sehingga akan meningkatkan survivalitas penderita sepsis. Hal tersebut dibuktikan dengan lebih tingginya angka survivalitas hewan coba pada kelompok perlakuan 1 (80 %) dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (60 %). Hasil uji Post Hoc juga menunjukkan adanya perbedaan jumlah limfosit yang bermakna antara kelompok perlakuan 1 (kelompok sepsis yang diberikan diberikan terapi antibiotik ceftriaxone) dengan kelompok sepsis yang diberi terapi kombinasi antibiotik ceftriaxone dan minyak jinten hitam (perlakuan 2). Hal ini sesuai dengan teori bahwa minyak jinten hitam mampu memperbaiki kemampuan apoptosis limfosit. Minyak jinten hitam mengandung senyawa Thymoquinone, asam linoleat dan asam linolenat yang bermanfaat sebagai zat antiinflamasi dan antioksidan sehingga dapat menghambat pelepasan ROS akibat adanya stres oksidatif pada proses inflamasi (Aniya et al., 2000). Aktivitas antiinflamasi minyak jinten hitam dapat menurunkan aktivitas NF-κB sehingga akan menurunkan produksi sitokin pro-inflamasi, kemokin, molekul adhesi faktor koagulasi serta stres oksidatif. Dengan demikian, minyak jinten hitam dapat memperbaiki kemampuan apoptosis limfosit sehingga meningkatkan jumlah commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
limfosit dalam sirkulasi pada pasien sepsis. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan rata-rata persentase limfosit yang lebih tinggi pada kelompok perlakuan 2 (79,28 %) dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 (65,27 %). Meningkatnya rata-rata persentase limfosit ini akan diikuti dengan peningkatan survivalitas hewan coba. Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa survivalitas hewan pada kelompok perlakuan 2 (90 %) lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan 1 (80 %). Survivalitas hewan coba pada kelompok perlakuan 2 ini merupakan angka yang tertinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Hasil uji Post Hoc juga menunjukkan adanya perbedaan jumlah limfosit yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan 1. Jumlah limfosit kelompok perlakuan 1 ini 15,05 % lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa terapi sepsis hanya dengan menggunakan antibiotik ceftriaxone saja belum mampu menurunkan progresivitas sepsis karena jumlah limfosit yang masih belum mendekati normal. Hasil uji Post Hoc antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan 2 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Jumlah limfosit pada kelompok sepsis yang diberikan terapi kombinasi antibiotik ceftriaxone dan minyak jinten hitam mendekati jumlah limfosit pada kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa terapi kombinasi antibiotik ceftriaxone dan minyak jinten hitam mampu meningkatkan jumlah limfosit hingga mendekati jumlah normal pada kelompok kontrol negatif. commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sejumlah penelitian lain menunjukkan bahwa peningkatan jumlah limfosit dalam sirkulasi pada pasien sepsis akan menghambat pelepasan sitokin proinflamasi, meningkatkan sekresi sitokin anti-inflamasi dan faktor pertumbuhan sehingga akan meningkatkan survival penderita sepsis. Hal ini terbukti dari hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa kelompok perlakuan 2 mempunyai survivalitas yang lebih besar (90 %) dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 (80 %) dan kelompok kontrol positif (60 %).
Kelemahan dari penelitian ini antara lain 1.
Belum menggunakan variasi dosis minyak jinten hitam sehingga belum dapat diketahui apakah dosis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan dosis yang paling tepat untuk terapi sepsis pada tahap awal atau bukan. Oleh karena itu, tetap diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut demi mendapatkan angka penyembuhan sepsis tahap awal yang lebih bermakna.
2.
Belum mengukur petanda-petanda inflamasi lain maupun sitokin-sitokin yang berperan dalam patofisiologi sepsis. Oleh karena itu, diharapkan ada penelitian lain yang dapat menyempurnakan penelitian ini demi mendapatkan terapi optimal untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas sepsis.
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Pemberian terapi kombinasi antibiotik ceftriaxone dan minyak jinten hitam dapat meningkatkan hitung limfosit pada mencit Balb/C model sepsis.
B. Saran 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk penelitian tahap klinik pada manusia. 2. Perlu dilakukan variasi dosis minyak jinten hitam untuk mendapatkan angka penyembuhan sepsis tahap awal yang lebih bermakna.
commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
50