FIELD BOOK
PEMASARAN SANITASI DALAM PROGRAM PAMSIMAS
BAB I PENDAHULUAN Program PAMSIMAS bertujuan untuk meningkatkan akses jumlah warga miskin perdesaan dan pinggiran kota yang dapat terlayani perbaikan pelayanan serta fasilitas air minum dan sanitasi serta meningkatkan nilai dan perilaku hidup bersih dan sehat. Salah satu komponen dari Program PAMSIMAS adalah Komponen Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan layanan hygiene dan sanitasi. Melalui komponen ini diharapkan dapat membantu masyarakat dan institusi local dalam pencegahan dampak sanitasi buruk dan air yang tidak bersih, yang berpotensi mengakibatkan penyakit berbasis air dan lingkungan terutama diare. Tujuan dari komponen kesehatan sendiri adalah meningkatkan kapasitas dan kemampuan masyarakat serta pemerintah daerah dalam merencanakan dan melaksanakan program pengembangan cakupan sanitasi melalui pengembangan jamban keluarga dan pembangunan sarana sanitasi di sekolah/tempat ibadah serta memperluas manfaat kesehatan yang dirasakan melalui pengembangan sarana air bersih dan sanitasi serta perilaku hidup bersih dan sehat. Ada 4 fokus kegiatan dalam komponen peningkatan kesehatan masyarakat, yaitu (i) Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM); (ii) Program Pemasaran Higiene dan Sanitasi (iii) Program Higiene dan Sanitasi sekolah dan (iv) Penguatan Unit Higiene dan sanitasi Lokal. Dalam pengembangan sarana sanitasi khususnya jamban keluarga, di program PAMSIMAS mengadopsi Pendekatan STBM (Community Led Total Sanitation), yang kini lebih dikenal dengan istilah SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM). STBM adalah suatu pendekatan partisipatif yang mengajak masyarakat untuk mengalisa kondisi sanitasi mereka melalui suatu proses pemicuan, sehingga masyarakat dapat berpikir dan mengambil tindakan untuk meninggalkan kebiasaan buang air besar mereka yang masih di tempat terbuka dan sembarang tempat. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM menyerang/menimbulkan rasa ngeri dan malu kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya. Melalui pendekatan ini kesadaran akan kondisi yang sangat tidak bersih dan tidak nyaman di timbulkan. Dari pendekatan ini juga ditimbulkan kesadaran bahwa sanitasi (kebisaan BAB di sembarang tempat) adalah masalah bersama karena dapat berimplikasi kepada semua masyarakat sehingga pemecahannya juga harus dilakukan dan dipecahkan secara bersama. Prinsip pendekatan STBM adalah non subsidi. Masyarakat akan di “bangkitkan” kesadarannya bahwa masalah sanitasi adalah masalah masyarakat sendiri dan bukan masalah pihak lain. Dengan demikian yang harus memecahkan permasalahan sanitasi adalah masyarakat sendiri. Di harapkan dengan bermula dari STBM, kemudian dilanjutkan dengan program kesehatan lainnya seperti program kampanye cuci tangan, dan program kesehatan lainnya, peningkatan kesehatan masyarakat melalui perilaku hidup bersih dan sehat dapat terwujud. BAB II PEMASARAN SANITASI A. LINGKUNGAN PENDUKUNG Pengalaman menunjukan seringkali terjadi ketika masyarakat sudah terpicu untuk mau merubah kebiasaan buang air besarnya dari sembarang tempat/tempat terbuka menjadi BAB di jamban dan mau membangun jamban secara swadaya, persediaan jamban di pasaran berada dalam jumlah yang minim. Ketika masyarakat sudah diberikan informasi tentang pilihan sarana sanitasi (Opsi sanitasi) dan 1
mereka sudah menentukan pilihan jenis jamban yang akan mereka bangun, ketika di cari di pasaran produk jamban yang dinginkan tidak tersedia. Misalnya satu rumah tangga sudah menentukan satu jenis jamban yang sederhana untuk dibangun, namun ketika akan membeli di pasar produk yang dicari tidak tersedia. Akibat utama yang terjadi adalah ”Mematahkan informasi bahwa membuat jamban itu tidak membutuhkan biaya yang mahal”. Dengan terbatasnya persediaan/supply kloset di pasaran dan meningkatkannya permintaan/demand masyarakat akan jamban dapat melambungkan harga kloset dengan sendirinya. Dengan menjadi mahalnya harga kloset, maka asumsi membuat jamban itu mahal dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit semakin ”melekat” dibenak masyarakat. Untuk itu, selain melakukan pemicuan di tingkat masyarakat juga perlu diperhatikan sisi persediaan/supply dari jamban/kloset. Sehingga selain terjadi peningkatan demand/permintaan pada rumah tangga dan masyarakat akan jamban/kloset melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat (STBM) juga terjadi peningkatan supply/penawaran yang cukup dan tepat guna dalam berbagai produk dan pelayanan sanitasi. Dengan terwujudnya dua kondisi tersebut diharapkan dapat : • Menciptakan demand yang berkesinambungan dan efektivitas dalam skala luas untuk sanitasi • Menciptakan supply yang berkesinambungan dan efektivitas dalam skala luas untuk pelayanan dan produk sanitasi dan hygiene Meningkatkan Demand untuk improved hygiene dan sanitasi
KELEMBAGAAN
Meningkatkan Suplly produk dan pelayanan sanitasi
Menciptakan Environment Yang Mendukung
Selain pemasaran sanitasi, menciptakan environment/ingkungan yang mendukung juga diperlukan untuk mewujudkan harapan kondisi di atas. Lingkungan yang mendukung di antaranya : dukungan dari pemerintah daerah baik di tingkat propinsi, kapupaten maupun kecamatan. Dukungan yang diberikan seperti dukungan kebijakan, dukungan fasilitas atau dukungan finansial. 1. Kebijakan Kebijakan adalah satu set prosedur, aturan dan alokasi mekanisme yang dibuat sebagai dasar dari sebuah program/proyek dan layanan. Kebijakan kesehatan perlu mengakomodir secara utuh intervensi di bidang kesehatan yaitu akses terhadap teknologi kesehatan, promosi perilaku hidup bersih dan sehat, dan lingkungan yang mendukung, dimana semua itu dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Dibidang pengembangan sarana sanitasi masyarakat dapat dikeluarkan berbagai kebijakan pendukung. Kebijakan-kebijakan tersebut khususnya dapat di keluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Propinsi tentang Penyehatan Lingkungan. Misalnya tentang Peran dan Tugas Sanitarian 2
(Petugas kesehatan Lingkungan). Melalui kebijakan yang dikeluarkan diharapkan sanitarian dapat lebih meningkatkan perannya dapat melakukan kegiatan pengambangan sarana snaitasi di masyarakat secara partisiptif melalui pendekatan STBM. Peran sanitarian akan sangat dibutuhkan khususnya pada tahap monitoring dan tindak lanjut. Kebijakan tentang sertifikasi bagi desa yang telah mencapai 100% ODF juga bisa dikeluarkan untuk memacu semangat dan motivasi desa-desa yang belum mencapai 100% ODF atau mesih berperilaku buang air besar sembarang tempat. 2. Alokasi Sumber Daya Keterbatasan sumber daya dalam bidang promosi kesehatan dan sanitasi sering kali menjaid hambatan dalam mencapai manfaat yang besar dari kesehatan. Visi dan tujuan dari program-program kesehatan sebaiknya merujuk pada sumberdaya manusia dan keuangan yang dimiliki. Oleh sebab itu alokasi keuangan dan sumberdaya harus disesuaikan dengan target dari masyarakat atau rumah tangga sebagai sasaran dari kegiatan program promosi kesehatan. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menentukan target dari kegiatan promosi kesehatan adalah : • Rendahnya status kesehatan, ditandai dengan angka penyakit seperti diare, kolera, dll • Rendahnya status kesehatan secara keseluruhan • Rendahnya akses terhadap fasilitas sanitasi, air bersih dan perilaku kesehatan • Tingginya angka kemiskinan • Angka-angka indikator yang lain seperti tingginya angka kematian ibu dan anak, rendahnya kepemilihan aset/modal, dan rendahnya kehadiran murid di sekolah Dengan menentukan sararan/target, maka promosi kesehatan dapat dilaksanakan lebih efektif. Demikian pula dengan pengembangan sarana sanitasi secara partisipatif. Perlu kiranya menentukan target dari lokasi yang akan dikembangkan sarana sanitasinya secara partisipatif. 3.
Keuangan
Keuangan yang dimaksud adalah digunakan untuk : • Lingkungan pendukung, termasuk : biaya program, monitoring dan evaluasi, regulasi, perubahan organisasi, pelatihan, koordinasi dengan sektor/program lain, dan public advokasi • Promosi Kesehatan dan Perilaku, termasuk : pengembangan bahan dan material, program pelatihan, biaya staff dan lain-lain • Peningkatan akses terhadap sarana, termasuk : pemasaran sanitasi (biaya yang dibutuhkan termasuk honor staf, transport, kebutuhan kantor, persiapan bahan dan material, biaya media, pelatihan, demo konstruksi jamban, dan intervensi lainnya), biaya modal/capital cost (dari masyarakat termasuk tenaga dan bahan material) dan biaya operasi dan pemeliharaan (tergantung dari jenis teknloginya). Kebutuhan keuangan diperlukan untuk menjadikan program lebih berkesinambungan/sustainability, melaksanakan program dan konsisten terhadap prinsip yang telah disetujui. Kebutuhan keuangan dapat dipenuhi dari sumber seperti : pemerintahan pusat, pemerintahan regional, private sector, pembagian sumbedaya dari masyarakat, private sector skala kecil dan rumah tangga. 4. Aturan dan Tanggung Jawab Organisasi Tidak ada yang pasti tentang aturan dan tanggung jawab organisasi. Tetapi ada beberapa tanggung jawab yang biasa dilakukan oleh berbagai tingkatan institusi, yaitu : • Pemerintahan Pusat : menfasilitasi pengembangan kebijakan, undang-undang dan regulasi, publikasi data nasional, membiayai pendampingan teknis untuk skala kecil dan kelompok masyarakat, dsb
3
• Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Tingkat II (Propinsi dan Kabupaten) : mengelola kegiatankegiatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, melakukan monitoring isue-isue teknis, sertifikasi organisasi pendukung masyarakat/LSM, mengkoordinasi pengumpuluan data dan monitoring. • Pemerintahan Desa • LSM/NGO : memberikan pendampingan teknis kepada masyarakat, dukungan terhadap promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, melakukan monitoring melalui kegiatan monitoring dan evaluasi secara partisipatif • Private Sector : menjual dan menyediakan jamban/kloset, berkontribusi terhadap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, dapat pula menyediakan kredit, dll • Masyarakat : ikut serta dalam perencanaan secara partisipatif, mengidentikasi lembaga lokal yang cocok untuk mengelola sumberdaya dan fasilitas, dll • Rumah Tangga : sebagai kunci untuk pengambilan keputusan, mengelola fasilitas, perubahan perilaku kesehatan dan outcomes. B. PEMASARAN SANITASI 1. Konsep Pemasaran Sanitasi Konsep Pemasaran Sanitasi berdasarkan pada Konsep Pemasaran Sosial (Social Marketing). Pemasaran Sosial dapat diartikan sebagai perencanaan, penerapan dan pengendalian program yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan sutau gagasan atau praktek tertentu pada suatu kelompok sasaran. Pemasaran sosial dalam lingkungan Departemen Kesehatan dapat dilakukan seperti penggunaan air bersih dan jamban keluarga, pemasaran sosial penggunaan kelambu di daerah endemik malaria, pemasaran sosial pada pekan imunisasi nasional, dan lain-lain (Rochma, Hafni. Dra. MPH, 2004 ). Fokus dari Pemasaran Sanitasi adalah installing improved sanitation, yaitu memasarkan layanan sanitasi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Pemasaran sanitasi juga mempunyai fokus : target pada kegiatan promosi dan mengembangkan persediaan sanitasi. Adapun kerangka kerja dari pemasaran sanitasi adalah : a. Memperluas Pilihan Opsi Sanitasi • Mengujicobakan material dan desain produk baru sanitasi : uji coba lapangan untuk berbagai jenis bahan kloset/jamban • Memberikan pemahaman kepada konsumen (rumah tangga) : berdasarkan katalog opsi sanitasi yang disesuaikan dengan kondisi setempat (lokal) • Melakukan promosi yang tepat guna • Melakukan perbaikan terhadap persepsi biaya untuk membangun jamban : Demonstrasi model, mengajak diskusi masyarakat desa dan tenaga tukang yang ada tentang opsi sanitasi b. Meningkatkan Kegunaan Opsi Sanitasi • Meningkatkan kemampuan penjual dengan solusi yang terintegrasi : layanan untuk tenaga tukang di masyarakat (menjual bahan bangunan, toko material) • Membawa penjual/penyedia kloset lebih dekat ke masyarakat : melakukan koordinasi promosi dengan penjual/penyedia kloset/jamban tingkat lokal (memastikan pendistribusian dari suku cadang jamban/kloset, menyediakan jamban/kloset secara rutin) • Memperluas opsi sanitasi kepada penjual • Meningkatkan standar layanan sanitasi lokal : meningkatkan ketrampilan tenaga tukang 4
c. Menstimulasi Kebutuhan Sanitasi • Merancang kegiatan promosi : proses yang kreatif, menggunakan kesenian daerah (ludruk, ketroprak, wayang orang, sandiwara daerah, dll) • Promosi yang berjenjang pada kelembagaan masyarakat, kelompok sasaran primer/sekunder/tersier : Sanitasi berbasis masyarakat/Arisan, dana bergulir, tabungan kelompok PKK, dll • Transfer informasi dan perubahan melalui kelompok pelopor dan agen perubah : melakukan kegiatan promosi pada kelompok pemuda, melakukan kegiatan promosi kesehatan di sekolah atau melalui diskusi kesehatan di tingkat rumah tangga 2. Strategi Pemasaran Sanitasi PAMSIMAS Beberapa strategi pemasaran sanitasi dapat dilakukan untuk memastikan terciptakan kondisi demand dan supply yang berkesinambungan dan efektivitas dalam skala luas untuk sanitasi dan hygiene. Beberapa strategi yang dapat dilakukan di antaranya : a. Pelatihan Mencetak Jamban Pelatihan ini dapat direncanakan sebagai sebuah kegiatan pelatihan tingkat masyarakat menggunakan dana hibah desa. Artinya kegiatan pelatihan mencetak jamban dapat dimasukan sebagai salah satu kegiatan dalam Rencana Kerja Masyarakat (RKM). Kegiatan ini bertujuan untuk: • Menghasilkan tenaga-tenaga yang terampil dalam membuat dan mencetak jamban/kloset sehingga terjamin persediaan jamban/kloset dalam jumlah yang mencukupi. • Menumbuhkan sentral-sentral produksi jamban/kloset • Memajukan perekonomian desa Kegiatan ini dapat difasilitasi oleh TFM, TKM Unit Kesehatan dan Komite (Organisasi Sanitasi) bekerja sama dengan petugas kesehatan lingkungan/sanitarian setempat. Sanitarian lah yang akan menjadi penghubung dengan Dinas Kesehatan setempat. Karena biasanya di masing-masing dinas kesehatan kabupaten telah mempunyai alat-alat yang digunakan untuk mencetak jamban. Disamping itu pelatihan mencetak jamban juga dapat dilakukan bekerjasama dengan POLTEKES-Kesehatan Lingkungan setempat. Peserta pelatihan tidak terbatas pada laki-laki saja, tetapi kelompok perempuan juga sebaiknya di libatkan. Libatkan pula tenaga-tenaga muda yang ada di desa, terutama mereka yang belum mempunyai pekerjaan. Sehingga diharapkan dengan berdirinya sentral pencetakan jamban, dapat dijadikan sebagai mata pencaharian/pekerjaan bagi sejumlah pemuda yang belum mempunyai pekerja. Hasil inilah yang diharapkan dapat memajukan perekonomian pedesaan. b.
Bekerjasama dengan pabrik/sentra jamban
Salah satu kesulitan masyarakat selain keterbatasan jumlah kloset di pasaran, juga terbatasnya model dari jamban/kloset yang dijual. Sementara masyarakat sudah diberikan pemahaman tentang berbagai model jamban dari opsi sanitasi, yang membuat mereka bisa memilih berbagai jenis sarana sanitasi sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan kemampuan. Oleh sebab itu untuk menghindari ketidaktersediaan jamban/kloset yang diperlukan masyarakat, para penjual/pencetak jamban/kloset sebaiknya diberikan pula informasi tentang opsi sanitasi sehingga para penjual dapat menyediakan berbagai model jamban/kloset dan masyarakat dapat dengan mudah mendapatkannya. Kerjasama juga bisa dilakukan dengan cara Komite atau TKM Unit Kesehatan membuka toko yang menyediakan jamban/kloset dimana kloset/jamban yang dijual di ambil langsung dari pabrik/senta pencetak jamban terdekat. Dengan demikian harga jamban/kloset yang dijual relatif dengan harga 5
yang tidak mahal, ”Harga Pabrik”. Penjualan bisa di koordinasikan oleh KOMITE atau TKM Unit Kesehatan, tanpa memungut keuntungan sedikit pun. c. Menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan/Bank (”Micro Finance”) Bank atau lembaga keuangan lain adalah salah satu potensi yang dapat digunakan sebagai lembaga untuk membantu dari sisi finansial. Ketua TKM bersama dengan KOMITE dan TKM Unit Kesehatan dibantu oleh TFM dan konsultan pendamping kabupaten dapat menjalin kerjasama dengan Bank setempat yang dapat memberikan pinjaman untuk membangun jamban di setiap rumah tangga. Satu hal yang akan menjadi tantangan adalah bila pinjaman dari Bank digunakan untuk usaha ekonomi adalah suatu hal yang biasa, tetapi pinjaman digunakan untuk membangun jamban adalah hal yang jarang terjadi. Oleh sebab itu perlu kiranya pihak-pihak terkait seperti Dinas Kesehatan Kabupaten, Kantor Bappeda membantu masyarakat membuka hubungan dengan pihak Bank atau lembaga keuangan lainnya. Tentunya dengan persyaratan yang ringan atau bila mungkin tanpa bunga sama sekali. Pinjaman yang diberikan dapat tidak hanya digunakan untuk membuat jamban saja, tetapi fasilitas pembuangan limbah lainnya juga dapat di perbaiki di lingkungan rumah tangga. Seperti misalnya saluran pembuangan limbah cair, tempat pembuangan sampah sementara, dan fasilitas lainnya. Dengan demikian pengamanan limbah baik padat maupun cair dapat di lakukan sekaligus. d. Berkoordinasi dengan Diknas (Dinas Pendidikan) Hubungan kerjasama lintas sektor antara Dinas Kesehatan dengan Dinas Pendidikan di tingkat kabupaten selain berupa kerjasama untuk Program Promosi Kesehatan di Sekolah (UKS), juga dapat dibuat kerjasama dalam bentuk Program Cetak Jamban di SMK Teknik. Dinas Pendidikan dapat meminta sekolah menengah kejuruan teknik untuk memasukan pelajaran cara mencetak dan memproduksi jamban sebagai salah satu mata pelajaran yang di ajarkan di SMK Teknik. Dengan demikian dapat di hasilkan tenaga-tenaga muda yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan pelatihan di tingkat desa tentang bagaimana menghasilkan dan memproduksi jamban. Selain itu, SMK Teknik dapat juga di jadikan sebagai sentra produksi jamban. Mereka dapat mencetak dan menghasilkan jamban dengan memanfaatkan fasilitas di sekolah, untuk kemudian hasilnya di jual di desa-desa yang membutuhkan jamban/kloset. e. Melakukan proses pemicuan di sekolah dasar Pertimbangannya adalah murid sekolah dasar dapat dijadikan sebagai agen perubahan bagi orangtua mereka, saudara-saudara, tetangga dan kawan-kawan mereka. Dengan usia yang masih muda, pemahaman dan tingkat penyerapan mereka terhadap informasi relatif lebih mudah. Selain itu pembentukan perilaku kesehatan sejak dini adalah penting sebagai dasar untuk perilaku mereka di masa-masa yang akan datang. Fasilitator (TFM/TKM Unit Kesehatan/Komite/Sanitarian) dapat datang langsung ke sekolah dasar yang ada di desa setempat untuk melakukan proses pemicuan bersama dengan guru kelas. Proses pemicuan dapat dilakukan pada saat pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (PenJasKes) atau mengambil waktu tersendiri. Atau bisa juga memanfaatkan waktu MuLok, “Muatan Lokal” dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya seperti Pramuka. Diharapkan kegiatan pemicuan di sekolah dasar dapat membawa dampak yang positif dan mempercepat terjadinya perubahan perilaku buang air besar di masyarakat. Dengan proses pemicuan di sekolah dasar, di harapkan murid sepulang sekolah akan langsung merengek ke orangtuanya untuk minta dibuatkan jamban. 6
f.
Melibatkan kelembagaan/organisasi setempat seperti PKK. Pramuka, dll
Hal yang penting pada kegiatan pemicuan dengan pendekatan STBM adalah tahap monitoring dan tindak lanjutnya. Sedapat mungkin kegiatan monitoring dan tindak lanjut dilakukan sendiri oleh masyarakat desa setempat. KOMITE atau organisasi yang terbentuk pada saat pemicuan adalah satu satu yang akan melakukan monitoring. Selain itu organisasi lain yang ada di desa juga dapat dimanfaatkan sebagai pihak yang melakukan kegiatan monitoring dan tindak lanjut seperti Karang Taruna, Remaja Masjid, Perkumpulan Remaja Gereja, Kader Desa, PKK, dan kelembagaan lainnya.
7
DAFTAR KEPUSTAKAAN Departemen Kesehatan RI, Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Depkes RI, jakarta 2008 Pedoman Pelaksanaan Stop Buang Air Besar Sembarangan di Indonesia, Dit. PL Ditjen PP-PL Depkes RI bekerjasama dengan Pokja AMPL Pusat, Jakarta 2008
8