Proceed,ings of the ADIC
blz
Voluvne ll Sustainable Development and Acehnese Welfare: Opportunities and Challenges
*ffi@G.@
ACi h DEve I o p rn e rr t"l nffi 6 t
-:.
!,,:-.-'.";
.,, i,..
'-".i !:...
..
Jointly Organized by
ffiffi
ffi alUom
n oe
March 26 - 28,20L2 lnternational lslamic University Malaysia
Supported by iu :tt l*ll4j
rfE#ftfril Pemerintah Aceh
:. a-t ,iL-- % .i:8.ffi;*ti
ffffi
i
_-v:
_"rtffi.
ieiffitI
lndodesian Embassy Kuala Lumpur - Malaysia
@ !IUM
q
Aceh Development tnternationat conference 2011 Proceeding Volume I
Copyright @ ADIC zlt}Organizing Committee All rights reserved Notice
,arr there"! not reprinted in any form or by any :"i,: T^1:. T?, means, electronic or mechanicar, .,,e,sv,.15 inctuding photocopying,
}JrruLULUIJy|Itg, recordi rgcorolng or any information storage and retrieval system now known or to be inventpct invented, without written permission from the ADlc 2ol.zorganizing committee.
Board of Editors and Reviewers Chairman Dr. Mohammad rqbar Bin Mochtar Lutfi (iluM, Maraysia) Secretary Salman (llUM, Malaysia) Members Dr. Mustim Amin (UTM, Kuala Lumpur) Dr. M. ShabriAbd. Majid (Unsyiah, Banda Aceh) Dr. Muhammad Abubakar (Unimal, Lhokseumawe) Dr. Muhammad Subhan (UUM, Kedah) Dr. yusrini Marita (politeknik Lhokseumawe) Dr- Kamaruzzaman Bustamam Ahmad (uM, Kuara Lumpur) Ratna Mulyani (llUM, Malaysia) Said Muniruddin, SE. Ak, M.Sc (Unsyiah, Banda Aceh) yusuf Hasanuddin Adan, MA (rArN Ar-Raniry, Banda Aceh) Azhari yahya (Monash University, Austratia)
Riadi Husaini (Flinders University, Australia) M. yasir yusuf (USM_pulau pinang, Malaysia) Muhammad yusran Hadi (ilUM, Mataysia) saiful Akmar (Goethe University-Frankfurt, Germany) Dandi Bachtiar (UpM, Malay5is) Rosnina Ghani (UM, Malaysia) ISBN : 97 8-967 -57 4Z-04-O Designed by: Agus Wahyudi (
[email protected])
ADIC207?_082 MemahamiCara Seumike Ureung Aceh Dr. Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad
719-726
PLANOLOGY
ADIC 2012_083 Assessment of rndonesian Technical rrrigation system using lnternal lndicators Rizalsyahyadi, Sumianiyusoff, Zakaria Harun and Edi Majuar ADIC 2012_084
survey Pemetaan wilayah dan Area Ganja dan pelaksanaan program Alternative Development Di Aceh pidie Mahfud ADtC 2012_085 Factors Affecting perceptions of privacy in Housing Design Alireza Daneshpour, Mohamed Rashid Embi and MahdiTorabi ADtC 201"_086 The Definition of self selection in Architectural Design process (Adp) Based on User Centered Design (Ucd) Method MahdiTorabi, Mahmud Bin Mohd Jusan and Atireza Daneshpour
727-734
735-740
741-74s
746-753
ADIC2OL2_OB7
The Functions of Color in Urban setting Reyhaneh Behbudi, syed ZainotAbidin syed Abdullah rdid and Mahdi Torabi
754-762
ADtC 2012_088
Konflik Ruang dalam penyusunan Rencana Tata Ruang wirayah Kabupaten Aceh Besar Asrizal Luthfi dan Asrulsidiq
763-770
ADIC 2012_089
Percepatan Pembangunan sanitasi permukiman (ppsp) diAceh Melalui Heolthy Sanitotion Noviaji Joko priono dan tda Fauziah
771-776
ENVIRONMENTAL ADiC 2012_090
study on the Fundamentar Aspects of Erectrochemicar Hydrogen Production From Wastewater Azwar, A.K. Abdul-Wahaband M.A. Hussain
777-784
ADtC 2011_091
Tantangan dan peruang perdagangan Karbon Di Kawasan uru Masen, Aceh (perrindungan Hukum Nasionat dan rnternasionar Terhadap perdagangan Karbon yang Berasal dari Hutan Aceh) Wardah, M.putra lqbaland Safrina ADIC2072_092 Revitalisasi Amdar sebagai solusi Arternatif penyeramatan Hutan Aceh Chalida Zia Firdausi and Nur Atika
ADtc 20L2_093 lsolasi dan rdentifikasi Bakteri potensial Tanah dari sekitar perakaran Tanaman Legum di Hutan pendidikan Gunung Walat Dini Fitriyanti, urfah Nopiyanti, yani Muryaniand Agustinus Haryanto ADIC2072_094 Status Mutu Air Sungai Krueng Daroy Kota Banda Aceh Suhendrayatna, Tuherningsih and Eivitriana ADIC 2012_095 sebaran Polutan dari pembakaran Limbah padat Medis pada lncinerator RSU dr. ZainoelAbidin Banda Aceh Eka Marya Mistar, Ervitriana, suhendrayatna and Muhammad Zaki
785-790
791-795
796-803
804-812
813-820
ADtC 2012_096
Perbandingan rndeks similaritas Makrozoobentos sebagai Bioindikator Kualitas Perairan di Krueng Daroy Kota Banda Aceh Abdullah and Junaini
821-826
INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOTOGY
A,D]C20:7_Og7 strategy lmplementing rcr A Moder Based on Mckinsey 7s {case study of Smalland Medium Enterprises in the City palembang) Dedi Rianto Rahadi ADIC 2012_098
Grape Health & High euality Wine production Monitoring Using Wireless Sensor Network : a Review Monali Chinchamalatpure and Dipti Sakhare
827-835
836-844
ADIC 2012_099
Detection of Driver Drowsiness Using Eye Features Suvarna pathade
845-852
TANTANGAN DAN PELUANG PERDAGANGAN KARBONDI KAWASAN ULU MASEN, ACEH (PERLINDUNGAN HUKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL TERHADAP PERDAGANGAN KARBON YANG BERASAL DARI HUTAN ACEH) Wardah,'*M.Putra lqbal, dan Safrina 'Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe PhangKopelma Darussalam-Banda Aceh Em ail
:
ham
idysie@yahoo. com
Abstrak Perdagangan karbon adalah topik baru dan menarik minat banyak pihak termasuk pegiat lingkungan hidup di dunia, sehingga sangat penting untuk melakukan kajian itmian tenlang hal ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perlindungan dan peraturan berkaitan dengan perdagangan karbon, bukan hanya dibawah hukum indonesia tetapi juga dalam hukum lnternasional. Termasuk sistem Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) yang memberikan peluang bagi negara berkembang untuk mendapatkan kompensasi dari negara maju dengan menlaga hutannya, dan juga bagaimana Pemerintah Daerah (Pemda) Aceh dapat memainkan peran penting dan mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut.Penelitian ini juga meneliti semua masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Aceh dalam melakukan perdagangan karbon dan juga semua perubahan dan persiapan yang harus dilakukan oleh Pemda Aceh sebelum mendapatkan keuntungan keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh Pemda Aceh dan Lembaga Swadaya Masyarakat lnternasional dalam melindungi hutan Aceh, yaitu kepemilikan karbon, batas tanah, mekanisme pembagian keuntungin, Pemda Aceh tidak memiliki hak untuk mendapatkan keuntungan dari pihak atiu perusahaan asing, karena kewenangan berada pada Pemerintah Pusat, dan dasar hukum untuk pelaksanaan perdagangan karbon belumlah lengkap baik ditingkat daerah maupun nasional. Masalah serius ini haruslah diselesaikan sebelum Oapat dimulai perdagangan karbon. Disarankan kepada Pemda Aceh untuk mendukung dan mendesak Pemerintah Indonesia agar melengkapi semua kebijakan dan peraturan yang berkaitan ciengan masalah ini, khususnya semua peraturan yang berkaitan dengan perdagangan karbon di lndonesia.
Perdagangan karbon, perlindungan hukum nasional, hukum internasional, REDD, hutan Aceh. Kata kunci:
Pengantar Hutan lndonesia merupakan kelompok hutan tropis terbesar ketiga di dunia, merupakan jantung dunia dan penyeimbang iklim global, setelah Brazil dan Zaire (Departemen kehutJnan, 2005).[1]. Demikian juga keanekaragaman hayati hutan lndonesia menduduki posisi kedua setelah Columbia sehingga keberadaannya perlu dipertahankan.[1]'
785
Pemda Aceh berupaya untuk mengurangi efek buruk terhadap lingkungan hidup, diantaranya dengan menghentikan penebangan hutan, yaitu dengan lnstruksi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 05/lNSTRy2007 tentang Pemberlakuan Moratorium Logging di seluruh Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam, dan melakukan perdagangan kredit karbon karena Aceh memiliki stok karbon yang sangat besar.[2]. Terkait Undang-undang Republik lndonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), Pemda Aceh mempunyai kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam. Pasal 156 ayat '1 UUPA menyatakan: "Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota mengelola sumber daya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai dengan kewenangannya." Selanjutnya, .Ayat 2 menyatakan: "Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan kegiatan usaha yang dapat berupa eksplorasi, eksploitasi, dan budidaya." Dan Ayat 3 berbunyi: "Sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang pertambangan yang terdiri atas pertambangan mineral, batu bara, panas bumi, bidang kehutanan, pertanian, perikanan, dan kelautan yang dilaksanakan dengan menerapkan prinsip transparansi dan pembangunan berkelanjutan." Kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) tentang pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan degradasi lahan (Reducing Emission from Deforestation and Land Degradation-RF-DD MoU) telah ditandatangani bersama antara Gubernur Aceh lrurandi Yusuf bersama dengan tiga Gubernur dari negara bagian terkemuka di Amerika Serikat (lllinois, Wisconsin dan California), dan tiga gubernur dari Brazil (Amazonas, Para, Mato Grosso), serta perwakilan dari Gubernur Propinsi Papua pada tanggal 18 November 2008.[2]. Kawasan Ulu Masen ditetapkan menjadi lokasi perdagangan karbon di Aceh. Proyek REDD ini melibatkan Flora Fauna lnternational (FFl), UNDP, Pemda Aceh, perusahaan Australia Carbon Conservation dan Perusahaan Keuangan Merrill Lynch (milik Bank of America). Proyek ini bertujuan untuk mengurangi tingkat deforestasi dasar sejumlah 9.500 hektar setiap tahunnya sebesar 85%o, mencapai pengurangan emisi hingga 1 juta ton CO2 per tahun.[3]. Nama Ulu Masen diambildari nama desa yang terletak di Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya berjarak kurang lebih 25 km, yaitu Gampong Masen, desa terakhir di kecamatan tersebut yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Ulu Masen digunakan sebagai nama kawasan hutan yang terletak dibagian Utara Propinsi Aceh dengan luas kurang lebih 750.000 hektar meliputi enam kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Besar dan Bireun.[4].
Tinjauan Pustaka Perdagangan karbon adalah "the trading of contractual commitments or certificated that represent specified amounts of carbon related emissions that either: are allowed to be emitted, comprise reductions in emissions; or compn'se offsefs against emissrbns, such as carbon sequestration (capture of carbon in brbmass via).[51. Dengan demikian mekanismenya adalah negara maju menerima kredit karbon dari pembelian kredit karbon dari negara-negara berkembang yang berbentuk "Certified Emission Reductions" atau "Sertifi kat Penurunan Emisi. [5]. REDD adalah satu mekanisme pengurangan emisi yang masih kontroversial dan menjadi perdebatan dalam berbagai diskusi perubahan iklim. Konsep dasar REDD sangat sederhana yaitu negara, perusahaan atau pemilik hutan akan diberikan imbalan untuk kegiatannya menjaga hutan dan bukan memotong pohon dihutan. Gagasan ini didiskusikan dalam berbagai negosiasi Protokol Kyoto, namun ide tersebut ditolak oleh sebuah kelompok Coalition of Rainforesf Nafibns. Tetapi beberapa tahun kemudian, proposal tersebut diterima dalam Konferensi United Nations Framework Convention on Climate Change(UNFCCC) di 786
Bali pada tahun 2007. REDD adalah proposal negara-negara selatan atau negara berkernbang yang masih memiliki hutan tropis sebagai salah satu skema penanganan perubahan iklim pasca tahun 2012, yaitu ketika periode berlakunya perjanjian Protokol Kyoto berakhir.[6]. Pendukung perdagangan karbon, misalnya Royal Society for the Protection of Birds imasyarakat pelindung burung) di lnggris, berpendapat bahwa pasar karbon muncul karena adanya tekanan bahwa hutan-hutan di negara berkembang, khususnya Asia, yang mulai dirusak karena digunakan untuk ladang, peternakan, penanaman kelapa sawit atau penanaman kayu untuk kayu triplek. Sehingga muncullah gagasan membayar sejumlah uang kepada negara yang menjaga hutannya, yang lebih baik daripada memotong pohon Can menjualnya. Menurut mereka, berdasarkan pendekatan pasar, maka dengan penjualan iiredit REDD kepada negara maju, akan menghasilkan insentif tidak hanya bagi negara lrerkembang yang bisa digunakan sebagai biaya untuk menjaga hutan.[7]. ivierirrrut Stern Review, emisi yang berasal dari deforestasi akan terus meningkat jika tidak akiar-: tindakan yang dilakukan untuk menguranginya. Karena itu maka dibutuhkan dukungan dari komunitas internasional kepada negara sedang berkembang, khususnya negara ir-rslistr-i yang telah mencapai kemakmuran dan mendapatkan manfaat karena pelestarian iiutan yang dilakukan dengan sukarela oleh negara sedang berkembang.[7]. Bank Dunia juga menyatakan:"Ihe experience of the carban market so far shours that the private sector is capable and willing to cooperate in solving the problem, provided that policies are predictable, consrsfent and transparent and regulations are efficienf.'i[8]. Sebaliknya, pihak yang menentang bei'pendapat dengan adanya perdagangan karbon maka negara maju semakin mempunyai kesempatan untuk memperlambat penghentian pemakaian bahan bakar yang berasal dari fosil dalam setiap kegiatan industrinya, yang .jilietahui sebagai salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Dengan kata lain, rerdagangan karbon membiarkan produksi polusi terus berlanjut di suatu tempat di bumi ini, sementara ditempat yang berbeda orang-orang menjaga stok karbon, sehingga sia-sia penjagaan stok karbon tersebut. [7].
Fengaturan Perdagangan Karbon dalam Hukum lndonesia dan Hukum lnternasional
Pernerintah lndonesia telah mengundangkan sejumlah peraturan untuk mendukung ;:eriir:dungan alam dan berbagai program yang dapat dilakukan untuk mengurangi rerusakan lingkungan, yaitu Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Surnberdaya AIam Hayati dan Ekosistemnya; Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang (ehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2004 tenlang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang Undang.Terkait dengan pelaksanaan perlindungan hutan dan perubahan iklim, i:ernerintah lndonesia juga telah mengeluarkan Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 6 Tahun '1994 tentang Pengesahan tJnited Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Mengenai Perubahan lklim), dan telah meratifikasi Protokol Kyoto dengan Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Penserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan lklim). Selain itu, Pemerintah lndonesia telah mengundangkan Undang Undang Republik lndonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pemanfaatan Hutan, Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 46 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Perubahan lklim;Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, 787
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah diubah dengan peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menh ut-lll2OO4 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan, sebagaimana telah beberapa kali disempurnakan terakhir dengan Nomor P.64/Menhut-ll/2008, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-yndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa Xiti OiuOan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008; Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008; Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-ll/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan sebagaimana telah beberapa kali disempurnakan terakhir dengan Nomor P.64/Menhut-ll/2008.
Departemen Kehutanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan (permenhut) P. 68/Menhut-ll/2008 Tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon Dari Deforestasi dan Degradasi Hutan pada tanggal 11 Desember 2008. Permenhut ini dikeluarkan dengan mempertimbangkan Keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan lklim ketigaUeta! di Bali, dimana lndonesia menetapkan kebijakan untuk mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan.
Nomor:
itu telah disahkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik lndonesia Nomor: P.30/Menhut-|112009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi Dari Deforestasi Dan Degradasi
Selain
Hutan (REDD) pada tanggal 1 Mei 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik lndonesia ini berkaitan erat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1gg7 tentang penerimaan
Negara Bukan Pajak. Pasal 2 (1) Peraturan Menteri Kehutanan Republik lndonesia Nomor: P.30/Menhut-ll/2009 menjelaskan tentang maksud dari kegiatan REDD yaitu untuk mencegah dan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dalam rangka memaniapkan tata kelola kehutanan, khususnya untuk menekan terjadinya deforestasi dan
degradasi hutan dalam rangka mencapai pengelolaan hutan berkelanjutan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
dan
Namltn perlu digarisbawahi bahwa hingga saat ini belum ada keputusan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan lklim terkait dengan standar mekanisme pelaksanaan REDD ditingkat internasional, sehingga kegiatan REDD dilaksanakan melalui
demonstration activity REDD, peningkatan kapasitas
dan transfer teknologi,
serta
perdagangan karbon sukarela, hal ini sesuai dengan Pasal 22 Peraturan Menteri Kehutanan Republik lndonesia Nomor: P.30iMenhut-ll/2009 yang membolehkan para pelaku usaha untuk menerapkan standarnya secara sepakat hingga adanya standar internasional.
Peluang Perdagangan Karbon di Aceh Keuntungan yang akan didapatkan diharapkan bisa menjadi sumber keuangan dalam membangun perekonomian Aceh dan menjaga hutan Aceh karena Hutan Ulu Masen merupakan satu-satunya penyedia jasa lingkungan di 6 kabupaten tersebut. Diperkirakan ada dua juta penduduk Aceh bergantung hidupnya dari keberadaan hutan Ulu Masen. Pasokan air bersih, pertanian, perkebunan, irigasi, menggerakkan turbin listrik tenaga air serta merninimalisir dampak bencana banjir dan longsor.[g].
788
Gambar. Peta kawasan Ulu Masen.[10].
Peran Ulu Masen sebagai sumber kehidupan dua juta masyarakat Aceh merupakan fakta yang tak terbantahkan. Ratusan sungai besar dan kecil mengalir di Krueng Aceh, Krueng T9u1om, Krueng Woyla, Krueng Meureudu dan Krueng Tiro yang merupakan salah satu jasl ekologi yang tak ternilai. Selain sumber hidrologi, Utu tilt-asen juga dapat dimanfaatkan sebagai hasil hutan non-kayu, seperti madu dan rotan yang dapai oit<etota oleh masyarakat sekitar hutan sebagai sumber penghasilan. Hutan Ulu Masen ji.rga berguna untuk menyerap gas karbon di udara sebagai penyebab kenaikan suhu permuliaan bumi yang berdarprk terhadap naiknya permukaan air laut.[10]
Tantangan Perdagangan Karbon di Aceh Berdasarkan penelitian, maka peneliti mendapatkan beberapa kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Aceh, yaitu:
1.
Penentuan batas hutan dengan tanah masyarakat yang tinggal didalam dan sekeliling hutan Ulu Masen.[11]. 2. Pglr* adanya mekanisme pembagian keuntungan bila program perdagangan karbon ini berhasil dilaksanak an.l1 21. 3. Mencari alternatif mata pencaharian bagi penduduk disekitar Kawasan Ulu Masen bila program ini tetah berjalan.[13]. 4- Mendorong Pemerintah Pusat untuk mengeluarkan Peraturan tentang pelaksanaan perdagangan karbon di tingkat daerah.[14]. 5. Kewenangan menjual karbon kepada investor dan pihak asing ada pada pemerintah Pusat, bukan pada Pemerintah Aceh (pasal 156 Ayat 6 UUpAi.t11] ' 6. Untuk penelitian dilapangan, Pemerintah Aceh tidak memiliki dana sehingga sangat tergantung dengan pihak asing. Namun, pada umumnya investor asing-tidak mau mengeluarkan dana untuk proses penelitian awal dilapangan. Mereia meminta Pemerintah Aceh untuk membayar semua proses verifikasi di lapangan, dan kemudian akan dipotong dari keuntungan bila nantinya program ini berhasil.ft 11. 7. Pe.njanjian penjualan karbon antara Pemerintah Aceh dengan pihak perusahaan asing, seperti Merrill Lynch, masih sebatas komitmen.[15].
789
Referensi Rencana strategis Kementerian/Lembaga Departemen Kehutanan Tahun 2005-200g",
11l
Kementerian Kehutanan Republik lndonesia, zOOi, 1. serambi lndonesia, lry?!!i' Gubernur Hiiau Menghijaukan Aceh obat untuk paru-paru Dunia, Jumat, 12 Desember 2OOB.,1
I2l
Tekanan
l3I
afas REDD, Down to Earth No. zg,
on http://dte. gn. a pc. org/79ali. htm.
t4l I5I
16l
171
November 2008. rnformation
Robert Sillevis, DirectorAceh program, Frora Fauna lnternationar(FFl), Juni2009. Vinay Ganga dan Simon Armitage. The Kyoto Protocol, Carbon lSRactg!.E!"tgv Projects in Euripe and rhe wortd,4 titiiitioratcredit Trading and Their Energy Law & Taxation Review73 (2005),2.
AntaraNews,lndonesia Yakin Peroteh Rp 33,75 Tiliun dari REDD. lnformation on http://wrvrv.antara.co.id/a rct2o07 tBl13lindonesia-yakin-peroleh-rpsa-zs-tritiun-dari-redd/. Reducing Emissions From Deforestation ln Developing countries (REDD) submitted by: lndonesia' lnformation on http://www.cifor.cgiar.orglfrnTroontyres/4Eg1D82g410F4gg5.. AC B6€CA802603A32i0/indonesia. pdf .
l8I
Karan Capoor dan Philippe Ambrosi, "State and Trends of the Carbon Market 200g,,,The World Bank Report, Washington D.C, May 2008, 6.
tgl t10]
Firman Hidayat, "Ulu Masen", Keuneubah Endatu, Edisi No. Vlt April-Jun "Taiaga "Ulu Masen" Ta Pelindong le". u
111] 112) [13]
lu-masen-ta-pelin don g_ie/.
i 2oog,
29-32.
lnformation onhttp://www.pedatatjeh.com/artikel/tajaga-
M.Yacob lshadamy, Kepara sekretariat Aceh Green, Juni 2009. Mike Appleton-, Konsultan Lingkungan lnternasional, spesialis
dalam bidang Konservasi,
Daerah yang dirindungi dan mariajemen yang berkesinambungan, Mei 2009.
"Ulu Masen: Ekosistem Penyokong Peradaban Masa Depan, Hutan Ulu Masen cadangan Ekosistem A'ceh Masa Depan", sisipan Majalah National Geografic, Edisi september 200g,1617.
114) M. Nur Rasyid, penasehat Gubernur Bidang Hukum, Juni 2009. [15] Gubernur Aceh Tak percaya Janji Negara Maju. rnforrnation http://www'republika.co.id/berita/regional/nusant aratitBdp}/lqTv6t-gubernur-aceh-tak-
percaya-janji-negara_maj u.
790
on