Fenomena Masyarakat Konsumen Pada Era Kontemporer: Analisis Filosofis Menurut Jean Baudrillard Alfira Astari & Selu Margaretha Kushendrawati Program Studi Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
ABSTRAK Nama
: Alfira Astari
Program Studi : Filsafat Judul
: Fenomena Masyarakat Konsumen Pada Era Kontemporer: Analisis Filosofis Menurut Jean Baudrillard
Skripsi ini mencoba untuk menganalisa masyarakat konsumen yang ada pada era kontemporer menggunakan teori masyarakat konsumen miliki Jean Baudrillard melalui bukunya yang berjudul The Consumer Society. Penulisan ini ingin menunjukan bahwa di dalam mengkonsumsi suatu objek, manusia tidak lagi mementingkan nilai guna dari suatu objek tersebut, melainkan nilai tanda dari suatu objek. Dapat dikatakan bahwa terdapat pergeseran makna dari kegiatan konsumsi yang terdapat pada masyarakat tersebut. Masyarakat saat ini dapat dikatakan juga sebagai masyarakat konsumen, karena sebagian besar masyarakat tersebut telah mengalami pergeseran makna dalam mengkonsumsi suatu objek. Hal ini dikarenakan bahwa di dalam masyarakat konsumen akan selalu terdapat budaya massa yang memiliki kekuatan untuk memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk terus mengkonsumsi suatu objek. Budaya massa ini memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat konsumen sehingga membuat masyarakat ini akan kehilangan otentisitas dirinya. Banyak faktor yang sebenarnya tidak disadari oleh masyarakat konsumen dalam mengkonsumsi suatu objek dan hal tersebut lah yang ingin ditunjukan dalam penulisan karya ini. Kata kunci: Masyarakat Konsumen, budaya massa, otentisitas. 1 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
Phenomena Of Consumer Society In The Contemporary Era: Philosophical Analysis by Jean Baudrillard This undergarduate thesis tries to analyze consumer societies in the contemporary era, using the consumer societies theory of Jean Baudrillard through his book called The Consumer Society. This undergraduate thesis showed that in the consuming an object people didn’t see the use value from that object but they only saw the sign value of an object. There is a shift in the meaning of consumption in the society. The society right now also says as a society consumers, because most of those society has experienced shifts meaning in consume any object. It because that in consumer society will always guiler mass culture which having a power to give impact towards community to consume an object. These mass culture povided the bad effect for the consumer society untill all those people in that society lost their authenticity. Many factors which are not realized by consumers society in consuming an object and this analysis will show all those factors. Key words: Consumer society, mass culture, authenticity
A. PENDAHULUAN Dapat
dilihat
bahwa
fenomena
masyarakat
konsumen
terus
mengalami
perkembangan. Hal ini dapat diketahui dengan semakin banyaknya pusat perbelanjaan atau mal-mal yang berdiri pada wilayah tersebut, dan mal-mal ini akan terus bertambah setiap tahunnya. Mal-mal ini berdiri karena adanya kebutuhan masyarakat akan sarana hiburan yang praktis karena segala yang dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya ada di dalam mal tersebut. Orang-orang dapat berbelanja untuk keperluan dapur dengan menucuci mata sekaligus di dalam satu tempat yang sama. Mereka tidak hanya sekedar berbelanja untuk kebutuhan dapur, tetapi mereka juga dapat makan di rumah makan, membeli pakaian, bertemu dengan teman atau mengantarkan anak-anak bermain dipusat permainan seperti Timezone. Tidak hanya itu, bahakan banyak orang yang hanya sekedar jalan-jalan atau melihat-lihat tanpa membeli apapun. Hal ini membuat masyarakat menganggap bahwa mal merupakan tempat yang strategis untuk berjalan-jalan. Berdasarkan fenomena di atas, kehidupan manusia tidak pernah lepas dari budaya yang dimiliki oleh suatu daerah, sehingga seringkali membuat budaya tersebut sangat melekat 2 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
pada setiap manusia yang berada di daerah tersebut. Budaya atau culture merupakan cara berada manusia melalui segala bentuk aktifitas yang dilakukan oleh setiap manusia untuk mempertahankan kehidupannya.Budaya mengajarkan kebudayaan yang nantinya akan berkembang di dalam suatu komunitas di mana kebudayaan tersebut merupakan ciptaan dari manusia itu sendiri. Oleh karena itu, budaya dan manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan culture merupakan individu-individu yang bergabung di dalam sistem sosial. Meskipun budaya-budaya yang diterima oleh masyarakat itu berbeda-beda, namun masyarakat atau setiap manusia pada dasarnya butuh apresiasi yang ditujukan pada dirinya oleh masyarakat sehingga membuat manusia tersebut memiliki kebanggan akan dirinya sendiri. Apresiasi ini berupa cap atau label yang akan melekat pada masyarakata tersebut, seperti ‘gaul’ atau ‘populer’. Oleh karena itu setiap masyarakat berlomba-lomba untuk mengkonsumsi hal-hal yang dapat memberikan label yang dapat membuat mereka bangga pada diri mereka sendiri. Hal ini membawa dampak pada budaya konsumerisme, di mana setiap manusia cenderung untuk menikmati barang dengan jumlah pembeli yang besar karena dengan memiliki barang tersebut maka secara tidak langsung dapat meningkatkan nilai mereka sebagai manusia juga. Budaya konsumerisme ini membawa manusia untuk terus mengkonsumsi sesuatu tanpa harus memimikirkan cost dan bennefit nya. Konsumerisme merupakan suatu paham, di mana manusia mengkonsumsi suatu barang untuk keinginannya bukan kebutuhannya. Semula ekonomi merupakan science of choice, di mana setiap manusia memiliki pilihan untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai kemungkinan seefisien mungkin. Namun ketika budaya konsumerisme ini berkembang maka pilihan-pilihan untuk membuat kegiatan ekonomi ini menjadi efisien sudah tidak berlaku lagi, orang-orang lebih mementingkan keinginannya untuk mengkonsumsi sesuatu yang memiliki nilai yang sangat tinggi demi untuk meningkatkan nilai mereka dan tidak sekedar memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Begitu banyak hal yang dapat mempengaruhi budaya konsumerisme ini, salah satunya budaya yang dianut oleh masayarakat itu sendiri. Rangsangan yang diberikan oleh lingkungan sekitar ini sangat banyak, sehingga membuat seseorang memiliki kemampuan untuk menyeleksi rangsangan tersebut. “Perilaku konsumen biasanya dipengaruhi oleh iklan dan lingkungan sekitar. Konsumen dalam mengkonsumsi sesuatu pasti diberikan rangsangan atau stimlulus yang akan diterima oleh panca indera manusia, seperti penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan, dan pendengaran” (Nugroho J setiadi, 2003: 159). Jika melalui iklan, maka seseorang akan memilih iklan yang lebih menarik, misalnya iklan minuman bersoda hadir di televisi dengan kemasan yang 3 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
manarik dan audio yang menyanangkan akan membuat seseorang memiliki persepsi terhadap iklan tersebut. Persepsi ini muncul karena adanya sensasi yang timbul karena ada perasaan gembira, sensasi ini respon dari panca indera seseorang terhadap rangsangan cahaya, warna, dan suara. Hal-hal seperti inilah yang akan mempengaruhi perilaku konsumen seseorang, oleh karena itu peran lingkungan sosial dan masyarakat sangat mendukung bagi adanya perilaku konsumen. Mengkonsumsi barang atapun jasa saat ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan saja. Mengacu kepada Baudrillard, konsumsi bukan sekedar nafsu untuk membeli sesuatu karena kebutuhannya ataupun karena fungsi dari barang atau jasa yang dikonsumsi tersebut, melainkan adanya suatu pemaknaan terhadap suatu objek yang membuat objek tersebut menjadi suatu sistem berupa tanda atau kode, bahasa, dan moral. Hal ini menyebabkan terjadinya individualisme dan pengekangan individu tersebut secara bawah sadar baik dari sistem tanda, sistem ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Konsumsi disini akhirnya tidak berpusat pada individu-individu dalam melakukan pilihan dalam kegiatan ekonominya (konsumsi) melainkan dari faktor eksternal, baik itu masyarakat maupun media massa yang bersifat memaksa individu. Setiap individu dipaksa untuk menggunakan sifat-sifat yang sudah diciptakan oleh struktur yang berada di luar manusia yang berupa fenomena kolektif dan moralitas yang berada dalam segala sistem tanda yang dikodekan. Baudrillard mengatakan bahwa manusia akan selalu berada di bawah bayang-bayang konsumerisme karena manusia selalu dipaksa untuk melakukan interaksi secara konsumtif yang bukan dari dirinya sendiri melainkan dari keadaan sosial yang memaksanya, sehingga sangatlah sulit untuk memisahkan manusia dari budaya konsumerisme. a) Rumusan Masalah: Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Seperti apakah konsep masyarakat konsumen milik Baudrillard sesuai dengan fenomena masyarakat konsumen pada era kontemporer? 2. Apa saja alasan dari kemunculan masyarakat konsumen di dalam kehidupan masyarakat pada era kontemporer? 3. Apakah misteri dibalik terjadinya masyarakat konsumen yang mengacu kepada alasan sebenarnya dilakukan kegiatan konsumsi tersebut?
4 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
b) Tujuan Penulisan: Penulisan ini memiliki tujuan agar masyarakat awam dapat
mengetahui
konsep dari masyarakat konsumen menurut Jean Baudrillard sesuai dengan fenomena masyarakat konsumen pada era kontemporer. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebab dari munculnya masyarakat konsumen di dalam kehidupan masyarkat pada era ini. Hal lain adalah agar mengetahui apa yang menjadi dasar dari tingkah laku masyarakat konsumen yang ada pada era kontemporer. Lalu, untuk mengetahui sebab dari masyarakat pada era ini yang menikmati budaya konsumerisme, mengetahui pengaruh dari kebudayaan dalam masyarakat konsumen, serta mengetahui permasalahan yang muncul terhadap setiap individu dari adanya masyarakat konsumen ini. B. TINJAUAN TEORITIS Penulisan karya ini mengacu kepada teori-teori mengenai masyarakat konsumen yang terdapat pada buku Jean Baudrillard yang berjudul The Consumer Society Myth and Structures, di mana Baudrillard mencoba untuk menjelaskan mengenai masyarakat konsumen secara lebih jelas dan sistematis. Ia menjelaskan mengenai logika yang digunakan oleh masyarakat konsumen dan ia pun menjelaskan mengenai teori konsumsi. Baudrillard menjelaskan bagaimana pola pikir dan logika masyarakat konsumen tersebut dapat terbentuk. Baudrillard sangat tertarik dengan kehidupan masyarakat konsumen pada masa podmodern ini, dalam buku The Consumer Society Myth and Structures ini ia mulai bertentangan dengan teori yang dimiliki oleh Marxian mengenai konsumsi dan masyarakat konsumen. Marxian mengatakan bahwa konsumsi itu terjadi karena pertukaran barang karena adanya nilai guna dan kebutuhan akan barang tersebut, namun Baudrillard melihat bahwa konsumsi yang terjadi pada masyarakat konsumen ini ada karena adanya kehadiran dari tanda dan simbol yang terdapat pada suatu objek. Selain itu, dibantu juga oleh teori mengenai mitos yang dikemukakan oleh Roland Barthes dalam menjelaskan mengenai masyarakat konsumen bahwa, “I am only wondering about the enermous consumpion of such a sign by the public. I see it reassured by the spectacular identity of a morphology and a vocation, in no doubt about the latter because it knows the former, no longer having access to the real experience of
5 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
apostleship except through the bric-a-brac associated with it, and getting used to acquiring a clear consience by merely looking at the shop-window of saintliness” (Barthes, 1991: 48). Konsumsi yang selama ini dilakukan oleh masyarakat hanyalah sebuah tanda yang dibuat oleh sosial itu sendiri, dengan dibantu oleh berbagai macam bentuk media massa membuat ‘konsumsi’ ini memiliki posisi yang cukup kuat di dalam masyarakat, sehingga masyarakat pun sulit berpikir secara jernih dalam mengkonsumsi sesuatu. Tanda-tanda yang yang terkandung di dalam konstruksi sosial dan media massa menjujukan adanya kemewahan yang dianggap menjadi tanda-tanda keberuntungan, hal ini diungkapkan ketika awal dari pemikiran mengenai konsumerisme. Barang-barang yang dikonsumsi oleh manusia bersifat mengikat sehingga membuat manusia sulit untuk melepaskannya. Hal ini terus berlanjut hingga munculah individu-individu yang memiliki tingkat konsumerisme yang tinggi. Mitos merupakan hal yang mampu mencegah perubahan sehingga tidak mudah untuk menghentikan budaya konsumtif. Mitos ini tersampaikan melalui gambar, tingkah laku, dan informasi, halhal tersebut dapat menyingkirkan kenyataan sehingga kehidupan yang dihadapi manusia mejadi abu-abu dan terjadi kesaruan antara mana yang real dan mana yang tidak real (peristiwa semu). Pada dasarnya iklan tidak membohongi setipa individu namun iklan melampaui realitas atau kebenaran dan kesalahan. Hal inilah yang dikatakan oleh Baudrillard sebagai Hipperealitas. Adapula teori mengenai Otentisitas yang berhubungan dengan cara berada masyarakat konsumen yang berbeda dengan cara berada manusia yang dikemukan oleh filsuf eksistensialisme. Salah satunya adalah teori eksistensialisme yang dikemukakan oleh Heidegger. Eksistensialisme menekankan kepada cara berada manusia yang memiliki perbedaan dengan cara berada benda-benda atau yang lainnya. Eksistensialisme sangat mendukung adanya kebebasan individu serta pertanggungjawaban atas segala yang dilakukan oleh manusia. Eksistensialisme percaya bahwa manusia pasti akan mengetahui segala kebenaran yang ada di dalam manusia itu sendiri dan kebeneran ini mutlak, eksistensialisme juga berpendapat bahwa segala bentuk hubungan antara objek dan subjek tidak pernah ada yang terpisah. Hal ini tentu saja bertentangan dengan masyarakat konsumen pada era kontemporer saat ini karena selain hal-hal yang telah disebutkan, eksistensialisme sangat menolak terhadap adanya pengaruh dari teknologi atau masyarakat sekitar dalam pengambilan suatu keputusan.
6 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
C. METODE PENELITIAN Dalam penulisan karya ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis dan metode kepustakaan, di mana penulis mencoba untuk mendeskripsikan beberapa karya seperti teks dan buku-buku yang berkaitan dengan tema penulisan karya ini serta sumbersumber lain yang saya temukan melalu internet atau surat kabar, serta metode refleksi kritis terhadap teori serta analisa yang akan disampaikan di dalam penulisan karya ini. Penulis menggunakan buku The Consumer Society, Myths & Structures Baudrillard sebagai sumber utama.
D. PEMBAHASAN Jumlah penduduk yang padat dengan tingkat kemakmuran yang beragam tidak menghalangi sistem masyarakat konsumen untuk berkembang. Masyarakat konsumen ini berkembang diseluruh lapisan masyarakat. Hanya saja yang lebih banyak disorot adalah masyarakat konsumen yang berada pada lapisan menengah keatas karena biasanya lapisan masyarakat ini cenderung lebih brutal dalam mengkonsumsi sesuatu. Namun pada masyarakat ekonomi kelas menengah kebawah tidak dipungkiri akan berkembangnya masyarakat konsumen selama kehidupan mereka masih disentuh oleh teknologi atau budaya massa. Secara umum konsumerisme ini akan selalu berkembang selama adanya modernitas dan globalisasi. Lyotard mengatakan bahwa di dalam masyarakat kebudayaan modern dan postmodern memiliki logika dan pengetahuan yang berbeda dan biasanya logika dan pengetahuan mereka ini dipengaruhi oleh kapitalisme. Kapitalisme ini tidak saja mempengaruhi sistem secara global tetapi juga mempengaruhi tatanan masyarakat dan individu, di dalam tatanan masyarakat terdapat perbedaan-perbedaan yang mengacu pada pembentukan status dengan simbol-simbol modernitas. Di dalam masyrakat konsumen ini nilai guna dari suatu barang sudah bukan menjadi fokus utama lagi yang terpenting adalah nilai tukar dari suatu objek. Masyarakat konsumen ini tidak menyadari bahwa saat ini dirinya sedang berada di dalam dunia yang terdiri dari manipulasi tanda. Tanda yang dihadirkan pada suatu objek melebur menjadi satu bersama hal-hal yang real sehingga membuat mereka tidak mampu untuk mebedakan hal-hal yang real dan bukan. Tanda-tanda ini hadir sebagai bentuk kekuatan untuk mengelabuhi masyarakat agar masyarakat mau untuk mengkonsumsi objek 7 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
yang mengandung suatu tanda tertentu. Tanda-tanda ini berkembang juga melalui bantuan dari budaya massa. Masyarakat konsumen ini cenderung untuk selalu hidup berkelompok dan menjalin hubungan yang sangat erat dengan anggota kelompoknya. Biasanya melalui relasi yang sangat erat budaya massa ini hadir di antara mereka, pembicaraan dari mulut ke mulut mengenai berlian atau tas bermerek terbaru pun dapat denga mudah tersebar di dalam masayarakat tersebut. Hal ini membuat konsumsi menjadi alat komunikasi atau bahasa yang menjadi pengerat di dalam kelompok suatu kelompok tertentu. Masyarakat konsumen atau masyarakat modern ini dalam mengkonsumsi suatu objek tidak lagi menggunakan pilihan rasional mereka cenderung menggunakan hasrat sebagai bentuk dari pemenuhan nafsu yang tidak tertahankan. Nafsu ini muncul karena adanya beberapa faktor, yaitu karena adanya gengsi yang dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya dan nafsu yang mencul karena adanya keinginan untuk meniru. Gengsi atau prestise biasanya muncul karena adanya persaingan dalam mengkonsumsi suatu objek yang ada di dalam suatu kelompok di dalam masyarakat konsumen, misalnya di dalam kelompok tersebut kebanyakan anggotanya menggunakan iPhone maka secara implisit hal ini akan memberikan tekanan kepada mereka yang tidak menggunakan iPhone, sehingga membuat orang tersebut membeli iPhone untuk menaikan nilainya di dalam kelompok tersebut. Sementara itu, keinginan meniru hadir karena adanya informasi yang diberikan melalui media massa seperti televisi, majalah, dan radio. Kesempurnaan selalu dihadirkan di dalam media massa sehingga membuat masyarakat konsumen ini meniru untuk mendapatkan kesempurnaan tersebut. Misalnya tren budaya dari luar Indonesia seperti budaya K-Pop, Hollywood, Bollywood, dan lain sebagainya. Hal ini dianggap sebagai realitas yang ada di dalam masyarakat konsumen, jika demikian, maka realitas yang ada di dalam masyarakat konsumen sangat beragam dan tidak jelas, realitas yang dibuat beragam dan cenderung terlalu banyak ini akan membawa kematian pada realitas (realitas asli) itu sendiri, dimana, “The excess of reality puts an end to reality, just as the excess of information puts an end to information, or the excess of communication puts an end to communication.” (Baudrillard, 2000:66). Saat ini tingkat tinggi atau rendahnya ekonomi seseorang sudah tidak lagi menjadi penentu bagi tingkat konsumsi seseorang. Saat ini baik orang yang memiliki penghasilan tinggi atau pun rendah memiliki tingkat konsumsi yang hampir sama tingginya. Hal ini menyebabkan akan ada persaingan konsumsi di dalam masyarakat sehingga akan menghasilkan masyarakat konsumen, melalui adannya persaingan tersebut maka akan sangat sulit untuk dilakukan pencegahan terhadap meluasnya masyarakat konsumen tersebut. 8 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
Selama individu-individu berada di dalam suatu masyarakat konsumen tertentu, maka mereka akan memiliki kebutuhan yang sama atas suatu objek tertentu (terlepas dari berguna atau tidaknya objek tersebut bagi mereka). Saat ini hampir seluruh lapisan masyarakatnya dihuni masyarakat konsumen. Masyarakat konsumen ini seolah-olah difasilitasi melalui lembagalembaga yang ada di masyarakat. Contoh paling sederhana adalah di dalam sekolah, dapat dilihat bahwa saat ini murid-murid disekolah paling tidak menggunakan Blackberry sebagai alat komunikasinya atau mereka menggunakan tas dan sepatu dengan merk mahal. Dalam hal ini, sekolah yang dianggap sebagai tempat yang seharusnya netral pun menjadi tempat bagi masyarakat konsumen. Sekolah ini terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa, ketika individu-individu berada dalam suatu kelompok masyarakat konsumen tertentu maka kebutuhan mereka atas suatu objek akan sama, karena di dalam sekolah tersebut terdiri dari kalangan kaya atau miskin dan seluruh individu yang berada di dalam masyarakat konsumen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain, maka kebutuhan mereka akan sama karena mereka berada dalam kelompook masyarakat konsumen, yaitu sekolah. Hal ini menjadi bukti bahwa kemapanan ekonomi tidak mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Lalu, patut dilakukan analisa sebenarnya apa yang menjadi penyebab dari masyarakat untuk terus mengkonsumsi sesuatu. Fenomena masyarakat konsumen saat ini terjadi karena jumlah penduduk di daerah tersebut cukup banyak, sehingga membuat kemungkinan-kemungkinan adanya faktor-faktor yang mendukung untuk terciptanya masyarakat konsumen pada daerah tersebut. Sebelum dilakukan analisa terhadap faktor-faktor yang menyebabkan adanya masyarakat konsumen secara internal, sebaiknya kita juga mengetahui bahwa ada faktor-faktor eksternal yang juga menjadi penyebab dari terciptanya masyarakat konsumen. Masyarakat pada era kontemporer saat ini dihadapkan oleh banyaknya objek konsumsi, hal ini membuat masyarakat tersebut merasa bahwa segala sesuatu yang dihadirkan didalamnya adalah hal-hal yang memang disediakan untuk mereka konsumsi. Masyarakat ini cenderung untuk mengkonsumsi segala objek yang telah tersedia tersebut tanpa memikirkan use value (nilai guna). Masayarakat konsumen ini hanya akan mengkonsumsi sign value (nilai tanda) dari suatu objek. Tidak adanya nilai guna pada objek yang dikonsumsi oleh mereka telah menjadi ciri khas pada masyarakat konsumen manapun. Baudrillard menjelaskan bahwa, budaya massa tidak pernah lepas dari masyarakat konsumen karena dengan adanya budaya massa ini mampu membuat objek-objek konsumsi tersebut menjadi lebih menarik. Budaya massa ini akan selalu hadir pada era yang berada di 9 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
bawah kuasa mode of consumption. Kuasa mode of consumption ini akan membantu media massa dalam berperan di dalam masyarakat konsumen. Baudrillard meneruskan pemikiran dari Marshal McLuhan bahwa, di dalam budaya massa terdapat Global Village. Global Village ini merupakan teknologi komunikasi yang didalamnya akan selalu terdapat manipulasi tanda dan pertunjukan dari sebuah objek yang biasanya hadir di dalam perdagangan dan paling besar hadir melalui iklan, dimana iklan ini mampu merubah konsep dari sebuah objek. Selama masyarakat konsumen ini terus berkembang, personalitas dan jati diri setiap individu yang ada di dalam masyarakat tersebut akan selalu dipertanyakan. Siapakah mereka sebenarnya?
Ada
anggapan-anggapan
anggapan
tersendiri
mengenai
standarisasi
kesempurnaan seseorang. Misalnya, anggapan seperti bukan perempuan namanya kalau tidak menggunakan berlian atau sepatu hak tinggi atau bukan pria jika tidak menggunakan motor gede seperti Harley Davidson. Setiap individu menemukan kepribadiannya dengan cara menemukan hal-hal apa yang menjadi kesenangan bagi dirinya agar mereka mampu menjadi diri yang sebenarnya. “To have found your personality, to be able to assert it, is to discover the pleasure of being truly yourself. It often takes very little to achieve this. After a great deal of searching, I realized that a little light tint in my hair was enough to create perfect harmony with my complexion and my eyes. I found this blonde tone in the Récital range of rinses ... And this Récital blonde, which is so natural, has not changed me. I am more than ever myself.” (Baudrillard, 1998: 88) Untuk menemukan kepribadian seseorang tidak lah sulit, hanya saja sering terbentur dengan kepribadian semu. Namun kebanyakan manusia dipengaruhi oleh mitos pengatur subjek, nafsu, keinginan, serta watak atau sifat. Adanya ribuan tanda yang terkandung di dalam lingkungan manusia akan menciptakan suatu sintesa yang baru bagi individu tersebut, sehingga membuatnya semakin sulit untuk menemukan kepribadiannya. Iklan, kemasan suatu produk (packaging), display, fashion, media massa, ataupun budaya yang terdapat dalam suatu masyarakat itu sendiri, merupakan beberapa contoh media yang mampu untuk memproduksi sign value. Komoditas sebisa mungkin selalu membuat sign value harus sama dengan nilai guna, maksudnya disini adalah dengan melalui kemasan suatu produk (packaging), display, fashion, media massa, ataupun budaya mampu membuat sign value ini terlihat seolah-olah ia merupakan nilai guna dari barang tersebut, sehingga membuat masyarakat menggap barang tersebut memiliki nilai guna bagi dirinya sehingga membuat masyarakat dapat menunjukan gaya hidup (styles), gengsi, kemewahan, dan 10 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
kekuasaan yang dimilikinya. Baudrillard terinspirasi dari gagasan yang dimiliki oleh Veblen mengenai conspicuous consupmtion (konsumsi yang mencolok) yang dianalisa oleh Baudrillard di dalam ‘Theory Of the Leisure Class’. Ia menjelaskan bahwa seluruh masyarakat selalu dikelilingi oleh kegiatan konsumsi dan fenomena atas komoditas yang mampu meningkatkan identitas dan gengsi dari setiap individu. Dalam hal ini, semakin tinggi gengsi dari suatu komoditas (mobil, rumah, pakaian) maka semakin tinggi pula kedudukan sign value komoditas tersebut. Maksudnya, semakin mahal dari komoditas tersebut maka semakin tinggi pula sign value dari komoditas tersebut. Sama halnya seperti suatu kalimat akan memiliki makna sesuai dengan susunan kata atau sesuai denga tatanan bahasanya, signs value akan akan memiliki makna jika sesuai dengan posisi mereka di dalam sistem diferensial prestige. Masyarakat konsumen pada era kontemporer ini dipaksa oleh keadaan, agar mereka mengkonsumsi suatu objek, tidak ada pilihan lain, yang ada hanyalah apakah masyarakat tersebut mengkonsumsi suatu objek sesuai dengan keinginannya atau tidak. Pilihan yang dimiliki oleh masyarakat konsumsi adalah pilihan untuk memuaskan keinginannya atau tidak, di dalam masyarakat konsumen sungguh sangat sulit bagi mereka untuk tidak mengkonsumsi objek apapun sekalipun dalam jumlah yang sangat kecil. Pada dunia yang dikontrol oleh kode ini, konsumsi akan berhenti ketika apa yang disebut sebagai “kebutuhan” terpuaskan. Ide tentang “kebutuhan” berasal dari pemisahan yang salah mengenai subjek dan objek, dan hasil akhirnya adalah tautologi subjek dan objek yang dibatasi oleh istilah satu sama lain. Baudrillard mendekonstruksikan dikotomi subjek dan objek dan lebih umum, pengertian tentang kebutuhan. Masayrakat tidak perlu membeli apa yang mereka butuhkan, tetapi apa yang dikatakan kode pada masyarakay yang seharusnya mereka beli. Kebutuhan setiap individu pun ditentukan oleh kode dan realitas yang dijalankan menjadi semu. Misalnya, ketika seseorang membeli sebuah burger McDonaldonald besar, mereka tidak hanya membeli makanan, tetapi juga membeli pencitraan besarnya McDonald bagi nilai-nilai sosial kita. Objek konsumsi menjadi komoditas dalam bahasa Marx kini dibeli sebagai sebuah pertanyaan, tanda gaya, prestise, kemewahan, kekuasaan, dan lain-lain. Konsekuensinya, kemakmuran seolah-olah diciptakan dari simbol konsumsi. Padahal tidak, kemakmuran yang terlihat adalah sebagai pola yang distrukturkan untuk tetap menjadi pasar para kaum kapital. Dan yang ingin saya gambarkan adalah, “orang-orang kaya” dan “yang memaksa kaya” sebagai konsumen adalah orang miskin yang distrukturkan kaum kapital yang memproduksi
11 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
objek konsumsi. Oleh karena itu Baudrillard mengatakan bahwa, penguatan konsumsi dianggap sejalan dengan penguatan dari kontrol produksi itu sendiri. Konsumsi dianggap sebagai sesuatu yang diorganisir oleh tatanan produksi sebagai perluasan kekuatan produksi serta merupakan kekuatan produktif yang penting bagi kapital itu sendiri. Seseorang dapat bergabung dan memisahkan diri dari yang lain pada prinsip tanda-obyek yang dikonsumsi. Apa yang seseorang butuhkan dalam kapitalisme bukanlah obyek tertentu (katakanlah mobil BMW), tetapi seseorang hendak mencari “perbedaan”. Tampil berbeda dilakukan karena seseorang memerlukan status sosial dan nilai sosial. Dalam konsumsi di masyarakat kapitalis modern, bukan soal kesenangan untuk mendapat dan memakai obyek yang mereka cari, tetapi lebih soal perbedaan, mau tampil beda. Hal ini memunculkan pandangan bahwa kebutuhan tidak dapat dipuaskan. Seseorang memiliki kebutuhan selama hidup untuk membedakan dirinya dengan orang lain, yang menduduki posisi lain dalam masyarakat. Sehingga Baudrillard berkesimpulan bahwa konsumsi adalah sistem yang menjamin pengaturan tanda-tanda dan penggabungan kelompok, dan konsumsi lalu menjadi sebuah moralitas (nilai ideologi) dengan menggunakan sistem informasi. Kapitalisme berusaha menciptakan “mal hasrat” yang universal atas keberjamakan ekspresi hasrat, dengan demikian hasrat individu berada dalam dua titik yakni hasrat yang dimengerti sebagai asal dan tujuan kapitalisme. Sebagai asal, ia dimengerti sebagai energi produktif yang kemudian diapropriasikan oleh kapitalisme. Sedangkan sebagai tujuan, ia dipahami dalam konteks tubuh yang membutuhkan pemenuhan hasrat. Oleh karena itu, hasrat mengalir dari tubuh individu ke dalam satu tubuh yang sama, dengan logika kapitalisme sebagai pengatur hasratnya. Bagi Deluze-Guattari, hasrat tentu akan menjadi suatu modifikasi (nama lain dari manipulatif) yang diserap nilai surplusnya. Oleh karena itu, dapat dipahami disini bahwa masyarakat konsumen pada era ini terjadi karena setiap orang memiliki hasrat untuk mengkonsumsi sesuatu dan selalu berusaha untuk memenuhi hasratnya tersebut. Biasanya hasrat ini ditentukan oleh kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat konsumen yang dilakukan sesuai dengan kesepakatan yang ada pada kelompok tersebut, hal ini akan menjadi ciri khas dari kelompok tersebut. Jika telah ditentukan kesepakatan objek apa yang akan menjadi identias mereka, maka ketika melihat objek yang menggambarkan identitas kelompok mereka maka mereka hasrat untuk mengkonsumsi objek tersebut akan keluar dari dalam diri mereka. Hasrat yang dimiliki oleh masyarakat konsumen ini tidak akan pernah habis karena tanda yang melekat pada suatu objek akan terus diproduksi. Tanda dalam objek tidak akan pernah membiarkan dirinya kehilangan para penggemarnya. 12 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
Tujuan dari masyarakat konsumen yaitu untuk mendapatkan kenikmatan dan kepuasan ini merupakan efek dari terpenuhinya kebutuhan mereka. Kadar kenikmatan dan kepuasan yang dimiliki oleh setiap individu harusnya berbeda-beda karena kebutuhan yang dimiliki oleh tiap individu tersebut juga berbeda-beda. Namun di dalam masyarakat konsumen, hal ini tidak terjadi seperti demikian. Pada masyarakat konsumen, kenikmatan ini sifatnya kolektif, kenikmatan dan kepuasan tidak dapat dikatakan sebagai kenikmatan atau kepuasan jika tidak dirasakan oleh seluruh anggota kelompok yang ada di dalam masyarakat konsumen. Oleh karena itu individu tidak mampu mendapatkan kesenangan dan kepuasan pribadi disini. Sebelum jatuh ke dalam masyarakat konsumen biasanya seseorang memiliki rasa kesepian, sehingga untuk mengurangi rasa kesepian tersebut mereka akan melarikan diri kepada konsumerisme. Biasanya ini terjadi pada kaum muda dan perempuan, mereka sering sekali menghabiskan masa mudanya dengan mencari kebahagian dengan membeli ‘status sosial’. Mereka tidak akan pernah berhenti mengkonsumsi suatu objek hingga mereka menemukan kebahagian. Dalam mencari kebahagiaan ini mereka akan mengalami kekaburan realitas. Kekaburan masyarakat konsumen atas realitas yang sebenarnya, membuat mereka terjebak di dalam realitas semu. Hal ini membuat mereka tidak akan pernah menemukan kenikmatan dan kepuasan pribadi, karena selain kenikmatan dan kepuasaan tersebut bersifat kolektif, realitas yang masyarakat konsumen hadapi selalu berubah-ubah karena tanda yang terdapat pada objek yang ada pada realitas tersebut juga berubah-ubah, sehingga membuat masyarakat ini tidak pernah merasa puas atas apa yang mereka konsumsi. Masyarakat konsumen seperti ini akan jatuh kepada masyarakat yang materialistik, maksudnya disini masyarakat konsumen dapat dengan mudah terpikat dengan suatu objek yang menarik perhatian mereka. Mereka dapat dengan mudah tertarik dengan suatu objek meskipun hanya dilihat melalui panca indera saja. Banyak yang mengatakan bahwa manusia ini pada dasarnya mahluk yang materialistik, mahluk dengan sifat keduniawian dan kebendaan. Melalui sifatnya ini manusia dapat dapat menangkap objek-objek disekitarnya yang mampu ditangkap oleh panca indera. Namun sifat ini akan semakin terlihat pada masyarakat konsumen, hal ini dikarenakan di dalam masyarakat konsumen akan selalu disuguhkan objek-objek yang dengan mudah memikat hati masyarakat konsumen melalui panca indra (iklan, televisi, radio, dan lain sebagainya). Sifat materialistik yang tidak terkendali, seperti yang terletak pada masyarakat konsumen ini akan membawa mereka kepada hedonisme. Hedonisme di dalam masyarakat konsumen ini mengacu pencarian kebahagian sebanyak mungkin dengan sebisa mungkin menghidari perasaan ‘sakit’(Franz 13 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
Magnis Suseno, 1987: 114). Hal ini sesuai dengan hasil akhir dari masyarakat konsumen ini, yaitu mencari kebahagiaan. E. KESIMPULAN Melalui teori dan logika konsumsi tersebut Baudrillard ingin menunjukan bagaimana cara manusia mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan dan budaya yang akan membentuk mereka menjadi masyarakat konsumen. Baudrillard menjelaskan bahwa masyarakat konsumen tersebut memiliki logikanya sendiri dalam melakukan kegiatan konsumsi. Pada kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat konsumen terdapat pergeseran makna terhadap objek yang dikonsumsi oleh masyarakat konsumen tersebut. Objek yang mereka konsumsi tidak lagi mengandung nilai guna melainkan nilai tanda. Mereka mengkonsumsi suatu objek karena melihat nilai tanda yang terdapat pada objek tersebut. Nilai tanda ini hadir di dalam suatu objek melaui konstruksi yang dibentuk oleh masyarakat konsumen itu sendiri. Penyebaran nilai tanda pada objek ini juga diperkuat melalui berkembangnya budaya massa. Pengaruh budaya massa di dalam masyarakat konsumen sangat besar, karena budaya massa ini memacu keinginan atau hasrat yang dimiliki oleh manusia dalam mengkonsumsi suatu objek. Adanya peran budaya massa (termasuk media massa di dalamnya) membantu masyarakat untuk semakin tertarik dalam melihat tanda yang terdapat di dalam suatu objek. Hal ini membuat masyarakat konsumen tersebut cenderung menjadikan suatu objek atau benda sebagai alat yang mereka puja-puja. Hal ini akan membuat masyarakat konsumen tersebut memiliki hasrat yang begitu besar dalam mengkonsumsi suatu objek. Logika awalnya, masyarakat akan berhenti melakukan kegiatan konsumsi ketika kebutuhan mereka akan suatu objek tertentu telah terpenuhi dan mereka telah mendapatkan kenikmatan. Namun dengan adanya budaya massa yang memiliki kemampuan untuk memanipulasi tanda dari suatu objek akan membuat masyarakat memiliki hasrat yang tidak terbatas untuk mengkonsumsi suatu objek, sehingga akan membuat masyarakat konsumen hanya mendapatkan kenikmatan semu. Selama manusia hidup dan berada di dalam masyarakat, manusia pasti akan selalu bersinggungan dengan masyarakat konsumen. Masyarakat konsumen akan selalu dikelilingi oleh budaya massa yang selalu memiliki cara-cara baru untuk menarik perhatian dari masyarakat konsumen agar mereka memiliki hasrat untuk mengkonsumsi suatu objek tertentu. Hal seperti ini tidak akan pernah bisa dihindari. Dalam mengkonsumsi suatu objek masyarakat saat ini akan selalu dipengaruhi oleh budaya dan media massa, oleh karena itu 14 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013
masyarakat konsumen ini tidak memiliki otentisitas di dalam dirinya. Hal dikarenakan ketika masyarakat konsumen tersebut mengkonsumsi sesuatu, mereka dianggap hanya ikut-ikutan saja dan tidak bisa mempertanggung jawabkan pilihannya, karena mereka tidak mengkonsumsi objek tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Meminjam dari pemikiran Heidegger, agar manusia ini menjadi manusia yang otentik, maka ketika mengkonsumsi suatu objek mereka harus dapat mempertanggungjawabkan pilihannya dan mengkonsumsi sesuai dengan kebutuhan serta keinginannya sendiri tanpa adanya pengaruh dari orang lain atau media massa. Sepertinya prinsip yang digunakan oleh masyarakat konsumen adalah selama mereka merasa bahagia atas apa yang mereka konsumsi, mereka cenderung untuk tidak mempedulikan kesejahteraan pada dirinya ataupun masyarakat lingkungan sekitar. Berkembangnya masyarakat konsumen hingga saat ini tidak lepas dari pengaruh globalisasi di mana segala sesuatunya berkembang sesuai dengan masuknya budaya dari luar yang masuk ke dalam negeri. Globalisasi ini juga mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam mengkonsumsi suatu objek. Memang setiap individu harus memiliki pola pikir yang global dan terbuak agar tidak menjadi sesosok individu yang kaku dan tertutup atas informasi yang baru. Namun meskipun demikian, tingkah laku mereka harus tetap melokal dan sesuai dengan kepribadian dan budaya mereka. F. KEPUSTAKAAN Barthes, Roland. 1991. Mythologies. United States Of America: Twenty-fifth Printing. Baudrillard, Jean P. 1993. Symbolic Exchange and Death. London: Sage Publications. ————. 1998. The Consumer Society, Myths and Structures. London: Sage Publications. ————. 2004. Masyarakat Konsumsi.Yogyakarta: Kreasi Wacana. ————. 2000. The Visual Illusion. New York: Colombia University Of Press. Deleuze, Gilles & Felix Guattari.1972. Anti-Oedipus Capitalism and Schizophrenia. Minneapolis. University of Minnesota Press. Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Setiadi, Nugroho J, SE., MM. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta: Kencana. Selu Margaretha Kushendrawati. 2011. Hiperrealitas Dan Ruang Publik, Sebuah Analisis cultural studies. Jakarta: Penaku. Suzeno, Franz Magnis. 2005. 13 Tokoh Etika: Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19. Yogyakarta: Kanisisus. 15 Fenomena Masyarakat ..., Alfira Astari, FIB UI, 2013