Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa
IDENTITAS TIONGHOA PADA MASYARAKAT BANDUNG KONTEMPORER Nama Mahasiswa : Natia Warda
Nama Pembimbing : Aminudin T.H. Siregar, M.Sn.
Program Studi Sarjana Bidang Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : Tionghoa, identitas budaya, akulturasi, drawing, ilustratif, trauma
Abstrak Identitas ketionghoaan di Indonesia memiliki sejarah konflik yang cukup panjang dengan warga Tionghoa sebagai korbannya. Sejarah konflik ini menjadi trauma tersendiri bagi warga etnis Tionghoa di Indonesia, yang kemudian diwariskan turun-temurun hingga sekarang. Meskipun demikian, setelah kerusuhan pada Mei 1998 mereda, kebangkitan budaya Tionghoa kembali terjadi, dan ketegangan yang pada mulanya berada di antara warga pribumi dan keturunan Tionghoa perlahan mencair. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa garis batas antara warga pribumi dengan Tionghoa masih ada hingga sekarang, beberapa diantaranya diakibatkan oleh penurunan nilai-nilai antar generasi yang secara sadar maupun tidak membekas dan mempengaruhi pola pikir dan cara hidup. Dalam karya tugas akhir ini penulis mengangkat mengenai eksistensi budaya dan identitas masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia, khususnya di Kota Bandung masa kini melalui media gambar suasana urban yang padat dengan aktivitas manusia di dalamnya. Penulis membuat karya drawing dengan gaya ilustratif, di mana suasana yang digambarkan berisi unsur humor dan imajinasi, namun tetap mengacu pada realita. Karya drawing ini memaparkan narasi visual yang kompleks dan detail untuk mengundang pengamat melihat karya dari dekat. Hal ini sehubungan dengan isu yang diangkat, di mana untuk dapat menyimpulkan suatu problematika budaya seseorang harus melakukan pengenalan dan pengamatan dari dekat agar dapat berempati dan memahami inti permasalahan yang terjadi. Penulis berharap melalui melalui karya ini pengamat dapat menemukan suatu perspektif yang lain mengenai budaya Tionghoa di Indonesia, dan melalui pengenalan lebih lanjut mengenai keberagaman budaya dapat mendukung terjadinya keharmonisan hidup antar etnis di Indonesia.
Abstract Chineseness identity in Indonesia has a long history of conflicts, with the Tionghoa people as the victim of the ethnic violences. These history of conflicts had become a trauma for Chinese ethnic in Indonesia, which is passed down through the generations until now. However, after the riots of May 1998, Chinese cultural revival happened again, and the tension between natives and Chinese descent slowly melting. Nonetheless, it is undeniable that the boundary line between the natives and Tionghoas still exist today, some of which are caused by the inheritance of intergenerational value, which conscious or not, imprint and influence the mindset and way of life of the people. In this final project works the author raised the topic about the existence of the culture and identity of the people of Chinese descent in Indonesia, especially in Bandung today through cityscapes drawing which portray dense urban environment with the human activities in it. The author uses an illustrative style, with elements of humor and imagination, but still refer to reality. These drawings contain a complex visual narrative and detail to invite observers see the work up close. In the relation to the issues raised, to be able to conclude a cultural problematic one should make a close observation to be able to empathize and understand the core problems that occured. The author hopes that through this work the observer can find a different perspective on Chinese culture in Indonesia, and through more recognition on cultural diversity, we can support the better inter-ethnic harmony in Indonesia.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 1
Natia Warda
1. Pendahuluan Warga Indonesia keturunan Tionghoa sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia sejak lama. Sebagai sebuah kelompok minoritas, orang-orang Indonesia-Tionghoa di masa lalu kerap dijadikan kambing hitam saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Berbagai sentimen negatif pun bermunculan terhadap masyarakat Indonesia-Tionghoa yang notabenenya lahir sampai mati di Indonesia seperti halnya masyarakat pribumi. Sejarah kekerasan atas etnis Tionghoa telah menjadi trauma tersendiri yang membekas dan diturunkan dari generasi ke generasi. Meskipun demikian, setelah kerusuhan pada Mei 1998 mereda, warga Indonesia keturunan Cina mulai memiliki kesempatan untuk dapat berbaur dan diterima oleh masyarakat pribumi sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Terjadi kebangkitan baru budaya Tionghoa, dan warga keturunan Tionghoa pun mulai membentuk organisasi dan berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan. Ketegangan yang pada mulanya berada di antara warga pribumi dan keturunan Tionghoa perlahan mencair. Generasi-generasi yang pada tahun 1998 masih anak-anak mungkin tidak mengalami secara langsung diskriminasi dan perlakuan buruk dari warga pribumi terhadap warga keturunan Tionghoa. Kalaupun mengalami, mungkin belum cukup dewasa untuk memahami sepenuhnya arti dari kejadian-kejadian tersebut, sehingga kini terbiasa hidup dengan keheterogenan masyarakat Indonesia. Generasi muda Indonesia kini, baik yang pribumi maupun yang bukan, sudah tidak memiliki prasangka seburuk orang tuanya terhadap satu sama lain. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri garis batas antara warga pribumi Indonesia dengan warga Indonesia yang kebetulan memiliki nenek moyang Tionghoa masih ada. Berbagai stereotip masih sering dikenakan pada kelompok etnis Tionghoa. Generasi muda keturunan Tionghoa pun masih ada yang mendapat didikan dan ajaran dari orang tuanya untuk tidak berbaur sepenuhnya dengan warga pribumi, menjunjung tinggi budaya Tionghoa, dan berkiblat ke Tiongkok. Meskipun masyarakat pada umumnya sudah tidak saling berprasangka buruk, nilai-nilai yang diturunkan dari orang tua sebagai akibat dari trauma masa lalu tetap akan membekas dan mempengaruhi pola pikir dan cara hidup. Untuk karya Tugas Akhir penulis ingin mengangkat mengenai budaya dan identitas masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia, khususnya di Kota Bandung; bagaimana masyarakat pribumi memandang keturunan Tionghoa dan kebudayaannya, dan begitu pula sebaliknya. Sebagai sebuah penggambaran realita, bagaimanakah posisi orang-orang Indonesia-Tionghoa di masyarakat Indonesia pada masa kini. Bagaimana trauma yang telah terbentuk sejak beberapa generasi silam mempengaruhi semangat kebangkitan budaya dalam masyarakat masa kini Hal-hal tersebut terbentuk menjadi suatu proses.akulturasi yang mewarnai kebhinekaan Indonesia. Kota Bandung dipilih sebagai setting pengamatan karena Bandung merupakan kota yang penulis kenali dan alami langsung budayanya. Selain itu Bandung juga memiliki penduduk yang cukup heterogen, baik dari etnis-etnis pribumi maupun keturunan Tionghoa, sehingga terjadi berbagai akulturasi dan persilangan budaya yang menarik untuk diamati.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 2
Natia Warda
2. Proses Studi Kreatif Budaya dan Identitas Tionghoa pada Masyarakat Bandung Kontemporer
Rumusan Masalah
Landasan Teori
1. Bagaimanakah identitas warga keturunan Tionghoa masa kini yang terbentuk melalui pencarian jati diri maupun identifikasi masyarakat lainnya? 2. Bagaimana kondisi masyarakat keturunan Tionghoa dalam konteks posisi budaya dan penerimaan masyarakat?
1. Literatur mengenai budaya dan identitas warga keturunan Tionghoa 2. Literatur mengenai teknik dan gaya drawing 3. Kaji banding karya dan konsep seniman lain
Batasan Masalah 1. Kondisi sosial budaya masyarakat Bandung dalam interaksi antara warga pribumi dengan warga keturunan Tionghoa 2. Gambar suasana 3. Teknik drawing Tujuan Penulisan 1. Pengantar karya untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Tugas Akhir Seni Grafis SR4099. 2. Memaparkan realita keberagaman budaya yang hadir di Kota Bandung, dalam konteks proses persilangan budaya yang terjadi pada warga keturunan Tionghoa di Bandung pada masa kini.
Proses Berkarya 1. Riset mengenai lokasi dan aktivitas mayoritas keturunan Tionghoa di Bandung 2. Pembuatan sketsa dan eksekusi akhir pada media kertas Karya Akhir Kesimpulan Bagan 2.1 Proses Studi Kreatif
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 3
Natia Warda
3. Hasil Studi dan Pembahasan Perempatan Gardujati Cibadak
Gambar 3.1 Perempatan Gardujati Cibadak, drawing pen on C A Grain paper. 54 x 84 cm. 2013
Karya drawing yang pertama menggambarkan pasar tradisional dan jalan yang menjadi lokasi kuliner yang ramai dikunjungi warga Tionghoa di Bandung. Rumah Duka Nana Rohana
Gambar 3.2 Rumah Duka Nana Rohana, drawing pen on C A Grain paper. 54 x 72 cm. 2013
Karya kedua adalah gambar suasana rumah duka yang menjadi tempat berlangsungnya ritual persemayaman jenazah adat Cina, Budha, Kristen, dan Katolik. Suasana yang sedang digambarkan adalah suasana perayaan Ullambana atau Festival Hungry Ghost, dimana pada perayaan ini dipercaya roh-roh leluhur yang sudah berada di alam lain, datang berkunjung ke alam manusia, sehingga orang-orang berdatangan untuk memberikan sesajian bagi roh leluhur tersebut, Sehingga pada gambar suasana ini tidak hanya berisi aktivitas manusia tapi juga sosok-sosok gaib yang datang ikut meramaikan suasana. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 4
Natia Warda
Kelenteng Satya Budhi
Gambar 3.3 Kelenteng Satya Budhi, drawing pen on C A Grain paper. 54 x 84 cm. 2013
Karya ketiga merupakan gambar suasana sebuah kompleks yaitu kompleks vihara dan klenteng Yayasan Satya Budhi yang terletak di Jalan Klenteng, Bandung. Pada kompleks ini terdapat tiga tempat ibadah bagi umat yang termasuk pada golongan kepercayaan Tridharma, yaitu Taoisme, Buddhisme dan Konfusianisme. Salah satu dari ketiga tempat ibadah ini adalah Klenteng Satya Budhi yang merupakan bangunan bersejarah yang dilestarikan.
Masjid Lautze
Gambar 3.4 Masjid Lautze, drawing pen on C A Grain paper. 39 x 79 cm. 2013
Karya keempat menggambarkan suasana ibadah sholat Jumat di masjid yang didirikan oleh seorang Tionghoa, dan menjadi pusat informasi bagi warga muslim Tionghoa. Meskipun demikian mayoritas jemaat yang beribadah di tempat ini kini adalah warga Pribumi. Arsitekturnya yang khas Tionghoa tidak menghalangi warga pribumi setempat untuk beribadah di masjid ini.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 5
Natia Warda
Kirab Budaya
Gambar 3.5 Kirab Budaya, drawing pen on C A Grain paper. 112 x 90 cm. 2013
Karya kelima menggambarkan suasana pawai Kirab Budaya dalam rangka Cap Go Meh yang berlangsung di sekitar area pecinan Bandung. Kirab budaya ini melibatkan sejumlah besar partisipan yang bervariasi, mulai dari iring-iringan kesenian Sunda, parade marching band, hingga atraksi kesenian Tionghoa seperti barongsai dan liong, dengan tujuan utama mengarak patung jimat klenteng dari berbagai penjuru Indonesia. Pada pawai ini terlihat antusias masyarakat setempat dalam menyambut pergelaran budaya Tionghoa, dan menjadi sebuah kesempatan berbaurnya warga keturunan Tionghoa dengan warga Pribumi.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 6
Natia Warda
4. Penutup / Kesimpulan Indonesia memilki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya Indonesia kaya dengan keragaman tetapi merupakan satu kesatuan. Namun dalam prakteknya hal ini sering terlupakan dan tenggelam dalam berbagai konflik antar etnis, banyak diantaranya timbul akibat prasangka yang berlebihan. Namun hal ini nampaknya sedikit demi sedikit dapat berkurang seiring dengan berlangsungnya modernitas dan majunya pendidikan. Hidup berbaur dengan masyarakat yang heterogen, akan membuat pikiran menjadi lebih terbuka sehingga dapat memahami akar permasalahan yang ada dengan lebih baik sehingga tidak muncul prasangka yang tidak perlu. Unsur etnis Tionghoa di Bandung telah cukup berbaur dengan lingkungan sekitarnya dalam konteks tempat tinggal, komunikasi, dan aktivitas budaya lainnya. Meskipun demikian, tetap ada sejumlah unsur identitas yang masih ingin ditampilkan sebagai keturunan Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum warga Tionghoa masih memiliki kebanggaan tersediri mengenai asal muasalnya, tetapi tetap merasa Indonesia sebagai tanah airnya, sehingga ketionghoaan tidak dapat dihilangkan begitu saja dari warga keturunan Tionghoa di Indonesia. Semboyan Bhineka Tunggal Ika itu sendiri menekankan adanya perbedaan dalam masyarakat Indonesia, jadi seharusnya perbedaan yang ada tidak menjadi masalah dalam menjaga kesatuan di Indonesia. Dengan membuat karya ini penulis jadi lebih memahami kondisi sosial budaya saat ini mengenai ketionghoaan di Indonesia. Diharapkan melalui karya ini pula pengamat dapat mendapat suatu perspektif baru dalam melihat masalah ketionghoaan di Indonesia, khusunya di Kota Bandung dan dengan demikian dapat mendukung terjadinya keharmonisan antara warga etnis Tionghoa dan etnis-etnis lainnya di Indonesia.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 7
Natia Warda
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam Tugas Akhir Program Studi Sarjana Bidang Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Bapak Aminudin T.H. Siregar, M.Sn.
Daftar Pustaka -
Hoon, Chang-Yau, Identitas Tionghoa Pasca-Soeharto: Budaya, Politik, dan Media, Jakarta: Yayasan Nabil. 2012 Kroger, Jane, Discussions on Ego Identity, Michigan: L. Erlbaum, 1993 Schwartz, Seth J., Perspectives on Identity, Miami: University of Miami Medical School. 2002 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta: Balai Pustaka, 1993
-
http://www.artrealization.com/traditional_chinese_art/landscape_painting/introduction/landscape_painting.htm, 24 September 2013 jam 05:30 WIB http://www.attayaya.net/2010/04/sejarah-pecinan-bandung.html, 20 Agustus 2012 jam 19:51 WIB http://www.candlewick.com/authill.asp?b=Author&m=bio&id=1784, 23 September 2013, jam 10:24 WIB http://en.wikipedia.org/wiki/Bird's-eye_view, 21 Agustus 2013 jam 09:44 WIB http://en.wikipedia.org/wiki/Ghost_Festival, 24 September 2013 jam 05:45 WIB http://id.wikipedia.org/wiki/Realisme_(seni_rupa), 21 Agustus 2013 jam 06:32 WIB http://www.merriam-webster.com/concise/drawing, 21 Agustus 2012 jam 01.31 WIB http://www.pecinan.net, 19 Agustus 2010 jam 22:59 WIB http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/kabar/11/11/11/luh9ds-menyusuri-pecinan-di-kota-kembang, 20 Agustus 2012 jam 14:29 WIB
-
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 8