Tabloid Tempel
Halaman
Edisi 02
Tahun VII / Februari 2011
5
Tahun VI September 2010
Edisi Khusus Membangun Karakter Bangsa
www.bipnewsroom.info
SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. BERANDA
pengembangan industri pengolahan hasil laut di wilayah pesisir juga akan menyerap tenaga kerja dari penduduk pesisir. Dalam Minapolitan juga dikembangkan usaha garam rakyat atau oleh Kementerian Kelutan dan Perikanan diistilahkan dengan “PUGaR”. Tak kurang Rp96 miliar pada tahun 2010 dan menjadi Rp470 miliar pada 2011 untuk lebih dari 40 sentra garam di Sembilan lokasi untuk pengembangan Minapolitan garam.
"sektor kelautan yang dimiliki Indonesia bisa dijadikan alternatif pembangunan ekonomi nasional"
Imam Prabowo (45) Warga Muara Gembong, Pedagang Kelontong Naik turunnya hasil tangkapan nelayan, sangat mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat sekitar. Kalau tidak ada hasil, mereka pasti ngutang ke warung. Dibayar kalau ada hasil tangkapan berlebih. Kami sebagai pedagang sulit menolak, karena mereka kan konsumen tetap. Jual ke siapa lagi. Jujur saja pusing juga kalau begini terus. Modal tidak bisa berputar. Saya pribadi sudah dua
desain: ahas/danang foto: bf-m, danag
SUARA PUBLIKA
Negara kepulauan, konon demikian Indonesia terkenal di dunia internasional. Dengan wilayah laut mencapai 75,3% dari total luas nasional, pemanfaatan sektor ini masih belum dirasa maksimal. Padahal, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, bila seluruh ragam potensinya termanfaatkan, maka bisa dijadikan alternatif pembangunan ekonomi nasional yang berarti pula peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tentu saja pekerjaan panjang dalam mengelola kelautan dan perikanan telah menanti anak bangsa ini. Karena terhitung baru satu dasawarsa terakhir fokus menggarap potensi, di sektor ini dilakukan. Kini tak hanya perikanan tangkap saja yang terus digalakkan, berkembang pula pada sektor budidaya, baik ikan laut maupun ikan air tawar.
Banyak program telah diluncurkan pemerintah, salah satunya adalah Minapolitan. Program ini merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan prinsip-prinsip, integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi. Selain bantuan modal bagi para nelayan berupa pinjaman lunak maupun pinjaman untuk mendapatkan perahu, pemerintah juga mencoba memberikan kepastian pemasaran bagi para nelayan. Hal tersebut agar nelayan lepas dari kesewenang-wenangan penentuan harga ikan hasil tangkap yang biasanya dimainkan oleh para tengkulak. Nelayan diharapkan tak lagi akan bingung dalam pemasaran apabila hasil tangkapan mereka berlimpah. Selain itu, dengan adanya
kali gulung tikar, 2005 dan 2007. Dalam rentang waktu dua tahun, modal 35 juta hasil pinjaman koperasi, ludes diutangin. Terlebih tiga tahun belakangan, nelayan makin sulit dapat ikan. Gelombang tinggi dan angin kencang. Terus terang was-was juga. Solusinya, paling banter tambah galak d a n b e r a n i nolak utangan.
Sartim (37) Ketua Kelompok Usaha Bersama Terus Jaya, Muara Gembong Bantuan pinjaman modal untuk kapal melalui kelompok
nelayan, selalu tidak pernah kembali 100%. Karena anggapan yang ada di masyarakat, bantuan pemerintah itu hibah, dikasih gratis. Uang pemerintah sudah seharusnya untuk masyarakat. Ya n g k e b a g i a n k a p a l , l a g i beruntung. Dan yang sudahsudah, tidak ada sanksi bagi yang tidak mengembalikan pinjaman. Te r u s t e r a n g k a m i d a r i kelompok nelayan yang belum kebagian, tidak suka dengan kredit macet yang ada. Kami kan menunggu giliran bantuan modal kapal. Kalau yang sudah dibantu, seret ngebalikinnya, kami khawatir nanti pemerintah tidak mau kasih lagi. Nama kampung kami dicoret. Karena terlanjur jelek. Padahal kami punya komitmen. Harusnya ada pendampingan Dinas
Pengembangan sumberdaya manusia juga mutlak dilakukan. KKP memiliki sekolahsekolah perikanan yang mendidik calon-calon wirausahawan sektor perikanan. Tentunya para siswa dibekali dengan kurikulum yang sesuai dengan kemajuan teknologi kelautan dan perikanan saat ini. Pemerintah juga mendukung para sarjana untuk berwirausaha dengan memberikan bantuan dana tunai untuk modal awal wirausaha. Paket wirausaha mina pedesaan merupakan bentuk yang bisa dilaksanakan bagi para sarjana untuk mengembangkan usaha budidaya lele, rumput laut dan sebagainya. Apapun bentuk dan mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang diluncurkan pemerintah, sangatlah membutuhkan dukungan masyarakat. Bahkan justru merekalah yang dituntut untuk lebih proaktif karena banyak pula faktor penyebab kemiskinan yang justru akibat dari kebiasaan yang tak baik di kalangan nelayan. Semisal sulit menabung dan acapkali tak memasukkan unsur investasi dalam kamus keseharian mereka. Ya, pekerjaan masih panjang. Bersama kita bisa. (dan)
Kelautan dan Perikanan setempat.
Nur (33) Petani Bawang Brebes (nelayan dadakan) Sebenarnya sama saja jadi nelayan atau petani. Kalau petani hitung-hitungannya sudah jelas. Tanah sekian ratus meter, maksimal dapat sekian kwintal. Maka kalau dijual dapat sekian rupiah. Nelayan memang resikonya lebih besar. Gelombang dan angin, plus bisa masuk angin. Tapi kadang kalau dapat tangkapan banyak, gagah. Tidak terduga tangkapannya. Di situ enaknya.
Chandra (28) Petani Bawang Brebes (nelayan dadakan) Tidak benar kalau dikatakan nelayan tidak bisa menabung. Justru saya melaut, jadi nelayan dadakan di sini, ikut pelele (iengkulak-Sunda-Red) untuk mengumpulkan modal. Buat bertani bawang di Brebes. Kami berkelompok, enam orang, biasanya dua bulan melaut. Uangnya kami ambil belakangan, ditabung dulu. Dapat satu sampai dua juta, seluruhnya buat modal nanam bawang. Panen kami rusak tahun lalu.
Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika), Ahmad Mabruri Mei Akbari (Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik). Pemimpin Redaksi: Sadjan (Direktur Pengelolaan Media Publik). Wakil Pemimpin Redaksi: Ismail Cawidu (Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik), Supomo (Direktur Komunikasi Publik), Bambang Wiswalujo (Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi), James Pardede (Direktur Kemitraan Komunikasi), Erlangga Masdiana (Direktur Layanan Informasi Internasional). Sekretaris Redaksi: Elvira Inda Sari N.K. Redaktur Pelaksana: Fouri Gesang Sholeh. Redaktur: Mardiyanto Soemaryo, Unggul Suryo Putranto, Sukosono, Taufiq Hidayat. Fotografer : Agus Setia Budiawan. Reporter: Dimas Aditya Nugraha (Koordinator reporter), M. Azhar Zainal Iskandar (Koordinator reporter), M. Taofik Rauf (Koordinator reporter), Wiwiek Satelityowati, Suminto Yuliarso, Dewi Rahmarini, Doni Setiawan, Lida Noor Meitania, Karina Listya Widyasari, Frans Sembiring, RM Donum Theo SS, Lamini, Wawan Budiyanto. Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah). Desain/Ilustrasi: Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah, Andi Muslim. Sekretariat Keuangan: Mediari yulian P, Matroji, Djatmadi. Distribusi : Anim, Imron. Tata Usaha : Mulyati, Inu Sudiati, Rien A, Lia Ulisari. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841. e-mail: komunika@ bipnewsroom.info atau
[email protected]. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.
Edisi 2/ Tahun VI/ Februari 2011 - Edisi Khusus MINAPOLITAN
22 PACU PENINGKATAN KEJAHTERAAN DARI Edisi 16
Edisi 16
Tahun VI September 2010
Edisi Khusus Membangun Karakter Bangsa
3 3 ”SALA LAUAK” www.bipnewsroom.info
UTAMA
PANGANAN IKAN KAYA RASA DARI PARIAMAN
Walaupun suasana mendung di Kota Padang berbaur dengan dinginnya pagi, tetapi rasa hangat seakan menyeruak di salah satu sudut rumah sederhana di pinggir Pantai Kota Padang, Sumatera Barat. Sosok Ibu Murni telah memulai pekerjaan utamanya sebagai penjual Sala Lauak dengan menggorengnya di sudut dapur rumah kecilnya. Panganan tradisional dari ikan laut ini terkenal berasal dari Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar). Oleh masyarakat Sumbar, Sala telah lama dikenal sebagai makanan ringan sehat dan juga bergizi khas Minangkabau. Umumnya di Padang Sala dimakan dengan lontong atau nasi namun bisa juga dinikmati sebagai kudapan. Panganan gurih yang kaya bumbu ini mudah kita jumpai muali di warung-warung kopi hingga kedai makan maupun pasar tradisional dengan harga yang bervariasi dari yang Rp500 hingga Rp3. 500, tergantung dari jenis ikan yang menjadi bahan bakunya. Selain dari Ikan, jenis Sala pun juga bermacam-macam. Ada sala udang, cumi dan kepiting. Melalui usaha panganan ini ekonomi sejumlah keluarga di bumi rumah gadang ini terbantu, setidaknya hal itu diakui Ibu Murni yang menjadikan salah satu makanan khas minang ini sebagai salah satu sumber pendapatannya. Dari membuat Sala, Ibu Murni dapat menyekolahkan 3 orang anaknya ke jenjang pendidikan tinggi. 2 orang anaknya telah memasuki perguruan tinggi dan satu orang masih di bangku sekolah. “Bapak bantu Ibu mengantarkan Sala ke warung, tukang lontong atau tetangga rumah setiap hari dengan menggunakan sepeda” ujar Ibu Murni sambil membalikkan gorengan. Terkadang Ibu Murni juga melayani pesanan dalam jumlah besar seperti untuk perayaan, pesta kawinan dan hotel.
Sala Masuk Hotel Erisman, salah seorang pembeli setia Ibu Murni mengatakan bahwa keluarganya telah
langganan membeli Sala sejak 10 tahun terakhir. Sebagai seorang wiraswasta dan pemilik hotel di kota Padang, pria berusia 41 tahun ini mengakui kelezatan dan kesehatan gizi dari Ikan yang terkandung di dalam Sala. Putra asli Pariaman ini, sejak kecil telah terbiasa makan Sala sebagai panganan tambahan untuk sarapan keluarganya. ”Kami sekeluarga biasa makan Sala untuk makanan tambahan lontong atau nasi goreng”, ujarnya. Untuk mendapatkan Sala, ia langsung memesan kepada Ibu Murni yang biasanya mengantarkan Sala setiap pagi kerumahnya.
“Melihat keunikan, kesehatan dan kelezatan rasanya, Sala tidak diragukan lagi memiliki potensi untuk bersaing dengan makanan khas daerah lainnya. Erisman, yang juga pemilik hotel di Kota Padang, terinspirasi untuk memasukkan Sala ke dalam menu sarapan pagi di hotel yang dikelolanya. Menurutnya Sala layak untuk dijadikan ikon kuliner daerah dan patut untuk dipromosikan dalam dunia pariwisata di Kota Padang. ”Rasanya enak, gurih dan rasa ikan sangat terasa sehingga menambah selera makan tamu hotel-hotel saya.” ujarnya. Dengan kekhasan dan kenikmatan Sala, kuliner ini memiliki potensi besar sebagai variasi makanan sehat yang terbuat dari ikan. “Melihat keunikan, kesehatan dan kelezatan rasanya, Sala tidak diragukan lagi memiliki potensi untuk bersaing dengan makanan khas daerah lainnya. Jika dapat dikembangkan secara lebih innovatif dan berkualitas, Sala dapat menjadi kegiatan bisnis baru yang menjanjikan”, lanjutnya. (Iwed)
”Jangan Beri Bantuan Umpan atau Kail, Beri Kapal Besar” Setiap pagi Haji Ibnu Hajar (58), toke ikan yang sebelumnya juga harus melaut, kini hanya menunggu para nelayan yang mengoperasikan empat perahu miliknya dan sejumlah nelayan lain yang akan menjual hasil tangkapan padanya. ”Kalau musim bagus bisa bawa 100 hingga 200 kg ikan atau 800 kg rajungan per sampan. Kalau musim buruk paling hanya 15 – 20 kg ikan atau rajungan 300-400 kg,” ujarnya. Tangkapan para nelayan ini lalu disalurkan ke pabrik pengolahan ikan. “Kalau masuk kepajak (pasar) pas musimnya harga jual tidak sepadan dengan harga perbaikan jaring. Tapi sesudah pabrik menangani ya mudahmudahanlah bisa menguntungkan” kata dia. Modal Ulet Dia memimpin Kelompok Usaha Bersama (KUB) Berkat Doa Bersama yang yang beranggotakan sejumlah nelayan di wilayahnya. Jika tahun lalu dirinya mendapatkan bantuan peralatan, saat ini dia kembali berharap mendapatkan bantuan Kapal Perikanan Ukuran 30 Gross Ton (GT) dan alat tangkap dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Medan. keuletannya dalam mengelola usaha hasil tangkapan nelayan ini membawa keberhasilan hingga Kelompok Usaha Bersama (KUB) Berkat Doa Bersama yang dipimpinnya mendapatkan penghargaan Pemenang Pertama Lomba UMKM Pengolahan Ikan Terbaik Tingkat Provinsi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara pada 2009 lalu. Dia mengatakan, harga kapal baru seperti yang dimilikinya komplet dengan
mesin tempel, fiber penyimpanan dan alat tangkap seharga Rp65 juta. Kemudian biaya perawatan kapal dan perbaikan alat tangkap sekitar enam jutaan persemesternya dan kebutuhan solarnya sebanyak 100 liter setiap empat harinya. Gayung Bersambut Seolah menjawab keinginan Ibnu dan pengusaha-pengusaha perikanan lainnya, Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Medan turut mendukung dengan memberikan bantuan dua kapal 30 GT. Selain itu juga mengusulkan pengadaan kapal yang dilengkapi dengan alat tangkap Mini Purseine (jaring pukat) bagi nelayan yang beroperasi di PPI Bagan Deli, PPI Nelayan Indah dan PPS Belawan dengan alokasi 50 kapal ukuran 10 GT perlokasinya.Namun program ini belum berjalan karena terbentur pad anggaran APBD, karena harga kapal 30 GT itu mencapai Rp1,5 M. “Provinsi bantu, kami pun bantu. Ditambah bantuan pusat. Kalau semua bahu membahu, tentu akan lebih banyak manfaatnya. Membantu nelayan itu jangan berikan mereka ikan, jangan berikan kail, jangan berikan kapal kecil, berikanlah kapal besar,” kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Medan, Ir Wahid, M.Si. Ke depan pemerintah Kota Medan berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa mengkoordinasikan program pengembangan kawasan minapolitan di tiga kecamatan lainnya yakni Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Marelan ini. (Frans/tr)
44
Edisi 16 Meretas Masalah Klasik Sang Pemburu Ikan
Prof. Ir. R. Sjarief Widjaja, PhD., FRINA Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan www.bipnewsroom.info
UTAMA
Edisi Khusus Membangun Karakter Bangsa
turun, maka akan memengaruhi ekosistem di sekitarnya. Ada multiplayer effect ke komunitas yang lain.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Prof. Ir. R. Sjarief Widjaja, PhD., FRINA
Banyak yang bilang, sulit betul jadi nelayan. Tempat tinggal kumuh, sulit melaut, tangkapan nihil, ditambah pula resiko tinggi. Belum lagi masalah perubahan iklim yang terus menghantui perburuan rejeki di lautan lepas. Jerat kemiskinan seakan tak mau lepas dari para pemburu ikan ini. Lantas apa sebenarnya masalah yang dialami para nelayan ini dan bagaimana program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan mereka ? Reporter Komunika, Dimas Aditya Nugraha berkesempatan mewawancarai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Prof. Ir. R. Sjarief Widjaja, PhD., FRINA. Berikut petikannya : Kondisi nelayan selalu dalam lingkaran kemiskinan. Apa masalahnya? Nelayan kita kebanyakan masih hidup berbasis pada tradisi masa lalu. Melaut dengan mengikuti konsep para pendahulunya. Pakai kapal-kapal kecil. Sehari menangkap ikan, kemudian kembali ke daratan. Hasilnya, separuh dimakan, separuh dijual. Sesederhana itu. Masih memikirkan kebutuhan makan saja. Kelompok nelayan juga terkadang kurang pandai dalam mengelola keuangan. Mereka melihat bahwa selama ikan di laut tidak habis, maka rejeki mereka tetap ada. Asal mau ke laut pasti dapat ikan, dapat rejeki, berapapun jumlahnya. Laut ada, ikan ada, uang juga pasti ada. Maka begitu ada ikan, biasanya tingkat konsumtifnya tinggi. Sehingga cepat sekali menghabiskan uang yang diperoleh. Mereka kurang terampil dalam bagaimana mengelola investasi di dalam hidupnya sendiri dalam keluarga. Akibatnya tidak ada peningkatan penghasilan. Bagaimana pengaruh teknologi semisal motor tempel? Awalnya memang bertujuan agar lebih cepat dalam perpindahan lokasi. Namun
ternyata punya dampak lain kepada mereka. Pertama mereka kehilangan sense (rasared) bagaimana berlayar yang baik. Pengetahuan tentang arah angin, gelombang, ikan, dsb. Ini terjadi di setiap nelayan
"Saat ini jumlah pelaku usaha di sektor perikanan sekitar 6,7 juta terdiri dari : 2,7 juta nelayan; 2,5 juta pebudidaya; ser ta 1,5 juta adalah peda gang, pengumpul, dan pengolah" dan pengusaha perikanan yang menggunakan kapal tradisional. Ketika dulu mereka menggunakan layar untuk melaut, selain daya jangkaunya lebih luas, kepekaan tentang cuaca dan alam secara alami ada. Sekarang tren di dunia “kembali ke layar”. Sense, penting? Tentu. Terlebih sekarang ada masalah perubahan iklim, penebangan pohon bakau. Sudah abrasi, gelombang tinggi, angin kencang. Ditambah jumlah nelayan dan kapal yang terus bertambah, masalah jaring troll yang membunuh ikan-ikan kecil. Saat ini nelayan mengalami kondisi di mana sumber daya ikan yang ada di pesisir, habis. Ikan lari ke tengah lautan. Sialnya nelayan tak bisa menangkap di sana. Kapal mereka kecil, gelombang tinggi, angin kencang. Parahnya melaut tanpa ada sense. Resiko kian tinggi. Akibatnya, jadi jarang melaut. Tentu tak ada penghasilan. Perusahaan besar tentu tak masalah pada gelombang dan angin. Kapal mereka besar. Justru panen, di kala gelap, musim angin kencang, dan gelombang tinggi, malah
banyak ikan. KKP ada program Kelompok Usaha Bersama (KUB). Ada bantuan pinjaman modal untuk pengadaan kapal ukuran besar. Kapal yang mampu berlayar ke tengah laut. Dengan berkelompok ada usaha bersama. Banyak masalah? Mereka juga ada ketergantungan terhadap bahan bakar. Subsidi bahan bakar nelayan dari pemerintah tentu tak sebesar kebutuhan di lapangan. Tak akan pernah cukup dan tentu bukan itu solusinya. Bahan bakar sekarang mahal. Akibatnya, harga jual produk dengan biaya operasional mulai mendekat. Selisih keuntungan mereka sedikit. Hingga sampai pada satu titik, terlilit ketiadaan modal untuk melaut. Begitu tidak ada modal, maka ada orang yang memberi pinjaman modal. Kemudian berlanjut dengan adanya hubungan emosional yang kuat dengan pemberi pinjaman tersebut. Maka begitu para nelayan ini mendarat dari laut, maka yang menangkap pertama adalah yang memberi pinjaman. Dalam posisi seperti itu, nilai tawar para nelayan menjadi rendah. Setelah berlangsung terus menerus, mereka tidak bisa lepas dari ikatan tadi. Ini problem klasiknya. Masalah lain adalah pendidikan. Karena keterbatasan ekonomi, maka anak-anak nelayan ini akan mengikuti jejak orang tuanya, melaut. Begitu mengikuti jejaknya, mereka tidak bisa sekolah, biasanya sampai SMP sudah disuruh ikut melaut. Lantas bagaimana upaya mengeluarkan mereka dari jerat kemiskinan? Saat ini jumlah pelaku usaha di sektor perikanan sekitar 6,7 juta terdiri dari : 2,7 juta nelayan; 2,5 juta pebudidaya; serta 1,5 juta adalah pedagang, pengumpul, dan pengolah. Dari angka tersebut tidak semuanya miskin. Namun memang nelayan hidup dalam sistem kelompok masyarakat. Ketika pendapatan nelayan
Bagaimana solusinya? KKP punya dua target : menggenjot produksi sehingga menjadi yang terbesar di dunia pada 2015 dan meningkatkan kesejahteraan nelayan. Pertama kita harus buat pusat-pusat pertumbuhan atau disebut minapolitan. Di sana dikembangkan perikanan tangkap, budidaya, dan industri garam secara terintegrasi. Pusat inilah yang nantinya diharapkan dapat berdampak pada daerah sekitar. Akan menarik nelayan ke sana. Di beberapa daerah sudah berjalan, yang tradisional ada di Bagan Siapi Api, Muncar, Jepara, Pekalongan. Sedangkan untuk meningkatkan kesejahteraan, ada program yang disebut PUMD (Program Usaha Mina Pedesaan). Misalnya mina padi, sawah disanding dengan ikan lele atau ikan patin. Setelah produksinya banyak, apa yang dilakukan? Kita harus yakin, ada yang makan ikan. Jadi harus kampanye, bahwa protein tidak hanya daging. Semisal kita bicara ketahanan pangan : ada beras, jagung, kedelai, daging, dst. Tapi ikan tidak masuk. Ini yang sedang diperjuangkan. Produksi kita tingkatkan, konsumen ada. Karena konsumsi ikan kita masih rendah, hanya 28kg/ orang/tahun. Di Jepang sudah 54kg/orang/ tahun. Padahal harga ikan jauh lebih murah dibanding ayam dan daging. Ini masalah kebiasaan. Di Jawa memang sebutannya makan iwak (ikan-red bahasa Jawa). Tapi ya itu, iwak tahu, iwak tempe, iwak ayam. Hahaha. Tahun ini kita dorong menjadi 31 kg dan dinaikkan lagi menjadi 37 kg. Kemudian secara lebih detil lagi, harus ditunjang dengan benih unggul, pakan ikan, antisipasi penyakit, teknik pengolahan ikan yang benar harus disosialisasikan kepada mereka. Misal ikan Tuna, cacat sedikit ketika proses pengolahan, maka dianggap rusak, tidak bisa dieskpor lagi. Bagaimana agar nelayan lepas dari tengkulak? Mereka terikat dengan tengkulak dikarenakan tidak a d a a k s e s p a s a r, a k s e s modal, akses teknologi, dan akses jaringan. Ini yang harus dibangun oleh pemerintah pusat dan daerah. Kalau mau mereka baik : dilatih, dikasih modal, kemudian didampingi. Jangan hanya latih dan modal saja. Justru bagaimana membina mereka agar punya ketahanan, itu yang penting. Ini masalah
kebiasaan, merubahnya butuh waktu. Kemudian bentuk kelompok-kelompok supaya ada penetrasi yang cukup bagi lingkungannya. Butuh waktu? Ya , b i mb i n g a g a r ta h u bagaimana mengelola keuangan. Maksudnya ketika punya uang banyak tidak langsung dihabiskan. Bisa dpakai buat nyekolahkan anak, nambah modal industrinya, bisa beli kapal. Dia tahu caranya bagaimana hidup sejahtera. Ini caranya bagaimana memutus rantai kemiskinan di kalangan para nelayan. Selain itu harus ada pendekatan sosiokultural. Mereka ikatannya lebih dekat dengan keluarga, pesantren. Penyuluhan kami mendorong adanya role model. Masyarakat kita adalah masyarakat patronis. Jika ingin masyarakat berbuat baik, maka beri contoh dengan orang yang baik. Inilah yang coba kita bangun. Agar orangorang sukses dapat dikenal orang, dapat menjadi contoh bagi orang lain. Sehingga orang lain mencoba berlomba-lomba menjadi baik. Mengapa KUR sukar diakses bagi nelayan? Problem bagi nelayan, mereka itu tidak punya jaminan. Tanah mereka ratarata tidak punya surat tanah. KKP bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional coba membantu nelayan untuk mempercepat proses sertifikasi tanah tambak. (dimasnugraha@ depkominfo.go.id) Biodata Nama : Prof. Ir. R. Sjarief Widjaja, PhD., FRINA Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 20 Juli 1963 Pendidikan : a. S1 Naval Architecture, ITS Surabaya, 1982 – 1987. b. Master Course in Ship Production Management, Department of Ship and Marine Technology, University of Strathclyde, Glasgow, UK, 19881989. c. Doctor of Philosophy, (PhD) in Computer Aided Ship Production, Department of Ship and Marine Technology, University of Strathclyde, Glasgow, UK, 1989-1992. Karir : a. Dosen di Fakultas Teknologi Kelautan, ITS Surabaya 1987 – sekarang. b. Kepala Divisi Produksi Kapal, ITS Surabaya, 1999-sekarang c. Kepala Pusat Kajian Bisnis Maritim, ITS Surabaya, 2007 – sekarang d. Tenaga Ahli Teknis, National Ship Design and Engineering Centre (NaCDEC), Kementerian Perindustrian, 2007 – 2008. e. Kepala Biro Perencanaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2008 – 2010.
.
Edisi 2/ Tahun VI/ Februari 2011 - Edisi Khusus MINAPOLITAN
Tahun VI September 2010
TARGET PENYALURAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) TAHUN 2011
PAKET-PAKET BANTUAN
RINCIAN
Kebun Bibit Rumput Laut • Paket kebun bibit rumput laut dengan nilai bantuan sebesar Rp. 15.000.000,- terdiri dari: - Bibit : 2.000 kg - Sarana: tali, jangkar, pelampung, kayu/bambu, dan perahu kayu. • Metode lepas dasar, long line atau rakit apung. • Produktivitas: 10 ton/siklus (1 tahun = 8 siklus) • Produksi total: 80 ton/tahun/paket
TARGET
PERIKANAN TANGKAP
PERIKANAN BUDIDAYA
PENGOLAHAN
Lokasi (kab/kota)
110
492
100
Jumlah kelompok
1.000
3.386
400
Jumlah Paket
1.000
33.862
400
Komponen Paket
Peralatan dan operasional
penangkapan
Jumlah Anggaran BLM
Sarana produksi budidaya
Sarana pengolahan
Rp. 100 miliar
Rp. 250,9 miliar
Rp. 20 miliar
Administrasi dan Pembinaan Rp. 5,153 miliar
Rp. 19, 326 miliar
Rp. 5 miliar
Total Anggaran
Rp. 270,226 miliar
Rp. 25 miliar
Rp. 105,153 miliar
Pemberdayaan Masyarakat KP Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010. Bantuan pemerintah, bisa dimanfaatkan untuk modernisasi alat dan meningkatkan pendapatan nelayan. “Kalau cuaca lagi baik, kolam dermaga kosong. Semuanya pergi melaut,” tutur Rukmana, staf di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) menggambarkan aktivitas di pelabuhan. “Cuaca sedang tidak bersahabat. Angin kencang, gelombang tinggi. Kira-kira hanya 20% yang melaut,” tambahnya kemudian. Untungnya informasi tentang perkiraan cuaca dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) seperti kecepatan angin, arus gelombang, tinggi gelombang dan kecepatan arus sudah mudah didapat. “Biasanya saya baca running text dulu sebelum melaut. Informasi cuaca ya dari teks itu. Sejak tersambar petir ya saya tetap rajin cari informasi masuk ke dalam kantor. Bisa tanya ke petugas di kantor PPN,” ungkap Ade Suharman (52), salah seorang nelayan sambil berkisah tentang alat yang tersambar petir di bulan September 2010. “Display informasinya akan diperbaiki tapi belum ada anggarannya,” jelas Abdul Rahman Eka Putra, Kasubbag Tata Usaha PPN Palabuhanratu. Biaya Melaut Ade Suharman (52), pria yang telah melaut hampir empat puluh tahun itu kini memilki satu unit kapal rumpon 7 gross tonase (GT). “Tahun 1972 itu, awal saya melaut sempat punya dua kapal. Pernah juga terima bantuan kapal dari pemerintah. Sudah lama, mesinnya sudah rusak,” tutur Ade. Kapal miliknya diperoleh dengan cara mengumpulkan kayu sedikit demi sedikit. Kemudian pembuatan kayu diberikan kepada pembuat kapal. Di saat cuaca sedang tidak bersahabat, hampir sebagian besar nelayan tidak melaut. Hal yang bisa dilakukan hanya memperbaiki kapal. “Percuma juga melaut. Biaya operasional bisa Rp 4 juta sekali melaut selama lima sampai tujuh hari. Biaya operasional untuk beli solar, es, makan nelayan tidak akan sepadan dengan hasil tangkapan,” katanya kemudian.
Peluang Pengeringan Lain lagi kisah Ibu Irah (52). Warga Palabuhanratu, Kab. Sukabumi, Jawa Barat itu biasa mengolah udang, rebon, ikan sebelah dan layur untuk diasinkan. Pengeringan dilakukan dengan cara dijemur di bawah terik matahari. Hasil olahan ikan sebagian dijual di depan tempat pengasinan. Harga eceran yang dipatok Rp.15.000,- per kg untuk ikan layur. Sementara rebon Rp.18.000,- per kg, ikan sebelah Rp.20.000,per kg, dan udang seharga Rp.26.000,- per kg. Usaha pengeringan tradisional sangat membantu nelayan. Selain menopang kebutuhan nelayan saat melaut, juga mengurangi kerugian nelayan akibat ikan yang cepat membusuk. Di saat paceklik, ketika ikan agak sulit didapat, Ibu Irah harus membeli ikan dari pasar. “Biasanya ibu memodali nelayan seratus ribu rupiah setiap akan melaut,” kata Ibu Irah, seraya menjelaskan dengan syarat ikan yang ditangkap nelayan dijual kembali ke Ibu Irah, tidak boleh dijual ke pembeli lain. Masih Andalkan Cuaca Cuaca panas bagi kebanyakan pengasin merupakan berkah. Bagi usaha yang mengandalkan sinar matahari sebagai media alami pengeringan ikan, tentu “persahabatan” cuaca sangat diharapkan. “Kalau matahari sedang cerah seperti ini biasanya sore juga sudah bisa diangkat,” kata Ibu Irah. Berbeda ketika cuaca sedang tidak bersahabat, proses pengeringan akan membutuhkan waktu lebih lama sekitar 7 sampai 10 hari. “Ibu berharap sekali dapat bantuan dari pemerintah. Bisa bantu-bantu mengawetkan ikan kalau ikan sedang banyak-banyaknya. Tahun lalu ibu dapat cool box dan freezer tapi ukurannya terlalu kecil tidak bisa menampung banyak ikan,” kata Ibu Irah sambil menunjuk wadah plastik berwarna biru dengan tulisan “Bantuan Departemen Kelautan dan Perikanan Tahun Anggaran 2010”. Bantuan Langsung Bagi pengolah ikan dan nelayan, pemerintah sebenarnya telah memberikan kemudahan bantuan
bagi nelayan, pembudidaya dan pengolahan produk perikanan. Melalui Program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUPM), usaha-usaha perikanan diharapkan dapat meningkatkan keuntungan dan makin tumbuh dengan bantuan dana serta fasilitas lain. Total dana Rp 400,379 miliar tujuan akhirnya memang meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Selama ini ibu ikut kelompok pengasinan ikan, kalau ada informasi bantuan dari pemerintah ya tahunya dari kelompok,” tutur Ibu Irah seraya menyatakan bahwa selama ini ia belum pernah menerima lagi bantuan itu. “Padahal saya juga butuh. Anggota kelompok lain juga ada yang tidak dapat bantuan,” katanya melanjutkan. PUPM merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di perdesaan. Lokasinya difokuskan di kabupaten/kota yang memiliki potensi kelautan dan perikanan dan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk mengelola kegiatan PUPM. Komponen paket Bantuan Langsung Masyarakat yang diberikan ini berupa paket peralatan dan operasional penangkapan terdiri dari biaya operasional penangkapan (BBM, es, logistik Anak Buah Kapal/ABK, air bersih), bahan dan alat penangkapan ikan, dan alat bantu penangkapan ikan. Ada pula paket sarana produksi budidaya seperti benih, pakan, obat-obatan, perawatan saluran dan kolam, alat dan mesin pendukung budidaya serta paket sarana pengolahan ikan antara lain para-para, pengering ikan, pemindangan, pembuatan abon, pembuatan bakso ikan, cool box, keranjang. Tentu saja program itu melalui prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah. “Di masa paceklik seperti saat ini ia berharap ada bantuan dari pemerintah minimal bantuan sembako sehingga bisa memenuhi kebutuhan dasar keluarga, “ tandas Ade penuh harap. (lida/mth)
Budidaya Rumput Laut • Produktivitas 450 kg kering/paket/tahun • Metode Lepas dasar, longline, atau rakit apung. • Produktifitas 2,7 ton kering/paket/siklus (1 tahun 6 siklus) • Nilai paket @ Rp. 6.500.000 (dalam bentuk sarana produksi) - Bibit: 750 kg - Sarana produksi lain: tali, jangkar, pelampung, kayu/ bambu dan perahu kayu. Budidaya Lele Kolam Plastik • Produktivitas 3,6 ton/paket/tahun • Nilai paket @ Rp. 7.500.000 (dalam bentuk sarana produksi) - Benih: 9.000 ekor - Pakan: 900 kg Ikan Nila di KJA • Produktivitas 3,2 ton/paket/tahun • Bantuan KJA @ Rp. 10.000.000,• Bantuan sarana produksi @ Rp. 7.500.000,- Benih: 3.000 ekor - Pakan: 1.000 kg Patin di KJA • Produktivitas 6 ton/paket/tahun • Nilai Paket Sarana Produksi Rp. 7.500.000,- Benih: 2.000 ekor - Pakan: 1.000 kg Patin di Kolam • Produktivitas 2,4 ton/paket/tahun • Bantuan pembuatan kolam @ Rp. 3.500.000,- (ukuran kolam10x20x3m³) • Nilai Paket @ Rp. 9.500.000,- (dalam bentuk sarana produksi) - Benih: 3.000 ekor - Pakan: 1.500 kg Ikan Mas • Produktivitas 2,4 ton/paket/tahun • Nilai Paket: @ Rp. 9.500.000,- (dalam bentuk sarana produksi) - Benih: 4.000 ekor - Pakan: 950 kg Budidaya Gurame • Produktivitas 650 kg/paket/tahun • Nilai Paket Bantuan Sarana Produksi @ Rp. 7.500.000,- Benih: 750 ekor - Pakan: 150 kg.
Pemerintah meluncurkan program promula (Program Unggulan Wirausaha Mina Lulusan) berupa program bantuan modal awal kewirausahaan di sektor perikanan bagi lulusan pendidikan keluatan dan perikanan, penyuluh dan pelaku utama perikanan pemula. Tahun ini pemerintah menyiapkan 600 paket dengan jumlah modal yang diberikan sebesar 10 juta Rupiah dengan kewajiban melaporkan capaian produksi kepada Kementerian Kelutan dan Perikanan. Dana itu diberikan ke lulusan sekolah perikanan dan sarjana untuk mengembangkan usaha budidaya lele, patin hingga masuk ke industri pengolahan. “Jika mereka berhasil mengembangkan paket-paket tersebut, maka enam bulan kemudian mereka bisa mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Nasional Indonesia (BNI),” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad di Jakarta beberapa waktu lalu, seperti dikutip dalam media resmi KKP. Hal ini akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan akan mendukung realisasi target penciptaan 3,5 juta pengusaha perikanan dari lulusan sekolah perikanan maupun sarjana lulusan kelautan dan perikanan di perguruan tinggi umum. Angkat Kualitas Fadel Muhammad mengakui bahwa selama ini minat pelajar masuk sekolah perikanan cenderung menurun, kondisi itu dilatarbelakangi keterbatasan mereka terhadap informasi mengenai peluang yang ada di sektor kelautan dan perikanan. “Perikanan dianggap kurang prosepektif oleh pelajar, padahal peluang-peluang yang ada di sektor keluatan dan perikanan luar biasa besar mulai dari jasa di sektor kelautan dan perikanan, wisata bahari, tambang bawah laut, transportasi laut hingga industri perikanan,” ujarnya. Jika kemampuan lulusan perikanan didukung
kemampuan teknologi maka kesejahteraan dan potensi bawah laut akan mudah diperoleh. Fadel mencontohkan, baru-baru ini Kementerian Kelautan dan Perikanan meminjam teknologi modern berupa kapal riset Okeanos Explorer dari National Oceanic Amospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat. Dari eksplorasi yang dilakukan bersama Kapal Riset Baruna Jaya Indonesia ditemukan cadangan tambang yang melimpah di bawah laut. Jadi, kata Fadel, kekayaan tambang bawah laut dan hasil produksi perikanan tangkap sebesar 5,3 juta ton dan perikanan budidaya sebesar 4 juta ton menjadi bukti bahwa sektor kelautan perikanan memiliki potensi melimpah dan membutuhkan dukungan lulusan perikanan serat berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan dari sarjana lulusan perguruan tinggi umum. Pendidikan Perikanan Saat ini telah terjalin kerjasama antara Badan Pengembangan SDM KKP dengan Ditjen Pendidikan Non Formal Kementerian Pendidikan Nasional mengenai penyelenggaraan pelatihan dan penyuluhan. Dari sini dukungan Kemdiknas akan membawa perbaikan dalam pengelolaan pendidikan perikanan dibawah KKP. Kementerian Pendidikan Nasional dapat memberikan bimbingan dan dorongan agar sekolah perikanan mampu menjelma menjadi institut perikanan yang menyerupai Institut Pertanian Bogor (IPB). Dengan perubahan status itu maka target menjadikan sekolah perikanan bertaraf internasional akan tercapai dan Indonesia bisa masuk dalam top ten marine and fisheries vocational education in the world. Salah satu strategi utama KKP untuk memperkuat kelembagan dan sumber daya manusia secara terintegrasi adalah dengan mencetak tenaga ahli yang unggul melalui lembaga pendidikan tinggi vokasional di Sekolah Tinggi Perikanan (STP) dan Akademi Perikanan (AP), sekaligus mencetak wirausaha muda bidang kelautan dan perikanan.
Ir. Sjarief Widjaja, Ph.D,FRINA : “Latih Bapaknya, Sekolahkan Anaknya” Diakui tak banyak Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup diandalkan untuk mengelola ragam kekayaan itu. Karenanya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam platform pertama Gerakan Revolusi Biru mencanangkan “Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara Terintegrasi”. Apa dan bagaimana upaya KKP dalam mengembangkan SDM kelautan dan perikanan. Berikut petikannya : Bagaimana meningkatkan SDM kelautan dan perikanan? Prinsip kami dalam transformasi nelayan, ada tiga : mendorong untuk menjadi terampil, mandiri, dan sejahtera. Terampil maksudnya ada kecakapan khusus. Kemudian mandiri,dengan keterampilan yang dimiliki, bisa menjual dan tidak tergantung pada tengkulak.
Akademi Perikanan (AP), dan Sekolah Tinggi Perikanan (STP). Semuanya gratis. Ikatan dinas? Ya, tapi bukan bekerja di KKP. Mereka ikatan dinas, harus kembali ke daerahnya. Mengabdi di sana. Kami beri kuota 40% berasal dari anak-anak pelaku usaha perikanan, 40% pertandingan bebas, dan 20% kami dorong untuk SDM pemerintah daerah. Berapa jumlah beasiswanya? Kalau SUPM, vocasional, bukan akademik, sehingga harus betul-betul intensif, satu kelas maksimal 40 orang. Masing-masing sekolah ada 3-4 jurusan. Jadi setahun, satu sekolah meluluskan sekitar 120 orang. Di Bappenas, anggaran kami dimasukkan dalam anggaran 20%. Harapan kami, orang tuanya kami latih, putra putrinya dididik kami. Sehingga targetan kami 5 tahun seluruh nelayan kita sudah terdidik. (
[email protected])
Bagaimana caranya? Pendidikan. yang sudah sepuh-sepuh (tuaJawa Red) atau angkatan kerja, intensifkan pelatihan kepada mereka. Mulai dari menangkap, mengoperasikan kapal, handling ikan. Sertifikasi untuk pengolahan hasil ikan. Kemudian dampingi juga dengan penyuluh sampai mereka tegak. Lantas? Anggaran BPSDM Rp.411M, separuhnya atau sekitar Rp.200an Milyar untuk beasiswa. Ada kesempatan bagi putra putri nelayan untuk sekolah gratis. Subsidi APBN. Kami ada Sekolah Usaha Menengah Perikanan (SUPM),
Tak Sekadar Urusan Modal petambak air payau; nelayan 33%; pedagang BBM, suku cadang, warung kelontong 22%, sisanya masyarakat sekitar kampung nelayan. Semua kena imbasnya. Beruntung KKP ada toleransi. Paling banter kami tidak gajian,” kata sarjana perikanan Intitut Pertanian Bogor (IPB) ini, datar. Butuh Dukungan Pemda Jika hanya berorientasi pada modal, tentu perbaikan kehidupan para pemburu ikan ini akan memakan waktu lama. Ahadar menyebutkan banyak terobosan yang harus di desain ulang oleh pemerintah daerah
Para nelayan lebih mengharapkan agar pemerintah daerah membuka akses terhadap pasar. Kalau ditanya pada para nelayan perihal kebutuhan terbesar mereka, jawaban yang akan muncul pastilah : pertama modal, kedua modal, dan yang terakhir tetap modal. Bagaimana tidak beberapa waktu belakangan, para pemburu ikan tersebut dihadapkan pada masalah perubahan iklim yang kian nyata dampaknya. Kapal kecil mereka tak bisa melaju di laut lepas, tak lagi mampu menjangkau ikan-ikan yang kini lebih senang berenang ke tengah. Sementara mereka hanya mampu mengais ikan di daerah pesisir yang kini kian rusak akibat penebangan pohon-pohon bakau penyangganya. “Kalau melaut, tekor. Sekali jalan minimal Rp100 ribu : Rp.50ribu untuk solar, Rp.50ribu untuk bekal. Pulang melaut paling dapat Rp.50rb. Dua bulan belakangan malah jarang melaut, angin kencang gelombang tinggi. Dapat segitu, bagaimana mau bisa melaut, beli solar saja tak cukup. Akhirnya utang lagi, utang lagi. Ya modal lagi, modal lagi,” kata Endang (34) nelayan Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Hebatnya, kondisi hasil tangkap para nelayan tersebut juga turut memengaruhi ekonomi
masyarakat sekitar. Ketika nelayan macet, maka dapat dipastikan satu per satu usaha masyarakat sekitar perlahan mati suri. Warung gulung tikar, pengumpul ikan menganggur, pedagang ikan kehilangan barang, dan banyak ragam usaha lainnya yang terpaksa harus ikut rehat sejanak. Kredit Macet Solusi permodalan? Bisa dikatakan hampir semua ada. Mulai dari pelele yang kontroversial, koperasi, sampai pada bank swasta yang menawarkan kredit dengan bunga menarik. ”Kami sudah enam tahun di sini. Tahun pertama sampai ketiga, grafiknya naik terus. Bahkan di tahun kedua sudah bisa mencatatkan keuntungan lebih dari Rp.200juta. Pun juara 1 LKM tingkat nasional dengan tingkat kemacetan 3% saja. Tahun keempat masih stabil, di kelima dan keenam terus menurun. Dinamikanya memang sedang seperti itu. Kredit macet” ungkap manajer Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina USP, Ahadar Tuhuteru, S.Pi, ketika ditemui Komunika Februari lalu. Ahadar beruntung lembaga keuangannya merupakan program pendampingan dan percontohan yang mendapat suntikan modal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Bayangkan jika merupakan lembaga swasta, betapa sulitnya. ”Anggota kami : 30%
Kalau ditanya Ke b u t u h a n terbesar mereka jawabannya: pertama modal, kedua modal, dan yang terakhir tetap modal. dalam mengentaskan kemiskinan di kalangan nelayan. Mereka mengharapkan pemerintah daerah lebih kreatif dalam mencari alternatif solusi. . Ia menjelaskan, bentuk bantuan hendaknya didesain minim konflik. Karena yang ada saat ini adalah saling iri, saling berebut, sehingga menjadi masalah yang dapat menghambat keberhasilan program. Ahadar juga mengingatkan akan tingginya resiko di sektor perikanan. Banyak lembaga pemberdayaan mundur dikarenakan program terpaksa berhenti di tengah jalan karena hal teknis, semisal kredit macet. ”Selain pendanaan, kapasitas para nelayan harus ditingkatkan. Menangkap ikan tak hanya dengan satu alat. Kondisi demikian harus ada macam ragamnya,” kata pria asal Ambon, Provinsi Maluku yang mengaku telah mengabdikan dirinya di Muara Gembong selama 8 tahun.
Sistem pelatihan yang ada saat ini, menurut Ahadar perlu ditambah dan ditingkatkan lagi. Pun tak semata hanya mengandalkan pelajaran teori khas bangku sekolahan. Melainkan harus ada pola pendampingan dan penyuluhan yang profesioanl. Bahkan para penyuluh ini diharapkan bukan tenaga biasa, namun telah berpengalaman dalam mengelola perikanan. ”Karena masyarakat kadang melihat figur atau panutan. Kalau penyuluhnya misalkan juga punya tambak dan berhasil, pasti pada mau ikut. Kalau tidak ada kongkretnya, gak ada dianggap. Keberhasilan program terkadang berawal dari sosok penyuluh,” ungkap dia. Kembangkan KUB Sementara itu Kasi Wasdal Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Bekasi, Zaenal Arifin, A,Pi, M.Si, mengatakan pihaknya memang telah menata ulang sektor kelautan dan perikanan di Bekasi. Saat ini, selain masalah payung hukum tata ruang yang masih penyelarasan di tingkat pusat, Pemda Kabupaten Bekasi terus mencecar berbagai program melalui Kelompok Usaha Bersama (KUB). ”Saat ini yang ada memang baru KUB nelayan. Ini tidak cukup. Kami juga bentuk KUB penampung ikan, KUB penjual ikan, KUB pengolahan ikan, dsb. KUB juga dirancang menjadi satu wadah yang bisa mengakses program pendanaan dari pihak luar. Melautnya bersama, dengan kapal besar yang ditanggung bersama,” kata dia. Pemda, kata Zaenal juga tengah mencoba melihat pasar. Membuka jaringan ke perusahaan besar yang dapat menyerap hasil tangkapan para nelayan. Sehingga diharapkan ada kontrol terhadap harga ikan. Tak sulit bagi nelayan untuk menyalurkan hasil, baik saat ikan banyak maupun keadaan sebaliknya. ”Buka akses pasar, ini yang paling banyak diminta para nelayan. Karenanya kami dorong dengan infrastruktur. Kami buka jalan ke sana, bangun pasar ikan di tempat di mana ikan berasal. Muara Gembong,” sambung Zaenal. Penanganan memang harus menyeluruh. Pemerintah daerah harus lebih jeli. (
[email protected])
TOTEM
CETAK PENGUSAHA PERIKANAN DENGAN PROMULA
9
OPINI
Menantang Pemuda Memberdayakan Masyarakat Pesisir Oleh : Ahadar Tuhuteru S.Pi
Bukan pekerjaan gampang menjadikan pemuda (anak nelayan dan petambakred) berperan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir. Kebanyakan malah tak paham apa dan bagaimana pemberdayaan masyarakat pesisir harus dilakukan. Miris, karena yang peduli justru orang luar yang turun melalui kepanjangan tangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ataupun program pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Padahal yang paling efektif dalam pemberdayaan masyarakat adalah kemauan dari komunitas tersebut untuk berubah. Mulai dari diri sendiri. Anak nelayan dan petambak yang sempat mengenyam pendidikan, kebanyakan tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Seperti daerah pesisir pantai utara yang saya diami di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Angka
statistiknya mencengangkan, rata-rata tamatan Perguruan Tinggi 0,12% dan SMA 7,56%. Tamatan perguruan tinggi dan SMA tersebut sebagian besar tidak menjadi nelayan-petambak modern, lebih memilih menjadi buruh perusahaan swasta atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Yang menjadi nelayan-petambak kebanyakan tamat/tidak tamat SD 73,25%, (olahan data monografi Kecamatan Muaragembong, 2008). Memulai Pemberdayaan Masyarakat Masyarakat pesisir agak unik, mungkin karena kultur yang dinamis, akulturasi masyarakat yang heterogen, dan patron klien. Ada beberapa tahapan yang telah saya terapkan dalam memberdayakan masyarakat pesisir, antara lain, pertama kemampuan menjadikan diri kita untuk diterima di masyarakat. Bila anda bukan warga asli daerah sasaran, berusaha semaksimal untuk diterima sebagai anggota
warga mereka. Untuk mencapai hal tersebut perlu mendekatkan diri dan bersosialisasi. Menjalin hubungan kekeluargaan dan persahabatan adalah salah satu kuncinya. Hingga tingkat tertinggi menjadi bagian dari mereka misalnya menikahi warga setempat seperti saya. Kedua, memiliki muatan pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat pesisir. Ketika masyarakat mengetahui anda adalah lulusan sarjana perikanan dan ditanya masalah seputar teknis produksi perikanan misalnya pengelolaan tambak, kita harus menjawab pertanyaan mereka. Jika kita tidak menjawab atau jawabannya salah, mungkin akan mengurangi pengakuan mereka terhadap status kita. Ketiga Kemampuan aplikasi pengetahuan dalam tataran praktis dengan melakukan terobosan meningkatkan harapan hidup. Melakukan pembinaan dengan menyampaikan informasi dan
pengetahuan bersifat teori belum sepenuhnya diterima oleh mereka. Sedangkan kecenderungan masyarakat pesisir adalah mencontoh kegiatan yang sudah berhasil, jarang untuk melakukan terobosan/uji coba. Saya melakukan kegiatan praktis langsung mengelola tambak, ikut menangkap ikan dan menjualnya. Keempat, kemampuan mengajak masyarakat untuk berkelompok. Dengan berkelompok, diharapkan dapat mempermudah transformasi pengetahuan dan informasi serta dapat mempermudah kegiatan lainnya. Ini menghemat waktu, serta mengsiasasti akses modal usaha kelembagaan/kelompok ke donatur. Kelima, kemampuan untuk melakukan pendampingan dan menjadikan diri sebagai konsultan gratis. Pendampingan sebagai tahapan terakhir yang tidak berkesudahan. Kita harus bisa melakukan pembinaan terus menerus. Memberi solusi ketika
Lepas dari Jerat Pelele Rado (40), warga Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi kini sudah bisa menikmati hidup dengan tenang. Kerja kerasnya selama 15 tahun menjadi nelayan, terbayar dengan sebuah kapal rompus (sebutan warga Muara Gembong untuk kapal ukuran 5-6 orang-red) dan sebuah kapal kerang ijo (sebutan untuk kapal ukuran 1-2 orangred). Malah, kini ia memiliki 7 orang anggota yang bekerja di kapalnya serta 13 nelayan yang selalu menjual hasil tangkapan harianya. “Dulu saya nelayan, sekarang jadi pelele. Ngebina, ngasih modal dan nampung hasil tangkapan nelayan. Kemudian jual ke Tempat Penampungan Ikan (TPI),” kata dia. Menjadi pelele, kata Rado, tak bisa dilakukan sembarang orang. Selain harus pandai mengelola kebutuhan anggota, juga harus punya dukungan modal besar. Pasalnya, pelele adalah orang pertama yang membantu permodalan nelayan di kala mereka tak ada uang untuk melaut. “Kudu siap diutangin. Ngelautnya kagak, ngutang buat makan, jalan terus. Tapi itu resiko. Yang penting mereka harus jual ikan
ke saya dengan harga yang saya tentukan. Tidak boleh ke pelele lain,” ungkap Rado. Pelele, Ikatan Turun Temurun Banyak yang menyalahkan pelele sebagai biang dari kemiskinan dan ketergantungan permodalan para nelayan. Secara ekonomi, pelele dianggap merugikan karena penentuan harga yang sepihak dan cenderung di bawah harga pasar. Sementara keterikatan utang nelayan pada pelele-nya, membuat mereka tak bisa menjual hasil tangkapannya kepada pihak lain. ”Kesepakatan tidak tertulis. Saya kasih pinjam mereka berapa yang mereka mau, biasanya Rp.5-6juta. Selama belum dikembalikan, mereka harus jual ke saya. Ibaratnya saya yang kasih modal. Kalau mau jual sendiri, silakan saja, tapi modal dari saya kembalikan dulu, gak bisa dicicil. Tunai,” kata Sartim (37) pelele Muara Gembong lainnya. Kendati dalam posisi tawar yang rendah, banyak nelayan justru lebih memilih pelele sebagai sumber permodalan mereka. Mereka merasa diuntungkan karena pelele-lah yang pertama datang menolong ketika tiada modal untuk melaut. Usah bicara pinjaman koperasi atau bank yang membutuhkan
proses waktu dan persuratan. Pun para nelayan tak lagi punya waktu untuk menjual tangkapan mereka. Selain biaya transportasi menuju pasar, rasa lelah dan penat sehabis melaut membuat mereka enggan bersusah payah menjajakan ikan hasil tangkapan. Saat ini terdapat 20 orang pelele di Kecamatan Muara Gembong. Hubungan mereka dengan para nelayan biasanya terbangun turun temurun. Hal tersebut dikarenakan utang orang tua yang tak dapat dihapuskan dan harus terwaris kepada anak keturunannya. ”Semua pelele dulu juga nelayan. Hanya karena kami mau menabung sedikit demi sedikit, seribu dua ribu. Akhirnya bisa membayar hutang. Hutang saya dulu Rp.2juta, tapi 3 tahun saya menabung baru lunas. Kami tidak pernah memotivasi mereka supaya rajin nyisihin duit, nanti dia tidak kerja sama saya lagi. Kalau semua jadi pelele, nah terus yang nangkap ikan siapa. Harusnya dia bisa mikir sendiri. Seperti saya dulu, ada kemauan dalam diri. Saya mau maju,” kata Sartim. (
[email protected])
mereka mendapat masalah, melakukan seuatu yang bisa dikerjakan yang dibutuhkan oleh mereka. Karena manusia adalah makhluk yang saling membutuhkan dan saling mengisi, maka kita memposisikan diri untuk saling mengisi. Mengisi keterbatasan mereka dalam penguatan pengetahuan dan teknologi usaha kekinian, penguatan kelembagaan, managemen usaha yang baik, akses jaringan dan modal usaha. Sekarang apakah kita mau menerima tantang sebagai praktisi permberdayaan masyarakat pesisir?. * Sekretaris Jenderal Small Island Network for Coommunity (Seanet).
10
“Revolusi Biru” SUPM Pariaman
DAERAH
Oleh : Nuridin, S.Pi )*
Lembaga pendidikan kelautan dan perikanan bila ingin mewujudkan sebuah peradaban bangsa yang berbudaya bahari perlu menciptakan sistem pendidikan khusus yang prorakyat miskin, profesional dan pro-usaha. Berikut adalah pola manajemen pendidikan berbasis faktor input, process dan output yang diterapkan di SUPM Negeri Pariaman. Faktor input merupakan penerimaan (penyeleksian) calon siswa yang diprioritaskan bagi anak pelaku utama perikanan (nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan) yang berprestasi dan sebagian besar berasal dari keluarga tidak mampu (Pro-rakyat miskin). Keluarga nelayan dapat
langsung mendaftar ke sekolah atau dapat diusulkan lembaga masyarakat perikanan seperti Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) atau juga melalui Dinas Perikanan setempat sebagai putera daerah yang akan dididik dengan biaya subsidi APBN melalui SUPM Negeri Pariaman. Selama proses pendidikan siswa mendapatkan bantuan atau beasiswa pendidikan. Proses ini mengharapkan tumbuhnya kesadaran bagi putra nelayan tersebut untuk membangkitkan potensi ekonomi kelautan dan perikanan di daerahnya. Faktor kedua adalah process. Fase ini merupakan cara bagaimana menciptakan lulusan yang terampil, siap pakai dan
mempunyai jiwa kepemimpinan yang berbudi pekerti luhur. SUPM Negeri Pariaman merupakan sekolah vocational (kejuruan) dengan sistem boarding school (pendidikan asrama). Sistem boarding school inilah yang membedakannya dengan sekolah kejuruan lain, dimana terdapat pendidikan kedisiplinan, pembinaan mental, dan kepemimpinan. Dari segi vocational SUPM Negeri Pariaman tidak hanya mengandalkan prinsip link and macth (pendekatan pendidikan dengan dunia industri) saja namun juga tingkat keahlian siswa distandarisasi oleh SKKNI (Standart Kompetensi Kinerja Nasional Indonesia) dan
SEKOLAH GRATIS UNTUK ANAK NELAYAN Kementerian Kelautan dan Perikanan memberi dukungan biaya bagi siswa / mahasiswa yang diterima di Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM), Akademi Perikanan (AP) dan Sekolah Tinggi Perikanan (STP). PENERIMAAN TARUNA STP DAN AP Jalur Khusus Calon taruna yang dibebaskan dari test akademik tetapi tes fisik dan kesehatan tetap dilaksanakan, dengan persyaratan: 1. Lulusan SUPM yang berprestasi di bidang akademik peringkat I, II, dan III masing-masing program keahlian. 2. Lulusan AP yang berprestasi di bidang akademik peringkat I, II, dan III masing-masing program studi. 3. Putra dan putri nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan yang berprestasi di bidang akademik, dengan nilai rapor rata-rata minimal 7 (tujuh). Rekomendasi bahwa calon adalah putera/puteri nelayan, pengolah dan pembudidaya ikan diberikan oleh pejabat yang berkaitan langsung (RT, RW, Lurah/Desa yang disetujui oleh pejabat perikanan setempat). PENERIMAAN SISWA SUPM Jalur Khusus Calon siswa yang dibebaskan dari test akademik, tetapi tes fisik dan kesehatan tetap dilaksanakan, dengan persyaratan: 1. Putra dan putri nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan yang berprestasi di bidang akademik dengan nilai rapor rata-rata 7 (tujuh). 2. Pegawai Negeri Sipil yang ditugasbelajarkan. Persyaratan Pendaftaran Persyaratan Calon Umum a. Putra-putri warga negara Republik Indonesia. Bagi yang bukan warga negara Indonesia harus mendapat ijin dari Menteri Kelautan dan Perikanan RI atau pejabat yang ditunjuk, dan memenuhi peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku; b. Belum menikah, dan sanggup tidak menikah selama mengikuti pendidikan; c. Sehat jasmani dan rohani, tidak cacat fisik dan mental; d. Tidak buta warna; e. Surat berkelakuan baik dari sekolah asal; f. Tidak berkaca mata/Lensa Kontak; (untuk AP dan STP : khusus bagi calon taruna program studi Teknologi Penangkapan Ikan (TPI) dan Permesinan Perikanan (MP) / Mesin dan Peralatan Perikanan (MPP); g. Mengikuti tahapan dan lulus seleksi penerimaan; h. Bersedia tinggal di asrama selama mengikuti pendidikan;
masyarakat yang akan kembali ke daerah dengan kondisi sudah siap bekerja atau berwirausaha. Sebagai contoh alumni SUPM Negeri siap bekerja di Kapal Penangkap Ikan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Cermin alumni yang bekerja di kapal luar negeri sangat berbanding terbalik dengan wacana dan realita kekerasan yang terjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Alumni SUPM yang dibekali sertifikat keahlian (ANKAPIN/ AT K A P I N ) d a n s e r t i f i k a t keterampilan (BST) standar Internasional telah tersebar di Kapal berbendera Jepang, Kanada, Hawai, Spanyol dan negara-negara lain adalah sejarah sukses mereka bekerja untuk meningkatkan taraf hidup keluarga nelayan menjadi keluarga yang mampu. Sehingga keluarga nelayan sekarang telah mempunyai modal yang cukup untuk mengembangkan usaha perikanan di kampung-kampung minapolitan. Contoh lain alumni yang berkiprah sebagai wirausaha budidaya perikanan, sangat banyak profil alumni yang sukses di bidang budidaya seperti ikan lele, nila, bandeng, kerapu, lobster dan udang vanamae. Kedua contoh tersebut adalah upaya menikmati hasil investasi pendidikan kelautan dan perikanan baik secara langsung ataupun tidak langsung meningkatkan produksi kelautan dan perikanan di berbagai daerah khususnya terpencil yang implikasi langsung meningkatkan kesejahteraan (pendapatan) nelayan. Output pendidikan ini yang dikenal dengan sebutan Pro-Usaha.
Standart Training Certification and Watchkeeping (STCW) hasil konvensi International Maritime Organisation (IMO) 1995. Dengan standarisasi, siswa yang lulus tidak hanya dibekali ijazah kelulusan tetapi juga mendapatkan sertifikat keahlian seperti Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan (ANKAPIN) dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan (ATKAPIN) Tingkat II serta sertifikat keterampilan Basic Safety Training (BST) bagi calon perwira kapal ikan domestik maupun internasional. Bagi calon pembudidaya ikan para siswa dipersiapkan sertifikat Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Siswa juga belajar kewirausahaan melalui kegiatan praktek swakarya dan unit produksi unggulan pada sarana dan prasarana kapal dan tambak latih. Kegiatan ini bertujuan mempersiapkan siswa praktek kerja lapangan (PKL) di perusahaan swasta perikanan nasional. Proses inilah dinamakan pendidikan ProFesional yang menjadi jawaban dalam menyiapkan lulusan yang terampil, siap pakai dan mempunyai jiwa kepemimpinan yang berbudi pekerti luhur. Faktor output, akan berhasil manakala tujuan lulusan yang siap pakai menjadi fokus pengembangan sekolah. Pendidikan adalah investasi kader masyarakat di kawasan minapolitan untuk dikembangkan sebagai sentra produksi perikanan yang dalam perkembangannya dijadikan lokomotif (leading sector) pembangunan ekonomi daerah terpencil. Dari sini jelas bahwa siswa sebagai calon kader pembangunan (agent of change) dan calon
i. Sanggup membiayai dirinya untuk keperluan pakaian seragam, asuransi, kegiatan ketarunaan dan perlengkapan calon siswa serta peralatan pribadi untuk tinggal di asrama. j. AP dan STP : memiliki ijazah SMA/MA (IPA/IPS), SUPM, dan SMK/ MAK (bidang/program keahlian Perikanan, Kelautan, Maritim, Listrik, Mesin Otomotif/Industri) atau sederajat.
5
Jl. Perumahan Nelayan Indah, Medan Labuhan,PO BOX 10, Medan, 20253
Telp. (061) 6941963, Fax. 6941071
6
Balai Pendidikan dan Pelatihan
Desa Bangsring KM 17, Tromol Pos 8
Perikanan Banyuwangi Banyuwangi,
68402
Telp. (0333) 510688, Fax. 510525
7
8
k. AP dan STP : Umur tidak lebih dari 22 tahun pada awal tahun akademik;
l. AP dan STP : Tinggi badan untuk calon taruna minimal 160 cm dan untuk calon taruni, minimal 150 cm dengan berat badan yang proporsional
Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan Belawan
SUPM : emiliki ijazah SLTP/MTs atau sederajat.
SUPM : Umur tidak lebih dari 18 tahun pada awal tahun ajaran;
)* Penulis adalah guru di SUPM Negeri Pariaman
Balai Pendidikan dan Pelatihan
Jl. Martoloyo, PO BOX 22, Tegal, 52124
Perikanan Tegal
Telp. (0283) 356393, Fax. 322064
Balai Pendidikan dan Pelatihan
PO BOX 18 Bitung 95501, Sulawesi Utara
Perikanan Aertembaga
Telp. (0438) 21650/21681/216836,
Fax. 31477
9
Balai Pendidikan dan Pelatihan
Jl. Martha Alfons Poka, Kotak Pos 115,
Perikanan Ambon
Passo, Ambon
Telp. (0911) 322710, Fax. 322711
10
Sekolah Usaha Perikanan
PO BOX 132, Banda Aceh
Menengah Negeri Ladong
Telp. (0651) 25087/21604, Fax. 31316
Sekolah Usaha Perikanan
Jl. Simpang Toboh V Koto Kampung
Menengah Negeri Pariaman
DalamKotak Pos No. 112, Pariaman
SUPM : Tinggi badan untuk calon siswa minimal 155 cm dan untuk calon siswi, minimal 145 cm dengan berat badan yang proporsional.
11
Seleksi
25501 Telp. (0751) 690123
a. Seleksi Administrasi:
12
Sekolah Usaha Perikanan
Jl. Martoloyo, PO BOX 22, Tegal, 52122
Menengah Negeri Tegal
Telp. (0283) 356246, Fax. 320887
Sekolah Usaha Perikanan
Pantai Harapan, Way Gelang, Kota Agung,
Menengah Negeri Kota Agung
Tenggamus, Lampung Telp. (0722) 21763,
Sekolah Usaha Perikanan
Jl. Pramuka Nipah Kunging, Kotak Pos
Menengah Negeri Pontianak
1065, Pontianak, 78000
b. Ujian Akademik : Bahasa Indonesia, Matematika, Fisika, Bahasa Inggris, Kimia (kecuali untuk program studi TPI dan MPP), dan Biologi. c. Seleksi ujian fisik dan kesehatan 1. Materi ujian fisik, meliputi postur tubuh (tinggi/berat badan, penampilan fisik), kemampuan fisik (lari, pull up untuk putra, chinning untuk puteri, push up, sit up).
13
14
Telp. (0561) 743724, Fax. 734943
15
Sekolah Usaha Perikanan
Jl. Sungai Musi KM 8 Kotak Pos 119,
Menengah Negeri Bone
Kotip Watampone, Sulawesi Selatan,
2. Materi ujian kesehatan, meliputi Physis diagnosis, Mata, Gigi, THT, Rongent (Thorax-photo), dan uji laboratorium (urin dan darah).
92701
Telp. (0481) 2912967, Fax. 2912966
d. Wawancara dan/atau psikotes
16
Sekolah Usaha Perikanan
Jl. Laksdya Leo Wattimena, KM 16
Menengah Negeri Waeheru
Waeheru, Ambon
PENDAFTARAN
Telp. (0911) 321543/326666, Fax. 361647
No Nama U P T
17
Sekolah Usaha Perikanan
Jl. A. Yani No. 44, Kelurahan Kaligi, Kotak
Menengah Negeri Sorong
Pos 109, Sorong, Irian Jaya, 98401
1
Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta Jl. AUP. PO BOX 7239/PSM
2
Alamat
Akademi Perikanan Sidoarjo
Pasar Minggu, Jakarta, 12520
Telp. (0951) 321543/326666, Fax. 326626
Telp. (021) 7805030, 78830275
18
Kampus Pantai USPL-STP, Jl. Samudera
Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan Serang
Jl. Raya Buncitan, Kotak Pos I Sedati
Sidoarjo, 61253
Telp. (031) 8911380, Fax. 8912848
19
Raya Karang Antu Serang 42191 Telp. (0254) 202094
Sekolah Tinggi Penyuluhan
Jl. Cibalagung, Kotak Pos 188, Bogor, 16001 Telp. (0251) 485169, Fax. 485231
Kampus APB, Jl. Tandurusa PO BOX 12
Pertanian Jurusan Penyuluhan
Bitung, Sulawesi Utara, 955266
Perikanan Bogor
Telp. (0438) 21436
20
4
Jl. Kapitan Pattimura Tanjung Kasuari -
Subang, Jawa Barat
Sorong Kotak Pos 109 Sorong 98401
Telp. (0260) 520996, Fax. 523364
Telp. (0951) 326666, Fax. 326626
3
Akademi Perikanan Bitung
Akademi Perikanan Sorong
Balai Diklat Aparatur Sukamandi
Jl. Raya 2 Sukamandi, Ciasem 41256
Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail:
[email protected] atau
[email protected]
Ihalauw, MA, dalam keterangan persnya. Mereka yang akan dikirim itu merupakan hasil seleksi dari jumlah guru bahasa Inggris sebanyak 16 orang yang baru menyelesaikan pra-jabatan belum lama ini.
Sorong
Hal tersebut dilakukan untuk peningkatan SDM, dan untuk mengantisipasi kendala komunikasi apabila ke depan ada ada investor asing yang akan menanmkan modalnya ke Sorong Selatan.
Palembang Bekasi
Pemkab Sorong Selatan telah membuat kesepakatan bersama (MoU) dengan Politeknik International Sorong. Mereka akan melaksanakan perkuliahan selama enam bulan, dan setelah itu mereka akan kembali mengabdi pada beberapa sekolah baik, SD,SMP,SMU.
Sidoardjo
Lintas Daerah TRADISI LELANG BANDENG DI SIDOARJO AKAN DIHIDUPKAN KEMBALI Pemerintah Kabupaten Sidoarjo akan menghidupkan kembali tradisi lelang bandeng tradisional pada tahun 2012 nanti setelah sempat mengalami kevakuman pasca bencana semburan lumpur Porong. Momen tersebut tidak hanya dilombakan dalam bentuk festival bandeng kawak saja, tapi bisa diadakan juga agenda lelang bandeng tradisional. “Dulu, selain dilaksanakan lelang bandeng juga ada pasar malam dan pasar bandengnya juga. Jadi acara lelang bandeng ini akan kita kembalikan jati dirinya,” ujar Wakil Bupati Sidoarjo Hadi Sutjipto,Kamis (17/2). Sejarah digelarnya momen lelang bandeng tradisional tersebut sempat menjadi agenda tahunan Pemkab Sidoarjo. Bahkan, even tersebut sudah menjadi agenda tetap Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Timur. “Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tahun 1962, diprakarsai oleh bupati R. Samadikun bersama tokoh masyarakat dan para ulama,” katanya. Namun, melihat perkembangannya yang semakin maju, momen tersebut menjadi sedikit bergeser soal pelelangannya, terutama pasca reformasi. Banyak dari peserta yang ikut menawar tetapi realitanya tidak mau membayar. Mereka mengikuti acara tersebut hanya sekedar ingin mendapatkan proyek, sehingga target lelangnya tinggi tapi pemasukannya kecil. Sementara itu, dalam kesempatan ajang festival bandeng kawak yang digelar Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sidoarjo, panitia menetapkan empat pemenang sekaligus. Juara I Zainuddin asal Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati, dengan bandeng kawak seberat 6,801 kilogram, panjang 88 cm dan lebar 19,5 cm. Dengan predikat tersebut, Zainuddin berhak mendapatkan medali, trophy dan uang sebesar Rp3,5 juta. Sebagai juara II Bandeng milik H. Safruddin, SH dengan berat 5,064 kilogram, panjang 18,5 cm dan lebar 18,1 cm. Bandeng milik Saiful Bachri Anwar sebagai Juara III dengan berat 4,685 kilogram, panjang 78,5 cm dan lebar 17,2 cm Sementara itu, juara ke empat adalah bandeng milik Abdulloh Muchlis dengan panjang 78,5 cm dan lebar 17,2 cm. (Humas protokol Sidoarjo)
SORONG SELATAN SEKOLAHKAN 10 GURU BAHASA INGGRIS Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dalam waktu dekat ini akan menyekolahkan 10 orang guru bahasa Inggris pada Politeknik International di Sorong atau yang sebelumnya dikenal dengan nama Da Vinci College. “Ke-sepuluh orang guru tersebut, kebanyakan diambil dari mereka yang lulus pada formasi CPNS tahun 2008 lalu,” kata Bupati Sorong Selatan (Sorsel) Drs. Otto
“Apabila ada investor yang minat menanamkan modalnya di Sorsel, kami sudah tidak perlu mendatangkan juru bicara atau pemandu dari luar, karena kami sudah siap semuanya,” ujar Otto. (MC.Sorong,arhem)
5.933 GURU DI PALEMBANG PUNYA SERTIFIKAT Sebanyak 5.933 guru di Palembang telah mengikuti sertifikasi sepanjang tahun 2010. Dari jumlah tersebut tercatat guru TK berjumlah 106 orang, guru SD sebanyak 2.528 orang, guru SMP 1.634 orang, guru SMA/SMK ada 1.434 orang, dan 158 pengawas. “Mereka adalah para guru yang berstatus PNS dan non-PNS. Para guru yang dapat sertifikasi itu minimal sudah mengajar selama lima tahun,” kata Kepala Seksi Pengembangan Tenaga Pendidik SMP/SMA/SMK Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Palembang, Imran,Senin (21/2). Para guru bersertifikasi itu akan diberikan tunjangan berupa 1 bulan gaji pokok. Misalnya gaji seorang guru Rp2 juta, maka guru itu akan dapat tunjangan sebesar Rp2 juta pula. “Dan itu biasanya dibayarkan 6 bulan sekali,” kata Imran. Adapun guru yang belum mengantongi sertifikat hingga 2010 sebanyak 13.737 orang, terdiri dari 5.455 guru dan pengawas dari unsur PNS, dan 8.282 guru non PNS. (kominfo newsroom)
PELAYAN KB GRATIS UNTUK KELUARGA KURANG MAMPU Badan Keluarga Berencana dan Peberdayaan Perempuan (KBPP) Pemerintah Kota Bekasi memberikan pelayanan KB gratis bagi keluarga kurang mampu dalam suatu kegiatan aksi sosial di Kompleks Pemkot Bekasi, Kamis (24/2). Warga kurang mampu yang mengikuti kegiatan pelayana KB gratis berasal dari Kota Bekasi, dan sebanyak 56 kelurahan mengirimkan masing-masing warganya yang kurang mampu, yang difasilitasi dengan kendaraan kelurahan setempat mengantarkan warga tersebut pulang pergi. "Kegiatan pelayanan KB gratis tersebut sudah kami selenggarakan, dan alhamdullilah warga yang hadir antusias mengikuti kegiatan sosial tersebut mulai awal hingga akhir," saat ditemui di kantornya, Jumat (25/2) pagi. Kepala Badan KBPP Pemkot Bekasi Hj. Herawati Budilestari mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk membantu warga kurang mampu dalam masalah kesehatan khususnya bagi ibu rumah tangga yang sedang bermasalah pada program KB. Aksi sosial ini juga merupakan salah satu rangkaian kegiatan menyambut hari jadi Kota Bekasi ke-14 dan sekaligus memeriahkan HUT Satpol PP Kota Bekasi ke-61. Program pelayanan KB gratis merupakan salah satu kegiatan rutin pemerintah dalam membantu warga Kota Bekasi yang kurang mampu. Tidak hanya dalam rangka menyambut hari jadi Kota Bekasi, melainkan menyambut Hari keluarga Nasional (Harganas) serta hari besar lainnya, kata Herawati. (MC Bekasi)
Lintas lembagA
Kementerian Kelautan dan Perikanan JAGA HARGA, KKP BANGUN DEPO RUMPUT LAUT Kementerian Kelutan dan perikanan RI membangun depo rumput laut untuk mengantisipasi peningkatan produksi dan menjaga kestabilan harga. Salah satunya telah diresmikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Jumat (25/2). Depo ini dapat dimanfaatkan sebagai gudang untuk tempat penyimpanan rumput laut sehingga dapat menjaga fluktuasi harga dan menjamin budidaya komoditas ini dilakukan secara berkelanjutan. “Keberadaan depo rumput laut ini merupakan bagian penting dari sistem pembangunan industri rumput laut dan persyaratan minapolitan industri rumput laut”,,
ujar Fadel. Kementerian kelautan dan Perikanan sebelumnya juga telah melakukan kesepakatan bersama dengan lima kementerian dalam hal sinergitas kegiatan pengembangan rumput laut untuk percepatan pembangunan ekonomi masyarakat. Salah satuny adalah Kementerian Perdagangan untuk dapat memfasilitasi pemanfaatan gudang yang dimiliki swasta, disamping melakukan ikut serta melakukan intervensi harga rumput laut sehingga tidak mengalami fluktuasi harga.
Kementerian Pekerjaan Umum BENDUNGAN KAIRAN SEGERA DIBANGUN Kementerian Pekerjaan Umum (PU) bekerja sama dengan Pemerintah Korea Selatan melalui Korea International Cooperation Agency (KOICA) akan memulai pembangunan konstruksi Bendungan Karian di daerah
Banten, Agustus mendatang. Pembangunan bendungan dengan biaya US$ 100 juta dari dana pinjaman (loan) tersebut ditargetkan selesai dalam waktu 3-4 tahun ke depan. Pembangunan Bendungan Karian juga akan ditindaklanjuti dengan pembangunan sarana pengolahan air di daerah Serpong. Nantinya, bendungan tersebut akan mampu menyediakan suplai air baku sebesar 9 meter kubik per detik untuk melayani kebutuhan air bagi 4 juta penduduk di daerah Jabodetabek yang saat ini kondisi ketersediaan airnya mendekati titik kritis. “Hingga saat ini, proses pembebasan lahan sudah mencapai 40 persen dan tahun ini Kementerian PU mengalokasikan dana sebesar Rp 46 miliar untuk menuntaskan pembebasan lahan tersebut,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PU Mochammad Amron. Perwakilan Kedutaan Besar Korea Selatan, Ahn Myung-Soo mengatakan pemerintah Korea Selatan memberikan dukungan
penuh terhadap pembangunan dan maksimalisasi fungsi Bendungan Karian. Menurutnya, isu ketersediaan air sudah menjadi isu global, sehingga mekanisme suplai air yang simultan diperlukan mulai dari sekarang.
Kementerian Perhubungan KEMHUB SIAP OPERASIKAN DUA KAPAL PERINTIS Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan akan meresmikan dua kapal Perintis baru, yaitu KM. Sabuk Nusantara 27 dan KM. Sabuk Nusantara 28. Kedua unit kapal berbobot 500 DWT dan 750 DWT tersebut telah selesai dibangun di Galangan Kapal PT. Daya Radar Utama pada akhir Desember 2010 lalu. Guna meningkatkan aksesibiltas di daerah-daerah yang masih terpencil dan belum berkembang KM. Sabuk Nusantara 27 akan melayani
trayek Perintis R-11 dengan rute Pelabuhan Tanjung Wangi– Sapekan – Pagerungan Besar – Kangean – Sapudi – Kalianget – Masalembo – Keramaian – Masalembo – Surabaya, PP. Sedangkan KM. Sabuk Nusantara 28 akan melayani trayek perintis R-53 dengan rute Pelabuhan Merauke – Bade – Agats – Pomako – Dobo – Tual, PP. KM. Sabuk Nusantara 27 telah diseberangkan dari galangan kapal PT. Daya Radar Utama, Jakarta menuju pelabuhan Banyuwangi pada tanggal 14 Februari 2011, sedangkan KM. Sabuk Nusantara 28 rencananya akan diseberangkan dari galangan kapal PT. Daya Radar Utama, Jakarta menuju pelabuhan Merauke. Sampai dengan saat ini Pemerintah telah membangun 28 unit kapal angkutan laut perintis. Kapal-kapal tersebut melayani angkutan laut perintis pada 28 trayek di 17 pangkalan perintis, dengan perincian 4 kapal melayani Kawasan Barat Indonesia, dan 24 kapal melayani Kawasan Timur Indonesia.
PERISTIWA
11