Tinjauan Pustaka
NONALCOHOLTC STEATOHEPATIfl S (NASH)
Lydia Octasaril 'RS Siloam Sriwijaya Palembang
penyakit hepar mirip alkoholik,
PENDAHULUAN
Penyakit perlemakan hepar nonalkoholik
(nonalcoholic fotty liver disease-NAFLD) adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan infiltrasi lemak pada hepar dan tidak berhubungan dengan alkohol. Ada dua tipe infiltrasi lemak pada hepar nonalkoholik, yaitu perlemakan hepar nonalkohohk (nonalcoholic fatty liver-NAFL) dan nonalcoholic steatohepatitis (NASH). NAFL bersifat lebih ringan karena perlemakan hepar tidak sampai
menimbulkan inflamasi. Jika perlemakan hepar sudah menyebabkan inflamasi dan akumulasi jaringan parut fibrosa, kondisi
dan
steatohepatitis nonalkoholik. Terminologi yang digunakan secara luas sekarang ini adalah nonalcoholic steatohepatitis yang pertama kali dikenalkan oleh Ludwig pada tahun 1980. Istilah tersebut muncul setelah Ludwig dan kawan-kawan melaporkan sekelompok pasien yang tidak mengonsumsi alkohol tetapi menunjukkan gambaran biopsi hepar yang sulit dibedakan dengan hepatitis akibat alkohol.' Sebagian besar penderita NASH tidak merasa gejala apapun dan tidak menyadari bahwa mereka mempunyai masalah pada heparnya.
tersebut dinamakan steatohepatitis.l Walaupun steatosis hepatoseluler menimbulkan gejala yang minimal, NASH dapat berkembang
Penyakit perlemakan hepar nonalkoholik
menjadi sirosis hepatis, gagal hepar, dan
sekuder karena mempunyai patogenesis dan hasil yang berbeda.
karsinoma hepatoseluler.
I
sebaiknya dibedakan dengan steatosis dengan atau tanpa hepatitis yang berasal dari penyebab
Prevalensi NAFLD di Amerika sebesar 467o dan jumlahnya meningkat pada ras Hispanik. Dari jumlah tersebut, yang progresi menjadi
Biopsi hepar merupakan baku emas (gold standard) pemeriksaan penunjang untuk
sendiri belum diketahui dengan jelas. NAFLD sering dihubungkan dengan gaya hidup, obesitas dan sindrom metabolik. Di negara
membedakan steatosis dengan steatohepatitis atau perlemakan hepar nonalkoholik dengan
NASH sebesar IZVo. Penyebab NAFLD
Asia, insidens dan prevalensi
meningkat secara cepat karena
NASH
perlemakan hepar alkoholik. Pencitraan dengan ultrasonografi dapat jrga dijadikan
adanya
pilihan untuk mendeteksi perlemakan hepar.*
perubahan gaya hidup dan pendidikan. Gambaran histopatologi menunjukkan adanya kerusakan hepar yang diinduksi oleh alkohol tetapi terjadi pada orang yang tidak mengonsumsi alkohol. Berbagai terminologi telah diberikan untuk menjelaskan penyakit ini, seperti hepatitis perlemakan, penyakit
Laennec nonalkoholik, hepatitis
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium tidak dapat secara akurat
diabetes,
Lydia Octasari(R)
Sampai sekarang ini, terapi spesifik untuk NASH masih terbatas. Belum ada terapi yang secara universal dapat dikatakan efektif. Strategi pengobatan cenderung dilakukan dengan pendekatan empiris karena patogenesis penyakit jrga belum begitu jelas diketahui. Modifikasi gaya hidup, seperti pengontrolan berat badan, diet yang seimbang, olah ruga yang cukup, dan menghindari konsumsi alkohol menjadi rekomendasi pengobatan yang sangat penting.
RS Siloam Sriwijaya, Palembang
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
27
NONALCOHOLIC STEATOH EPATITIS DEFINISI DAN ETIOLOGI
hasil tes fungsi hepar dan berkembang menjadi NASH pada pasien dengan perlemakan hepar
NAFLD adalah terminologi yang diberikan
untuk kondisi yang ditandai
sederhana.
dengan
penumpukan lemak yang luas pada sel hepar
orang yang tidak minum alkohol berlebihan. Akhir dari kondisi ini adalah perlemakan hepar sederhana atau steatosis. Pada stadium ini, lemak pertama kali terdeteksi pada sel hepar dan keadaan ini tidak berbahaya (inak). Umumnya, disepakati bahwa steatohepatitis nonalkoholik (nonalcoholic steatohepatitis = NASH) merupakan perkembangan signifikan dari NAFLD, ditandai dengan perlemakan hepar dan peradangan di dalam dan sekitar sel hepar yang mengalami perlemakan.
Dikatakan sebagai perlemakan hepar apabila kandungan lemak di hepar, sebagian besar terdiri dari trigliserida, melebihi 5Vo dari seluruh berat hepar. Karena pengukuran berat hepar sangat sulit dan tidak praktis, diagnosis dibuat berdasarkan analisis spesimen biopsi jaringan hepar, yaitu ditemukannya minimal 5107o sel lemak dari keseluruhan hepatosit.
Kriteria lain yang tak kalah penting
pengertian nonalkoholik. Batas
adalah
untuk menyatakan seseorang minum alkohol yang tidak bermakna sempat menjadi perdebatan. Sebagian ahli menyepakati konsumsi alkohol
sampai 20 gram per hari masih bisa digolongkan sebagai nonalkoholik. Bila steatohepatitis terjadi pada penderita yang bukan peminum alkohol, keadaan tersebut dinamakan NASH. Penyebab pasti NASH tidak diketahui dengan
jelas. Perlemakan hepar dan diasosiasikan dengan faktor
risiko
NASH
obesitas,
diabetes mellitus tipe 2, dislipidemia, resistensi insulin, DM tipe 2, dan sindrom metabolik. Perlemakan hepar dan NASH jarang diasosiasikan dengan penyakit kronik yang berat seperti tuberculosis dan kanker, pembedahan obesitas, dan penggunaan obatobatan seperti kortikosteroid dan amiodaron. Penurunan berat badan yang cepat pada pasien yang menjalani diet ketat dapat memperburuk
28
PATOGENESIS
Patogenesis NASH hampir tidak dapat dimengerti sejak penyakit ini pertama kali dideskripsikan. Banyak teori yang berkembang saat ini hanya merupakan hipotesis. Hipotesis patogenesis NASH yang sampai saat ini banyak diterima adalah the two hit theory yang diajukan oleh Day dan James. Hit pertama terjadi akibat penumpukan lemak di hepatosit yang disebabkan oleh berbagai keadaan, termasuk dislipidemia, diabetes mellitus, dan obesitas. Seperti diketahui bahwa dalam keadaan normal, asam lemak bebas diantarkan memasuki organ hepar melalui sirkulasi darah arteri dan portal. Di hepar, asam lemak bebas akan mengalami metabolisme lebih lanjut, seperti proses re-esterifikasi menjadi trigliserid a atau digunakan untuk pembentukan lemak lainnya. Adanya peningkatan massa jaringan lemak tubuh, khususnyapada obesitas sentral akan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas yang kemudian menumpuk di dalam hepatosit. Bertambahnya asam lemak bebas dalam hepar akan menimbulkan peningkatan oksidasi dan
esterifikasi lemak. Proses ini terfokus pada mitokondria sel hepar sehingga akhirnya akan
mengakibatkan kerusakan mitokondria itu sendiri. Inilah yang disebut sebagar hit kedua. Peningkatan stres oksidatif sendiri dapat juga terjadi karena resistensi insulin, peningkatan kadar endotoksin dalam hepar, peningkatan aktivitas uncoupling protein mitokondria, peningkatan aktivitas sitokrom P-450 zEI, peningkatan cadangan besi, dan menurunnya aktivitas antioksidan. Ketika stres oksidatif yang terjadi di hepar melebihi kemampuan perlawanan antioksidan, aktivasi sel stelata dan sitokin proinflamasi akan berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan hepatosit dan berujung pada kematian sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis.3'5
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
MEDICINUS . Vol.
Nnrnnal
4 No. 7 Oktober
4
Stemtos[s
2014 - Januari 2015
lmflarnnration
ffi-t
arud
r&Hn-s*EE rdHd r*sisterc* '?'
tnzuliri
Fibrosis
t*ccnrp*ete FFA etidatinn
'
inffur i. FF.Auridstjc* i Tngliuende exF.lrt i&dipcneclin T FE&
'
'
Oxid.atirre sEnREs
{lren- CYFIEI
}
t+efctlc$B hp-*pqrtosis I$--lF, l*-l*,TtfiF:a-LE#in
t3fu
E
'*,i[!!rj Pi* [+"]"
fle*1.'*t'r*:{'+rr*n,s
ffr:!L'l'] , :" -.rFdcr: 5tf st{,:r5 s't:
l"-i'}
n$l**rn{l: st*dti*cgltx" 1i'!g!-ti!': rBsfi{frr}H a::d eF .irfr*e",d*k u{r}palmn ,rt t,sif+ .s;*.sm :!!*!Brrr8
rrr
Frrftl*
hletai+i rteulrrs';.
i:eg*uur
:rr.3hr:*'#r *,rrrmnn
ir*
.rtj
rr*rtritl'
x
Frrd*fir +1.:trrr. lp+jr. ir .* m*ls::i*:xifi r*:r+:r i: $m;ledat rr F,:LxsHi *r,vr,*trl. i:tf; *rrr'
fifir-.r
fl"1t imr:"*
:
,i"re
:;
3r
'3$:r.x 5lrfl:1
ls{,usF,t;:*rr anii r:1't**.rrrl rrk*ge* {r;rr
.?
t
fttrro
Cintr*sis,
E-fitC
r
den gimyf e f=f[rq#enm pr*Enrafr,:r *r{fJ prdfferel*xm
pr*i*'r:-prri rra;reftrr ';*lx.
FF,!, i"ire.
{;r!1,1
;m:dr; d{[, hqa,si**el]:ln" lisr,'trn**e: i1", rrL*ri**+:r. !,i,tFi. rs,t's{*'utrc "i*lf+ i..,st dt ra ptr; Tfrfi *u i",iro* r ?!a:r;5rs. [,m l} r"tn"
Gambar 1. Teori -Patofisiologi NASH berdasarkan 1 Hit dan2Hitz
Meskipun teori two-hit sangat popular dan dapat diterima oleh banyak kalangan, agaknya penyempurnaan terhadap teori ini akan terus dilakukan karena makin banyak ahli yang berpendapat bahw4 yang terjadi sesungguhnya
lebih dari dua hit.'''
Teori terbaru menyatakan bahwa gaya hidup dan predisposisi genetik menjadi salah satu penyebabnya. Diit tinggi kolesterol-yang merupakan aktivator liver x receptormengganggu
penyimpanan
keseimbangan
dan oksidasi asam
antara lemak.
Karena suplai asam lemak yang berlebihan ke hepar, baik dari lipogenesis de novo (DNL)
dan diit tinggi kolesterol, terjadi proses metabolisme
yang
menghasilkan
diacylglycerol (DG) dan lisophosphatidyl choline _yang memicu kerusakan pada hepatosit.5
Fruktosa juga berperan dalam patogenesis NASH dengan cara mendeplesi ATP intraseluler. Fruktosa lalu diubah menjadi lipid, terutama pada keadaan resistensi insulin. Akibatnya terjadi peningkatan deposit lemak di hepar. Kondisi ini terlihat jelas pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dan orang-
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
orang yang mengonsumsl mnuman nngan dengan fruktosa berkadar tinggi. Resistensi insulin menyebabkan hiperinsulinemia yang diakibatkan oleh kelainan respon pada jaringan
adiposa, otot, dan hepar terhadap efek pengaturan gula. Akibatnya terjadi eksaserbasi transportasi asam lemak yang berlebihan
melalui proses lipolisis. Hiperinsulinemia menstimulasi DNL yang mengganggu oksidasi asam lemak dan sekresi VLDL. Akumulasi
lipid intrahepatik yang berlebihan ini dapat menghalangi pemberian sinyal insulin (resistensi insulin hepatik).
Deplesi ATP hepatik menimbulkan disfungsi mitokondria, pembentukan oksigen reaktif dan inflamasi, dan memicu terjadnya stress pada ini menyebabkan terjadinya stress-related Jun Nterminal kinase (JNK) yang berperan dalam apoptosis hepatosit. Jumlah metabolit lipotoksik tersebut dipengaruhi oleh liposis perifer, lipogenesis de novo hepatik, dan oksidasi trigeliserida yang melibatkan lisosom dan beta oksidasi. Metabolit lipotoksik mengaktivasi stress kinase dan reseptor sel
reticulum endoplasmik. Proses
mati, memicu disfungsi organel
sehingga
terjadi injuri sel yang progresif (Gambar 2).
29
NONALCOHOLIC STEATOH EPATITIS adi#f;s ti*aue *Gmpeilt*?s'1'
** fi.i':i:.TiTil1p*.+*ts T*i,,rrun,.'il I nti,,mai:r'' 1
I
i;I.
I : l..tr-
y*,-e
\*
h*putic cotrlp6rg91e{rt
wm ffiffi ,:.r ..: ffiffi
ffiffiffir, ' ' ti*E-I;r *.=r'J;l;,f,,';ur,,.,rr" \ '.tr ru
="''f
'l " { i'";jr! ! *y*[T,.,,'/'' '#_ --)r;.r].* i *&, "*r irr: .,.' ;! /, ffi 'l'-: 't :imrd* I -.." :Fi{i:+rig I J -,! 'ffIhfr k*t't p:lr:it* trn*q y 3F': .,,._ reststanre -i*".i;,:,nf Er'{E .}ll* ^=r3r&r:rl* tnsutin resrstanre :- "--l m l"riic.l:iis;e-' ;i;:.;irp'd.i:;;;:;E'":i *v,d-, i,,F
.
1trffi,
'
t
f3rdi: nt sTrarr-,r '
.. j
iee**diilr**tr*rlg
_. 11
,','
"'j r*F€"frif
:.i:r'i:,'-a
ffil "ry
qlw
rrr '
tl
;',i, t"iI,r
i'l'
,\
; I
:.1-r / -t-'*-l'.,-:ot;
I I *OUn VV l[ rlAitn
I
I
I '
,':-':airq F:::{r.:":} t
{i4tr*t*
@F %Fr ffi"llffi,
*,;:i;.;*"-.t__{--ry#$m:;r;,,%.*_*nr_, "'*t"
i::e:;ig.,r.-.1.;r,-i,::i-: ,:,:., ,r,t",.r+*.,ri'
**--****i..*
-,*;
,', :",,.-rl;..:;;.,..:.,;.:i a*$tlbr#le[l'**r {}-"--J',ir:rttr."W n:qi*\, f-ffi,*,r;::'1it '-' ,
Gambar 2.Patogenesis NASH dilihat dari reaksi inflamasi yang terjadi
Genetik juga dicurigai berperan dalam perkembangan NASH. Polimorfisme nukleotida tunggal (rs738409) pada gen patatin-like phospholipase domain containing 3 (PNPLA3 atau adiponutrin) menyebabkan varian pada I148M yang merupakan prediktor kuat steatosis, inflamasim dan fibrosis. Ekspresi PNPLA3 diregulasi oleh nutrisi. Jumlahnya meningkat pada kondisi tidak puasa dan diit tinggi karbohidrat. Pada manusia, PNPLA3 diekspresikan di hepar dan memiliki aktivitas hidrolase trigliserida dan transasilase DG yang mengubah lisofosfatidat
menjadi asam fosfatidat. Disfungsi pada PNPLA3 menyebabkan akumulasi substrat lipotoksik yang memicu lipoapoptosis dan inflamasi.
DIAGNOSIS Sebagian besar pasien dengan perlemakan hepar nonalkoholik ridak menunjukkan gejala maupun tanda-tanda adanya penyakit hepar. Pasien umumnya merasa baik pada stadium
dini. Progresi NASH dapat berlangsung beberapa tahun bahkan puluhan tahun, sampai terjadi jaringan parut atau fibrosis yang
Jika fibrosis memburuk, dapat berkembang menjadi sirosis. Umumnya pasien dengan perlemakan hepar nonalkoholik ditemukan secara kebetulan saat terakumulasi dalam hepar.
30
dilakukan pemeriksaan, misalnya
pada
medical check-up.
Biopsi hepar merupakan baku emas (gold standard) pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dan sejauh
ini
masih
menjadi satu-satunya metode
untuk membedakan steatosis nonalkoholik dengan perlemakan dengan ata:u tanpa inflamasi. Masih menjadi perdebatan apakan biopsi hepar
perlu dilakukan sebagai pemeriksaan rutin dalam proses penegakan diagnosis perlemakan hepar nonalkoholik. Sebagian ahli mendukung dilakukannya biopsi karena pemeriksaan
histopatologi mampu menyingkirkan etiologi penyakit hepar lain, membedakan steatosis dari steatohepatitis, memperkirakan prognosis, dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke waktu. Alasan dari kelompok yang menentang biopsi hepar antara lain prognosis yang umumnya baik, belum tersedianya terapi yang benar-benar efektif, dan risiko serta biaya dari tindakan biopsi yang cukup besar. Karena itu, pemeriksaan radiologis dan kimia darah terusmenerus diteliti dan dioptimalkan sebagai metode pemeriksaan alternatif yang bersifat noninvasif.6
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat secara akurat membedakan steatosis , atan perlemakan hepar nonalkoholik dengan perlemakan hepar dengan steatohepatitis
UN
IVERSITAS PELITA HARAPAN
MEDICINUS . Vol.
4
No. 7 Oktober 2014
- Januari 2015
alkoholik. Terjadi peningkatan ringan sampai
Infiltrasi lemak pada hepar
sedang konsentr asi
gambaran parenkim hepar dengan densitas rendah yang bersifat difus pada CT scan, kadang-kadang dapat juga berbentuk fokal. Steatohepatitis sendiri berbentuk difus. Gambaran fokal ini sering disalahartikan sebagai massa ganas di hepar. Pada keadaan seperti itulah, MRI bias dipakai untuk membedakan nodul akibat keganasan dari infiltrasi fokal lemak di hepar. Biposi hepar dan pemeriksaan histopatologi dibutuhkan untuk kepastian diagnosis. Secara histologi, perlemakan hepar nonalkoholik tidak dapat dibedakan dengan kerusakan hepar akibat alkohol. Gambaran biopsi hepar antara lain
a sp
ar t at e aminotr ansfe r a s e
(SGOT), alanine aminotransferase (SGPT), atau keduanya. Konsentrasi keduanya dapat meningkat hingga sepuluh kali nilai normal. Namun, keduanya juga bisa normal pada beberapa penderita dengan perlemakan hepar atau NASH. Kenaikan enzim hepar biasanya tidak melebihi empat kali dengan rasio
SGOT:SGPT kurang dari satu. Pada fibrosis lanjut yang biasanya terjadi pada penderita NASH, rasio ini dapat mendekati atat melebihi
satu.1'3 Pemeriksaan
laboratorium lain
seperti fosfatase alkali dan
garnma
glutamiltransferase dapat meningkat pada beberapa penderita NASH. Namun, biasanya tidak sampai lebih dan 2-3 kali harga normal. Serum feritin dan kadar Fe dalam serum juga meningkat, kadang-kadang disertai dengan penurunan saturasi transferin yang dapat dijumpai pada penderita NASH. Meskipun demikian, iron overload.terjadi pada sebagian kecil penderita NASH.'' Hasil pemeriksaan albumin menunjukkan hipoalbuminemia,
pemanjangan
waktu protrombin,
dan
hiperbilirubinemia yang biasanya ditemukan pada pasien yang sudah menjadi sirosis. Dislipidemia ditemukan pada 21-83Vo pasien dan biasanya berupa peningkatan konsentrasi trigliserida, terutama pada anak-anak. Karena diabetes merupakan salah satu faktor risiko, maka tidak jarang terdapat pula peningkatan kadar gula darah.t Pemeriksaan terhadap marker serologi virus harus dilakukan sebelum diagnosis NASH ditegakkan untuk menyingkirkan penyebab akibat infeksi virus.3
berupa steatosis, infiltrasi sel
imaging (MRD jrga dapat digunakan. Pada ultrasonografr, infiltrasi lemak di hepar akan menunjukkan peningkatan ekogenisitas difus (hiperekogenik, bri ght liver) bila dibandingkan dengan ginjal. Steatosis dapat dideteksi bila substansi perlemakan sebanyak 307o atau lebih. Sensitivitas USG sebesar 897o dan spesivisitasnya mendekati 937o dalam
mendeteksi steatosis. CT scan, MRI, dan radionuclide scintigraphy dapat dipakai untuk melengkapi diagnosis NASH. Terbukti, semua teknik pencitraan di atas memiliki sensitivitas yang baik dalam mendeteksi perlemakan hepar nonalkoholik, tetapi tidak dari semua alat tersebut dapat membedakan perlemakan hepar sederhana dengan steatohepatitis.
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
radang,
hepatocyte ballooning dan nekrosis, nucleus glikogen, Mallory's hyaline, dan fibrosis.6'7 Fibrosis pada perlemakan hepar nonalkoholik menunjukkan kerusakan hepar lanjut dan lebih
berat. Dari berbagai penelitian terhadap gambaran histologi hepar yang pernah dilakukan terlihat bahwa fibrosis dalam berbagai derajat ditemukan pada hampir 66Vo kasus ketika diagnosis ditegakkan, 25Vo di antaranya dengan fibrosis berat (fibrosis septa atau sirosis), dan l4Vo dengan sirosis nyata.
Karakteristik histologis perlemakan hepar
nonalkoholik adalah ditemukannya perlemakan hepar dengan atau tanpa inflamasi. Perlemakan umumnya didominasi oleh gambaran sel makrovesikuler yang mendesak inti hepatosit ke tepi sel hepar. Pada fase awal atau steatosis ringan, lemak ditemukan pada
hepatosit zona Berbagai metode pencitraan telah dicoba untuk mendeteksi perlemakan hepar, agaknya ultrasonografi menawarkan pilihan terbaik saat ini, walaupun compwterized tomography scanning (CT scan) dan magnetic resonance
menghasilkan
3.
Inflamasi
merupakan
komponen dasar untuk menyatakan adanya steatohepatitis nonalkoholik. Sel-sel inflamasi
tersebut
terdiri dari netrofil dan
sel
mononuklear yang ditemukan pada lobuleslobulus hepar. Adanya badan Mallory dan anak inti glikogen merupakan variasi dari gambaran steatohepatitis nonalkoholik. Biasanya badan Mallory ini memiliki ukuran lebih kecil daripada yang biasa ditemukan pada steatohepatitis alkoholik.
Sampai saat
ini
masih terdapat perbedaan
pendapat mengenai interpretasi histopatologi steatohepatitis nonalkoholik. Kontroversi terutama mengemuka dalam hal penentuan kriteria untuk membedakan perlemakan hepar
sederhana dengan
steatohepatitis
nonalkoholik. Di samping itu, meskipun penilaian derajat fibrosis hampir seragam,
para ahli patologi seringkali
tidak
sepaham menyangkut grading inflamasi. 31
NONALGOHOLIG STEATOH EPATITIS Untuk itu, dipakai kriteria istopatologi Brunt
pembentukan steatosis hepatic, dan fibrosis
untuk menentukan derajat
hepar in vivo.
steatohepatitis
nonalkoholik.T
Antidislipidemia seperti fibrat maupun statin telah dicoba untuk mengatasi hiperlipidemia
TATA LAKSANA Pengobatan perlemakan hati berhubungan dengan penyakit yang menyertainya, Pada pasien dengan obesitas, diabetes, kadar profil
lipid yang tinggi, studi
menunjukkan
pengendalian terhadap kondisi penyerta ini dapat meningkatkan fungsi hati yang dinilai dari hasil pemeriksaan darah dan gambaran
biopsi hati. Saat ini, pengobatan
yang
dilakukan lebih dikhususkan untuk penurunan berat badan melalui modifikasi diet dan olah
raga teratur. Terapi diet dan olah
raga
sebaiknya di bawah pengawasan para ahli yang terlatih, terutama untuk terapi diet.
Sampai sekarang, modalitas pengobatan yang terbukti baik masih terbatas. Belum ada terapi yang secara universal dapat dikatakan efektif. Strategi pengobatan cenderung dilakukan dengan pendekatan empiris karena patogenesis penyakit juga belum begitu jelas diketahui.
Penelitian terhadap terapi medikamentosa steatohepatitis nonalkoholik yang telah dipublikasikan sebagian besar merupakan uji klinik tanpa kontrol. Penelitian yang menggunakan kontrol umumnya dilakukan terhadap pasien dengan jumlah kecil atau bervariasi dalam menentukan kriteria steatohepatitis dan parameter keberhasilan. Oleh karena itu, pengobatan lebih ditujukan pada tindakan untuk mengontrol faktor risiko,
seperti memperbaiki resistensi insulin dan mengurangi asupan asam lemak ke hati, selanjutnya baru pemakaian obat yang dianggap memiliki potensi hepatoprotektor. Beberapa obat yang dapat digunakan dalam tata laksana NASH antara lain, antidiabetik
dan insulin sensitizer,
antidislipidemia, antioksidan, dan hepatoprotektor. Metfurmin meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan menurunkan produksi glukosa hati sehingga terjadi penghambatan TNF-u dan perbaikan insulin. Thiazolidinediones adalah obat antidiabetik yang bekerja sebagai ligan untuk PPRAy dan memperbaiki sensitivitas insulin pada jaringan adipose serta terlibat dalam metabolisme glucose dan lipid dengan aksi atiinflamasi dan antifibrotik. Thiazolidinedione adalah antidiabetik kelas baru yang mempunyai modalitas pengobatan untuk NASH.Pioglitazone agonis PPRAy mencegah aktivasi stelata hepatic in vitro,
32
pada penderita NASH. Studi
yang
menggunakan gemfribrozil menunjukkan perbaikan ALT dan konsentrasi lipid setelah pemberian obat selama satu bulan, tetapi evaluasi histopatologi tidak dilakukan. Uji klinik terhadap statin jrrga telah dilakukan. Sebuah studi pendahuluan dengan sampel kecil memperlihatkan perbaikan biokimiawi dan histologi pada sekelompok pasien yang mendapat atorvastatin. Sebaliknya, studi lain tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kontrol dan pasien yang menggunakan berbagai jenis statin.
Berdasarkan patogenesisnya, terapi antioksidan diduga berpotensi untuk mencegah progresi steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis. Antioksidan yang pernah dievaluasi sebagai alternative terapi pasien perlemakan hati nonalkoholik antara lain vitamin E (utokoferol), vitamin C, betain, dan Nasetilsistein. Penelitian-penelitian sebelumnya
telah
menunjukkan bahwa vitamin E
menghambat produksi sitokin oleh leukosit.
itu, uji klinik
pada manusia E dengan dosis sampai 300 IU/hari dapat menurunkan konsentrasi TGF-8, memperbaiki inflamasi Sementara
menunjukkan bahwa vitamin
dan fibrosis.
Betain berfungsi sebagai donor metil dalam pembentukan lesitin pada siklus metabolik metionin. Pada sebuah penelitian oleh sebuah kelompok dari Klinik Mayo, betain dengan dosis 20 mg/hari diberikan pada delapan pasien dengan NASH selama 12 bulan. Pascaterapi terlihat perbaikan bermakna pada konsentrasi SGPT, steatosis, aktivitas nekroinflamasi, dan fibrosis.
Salah satu obat yang berfungsi
sebagai
hepatoprotektor adalah ursodeoxycholic acid (UDCA), yangtermasuk dalam golongan asam empedu. UDCA mempunyai banyak potensi, seperti efek imunomodulator, pengatur lipid, dan efek sitoproteksi. Pertama kali digunakan secara empiris pada seorang wanita berusia 66
tahun dengan NASH yang
menunjukkan
normalisasi enzim transaminase setelah terapi UDCA diberikan selama satu tahun. Sebuah penelitian menyatakan dosis UDCA 13-
15 mglkglhari selama satu tahun UN
IVERSITAS PELITA HARAPAN
MEDIGINUS ' vol.
4
No. 7 oktober 2014
- Januari 201s
memperlihatkan perbaikan ALT, fosfatase alkali, g-GT, dan steatosis tetapi tidak ada perbaikan bermakna dalam derajat inflamasi dan fibrosis. Pada studi lain, dosis UDCA 10
mglkglhan selama 6
bulan
asites, ensefalopati, dan gagal hepar memiliki angka survival yang lebih rendah.
KESIMPULAN
dapat
menormalisasi tes fungsi hati. Sedangkan studi yang paling akhir menyatakan dosis 250 mg
NASH adalah suatu kondisi komplikasi dari NAFLD dan sekarang menjadi tantangan
tiga kali sehari selama 6-12 bulan dapat
memperbaiki konsentrasi aminotransferase dan
global karena terkait dengan gaya hidup dan
penanda fibrogenesis.
nutrisi. NASH dapat berprogresi
PROGNOSIS
cirrhosis hepatis, karsinoma hepatoseluler, dan gagal hepar. Patogensis NASH melibatkan adanya gangguan oksidasi dan penyimpanan
asam lemak sehingga melibatkan sel-sel inflamasi. Tidak ada pemeriksaan sederhana yang bisa digunakan untuk mendeteksi NASH, kecuali biopsy hepar. Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati NASH sekarang masih belum mempunyai efek modalitas pengobatan yang pasti. Pengobatan yang paling dianjurkan adalah modifikasi gaya hidup dan aktivitas fisik.
Steatosis sendiri dapat bersifat reversibel
dengan penurunan berat badan
menjadi
dan
penghentian konsumsi alkohol. Steatohepatitis dapat mengalami progresivitas menjadi fibrosis dan sirosis. Steatohepatitis yang
menjadi sirosis, apabila disertai dengan komplikasi perdarahan varises esophagus,
REFERENSI
1.
Chopra
S. Patient Information: Nonalcoholic fatty liver
nonalcoholic
steatohepatitis
(NASH).
disease (NAFLD), including
2014.
Available
at:
http://www.uptodate.com/contents/nonalcoholic-fattlz-liver-disease-nafld-includingnonalcoholic-steatohepatitis. Assessed on December 22, 2014.
2.
Schuppan
D,
Schattenberg
JM. Non-alcoholic
Steatohepatitis: Pathogenesis and novel I: 68-76.
therapeutics approaches. J of Gastroenterology and Hepatolo gy 2013;28 suppl
3.
Sumida
Y, Eguchi Y, Ono M. Current
status and agenda
in the diagnosis of
nonalcoholic
steatohepatitis in Japan. World J Hepatol2010;2 (10):374-383.
4.
Brunt EM, Janney CG, Di Bisceglie AM, Nueschwander-Tetri BA, Bacon BR. Nonalcoholic steatohepatitis: A Proposal for Grading and Staging the Histological Lesions. The American J of Gastroenterology
5.
1999
; 94(9):2467 -247 4.
Nueschwander-Tetri BA, Caldwell SH. Nonalcoholic Steatohepatitis: Summary Single Topic Conference. Hepatology 2003; 37 :5:lZ0Z-IZl9.
6. Dufor JF. Non-alcoholic steatohepatitis.
Orphanet Encyclopedia 2003. Available at:
http : //www .orpha.net/datalpatho/GB/uk-NAS H.pdf 7
.
of an AASLD
.
Das K, Kar P. Non-alcoholic Steatohepatitis. JAPI 2005; 53:195-199.
8.
Sass DA, Chang P, Chopra KB. Nonalcholic Fatty Diseases and Sciences 2005:50: 1 : 171-1 80.
9.
Takaki A, Kawai D, Yamamoto K. Molecular Mechanisms and New Treatment Strategies for Non-Alcoholic Steatohepatitis (NASH). Int J Mol Sci 2014; 15:7352-7379.
Liver Disease: A Clinical Review. Digestive
10. Torres DM, Harrison SA. Diagnosis and Therapy Gastroenterology 2008 ; 1341682- 1 698.
U
NIVERSITAS PELITA HARAPAN
of
Nonalcoholic Steatohepatitis.
33
J
NONALGOHO LIC STEATOH EPATITIS M et al. Pathogenesis and management issue for non-alcoholic fatty liver disease. World J Gastroenterol 2007 ; BQ0:a539-4550.
11. Duvnjak
t2. Thounaojam MC, Jadeja RN, Devkar RV, Ramachandran AV. Non-alcoholic steatohepatitis: an overview including treatments with herbals as alternative therapeutics. J Appl Biomed 2012;10:119-136.
34
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN