Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
PENGARUH PENANGANAN PASCAPANEN TERHADAP KUALITAS MINYAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus)* The effect of post-harvest handling on red fruit (Pandanus conoideus) oil quality Zita L. Sarungallo1)*), Murtiningrum1), Budi Santoso1) dan Mathelda K. Roreng1) 1) Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua (UNIPA), Jl. Gunung Salju Amban Manokwari, Papua Barat. *E-mail:
[email protected]
Abstract The purpose of this research is to know the influence of post-harvest handling on red fruit (Pandanus conoideus) oil from three areas in the District of Manokwari, namely Edewewits (from the orchard of UNIPA), Menja (from Prafi SP 6 District), and Hityom (from Minyambouw district). Red fruit of the area productions extracted using ethyl acetate solvent. Extraction time adapted to the length of the harvest and transportation time of red fruit, which Menja about 4 days, Hityom 3 days, and Edewewits 1 day after harvest. Handling post-harvest influenced the qualities of oil red fruit produced. Handling post-harvest of red fruit from Minyambow Distric (Hityom clone) has a good oil quality with free fatty acid (FFA) 0.85%, Iod number 84.27 g/100 g, and Saponification number 118.2 mg KOH/g. Composition of fatty acid of red fruit oil were dominated by oleic acid (64.45-71.37%), linoleic acid (7,01-13,39%) and palmitic acid (16.79-21.65%), where the highest of polyunsaturated fatty acid (PUFA) content was Hityom clone and followed by Edewewits and Menja. While, the water content of red fruit oil from the three culitivars (2.2-4.4%) is higher than the National Indonesian Standard (SNI) of maximum water content in crude palm oil (0.45%). Post-harvest handling of red fruit during distribution have to get attention for good quality oil produce, i.e. by harvesting in the early afternoon and transported in the morning, as well as packaged in order to be protected from the mechanical damage of the red fruit flesh that can trigger a variety of chemical reactions. Key word: red fruit (Pandanus conoideus), post harvest, free fatty acid, iod number, saponification number and fatty acid composition.
*Telah dipresentasikan pada Seminar Nasional PATPI 2013, 26-29 Agustus 2013 * Sitasi: Sarungallo ZL, Murtiningrum & MK Roreng. 2013. Pengaruh penanganan pascapanen terhadap kualitas minyak buah merah (Pandanus conoideus). Dalam: Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Pangan Indonesia (PATPI), 26-29 Agustus 2013 di Jember, Jawa Timur, Indonesia. Bidang Rekayasa dan Bioteknologi Pangan bagian 2. h 150-160.
Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penanganan pascapanen buah terhadap kualitas minyak buah merah dari 3 (tiga) daerah produksi di Kabupaten Manokwari. Ketiga kultivar buah merah yaitu kultivar Edewewits (kebun percobaan UNIPA, Menja (Distrik Prafi SP 6), and Hityom (Distrik Minyambouw). Buah merah dari sentra produksi diekstrak menggunakan pelarut etil asetat. Waktu ekstraksi disesuaikan dengan lamanya waktu transportasi dan penjualan buah merah yaitu kultivar Menja sekitar 4 hari, sedangkan kultivar Hityom memerlukan 3 hari, dan dibandingkan dengan Edewewits 1 hari setelah panen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penanganan pascapanen sangat mempengaruhi kualitas minyak buah merah yang dihasilkan. Penanganan pascapanen buah sangat mempengaruhi kualitas minyak buah merah yang dihasilkan. Penanganan pascapanen buah merah dari Distrik Minyambow (klon Hityom) menghasilkan kualitas minyak terbaik dengan kadar ALB, bilangan Iod dan penyabunan minyak buah merah berturut-turut 0,85%, 84,27 g/100 g, dan 116,99 mg KOH/g, sedangkan dari Distrik SP 6 Prafi (klon Menja) menghasilkan minyak kualitas terendah. Komposisi asam lemak minyak buah merah didominasi oleat (64,45-71,37%), linoleat (7,0113,39%) dan asam palmitat (16,79-21,65%), dimana kandungan PUFA tertinggi adalah Hityom diikuti oleh Edewewits dan Menja. Sedangkan kadar air minyak buah merah dari ke-3 klon 2,24,4%, lebih tinggi dari standar SNI kadar air maksimum untuk minyak sawit (0,45%). Penanganan pascapanen selama distribusi buah merah perlu mendapat perhatian agar kualitas minyak tetap terjaga, yaitu dengan melakukan pemanenan pada sore hari dan ditransportasikan pada pagi hari, serta dikemas dengan baik agar terhidar dari kerusakan mekanis dan menyebabkan rusaknya sel daging buah merah yang dapat memicu berbagai reaksi kimia dan menurunkan kualitas minyak yang dihasilkan. Kata kunci: buah merah (Pandanus conoideus), pasca panen, asam lemak bebas, bilangan iod, bilangan penyabunan dan komposisi asam lemak PENDAHULUAN Tanaman buah merah (Pandanus conoideus) tersebar hampir di seluruh wilayah Papua dan Papua Barat, namun penyebaran yang paling dominan, yaitu di sekitar Pegunungan Jayawijaya, Jayapura, Manokwari, Nabire, Timika, dan Ayamaru-Sorong (Budi dan Paimin 2004), namun produsen minyak buah merah sangat terbatas terutama di daerah perkotaan. Distribusi dan transportasi buah merah dari sentra produksi buah menuju ke pusat produsen minyak buah merah di daerah perkotaan menjadi masalah. Masalah ini dapat disebabkan karena sarana transportasi yang terbatas juga karena karakteristik buah yang sangat mudah rusak karena mengandung kadar air yang tinggi yaitu sekitar 40-53% (Murtiningrum et al. 2012), dan setelah panen masih melakukan aktivitas fisiologis, sehingga menuntut penanganan khusus agar susut bobot dan susut kualitas dapat dihindari. Buah merah yang telah matang memiliki tekstur daging buah yang lunak sehingga mudah memar jika saat panen langsung jatuh ke tanah atau terbentur pada benda keras lainnya. Adanya luka, retak atau rontoknya buah dari tandan kelapa sawit akan memicu terjadinya hidrolisis minyak oleh enzim lipase menghasilkan asam lemak bebas (ALB), yang bertanggung jawab terhadap perkembangan flavor tengik yang tidak dikehendaki (hydrolytic rancidity) (Ketaren 1986). Disamping itu buah merah mengandung asam lemak tidak jenuh, karoten dan tokoferol (Murtiningrum et al. 2005) yang bersifat sangat rentan terhadap kerusakan, baik oleh panas maupun oksidasi udara dan cahaya, sehingga menurunkan kualitas minyak buah merah yang dihasilkan. Penanganan yang tidak optimal selain disebabkan oleh fasilitas yang kurang memadai, juga karena kurangnya pengetahuan penanganan pasca panen baik oleh petani maupun
Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
produsen minyak buah merah. Untuk dapat ditangani dengan baik maka penting adanya pemahaman tentang karakteristik perubahan kualitas minyak yang dihasilkan buah merah setelah panen dan ditransporasikan ke produsen dari 3 lokasi budidaya di Kabupaten Manokwari yaitu Distrik Minyambouw (dataran tinggi), SP6 Prafi (dataran rendah) dan Kebun Percobaan Universitas Negeri Papua (dataran rendah). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penanganan pascapanen buah terhadap kualitas minyak buah merah dari 3 (tiga) daerah produksi. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan utama dalam penelitian ini adalah 3 klon buah merah yang berasal dari 3 daerah produksi yaitu: 1). klon Edewewits yang dibudidaya di kebun percobaan Universitas Negeri Papua (UNIPA), 2). klon Menja dari Distrik Prafi SP 6 (±40 km dari kota Manokwari), dan 3). klon Hityom dari Distrik Minyambouw (±150 km dari kota Manokwari). Ekstraksi minyak buah merah menggunakan pelarut etil asetat (Pro Analysis). Sedangkan bahan-bahan kimia untuk analisis kualitas yaitu kadar asam lemak bebas (ALB), bilangan Iod, bilangan penyabunan dan komposisi asam lemak minyak buah merah dengan kualitas Pro Analysis. Peralatan yang digunakan antara lain timbangan analitik, hot plate, water bath, pendingin balik, evaporator, shaker, alat titrasi, spektrofotometer, kromatografi gas dan peralatan gelas. Metode Penelitian Ekstraksi Minyak Buah Merah Buah merah yang diperoleh dari setiap sentra produksi dipipil dan diekstrak dengan etil asetat dengan rasio buah dan pelarut 1:2, dimaserasi selama 12 jam, lalu disaring dengan kertas saring Whatman 40. Selanjutnya dilakukan pemisahan pelarut etil asetat dari minyak dengan menggunakan evaporator pada suhu 40oC. Minyak yang dihasilkan dikemas dalam botol gelap dan disimpan dalam refrigerator sampai dianalisa. Waktu ekstraksi disesuaikan dengan lamanya waktu transportasi dan penjualan buah merah yaitu klon Menja (Prafi SP6) ±4 hari, sedangkan klon Hityom (Minyambouw) memerlukan waktu ±3 hari. Kadar Air Penentuan kadar air didasarkan pada metode oven AOAC 926.12 (1995). Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 ± 0.2 gram contoh dimasukkan dalam cawan, cawan beserta isinya ditempatkan di dalam oven selama 6 jam sampai diperoleh berat yang tetap. Perhitungan kadar air menggunakan Persamaan 1. Kadar air (%) =
m1 – m2 m2
x 100 %
…………………………(1)
Keterangan : m1 = berat contoh m2 = berat contoh setelah pengeringan
Kadar asam lemak bebas (ALB) Penentuan kadar ALB dilakukan berdasarkan metode titrasi AOCS Ca 5a-40 (2003). Sebanyak 7.05 gram contoh dilarutkan dalam 50 ml alkohol 95% netral, dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk, lalu ditambahkan 3-5 tetes indikator PP 1 %. Setelah itu dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap. ALB dinyatakan sebagai persen asam lemak, dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan Persamaan 2.
Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
Kadar ALB (%) =
MxVxT 10 m
…………………….(2)
Keterangan : M = Bobot molekul asam lemak (282 sebagai asam oleat) V = Volume NaOH yang diperlukan dalam peniteran (ml) T = Normalitas NaOH m = Bobot contoh dalam gram
Bilangan Penyabunan Penentuan bilangan penyabunan dilakukan berdasarkan metode titrasi AOAC 920.160 (1995). Sebanyak 2 gram contoh ditambahkan 25 ml KOH alkohol 0.5 N dan beberapa butir batu didih, hubungkan erlenmeyer dengan pendingin tegak dan didihkan di atas penangas air selama 30 menit. Didinginkan dan ditambahkan 0,5-1 ml fenolftalein ke dalam larutan tersebut dan titer dengan HCl 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi bening. Bilangan penyabunan dihitung dengan Persamaan 3. Bilangan Penyabunan mg KOH/g) =
56.1 x T x (Vo-V1) m
…………………..(3)
Keterangan : T = Normalitas HCl 0.5 N Vo = Volume HCl 0.5 N blanko V1 = Volume HCl 0.5 N contoh m = Bobot contoh (gram) 56.1 = BM KOH
Bilangan Iod Penentuan bilangan iod dilakukan berdasarkan metode Wijs AOAC 920.159 (1995). Contoh minyak sebanyak 0,5 gram dalam erlenmeyer 500 ml, ditambahkan 20 ml larutan kloroform, 25 ml larutan Wijs, kemudian dicampur merata dan disimpan dalam ruang gelap selama 30 menit pada suhu 25 ± 5oC. Selanjutnya ditambahkan 20 ml larutan KI 15 % dan 100 ml aquades yang sudah dididihkan dan didinginkan, lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N sampai larutan berwarna kekuningan. Setelah itu ditambahkan indikator pati dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa minyak. Bilangan iod dinyatakan sebagai gram Iod yang diserap per 100 gram minyak menggunakan Persamaan 4. Bilangan Iod (g/100 g) = Keterangan:
12.69 x T(Vo-V1) M
……………………..(4)
T = Normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0.1 N V0 = Volume larutan tio 0.1 N blanko V1 = Volume larutan tio 0.1 N contoh 12.69 = Berat atom iod M = Berat sampel (gram)
Komposisi Asam Lemak (AOAC 1999) Contoh minyak ditimbang 0,025 g, kemudian ditambahkan standar internal (asam margarat, C17) 1 mg yang dilarutkan dalam 10 ml heksan, ditambahkan 1,5 ml NaOH dalam metanol 0,5N dan dihembuskan gas N2. Contoh dipanaskan selama 5 menit dalam waterbath dengan suhu 95 oC dan didinginkan. Selanjutnya ditambahkan 2 ml BF3-metanol 14%, divortek dan dihembuskan dengan gas N2, dan dipanaskan (95 oC) 30 menit. Setelah didinginkan ditambahkan 1,5 ml n-heksan, ditambahkan 3 ml NaCl jenuh, dan dibiarkan terpisah menjadi dua fase. Lapisan atas (asam lemak dalam heksan) ditampung dalam vial berisi Na2SO4 anhydrous. Sebelum dilakukan penyuntikan, gas kromatografi dikondisikan dengan mengatur suhu injector diatur pada suhu 225 oC, suhu detektor 225 oC, dan suhu kolom 100 oC dengan tekanan gas helium 1 kg/cm2. Detector dinyalakan dengan tekanan udara dan tekanan hidrogen masing-
Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
masing 0.5 kg/cm2. Suhu diprogram pada 120 oC selama 6 menit kemudian dinaikkan secara gradient linier dengan kecepatan kenaikan suhu 3 oC/menit sampai 230 oC dan dipertahankan 20 menit. Pengkondisian selesai saat base line yang terbentuk lurus. Selanjutnya disuntikkan standar eksternal FAME Mix C8-C22 dan contoh yang akan dianalisa sebanyak 20 μl. Kromatogram yang diperoleh dari hasil analisa asam lemak diidentifikasi dengan membandingkan dengan kromatogram standar eksternal. Kemudian dihitung respon faktor (RF) dari setiap asam lemak pada standar eksternal dengan Persamaan 5 dan kadar asam lemak dihitung dengan Persamaan 6. RF Asam lemak = Asam lemak (mg AL/g contoh) =
area C17 mg C17
x
mg C17 g minyak
mg asam lemak area asam lemak …….…..(5) x RF x
area asam lemak area C17
…….…..(6)
Analisis Data Data hasil pengamatan karakteristik kimia, profil lemak, total fenol dan tokoferol minyak buah merah ditabulasi dan dibahas secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada umumnya setelah panen buah merah mengalami kerusakan mekanis dan kerusakan fisik. Tinggi tanaman buah merah dari klon Menja (SP6 Prafi) dan Edewewit (kebun UNIPA Manokwari) ±3 meter, sedangkan Hityom (Minyambouw) ±4-6 meter, sehingga pemanenan dilakukan dengan menggunakan galah dari kayu, sehingga peluang untuk jatuh dan terjadinya kerusakan mekanik sangat besar. Kerusakan ini mengakibatkan luka, memar, goresan, retak atau pecah, pada buah merahsehingga dapat mempercepat kehilangan air, mempermudah terinfeksi jamur, dan merangsang dihasilkannya karbondioksida dan etilen. Kerusakan ini merupakan penyebab awal kerusakan buah sehingga harus dicegah sejak awal. Hasil analisis sifat kimia minyak buah merah tersebut disajikan pada Tabel 1, yang dibandingkan dengan buah merah (klon Edewewits) yang dibudidaya di kebun UNIPA dan dipanen pada tingkat kematangan yang tepat sebagai pembanding. Kadar air Kadar air minyak buah merah dari ke-3 klon yang diekstrak pada waktu yang berbeda dengan menggunakan pelarut etil asetat berkisar antara 2,2-4,4% (Tabel 1). Kadar air minyak buah merah yang dihasilkan dalam kajian ini lebih tinggi dari standar kadar air maksimum CPO sebesar 0,45% (SNI 01-2901-1992) ataupun berdasarkan standarisasi kadar air minyak buah merah yang dilakukan Aprianita et al. (2008) yang berkisar 0,22-0,74%. Kadar air buah merah segar berkisar 40-53% basis basah (Murtiningrum et al. 2012). Oleh karena itu kadar air minyak dapat dipengaruhi oleh kadar air buah merah dan cara ekstraksinya.
Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
Tabel 1. Sifat kimia minyak 3 klon buah merah dari 3 sentra produksi Sifat Kimia minyak Kadar air (%) ALB (%) Bilangan Iod (g/100 g) Bilangan Penyabunan (mg KOH/g)
Menja / SP6 Prafi/4 hari 3,88±1,09 4,58±0,51 76,34±0,07 51,74±0,83
Klon buah merah/tempat dibudidaya/ waktu ekstraksi setelah panen Hityom / Edewewits/ Minyambow/3 hari kebun UNIPA Mkw/1 hari 2,21±0,76 4,43±0,048 0,85±0,09 0,59±0,07 84,27±0,34 79,17±0,62 118,2±1,64
83,91±2,12
Kadar air sangat penting dalam menentukan kualitas minyak karena bila air yang terkandung dalam minyak berlebih akan menyebabkan kerusakan minyak secara hidrolisis, yang kemudian akan meningkatkan kadar asam lemak bebas (Ketaren 1986). Bockisch (1998) menjelaskan pula bahwa serangan hidrolitik dapat menyebabkan masalah selama penyimpanan dan transportasi minyak, karena pada kondisi yang buruk mikroorganisme dan enzim menjadi aktif dan asam-asam lemak sangat mudah terurai menjadi rantai pendek yang menghasilkan flavor dan bau tengik, dan menurunkan mutu minyak. Oleh karena itu sangat disarankan untuk menurunkan kadar air minyak buah merah setelah ekstraksi. Asam lemak bebas Kadar asam lemak bebas (ALB) merupakan salah satu parameter kualitas yang paling penting dalam industi minyak makan yang mengindikasikan tingkat kerusakan minyak. ALB menunjukkan persentase asam lemak bebas (asam oleat) dalam minyak buah merah, yang menandakan terjadinya hidrolisis asam lemak yang menyebabkan terputusnya ikatan ester antara asam lemak dan gliserol sehingga melepaskan asam lemak bebas (ALB) karena pemanasan suhu tinggi dan adanya air maupun karena keberadaan lipase (Henderson and Osborne 1991; Ngando et al. 2006). Data pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa kadar ALB (sebagai asam oleat) dari ekstrak minyak buah merah dari ke-3 sentra berkisar 0,59-4,6%. Standar mutu ALB maksimal crude palm oil (CPO) berdasarkan SNI 01-2901-1992 adalah 5% (sebagai asam palmitat), sehingga kadar ALB minyak buah merah ini masih berada pada kisaran tersebut. Kadar ALB minyak buah merah klon Menja asal SP6 Prafi paling tinggi (Tabel 1) karena waktu panen dilakukan pada siang hari dan ditransportasikan ke pasar Manokwari juga pada siang hari dengan kondisi suhu lingkungan cukup yang tinggi (27-30 oC). Disamping itu selama penyimpanannya (sebelum terjual) pada suhu kamar selama 4 hari dapat meningkatkan aktivitas enzim lipase yang menghidrolisis lemak buah merah menghasilkan ALB yang cukup tinggi. Aktivitas lipase juga semakin meningkat dengan rusaknya sel buah dan kontak dengan udara. Rusaknya sel daging buah merah juga dapat terjadi melalui benturan/tumbukan dan gesekan antar buah selama tranportasi, sehingga diperlukan wadah atau kemasan yang tepat. Klon Hityom dari Distrik Minyambow (dataran tinggi dengan ketinggian 1319 meter dpl dan suhu 12-15 oC) ditransportasikan ke Pasar Manokwari pada pagi hari dimana suhu lingkungan masih rendah sehingga aktivitas enzim lipase maupun reaksi hidrolisis tidak terjadi selama 3 hari penyimpanan pada suhu kamar sehingga, relatif sama dengan klon Edewewits yang dipanen pada sore hari dan paginya langsung diekstrak. Data ALB tersebut juga mengindikasikan pula bahwa setiap klon memiliki ketahanan terhadap aktivitas lipase dan reaksi hidrolisis yang berbeda. Reaksi tersebut dapat terjadi selama pemanenan, penanganan pascapanen maupun selama ekstraksi minyak, yang dapat dipicu dengan adanya air dan enzim lipase dalam produk. Mounts dan List (1996), menambahkan pula
Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
bahwa ALB minyak dapat juga berasal dari asam-asam organik rantai pendek yang berasal dari pecahan peroksida hasil reaksi oksidasi. Dengan demikian adanya ALB dalam produk dapat meningkatkan sensitivitas produk terhadap oksidasi. Saad et al. (2006) melaporkan pula bahwa lipase berperan dalam meningkatkan ALB minyak sawit kasar dengan kisaran 2,3-6,7%. Untuk meminimalisasi aktvitas lipase, direkomedasikan agar penanganan buah merah setelah panen dan selama distribusi harus diperhatikan, yaitu pemanenan pada sore hari, ditransportasikan pada pagi hari, dengan pengemasan yang memadai agar tidak terjadi benturan. Kadar ALB buah merah juga dapat dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah dan jenis klon/klon (genetik). Murtiningrum et al. (2010) melaporkan bahwa kadar ALB minyak 3 klon buah merah yaitu klon Edewewits dan Memeri berkisar 0,7-2,8% tidak berbeda nyata antara setiap fase kematangan buah, sedangkan Monsor cenderung meningkat dari 1,75% pada fase muda menjadi 3,0% pada fase lewat matang. Dag et al. (2011) juga melaporkan bahwa persentase ALB minyak zaitun klon “Barnea” meningkat 0,1-0,25% selama musim pemanenan. Sedangkan cultivar “Sauri” yang dipanen dibawah indeks kematangan 3,2% (sesuai standar International Olive Oil Council (ICO) untuk minyak virgin zaitun), namun pada lewat indeks kematangan meningkat menjadi 4,5%. Berdasarkan standarisasi yang dilakukan Aprianita et al. (2008) ALB minyak buah merah berkisar 0,17-0,29%. Dengan demikian untuk mencapai standar ALB tersebut, maka dalam pengolahan selanjutnya minyak buah merah perlu dimurnikan. Bilangan Iod Bilangan Iod menyatakan derajat ketidakjenuhan atau jumlah ikatan rangkap lemak. Kandungan asam lemak tidak jenuh minyak sangat mudah teroksidasi dan terdegradasi sehingga menurunkan bilangan iod (Gunstone and Norris, 1983; Bockisch 1998). Bilangan Iod minyak dari ketiga klon buah merah berkisar 76,3-84,3 g/100 g (Tabel 1). Klon Hityom (dari dataran tinggi) memiliki bilangan Iod tertinggi, yang menunjukkan bahwa selama pemanenan dan transportasi yang dilakukan pada pagi hari, reaksi hidrolisis maupun oksidasi lemak buah dapat diminimalisasi. Sementara bilangan Iod klon Menja asal SP6 Prafi paling rendah, diduga karena lemak buah mengalami hidrolisis dan oksidasi selama panen dan transportasi pada siang hari. Bilang Iod dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan laporan Murtiningrum (2010) bahwa bilangan iod dari 3 klon buah merah berkisar 58-65,3 g/100 g. Sementara berdasarkan standarisasi minyak buah merah yang dilakukan Aprianita et al. (2008) bilangan Iod minyak buah merah berkisar 74,9-78,3 g/100 g. Bilangan iod buah merah lebih tinggi dibandingkan minyak sawit yaitu sebesar 45,6 g/100g (Bora et al., 2003). Sarungallo et al. (2009) melaporkan bahwa bilangan iod minyak buah merah klon Monsmir (asal Distrik Merdey, Kabupaten Teluk Bintuni) sebesar 18,24 g/100g meningkat menjadi 106,3 g/100g setelah di-degumming. Perbedaan bilangan iod dapat disebabkan oleh jenis klon/klon, tingkat kematangan dan kemurnian minyak.
Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
Bilangan penyabunan Bilangan penyabunan bermanfaat untuk memperkirakan jenis triasilgliserol dalam minyak berdasarkan rata-rata berat molekul asam lemaknya. Ester gliserol mengandung asam lemak rantai pendek memiliki bilangan penyabunan yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak rantai panjang (O’Brien, 2002). Minyak dengan berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi dari minyak dengan berat molekul tinggi (Ketaren, 1986). Bilangan penyabunan minyak buah merah bervariasi antara 51,7-118,2 mg KOH/g, dimana yang tertinggi adalah klon Hityom dan terendah klon Menja (Tabel 1). Tingginya bilangan penyabunan pada klon Hityom dikontribusi oleh banyaknya asam lemak tidak jenuh dengan berat molekul rendah yang diindikasikan dengan tingginya bilangan Iod, sedangkan pada klon Edewewits dan Menja selain memiliki bilangan Iod yang lebih rendah, juga dapat disebabkan karena mengandung gum (fosfatida) yang berberat molekul yang cukup tinggi (±20.000 dalton), sehingga berkontribusi terhadap rendahnya bilangan penyabunan minyak buah merah. Bilangan penyabunan minyak buah merah dalam kajian ini lebih tinggi dibandingkan laporan Murtiningrum (2010) yang berkisar 61-88 mg KOH/g, namun lebih rendah dari minyak sawit yaitu 183,8 mg KOH/g (Bora et al. 2003). Sarungallo et al. (2009) melaporkan bahwa bilangan penyabunan minyak buah merah klon Monsmir (asal Merdey) 62,50 mg KOH/g menjadi 209,80 mg KOH/g setelah dimurnikan melalui proses degumming. Menurut O’Brien (2002), umumnya minyak yang tergolong linoleat dan linolenat memiliki bilangan penyabunan 180-200. Aprianita et al. (2008) menyatakan pula bahwa standarisasi minyak buah merah untuk bilangan penyabunan berkisar 221-230 mg KOH/g. Dengan demikian pemurnian minyak buah merah setelah ekstraksi perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitasnya. Hasil ini juga mengindikasikan bahwa perbedaan jenis klon dapat mempengaruhi bilangan penyabunan minyak buah merah, disamping penanganan pascapanen (waktu panen), waktu ekstraksi dan pemurnian minyak. Komposisi asam lemak Salah satu kriteria untuk menentukan kualitas lemak adalah kandungan asam lemak esensial seperti linoleat dan linolenat yang tergolong polyunsaturated fatty acid (PUFA). Sejak manusia membutuhkan asam lemak tersebut dalam konsumsinya untuk mencegah kekurangan asam lemak tersebut dan beberapa penyakit seperti luka kulit, pertumbuhan rambut lambat dan laju pertumbuhan rendah (Kinsella, 1987). Komposisi asam lemak dari ketiga klon buah merah didominasi oleh asam lemak tidak jenuh (ALTJ) yaitu asam oleat (C18:1) 64,45-71,37% dan linoleat (C18:2) 7,01-13,39%, serta asam lemak jenuh (ALJ) yaitu asam palmitat (C16:0) 16,79-21,65% (Tabel 2). Total ALJ tertinggi dimiliki klon Edewewits (24,8%) dan terendah pada klon Hityom (18,95%); sebaliknya total ALTJ tertinggi dimiliki Hityom (80,8%) dan terendah pada Edewewits (74,9%). Hasil ini sejalan dengan Bilangan Iod-nya (Tabel 1).
Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak 3 klon buah merah dari 3 sentra produksi
Asam lemak jenuh (ALJ)
MUFA* Asam lemak tidak jenuh (ALTJ)
PUFA**
C10 C12 C14 C16 C18 C20 C22 C24 Total C16:1 C18:1 C20:1 Total C18:2 C18:3 C20:2 Total
Total Unknown Total asam lemak
Menja / SP6 Prafi/4 hari 0,09 0,33 0,18 16,79 1,81 0,13 0,03 0,00 19,35 0,46 71,37 0,29 72,12 7,01 1,02 0,15 8,18 80,31 0,34 99,66
Hityom / Minyambow/3 hari 0,04 0,11 0,10 17,22 1,32 0,11 0,01 0,03 18,95 0,65 65,48 0,20 66,32 13,29 1,01 0,14 14,44 80,76 0,29 99,71
Edewewits/ kebun UNIPA Mkw/1 hari 0,06 0,22 0,15 21,65 2,46 0,21 0,04 0,02 24,82 1,05 64,45 0,15 65,65 7,96 1,11 0,14 9,21 74,85 0,32 99,69
*MUFA : monounsaturated fatty acid **PUFA : polyunsaturated fatty acid
Tingginya total ALTJ minyak buah merah selain sebagai sumber nutrisi yang menyehatkan, juga dapat mengindikasikan bahwa penanganan pascapanen telah dilakukan dengan baik jika ALTJ belum teroksidasi. Penanganan pascapanen yang buruk dapat memicu terjadinya reaksi hidrolisis dan oksidasi lemak menyebabkan degradasi lemak khususnya ALTJ yang menurunkan bilangan Iodnya (Tabel 1), seperti yang ditunjukkan klon Menja, yang terpapar dengan udara panas selama transportasi dari kebun petani menuju pasar. Atinafu dan Bedemo (2011) menjelaskan bahwa reaksi oksidasi lebih mudah terjadi pada ALTJ membentuk peroksida akibat putusnya ikatan rangkap asam lemak membentuk molekul yang lebih kecil seperti aldehid, keton, alkohol dan asam organik rantai pendek. Dalam hal ini bilangan Iod yang tinggi (Klon Hityom) mengindikasikan kualitas minyak yang lebih baik. Walaupun demikian stabilitas oksidasi ekstrak minyak buah merah juga dapat dipengaruhi oleh kandungan komponen aktifnya seperti β-karoten sebesar 123 ppm (Murtiningrum et al. 2005) dan α-tokoferol 212 ppm (Surono et al. 2008). Kedua komponen tersebut tergolong antioksidan yang akan teroksidasi lebih dahulu sebelum komponen asam lemaknya. Karabulut (2010) melaporkan kajian oksidasi triasilgliserol yang difortifikasi dengan α-tokoferol, β-karoten dan askorbil palmitat pada 60°C, dimana αtokoferol merupakan antioksidan yang paling aktif. Selanjutnya Zeb dan Murkovic (2011) melaporkan bahwa β-karoten minyak jagung terdegradasi lebih dahulu sebelum terjadi oksidasi triasilgliserida. Perbedaan komposisi asam lemak juga dapat dipengaruhi oleh jenis klon dan tingkat kematangan buah. Murtiningrum et al. (2010) melaporkan bahwa asam lemak tidak jenuh ekstrak minyak klon Monsor menurun dengan semakin matangnya buah, sebaliknya asam lemak tidak
Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
jenuh ekstrak minyak dari klon Memeri dan Edewewits meningkat dengan semakin matangnya buah. Sedangkan jumlah asam lemak tidak jenuh dari ekstrak minyak klon Monsor cenderung menurun, sedangkan pada klon Memeri dan Edewewits cenderung meningkat. Ditambahkan pula bahwa penurunan asam lemak tidak jenuh merupakan indikator terjadinya reaksi oksidasi lipid didalam drupa selama perkembangan buah menjadi matang, dan sebaliknya peningkatan asam lemak tidak jenuh sebagai indikator tidak terjadi reaksi oksidasi lipid. Namun dalam kajian ini tidak dibandingkan dengan komposisi asam lemak dari buah segarnya. Dag et al. (2011) melaporkan pula bahwa asam palmitat, asam lemak jenuh utama dalam minyak zaitun, menurun dari 15,6% menjadi 12,7% dengan meningkatnya indeks kematangan buah, kadar oleatnya juga cenderung agak menurun selama pematangan yaitu dari 65% menjadi 61%. KESIMPULAN DAN SARAN Penanganan pascapanen buah sangat mempengaruhi kualitas minyak buah merah yang dihasilkan. Penanganan pascapanen buah merah dari Distrik Minyambow (klon Hityom) menghasilkan kualitas minyak terbaik dengan kadar ALB, bilangan Iod dan penyabunan minyak buah merah berturut-turut 0,85%, 84,27 g/100 g, dan 116,99 mg KOH/g, sedangkan dari Distrik SP 6 Prafi (klon Menja) menghasilkan minyak kualitas terendah. Komposisi asam lemak minyak buah merah didominasi oleat (64,45-71,37%), linoleat (7,01-13,39%) dan asam palmitat (16,7921,65%), dimana kandungan PUFA tertinggi adalah Hityom diikuti oleh Edewewits dan Menja. Sedangkan kadar air minyak buah merah dari ke-3 klon 2,2-4,4%, lebih tinggi dari standar SNI kadar air maksimum untuk minyak sawit (0,45%). Penanganan pascapanen selama distribusi buah merah perlu mendapat perhatian agar kualitas minyaknya tetap terjaga, yaitu dengan cara melakukan pemanenan pada sore hari dan ditransportasikan pada pagi hari, serta dikemas dengan baik agar terhidar dari kerusakan mekanis dan menyebabkan rusaknya sel daging buah merah yang dapat memicu berbagai reaksi kimia dan menurunkan kualitas minyak yang dihasilkan. Pemurnian minyak buah merah setelah ekstraksi sangat perlu dilakukan untuk memperoleh minyak buah merah yang stabil dan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk minyak yang dikonsumsi. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih kepada Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas bantuan dana yang diberikan melalui Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional, dengan Nomor Kontrak No. 546/SP2H/PP/DP2M/VII/2010 tanggal 24 Juli 2010. Terima kasih kepada Rossa M.M. Latumahina, STP atas bantuannya dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Analytical Chemists, Washington D.C. AOCS. 2003. Official Methods and Recommended Practices of the AOCS. Fifth edition. AOCS. USA. Aprianita N, Pohan HG, Wijaya H, Rohima. 2009. Kajian Teknis Standar Minyak Buah Merah. www.bbia.go.id/bbia/php/?Page=.../cp/aef/ditail-al.phpdanid=11. [06 Februari 2009]. Atinafu DG, Bedemo B. 2011. Estimation of Total Free Fatty Acid and Cholesterol Content in Some Commercial Edible Oils in Ethiopia, Bahir DAR. J. Cer. Oil Seeds 2(6): 71-76. Basiron Y. 2005. Palm Oil. In: Shahidi F. (Ed). Edible Oil and Fat Products: Edible Oils. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition Volume 2. John Wiley & Sons, Inc., Publication. New Jersey. Bockisch M. 1998. Fats and Oils Handbook. AOCS Press.Champaign, Illinois.
Oral
Prosiding Semnas PATPI 2013, ISBN: 978-602-9030-49-5
Bora PS, Rocha RVM, Narain N, Moreira-Monteiro AC, Moreira RA. 2003. Characterization of principal nutritional components of Brazilian oil palm (Eliaes guineensis) fruits. Bioresource Technol 87:1–5. Budi IM, Paimin FR. 2004. Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta. Dag A, Keremb Z, Yogevb N, Zipori I, Laveec S, Ben-David E. 2011. Influence of time of harvest and maturity index on olive oil yield and quality. Sci. Hort. 127:358–366. doi:10.1016/j.scienta.2010.11.008. Gunstone, FD, Norris FA. 1983. Lipids in Food Chemistry, Biochemistry and Technology. Pergamon Press. New York. Henderson J, Osborne DJ. 1991. Lipase activity in ripening and mature fruit of the oil palm. Stability in vivo and in vitro. Phytochem 30: 1073-1078. Karabulut I. 2010. Effects of α-tocopherol, β-carotene and ascorbyl palmitate on oxidative stability of butter oil triacylglycerols. Food Chem 123: 622−627. Kinsell JE. 1987. Seafoods and fish oil in human health and desease. Marcel Dekker Inc. New York and Basel. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta Mounts TL, List GR. 1996. Storage, Stability, and Transport of Fats and Oils. In: Hui, Y.H. (Editor). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. John Wiley & Sons., New York. Murtiningrum, Ketaren S, Suprihatin, Kaseno. 2005. Ekstraksi minyak dengan metode wet rendering dari buah pandan (Pandanus conoideus L). J. Teknol. Industri Pertanian 15(1): 28-33. Murtiningrum, Santoso B, Sarungallo ZL. 2010. Kajian Teknologi Pasca Panen Buah Merah Untuk Meningkatkan Kualitas Produk Minyak Buah Merah Sebagai Sumber Antioksidan Alami [Laporan Penelitian Strategis Nasional-Dikti Tahun ke-1]. Manokwari: Universitas Negeri Papua. Murtiningrum, Sarungallo ZL, Mawikere LN. 2012. The Exploration and Diversity of Red Fruit (Pandanus conoideus L) from Papua Based on its Physical Characteristics and Chemical Composition. Biodiversitas 13(3): 124-129. Ngando EGF, Dhouib R, Carriere F, Zollo PHA, Arondel V. 2006. Assaying lipase activity from oil palm fruit (Elaeis guineensis Jacq.) mesocarp. Plant Physiol. Biochem 44: 611-617. O’Brien RD. 2002. Cottonseed oil. In: Gunstone FD. (Editor). Vegetable Oils In Food Technology (composition, properties and uses). Blackwell Publishing. CRC Press. Canada. Saad B, Ling CW, Jab MS, Lim BP, Ali ASM, Wai WT. 2006. Determination of free fatty acids in palm oil samples using non-aqueous flow injection titrimetric method. Food Chem 102: 1407-1414. Sanders TH. 2002. Groundnut (peanut) oil. In: F.D. Gunstone (Editor). Vegetable Oils In Food Technology (composition, properties and uses). Blackwell Publishing. CRC Press. Canada. Sarungallo ZL, Murtiningrum, Paiki SNP. 2009. Sifat Fisikokimia Minyak Kasar dan Hasil Degumming dari Buah Merah (Pandanus conoideus L.) yang diekstrak secara Tradisional Merdey. J. Agrotek 1: 9-15. SNI 01-2901-1992. 1992. Minyak Kelapa Sawit. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Zeb A, Murkovic M. 2011. Determination of thermal oxidation and oxidation products of βcarotene in corn oil triacylglycerols. Food Research Int doi:10.1016/j.foodres.2011.02.039