TINGKAT PENGETAHUAN PEMILIK KUCING DI KOTA BOGOR TERHADAP KESEJAHTERAAN HEWAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN KONDISI KESEHATAN SERTA MANAJEMEN PEMELIHARAANNYA
FATHIA MUTIARA ZAHRA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Pengetahuan Pemilik Kucing di Kota Bogor terhadap Kesejahteraan Hewan dan Keterkaitannya dengan Kondisi Kesehatan serta Manajemen Pemeliharaannya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Fathia Mutiara Zahra NIM B04110118
ABSTRAK FATHIA MUTIARA ZAHRA. 2015. Tingkat Pengetahuan Pemilik Kucing di Kota Bogor terhadap Kesejahteraan Hewan dan Keterkaitannya dengan Kondisi Kesehatan serta Manajemen Pemeliharaannya. Dibimbing oleh FADJAR SATRIJA. Memelihara hewan peliharaan merupakan salah satu bentuk hobi yang sangat digemari oleh masyarakat sekarang ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat pengetahuan pemilik kucing di Kota Bogor terhadap kesejahteraan hewan dan hubungannya dengan kondisi kesehatan, manajemen pemeliharaan, serta manajemen kesehatan kucing peliharaannya. Data diambil dengan menggunakan kuesioner kepada 50 responden dari lima kelurahan di Kota Bogor mulai dari bulan April 2014 hingga bulan September 2014. Pemilihan kelurahan dan responden dilakukan secara purposif. Responden dikelompokkan berdasarkan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, tempat tinggal (kelurahan), dan jumlah kucing peliharaan. Status kesejahteraan kucing diobservasi berdasarkan kondisi fisik yang meliputi body condition score, penyakit kulit, luka, pincang, serta kecacingan. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan kesrawan tinggi (62%), serta sisanya sedang (36%), dan rendah (2%). Observasi menunjukkan kondisi tubuh kucing secara keseluruhan dapat dikatakan baik. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan salah satu aspek karakteristik responden (jumlah kucing peliharaan) dan manajemen kesehatan kucing (pemberian vaksin). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan manajemen pemeliharaan kucing. Kata-kata kunci: kesejahteraan hewan, kucing peliharaan, tingkat pengetahuan.
ABSTRACT FATHIA MUTIARA ZAHRA. 2015. The Knowledge of Cat Owners in Bogor City on Animal Welfare and Its Association with Health Conditions and Maintenance Management. Supervised by FADJAR SATRIJA. Keep a pet is one of popular hobby in this society today. This research provides information the knowledge of cat owners in Bogor City about animal welfare. The data taken by using questionnaire to 50 respondents from five villages in Bogor City, from April 2014 until September 2014. The electoral wards and respondents conducted in purposive method. Respondents were classified based on income, education, age, gender, domicile (villages) and the number of cats. Cat welfare status observed based on the physical condition which includes body condition score, skin disease, wounds, limping, and worm infestation. The results of this research showed most respondents had high (62%), medium (36%), and low (2%) knowledge of animal welfare. Observations regarded the condition of overall the cat body can be said good. There were a significant relationship between knowledge with one aspect of characteristic respondents (the number of cats) and cat health management (vaccines). There is no significant relationship between knowledge with cat maintenance management. Key words: animal welfare, cat, knowledge.
TINGKAT PENGETAHUAN PEMILIK KUCING DI KOTA BOGOR TERHADAP KESEJAHTERAAN HEWAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN KONDISI KESEHATAN SERTA MANAJEMEN PEMELIHARAANNYA
FATHIA MUTIARA ZAHRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Tingkat Pengetahuan Pemilik Kucing di Kota Bogor terhadap Kesejahteraan Hewan dan Keterkaitannya dengan Kondisi Kesehatan serta Manajemen Pemeliharaannya”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Drh Fadjar Satrija, MSc, PhD selaku pembimbing yang senantiasa memberikan dukungan dan arahan. Ucapan terimakasih kepada Drh Murniati, MSi sebagai teman dalam penelitian yang selalu mendukung dan memberikan arahan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini. Dukungan serta motivasi dari temanteman Ganglion terutama Al Hasna, Cindi Nabila Fitriani, Indah Asoka Sepiari, Dewi Srimanunggal, Anggraeni Tampubolon, Yustina Dian Fajar, Dian Kristanti, Citra Vetia Sari, Nursela Sofyanti Mirza Ariyani serta Shambalawati terutama Kakak Ayiq, Kakak Lita, dan Kakak Rani. Selanjutnya terimakasih penulis ucapkan kepada Kepala Dinas Pertanian Kota Bogor yang telah memberikan Bantuan izin selama di lapangan. Karya ini dipersembahkan untuk keluarga, Ayahanda Haryono, Ibunda Arina Ronaria Siregar, Adik Ghifari Fathurrahman serta Adik Safira Amanda yang selama ini telah memberikan dukungan semangat, materi, do’a, dan kasih sayang kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kesalahan baik dalam penulisan nama, gelar, maupun penyajian kalimat yang kurang berkenan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak terutama pemerintah, masyarakat, dan kalangan akademisi.
Bogor, September 2015 Fathia Mutiara Zahra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kucing (Felis domesticus) Manajemen Kesehatan Kucing Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare) Aspek Demografi dan Sosial Ekonomi Kota Bogor Metode Sampling METODE Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data Kuesioner Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kesejahteraan Hewan dengan Karakteristik Responden Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kesejahteraan Hewan dengan Kondisi Kesehatan Tubuh Kucing Peliharaan Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kesejahteraan Hewan dengan Manajemen Pemeliharaan kucing Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kesejahteraan Hewan dengan Manajemen Kesehatan kucing SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii 1 1 1 1 2 2 2 2 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 6 8 10 10 11 11 12 12 14 26
DAFTAR TABEL 1
Hubungan tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan karakteristik responden 2 Hubungan tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan kondisi kesehatan tubuh kucing peliharaan 3 Hubungan tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan manajemen pemeliharaan kucing
7 10 11
DAFTAR GAMBAR 1 Grafik body condition score (BCS) kucing peliharaan di Kota Bogor 2 Grafik hubungan tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan kondisi kesehatan tubuh kucing peliharaan
8 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 Pengolahan Data
14
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan peningkatan pendapatan menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan tersier meningkat. Skala prioritas untuk dipenuhi setiap masyarakat memang berbeda-beda. Faktor yang memengaruhi skala prioritas ini antara lain hobi, pendapatan, status sosial, serta aktualisasi diri. Salah satu contoh aktualisasi diri terhadap kebutuhan tersier yaitu memiliki hewan peliharaan terutama kucing (Wenagama 2013). Memelihara hewan kesayangan merupakan salah satu bentuk hobi yang sangat digemari oleh masyarakat sekarang ini. Alasan yang paling umum seseorang memelihara hewan adalah sebagai teman, sosialisasi, keindahan atau refreshing, status dan sesuatu untuk dilakukan bersama. Menurut Rahmiati dan Pribadi (2014) memelihara hewan bukan hanya sekedar memelihara, namun pemilik hewan juga harus memerhatikan yang disebut dengan kesejahteraan hewan (animal welfare). Bagi hewan, tidak ada hal lain yang diharapkan dalam hidupnya selain kesejahteraan itu sendiri (Hartuti et al. 2014). Faktor pengetahuan dan sikap manusia mempunyai pengaruh penting terhadap upaya peningkatan kesejahteraan hewan (Winarso 2008). Oleh karena itu, ilmu tentang kesejahteraan hewan harus dipelajari secara interdisiplin agar dapat diterima oleh semua golongan masyarakat. Selain itu adanya desakan para aktivis pendukung animal right dan animal welfare menjadikan kesejahteraan hewan memiliki arti penting bagi banyak pihak. Semakin meningkatnya tuntutan penerapan kesejahteraan hewan, maka dirasa perlu dilakukan suatu studi untuk mengetahui tingkat pengetahuan pemilik kucing terhadap kesejahteraan hewan dan keterkaitannya dengan kondisi kesehatan serta manajemen pemeliharaannya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat pengetahuan pemilik kucing di Kota Bogor terhadap kesejahteraan hewan dan mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tersebut dengan kondisi kesehatan kucing, manajemen pemeliharaan, serta manajemen kesehatan kucing. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dan keterkaitannya dengan kondisi kesehatan serta manajemen pemeliharaan kucing kepada Pemerintah Kota Bogor sehingga dapat digunakan sebagai advokasi kepada masyarakat Kota Bogor.
2
TINJAUAN PUSTAKA Kucing (Felis domesticus) Felis domesticus merupakan kucing peliharaan hasil domestikasi sejak zaman Mesir kuno dan hanya ditemukan di Mesir dan negara sekitarnya namun tidak terdapat di Eropa dan Amerika. Kucing digolongkan ke dalam kelas mamalia, Ordo Karnivora, Superfamili Feloidea, dan Famili Felidae. Seluruh Ordo Karnivora hampir semuanya merupakan pemakan daging. Secara morfologi, panjang tubuh kucing dewasa umumnya 50 cm dengan panjang ekor 25 sampai 30 cm. Karakter morfologi seperti warna, pola, panjang rambut, warna mata, bentuk tubuh, panjang ekor, ukuran dan bentuk telinga sangat bervariasi pada kucing (Aditya 2006). Kucing dikenal sebagai hewan penyendiri dan jarang sekali membentuk koloni dalam menjalankan kehidupannya. Setiap kucing memiliki daerah tersendiri namun tetap terdapat daerah netral dimana kucing-kucing saling bertemu tanpa adanya konflik teritorial (Sumita 2012). Manajemen Kesehatan Kucing Kesehatan merupakan segalanya baik bagi manusia ataupun hewan terutama kucing. Menjaga kesehatan kucing adalah dengan menjaga sanitasi, baik kandang, maupun area sekitar dengan rutin (Suwed dan Napitupulu 2012). Pencegahan penyakit dalam memelihara kucing antara lain dengan melakukan tindakan terhadap penyakit zoonosis baik pada kucing, pemilik, dan orang-orang disekitarnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain pemilihan bibit, penyedian kandang, pakan, serta kesehatannya (Yuliarti 2010). Vaksinasi merupakan salah satu cara dalam memelihara kesehatan kucing. Vaksinasi merupakan jalan terbaik yang diyakini dapat melawan virus dan penyakit akut lainnya, sehingga vaksinasi menjadi sangat penting. Vaksinasi merupakan suntikan yang diberikan kepada kucing untuk mendeaktivasikan virus, bahkan membunuh penyebab penyakit, terutama virus. Vaksin penting sebagai sistem imun bagi tubuh kucing. Vaksin akan merangsang terbentuknya antibodi yang didesain untuk menghancurkan sesuatu yang masuk ke dalam tubuh yang dikenali dan diperkirakan membahayakan. Satu-satunya cara yang mutlak dilakukan adalah memberi suntikan vaksin (Suwed dan Napitupulu 2012). Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare) Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia (Pemerintah RI 2012). Kesejahteraan hewan mencakup tiga aspek yang berbeda yaitu kesejahteraan fisik, kesejahteraan mental, dan kondisi alamiah hewan. Aspek pertama adalah kesejahteraan fisik yang terdiri dari indikator biologis seekor hewan termasuk aspek produksi dan reproduksi. Aspek kedua adalah kesejahteraan mental yang merupakan kondisi emosi positif dan negatif dari
3 seekor hewan. Aspek ketiga adalah kondisi alamiah hewan yang menurut Rollin (1999) bahwa kesejahteraan itu tidak hanya mengendalikan kesakitan dan penderitaan, namun juga harus memenuhi tingkah laku alami dari hewan. Kesejahteraan hewan mengacu pada kualitas hidup hewan, bukan pada seberapa lama hewan tersebut hidup. Hewan juga dapat mengalami penderitaan atau yang lebih sering disebut suffering. Suffering merupakan salah satu atau lebih dari perasaan buruk yang berkelanjutan dalam waktu yang panjang (Broom dan Fraser 2007). Hewan juga merupakan makhluk sentience, yaitu kemampuan untuk merasakan hubungan timbal balik antara dirinya dengan pihak lain, kemampuan untuk mengingat beberapa perilaku dan segala konsekuensinya, kemampuan untuk menilai risiko, kemampuan untuk memiliki beberapa feeling dan kemampuan untuk memiliki derajat kesadaran (Broom 2006). Kematian bukan merupakan bagian dari animal welfare, namun cara kematiannya dapat menjadi akibat dari suffering. Menurut World Organisation for Animal Health (Office International des Epizooties; OIE 2011) kesejahteraan hewan adalah bagaimana cara mengatasi hewan dengan berbagai kondisi dalam hidupnya. Seekor hewan dinyatakan dalam keadaan sejahtera apabila hewan tersebut sehat, nyaman, memiliki nutrisi yang cukup, aman, dapat mengekspresikan kebiasaan alamiahnya, tidak menderita dari segala bentuk penyakit, takut dan distress. Kesejahteraan hewan yang baik memerlukan hewan terbebas dari pencegahan penyakit dan perawatan hewan, tempat penampungan, manajemen, nutrisi, penanganan manusia, dan terbebas dari pembunuhan atau pembantaian oleh manusia. Farm Animal Welfare Council (1992) mengemukakan lima kebebasan hewan (Five Freedom) yang sering digunakan sebagai kerangka untuk menilai kesejahteraan hewan. Lima kebebasan tersebut adalah (i) bebas dari rasa haus dan lapar; (ii) bebas dari ketidaknyamanan; (iii) bebas untuk beristirahat dan bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit; (iv) bebas dari rasa takut dan menderita (distress); (v) bebas untuk menampilkan perilaku alamiahnya atau perilaku normalnya. Menurut Butterworth et al. (2011), penilaian terhadap kesejahteraan hewan meliputi welfare outputs (fisiologi, behaviour, serta kondisi kesehatan dan produksi); welfare inputs atau informasi mengenai manajemen pemeliharaan hewan beserta faktor faktor risikonya; memberikan informasi kepada petani atau pemilik hewan; dukungan dalam membuat perubahan. Kesejahteraan hewan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Kedua peraturan tersebut dikuatkan dengan UndangUndang No 41 Tahun 2014 sebagai perubahan terhadap Undang-Undang No 18 Tahun 2009 yang mengatur pemberian sanksi bagi pelanggar prinsip kesejahteraan hewan. Menurut UU No 41 Tahun 2014 Pasal 66A Ayat (1) berbunyi: Setiap orang dilarang menganiaya dan/atau menyalahgunakan hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif. Ayat (2) berbunyi: Setiap orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melapor kepada pihak yang berwenang. Pasal 91B menerangkan adanya ketentuan sanksi bagi pelanggar berupa sanksi pidana atau sanksi kurungan.
4 Aspek Demografi dan Sosial Ekonomi Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas wilayah sebesar 11 850 Ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan, kemudian secara administratif, Kota Bogor dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor. Jumlah penduduk Kota Bogor mencapai 1 032 375 jiwa. Kecamatan yang ada di Kota Bogor yaitu Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Tengah, dan Kecamatan Tanah Sareal. Kota Bogor memiliki batas-batas wilayah antara lain sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor; sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor; sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor; sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor (BPS 2014). Perkembangan pendidikan di Kota Bogor ditunjukkan dengan adanya beberapa peningkatan baik yang dikelola oleh Dinas Pendidikan maupun oleh Kementrian Agama Kota Bogor. Pendidikan di Kota Bogor mencakup sekolah dasar, sekolah menegah pertama serta sekolah menengah atas. Perkembangan pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Agama Kota Bogor meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah (BPS 2014). Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok. Pembagian status ekonomi menurut (Kartono 2006) sebagai berikut: Tipe Kelas Atas (>Rp 2 000 000); Tipe Kelas Menengah (Rp 1 000 000–2 000 000); Tipe Kelas Bawah (
5
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April hingga bulan September 2014 di lima kelurahan di Kota Bogor yaitu Kelurahan Bubulak, Kelurahan Cilendek Barat, Kelurahan Tajur, Kelurahan Pamoyanan, dan Kelurahan Lawang Gintung. Rancangan Penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan metode kajian lintas seksional (Cross Sectional Study). Jumlah responden dan jumlah kucing yang diambil dalam penelitian ini adalah 10 orang pemilik kucing dan 10 ekor kucing peliharaan responden dari masing-masing kelurahan di lokasi penelitian, sehingga total jumlah responden sebanyak 50 orang dan 50 ekor kucing peliharaan. Pemilihan kelurahan dan responden dilakukan secara purposif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner telah dilakukan uji validitas dengan menggunakan metode Pearson Product Moment. Data diambil menggunakan dua cara yaitu dengan observasi terhadap kucing peliharaan (welfare output) dan wawancara kepada responden (welfare input). Kuesioner Kuesioner tersusun atas empat bagian yaitu observasi, pertanyaan pengetahuan mengenai kesejahteraan hewan, pertanyaan mengenai manajemen pemeliharaan kucing, pertanyaan mengenai manajemen kesehatan kucing. Observasi yang dilakukan yaitu mengenai body condition score (BCS) kucing yang terdiri dari lima kriteria menurut WSAVA (2013), yaitu: 1 = sangat kurus, 3 = kurus, 5 = ideal, 7 = gemuk, 9 = sangat gemuk; serta lesio seperti ada tidaknya penyakit kulit, ada tidaknya luka, apakah kucing mengalami kepincangan atau tidak, serta apakah kucing mengalami kecacingan atau tidak. Status kecacingan diambil berdasarkan data sekunder dari Murniati (2015). Pengambilan skor mengenai BCS, apabila kucing memiliki nilai BCS sama dengan 5, diberi skor 1, selain itu diberi nilai 0. Penilaian pengamatan lesio, penyakit kulit, luka, dan kecacingan, jika “tidak ditemukan” diberi nilai 1, jika “ditemukan” diberi nilai 0. Pengambilan skor total lesio ini adalah dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari masing-masing variabel. Skor tertinggi dari penilaian ini adalah 4 poin. Pengukuran tingkat pengetahuan terdiri dari 20 pertanyaan pilihan ganda dan 3 pertanyaan checklist mengenai manajemen kesejahteraan hewan. Bagian pilihan ganda menyediakan empat pilihan jawaban dan hanya terdapat satu jawaban tepat dan benar. Bagian checklist menyediakan pilihan jawaban dengan mencontreng jawaban yang dianggap benar. Penilaian pengukuran tingkat pengetahuan ini setiap jawaban yang “benar” diberi skor 1, sedangkan jawaban yang “salah” diberi skor 0. Berdasarkan kriteria penilaian tersebut, responden dikategorikan memiliki tingkat pengetahuan tinggi apabila memiliki skor >70%,
6 kategori sedang apabila memiliki skor antara 50–70%, serta kategori rendah bila skor <50% (Nasikhah et al. 2014). Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah secara deskriptif dan statistik dengan uji Khi Kuadrat. Khi Kuadrat digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel yang tidak berkaitan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik responden dikategorikan kedalam beberapa karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan, penghasilan, usia, jenis kelamin, kelurahan, serta jumlah kucing peliharaan. Rata-rata pendidikan responden sebagian besar adalah perguruan tinggi (76%), kemudian disusul pendidikan SMA (20%), lalu tidak sekolah-SMP (4%). Penghasilan responden sebagian besar berada pada rentang <1–2 juta (58%), kemudian dilanjutkan pada rentang penghasilan >2–5 juta (24%), dan terakhir pada rentang >5 juta (18%). Sebagian besar responden adalah wanita (60% atau 30 orang), sedangkan responden pria sebanyak 40% (20 orang). Berdasarkan usia, 32% responden berusia <20 tahun, 54 % responden berusia 21– 50 tahun, dan 14% responden berusia >50 tahun. Berdasarkan kelurahan, karena responden diambil dengan jumlah yang sama sehingga masing masing kelurahan memiliki hasil yang sama (20%). Sebagian besar responden memiliki jumlah kucing peliharaan dengan rentang 1–10 ekor sebesar 90%, kemudian pada rentang 11–20 ekor sebesar 6%, pada rentang 21–30 ekor sebesar 2%, dan pada rentang >30 ekor sebesar 2%. Tingkat pengetahuan responden sebagian besar berada dalam kategori tinggi (62%), kemudian pada kategori sedang (36%), lalu pada kategori rendah (2%). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan terhadap Kesejahteraan Hewan dengan Karakteristik Responden Berbagai karakteristik responden yang telah dikategorikan, dihubungkan dengan tingkat pengetahuan pemilik kucing peliharaan terhadap kesejahteraan hewan. Hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan karakteristik responden berdasarkan variabel yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
7 Tabel 1 Hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan karakteristik responden No
1
2
3
4
5
6
Karakteristik responden Pendidikan Tidak sekolah–SMP SMA Perguruan Tinggi Penghasilan <1–2 juta >2–5 juta >5 juta Usia <20 tahun 21–50 tahun >50 tahun Jenis Kelamin Pria Wanita Kelurahan Cilendek Barat Bubulak Lawang Gintung Pamoyanan Tajur Jumlah kucing peliharaan 1–10 ekor 11–20 ekor 21–30 ekor >30 ekor
Rendah n %
Tingkat pengetahuan responden Sedang Tinggi n % n %
n
Total %
P
0 0 1
0 0 2.6
2 5 11
100 50 28.9
0 5 26
0 50 68.4
2 10 38
100 100 100
0.250
0 0 1
0 0 11.1
10 5 3
34.5 41.7 33.3
19 7 5
65.5 58.3 55.6
29 12 9
100 100 100
0.304
0 1 0
0 3.7 0
7 9 2
43.8 33.3 28.6
9 17 5
56.3 63 71.4
16 27 7
100 100 100
0.832
0 1
0 3.3
8 10
40 33.3
12 19
60 63.3
20 30
100 100
0.658
1 0 0 0 0
10 0 0 0 0
5 2 2 2 7
50 20 20 20 70
4 8 8 8 3
40 80 80 80 30
10 10 10 10 10
100 100 100 100 100
0.085
0 0 0 1
0 0 0 100
17 1 0 0
37.8 33.3 0 0
28 2 1 0
62.2 66.7 100 0
45 3 1 1
100 100 100 100
0.000*
*P value dengan nilai berbeda nyata (p<0.05)
Berdasarkan analisis pada Tabel 1, tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan beberapa aspek karakteristik responden seperti pendidikan, penghasilan, usia, jenis kelamin, dan kelurahan. Hal ini ditunjukkan dengan taraf nyata yang tidak signifikan pada masing masing variabel (p>0.05). Berdasarkan hasil penelitian dari Rahmiati dan Pribadi (2014), tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pengetahuan terhadap asas kesejahteraan hewan. Tingginya pendidikan yang ditempuh oleh responden tidak menjamin bahwa responden memiliki pengetahuan yang baik terhadap kesejahteraan hewan. Hasil analisis pada tingkat pengetahuan responden dengan jumlah kucing peliharaan memiliki p value = 0.000 (p<0.05). Hasil ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan jumlah kucing peliharaan. Banyaknya jumlah kucing yang dipelihara membuat pemilik kucing memiliki pengalaman yang makin banyak. Pengalaman yang banyak tersebut dapat membuat pengetahuan semakin bertambah. Menurut Alim et al. (2007) pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan bagi pengetahuan. Pengalaman yang dimiliki oleh pemilik kucing tidak selamanya benar, hal ini tergantung dari pengetahuannya mengenai kesejahteraan hewan yang benar terutama kucing.
8 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kesejahteraan Hewan dengan Kondisi Kesehatan Tubuh Kucing Peliharaan Pengamatan mengenai kondisi kesehatan tubuh kucing peliharaan di Kota Bogor berdasarkan variabel yang diamati meliputi body condition score (BCS), penyakit kulit, luka, pincang, serta kecacingan. Deskripsi mengenai BCS dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1 Grafik body condition score (BCS) kucing peliharaan di Kota Bogor Hasil pengamatan yang didapatkan berdasarkan Gambar 1 di atas mengenai body condition score (BCS) adalah kucing peliharaan di Kota Bogor sebagian besar memiliki BCS yang ideal (bernilai 5) yaitu sebesar 70%. Menurut WSAVA (2013), BCS bernilai 5 adalah proporsi ideal yang dimiliki kucing. Kriteria ideal yang dimaksud adalah tulang rusuk teraba dengan tertutupi oleh sebagian lemak, pinggang tampak terlihat dari belakang tulang rusuk terakhir, serta terdapat lipatan pada perut namun tidak terdapat lemak. Hasil pengamatan selanjutnya mengenai ada tidaknya penyakit kulit, 88% tidak ditemukan penyakit kulit, dan 12% ditemukan penyakit kulit. Penyakit kulit pada kucing dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya akibat jamur, alergi, atau gigitan ektoparasit. Gejala klinis penyakit kulit adalah ketombe, rambut rontok, kebotakan dengan pola melingkar, serta gatal-gatal. Hal ini sejalan dengan penelitian Hartuti et al. (2014) mengenai kajian kesejahteraan kucing pada 23 pet shop di Bekasi, kucing-kucing yang dipelihara terinfeksi dengan sejumlah penyakit seperti jamur. Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan suhu udara relatif stabil dan kelembaban yang tinggi. Kondisi udara semacam ini cocok untuk pertumbuhan berbagai jamur. Pengamatan mengenai ada tidaknya luka, 92% tidak ditemukan luka, dan 8% ditemukan luka. Luka yang dapat terjadi pada kucing seperti akibat dari perkelahian antar kucing, ataupun juga akibat tubuh sering tergesek dengan kandang. Pengamatan mengenai ada tidaknya pincang, 98% tidak mengalami kepincangan, dan 2% mengalami kepincangan. Pincang dapat disebabkan akibat kaki yang terkilir, luka memar, atau patah tulang.
9 Hasil pada pemeriksaan kecacingan, 68% tidak ditemukan infeksi cacing, dan 32% ditemukan infeksi cacing. Menurut penelitian Murniati (2015), cacing zoonotik yang berhasil diidentifikasi pada kucing peliharaan di Kota Bogor adalah Toxocara cati dan hookworm. Kejadian kecacingan pada kucing peliharaan, dapat dikarenakan seringnya feses yang menumpuk pada kotak pasir apabila tidak rutin dibersihkan. Hal ini berkaitan dengan kucing memiliki kebiasaan menimbun feses dengan pasir menggunakan kuku. Kuku kucing yang tidak dipotong secara rutin dan jika feses terinfeksi dengan telur infektif, kemudian termakan oleh kucing maka hampir dipastikan kucing tersebut terinfeksi cacing Toxocara (Estuningsih 2014). Kucing termasuk hewan yang sering melakukan grooming atau menjilati badan serta tangannya, sehingga penularan infeksi parasit melalui feses yang menempel di badan serta tangan kucing akan semakin besar. Hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan kondisi kesehatan tubuh kucing peliharaan yang meliputi penyakit kulit, luka, pincang, serta kecacingan dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2
Grafik hubungan tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan kondisi kesehatan tubuh kucing
Hasil yang didapatkan berdasarkan Gambar 2 di atas, total tingkat pengetahuan rendah dengan skor 4 sebanyak 1 orang (100%), total tingkat pengetahuan sedang dengan skor 4 sebanyak 8 orang (44.4%), dan total tingkat pengetahuan tinggi dengan skor 4 sebanyak 20 orang (64.5%). Pengetahuan responden yang semakin tinggi, semakin besar pula skor yang didapatkan terhadap penilaian kondisi kesehatan tubuh kucing. Semakin tinggi skor yang didapatkan menandakan bahwa kucing tersebut semakin baik kondisi kesehatannya. Berdasarkan penelitian Hartuti et al. (2014), kesejahteraan kucing yang dilihat dengan penekanan terhadap aspek kesehatan dari 23 pet shop yang dikunjungi menunjukkan kesejahteraan kucing-kucing tersebut terpenuhi dengan baik. Menurut Suwed dan Napitupulu (2012), ciri-ciri kucing sehat adalah rambut tampak bersih, terawat, licin, tidak rontok, tidak ditemukan luka dan penyakit pada kulit, kulit licin tanpa noda seperti terbakar atau berparasit, gerakan lincah siap siaga dan tidak berjalan lamban, nafsu makan baik, feses terbebas dari parasit maupun telur parasit.
10 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kesejahteraan Hewan dengan Manajemen Pemeliharaan Kucing Variabel manajemen pemeliharaan kucing yang diamati meliputi jumlah kucing dalam satu kandang, cara membersihkan kandang kucing, serta frekuensi kucing dimandikan. Variabel-variabel tersebut dikaitkan dengan tingkat pengetahuan responden untuk melihat ada tidaknya hubungan yang bermakna di antara keduanya. Analisis mengenai hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan manajemen pemeliharaan kucing No
1
2
3
Manajemen pemeliharaan kucing Kepadatan kandang Tidak padat Padat Cara membersihkan kandang kucing Menggunakan desinfektan Disikat dan disiram menggunkan sabun dan air Disiram menggunakan sabun dan air Disikat dan disiram dengan air Dilap saja Tidak memiliki kandang Frekuensi kucing dimandikan <2minggu sekali 2 minggu sekali >2minggu sekali
Tingkat pengetahuan pemilik kucing peliharaan Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n %
p
1 0
2.9 0
11 7
31.4 46.7
23 8
65.7 53.3
35 15
100 100
0.505
0
0
3
50
3
50
6
100
0.417
0
0
3
17.6
14
82.4
17
100
0
0
0
0
3
100
3
100
0
0
2
66.7
1
33.3
3
100
0 1
0 5
0 10
0 50
1 9
100 45
1 20
100 100
1 0 0
8.3 0 0
7 9 2
58.3 36 15.4
4 16 11
33.3 64 84.6
12 25 13
100 100 100
0.060
Hasil yang didapatkan berdasarkan Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden terhadap kesejahteraan hewan dengan manajemen pemeliharaan kucing seperti kepadatan kandang, cara membersihkan kandang kucing, serta frekuensi kucing dimandikan. Hal ini ditunjukkan dengan taraf nyata yang tidak signifikan pada masing masing variabel (p>0.05). Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kesejahteraan Hewan dengan Manajemen Kesehatan Kucing Variabel manajemen kesehatan kucing yang diamati yaitu pemeriksaan ke dokter hewan, pemberian obat cacing, serta pemberian vaksin. Variabel-variabel tersebut dikaitkan dengan tingkat pengetahuan responden terhadap kesejahteraan hewan untuk melihat ada tidaknya hubungan yang bermakna diantara keduanya. Analisis variabel mengenai hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
11 Tabel 3 Hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan manajemen kesehatan kucing No
1
2
3
Manajemen kesehatan kucing
Tingkat pengetahuan pemilik kucing peliharaan Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n %
Pernah diperiksakan ke dokter hewan Ya Tidak Pernah diberikan obat cacing Ya Tidak Pernah diberikan vaksin Ya Tidak
p
0 1
0 4.2
8 10
30.8 41.7
18 13
69.2 54.2
26 24
100 100
0.377
1 0
3.8 0
9 9
34.6 37.5
16 15
61.5 62.5
26 24
100 100
0.621
1 0
3.8 0
4 14
15.4 58.3
21 10
80.8 41.7
26 24
100 100
0.006*
*P value dengan nilai berbeda nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan manajemen kesehatan kucing pada aspek pemeriksaan ke dokter hewan dan pemberian obat cacing. Hal ini ditunjukkan dengan taraf nyata yang tidak signifikan pada masing masing variabel (p>0.05). Hasil analisis tingkat pengetahuan dengan variabel pemberian vaksin memiliki p value = 0.006 (p<0.05). Hasil ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan pemberian vaksin. Pemilik kucing yang memiliki tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan yang baik akan berupaya melakukan tindakan preventif terhadap penyakit, salah satunya dengan melakukan pemberian vaksin terhadap kucing peliharaannya. Menurut Hartuti et al. (2014), kebutuhan terhadap tindakan pencegahan penyakit pada kucing berupa vaksinasi dan pemberian obat cacing. Pemberian vaksin berguna untuk memberi kekebalan yang baik terhadap penyakit menular. Pemberian jenis vaksin dilakukan terhadap penyakit-penyakit virus yaitu, feline panleukopenia (feline distemper), feline rhinotracheitis, feline calicivirus, feline infectious peritonitis, feline leukemia virus dan rabies.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tingkat pengetahuan pemilik kucing di Kota Bogor terhadap kesejahteraan hewan sebagian besar berada dalam kategori tinggi (62%). Hasil observasi mengenai kondisi kesehatan tubuh kucing secara keseluruhan dapat dikatakan baik. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan jumlah kucing peliharaan dan pemberian vaksin. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan terhadap kesejahteraan hewan dengan manajeman pemeliharaan kucing.
12 Saran Berdasarkan hasil penelitian, perlu dilakukan penelitian yang serupa dengan melihat dari segi sikap dan perilaku responden tentang pemahamannya terhadap kesejahteraan hewan. Perlu diadakannya kegiatan sosialisasi mengenai pemahaman tentang kesejahteraan hewan tidak hanya pada hewan hewan peliharaan terutama kucing melainkan pada seluruh hewan seperti hewan ternak maupun hewan liar.
DAFTAR PUSTAKA Aditya N. 2006. Keragaman Kucing (Felis domesticus) di Kecamatan Bogor Tengah Berdasarkan Karakter Morfologi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Alim MN, Hapsari T, Purwanti L. 2007. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar (ID): Universitas Hasanudin. Butterworth A, Mench JA, Wielebnowski, N. 2011. Practical Strategies to Assess (and improve) Welfare. In MC Appleby, JA Mench, IAS Olsson, & BO Hughes (Eds.), Animal welfare 2nd ed. Wallingford (UK): CABI. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kota Bogor dalam Angka 2014. [Internet]. [diunduh 4 Februari 2015]. Diakses dalam http://bogorkota.bps.go.id/publikasi/ kota-bogor-dalam-angka-2014. Broom DM, Fraser AF. 2007. Domestic Animal Behaviour and Welfare, 4th Edition. Wallingford (UK): CABI. Broom DM. 2006. The evolution of morality. Appl. Anim. Behav. Sci. 100: 20–28. Estuningsih SE. 2014. Toxocariasis pada hewan dan bahayanya pada manusia. JITV 19(3). Hartuti RS, Adam M, Murina T. 2014. Kajian kesejahteraan kucing yang dipelihara pada beberapa pet shop di Wilayah Bekasi, Jawa Barat. J Med Vet. 8(1): 37–42. Kartono. 2006. Perilaku Manusia. Jakarta (ID): ISBN. Murniati. 2015. Prevalensi dan Faktor Risiko Infeksi Cacing Zoonotik pada Kucing Peliharaan di Kota Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nasikhah R, Roudhotun, Margawati A. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Balita Usia 24–36 Bulan di Kecamatan Semarang Timur [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. [OIE] Office International des Epizooties. 2011. Terrestrial Animal Health Code, Article 7.1.1. [diunduh 3 Maret 2015]. Diakses dalam www.oie.int/index. php?id=169&L=0&htmfile=chapitre_1.7.1.htm. [Pemerintah RI]. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Rahmiati DU, Pribadi ES. 2014. Tingkat pendidikan dan status ekonomi pemilik hewan kesayangan dalam hal pengetahuan dan penerapan kesejahteraan hewan. J Vet. 15(3): 386–394.
13 Rollin BE. 1999. An Introduction to Veterinary Ethics: Theory and Cases. Iowa (US): Iowa State University Pr. Sugiyono D. 2000. Metode Penelitian. Bandung (ID): CV Alvabeta. Sumita CN. 2012. Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domesticus) melalui Pemeriksaan Leukosit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suwed MA, Napitupulu RM. 2012. Panduan Lengkap Kucing. Jakarta: Penebar Swadaya. Wenagama IW. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumah tangga untuk hewan peliharaan; studi kasus di Kelurahan Padang Sambian. Ejournal EP Unud. 2(11): 525–532. Winarso A. 2008. Kajian Kesejahteraan Hewan Ternak dalam Ajaran Agama Buddha, Hindu, Yahudi, Nasrani dan Islam [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [WSAVA] The World Small Animal Veterinary Association. 2013. Body Condition Score. Global Nutrition Committee. wsava.org. Yuliarti N. 2010. Hidup Sehat Bersama Kucing Kesayangan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 31 Juli 1994. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Drh Haryono, MSi dan Ir Arina Ronaria Siregar, MSi. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 4 Sragen pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Sragen dan lulus pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas ditempuh di SMAN 4 Surakarta dan lulus pada tahun 2011. Penulis diterima masuk Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan tahun 2011. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis aktif di Himpro Hewan Kesayangan Satwa Akuatik dan Eksotik, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB selama dua tahun kepengurusan, serta Paduan Suara Gita Klinika Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Anatomi Veteriner II pada tahun 2013.