BUNGA MUTIARA
i
Hendro Santoso
SEBUAH NOVEL
BUNGA MUTIARA
ii
HENDRO SANTOSO
BUNGA MUTIARA
iii
BUNGA MUTIARA Hendro Santoso
Penerbit
iv
HENDRO SANTOSO
BUNGA MUTIARA @Hendro Santoso, 2014 © Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-undang All Rights Reserved Copyright © 2014 by Hendro Santoso
Desain Sampul: Hendro Santoso Diterbitkan oleh NIDA DWI KARYA (CV) Cetakan Pertama 2014 ISBN :
Dicetak dengan teknologi Print on Demand (PoD) Didistribusikan oleh:
ILP Center Lt. 3-01 Jl. Raya Pasar Minggu No. 39A Pancoran, Jakarta Selatan 12780 Website: www.nulisbuku.com e-mail:
[email protected]
BUNGA MUTIARA
Terima Kasih untuk istri tercinta, Widyastuti. Anak-anakku tersayang, Ardhi dan Dipta. Kalian adalah spirit hidupku yang selalu menghibur dalam keceriaan serta tiada henti memberikan dukungan semangat untuk selalu tetap berkarya sampai akhir hayat nanti.
v
vi
HENDRO SANTOSO
Kata Pengantar Rasa syukur terpanjat hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, yang selalu setia memberikan nafas kehidupan bagi seluruh jagad raya ini. Hanya dengan izinNya pula sebuah Novel berjudul BUNGA MUTIARA telah dirampungkan. Novel ini bercerita tentang seorang Mahasiswa Kedokteran tingkat lanjut bernama Hermansyah Al-Bukhari. Pemuda ini sangat pemalu namun cerdas dan sangat religius karena berasal dari keluarga Pesantren. Saat ini sedang mengikuti program magang profesi pada sebuah Rumah Sakit di Surabaya. Dia mempunyai sahabat seorang gadis bernama Bunga. Persahabatan yang tulus karena sudah dilakukan sejak mereka dibangku SMP. Sebenarnya Hermansyah sangat menyukai Bunga namun karena dia pemalu maka tidak berani mengemukakan perasaan hatinya. Hermansyah justru jatuh cinta kepada seorang gadis cantik yang sering bertemu di Halte depan Rumah Sakit. Mutiara adalah mahasiswi Kimia
BUNGA MUTIARA
vii
tingkat skripsi. Ketika menjalankan tugas magangnya di Puskesmas sebuah Lokalisasi Wanita PSK untuk memberikan penyuluhan tentang bahaya HIV-AIDS, Hermansyah bertemu dengan Mutiara. Ternyata Mutiara adalah salah satu PSK di sana. Hermansyah merasakan gundah dan resah seolah tidak percaya gadis pintar dan cantik seperti Mutiara berada di tempat seperti itu. Apakah Hermansyah akan melanjutkan hubungannya dengan Mutiara?. Ataukah dia akan berpaling kepada Bunga?. Ikuti kisahnya dalam Novel Bunga Mutiara. Kritik dan saran selalu dinantikan agar karya karya berikutnya jauh lebih baik lagi. Semoga Allah selalu memberikan RidhoNya atas segala amalan kita. Aamiin. Bandung Juni 2014 Hendro Santoso
viii
HENDRO SANTOSO
Daftar Isi Episode 1 Halte Di Depan Rumah Sakit ~ 1 Episode 2 Ada Cinta Di Perpustakaan ~ 19 Episode 3 Namanya Mutiara ~ 31 Episode 4 Bunga Di Taman Hatiku ~ 44 Episode 5 Prahara Mutiara ~ 56 Episode 6 Salahkah Langkahku ~ 70 Episode 7 Dengarlah Kata Hatimu ~ 82 Episode 8 Bunga Dan Mutiara ~ 94 Episode 9 Sketsa Cinta Kita ~ 107 Episode 10 Sekat Cinta Dua Hati ~ 121 Episode 11 Hati Yang Resah ~ 135 Episode 12 Menapak Dinding Terjal ~ 149
BUNGA MUTIARA
Episode 13 Tangisan Di Pelukan Ibu ~ 160 Episode 14 Tataplah Ke Depan ~ 171 Episode 15 Kita Mulai Melangkah ~ 181 Episode 16 Pelukan Mutiara ~ 193 Episode 17 Menata Asa Dalam Sepi ~ 206 Episode 18 Menikmati Rasa Gelisah ~ 218 Episode 19 Menghadapi Kenyataan ~ 231 Episode 20 Asa Itu Selalu Ada ~ 240 Episode 21 Berakhirnya Sebuah Mimpi ~ 252
ix
BUNGA MUTIARA
1
Episode 1
HALTE DI DEPAN RUMAH SAKIT Sore itu Surabaya diguyur hujan, walaupun tidak deras tapi sudah cukup membuat baju ini basah kuyup. Aku terus berlari menuju Halte di depan pintu masuk Rumah Sakit Dr.Sutomo itu. Paling tidak disana bisa terhindar dari tetesan hujan lebih parah lagi. Ternyata hanya ada 3 orang yang sedang berteduh di Halte itu. Selain aku ada juga dua orang lainnya yaitu seorang Ibu separuh baya dan
seorang
gadis
nampaknya
seperti
Mahasiswi. Ketika Si Ibu separuh baya itu sudah mendapatkan Angkot (Angkutan kota) jurusan yang diinginkannya maka di Halte itu tinggallah aku dan gadis itu. Entah sudah berapa banyak Angkot lewat di depan Halte itu namun gadis itu masih juga belum beranjak dari tempat duduknya untuk menaiki salah satu Angkot yang berhenti di
2
HENDRO SANTOSO
Halte itu. Tiba-tiba sebuah sedan Eropa merk terkenal berwarna hitam merapat lalu aku melihat gadis itu membuka pintu depan dan memasuki sedan
berkelas
itu.
Oh
rupanya
gadis
itu
menunggu jemputan, pikirku. Semakin sore lalu lintas semakin macet di jalan Dharmawangsa itu apalagi hujan sudah mulai reda sehingga sepeda motor sudah kembali banyak yang meluncur di jalan raya itu. Akhirnya Angkot yang kutunggupun datang juga dan hampir selepas Magrib aku baru tiba di tempat kost. Rasanya seperti baru kemarin hari wisuda Sarjana Kedokteranku. Saat ini ternyata aku sudah akan memulai
lagi
perjalanan
ke
tingkat
lanjut
memasuki program profesi. Program ini memang harus dilalui oleh seorang calon dokter agar dapat berkiprah sebagai seorang dokter profesional. Akupun harus kembali berteman dengan rutinitas berbaju kesibukkan. Berkawan dengan kejenuhan
BUNGA MUTIARA
3
dan kebosanan namun semua itu tidak bisa kuhindari. Sebagai Ko-as dokter aku secara rutin masuk kerja mulai pagi pukul 7 sampai sore pukul 16. Jika mendapat giliran jaga malam, maka kadang-kadang bisa berlanjut sampai dengan pukul 6 pagi ke esokan harinya. Saat ini aku yang berperan sebagai dokter muda harus mengikuti program dengan penuh tanggung jawab. Selama banyak
yang
mengikuti harus
program
aku
profesi
lakukan
ini
misalnya
melakukan follow up terhadap pasien, mengikuti kegiatan operasi dengan dokter senior atau mengikuti jaga di Poliklinik. Selain itu ada juga program yang harus diikuti yaitu bed site teaching termasuk menyelesaikan laporan laporan kasus dan mengikuti program jaga malam di IGD dan Ruangan. Setelah itu ada lagi yaitu ketika harus mengikuti
program
penempatan
di
sebuah
Puskesmas dan mungkin saja ditempatkan di
HENDRO SANTOSO
4
sebuah desa di Jember, Pasuruan, Banyuwangi, Ponorogo
atau
daerah
terpencil
di
Malang
Selatan. Hanya sebuah keajaiban jika aku akan mendapatkannya
di
salah
satu
Puskesmas
Surabaya atau Pasuruan daerah asalku. Aku
sangat
bersyukur
kepada
Tuhan
ternyata doaku dikabulkanNya. Akhirnya aku mendapatkan
penempatan
di
Puskesmas
Surabaya. Kejutannya adalah aku harus praktek disalah
satu
Puskesmas
daerah
Lokalisasi
terkenal di Surabaya. Tantangan yang menarik tentunya karena akan banyak berhadapan dengan para Perempuan Pekerja Seks Komersial (PSK). Tugas pokoknya adalah upaya pencegahan dan sosialisasi tentang bahayanya AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
BUNGA MUTIARA
menjadi ataupun
rentan mudah
terhadap terkena
infeksi
5
oportunistik
tumor.
Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
Banyak
yang sudah tahu bahwa Virus ini ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim, transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak
lainnya
dengan
cairan-cairan
tubuh
tersebut. Tugas yang tidak ringan bagiku karena selain aku harus menangani secara medis para PSK tersebut juga aku harus bisa memberikan pemahaman
bagaimana
akibat
yang
harus
HENDRO SANTOSO
6
dihadapi oleh para PSK tersebut terhadap infeksi virus HIV. Seperti biasa sore ini aku sudah duduk di Halte untuk
menunggu Angkot. Tadi siang
sebenarnya sudah kelihatan mendung namun sorenya justru Matahari bersinar di ufuk Barat tempat terbenamnya nanti. Saat ini Halte lumayan penuh
sehingga
banyak
orang
orang
yang
terpaksa harus berdiri. Angkot demi Angkot datang untuk mengangkut mereka
ketempat
tujuan masing-masing sehingga di Halte itu tinggal aku dan seorang Mahasiswi berambut panjang. Nanti dulu ternyata aku baru saja sadar bahwa mahasiswi disampingku ini adalah gadis yang kemarin juga ku temui disini. Gadis ini tengah asik dengan Hand Phone nya mungkin sedang BBM an. Aku yakin gadis ini sedang menunggu mobil jemputannya. Ternyata benar sebentar kemudian mobil hitam Eropa bermerk itu muncul dan
BUNGA MUTIARA
7
menjemputnya. Gadis berambut panjang tinggi semampai itu memiliki wajah yang tenang bak air telaga tanpa riak sehingga memiliki kesan yang misterius. Wajahnya cantik perpaduan kecantikan ningrat Jawa dan gadis-gadis Skandinavia. Ha ha ha aku ini kadang berlebihan tapi memang faktanya begitu. Tidak mungkin gadis itu menjadi perhatianku kalau dia tidak memiliki kecantikan yang khas, luar biasa dan bukan kecantikan yang biasa biasa saja seperti halnya bintang bintang sinetron di televisi swasta. Soal kecantikan wanita, aku ini mempunyai standar yang tinggi ha ha ha. Sedang asyik melamun tiba tiba Angkot yang kutunggu muncul dan akupun segera naik untuk segera pulang ke tempat kostku. Sabtu pagi itu adalah hari pertamaku bertugas di Puskesmas wilayah salah satu tempat Lokalisasi terkenal di Surabaya. Aku terkejut ternyata mereka, wanita wanita PSK tersebut ada
8
HENDRO SANTOSO
juga yang masih berusia muda. Seharusnya mereka yang masih muda itu bukan berada di sini namun ada di sebuah SMA. Sungguh sangat memprihatinkan. Pada umumnya mereka hanya ingin berobat dan tidak begitu peduli dengan sosialisasiku
tentang
HIV.
Mereka
hanya
mendengar dari telinga kiri dan dikeluarkan dari telinga kanan. Para wanita itu terkesan menutup diri. Ada seorang PSK yang ternyata mau diskusi denganku tapi bukan tentang HIV atau penyakit AID melainkan curhat tentang nasibnya. “Mas dimanapun tidak ada wanita yang mau memilih profesi seperti saya kalau bukan karena terpaksa oleh keadaan. Saya juga begitu, memilih pekerjaan ini hanya untuk menghidupi keluarga !”, begitu curhat wanita itu yang usianya kira kira sekitar 30 tahunan itu.
BUNGA MUTIARA
“Iya
Mbak.
Tapi
mungkin
Mbak
9
bisa
mendapatkan pekerjaan lain bukan pekerjaan ini!”, kataku. “Sebelumnya saya sudah mencoba bekerja di tempat lain menjadi buruh pabrik namun pendapatannya tidak cukup. Maklum pendidikan saya SD pun tidak lulus!. Modal saya memang hanya tubuh ini untuk mendapatkan uang”, kata wanita yang mengaku bernama Ima itu. Aku hanya terdiam. Kuperhatikan sepintas memang wanita ini punya tubuh yang aduhai untuk dikomersilkan. Sekali lagi aku hanya prihatin namun cukup hanya bisa prihatin karena tidak bisa berbuat apa apa. Hanya penyuluhan ini yang mungkin dapat aku lakukan. Mereka para wanita PSK ini sebenarnya hanya korban. Apakah mungkin korban dari keadaan hidupnya atau korban
dari
kekerasan
seksual
seperti
pemerkosaan. Atau ada juga yang menjadi korban
HENDRO SANTOSO
10 akibat
ketidak
harmonisan
keluarga
dan
kekerasan rumah tangga. Aku sangat bersimpati kepada mereka. Dalam kehidupan sehari-hari wanita PSK ini adalah sampah masyarakat yang seakan akan tidak memiliki nilai. Lalu bagaimana dengan para Lelaki Hidung Belang itu. Ada ketidak adilan dalam masyarakat kita. Mereka para lelaki hidung belang itu seolah terlupakan bahkan dalam kegiatan razia dimanapun, yang dikejar-kejar adalah para wanita PSK, bukan para lelaki hidung belangnya. Tidak ada yang pernah mau mengerti bagaimana penderitaan mereka, para wanita PSK itu. Banyak sekali ketidak adilan yang dialami oleh mereka. Pada hari pertama aku praktek di Puskesmas Lokalisasi tersebut ternyata telah menambah rasa simpatiku terhadap nasib para wanita PSK itu. Aku terlambat menuju Halte sore itu karena tadi dokter Wim masih mengajakku berdiskusi.
BUNGA MUTIARA
11
Selama diskusi itu aku tidak bisa fokus karena sebenarnya aku kuatir tidak bisa ketemu dengan gadis semampai berambut panjang itu. Maka seusai diskusi itu aku segera saja bergegas tergesa-gesa menuju Halte di depan Rumah Sakit itu. Saat itu tiba-tiba saja namaku dipanggil seseorang. “Herman!”.
Aku menoleh
ternyata
Arga
teman kuliahku berlari menghampiriku. “Mau kemana kok tergesa gesa!”, kata Arga. “Mau pulang dong biasa nunggu angkot di Halte depan!”, kataku. Akhirnya kami berjalan bersama menuju Halte. Betul saja Halte sudah sepi dan kami berdua bisa duduk leluasa di sana. “Her
bagaimana
pengalaman
pertama
praktek di Puskesmas Lokalisasi? Ada yang nyantol nggak?. Aku cuma takut kamu bisa tergoda wanita wanita PSK itu”, kata Arga sambil ketawa.
HENDRO SANTOSO
12
“Arga
Alhamdulillah
aku
masih
bisa
bertahan. Jangan kuatir pikiranku masih waras sebagai dokter muda yang sedang menempuh pendidikan profesi!”, kataku agak serius. Arga tertawa
lepas
mendengar
jawabanku
yang
terkesan serius. “Herman aku cuma bercanda kok. Aku percaya sama kamu yang berasal dari keluarga yang agamanya sangat kuat. Tak mungkin lah kamu terseret ke sana. Bahkan sampai sekarang saja kamu belum mau pacaran!”, kata Arga kembali tertawa. Mendengar ini aku juga ikut tertawa. Benar juga Si Arga ini. Aku sampai saat ini belum pernah pacaran. Dulu sewaktu SMP memang pernah punya teman dekat seorang gadis, namanya Bunga yah tapi saat itu mungkin hanya cinta monyet yang tidak jelas. Tidak bisa disebut
hubungan
pacaran
hanya
sekedar
BUNGA MUTIARA
13
ngobrol-ngobrol ditengah-tengah kegiatan belajar bersama. Jika bepergian-pun selalu ditemani oleh teman-teman yang lainnya. Saat itu hanya hati masing-masing saja yang bisa merasakan. Aku sendiri merasakan saat itu Bunga memang menaruh hati juga kepadaku. Saat mengenang masa lalu dengan Bunga, tiba-tiba aku bersorak dalam hati ketika melihat gadis cantik semampai berambut panjang itu sedang menuju ke arah Halte. Rupanya Arga pun tertegun menatap tidak berkedip ke arah gadis itu. “Herman cewek itu cantik sekali siapa ya!?”, bisik Arga. “Aku tidak tahu tapi setiap sore pasti nunggu jemputannya di Halte ini!”, kataku. “Penjemputnya siapa?”, tanya Arga berbisik. “Tentu saja sopirnya!”, kataku berbisik pula. Tidak lama kemudian mobil penjemputpun tiba dan gadis itu seperti biasa naik ke mobil warna
14
HENDRO SANTOSO
hitam itu. Aku melihat Arga masih terbengong saking kagumnya pada kecantikan gadis itu. Gadis yang sering kujumpai di Halte depan Rumah Sakit itu memang cantik. Kelihatannya ramah walaupun terkesan pendiam. Wajahnya teduh namun kadang-kadang seperti murung. Aku sering memperhatikan diam diam pada saat berjumpa di Halte itu. Suatu hal yang membuatku merasa aneh adalah ketika wajah gadis itu selalu terbayang bayang selalu dalam pikiranku. Sudah sepuluh tahun ini aku belum pernah mengalami hal seperti ini lagi. Dulu semasa SMP pernah aku mengalami menyukai
perasaan Bunga
seperti
teman
ini
wanita
ketika
aku
sekelasku.
Teringat masa masa itu aku seakan tidak percaya peristiwa itu rasanya seperti baru kemarin. Saat itu aku merasakan kebahagiaan ketika ternyata Bunga juga menyukaiku. Cintaku bersambut mesra namun hanya sesaat ketika saat kami lulus
BUNGA MUTIARA
15
sekolah, Bunga harus melanjutkan sekolahnya di luar kota. Kamipun harus berpisah berjauhan apalagi
setelah
lulus
SMA,
Bunga
harus
melanjutkan kuliah di luar negeri karena orang tuanya mendapat tugas di sebuah Negara Eropa. Menghadapi keadaan seperti itu Aku hanya pasrah untuk mendapatkan cinta Bunga. Bukan karena aku tidak mau memperjuangkan cintaku namun aku harus realistis bagaimana perbedaan sosial keluarga diantara kami yang terlalu jauh. Walaupun aku tahu betul cinta Bunga padaku begitu besar namun akhirnya kamipun harus berpisah secara baik-baik tentu saja hal ini sangat menyedihkan bagi Bunga. Sepuluh tahun sudah berlalu dan saat ini hanya bisa mengenang kejadian yang sangat menyedihkan itu. Selama itu pula aku tidak pernah lagi jatuh cinta kepada seseorang. Saat ini ketika aku bertemu dengan seseorang di Halte depan Rumah Sakit itu aku kembali merasakan getar-getar hati yang sedang
16
HENDRO SANTOSO
jatuh cinta seperti saat dulu aku merasakannya terhadap Bunga. Sore itu aku masih duduk di Halte itu dan membiarkan Angkot demi Angkot lewat saja di depanku. Gadis yang kutunggu itu masih saja belum muncul. Kemanakah gerangan dia?. Gadis itu ternyata masih juga belum muncul sampai saat terdengar suara Adzan Magrib dari Surau di Gang seberang
jalan.
Kemanakah
gerangan
dia?.
Setelah tiga kali bertemu aku saat ini seakan kehilangan dia. Sudah berapa sore aku sudah tidak menjumpainya lagi di Halte itu. Aku tiba-tiba merindukannya aneh. Apakah tidak akan ada lagi pertemuan yang ke empat?. Jawabannya ada dalam kisah Novel Bunga Mutiara. Pesan sekarang juga di www.nulisbuku.com