Mutiara Hijau Di Dalam Bunga Sakura
Setelah 8 bulan penantian yang panjang, akhirnya saya, Harun Ardiansyah, terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar di Jepang. Program ini bernama Kizuna (Bond) Project. Sesuai dengan namanya, program ini memiliki tujuan untuk membangun kembali ikatan antara Indonesia dan Jepang, terutama dalam hal ekonomi, yang sempat terputus akibat adanya Tsunami yang terjadi di wilayah timur laut Jepang. 11 Maret 2011, terjadi gempa dengan skala 9,0 Skala Richter yang meluluhlantakkan 3 bagian pesisir 3 prefektur di Jepang, yaitu prefektur Miyagi, Iwate, dan Fukushima. Hal ini makin diperparah dengan datangnya Tsunami di wilayah pesisir tersebut. Lengkaplah sudah penderitaan Jepang. Kejadian ini mengakibatkan lebih dari 20.000 orang tewas dan hilang. Wilayah yang paling parah menerima dampak Tsunami adalah di wilayah Prefektur Miyagi, tepatnya di kota Kesen Numa. Tempat yang akan saya jadikan tempat observasi nantinya. Perjalanan saya dimulai pada tanggal 5 Januari 2013, ketika saya berangkat menuju ke Jakarta dari stasiun Pasar Turi. 12 Jam berada di kereta memang terasa membosankan. Tapi suka cita saya mengalahkan kebosanan ini. Tanggal 6 Januari 2013, pukul 8 pagi, saya dan 2 teman saya yang berasal dari program yang sama sampai di stasiun Gambir. Lalu kami pergi ke Kantor Kedutaan Jepang di Jakarta Pusat. Pertemuan dimulai pukul 2 siang, padahal saya sampai di Kedutaan pukul 10 pagi. Tak apa lah menunggu 4 jam, pikir saya dalam hati. Ketika saya menunggu di Kantor Kedutaan, saya terkejut ketika melihat 2 orang yang memakai seragam yang sama dengan yang saya pakai setiap hari Selasa dan Kamis. Ya, saya melihat siswa Sampoerna Academy lain dalam program ini. Setelah berkenalan, saya tahu bahwa mereka adalah siswa SMA Sampoerna Academy. Mereka adalah Kiemas Arifnoor Zaidan dari house Hornbill dan Edo Nugraha dari house Eagle. Waktu menunggu saya menjadi cukup menyenangkan karena bertemu mereka. Mereka diantar oleh salah satu guru mereka, Ibu Lisa namanya, guru Bahasa Inggris. Kami sempat berbincang banyak hal. Hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul 2 siang. Waktu kami bersiap masuk ke kedutaan. Di dalam kedutaan kami disambut oleh Staf Kedutaan Jepang. Di sana kami juga dibei orientasi awal tentang apa yang akan kami lakukan dan apa yang harus kami lakukan ketika di Jepang. Dari orientasi ini saya mengetahui bahwa saya akan mengunjungi daerah yang terkena dampak terparah karena bencana gempa dan
tsunami yang melanda bagian timur laut Jepang. Progam ini, Kizuna (Bond) Project, bertujuan untuk mengenalkan kembali kepada dunia tentang Jepang yang baru, yaitu Jepang yang telah bangkit dari bencana. Orientasi dilakukan sampai pukul 18.00. Pukul 18.30, kami segera berangkat ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kami akan berangkat malam ini pukul 22.30. Dan kami harus sudah berada di bandara pukul 20.00. Mengingat begitu banyak imigrasi yang harus diurus sebelum berangkat ke Jepang. Pukul 21.30 saya mulai masuk ke pesawat. Ini adalah pengalaman pertama saya masuk ke pesawat. Tak bisa dibayangkan betapa senangnya saya saat itu. Tepat pukul 22.30 saya mulai lepas landas menuju ke Bandara Narita. 7 Januari 2013, pukul 07.20, saya sampai. Akhirnya saya berada di Jepang. Senang sekali. Tapi senang itu agak terkikis dengan suhu udara yang menunjukkan suhu 8oC. Dingin sekali. Ini adalah suhu terdingin yang pernah saya alami sejauh ini. Tak tak apa. Saya tetap senang. Karena saya sudah di Jepang. Rombongan saya langsung menuju ke bis untuk menuju ke hotel tempat kami menginap sementara sebelum kami harus pindah ke pulau yang kami tuju. Bis yang kami naiki sebenarnya adalah bis biasa di Jepang, tapi sangat berbeda bagi kami yang baru merasakannya. Berbeda dengan di Indonesia, bis di Jepang sangat rapi dan bersih. Yang menjadikannya unik adalah mereka memiliki tempat duduk di tengah lorongnya. Keren sekali menurutku. Sepanjang jalan saya tidak terlalu sering melihat mobil, motor, atau bahkan orang- Bersama grup D Kizuna (Bond) Project orang yang bepergian menuju suatu tempat. Sangat sepi, aneh sekali. Belum sempat mencari solusi tentang keanehan ini, kami sudah sampai di hotel. Kami segera masuk ke kamar yang telah dipilih. Dan kami segera istirahat karena pada siang hari akan ada agenda yang menunggu kami. Pukul 13.00, matahari sangat terik sekali, tapi suhu masih menunjukkan 8oC. Kami segera berkumpul dan bergerak menuju ke gedung pertemuan kami yang bersebelahan dengan hotel. Dalam pertemuan ini, kami kembali mendapatkan orientasi yang lebih rinci tentang Jepang. Dari sini saya temukan lagi kekaguman saya terhadap Jepang. Orang Jepang sadar bahwa mereka berada di wilayah yang rawan terkena bencana. Namun hal itu justru menjadi motivasi meeka agar dapat berkembang dan bertahan hidup di tempat ini. Acara selesai pukul 16.30, matahari sudah terbenam. Kami segera istirahat untuk menyambut esok hari. 8 Januari 2013, pukul 9 pagi, setelah sarapan, kami segera naik bis untuk menuju ke Stasiun Tokyo. Kami akan berangkat ke pulau yang akan kami tinggali selama 6 hari 7 malam. Pulau Oshima, di Kota Kesen Numa, Prefektur Miyagi, sekitar 300 km dari Tokyo. Tapi sebelum kami berangkat ke sana. Kami terlebih dahulu menuju ke Gedung 1 Business Center di dekat Stasiun Tokyo. Disana kami bertemu dengan seorang profesor dari Meiji University yang menerangkan kepada kami bagaimana
bencana yang sebenarnya terjadi di Jepang dan bagaimana Jepang melakukan proses rekonstruksi dan rehabilitasi dalam 2 tahun ini. Kembali saya mendapatkan informasi menarik tentang Jepang yaitu mereka tidak pernah memakai skala richter untuk mengukur gempa. Mereka menggunakan skala yang mereka sebut SINDO. Skala ini menunjukkan besarnya pengaruh gempa di permukaan bumi. Jadi meskipun gempa tersebut ber-SR besar, jika terletak didasar laut, tetap saja skala SINDOnya kecil. Banyak hal yang diceritakan. Hingga tak terasa waktunya makan siang. Setelah makan siang, kami kami harus berangkat ke pulau Oshima menggunakan Shinkansen, kereta super cepat Jepang. Dengan berjalan kaki, kami menuju ke Stasiun Tokyo. Pukul 13.20 kami sampai di stasiun, setelah menunggu sekitar 10 menit, kereta kami sampai di stasiun. Kereta unik yang kepalanya berbentuk mirip peluru ini memang dikatakan sebagai kereta tercepat di dunia. Kecepatannya mencapai 200 km/h. Dan memang itu benar. Kereta ini cepat sekali, tapi kereta ini sangat bersih dan jalannya sangat halus. Hebat. Pukul 16.13, kami sampai di stasiun Ichinoseki, Prefektur Miyagi. Kami lalu melanjutkan perjalanan. Dan ada hal yang berbeda ketika aku melihat keluar. Salju sedang turun. Keren. Ini adalah salju pertama yang saya rasakan langsung dalam hidup saya. Dingin sekali. Dan salju itu halus sekali, seperti es serut. Dan dingin, jangan lupa itu. Suhu diluar mencapai -2oC. Suhu ini bahkan jauh lebih dingin dari suhu di lemari es. Benar – benar sangat dingin. Tapi kami harus melanjutkan perjalanan menggunakan bis, lalu kami juga harus menyeberang ke Pulau Oshima dengan menggunakan kapal Feri khusus penumpang. Pukul 20.30, kami sampai di hotel di pulau Oshima. Kami segera istirahat untuk melanjutkan keesokan hari. 9 Januari 2013, pagi ini dimulai dengan suhu -2oC yang tertera di layar televisi di kamarku. Saat ini masih turun salju, sejak kemarin malam belum juga reda. Sehingga saljunya pun menjadi sangat tebal di luar. Tapi kegiatan harus berlanjut. Kami langsung sarapan denan menu yang sangat banyak. Setelah itu kami pergi ke Balai Pembangunan Pulau Oshima untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci apa yang akan kami lakukan selama disini. Kami akan melakukan beberapa kegiatan sosial di sini. Mulai dari mengunjungi SD, membantu nelayan, pergi ke pabrik pembuatan produk ikan, dan lain sebagainya. Sesi ini selesai saat makan siang. Setelah makan siang, kegiatan kembali dilanjutkan dengan sharing oleh salah satu warga Oshima, yaitu ibu Omatsu, tentang pengalaman mereka saat gempa dan tsunami dan bagaimana mereka menghadapi masa depan mereka setelah gempa. Di sini saya menyadari lagi betapa siap dan sadarnya Jepang untuk menghadapi bencana yang mengintai mereka. Setelah itu, sesi dilanjutkan dengan sharing oleh Kepala Bagian Pariwisata Pulau Oshima, Bapak Shirahata Soichi. Ternyata, menantu beliau adalah orang Indonesia. Oleh karena itu kami merasa dekat sekali dengan beliau. Sangat menyenangkan mendengar pemaparan dari Bapak Shirahata tentang bagaimana proses rekonstruksi dan rehabilitasi Pulau Oshima setelah gempa dan tsunami. Sesi ini ditutup dengan penjelasan dari panitia perjalanan kami tentang perjalanan besok. Kami akan pergi ke SD Oshima untuk berinteraksi dengan murid di sana. Setelah itu, kami kembali ke hotel dan segera istirahat.
10 Januari 2013, pagi ini dimulai dengan sensasi yang cukup berbeda. Suhu dingin 2oC membuatku malas untuk mandi sebenarnya. Tapi aku sudah 4 hari tidak mandi. Jadi aku harus mandi hari ini. Suhu di kamar mandi sama dengan suhu luar. Sangat dingin itu pasti. Segera aku mandi dengan air bersuhu 40oC. Di Indonesia itu akan menjadi sangat panas. Tapi kalau di musim dingin Jepang. 40oC itu masih hangat. Setelah mandi aku segera sarapan dan bersiap untuk kegiatan selanjutnya. Kami akan pergi ke SD Oshima. Kelompok saya akan berinteraksi dengan siswa kelas 6 SD. Jam 9 kami berangkat menuju ke SD Oshima. Tak lama kemudian, kami sudah sudah sampai. Kami disambut oleh semua siswa disana. Setelah kata sambutan dari kepala sekolah dan perwakilan siswa. Kami langsung menuju ke ruang musik untuk menemui siswa kelas 6 disana. Kami langsung membagi rombongan menjadi beberapa kelompok sesuai dengan susunan meja ruang musik yang telah diatur berkelompok. Kami menunggu beberapa saat, lalu mereka datang. Mereka masing – masing duduk di samping kami. Yang di sampingku adalah seorang anak Jepang yang cukup gemuk, Hudo Uemara namanya. Kami sempat melakukan pembicaraan beberapa saat. Meskipun terbata-bata, ya hajar saja lah. Dari pembicaraan yang cukup aneh kami, saya bisa mengetahui bahwa Hudo adalah pemain sepak bola di sekolah. Dia senang sekali bermain sepak bola. Dengan terbata-bata dia menunjukkan kegemarannya pada sepak bola. Setelah beberapa lama, sesi ini selesai dilanjutkan dengan membuat origami tsuru yang khas sekali di Jepang. Hudo sendiri awalnya bingung karena juga harus menuntunku untuk membuat origami ini. Tapi sesi ini sangat menyenangkan, karena kami pada akhirnya bisa membuatnya. Kegiatan di SD dilanjutkan dengan kami yang menampilkan sebuah persembahan untuk mereka. Berhasil, mereka senang. Tak terasa waktu 30 menit kami habis. Segera kami membagikan souvenir kami kepada mereka. Mereka juga memberikan origami tsuru yang mereka buat kepada kami. Kami harus berpisah, karena kegiatan kami masih menumpuk setelah ini. Tapi pengalaman ini sangat berharga buat kami. Kami lalu pergi menuju hotel kami untuk makan siang. Setelah makan siang, kami kembali pergi ke balai pembangunan karena kami telah ditunggu oleh para nelayan di pulau ini. Kami akan membuat Bindama bersama. Bindama adalah semacam gelas pelampung yang digunakan untuk menangkap ikan tuna. Selanjutnya bindama itu bagian bawah akan diberi jala untuk menangkap ikan. Kami satu per satu diajari oleh para nelayan untuk membuatnya. Meskipun awalnya tidak bisa, aku tetap berusaha membuatnya. Dan akhirnya aku berhasil membuatnya. Setelah diberi hiasan oleh para nelayan, bindama itu kemudian diberikan kepada kami untuk dibawa pulang. Wah, senang sekali rasanya. Ini adalah souvenir terbaik yang aku terima. Terima kasih bapak nelayan sekalian. Waktu kami pun akhirnya habis untuk membuat bindama. Kami harus segera kembali ke hotel. Hari ini begitu menyenangkan. Dan hari ini tidak akan aku lupakan.
11 Januari 2013, setelah sarapan, kami dengan senang hati diantar kami ke pelabuhan untuk mengikuti kegiatan selanjutnya, yaitu pergi ke kota Kesen Numa untuk melihat secara langsung bagaimana kondisi Kesen Numa setelah gempa. Dengan naik feri kami berangkat. Sesampainya di kota Kesen Numa, kami disambut oleh pemandu disana. Selama di perjalanan beliau menjelaskan bagaimana dampak tsunami di wilayah Kesen Numa. Dan memang faktanya masih banyak sekali puing – puing bangunan berserakan akibat gempa. Gempa itu sudah hampir 2 tahun berlalu, tapi tetap saja sisa – sisa kehancurannya masih ada. Banyak rumah yang tinggal petaknya saja, pabrik yang hancur, dan yang paling parah adalah adanya kapal nelayan yang terdampar 600 meter jauhnya dari bibir pantai. Kapal itu bernama Kyotokumaru. Dulunya adalah kapal nelayan tuna di Kesen Numa. Di kota Kesen Numa keberadaan kapal terdampar ini pun masih menjadi perdebatan. Karena beberapa orang tidak setuju jika kapal itu ada disana, karena dapat mengingatkan mereka tentang kesedihan yang mereka rasakan saat gempa terjadi. Namun yang lain setuju untuk disana dengan alasan agar menjadi pengingat bagi mereka tentang kedahsyatan alam. Setelah berkeliling di Kyotokumaru, kegiatan dilanjutkan dengan pergi ke pabrik produk ikan di Kesen Numa. Namanya PT. Hachiyo Suisann. Pabrik ini juga mendapat dampak yang parah dari gempa. Perusahaan yang awalnya memiliki 7 cabang ini akhirnya hanya menyisakan 1 cabang. Selain itu terjadi banyak sekali penurunan di bidang produksi yang terjadi. Namun mereka berusaha bangkit dan akhirnya dapat kembali mengekspor produk mereka. Sekarang kami akan melihat proses produksi mereka. Sebelumnya kami disambut oleh Presiden Direktur perusahaan ini yang menjelaskan kepada kami bagaimana sejarah perusahaan ini, produksi mereka, dan bagaimana pengaruh gempa terhadap mereka. Lalu kami masuk ke bagian produksi mereka. Anehnya, disini saya tidak melihat ikan atau olahan ikan sama sekali. Yang saya lihat hanya mesin berwarna putih dan pekerjanya yang juga memakai baju khusus berwara putih. Keren sekali. Semuanya tanpa tersentuh tangan. Bahkan untuk mengikat kardusnya pun mereka memakai mesin. Bayangkan jika Indonesia seperti ini. Pasti akan sangat maju. Setelah di pabrik ikan, perjalanan kami lanjutkan menuju ke sebuah balai yang akan mempertemukan kami dengan Young Entrepreneurs Group (YEG) yang juga menjalin kerja sama dengan Indonesia. Di sana mereka menjelaskan tentang acara tahunan yang mereka buat sebagai bentuk terima kasih mereka terhadap Indonesia, yaitu Parade Indonesia. Di parade ini, ditampilkan budaya – budaya Indonesia seperti yang berasal dari Bali, Aceh, dan Jakarta. Parade ini bertujuan untuk mempererat kerja sama antara pengusaha muda Jepang dan pengusaha muda Indonesia. Pukul 15.00 sesi ini berakhir. Akhirnya kami harus kembali ke Pulau Oshima, tidak ke hotel, melainkan ke rumah orang tua angkat kami. Pukul 16.30 kami sudah sampai di pulau Oshima, grup kami terpisah karena kami memiliki orang tua angkat yang berbeda. Untuk laki-laki dan perempuan berbeda orang tua angkat. Orang tua angkat kami adalah pasangan
paruh baya. Ayah angkat kami adalah nelayan. Kami tidak tahu nama asli orang tua angkat kami karena menurut penerjemah kami akan lebih sopan bagi kami jika dipanggil otosan untuk ayah dan okasan untuk ibu. Ya sudahlah tidak apa - apa. Sekarang kami harus istirahat karena besok juga akan padat. 12 Januari 2013, kami akan mendaki gunung yang ada di pulau ini, yaitu Gunung Kameyama. Setelah sarapan, pukul 8.45, kami diantar oleh orang tua angkat kami masuk ke kuil yang merupakan pintu masuk menuju gunung kameyama. Pemandu kami langsung membawa kami untuk mendekati kuil ini. Setelah dijelaskan tentang tata cara berdoa orang Jepang, kami segera naik ke gunung Kameyama. Pemandangannya indah sekali. Pohon camelia berjejer di sepanjang jalan kami menuju puncak gunung. Sesampainya di puncak, pemandangannya semakin keren. Seluruh pulau Oshima dan kota Kesen Numa dapat terlihat jelas dari sini. Indah sekali. Tak terasa waktu makan siang. Kami segera kembali ke rumah untuk makan siang. Setelah makan siang, kami lanjutkan observasi kami dengan pergi ke tanjung Tatsumai yang terletak di bagian paling selatan pulau Oshima. Tanjung ini juga sangat indah. Tapi sayang sudah sedikit rusak karena gempa yang menerjang. Saya dapat melihat samudera Pasifik dari sini. Dan katanya jika kita meneruskan perjalanan dari tanjung Tatsumai ke timur, kita bisa sampai ke Hawaii. Hari ini berlalu begitu cepat, tak terasa kami harus kembali ke rumah. Setelah makan malam, kami diberi waktu untuk untuk mengadakan diskusi di rumah teman-teman kami yang putri membicarakan tentang action plan yang akan kami lakukan setelah kembali ke Indonesia. Saya memberi ide untuk membuat sebuah film dokumenter tentang pulau ini. Usul saya disetujui. Tapi saya tidak tahu bahwa akan ada presentasi action plan, dan teman – teman menunjuk saya untuk presentasi action plan karena saya dianggap lebih mengetahui seluk beluk film yang akan dibuat. Jadi bertambahlah sudah tugas saya hari ini. Waktu 3 jam selesai, kami kembali ke rumah. 13 Januari 2013, kami pergi ke balai untuk persiapan. Kami diberi waktu 2 jam untuk mempersiapkan penampilan yang kemarin telah dibahas dan juga presentasi. 2 jam itu kami gunakan untuk latihan baik yang penampilan atau yang presentasi. Teman – teman memberikan banyak saran yang bagus. Waktu makan siang tiba, kami kembali dulu ke rumah untuk makan siang. Setelah makan siang, kami kembali ke balai. Kami langsung disambut oleh sekumpulan bedug yang berjejer. Ini adalah Taiko. Alat musik khas Jepang yang biasanya digunakan dalam acara – acara tertentu. Taiiko ini dimainkan oleh gabungan siswa dari Pulau
Oshima. Mereka menampilkan 4 lagu. Dengan bantuan melodi dari suling, alat musik ini menjadi semakin indah untuk didengar. Lalu kami diberi kesempatan untuk mencoba alat tersebut. Saya mencobanya 2 kali. Saya mencoba alat yang paling besar. Setelah itu kami tampil didepan warga Oshima. Mereka cukup senang dengan penampilan kami. Lalu masuklah ke sesi presentasi action plan. Saya mewakili kelompok saya melakukan presentasi tentang film dokumenter yang akan kami buat. Saya jelaskan isi dari film tersebut sekaligus juga meminta ijin kepada warga Oshima untuk mengambil gambar mereka. Presentasi berjalan lancar. Sesi selesai dan kami kembali ke rumah. Di rumah, setelah makan malam, kami berbincang dengan orang tua angkat kami. Mengingat ini adalah malam terakhir kami di pulau Oshima ini. Kami menyerahkan souvenir yang kami bawa dari Indonesia untuk mereka. Mereka berterima kasih sekali. Malam ini kami tutup dengan foto bersama orang tua angkat. Sungguh menyenangkan. 14 Januari 2013, setelah sarapan, kami langsung diantar oleh orang tua angkat kami menuju ke pelabuhan. Kami akan kembali ke Tokyo. Suasana haru pun timbul. Banyak teman – teman yang tak dapat menahan air matanya meski cuaca sedang turun salju lebat. Sangat menyentuh. Aku sempat merekam momen itu. Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh warga Oshima dan juga mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Semoga suatu hari nanti kami bisa kembali ke sini. Bertemu dengan orang – orang ini lagi. Kapal feri kami berangkat menuju kota Kesen Numa. Setelah itu langsung dengan menggunakan bis kami berangkat menuju stasiun Ichinoseki. Turun salju lebat menghambat perjalanan kami hingga 2 jam lamanya. Sebelum ke stasiun, kami makan siang di daerah Tohoku. Setelah itu, sambil menunggu waktu keberangkatan, saya dan teman – teman satu kelompok berinisiatif untuk pergi ke Kuil Emas yang terletak di dekat tempat kami makan siang. Kuil ini memang benar - benar terbuat dari emas murni, oleh karena itu kami tidak dapat mengambil gambarnya, takutnya merusak kualitas emasnya. Kami masuk ke sana dan melihat – lihat. Kami lalu berkeliling di komplek kuil. Sangat indah sebenarnya, sayangnya cuaca yang agak buruk membuat keindahannya sedikit pudar. Puas berjalan – jalan, kami kembali menuju bis dan melanjutkan perjalan ke Tokyo. Sampai di stasiun Ichinoseki, kami langsung naik kereta Shinkansen dan kembali ke Tokyo. Matahari terbenam, kami tiba di Tokyo. Kami makan malam di sebuah restoran di dekat hotel. Setelah itu kami makan malam di sebuah restoran di dekat hotel. Setelah itu, kami kembali ke hotel dan istirahat. 15 Januari 2013, ini adalah hari terakhir kami di Jepang. Hari ini kami akan ke Panasonic Center untuk melihat pameran sains dan teknologi. Dengan berjalan kaki kami menuju ke Panasonic Center. Setibanya disana, kami menuju ke RiSuPia, tempat pameran teknologi di Panasonic Center. Sayangnya kami tidak boleh mengambil gambar disana. Tapi kami benar – benar menikmati pameran
itu. Apalagi, di setiap percobaan dalam pameran itu tidak ada keterangannya, jika kami ingin tahu, kami tinggal mendekatkan touchpad yang diberikan kepada kami dan inforasi secara otomatis akan muncul dari sana. Keren sekali. Perjalanan kami lanjutkan ke Eco Idea House. Disini kami mengunjungi sebuah rumah yang diklaim tidak menghasilkan emisi gas CO2 sama sekali. kami ditunjukkan dengan sebuah program yang bernama AiSEG yaitu Artificial intelligence Smart Energy Gateway yang mengatur lalu lintas listrik yang ada di rumah tersebut. Rumah itu mendapatkan listrik dari baterai, panel surya, dan banyak lagi. Inti dari rumah ini adalah agar tercipta rumah yang menghasilkan emisi 0%. Dan Jepang berhasil membuatnya. Setelah melihat rumah ramah lingkungan, kami makan siang di hotel. Setelah itu, kami segera ganti menggunakan seragam karena kami akan kembali menyampaikan action plan dan hasil kami selama berada di Jepang. Saya kembali mewakili teman – teman melakukan presentasi. Cukup gugup kali ini. Tapi akhirnya berhasil. Setelah mengucapkan terima kasih dan perpisahan, kami kembali ke hotel dan beristirahat, karena esok kami akan kembali ke Indonesia. 16 Januari 2013, kami sarapan seperti biasa jam 8 pagi. Setelah itu kami segera bersiap untuk pulang. Kami berpisah dengan penerjemah yang membantu kami selama di sini. Kami memberi kenang – kenangan kepada mereka. Dan akhirnya kami pulang. Pukul 11.20, kami naik ke pesawat menuju Jakarta. Dan pukul 17.00, kami tiba di Jakarta. Kami Pulang. Pengalaman ini benar – benar mengubah hidup saya. Saya menjadi lebih mengerti bagaimana harus bersikap di hadapan orang lain. Jepang adalah negara asing pertama yang saya jelajahi. Dan saya yakin, akan ada banyak negara lagi yang akan saya jelajahi.