FENOMENA PARTAI HIJAU DALAM KONTEKS POLITIK DI JERMAN Adyawarman
emilihan umum di Jerman yang berlangsung tanggal 22 September 2002 kembali membuktikan bahwa arah dan orientasi politik luar negeri dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan suatu Partai Politik meraih dukungan pemilih. Seperti yang disimpulkan oleh RB. Weinstein (1976), kebijakan politik luar negeri bukan saja
bermanfaat
untuk
meraih
kemerdekaan
(independence)
dan
memobilisasi bantuan pembangunan dari luar negeri (development), tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk memenangkan persaingan politik di dalam negeri (political competition). Dalam pemilu di Jerman, Kanselir Gerhard Schroder berhasil memimpin aliansi Partai SPD dan Partai Hijau (Bundnis‘90/Grüne) mempertahankan pemerintahan red-green coalition dengan memanfaatkan isu rencana penyerangan Amerika Serikat terhadap Irak. Namun berbeda dengan keberhasilan Perdana Menteri John Howard yang memenangkan kembali pemilu di Australia tahun 2001 dengan memanfaatkan sentimen antiterorisme dan mendukung penuh kebijakan AS menyerang terorisme di Afghanistan pasca tragedi WTC, maka sebaliknya Gerhard Schroder mengkampanyekan agenda perdamaian dunia dan sentimen anti rencana agresi AS terhadap pemerintahan Saddam Husein di Irak. Komitmen pemerintahan Schroder terhadap agenda perdamaian dunia bukan semata untuk konsumsi pemilu saja. Komitmen tersebut telah tampak sejak pemerintah Jerman menolak penyerangan AS terhadap Afghanistan dan memilih untuk mengirimkan pasukan sebagai bagian dari pasukan perdamaian PBB (peace keeping army) paska penyerangan di akhir tahun 2001 tersebut. Konsistensi ini terus berlangsung hingga kini, dimana
Jurnal Universitas Paramadina Vol.3 No. 1, September 2003: 91-101
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 91-101
Jerman bersama-sama dengan Perancis telah menjadi pioneer dari kutub internasional yang mendukung upaya damai (melalui negosiasi dan diplomasi) dan menentang rencana penyerangan AS ke Irak. Bila diperhatikan dengan seksama, orientasi politik luar negeri pemerintahan Schroder ini tidak dapat dilepaskan dari dukungan dan keberadaan Partai Hijau dalam pemerintahan koalisi merah (SPD)-hijau (Grüne) di Jerman sejak tahun 1998. Untuk menjelaskan lebih lanjut fenomena dan peranan Partai Hijau dalam pemerintahan koalisi merah-hijau, maka tulisan ini akan mengulas platform, orientasi dan strategi Partai Hijau dalam kompetisi politik di Jerman. Partai Politik dan Pemilihan Umum Sistem kepartaian di Jerman ditandai oleh keberadaan banyak partai politik (multi party). Paska reunifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur, terdapat 6 partai utama dalam politik Jerman yaitu: CDU (Christian Democratic Union) dan CSU (Christian Social Union), FDP (Free Democratic Party), SDP (Social Democratic Party), Bündnis’90/Grüne (Green Party), dan partai sayap kiri yang radikal, PDS (Party of Democratic Socialism). Ketatnya persaingan antar partai politik di Jerman menyebabkan tidak ada satu pun partai yang mampu meraih suara mayoritas tunggal (single majority). Akibatnya setiap partai harus bekerja sama dengan partai politik lainnya. Dalam memanfaatkan suatu kelompok politik sebagai landasan politik yang efektif maka suatu partai politik yang memerintah dapat melakukan 4 strategi (Samuel Huntington dan Joan Nelson, 1985), yaitu: Pertama,
mengeluarkan
menguntungkan
kepentingan
kebijakan-kebijakan kelompok
politik
pemerintah tersebut.
yang Kedua,
mengorganisasikan kelompok tersebut melalui perhimpunan-perhimpunan fungsional. Ketiga, menciptakan saluran-saluran struktural baru yang memungkinkan dikaitkannya kelompok politik tersebut dengan sistem politik. Dan keempat, memilih pemimpin kelompok politik yang sudah mapan untuk
92
Adyawarman “Fenomena Partai Hijau dalam Politik di Jerman”
memangku jabatan penting dalam sistem politik dan tindakan pembinaan lebih lanjut terhadap pemimpin tersebut. Kerjasama antar partai politik di Jerman dilakukan melalui koalisi dengan pembagian jabatan politik dan akomodasi platform partai dalam kebijakan pemerintah. Sistem koalisi partai politik di Jerman secara umum ditandai oleh dua kutub utama yaitu: CDU/CSU dan SPD. CDU/CSU selanjutnya menggandeng FDP, sedangkan SPD menggandeng Partai Hijau sebagai mitra yuniornya. Koalisi yang mapan antar 2 kutub ini tidak dapat dilepaskan dari beberapa persamaan nilai-nilai dasar dan platform (grundsatz) masing-masing partai. Secara ringkas struktur perkembangan pembagian partai politik di Jerman dapat diilustrasikan dalam gambar berikut:
Struktur Partai di Jerman Barat Periode 1950-1970an
Struktur Partai di Jerman Barat Periode 1980an
Religiously Orientated
Materialistic, Old Politics CDU CSU SPD FDP
CDU CSU Left
SPD
Right
FDP
Non Religiously Orientated Sumber : Ulrich von Alemann (1992)
Left
Green Party
Right
Post-Materialistic, New Politics Sumber : Ulrich von Alemann (1992)
Struktur Partai di Jerman Paska Reunifikasi West (Non-Post Communistic) SPD Green Party Left
CDU CSU FDP
PDS
Right
East (Post Communistic)
93
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 91-101
Sumber : Uwe Hunger (2001)
Dalam sejarah pemerintahan di Jerman, koalisi yang dipimpin Partai CDU/CSU lebih banyak memegang pemerintahan. Bahkan koalisi CDU/CSU dan FDP ini pernah memimpin pemerintahan selama 16 tahun berturut-turut di bawah Kanselir Helmut Kohl (1982-1998). Merosotnya kredibilitas administrasi pemerintahan Kanselir Helmut Kohl akibat berbagai skandal korupsi telah menyebabkan terjadi perpindahan suara besar-besaran dan koalisi SPD-Grüne di bawah kepemimpinan Gerhard Schroder berhasil memenangkan pemilu 1998, dengan menguasai 310 dari total 603 kursi di parlemen. Sebagai kompensasi bagi dukungan Partai Hijau, Schroder kemudian mengangkat ketua Partai Hijau (Joschka Fischer) sebagai wakil Kanselir dan Menteri Luar Negeri, serta memberikan jatah 2 kursi menteri utama dalam kabinet kepada Partai Hijau. Tabel
1.
Hasil Pemilihan Umum (www.bundeswahlelleiter.de)
SPD
Tahun
CDU/ CSU
di
GRÜNE
Jerman
Paska
Reunifikasi
FDP
PDS
OTHER
Persentase (%) 2002
38,5
38,5
8,6
7,4
4,0
3,0
1998
40,9
35,2
6,7
6,2
5,1
5,9
1994
36,4
41,5
7,3
6,9
4,4
3,5
1990
33,5
43,8
5,0
11,0
2,4
4,3
Tahun
Perolehan kursi di parlemen (Bundestag)
2002
251
248
55
47
2
-
1998
267
223
43
40
32
-
Memasuki pemilu tahun 2002, Kanselir Schroder menghadapi tantangan
yang
sangat
berat
untuk
mempertahankan
tampuk
pemerintahannya. Buruknya ekonomi nasional yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang lambat (0,3%) dan tingkat pengangguran yang tinggi (9,9%) menjadi sasaran empuk bagi partai oposisi untuk menyudutkan
94
Adyawarman “Fenomena Partai Hijau dalam Politik di Jerman”
Schroder. Partai CDU/CSU sendiri menghadapi pemilu kali ini dengan optimisme tinggi dan mengajukan Edmund Stoiber (Gubernur negara bagian Bavaria)
sebagai
kandidat
Kanselir.
Dengan
janji
meningkatkan
perekonomian dan menciptakan lapangan kerja baru di seluruh Jerman sebagaimana keberhasilannya memimpin pembangunan ekonomi di negara bagian (lander) Bavaria yang berpusat di kota Muenchen, Stoiber dapat selalu mengungguli Schroder dalam berbagai jajak pendapat pendahuluan. Mendekati pelaksanaan pemilu, Schroder mendapatkan blessing in disguise dengan merebaknya rencana penyerangan AS ke Irak. Dengan kampanye anti perang yang tegas, Schroder berhasil memperkecil ketinggalan popularitasnya. Hasil akhir pemilu tahun 2002 kemudian menunjukkan bahwa meskipun perolehan suara Schroder dan partainya SPD mengalami penurunan sebesar 2,4% dari pemilu sebelumnya, namun perolehan suara Stoiber dan partainya CDU/CSU tidak berhasil melampui SPD. Di sisi lain keberhasilan Partai Hijau memantapkan posisinya sebagai partai terbesar ketiga dan meraih tambahan 1,9% suara sangatlah menunjang koalisinya dengan SPD di tampuk pemerintahan untuk periode 4 tahun berikutnya (2002-2006). Keberhasilan Partai Hijau menjadi partai terbesar ketiga dalam waktu yang singkat ini merupakan suatu fenomena yang menarik dalam politik di Jerman maupun studi mengenai partai politik secara umum. Seperti halnya Partai Hijau di negara lainnya (dalam Global Greens Conference di Australia tahun 2001 tercatat bahwa Partai Hijau terdapat di 72 negara), Partai Hijau Jerman meletakkan komitmen dan platform partai yang berorientasi pada permasalahan mendasar dan kebutuhan bersama setiap manusia di muka bumi ini. Namun demikian Partai Hijau Jerman memang merupakan Partai Hijau yang terbesar dalam hal perolehan suaranya dalam pemilu maupun pengaruh dalam politik dibandingkan dengan Partai Hijau di negara lain. Keberhasilan Partai Hijau Jerman ini memang ditunjang oleh kemampuan sumber dayanya dan struktur sosial masyarakat Jerman. Dengan memegang jabatan dan menempatkan kader partai yang kompeten
95
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 91-101
sebagai Menteri Luar Negeri (Joschka Fischer), Menteri Pertanian, Pangan dan Perlindungan Konsumen (Renate Kunast) dan Menteri Lingkungan, Konservasi Alam dan Keamanan Nuklir (Jurgen Trittin), Partai Hijau memiliki kedudukan yang strategis untuk mengarahkan politik luar negeri Jerman dalam berbagai isu internasional, mulai dari kampanye anti perang, perlindungan lingkungan global berdasarkan Protokol Kyoto, hingga isu perlindungan konsumen dari bahaya penyakit sapi gila (mad cow) yang muncul pertama kali di daratan Inggris. Sebagai suatu negara yang pernah merasakan pahitnya kekalahan dalam peperangan, menyebabkan agenda perdamaian dan perlindungan lingkungan global banyak mendapatkan dukungan dari masyarakat Jerman. Platform Partai Hijau Keberadaan Partai Hijau dalam sistem politik Jerman belumlah setua Partai SPD, CDU/CSU dan FDP yang telah eksis sejak pemilu pertama di Jerman Barat paska pembagian negara Jerman sebagai konsekuensi kekalahan dalam Perang Dunia II (1949). Sejalan dengan reunifikasi Jerman, Partai Hijau yang ada saat ini terbentuk pada bulan Mei 1993 sebagai aliansi dari Partai Hijau (Grüne) yang eksis di wilayah Jerman Barat sejak tahun 1980 dan Partai Bündnis’90 yang merupakan gabungan partai-partai politik di wilayah Jerman Timur. Oleh karena itu nama resmi partai ini adalah Bündnis 90/Die Grünen. Aliansi Partai Hijau ini mengikuti pemilu pertama kali pada tahun 1994 dan langsung berhasil menempatkan dirinya sebagai partai terbesar ketiga dengan perolehan suara 7,3%. Keberhasilan Partai Hijau dalam kompetisi politik di Jerman tidak dapat dilepaskan dari citra sebagai the party of ecological modernization yang memiliki platform (grundsatz) partai untuk mempertahankan ekologi yang berkelanjutan (sustainable ecology). Pengertian ekologi sendiri memiliki definisi yang lebih luas dari lingkungan hidup dan mencakup hubungan antara mahluk hidup dengan lingkungan alamiah mereka.
96
Adyawarman “Fenomena Partai Hijau dalam Politik di Jerman”
Kepedulian terhadap isu lingkungan sendiri telah menjadi salah satu isu global masa kini, mengingat sekurangnya 3 alasan: pertama, kesadaran bahwa sumber daya alam adalah milik bersama dan ada berbagai aktor yang berupaya mengontrol, memanfaatkan dan mengelola sumber daya tersebut; kedua, kuantitas dan kualitas pemanfaatan sumber daya alam sangat terbatas, dan ketiga, selain terdapat sumber daya alam yang dimiliki bersama, juga terdapat ancaman yang harus dihadapi bersama pula (Mohtar Mas’oed, 1992). Dalam grundsatz Partai Hijau disebutkan bahwa prinsip kejayaan (dignity) dan kebebasan (freedom) dari setiap individu merupakan jiwa dari setiap kebijakan Partai Hijau. Sebagai realisasi dari prinsip tersebut, disusun nilai dasar perjuangan partai meliputi: sustainable ecology, freedom through self-determination, extending equitability (gender, generation, and solidarity), dan democracy. Pendekatan yang digunakan dalam pencapaian nilai-nilai dasar tersebut adalah dengan menjunjung hak-hak asasi manusia (human rights) dan anti kekerasan (non-violence). Sebagai cerminan platform partai, Partai
Hijau
berkembang
melalui
kampanye
perdamaian,
proteksi
lingkungan, perlindungan iklim dan cuaca, perlindungan hak-hak masyarakat sipil, perlindungan konsumen, emansipasi jender, dan gerakan anti nuklir. Oleh karena itu mereka menyebut partai mereka sebagai The Party of Ecological Modernization. Di
sisi
lain,
keberhasilan
Partai
Hijau
dalam
membentuk
pemerintahan koalisi dengan SPD telah memudahkan Partai Hijau dalam mengartikulasikan dan mengagregasikan platform partai ke dalam kebijakan nasional. Dalam periode pertama pemerintahan koalisi SPD-Grünen saja (1998-2002), Partai Hijau telah berhasil mewujudkan berbagai kebijakan yang mendukung kepentingan konstituennya dan masyarakat luas. Tercatat Partai Hijau berhasil menggolkan penerapan pajak lingkungan (eco-tax system) terhadap konsumsi energi dalam rangka menekan penggunaan energi secara berlebihan dan pendapatan dari pajak ini selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai subsidi silang bagi para buruh, mencapai kesepakatan
97
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 91-101
dengan industriawan dan membuat peraturan yang mengatur penghapusan penggunaan energi nuklir secara bertahap (phase out) dalam waktu 20 tahun mendatang, merubah peraturan kewarganegaraan dari prinsip tradisional ius soli (law of the blood) menjadi ius sanginus (law of the land), serta modernisasi peraturan keimigrasian. Dalam kebijakan politik luar negeri, Partai Hijau secara konsisten mendukung perluasan dan integrasi Europen Union, mengajukan prespektif federalist bagi masa depan Eropa, penggunaan mata uang tunggal Euro, menentang peperangan yang terjadi di Bosnia, mendukung upaya menciptakan perdamaian dunia, keadilan internasional, perlindungan hak asasi dan penegakan hukum internasional, serta mengkampanyekan prinsip equitable globalization melalui pengenaan pajak terhadap transaksi mata uang asing (Tobin tax) dan memperluas akses pasar bagi negara berkembang. Keberhasilan
Partai
Hijau
meningkatkan
perolehan
suaranya
menjadi 8,6% pada pemilu 2002 dan memberikan kontribusi yang besar untuk mempertahankan pemerintahan koalisi yang dipimpin SPD, tidak menyilaukan pemimpin Partai Hijau untuk meminta tambahan kekuasaan dalam kabinet. Pada tanggal 16 Oktober 2002, pemimpin Partai SPD dan Partai Hijau menandatangani panduan arah pemerintahan koalisi merahhijau yang dituangkan dalam dokumen pakta koalisi (coalition pact) berjumlah 88 halaman. Dalam kesepakatan tersebut, kedua Partai setuju untuk mempertahankan 3 kursi kementerian utama yang sesuai dengan kompetensi Partai Hijau seperti susunan kabinet sebelumnya. Kedua Partai juga setuju untuk menempatkan peningkatan lapangan pekerjaan dan pengurangan hutang pemerintah sebagai prioritas kerja kabinet, yang diikuti dengan upaya peningkatan dukungan bagi pendidikan, kesehatan, childcare, keadilan, integrasi budaya bagi para imigran dan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mencapai prioritas kabinet dalam bidang perekonomian dan penciptaan lapangan kerja, maka kedua Partai setuju untuk melebur kementerian ekonomi dan kementerian tenaga kerja
98
Adyawarman “Fenomena Partai Hijau dalam Politik di Jerman”
menjadi satu kementerian dan menunjuk Wolfgang Clement (tokoh Partai SPD yang sukses sebagai Gubernur negara bagian North RheineWesphalia) sebagai menterinya. Kesimpulan: Masa Depan Partai Hijau Sebagai partai yang memfokuskan perhatian pada lingkungan, tujuan utama Partai Hijau adalah melindungi unsur alami kehidupan dari ancaman eksploitasi kegiatan industri dan penggunaan sumber daya alam secara berlebihan dalam rangka mempertahankan suatu ekologi yang berkelanjutan (sustainable ecology). Saling ketergantungan antar negara dan eksternalitas
antar
peristiwa
yang
terjadi
di
suatu
belahan
dunia
mengharuskan setiap negara untuk memperhatikan kepentingan dan kejadian di negara lain. Oleh karena itu negara maju tidak terlepas dari kewajiban untuk mempertimbangkan kebijakan industrinya dengan seksama dan memperhatikan implikasi kebijakan industri tersebut terhadap nasib negara dunia ketiga. Sustainability in the industrialised North must not be defined at the cost of the counties in the South. Semakin sempitnya jarak antar negara akibat perkembangan komunikasi, transportasi dan hubungan yang melintas batas negara (transnasionalism) menyadarkan Partai Hijau akan bahaya dan ancaman dari globalisasi terhadap perubahan global yang semakin memburuk, khususnya gejala kelaparan, kemiskinan dan perang saudara di dunia ketiga. Untuk itu Partai Hijau berusaha aktif mengkampanyekan tanggung jawab global (worldwide responsibility) atas kelangsungan hidup bersama di dunia berdasarkan prinsip sustainable ecological, freedom, democracy dan solidarity. Sebagai aplikasi nyata, kerjasama internasional mutlak dibutuhkan dalam mengatasi perubahan dunia yang berlangsung cepat dan menjamin kehidupan manusia yang lebih baik di semua muka belahan dunia di masa mendatang. Partai Hijau menekankan bahwa sustainable ecology tidak akan dapat dipertahankan apabila suatu negara melakukan aktifitas dan aksi perlindungan lingkungan sendiri-sendiri.
99
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 91-101
Komitmen, keperdulian dan kompetensi sumber daya yang dimiliki Partai Hijau terhadap permasalahan dasar manusia ini dipercaya akan semakin meningkatkan kredibilitas partai dan kepercayaan rakyat, sehingga Partai Hijau diramalkan akan dapat meraih dukungan suara yang semakin besar dan menjadi partai masa depan di Jerman. Selanjutnya Partai Hijau Jerman diyakini dapat ‘menularkan’ kisah suksesnya kepada Partai Lingkungan di negara-negara lainnya. Kisah sukses Partai Hijau Jerman ini dapat dijadikan sebagai referensi yang baik bagi pembangunan politik dan penguatan institusi serta platform dari partai-partai politik, baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia yang akan melaksanakan pemilihan umum yang lebih demokratis pada tahun 2004.
100
Adyawarman “Fenomena Partai Hijau dalam Politik di Jerman”
Daftar Pustaka Alemann, Ulrich Con. 1992. Partein und Gesselschaft in der Bundesrepublik: Rekrutierung, Konkurrenz und Responsivitat, in Alf Mintzel and Heinrich Oberreuter (eds.), Partein in der Bundesrepublik Deutschland. Bündnis’90/Die Grünen, The Future is Green, Party Program and Principles. http://archiv.gruene-partei.de/dokumente/grundsatzprogramm-english.pdf Duvenger, Maurice.1984. Partai Politik dan Kelompok Kelompok Penekan, Jakarta : PT. Bina Aksara. Homepage Bündnis’90/Die Grünen: www.gruene.de Homepage Social Democratic Party (SPD): www.spd.de Hunger, Uwer. 2001. Party Competition and Inclusion of Immigrants in Germany, German Policy Studies, 1 (3). Huntington, Samuel dan John M. Nelson. 1985. Partisipasi Politik: Tidak Ada Pilihan Mudah, Jakarta: PT. Sangkala Pulsar. Lampert, Heinz. 1997. Tatanan Ekonomi dan Sosial di Republik Federal Jerman, Konrad Adenauer Stiftung dan Puspa Swara. Mas’oed, Mohtar dan Riza Noer Arfani (eds). 1992. Yogyakarta : PAU Studi Sosial UGM.
Isyu-isyu Global Masa Kini,
May, Bernhard. 1999. Domestic Political Change and Foreign Policy: one year “redgreen” Foreign Policy in Germany, Norfolk University USA. Münz, Rainer. Germany’s Immigration Reform, Humboldt Univesität Berlin. Rittberger, Volker and Frank Schimmelfennig. 1997. German Foreign Policy After Unification, A Re-Examination of Realist Prognoses, Center for International Relations, Peace and Conflict Studies, Institute for Political Science, University of Tübingen. Spinifex, Newsletter of the Global Greens 2001 Conference, Canberra-Australia, 2001. Weinstein, R.B. 1972. The Uses of Foreign Policy in Indonesia: an Approach to the Analysis of Foreign Policy in Less Developed Countries, World Politics.
101