BioSMART Volume 5, Nomor 2 Halaman: 106-110
ISSN: 1411-321X Oktober 2003
Biologi Bunga dan Perbanyakan Sakura (Prunus puddum Roxb. Ex. Wall.) di Kebun Raya Bali Phenology and propagation of sakura (Prunus puddum Roxb. Ex. Wall) in Bali Botanical Garden HARTUTININGSIH–M.SIREGAR, I DEWA PUTU DARMA UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali – LIPI, Tabanan, Bali 82191. Diterima: 5 Juni 2003. Disetujui: 14 Agustus 2003
ABSTRACT Prunus puddum Roxb.ex. Wall. (sakura) is a popular plant as mountainous ornamental plant. In Bali Botanical Garden at 1250-1450 m above sea level, the flowers blooming every six months between February-April and July-October. Flowering blooming season started by the falling off all the leaves, followed by the growing off the bud flower, then the flowers blooming covering the canopy. The percentage of the flower to be fruit is only 0,0085% and falling when it is green. Vegetative reproduction should take over for propagation purpose. Vegetative propagation was done by cutting off the branch about 15 cm long. The study was carried out in the greenhouse of Bali Botanical Garden by using Completely Randomized Design with 8 treatments, atonik 1 ml/l, atonik 2 ml/l, atonik 3 ml/l, rootone F, IAA 1 mg/l, IAA 2 mg/l, NAA 1 mg/l, NAA 2 mg/l, GA3 1 mg/l, GA3 2 mg/l, mixture of IAA + IBA, mixture of GA3 + NAA and control. Each treatment was done in 3 replications; each replication had 10 pieces of cutting. The result indicated that Rootone F speeded up the bud (40%) almost all of the cutting were formed callus (96,67%) and able to stimulate the formation of the root (10%). Sand was not a good medium for cutting. It was suggested for vegetative propagation using cutting of branch to use a medium that have a crumbs structure and rich of organic material. Key words: Prunus puddum, sakura, phenology.
PENDAHULUAN Prunus (Rosaceae) memiliki anggota sekitar 200 jenis yang tersebar mulai dari pegunungan di Amerika Selatan sampai di Asia Tenggara. Sakura (Prunus puddum) merupakan salah satu jenis dari suku Rosaceae yang berbentuk pohon. Pohonnya besar, tinggi mencapai 10-15 m, daunnya kecil-kecil membentuk tajuk yang memayung, cocok sebagai tanaman hias pinggir jalan. Di Kebun Raya Bali terdapat 2 jenis Prunus yaitu P. campanulata Maxim terletak di vak XIII dan P. puddum Roxb.ex. Wall. Vak XII, XIII dan XV. P. puddum ditanam pertama kali pada tahun 1959. Bunga P. puddum yang sangat popular di Jepang, sebenarnya berasal dari pegunungan Himalaya, diintroduksi ke daerah Asia antara lain Indonesia dan Jepang. Di Kebun Raya Bali yang terletak pada ketinggian 1250-1450 m dpl. P. puddum tumbuh dengan baik, biasa berbunga setiap enam bulan atau dua kali dalam satu tahun yaitu antara bulan Februari-April dan Juli-Oktober. Pembungaan pada musim kemarau lebih serempak dan lebat dibandingkan pada musim hujan (Arinasa, 1981). Pembungaan yang lebat diawali dengan rontoknya seluruh daun, diikuti dengan pertumbuhan kuncup bunga, sehingga setelah bunga mekar hanya terlihat bunga saja yang menutupi seluruh kanopi pohon. Pengembangan jenis tanaman hias ini terbatas pada daerah-daerah pegunungan. Penanaman pada lokasi dengan ketinggian di bawah 1000
m dpl. hanya menghasilkan daun, dan tidak dapat berbunga. Secara alami P. puddum dapat diperbanyak dengan biji yang muncul pada musim gugur. Namun menurut data Registrasi Kebun Raya Bali tahun 1998-2002 (Anonim, 2002a) P. puddum koleksi kebun raya ini dapat melakukan pembuahan akan tetapi buah yang terbentuk tidak dapat menghasilkan biji, buah seringkali gugur pada saat masih muda. Kegagalan ini merupakan fenomena yang menarik, atas dasar itu maka penelitian siklus pembungaan perlu dipelajari untuk menentukan cara perbanyakan yang tepat. Beberapa teknisi pernah mencoba perbanyakan dengan stek, namun hasilnya gagal, sedangkan perbanyakan dengan cangkok pernah berhasil dicoba akan tetapi hasilnya belum memuaskan. Perbanyakan secara vegetatif dengan stek merupakan salah satu pilihan yang tepat dan relatif cepat. Untuk mempercepat terbentuknya akar diperlukan penambahan zat pengatur tumbuh. Beberapa zat pengatur tumbuh yang dikenal dan sering dipakai adalah atonik dan rootone F. Atonik adalah zat pengatur tumbuh yang mengandung senyawa nitroaromatik, mengandung natrium ortho nitrofenol 0,2%, natrium 2,4 dinitrofenol 0,05%, natrium para nitrofenol 0,3%, dan natrium 5 nitro guaikolat 0,1%. Zat ini berfungsi merangsang proses fisiologi dan metabolisme sehingga unsur hara di dalam tanaman dan hasil serapan dapat dimanfaatkan secara optimal dan berimbang. Pemberian larutan 2 ml/lt dapat memberikan © 2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
HARTUTININGSIH-M.SIREGAR dan DARMA – Biologi perbungaan Prunus puddum
pengaruh nyata pada penambahan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar serta kadar klorofil daun meniran (Moko, dkk. 1993). Rootone F, yang diformulasikan oleh Agrocarb adalah zat pengatur tumbuh sintetik berupa serbuk warna putih yang mengandung naftalene asetamida (NAD) 0,067%, 2 metil 1 naftalene acetic acid (NAA) 0,013%, 2 metil 1 nafthalen asetat (MNAA) 0,033%, dan indol 3 butirat (IBA) 0,057%. Bahan aktif tersebut termasuk dalam golongan auksin, sedangkan tetramethylthiuram disulfide (thiram) 4%, berfungsi sebagai fungisida (Manurung, 1987 dalam Sudrajat dan Wahyono, 2002). Hormon tumbuh IAA, IBA, NAA, dan GA3 adalah senyawa sintetis yang dapat mendorong pembentukan akar pada stek. Auksin adalah salah satu hormon pertumbuhan yang mempunyai pengaruh paling besar pada pertumbuhan akar (Hartman et al., 1975). Penelitian perbanyakan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan stek. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat menunjang teknik perbanyakan dan pengembangannya.
BAHAN DAN METODE Pengamatan biologi bunga Pengamatan biologi bunga dilakukan di Kebun Raya Bali P. puddum Roxb.ex. Wall. Vak XIII, pada satu periode pembungaan mulai bulan Desember 2001 sampai dengan April 2003. Pengambilan contoh perbungaan dilakukan pada satu pohon dengan mengambil posisi 4 arah yaitu sisi utara, selatan, barat dan timur. Pada masing-masing pengamatan diambil contoh 5 cabang produktif. Sebagai bahan perbandingan digunakan data rekapitulasi pembungaan dan pembuahan yang tercatat secara rutin di bagian Registrasi Kebun Raya Bali mulai tahun 1998-2002 (Anonim, 2002a). Pencatatan data-data sekunder temperatur harian, kelembaban, curah hujan dilakukan setiap hari menjelang dan sampai berakhirnya pembungaan dan pembuahan. Penelitian perbanyakan vegetatif Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Pembibitan Kebun Raya Eka Karya Bali dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Bahan penelitian yang digunakan adalah stek ranting, panjang 15 cm dengan pangkal dipotong miring. Perlakuan terdiri dari: A: atonik 1ml/l, B: atonik 2ml/l, C: atonik 3ml/l, D: rootone F, E: IAA 1 mg/l, E: IAA 2 mg/l, G: NAA 1 mg/l, H: NAA 2 mg/l, I: GA3 1 mg/l, J: GA3 2 mg/l, K: IAA 2 mg/l + IBA 2 mg/l, L: GA3 2 mg/l + NAA 2 mg/l, KT: stek yang tidak diperlakukan (kontrol) Masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan setiap ulangan 10 stek. Semua stek direndam dalam larutan zat pengatur tumbuh selama 1 jam. Sedangkan untuk perlakuan rootone F, sebelumnya pangkal stek dibasahi dengan air kemudian dilumuri dengan rootone F. Setelah perlakuan diterapkan semua stek ditanam pada bak persemaian yang berisi pasir steril dan ditutup dengan kaca untuk menjaga kelembaban.
107
Pengamatan dilakukan terhadap saat keluarnya tunas, persentase stek yang bertunas, jumlah tunas, stek berkalus, dan stek berakar. Untuk menjaga kelembaban dilakukan penyiraman dengan air seperlunya. Jumlah tunas diamati sejak munculnya tunas sampai pengamatan selesai dengan interval 1 minggu selama 3 bulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan biologi bunga Pembungaan P. puddum sangat dipengaruhi oleh kondisi klimatologi setempat. Fluktuasi iklim menyebabkan pergeseran waktu berbunga. Menurut data Registrasi tahun 1988 (Tabel 1.) P. puddum mulai berbunga pada bulan Maret, disusul dengan pembungaan penuh pada bulan April, kemudian bulan Mei sudah mulai gugur sampai Juni. Pada bulan ini masih terdapat kuncup bunga yang belum mekar, dan pada bulan Juli terjadi pembungaan yang kedua, akan tetapi jumlahnya tidak sebanyak pembungaan yang pertama. Pada bulan September semua bunga gugur. Keserempakan perbungaan ini didukung oleh beberapa faktor iklim khususnya suhu dingin berkisar antara 5-10oC. Sedangkan data pembuahan (Tabel 2.) tidak mencatat jumlah buah secara kuantitatif, buah muda jarang, berbentuk pipih, akan tetapi buah ini tidak dapat berkembang dengan baik, buah gugur pada waktu masih muda. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal antara lain curah hujan yang tinggi, kecepatan angin dan kelembaban udara. Faktor-faktor ini juga sangat berpengaruh terhadap serangga penyerbuk sehingga menghambat keberhasilan buah membentuk biji. Tabel 1. Data Pembungaan P. puddum tahun 1998-2002. Tahun 1998 1999 2000 2001 2002
Bulan 3 4 5 6 7 8 ** *** ** * ** * *** ** * * *** ** ** ** ** ** ** 1
2
9
10 11 12
*
Keterangan: *** banyak , ** sedang , * sedikit (Anonim, 2002a)
Dalam Gambar 1. diillustrasikan percabangan P. puddum, pohon tersebut mempunyai sangat banyak percabangan. Dalam satu pohon terdapat 6 cabang utama, kemudian cabang kedua, ketiga dan keempat, masingmasing percabangan bercabang tiga kemudian diikuti percabangan yang kecil sehingga jumlah percabangan keseluruhan mencapai 11.664 cabang. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah bunga (Tabel 3.), setiap cabang/ranting berisi 82,35 bunga, sehingga dalam satu percabangan diperkirakan terdapat sekitar 960.530 bunga. Beberapa pengamat mengatakan bahwa pada saat pelaksanaan penelitian inilah pembungaan P. puddum yang paling baik dan paling serempak, setelah terakhir kali terjadi pada tahun 1998 (Anonim, 2002a).
B i o S M A R T Vol. 5, No. 2, Oktober 2003, hal. 106-110
108
A
B Gambar 1. Percabangan pohon P. puddum. A. bunga, B. buah muda.
Tabel 2. Data Pembentukan buah P. puddum. Tahun 1998 1999 2000 2001 2002
1 2 * *
3 *
***
4 *** ***
5
Bulan 6 7 8 9 10 11 12 * ** *** *** **
Keterangan: *** banyak , ** sedang , * sedikit (Anonim, 2002a).
Data iklim yang tercatat pada stasiun Klimatologi di Desa Kembang Merta, Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali, yang letaknya berdekatan dengan areal Kebun Raya Bali menunjukkan bahwa tipe iklim kawasan korservasi ini termasuk bertipe basah dengan curah hujan >200 mm/bl, atau 2400 mm/th. Tipe ikilm B (Schmidt dan Ferguson, 1951, Whitten dkk., 1996 dalam Anonim, 2002b), bulan basah 7-9 bl, sedangkan bulan kering 1-3 bl. Curah hujan 2000-3000 mm/th (maksimum Februari 645 mm, minimum Agustus 17,67 mm). Intensitas cahaya matahari 45-60% (maksimum September 72%, minimum Februari 25,72%. Kelembaban 78-96% (maksimum pagi hari Januari 96,6%, minimum September 78,2%). Kecepatan angin 7,27 km/jam (maksimum Januari 15,87 dan minimum 3,29 km/jam) (Anonim, 2002b). Beberapa data Klimatologi yang berhasil tercatat pada saat pembungaan serempak adalah temperatur udara pada siang hari (jam 12.00 wita) sangat konstan yaitu berkisar 20-21oC, kelembaban 40%, sedangkan temperatur udara pada malam hari 15-18oC, kelembaban 80-85%, curah hujan gerimis, tetapi tidak terukur secara pasti.
Tabel 3. Pengamatan pembungaan P. puddum, meliputi jumlah bunga dan buah pada masing-masing arah (3-7 April 2003). Arah pengamatan Timur
Jumlah Jumlah bunga cabang akhir (kuncup/mekar)
Jumlah buah
1 2 3 4 5
15 21 25 17 22 20
75 129 70 89 75 87,6
0 0 0 0 0 0
1 2 3 4 5
16 10 19 33 20 19,50
92 111 41 125 58 85,40
0 0 0 1 0 0,2
1 2 3 4 5
49 21 18 22 22 26,00
71 67 77 87 54 71,20
2 0 5 2 1 2
1 2 3 4 5
Rata-rata
11 24 10 18 18 16,2
43 92 111 87 93 85,2
0 1 1 0 1 0,60
Rata-rata
20,50
82,35
0,70
Rata-rata Utara
Rata-rata Selatan
Rata-rata Barat
Keterangan: persentase bunga yang menjadi buah dalam satu cabang, yaitu 0,0085%.
HARTUTININGSIH-M.SIREGAR dan DARMA – Biologi perbungaan Prunus puddum
Berdasarkan data Tabel 3. persentase bunga yang menjadi buah masih sangat rendah 0,0085%, kendala ini merupakan hambatan untuk perkembangbiakan tanaman secara generatif, untuk itu upaya perbanyakan vegetatif merupakan alternatif yang harus dilakukan. Pembungaan serempak dan menarik ini hanya bertahan dalam waktu satu hari, sehingga penyerbukan bunga terjadi dalam kurun waktu yang sangat singkat, kemudian mahkota bunga gugur. Bakal buah yang terbentuk berwarna hijau, pipih, mengkilat dengan diameter 0,5 cm. Kegagalan terjadinya pembuahan, dimana bakal buah terbentuk tetapi gugur setelah berumur 2 hari, merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti. Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan pembentukan buah, proses ini kemungkinan karena defisiensi nutrien organik yang terjadi akibat persaingan di dalam tubuh tanaman yaitu antara bunga dan buah, atau akibat tekanan lingkungan yang tidak sesuai bagi pembentukan buah (Gardner dkk., 1991). Efek etilen pada buah yang terbentuk dapat pula menyebabkan terjadinya proses pengguguran buah. Di samping itu cuaca dingin dan lembab dapat membatasi aktivitas hewan penyerbuk, sehingga bunga yang terserbuki menjadi sedikit. Suhu rendah selama perkembangan buah juga dapat berpengaruh langsung terhadap proses pembentukan buah, sehingga buah cepat gugur (Schimdt, 2000). Berdasarkan data-data pengamatan biologi pembungaan di atas, P. puddum tidak bisa diperbanyak dengan cara generatif (biji), oleh sebab itu perlu dilakukan perbanyakan dengan cara vegetatif yaitu dengan stek. Perbanyakan vegetatif P. puddum Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh yang diberikan pada stek P. puddum menghasilkan respon yang berbeda-beda (Tabel 4.). Respon tanaman terhadap pemberian zat pengatur tumbuh tergantung pada tingkat hormon endogen, jenis tanaman, bagian tanaman, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon, dan faktor lingkungan (Salisbury dan Ross, 1992). Tabel 4. Perlakuan zat pengatur tumbuh terhadap saat keluarnya tunas, stek bertunas, stek berkalus dan stek berakar pada P. puddum. Perlakuan A B C D E F G H I J K L M N KT
atonik 1ml/l atonik 2ml/l atonik 3ml/l rootone F IAA 1 mg/l IAA 2 mg/l NAA 1 mg/l NAA 2 mg/l GA3 1 mg/l GA3 2 mg/l IBA 1 mg/l IBA 2 mg/l IAA + IBA GA3 + NAA kontrol
Saat Stek Stek Stek keluarnya bertunas berkalus berakar tunas (hst) (%) (%) (%) 0 30,00 30,00 13-25 0 60,00 36,67 25 0 10,00 30,00 25 10,00 96,67 40,00 25 0 10,00 16,67 17 0 0 10,00 17 0 16,67 10,00 18 0 20,00 0 24 0 23,33 0 0 10,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10,00 0 20 0 0 0 -
109
Pemberian IAA memacu keluarnya tunas paling cepat (17 hst; hst=hari setelah tanam), kemudian NAA (18-24 hst), atonik (13-25 hst) dan rootone F (25 hst). Tetapi walaupun pemberian IAA memacu terbentuknya tunas paling cepat, persentase stek yang bertunas relatif sedikit (10-16,67%), begitu juga kalus sulit terbentuk (hanya 10%). Stek yang bertunas hanya tahan beberapa hari kemudian layu dan mati, hal ini kemungkinan disebabkan cadangan makanan dan zat perangsang tumbuh yang ada dalam stek hanya mampu untuk membentuk tunas saja, kegagalan membentuk akar menyebabkan tanaman tidak dapat melanjutkan pertumbuhannya. Hal ini menunjukkan bahwa P. puddum merupakan jenis tanaman yang sukar membentuk akar, walaupun dapat membentuk kalus. Tidak terbentuknya akar pada stek yang bertunas ini disebabkan oleh banyak faktor antara ketidakmampuan daun/tunas untuk membentuk substansi-substansi spesifik yang dibutuhkan untuk memacu terbentuknya akar, atau karena konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diberikan dari luar kurang tepat (Hartman et al., 1976). Pemberian GA3, IBA, NAA maupun campurannya tidak memberikan respon positif, semua stek tidak dapat membentuk tunas. Kemungkinan gagalnya pembentukan tunas antara lain adalah lama perendaman yang kurang tepat, kondisi lingkungan selama perendaman di dalam zat pengatur tumbuh. Selama perendaman sebaiknya diletakkan pada ruang yang bersuhu 20°C dan tidak terkena sinar matahari langsung karena dapat mempengaruhi penyerapan bahan kimia oleh stek, sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal (Hartman et al., 1976). Kegagalan ini perlu dipelajari, karena berlawanan dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan, dimana NAA merupakan auksin tiruan yang bekerja lebih efektif, karena NAA tidak dirusak oleh IAA oksidase atau enzim lain, sehingga bisa bertahan lama. Begitu juga dengan IBA dapat memacu terbentuknya perakaran. (Wiesman dkk., 1989 dalam Salisbury dan Ross, 1992). Pemberian atonik dapat memacu terbentuknya tunas, atonik 2ml/l dapat meningkatkan jumlah stek bertunas (36,67%) dan stek berkalus (60%). Rootone F adalah zat pengatur tumbuh yang paling efektif memacu terbentuknya tunas 40%, hampir semua stek membentuk kalus (96,67%), stek berakar (10%), (Gambar 2). Sudrajat dalam Kosasih dan Rochayat (2000) melaporkan bahwa pemakaian Rootone F pada stek murbei jenis Morus schima dengan dosis 75 mg per stek merupakan dosis optimal bagi stimulasi pertumbuhan stek. Dengan dosis tersebut dicapai pertumbuhan panjang akar, jumlah akar dan berat akar tertinggi dibandingkan dengan kontrol dan dosis lainnya. Rootone F mempunyai bahan aktif yang merupakan senyawa organik yang memiliki daya pengaturan pertumbuhan dan dapat memperbanyak akar. Rendahnya persentase keberhasilan membentuk akar kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jenis stek yang berpengaruh terhadap sistem perakaran dan pertunasan, media pembibitan yang mempunyai kemampuan menahan air, dan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan awal stek. Pada percobaan ini digunakan media pasir bersih yang porositasnya tinggi dan kurang menyimpan air. Penggunaan media stek dengan tanah yang
110
B i o S M A R T Vol. 5, No. 2, Oktober 2003, hal. 106-110
subur sangat dianjurkan, tanah dengan struktur remah yaitu memiliki rongga kapiler untuk menahan air, hara, dan udara yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan. Di samping itu media yang aerasinya baik, mampu mempertahankan kelembaban, mudah ditembus akar dan mampu menahan stek tidak roboh merupakan syarat yang diperlukan untuk keberhasilan stek.
Hasil penelitian perbanyakan vegetatif dengan stek ranting menunjukkan bahwa rootone F dapat memacu terbentuknya tunas (40%), hampir semua stek membentuk kalus (96,67%), stek yang membentuk akar masih rendah (10%). Media pasir tidak baik untuk penyemaian dianjurkan menggunakan media yang mempunyai struktur remah dan kaya bahan organik seperti kompos. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada rekan-rekan di unit kerja Registrasi Seksi Konservasi in-situ Kebun Raya Eka Karya Bali dalam memberikan informasi, mencatat data pembungaan, pembuahan dan rekan-rekan di unit kerja Pembibitan, Ni Made Suradi yang membantu menyiapkan bahan-bahan penelitian. DAFTAR PUSTAKA
Gambar 2. Stek dengan perlakuan Rootone F, akar muncul setelah terbentuk kalus. Inset: Kiri stek gagal, tengah stek berkalus, dan kanan stek berakar.
KESIMPULAN Prunus puddum Roxb.ex. Wall. (sakura) berbunga setiap enam bulan atau dua kali dalam satu tahun yaitu antara bulan Februari-April dan Juli-Oktober. Pembungaan yang lebat diawali dengan rontoknya seluruh daun, diikuti dengan pertumbuhan kuncup bunga, kemudian bunga mekar menutupi seluruh kanopi. Hasil pengamatan biologi bunga menunjukkan bahwa persentase bunga yang menjadi buah dalam satu percabangan sangat rendah 0,0085% dan gugur pada waktu buah masih muda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbanyakan dengan cara generatif (biji) tidak bisa dilakukan.
Anonim, 2002a. Rekapitulasi Pembungaan dan Pembuahan Tanaman Koleksi Kebun Raya Eka Karya Bali. Bali: Kebun Raya Eka Karya. Anonim, 2002b. Data Iklim Stasiun Klimatologi di Desa Kembang Merta, Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali. Bali: Stasiun Klimatologi Desa Kembang Merta, Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali Arinasa, I.B.K. 1981. Bunga sakura sedang bersemi di Kebun Raya. Bali Post. Selasa 14 April 1981. Gardner, F.P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hartman, T.H., D.E. Kester, F.T. Davies, dan R. L. Geneve. 1997. Plant Propagation. Principles and Practice. Upper Saddle River, N.J.: Prentice Hall. Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. 75 hal. Kosasih, A.S. dan N. Rochayat. 2000. Pengaruh pemberian hormon terhadap keberhasilan perbanyakan jamuju (Podocarpus imbricata). Buletin Penelitian Hutan 619: 1-11. Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. (Terjemahan). Bandung: Penerbit ITB. Sudrajad, H dan S.Wahyono, 2002. Pengaruh Rootone-F. terhadap stek batang poko (Mentha arvensis L.). Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. Bogor. Schimdt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Jakarta: Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan. Utami, N.W., Hartutiningsih – M. Siregar dan R.S. Purwantoro. 2001. Perbanyakan bibit Podocarpus spp. dengan pemberian zat pengatur tumbuh: IBA. NAA. IAA dan 2,4 D. Prosiding Seminar Sehari. Menggali Potensi dan Meningkatkan Prospek Tanaman Hortikultura Menuju Ketahanan Pangan. Pusat Konservasi Tumbuhan – Kebun Raya Bogor.